Kajian Steganografi Dengan Metode Bit-Plane Complexity Segmentation (BPCS) Pada Dokumen Citra Terkompresi

(1)

(2)

KAJIAN STEGANOGRAFI DENGAN METODE

( ) PADA DOKUMEN CITRA TERKOMPRESI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

PRISKILLA BR GINTING 060803038

PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

Judul : KAJIAN STEGANOGRAFI DENGAN METODE ( ) PADA DOKUMEN CITRA TERKOMPRESI

Kategori : SKRIPSI

Nama : PRISKILLA BR GINTING

Nomor Induk Mahasiswa : 060803038

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, 2010 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Syahril Efendi, S.Si, M.IT Drs. Sawaluddin, M.IT NIP. 196711101996021001 NIP. 195912311998021001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Dr. Saib Suwilo, M.Sc. NIP.


(4)

KAJIAN STEGANOGRAFI DENGAN METODE

( ) PADA DOKUMEN CITRA TERKOMPRESI SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan,

PRISKILLA BR GINTING 060803038


(5)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan karuniaNya yang selalu menyertai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Drs. Sawaluddin, M.IT dan Syahril Efendi, S.Si, M.IT selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Herman Mawengkang dan Drs. James Piter Marbun, M.Kom selaku dosen penguji. Panduan ringkas, padat, dan profesional telah diberikan kepada penulis agar dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU Dr. Saib Suwilo, M.Sc dan Drs. Henry Rani Sitepu, M.Si, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen dan pegawai pada Departemen Matematika FMIPA USU. Terima kasih yang teristimewa buat orangtua penulis yang selalu memberikan cinta kasihnya dan dukungan, baik secara materil dan spiritual. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, khususnya Rudy Tanaka, Rion Siboro, Hotmauli, Sri Rafikoh, Agni, Rina dan teman-teman seperjuangan di Matematika stambuk 2006 yang selalu memberikan semangat dan dorongan kepada penulis. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan limpahan karunia kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, doa, serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

Steganografi adalah teknik menyembunyikan pesan rahasia di dalam media lain sehingga pesan rahasia tersebut tidak diketahui oleh orang lain. Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa steganografi adalah teknik menanamkan pesan rahasia pada suatu , di mana hasilnya berupa . Sekarang ini banyak teknik steganografi yang menggunakan citra digital sebagai , seperti dan . Tetapi teknik-teknik ini memiliki kapasitas penyisipan pesan yang sangat terbatas, yaitu hanya sekitar 10% dari ukuran . Teknik steganografi yang digunakan pada penelitian tugas akhir ini adalah teknik , karena dapat menyediakan kapasitas penyisipan pesan yang lebih besar, yaitu sekitar 30% sampai 50 % dari ukuran . Teknik mengganti daerah ! " yang " ! # pada dengan pesan rahasia. Teknik ini memanfaatkan karakteristik penglihatan manusia yang tidak dapat melihat perubahan pola biner yang terjadi pada gambar. Pada penelitian ini yang digunakan adalah citra terkompresi dengan format ( ! $ # % ). menggunakan jenis pewarnaan yang bervariasi, yaitu & , ' ! dan " ( ! . Untuk penerapan teknik pada , kerusakan pada kemungkinan tidak akan terjadi jika menggunakan warna & dan ' ! . Kerusakan pada pesan rahasia juga tidak akan terjadi karena menggunakan teknik kompresi yang bersifat ! ! . Dari hasil penelitian, terdapat perbedaan ukuran antara dan , tetapi perbedaan yang terjadi tidak terlalu signifikan.


(7)

!

Steganography is a technique to hide secret messages in other media so that confidential messages is not known by others. Briefly, it can be explained that steganography is a technique to embed secret messages over a cover image, where the result is stego image. Nowadays there are many steganography technique using digital image as cover image, such as the LSB and spread spectrum. But these techniques have limited capacity of the insertion of messages, is only about 10% of the size of the cover image. Steganography technique that is used in this study is the BPCS technique, because it can provide a greater insertion capacity of the message, which is about 30% to 50% of the size of the cover image. BPCS technique replace the bit planes that noise like on the cover image with secret message. This techniques exploit the characteristics of human vision that can not see the changes that occurred in a binary pattern image. In this research used the cover image is a compressed image with PNG (Portable Network Graphics) format. PNG uses various types of staining, i.e. RGB, grayscale and indexed color. For the implementation of BPCS technique in PNG, the possibility of damage to the stego image will not occur if using an RGB and grayscale color. Damage to the secret message will not occur because the PNG uses lossless compression technique. From the result, that is a difference between the size of the cover image and stego image, but the differences that occur are not too significant.


(8)

Halaman

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Gambar ix

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metode Penelitian 4

Bab 2 Landasan Teori 5

2.1 Citra Digital 5

2.1.1 Representasi Citra Digital 5

2.1.2 Warna pada Citra Digital 6

2.2 Kompresi pada Citra Digital 8

2.2.1 Teknik Kompresi 9

2.3 ! $ # % ( ) 12

2.3.1 Struktur 12

2.3.2 Spesifikasi % "# pada 14

2.4 Steganografi 17

2.4.1 Sejarah Steganografi 17

2.4.2 Konsep dan Terminologi Steganografi 18

2.4.3 Teknik Steganografi 20

2.5 ! " ! ( ' " " ( ) 21

2.5.1 ! " 22

2.5.2 Kompleksitas Citra Biner 22

2.5.3 Konjugasi Citra Biner 24

2.5.4 ") & " dan # & " 25 2.5.5 " ' ( ) dan " " ! ' ( ) 25

2.5.6 Algoritma 26

Bab 3 Pembahasan 30

3.1 Sistem " " ! ' ( ) 30

3.2 Blok Rahasia dan Operasi Konjugasi 31

3.3 Penerapan pada Dokumen Citra 33

3.3.1 Penyisipan Pesan 35

3.2.2 Ekstraksi Pesan 45


(9)

3.3.4 Analisis Perubahan Ukuran Dokumen Citra 68

3.4 Aplikasi pada 68

3.4.1 Proses Penyisipan Pesan 69

3.4.2 Proses Ekstraksi Pesan 70

3.4.3 Hasil Pengujian 73

Bab 4 Kesimpulan dan Saran 75

4.1 Kesimpulan 75

4.2 Saran 75


(10)

Halaman Gambar 2.1 Representasi Citra Digital dalam Matriks dan Gambar Biner 6 Gambar 2.2 Contoh Tabel Warna pada Penggunaan " ( ! 7

Gambar 2.3 Penyisipan Pesan dan Ekstraksi Pesan 19

Gambar 2.4 (a) Gambar biner dengan nilai perubahan warna 4 dan (b) Gambar

biner dengan nilai perubahan warna 20 23

Gambar 2.5 Contoh Konjugasi dan Pola Biner 24

Gambar 2.6 Gambar Biner dengan Sistem dan 25

Gambar 2.7 Proses Pengubahan Citra Menjadi Segmen-Segmen ! " 27 Gambar 2.8 Representasi Blok Pesan dalam Gambar Biner 28

Gambar 3.1 Contoh Blok Pesan Rahasia 31

Gambar 3.2 Kompleksitas maksimum blok 8x8 32

Gambar 3.3 Proses Segmentasi Citra 8-bit Menjadi Blok 8x8 36 Gambar 3.4 Pergantian Nilai Bit pada ! " dengan Blok Pesan Rahasia 41

Gambar 3.5 Proses Penyisipan Pesan 43

Gambar 3.6 Proses Ekstraksi Pesan 48

Gambar 3.7 Pesan Rahasia 49

Gambar 3.8 Gambar Asli 67

Gambar 3.9 Gambar Berisi Pesan Rahasia 67

Gambar 3.10 Jendela Menu * % + & , $ 69

Gambar 3.11 Komponen ") " " 69

Gambar 3.12 Proses Penyisipan 70

Gambar 3.13 Komponen ") " ( " 71

Gambar 3.14 Proses Ekstraksi 72

Gambar 3.15 ( ketika Nilai % % ! Berbeda 72

Gambar 3.16 Hasil Ekstraksi Pesan 73

Gambar 3.17 Perbandingan gambar sebelum (a) dan sesudah (b) disisipi Pesan


(11)

Steganografi adalah teknik menyembunyikan pesan rahasia di dalam media lain sehingga pesan rahasia tersebut tidak diketahui oleh orang lain. Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa steganografi adalah teknik menanamkan pesan rahasia pada suatu , di mana hasilnya berupa . Sekarang ini banyak teknik steganografi yang menggunakan citra digital sebagai , seperti dan . Tetapi teknik-teknik ini memiliki kapasitas penyisipan pesan yang sangat terbatas, yaitu hanya sekitar 10% dari ukuran . Teknik steganografi yang digunakan pada penelitian tugas akhir ini adalah teknik , karena dapat menyediakan kapasitas penyisipan pesan yang lebih besar, yaitu sekitar 30% sampai 50 % dari ukuran . Teknik mengganti daerah ! " yang " ! # pada dengan pesan rahasia. Teknik ini memanfaatkan karakteristik penglihatan manusia yang tidak dapat melihat perubahan pola biner yang terjadi pada gambar. Pada penelitian ini yang digunakan adalah citra terkompresi dengan format ( ! $ # % ). menggunakan jenis pewarnaan yang bervariasi, yaitu & , ' ! dan " ( ! . Untuk penerapan teknik pada , kerusakan pada kemungkinan tidak akan terjadi jika menggunakan warna & dan ' ! . Kerusakan pada pesan rahasia juga tidak akan terjadi karena menggunakan teknik kompresi yang bersifat ! ! . Dari hasil penelitian, terdapat perbedaan ukuran antara dan , tetapi perbedaan yang terjadi tidak terlalu signifikan.


(12)

!

Steganography is a technique to hide secret messages in other media so that confidential messages is not known by others. Briefly, it can be explained that steganography is a technique to embed secret messages over a cover image, where the result is stego image. Nowadays there are many steganography technique using digital image as cover image, such as the LSB and spread spectrum. But these techniques have limited capacity of the insertion of messages, is only about 10% of the size of the cover image. Steganography technique that is used in this study is the BPCS technique, because it can provide a greater insertion capacity of the message, which is about 30% to 50% of the size of the cover image. BPCS technique replace the bit planes that noise like on the cover image with secret message. This techniques exploit the characteristics of human vision that can not see the changes that occurred in a binary pattern image. In this research used the cover image is a compressed image with PNG (Portable Network Graphics) format. PNG uses various types of staining, i.e. RGB, grayscale and indexed color. For the implementation of BPCS technique in PNG, the possibility of damage to the stego image will not occur if using an RGB and grayscale color. Damage to the secret message will not occur because the PNG uses lossless compression technique. From the result, that is a difference between the size of the cover image and stego image, but the differences that occur are not too significant.


(13)

" #$#% &'#(#)*

Saat ini, teknologi komunikasi dan informasi berkembang dengan pesat dan memberikan pengaruh besar bagi kehidupan manusia. Contoh dari perkembangan ini adalah jaringan internet, yang pada saat ini telah memungkingkan banyak orang untuk saling bertukar data secara bebas melalui jaringan tersebut. Karena kemudahan yang dimilikinya, internet sudah berkembang menjadi salah satu media yang paling populer di dunia. Namun, kemudahan ini juga dimanfaatkan oleh sebagian pihak yang mencoba untuk melakukan kejahatan. Dengan berbagai teknik banyak yang mencoba untuk mengakses informasi yang bukan haknya. Oleh karena itu, sejalan dengan berkembangnya media internet ini harus juga dibarengi dengan perkembangan keamanan sistem informasi.

Untuk berbagai alasan, keamanan dan kerahasiaan sangat dibutuhkan dalam komunikasi data. Terdapat beberapa usaha untuk menangani masalah keamanan data rahasia yang dikirimkan melalui internet, di antaranya adalah menggunakan teknik kriptografi dan steganografi. Kriptografi adalah ilmu dan seni untuk menjaga kerahasiaan pesan dengan cara menyandikannya ke dalam bentuk yang tidak dapat dimengerti lagi maknanya (Munir, 2006, hal: 2). Teknik kriptografi dapat menimbulkan kecurigaan pada pihak ketiga yang tidak berhak menerima informasi karena pesan disamarkan dengan cara mengubah pesan yang asli menjadi seolah-olah tidak terbaca. Selanjutnya pihak ketiga tersebut akan memiliki keinginan untuk mengetahui isi pesan rahasia tersebut dan berusaha memecahkan informasi yang sebenarnya.


(14)

Sedangkan steganografi lebih mengurangi kecurigaan karena pesan yang disamarkan disembunyikan ke dalam pesan lainnya (Cachin, 2005). Steganografi dapat menyamarkan pesan ke dalam suatu media tanpa orang lain menyadari bahwa media tersebut telah disisipi suatu pesan, karena hasil keluaran steganografi adalah data yang memiliki bentuk persepsi yang sama dengan data aslinya apabila dilihat menggunakan indera manusia, sedangkan perubahan pesan dalam kriptografi dapat dilihat dan disadari langsung oleh indera manusia. Pada steganografi, data rahasia disisipkan pada data lain yang disebut - dan menghasilkan

-(hasil steganografi). Media penampung yang umum digunakan pada teknik steganografi adalah gambar, suara, video, atau teks. Adapun data yang disimpan juga dapat berupa gambar, suara, video, teks, atau pesan lain. Pada tugas akhir ini, steganografi yang diterapkan adalah steganografi pada dokumen citra (gambar). Ada banyak metode yang digunakan untuk steganografi pada dokumen citra seperti metode

" ) " . /0 " %' dan ! "

! ( ' " " . /.

Metode steganografi yang digunakan pada tugas akhir ini adalah metode

! " ! ( ' " " ( ). Metode ini ditemukan oleh Eiji Kawaguchi

dan R. O. Eason pada tahun 1998. Metode ini memanfaatkan perhitungan kompleksitas pada tiap ! " dalam menyisipkan data rahasia (Kawaguchi dan Eason, 1998). Segmen ! " yang dianggap " ! # pada dapat diganti dengan data rahasia yang ingin disisipkan. Metode ini memiliki kapasitas penyisipan data rahasia yang lebih besar dari pada metode lain, yaitu 30% sampai 50% dari ukuran (Spaulding !, 2002) . Pada tugas akhir ini, dokumen citra yang digunakan sebagai penampung adalah dokumen citra terkompresi berformat

( ! $ # % ). Untuk penyimpanan dan pengiriman citra akan lebih baik jika digunakan citra terkompresi daripada citra yang tidak terkompresi. Ukuran citra akan menjadi lebih kecil setelah dikompresi sehingga waktu pengirimannya menjadi lebih cepat. Format dipilih karena teknik kompresi yang digunakan pada merupakan teknik kompresi yang ! ! (Boutell, 1997). Hal ini berarti tidak ada nilai bit yang berubah pada saat proses kompresi dan dekompresi sehingga kemungkinan hilang atau rusaknya pesan rahasia tidak ada pada penerapan


(15)

" &%+,+-#) #-#'#.

Permasalahan yang terdapat dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses penyisipan dan ekstraksi pesan pada dokumen citra terkompresi dengan menggunakan teknik steganografi dengan metode .

2. Apakah terjadi perubahan ukuran data pada dokumen citra setelah disisipkan pesan jika dibandingkan dengan dokumen citra aslinya.

" &,/#$#-#) #-#'#.

Agar pembahasan penelitian ini lebih terarah maka diberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut:

1. Format dokumen citra terkompresi yang digunakan sebagai penampung adalah

( ! $ # % ).

2. Pengujian teknik steganografi dengan metode dilakukan dengan menggunakan ) $ * % + & , $.

3. Pesan yang disisipkan ke dalam gambar berupa pesan teks.

"0 +1+#) &)&'2$2#)

Tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini adalah:

1. Memahami cara kerja steganografi dengan metode pada dokumen citra terkompresi.

2. Membandingkan ukuran data pada dokumen citra sebelum dan sesudah pesan disisipkan.


(16)

"3 #)4##$ &)&'2$2#)

Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang steganografi khususnya menggunakan metode ! "

! ( ' " "( ) untuk pengamanan pesan pada dokumen citra.

" &$56& &)&'2$2#)

Metodologi penelitian yang digunakan pada studi ini adalah: 1. Studi Literatur dan Pemahaman

Penulisan ini dimulai dengan studi kepustakaan yaitu mengumpulkan dan mempelajari bahan-bahan referensi berupa buku ( ( #), jurnal dan artikel ilmiah, serta $ yang membahas tentang steganografi, dokumen citra berformat dan metode .

2. Analisis

Pada tahap ini dilakukan analisis dari hasil studi pustaka yang meliputi algoritma yang akan digunakan untuk penyisipan dan ekstraksi pesan rahasia pada dokumen citra terkompresi menggunakan metode serta untuk mengetahui apakah terjadi perubahan pada dokumen citra setelah disisipi pesan rahasia.

3. Penyusunan laporan dan kesimpulan akhir

Penyusunan laporan hasil analisis ke dalam format penulisan tugas akhir dengan disertai kesimpulan akhir.


(17)

" 2$%# 2*2$#'

Citra digital merupakan suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya menyatakan tingkat keabuan pada titik tersebut (Sutoyo, 2009). Piksel merupakan elemen terkecil dari suatu citra, yakni berupa titik-titik warna yang membentuk citra.

Pada citra digital berbagai macam pengolahan citra dapat dilakukan terhadap citra tersebut. Salah satu operasi pada pengolahan citra yang diterapkan pada citra adalah menyembunyikan data rahasia pada citra sehingga keberadaan data rahasia tersebut tidak diketahui (steganografi). Komputer digital hanya dapat memproses citra dalam bentuk digital.

" " &7%&-&)$#-2 2$%# 2*2$#'

Sebuah citra digital dapat direpresentasikan dalam bentuk matriks yang terdiri dari kolom dan baris, di mana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel (Sutoyo !, 2009). Piksel mempunyai dua parameter, yaitu koordinat dan intensitas atau warna. Nilai yang terdapat pada koordinat ((0') adalah )((0'), yaitu besar intensitas atau warna dari piksel di titik itu. Oleh sebab itu , sebuah citra digital dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut:


(18)

Berdasarkan gambaran tersebut, secara matematis citra digital dapat dituliskan sebagai fungsi intensitas )((0'), di mana harga ( (baris) dan ' (kolom) merupakan koordinat posisi dan )((0') adalah nilai fungsi pada setiap titik ((0') yang menyatakan besar intensitas citra atau tingkat keabuan atau warna dari piksel di titik tersebut.

Jika pada sebuah citra digital dengan warna hitam-putih dan berukuran 5 x 5 piksel. Didefinisikan bahwa bit 0 menandakan warna piksel hitam dan bit 1 merupakan representasi warna piksel putih, maka contoh representasi matriks dan gambar dari citra digital tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

#,/#% " &7%&-&)$#-2 2$%# 2*2$#' 6#'#, #$%2(- 6#) #,/#% 2)&%

" " 8#%)# 7#6# 2$%# 2*2$#'

Citra digital memiliki beberapa jenis cara pewarnaan. Tiap jenis pewarnaan ini memiliki karakteristik masing-masing. Jenis pewarnaan ini memberikan pengaruh pada citra digital sehingga memiliki jumlah warna yang berbeda (perbedaan kualitas warna) dan pengaruh pada ukuran dokumen. Berikut adalah jenis-jenis pewarnaan pada citra digital (Sutoyo !, 2009):

1. " % .+ " %/

" % ini disebut juga dengan warna 1-bit, karena setiap piksel hanya membutuhkan 1 bit untuk menyimpan warna piksel tersebut. Karena mode warna ini hanya menyimpan informasi kedalaman bit ( %) warna sebesar 1 bit, maka warna yang bisa ditampilkan hanya dua warna saja. Warna yang akan ditampilkan adalah warna hitam dan putih. Dengan penggunaan warna 1-bit, maka kualitas gambar pada citra digital tidak begitu bagus. Sebuah gambar yang


(19)

menggunakan warna 1-bit sangat sederhana karena memiliki ukuran file yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan sistem warna lainnya.

2. ' !

' ! adalah warna–warna piksel yang berada dalam rentang gradasi warna hitam dan putih. ' ! menyimpan informasi % warna sebesar 8 bit. Jadi warna yang bisa ditampilkan pada mode warna ' ! berjumlah sampai 256, dalam hal ini nilai 0 menyatakan hitam dan 255 menyatakan putih, nilai antara 0 sampai 255 menyatakan warna keabuan yang terletak antara hitam dan putih. Dengan penggunaan warna 8-bit ini maka ukuran dokumennya pun otomatis menjadi semakin besar dibandingkan dengan warna 1-bit.

3. " ( !

" ( ! merupakan citra digital berwarna yang menghasilkan gambar

dengan warna maksimal terdiri atas 256 warna dan 256 warna tersebut didefenisikan ke dalam tabel warna. Nilai bit pada " ( ! merupakan penunjuk ( " ) menuju tabel warna. Gambar 2.2 merupakan contoh tabel warna pada penggunaan " ( ! .

#,/#% " 5)$5. #/&' 9#%)# 7#6# &)**+)##)

4. & " ! .& /

Dengan menggunakan pewarnaan ini, bit-bit pembentuk piksel merupakan perwakilan dari setiap elemen pembentuk warna yaitu merah, hijau dan biru. Jumlah bit yang digunakan pada warna & sangat beragam, di antaranya adalah 16-bit, 24-bit dan 32-bit. Semakin banyak jumlah bit yang merepresentasikan warna, maka kualitas warna tersebut semakin baik.

" 5,7%&-2 7#6# 2$%# 2*2$#'

Kompresi citra bertujuan untuk meminimalkan jumlah bit yang diperlukan untuk merepresentasikan citra sehingga citra dapat disimpan atau ditransmisikan secara


(20)

efisien. Citra yang belum dikompresi akan membutuhkan tempat penyimpanan yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan citra yang sudah dikompresi. Demikian juga dengan waktu pengiriman, citra yang belum dikompresi akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk itulah diperlukan kompresi citra sehingga ukuran citra tersebut menjadi lebih kecil dan waktu pengiriman citra menjadi lebih cepat.

Teknik kompresi yang ada sekarang memungkinkan citra dikompresi sehingga ukurannya menjadi jauh lebih kecil daripada ukuran asli. Ada dua tipe utama kompresi data, yaitu kompresi tipe ! ! dan kompresi tipe ! '. Jika sebuah dokumen citra dikompresi dengan teknik kompresi ! ! dan di ( " kembali, maka akan menghasilkan bit-bit asli yang persis sama dengan bit-bit sebelum dilakukan kompresi (Miano, 1999). Sedangkan teknik kompresi ! ' akan menghasilkan gambar yang mendekati bit-bit asli tetapi terjadi perubahan sehingga tidak tepat sama dengan bit-bit yang ada pada gambar asli namun sangat mirip (Miano, 1999). Pada kompresi tipe

! ' ini akan terdapat data yang hilang selama proses kompresi. Akibatnya kualitas data yang dihasilkan akan lebih rendah daripada kualitas data asli. Ukuran dokumen yang dihasilkan kompresi tipe ! ' lebih kecil dibandingkan dengan hasil kompresi

! ! .

Parameter-parameter citra yang penting dalam proses kompresi di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Resolusi

Resolusi citra menyatakan ukuran panjang kali lebar dari sebuah citra. Resolusi citra biasanya dinyatakan dalam satuan piksel. Semakin tinggi resolusi sebuah citra, semakin baik kualitas citra tersebut. Namun, tingginya resolusi menyebabkan semakin banyaknya jumlah bit yang diperlukan untuk menyimpan dan mentransmisikan data citra tersebut.

2. Kedalaman Bit ( 1 %)

Kedalaman bit menyatakan jumlah bit yang diperlukan untuk merepresentasikan tiap piksel citra pada sebuah ) . Kedalaman bit biasanya dinyatakan dalam


(21)

satuan bit2piksel. Semakin banyak jumlah bit yang digunakan untuk merepresentasikan sebuah citra, maka semakin baik kualitas citra tersebut.

3. Konsep Redundansi

Redundansi merupakan suatu keadaan dimana representasi suatu elemen data tidak bernilai signifikan dalam merepresentasikan keseluruhan data. Keadaan ini menyebabkan data keseluruhan dapat direpresentasikan secara lebih baik dengan cara menghilangkan representasi dari sebuah elemen data yang redundan.

" " &()2( 5,7%&-2

Teknik kompresi yang umum digunakan dalam pengolahan dokumen citra ada 4, yaitu

& , 3, + )) " dan 1 (Miano, 1999). Berikut keterangan singkat mengenai teknik-teknik kompresi pada dokumen citra tersebut:

1. & .& " " % " " /

Pada teknik & , piksel berurutan dengan nilai yang sama akan dikodekan menggunakan " ! " % dan pasangan nilai (Miano, 1999). Sebagai contoh, jika piksel bernilai 8 muncul 9 kali berturut-turut, maka piksel tersebut tidak direpresentasikan dengan 9 buah piksel bernilai 8, namun menjadi 2- ' yang merepresentasikan jumlah kemunculan piksel tersebut beserta nilainya.

2. 3 " "

Pada 3 " " , kompresor membuat kamus yang memuat nilai piksel yang ada dalam dokumen, hasil kompresi akan memuat kode yang berisi kamus yang dibuat sebelumnya (Miano, 1999). 377 dan 378 merupakan 3 " " yang dikembangkan oleh Jacob Ziv dan Abraham Lempel pada tahun 1977 dan 1978. 3. + )) " "

Pada teknik ini, penyimpanan tidak menggunakan jumlah pasti bit yang merepresentasikan nilai komponen, namun menggunakan ! ! " %

(Miano, 1999). Semakin banyak nilai yang sama keluar, maka semakin kecil ukuran dokumen karena semakin pendeknya kode yang merepresentasikan gambar tersebut. Sebagai contoh, dalam kode string “ABBABABACAACDDD” ditulis:


(22)

01000001 01000010 01000010 01000001 01000010 01000001 01000010 A C A A C D D 01000001 01000011 01000001 01000001 01000011 01000100 01000100 D

01000100

Bila dikodekan menggunakan kode + )) "0 langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1) Buat daftar frekuensi kemunculan tiap-tiap karakter dan urutkan dari yang terkecil hingga terbesar.

C : 2 D : 3 B : 4 A :6

2) Gabung dua buah pohon yang mempunyai frekuensi kemunculan terkecil dan urutkan kembali.

B : 4 C,D : 5 A : 6

C : 2 D : 3

3) Gabung dua buah pohon yang mempunyai frekuensi kemunculan terkecil dan urutkan kembali.

A : 6 B,C,D : 9

C,D : 5 B :4

C : 2 D : 3

4) Gabung dua buah pohon yang mempunyai frekuensi kemunculan terkecil dan urutkan kembali.

Karakter Frekuensi

A 6

B 4

C 2


(23)

A,B,C,D : 15

A : 6 B,C,D : 9

C,D : 5 B : 4

C : 2 D : 3

5) Beri label dari akar ke daun, sebelah kiri = 0, kanan = 1 A,B,C,D : 15

0 1

A : 6 B,C,D : 9

0 1

C,D : 5 B : 4

0 1

C : 2 D : 3

Penelusuran dari akar ke daun (dari atas ke bawah) menghasilkan kode

+ )) "berikut:

A = 0, B = 11, C = 100, D = 101

Dalam kode + )) ", string “ABBABABACAACDDD” ditulis: 0 11 11 0 11 0 11 0 100 0 0 100 101 101 101

Ukuran string sebelum pemampatan (dalam kode ) adalah 15 ( 8 bit = 120 bit.

Ukuran string setelah pemampatan (dalam kode + )) ") adalah: 6 (1 bit + 4 (2 bit + 2 ( 3 bit + 3 ( 3 bit = 29 bit.

4. 1 .1 " " ) /

Teknik ini mengubah representasi blok piksel menggunakan fungsi kosinus dengan frekuensi berbeda. Frekuensi yang besar, yang tidak memberikan banyak kontribusi pada dokumen akan dihilangkan (Miano, 1999). Teknik kompresi 1


(24)

" !"

! $ # % ( ) diperkenalkan untuk menggantikan format citra

4. Format file ini digunakan untuk menampilkan objek dalam halaman web. Kelebihan dibandingkan dengan 4 adalah kemampuannya menyimpan citra

& dengan kedalaman bit hingga 48 bit dan citra ' ! dengan kedalaman bit hingga 16 bit, dan memiliki ! % % "" ! untuk mengontrol " " ' (Boutell, 1997).

Format menyediakan portabilitas, tidak memerlukan hak paten, dan merupakan citra kompresi yang baik karena menggunakan teknik kompresi yang

! ! sehingga tidak ada data yang hilang (Boutell, 1997). Teknik kompresi menggunakan algoritma 355 dan + )) ". Format mendukung jenis pewarnaan yang sangat beragam karena dapat menampung piksel dengan warna & ,

' ! serta " ( ! (Miano, 1999).

" " $%+($+%

Format menyimpan data byte dengan " ) " di bagian awal (

" ") (Miano, 1999). Ini berarti bahwa urutan penulisan byte pada diawali oleh bit yang paling berpengaruh pada byte tersebut. Sebuah dokumen selalu diawali oleh tanda ( ) ! " ) sepanjang 8 byte (Miano, 1999). Kedelapan byte " tersebut selalu memiliki nilai yang sama sebagai penanda bahwa dokumen tersebut adalah dokumen . Nilai kedelapan byte tersebut jika dituliskan dalam desimal secara berurutan adalah 137 80 78 71 13 10 26 10 (Boutell, 1997).

Setelah " , dokumen memiliki beberapa informasi dokumen yang disimpan dalam rangkaian % "#. % "# merupakan suatu urutan blok biner yang terdiri atas empat bagian, yaitu 4 byte panjang data (! " %), 4 byte tipe % "#, data

% "#, dan 32 bit ' ! " " ' % # ( & ) (Salomon, 2007)6 Setiap dokumen harus diawali dengan % "# IHDR dan diakhiri dengan % "# IEND (Boutell, 1997).


(25)

Pada penamaan % "#, terdapat 4 byte yang menentukan nama dan sifat dari

% "# tersebut. Byte pertama dari % "# menentukan apakah % "# tersebut adalah

! % "# atau " !! ' % "# (Boutell, 1997). Jika byte pertama tersebut merupakan huruf kapital ASCII, maka % "# tersebut merupakan ! % "#yang berarti merupakan % "# yang wajib dimiliki oleh setiap dokumen . Lain halnya dengan " !! ' % "#yang berarti % "#tersebut merupakan % "#yang tidak wajib ada dalam sebuah dokumen .

Byte kedua dari penamaan % "#menentukan sifat dari % "#tersebut apakah bersifat ! atau % "# (Boutell, 1997). Jika byte kedua merupakan huruf kapital pada representasi ASCII, maka % "#tersebut bersifat ! 6Sebaliknya, jika merupakan huruf kecil maka % "#tersebut bersifat .

Byte ketiga dari nama % "# harus merupakan huruf kapital. Hal ini dikarenakan byte ketiga ini belum memiliki arti apapun yang dapat digunakan untuk dokumen . Byte % "# ketiga ini diproyeksikan untuk digunakan dalam merepresentasikan sesuatu yang mungkin akan dikembangkan dalam (Boutell, 1997).

Byte terakhir dari nama % "# mengindikasikan karakteristik % "# tersebut dalam hal keamanan saat dilakukan editing pada % "#tersebut. Dengan byte keempat merupakan huruf kapital, maka % "# tersebut tidak bebas untuk di- ' atau diubah dan sebaliknya jika byte keempat merupakan huruf kecil maka % "# tersebut dapat di- ' atau dimodifikasi (Boutell, 1997).

" " 7&-242(#-2 # 7#6#

Ada beberapa jenis % "# yang dapat dimiliki oleh dokumen . Setiap % "#

memiliki sifat dan karakteristik masing-masing dilihat dari 32-bit penamaanya. Berikut dijelaskan semua % "#yang dapat dimiliki oleh dokumen .


(26)

+1& merupakan % "# yang berisi header dari dokumen . Byte pertama menunjukkan bahwa % "# ini bersifat !, artinya wajib dimiliki oleh setiap dokumen . +1& harus muncul di bagian paling awal dari sebuah dokumen

setelah " (Boutell, 1997). IHDR terdiri dari: a. Lebar gambar: 4 byte

Menunjukkan lebar dari gambar pada dokumen b. Tinggi gambar: 4 byte

Menunjukkan tinggi dari gambar pada dokumen c. Kedalaman bit: 1 byte

Menunjukkan jumlah bit per ! . Dapat bernilai 1, 2, 4, 8 atau 16. Kedalaman bit yang digunakan bergantung pada pewarnaan yang digunakan. d. Pewarnaan: 1 byte

Menunjukkan pewarnaan yang digunakan. Merupakan hasil penjumlahan dari beberapa nilai yaitu 1( ! ), 2(& ) dan 4( ! % % "" !). Nilai penjumlahan yang valid adalah 0, 2, 3, 4 dan 6.

e. Metode kompresi: 1 byte

Menunjukkan metode kompresi yang digunakan. Saat ini hanya bernilai 0, artinya menggunakan )! 2 ")! "dengan 32K ! " $ " $. f. Metode filter: 1 byte

Merepresentasikan metode filter yang digunakan dalam dokumen g. Metode " ! : 1 byte

Mengindikasikan metode interlace pada dokumen . Nilai 0 tidak menggunakan interlace, nilai 1 menggunakan Adam7-" ! .

2. ( ! )

% "# ! merupakan ! % "#, namun tidak selalu harus ada dalam dokumen . % "#ini harus muncul apabila pewarnaan yang digunakan adalah jenis 3 (penggunaan " ( ! ) (Boutell, 1997). Jika warna yang digunakan adalah & , maka % "# ini boleh muncul namun tidak wajib. % "# ini akan digunakan apabila aplikasi tidak mendukung penggunaan ! . Sementara pada penggunaan warna ' ! , % "# ini tidak boleh ada dalam dokumen (Boutell, 1997). Data pada % "# ! terdiri dari 1 hingga 256 data

! yang masing masing berisi 3 byte. Masing-masing byte merepresentasikan intensitas dari warna & 0 " " ! 6


(27)

3. 1 ( 1 )

% "# 1 adalah tempat penyimpanan data gambar yang sesungguhnya. Data yang disimpan disini berupa byte yang merupakan data mentah yang telah dikompresi dan difilter sebelumnya (Boutell, 1997). Ukuran data mentah yang belum dikompresi dan difilter tersebut sangat bergantung dengan data % yang didefinisikan sebelumnya.

4. 1 ( ! )

% "# ini harus muncul di bagian paling akhir dari dokumen . % "# ini adalah penanda akhir dari sebuah dokumen . Tidak ada data pada % "#ini.

5. 7 1 ( # " ! )

% "# 7 1 harus muncul sebelum % "# IDAT dan sesudah % "# PLTE (Boutell, 1997). % "# ini menspesifikasikan warna latar belakang ) ! yang digunakan dalam dokumen (Boutell, 1997). % "# ini tidak harus selalu muncul pada setiap dokumen ( " !! ' % "#). Pada penggunaan ! ,

% "#ini berisi 1 byte yang merupakan pointer menuju ! . Pada penggunaan warna ' ! , % "#ini berisi 2 byte intensitas warna. Pada penggunaan warna

! , % "# ini berisi data berupa 6 byte yang merepresentasikan intensitas warna. Masing-masing warna & direpresentasikan dalam 2 byte.

6. +& ( ' % " 8% ")

% "# ini merupakan " !! ' % "# yang harus muncul sebelum % "# IDAT dan sebelum % "#PLTE. % "#ini menyatakan nilai % 'pada dokumen

(Boutell, 1997).

7. ( )

% "#ini berisi informasi sepanjang 4 byte yang menyatakan gamma dari kamera yang memproduksi gambar(Boutell, 1997). Dengan penggunaan gamma maka dapat ditampilkan warna yang sesuai dengan warna asli dengan adanya informasi dari kamera yang mengambil gambar tersebut. % "# ini bersifat " !! ' dan harus muncul sebelum % "# 1 dan (Boutell, 1997).

8. % ( + )

% "# ini tidak wajib dimiliki oleh setiap dokumen karena merupakan

" !! ' % "#. % "# ini hanya muncul jika pewarnaan yang digunakan adalah


(28)

warna. % "#ini terdiri dari 2 byte data dari masing-masing warna yang ada pada

! (tabel warna) (Boutell, 1997).

9. + ( %' ! ( ! 1 " " )

% "# ini menspesifikasikan ukuran piksel atau aspek rasio untuk menampilkan gambar. Berupa 9 byte dimana 1 byte menunjukkan spesifikasi unit, 4 byte menyatakan jumlah piksel per unit pada sumbu x dan 4 byte menyatakan jumlah piksel per unit pada sumbu y (Boutell, 1997).

10. ( ( ! 1 )

% "# ini menyimpan data tekstual yang dimasukkan oleh " untuk informasi yang ingin dimasukkan. % "#tEXT mengandung # '$ sepanjang 1 hingga 79 byte, 1 byte " !! dan " byte teks informasi berupa karakter

" (Boutell, 1997).

11. ( ) " )

% "#yang merupakan " !! ' % "#ini menyimpan informasi mengenai waktu modifikasi dokumen terakhir kali (Boutell, 1997). % "# ini terdiri atas 2 byte informasi tahun, 1 byte bulan, 1 byte tanggal, 1 byte jam, 1 byte menit dan 1 byte detik. Waktu yang digunakan adalah GMT, bukan waktu lokal pada komputer.

12. & ( " " ')

% "# ini menandakan bahwa suatu dokumen menggunakan transparansi warna yang simpel (Boutell, 1997). % "# ini merupakan " !! ' % "# yang tidak wajib ada dalam dokumen . % "# ini jarang digunakan karena pada jenis pewarnaan sudah terdapat pewarnaan dengan ! % (Boutell, 1997). ! %

ini menunjukkan tingkat transparansi warna suatu piksel.

13.9 ( ( ! 1 )

% "# 9 tidak ubahnya % "# yang berfungsi menyimpan data tekstual. Perbedaannya adalah bahwa % "# ini menggunakan kompresi saat akan menyisipkan pesan tekstual. Pesan tekstual tersebut disimpan dengan spesifikasi

# '$ sepanjang 1-79 byte, " !! , metode kompresi dan pesan tekstual hasil kompresi (Boutell, 1997).


(29)

"0 $&*#)5*%#42

Steganografi adalah ilmu dan seni untuk menyembunyikan informasi dengan menyisipkan pesan kedalam pesan lainnya (Cachin, 2005). Kata " %'

berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata " yang artinya tersembunyi dan

% "yang artinya tulisan.

Steganografi biasanya sering disamakan dengan kriptografi karena keduanya sama-sama bertujuan untuk melindungi informasi yang berharga dan rahasia. Perbedaan yang mendasar antara keduanya terletak pada proses merahasiakan data dan hasil akhir dari proses tersebut. Kriptografi melakukan proses pengacakan data asli sehingga dihasilkan data terenkripsi yang benar-benar acak dan berbeda dengan aslinya. Sementara itu, steganografi menyembunyikan data ke dalam data lain dengan cara menumpanginya tanpa mengubah data yang ditumpanginya tersebut sehingga tampilan data tetap terlihat sama.

"0" &1#%#. $&*#)5*%#42

Sejarah steganografi cukup panjang. Awalnya adalah penggunaan % !' % oleh bangsa Mesir, yakni menulis menggunakan karakter-karakter dalam wujud gambar. Tulisan Mesir kuno tersebut menjadi ide untuk membuat pesan rahasia saat ini. Oleh karena itulah, tulisan mesir kuno yang menggunakan gambar dianggap sebagai steganografi pertama di dunia (Ariyus, 2007).

Menurut penelitian para ahli, Yunani termasuk bangsa yang menggunakan steganografi setelah bangsa Mesir. Herodotus mendokumentasikan konflik antara Persia dan Yunani pada abad ke-50 sebelum masehi. Dokumentasi pada masa Raja Xerxes, raja dari Persia, disimpan di Yunani menggunakan steganografi. Berikut adalah beberapa contoh penggunaan teknik steganografi klasik (Bakshi, 2007):

1. Abad ke-15 orang Italia menggunakan tawas dan cuka untuk menulis pesan rahasia diatas kulit telur. Kemudian telur tersebut direbus hingga “tinta” yang ada


(30)

meresap dan tidak terlihat pada kulit telur. Penerima pesan cukup mengupas kulit telur tersebut untuk membaca pesan.

2. Selama terjadinya Perang Dunia ke-2, tinta yang tidak tampak (" ! "#) telah digunakan untuk menulis informasi pada lembaran kertas sehingga saat kertas tersebut jatuh di tangan pihak lain hanya akan tampak seperti lembaran kertas kosong biasa.

3. Pada sejarah Yunani kuno, masyarakatnya biasa menggunakan seorang pembawa pesan sebagai perantara pengiriman pesan. Pengirim pesan tersebut akan dicukur rambutnya, untuk kemudian dituliskan suatu pesan pada kepalanya yang sudah botak. Setelah pesan dituliskan, pembawa pesan harus menunggu hingga rambutnya tumbuh kembali sebelum dapat mengirimkan pesan kepada pihak penerima. Pihak penerima kemudian akan mencukur rambut pembawa pesan tersebut untuk melihat pesan yang tersembunyi.

4. Metode lain yang digunakan oleh masyarakat Yunani kuno adalah dengan menggunakan lilin sebagai media penyembunyi pesan mereka. Pesan dituliskan pada suatu lembaran, dan lembaran tersebut akan ditutup dengan lilin untuk menyembunyikan pesan yang telah tertulis. Pihak penerima kemudian akan menghilangkan lilin dari lembaran tersebut untuk melihat pesan yang disampaikan oleh pihak pengirim.

"0" 5)-&7 6#) &%,2)5'5*2 $&*#)5*%#42

Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan steganografi (Munir, 2006), yaitu:

1. + " ( atau : pesan yang disembunyikan.

2. - : pesan yang digunakan untuk menyembunyikan .

Pada tugas akhir ini akan digunakan istilah karena yang digunakan sebagai cover-object adalah gambar ( ).

3. - : pesan yang sudah berisi . Pada tugas akhir ini akan digunakan istilah .

Di dalam steganografi digital, baik maupun


(31)

- dinamakan " " , sedangkan ekstraksi pesan dari

-dinamakan " . Kedua proses ini mungkin memerlukan kunci rahasia ( # ') agar hanya pihak yang berhak saja yang dapat melakukan penyisipan pesan dan ekstraksi pesan sehingga menambah tingkat keamanan data. Proses umum penyisipan pesan dan ekstraksi pesan dapat dilihat pada Gambar 2.3

-

-

# ' # '

#,/#% " &):2-27#) &-#) 6#) (-$%#(-2 &-#)

Tiga aspek berbeda yang mempengaruhi sifat sistem " atau penyisipan pada gambar adalah kapasitas, keamanan, dan ketahanan (Ariyus,2007). Kapasitas merujuk pada jumlah informasi yang bisa disembunyikan ke dalam media penampung ( - ). Keamanan adalah ketidakmampuan pengamat untuk mendeteksi pesan yang tersembunyi. Ketahanan adalah jumlah modifikasi

- yang bisa bertahan sebelum musuh merusak pesan rahasia yang tersembunyi tersebut.

Kriteria yang harus diperhatikan dalam penyembunyian data adalah: (Cummins !, 2004)

1. Mutu citra penampung ( - ) tidak jauh berubah. Setelah penambahan data rahasia, citra hasil steganografi masih terlihat dengan baik. Pengamat tidak mengetahui kalau di dalam citra tersebut terdapat data rahasia.

2. Data yang disembunyikan harus tahan terhadap manipulasi yang dilakukan pada citra penampung. Bila pada citra dilakukan operasi pengolahan citra, maka data yang disembunyikan tidak rusak.

3. Data yang disembunyikan harus dapat diungkapkan kembali ( '). Karena tujuan steganografi adalah % " , maka sewaktu-waktu pesan rahasia di dalam - harus dapat diambil kembali untuk digunakan lebih lanjut.

" (


(32)

"0" &()2( $&*#)5*%#42

Pada dasarnya, terdapat tujuh teknik yang digunakan dalam steganografi (Ariyus, 2007), yaitu:

1. "- ", merupakan suatu teknik menanamkan pesan rahasia secara langsung ke suatu media. Salah satu masalah dari teknik ini adalah ukuran media yang diinjeksi menjadi lebih besar dari ukuran normalnya sehingga mudah dideteksi.

2. Teknik substitusi ( " %" : ), pada teknik ini data asli digantikan dengan data rahasia. Biasanya, hasil teknik ini tidak terlalu mengubah ukuran data asli, tetapi tergantung pada file media dan data yang akan disembunyikan. Teknik substitusi ini bisa menurunkan kualitas media penampung.

3. Teknik Domain Transformasi (1 " " ) %" : ), yaitu dengan cara menyimpan informasi rahasia pada transformasi ruang (misalnya domain frekuensi) dari media penampung ( ). Akan lebih efektif jika teknik ini diterapkan pada file berekstensi ; (gambar).

4. Teknik ( %" : ), merupakan sebuah

teknik pentransmisian menggunakan " , yang independen terhadap data informasi sebagai modulataor bentuk gelombang untuk menyebarkan energi sinyal dalam sebuah jalur komunikasi ( " $ %) yang lebih besar dari pada sinyal jalur komunikasi informasi. Penerima mengumpulkan kembali sinyal dengan menggunakan replica " tersinkronisasi. 5. Teknik Statistik ( ! %" : ), dengan teknik ini data diencoding

melalui pengubahan beberapa informasi statistik dari media penampung ( ). Media penampung di bagi dalam blok-blok dimana setiap blok tersebut menyimpan satu pixel informasi rahasia yang disembunyikan. Perubahan statistik ditunjukkan dengan indikasi 1 dan jika tidak ada perubahan, terlihat indikasi 0. Sistem ini bekerja berdasarkan kemampuan penerima dalam membedakan antara informasi yang dimodifikasi dan yang belum.

6. Teknik Distorsi (1 " %" : ), informasi yang hendak disembunyikan disimpan berdasarkan distorsi sinyal. Teknik ini menciptakan perubahan atas benda yang ditumpangi oleh data rahasia.


(33)

7. Teknik Pembangkitan Wadah ( " " %" : ), Teknik ini menyembunyikan informasi rahasia sejalan dengan pembangkitan 6

"3 $ % &$

! " ! ( ' " " ( ) merupakan teknik steganografi yang

diperkenalkan oleh Eiji Kawaguchi dan Richard O. Eason pada tahun 1998. Teknik ini merupakan teknik steganografi yang memiliki kapasitas besar, karena dapat menampung data rahasia dengan kapasitas yang relatif besar jika dibandingkan dengan metode steganografi lain seperti . " ) " /. Teknik ini adalah teknik steganografi yang tidak berdasarkan teknik pemrograman, tetapi teknik yang menggunakan sifat penglihatan manusia. Sifat penglihatan manusia yang dimanfaatkan yaitu ketidakmampuan manusia menginterpretasi pola biner yang sangat rumit.

Eiji Kawaguchi dan R. O. Eason memperkenalkan teknik ini untuk digunakan pada dokumen citra berwarna yang tidak terkompresi dengan format . Dokumen citra tersebut dibagi menjadi beberapa segmen dengan ukuran 8x8 piksel setiap segmennya (Kawaguchi dan Eason, 1998). Pada dokumen citra 8-bit, setiap satu segmen akan memiliki 8 buah ! " yang merepresentasikan piksel-piksel dari setiap bit tersebut. Proses pembagian segmen 8x8 piksel menjadi 8 buah ! "

disebut proses ! " 6Representasi kedelapan ! " ini merupakan '

. " ' /. Pada , proses penyisipan dilakukan pada ! " dengan

sistem . " " ! ' / karena proses ! " pada cenderung lebih baik dibandingkan pada (Kawaguchi dan Eason, 1998). Sehingga pada proses penyisipan, ! " dengan representasi diubah menjadi ! "

dengan representasi .

Proses penyisipan pesan dilakukan pada segmen yang memiliki kompleksitas yang tinggi. Segmen yang memiliki kompleksitas tinggi ini disebut " ! # " . Pada segmen-segmen ini penyisipan dilakukan tidak hanya pada ! " ) " , tapi pada seluruh ! " yang termasuk " ! # " . Oleh sebab itu, pada


(34)

teknik , kapasitas data yang disisipkan dapat mencapai 50% dari ukuran nya (Kawaguchi dan Eason, 1998).

"3"

Sebuah citra ! ! dengan kedalaman n bit dapat diuraikan menjadi n-gambar biner ( ! " ) dengan operasi ! " (Kawaguchi dan Eason, 1998). Sebagai contoh, misalkan ada citra dengan kedalaman n-bit, dapat ditunjukkan

= ( <, =,…, ") (2.1)

merupakan ! " ke-i, dengan i = 1, 2, …, n.

Jika citra terdiri dari 3 warna0 0 "0 ! , maka dapat ditunjukkan

= ( &<, &=, …, &", <, =, …, ", <, =, …, ") (2.2) &: ! " ke-i untuk

: ! " ke-i untuk "

: ! " ke-i untuk !

"3" 5,7'&(-2$#- 2$%# 2)&%

Kompleksitas citra biner adalah suatu parameter kerumitan dari suatu citra biner. Tidak ada definisi standar tentang nilai kompleksitas suatu citra biner. Pada tugas akhir ini, ukuran kompleksitas yang digunakan adalah ! # " $%

! ( ' yang diadopsi dari paper Eiji Kawaguchi dan R.O.Eason. Perubahan warna hitam dan putih dalam gambar biner adalah ukuran yang baik untuk menghitung nilai kompleksitas. Jika perubahan warna yang terjadi banyak, maka gambar tersebut memiliki tingkat kompleksitas tinggi. Jika sebaliknya, maka gambar tersebut merupakan gambar yang simpel (Kawaguchi dan Eason, 1998).


(35)

#,/#% "0 # #,/#% /2)&% 6&)*#) )2'#2 7&%+/#.#) 9#%)# 0 6#) / #,/#% /2)&% 6&)*#) )2'#2 7&%+/#.#) 9#%)# "

Perubahan warna hitam-putih adalah jumlah dari perubahan warna yang terjadi pada setiap baris dan kolom dalam citra. Sebagai contoh, sebuah piksel hitam yang dikelilingi piksel putih memiliki nilai perubahan warna 4. Gambar 2.4 menunjukkan nilai perubahan warna pada suatu gambar biner.

Rumus penghitungan kompleksitas citra biner yang akan digunakan adalah (Kawaguchi dan Eason, 1998):

(2.3)

Dengan sebagai nilai kompleksitas, # adalah jumlah perubahan warna hitam-putih dan " adalah kemungkinan maksimal perubahan warna dalam citra. Untuk sebuah citra biner persegi dengan ukuran 2 x 2 , kemungkinan maksimal perubahan warnanya adalah 2*2 *(2 -1) dan kemungkinan minimum perubahan warnanya adalah 0, diperoleh untuk gambar semua putih atau semua hitam (Srinivasan, 2003). Jadi, nilai α berkisar antara:

(2.4)

"3" 5)1+*#-2 2$%# 2)&%

Konjugasi dari suatu gambar biner adalah sebuah gambar biner lainnya yang memiliki nilai kompleksitas sebesar satu dikurangi nilai kompleksitas . Misalkan sebuah gambar hitam-putih berukuran 8x8 piksel memiliki warna # " putih dan warna ) " hitam. 8 adalah pola dengan semua piksel berwarna putih dan


(36)

adalah pola dengan semua piksel berwarna hitam. 8 dan adalah pola papan catur, dengan piksel pada bagian kiri atas berwarna putih pada 8 dan hitam pada .

>adalah konjugasi dari gambar yang ditunjukan pada Gambar 2.5.

#,/#% "3 5)$5. 5)1+*#-2 6#) 5'# 2)&% #9#*+;.2 6#) #-5)< ==

Dari Gambar 2.5 dapat dilihat bahwa adalah gambar yang memiliki piksel

# " dengan pola 8dan piksel ) " dengan pola . >yang merupakan konjugasi dari memiliki spesifikasi sebagai berikut (Kawaguchi dan Eason,1998): 1) Memiliki bentuk area ) " sama dengan .

2) Memiliki pola area ) " sama dengan pola . 3) Memiliki pola area # " sama dengan pola 8 .

Untuk membangun sebuah konjugasi >dari sebuah gambar , dapat dilakukan dengan rumus berikut, dimana “⊕” menandakan operasi ( ! OR (XOR).

> = ⊕8 (2.5)

( >)* = (2.6)

> (2.7)

Jika ( ) adalah kompleksitas dari , maka:

( >) = 1 - ( ) (2.8)

"3"0 ' $ ( ) & 6#) " ) &

") berarti gambar yang simpel, sedangkan " ! # " berarti

gambar yang kompleks. Hal ini hanya berlaku pada kasus dimana sebuah gambar biner merupakan bagian dari sebuah gambar yang natural (Kawaguchi dan Eason, 1998). Kompleksitas sebuah area ! " adalah parameter yang digunakan dalam menentukan sebuah ! " merupakan ") atau " ! # ".


(37)

+%& 2)#%: 56& #)5)2;#' %#: 56&

Parameter kompleksitas ini harus memiliki batas yang merupakan pemisah keduanya yang disebut % % ! ( ).

Sebuah ! " tergolong sebagai ") " apabila memiliki nilai kompleksitas lebih kecil dibandingkan dengan nilai % % ! ( ) dan apabila memiliki nilai kompleksitas yang lebih besar dibandingkan dengan nilai % % !

( ) akan dianggap sebagai " ! # ".

"3"3 # % 6#) ! %

adalah sandi yang digunakan untuk menyajikan setiap digit dalam bilangan desimal dengan ekuivalen binernya (Widodo, 2007). termasuk sandi dengan perubahan minimum yang berarti setiap bilangannya hanya berbeda satu bit dari bilangan sebelumnya dan sistem sesuai untuk devais masukan/keluaran (Widodo, 2007). Sebagai contoh, penyajian angka desimal 9 dalam sistem adalah 1001 sedangkan dalam sistem adalah 1101. Gambar 2.6 menunjukkan perbedaan antara dan .

#,/#% " #,/#% 2)&% 6&)*#) 2-$&, 6#)

Berikut adalah rumus persamaan antara gambar biner dan (dengan ⊕ adalah ( ! &):

1= 1 (2.9)

i? <⊕ i , > 1 (2.10) 1= 1 (2.11) i = i⊕ i-1, > 1 (2.12)


(38)

dengan gi : nilai bit ke- pada sistem bi : nilai bit ke- pada sistem

"3" '*5%2$,#

Langkah-langkah yang dilakukan pada algoritma pada saat menyisipkan data adalah sebagai berikut: (Kawaguchi dan Eason, 1998)

1. dengan sistem diubah menjadi sistem , kemudian gambar tersebut di ! menjadi ! " dalam bentuk gambar biner. Setiap ! "

mewakili bit dari setiap piksel pada gambar.

2. Segmentasi setiap ! " pada menjadi ") dan " ! # "dengan menggunakan nilai batas/% % ! ( ). Nilai umum dari =0,3. 3. Kelompokkan byte-byte pesan rahasia menjadi rangkaian blok pesan rahasia. 4. Jika blok( ) kurang kompleks dibandingkan dengan nilai batas, maka lakukan

konjugasi terhadap untuk mendapatkan > yang lebih kompleks. Blok konjugasi( *) pasti lebih kompleks dibandingkan dengan nilai batas.

5. Sisipkan setiap blok pesan rahasia ke ! " yang merupakan " ! # "

(atau gantikan semua bit pada " ! # "). Jika blok dikonjugasi, maka simpan data pada “ "- " ”.

6. Sisipkan juga "- " seperti yang dilakukan pada blok pesan rahasia. 7. Ubah dari sistem menjadi sistem .

Proses ekstraksi pesan rahasia dapat dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah penyisipan secara terbalik.

Sebagai contoh, sebuah dokumen citra akan disisipi sebuah pesan rahasia . Pertama-tama piksel pada citra tersebut ( ) dibagi menjadi segmen-segmen gambar biner seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7. Kemudian pesan rahasia dibagi menjadi blok yang masing-masing berukuran 64 bit, dan direpresentasikan pada matriks berukuran 8x8.


(39)

#,/#% "> %5-&- &)*+/#.#) 2$%# &)1#62 &*,&) &*,&)

Pada ! " tersebut dihitung nilai kompleksitasnya. Jumlah pergantian warna hitam-putih pada ! " @ adalah sebanyak 47 kali. Jumlah maksimum perubahan warna pada gambar biner dengan ukuran 8x8 adalah 112 kali, sehingga nilai #=47 dan " = 112. Melalui persamaan 2.3 didapatkan nilai kompleksitas dari

! " @ tersebut, yaitu = 0,42.

Dengan menggunakan nilai % % ! = 0,3 maka ! " @dikategorikan sebagai " ! # " karena sehingga penyisipan dilakukan didalamnya. Jika < , maka tidak dilakukan penyisipan karena segmen tersebut merupakan

") ". Selanjutnya bit pesan rahasia dibagi menjadi segmen-segmen yang masing-masing berukuran 64 bit. Jika bit pesan rahasia tersebut adalah maka blok pertama pesan rahasia adalah @dan blok berikutnya adalah <.

= 0100111010011100110101011111100101010000010100100010101000011001 0000111010001111100111100011111001111110010111001111100011110000

@ = 0100111010011100110101011111100101010000010100100010101000011001


(40)

Representasi blok pesan dalam gambar biner dapat dilihat pada Gambar 2.8. Blok pesan @ akan disisipkan pada blok gambar yaitu ! " @ (karena tergolong " ! # "), dan blok < akan disisipkan pada ! " berikutnya yang

tergolong " ! # "juga.

- ? - ?

#,/#% " &7%&-&)$#-2 '5( &-#) 6#'#, #,/#% 2)&%

Sebelum melakukan penyisipan, gambar biner yang merupakan representasi blok pesan tersebut dihitung nilai kompleksitasnya terlebih dahulu. Pada blok pesan pertama ( @), jumlah perubahan warna adalah 57 kali, sehingga dengan persamaan

2.3 diperoleh @ = 0,51. Karena blok pesan ini memiliki kompleksitas @ > ,

maka blok ! " pada citra diganti oleh 64 bit pesan ini.

Pada blok kedua pesan rahasia, jumlah perubahan warna adalah 30, sehingga didapatkan nilai < = 0,27. Nilai kompleksitas << menunjukkan bahwa blok

kedua pesan tidak cukup kompleks untuk disisipkan, karena itu blok pesan tersebut harus dikonjugasi terlebih dahulu. Hasil konjugasi, yaitu <* akan memiliki

kompleksitas 0,73 menurut persamaan 2.8. Hasil konjugasi inilah yang kemudian disisipkan pada " ! # " berikutnya pada citra dijital.

Saat proses ekstrasi pesan, yang perlu dilakukan hanyalah mengambil segmen bit yang memiliki kompleksitas diatas % % ! . Jika nilai kompleksitas segmen tersebut lebih besar dari % % ! , maka segmen tersebut merupakan bagian dari


(41)

pesan rahasia. Tabel konjugasi yang disisipkan juga dibaca untuk melihat proses konjugasi yang perlu dilakukan pada tiap blok pesan.


(42)

" 2-$&, ! %

Setiap gambar dengan ukuran 8x8 piksel yang menggunakan warna ' ! dengan kedalaman 8 bit dapat dibagi menjadi 8 ! " . Operasi pembagian gambar menjadi

! " disebut dengan ! " ! " . ! " ! " dapat dilakukan pada sistem " ' ( ) dimana setiap nilai intensitas direpresentasikan sebagai 8 bit angka biner. Pada kenyataannya nilai intensitas piksel pada gambar relatif rata. Perhatikan bila piksel yang berdampingan pada gambar memiliki nilai intensitas yang berdekatan yaitu 127 dan 128, yang dalam format biner adalah 01111111 dan 10000000. Pada kasus ini terlihat bahwa nilai intensitas yang hanya berbeda satu level abu-abu saja memiliki representasi biner yang sangat berbeda bahkan setiap bit yang bersesuain berbeda. Dua angka yang memiliki nilai yang hampir mirip tetapi sangat berbeda dalam representasi binernya, atas dasar bit per bit, disebut dengan + " ! )) (Kawaguchi dan Eason, 1998). Karena pada teknik

ini seluruh nilai ! " diganti, maka kemungkinan nilai " ) "

( ) juga akan berubah. Sehingga setelah proses penyisipan, 01111111 (127) dapat menjadi 11111111 (255) dan 10000000 (128) dapat menjadi 00000000 (0). Gambar yang sebelumnya hanya memiliki perbedaan intensitas 1 level abu-abu saja dan perbedaan warnanya tidak terlalu kentara, sekarang memiliki perbedaan intensitas yang sangat jauh yaitu 256 (putih) dan 0 (hitam). Jika hal ini terjadi, maka akan nampak perbedaan pada gambar sebelum dilakukan penyisipan dan sesudah penyisipan.

Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan sistem " " ! ' "


(43)

satu bit dalam representasinya. Dua angka pada contoh diatas, 127 dan 128, direpresentasikan sebagai 01000000 dan 11000000. Jika dilakukan penyisipan 01000000 dapat menjadi 11000000 (128) dan 11000000 dapat menjadi 01000000 (127), perbedaan intensitasnya tetap hanya 1 level abu-abu saja. Sistem ini cocok digunakan untuk proses penyisipan. Oleh sebab itu, pada teknik

diubah terlebih dahulu dari sistem menjadi sebelum proses penyisipan dilakukan.

" '5( &-#) #.#-2# 6#) 7&%#-2 5)1+*#-2

Pesan rahasia dibagi menjadi beberapa bagian dengan ukuran 8 byte yang dibentuk menjadi blok pesan rahasia berukuran 8x8. Setiap byte pada pesan rahasia akan membentuk baris pada blok 8x8. Pesan rahasia dibaca sebagai string pada karakter dan direpresentasikan dengan nilai binernya. Sebagai contoh, sebuah rangkaian dari 8 karakter dari sebuah dokumen ‘Blok ini’ (8 karakter termasuk spasi) akan membentuk blok pesan rahasia 8x8 yang ditunjukkan pada Gambar 3.1 dengan ‘B’ sama dengan 01000010 (66 dalam karakter ), ‘l’ sama dengan 01101100 (108 dalam karakter ), spasi sama dengan 00100000 (32 dalam karakter ) dan seterusnya.

#,/#% " 5)$5. '5( &-#) #.#-2#

Blok-blok pesan rahasia dibentuk menjadi gambar biner yang merupakan pola papan catur berukuran 8x8, di mana warna hitam menunjukkan nilai bit ‘0’ dan warna putih menunjukkan nilai bit ‘1’. Gambar biner tersebut yang akan mengganti ! "

' 5 ( 2 ) 2


(44)

yang kompleks pada gambar pada saat penyisipan. Namun sebelumnya harus dipastikan bahwa gambar biner dari blok-blok pesan rahasia tersebut sudah kompleks. Apabila gambar biner tersebut kurang kompleks dibandingkan dengan nilai % % ! , maka akan terjadi masalah pada proses ekstraksi, blok pesan rahasia tersebut tidak akan diambil kembali karena hanya blok yang memiliki kompleksitas diatas nilai

% % ! saja yang diambil. Untuk mengatasi masalah ini, maka diperkenalkan operasi konjugasi.

Gambar 3.2 menunjukkan blok 8x8 yang paling kompleks dengan nilai kompleksitas 1. Blok ini dilambangkan dengan 8 , dengan nilai kiri atas adalah 1. Sebuah pola papan catur dengan nilai kompleksitas 1 juga dapat dibentuk dengan membuat pola yang sama dengan 8 tetapi nilai kiri atasnya adalah 0 yang dilambangkan dengan . Untuk penjelasan seterusnya yang digunakan sebagai blok yang paling kompleks adalah 8 . Blok 8 jika di- XOR-kan dengan blok yang tidak kompleks (kompleksitasnya < ) akan menghasilkan blok * yang kompleks (kompleksitasnya > ). Blok * di-XOR-kan lagi dengan 8 untuk mendapatkan blok kembali. Operasi mengganti kompleksitas dari sebuah blok dengan meng-XOR-kan dengan Wc disebut # "- dan dilambangkan dengan ‘*’.

*! !

#,/#% " 5,7'&(-2$#- ,#(-2,+, /'5( @

Dua properti penting pada operasi konjugasi dapat dituliskan sebagai berikut: 1. α(P*) = 1- α(P)


(45)

Properti pertama digunakan pada proses penyisipan untuk membuat gambar biner yang tidak kompleks menjadi kompleks, sedangkan properti kedua digunakan pada proses ekstraksi untuk mengambil kembali gambar biner yang asli.

Tidak semua blok pesan rahasia harus dikonjugasi karena kebanyakan blok pesan rahasia sudah kompleks. Oleh karena itu, penting dibuat catatan untuk blok pesan rahasia yang telah dikonjugasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan peta konjugasi. Untuk setiap blok pesan rahasia berukuran 8 byte, 1 bit ditambahkan ke peta konjugasi untuk menunjukkan apakah blok tersebut telah dikonjugasi atau tidak. Jika nilai bit ‘1’ yang ditambahkan ke peta konjugasi tersebut, maka hal itu menunjukkan bahwa blok tersebut telah dikonjugasi sedangkan nilai ‘0’ menunjukkan blok tersebut tidak dikonjugasi. Peta konjugasi akan disisipkan ke dalam gambar setalah semua blok pesan rahasia disisipkan.

Peta konjugasi juga akan dibentuk menjadi blok berukuran 8x8. Peta konjugasi mungkin tidak akan membentuk blok yang kompleks sehingga perlu dibuat peta konjugasi untuk peta konjugasi. Peta konjugasi untuk peta konjugasi dapat dibuat dengan cara membentuk peta konjugasi ke dalam blok berukuran 63 bit. Jika panjang blok tersebut tidak sampai 63 bit, maka lakukan " yaitu dengan menambahkan ‘0’ pada bit-bit terakhir. Tambahkan nilai ’0’ pada bit pertama (bit kiri atas) peta konjugasi sehingga ukuran peta konjugasi menjadi 64 bit dan dapat dibentuk menjadi gambar biner 8x8. Jika gambar biner tersebut kompleks, maka lakukan penyisipan seperti biasa. Jika tidak kompleks, maka konjugasi blok peta konjugasi tersebut. Proses konjugasi akan membuat bit pertama menjadi ‘1’. Jadi, pada saat proses ekstraksi dapat diketahui jika bit pertama pada peta konjugasi bernilai ‘0’ maka peta konjugasi tersebut tidak dikonjugasi tetapi jika bit pertama bernilai ‘1’ maka peta konjugasi tersebut telah dikonjugasi.

" &)&%#7#) 7#6# 5(+,&) 2$%#

Teknik kompresi yang digunakan yaitu teknik kompresi )! dengan menggunakan algoritma 355 dan + )) "merupakan teknik kompresi yang ! !


(46)

(Miano, 1999). Hal ini berarti pada saat proses kompresi dan dekompresi tidak ada nilai bit yang berubah, data yang telah dimampatkan akan direkonstruksi kembali secara utuh sehingga menghasilkan nilai bit yang tidak berubah setelah proses dekompresi. Sifat kompresi ! ! yang digunakan ini sangat cocok untuk metode steganografi . Ketika sebuah pesan rahasia akan disisipkan pada

dengan teknik , maka data gambar akan didekompresi terlebih dahulu. Proses dekompresi dilakukan untuk mendapatkan representasi piksel yang sebenarnya dari gambar sehingga gambar dapat disegmentasi dengan baik menjadi blok-blok gambar biner. Setelah pesan rahasia disisipkan ke dalam blok-blok gambar biner tersebut, gambar dikompresi kembali untuk menghasilkan data gambar yang telah dimampatkan. Karena pada proses kompresi dan dekompresi tidak terjadi perubahan nilai bit, maka kemungkinan rusak atau hilangnya pesan rahasia yang disisipkan tidak akan terjadi sehingga pada proses ekstraksi tidak akan terjadi masalah.

Format mendukung jenis pewarnaan yang sangat beragam karena dapat menampung piksel dengan warna & 24 dan 48 bit, ' ! 8 dan 16 bit serta

" ( ! dengan kedalaman 1 hingga 8 bit (Boutell, 1997). Teknik dalam

menyisipkan pesan bekerja dengan memanfaatkan perubahan intensitas warna. Setiap perubahan nilai bit yang terjadi pada saat penyisipan pesan berarti intensitas warna pada piksel yang bersangkutan akan berubah dan perubahan tersebut bisa sedikit ataupun banyak. Penerapan pada citra berformat yang menggunakan warna & atau ' ! tidak memiliki masalah karena & dan ' !

membaca bit sebagai representasi piksel dalam bentuk intensitas warna. Namun masalah akan muncul jika menggunakan pewarnaan " ( ! karena nilai bit pada " ( ! bukan merupakan nilai intensitas warna, tetapi sebagai penunjuk ( " ) menuju tabel warna. Dengan penggunaan tabel warna ini maka perubahan warna piksel tidak dapat diterka dengan perubahan nilai bit yang terjadi. Perubahan 1 bit saja pada penggunaan tabel warna kemungkinan bisa menyebabkan perubahan warna yang cukup jauh. Pada tabel warna, biasanya beberapa warna yang mirip diletakkan berdekatan, namun tidak menutup kemungkinan bahwa dua warna yang bersebelahan merupakan dua warna yang sangat berbeda, biru dan merah misalnya. Jika hal itu terjadi, maka perubahan 1 bit saja akan menyebabkan perubahan


(47)

warna yang sangat signifikan. Sementara jika menggunakan intensitas warna, perubahan 1 bit tidak akan menyebabkan perubahan warna yang signifikan, warna tersebut akan terlihat sama. Perubahan bit saja pada tabel warna ini bisa menyebabkan perubahan warna yang sangat signifikan, apalagi bila terjadi perubahan pada yang akan membuat nilai indeks berubah sangat jauh sehingga warna piksel akan berubah drastis. Padahal pada teknik , perubahan bit tidak hanya pada , tetapi bisa saja terjadi pada . Perubahan warna yang sangat signifikan dapat menyebabkan gambar yang dihasilkan menjadi rusak. Oleh sebab itu, jika teknik

diterapkan pada dokumen yang menggunakan jenis pewarnaan " ( ! , kemungkinan besar menghasilkan kualitas yang kurang baik atau rusak. Untuk mengatasi masalah kerusakan pada ini, dokumen yang mengunakan jenis pewarnaan " ( ! dikonversi ke format & sebelum dilakukan penyisipan pesan.

" " &):2-27#) &-#)

Data yang ada pada dokumen citra berformat merupakan data yang terkompresi. Oleh sebab itu, dokumen citra berformat tersebut harus didekompresi terlebih dahulu untuk mendapatkan bit-bit gambar yang membentuk nilai intensitas setiap piksel yang sesungguhnya. Kemudian nilai intensitas tersebut dikonversi dari sistem menjadi . Proses konversi dilakukan seperti yang telah dijelaskan pada bagian 2.5.5. Setelah itu, dokumen citra tersebut dibagi menjadi beberapa segmen dengan ukuran 8x8 piksel setiap segmennya, segmentasi gambar ditunjukkan oleh Gambar 3.3. Supaya proses segmentasi dapat dilakukan dengan benar, %

dokumen dari citra harus dibaca terlebih dahulu untuk mengetahui jenis pewarnaan dan kedalaman bit yang digunakan oleh dokumen citra . Hal itu diperlukan karena merupakan format citra yang mendukung penggunaan warna lebih dari satu yaitu & , ' ! dan " ( ! serta menggunakan kedalaman bit yang cukup bervariasi untuk setiap elemen warna. Apabila dokumen citra

menggunakan jenis pewarnaan " ( ! , maka dokumen citra tersebut dikonversi menjadi format & 6 Kemudian setiap segmen dari gambar di- ! " atau diuraikan menjadi ! " dengan ukuran 8x8. Setiap ! " mewakili bit dari setiap piksel.


(48)

#,/#% " %5-&- &*,&)$#-2 2$%# /2$ &)1#62 '5( @

Representasi biner dari nilai intesitas setiap piksel pada segmen gambar berukuran 8x8 ditunjukkan sebagai berikut:

b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b

b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b

b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b

Di mana, bi merupakan nilai bit ke- dari nilai intensitas setiap piksel pada citra. Nilai bi adalah 0 atau 1. Citra dengan kedalaman 8 bit atau sering disebut citra 8-bit akan memiliki 8 buah ! " pada setiap segmennya. Hasil ! " dari citra 8-bit adalah sebagai berikut:

I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8

I9 I10 I11 I12 I13 I14 I15 I6

I17 I18 I19 I20 I21 I22 I23 I24

I25 I26 I27 I28 I29 I30 I31 I32

I33 I34 I35 I36 I37 I38 I39 I40

I41 I42 I43 I44 I45 I46 I47 I48

I49 I50 I51 I52 I53 I54 I55 I56

I57 I58 I59 I60 I61 I62 I63 I64


(49)

1. ! " 1

2. ! " 2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

3. ! " 3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1

b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1

b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1

b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1

b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1

b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1


(50)

4. ! " 4

b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4

b4 b4 b4 b4 b4 b4 b1 b4

b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4

b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4

b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4

b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4 b4

5. ! " 5

b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5

b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5

b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5

b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5

b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5

b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5 b5

6. ! " 6

b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6

b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6

b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6

b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6

b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6

b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6

b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6 b6


(51)

7. ! " 7

b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7

b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7

b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7

b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7

b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7

b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7 b7

8. ! " 8

b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8

b1 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8

b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8

b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8

b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8

b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8 b8

Setiap ! " ke-i berisi bit-bit ke-i dari representasi nilai intensitas setiap piksel. Jika gambar dengan kedalaman 24 bit (& ), maka akan ada 24 ! "

untuk setiap segmen gambar dimana setiap ! " merepresentasikan 1 bit dari tiap elemen warna. Akan ada 8 ! " seperti diatas untuk masing-masing warna, yaitu 8 ! " untuk & , 8 ! " untuk ", dan 8 ! " untuk ! sehingga terbentuk 24 ! " . Jika dilihat dari delapan ! " di atas, maka ! " yang disusun oleh bit 8 ( ! " 8) merupakan " ) " dan ! " yang disusun oleh bit 1 ( ! " 1) merupakan " ) " . Bentuk gambar biner dari

! " dengan membuat pola papan catur, dimana hitam menyatakan niai bit ‘0’ dan warna putih menyatakan nilai bit ‘1’ pada ! " . Kemudian hitung nilai kompleksitas (α) dari masing-masing gambar biner dengan cara yang dijelaskan pada bagian 2.5.2 dan tetapkan nilai % % ! ( ). Setelah itu, tentukan gambar biner yang


(52)

merupakan daerah yang ") atau " ! # dengan menggunakan nilai

% % ! ( ) yang telah ditetapkan. Jika kompleksitas gambar biner (α) lebih kecil dari nilai % % ! ( ), maka gambar biner tersebut merupakan daerah yang

") dan jika kompleksitas dari gambar biner (α) lebih besar dari nilai

% % ! ( ), maka gambar biner tersebut merupakan daerah yang " ! # . Setiap gambar biner yang merupakan daerah yang " ! # yang akan digantikan oleh gambar biner dari pesan rahasia pada saat penyisipan.

Pesan rahasia yang akan disisipkan juga harus diproses terlebih dahulu, seperti yang telah dijelaskan pada bagian 3.2. Setiap karakter pada pesan rahasia dibentuk menjadi urutan nilai dan direpresentasikan dengan nilai binernya, kemudian dibagi menjadi beberapa blok dengan ukuran 8 byte. Jika ukuran pesan tidak kelipatan 8, maka lakukan " pada blok terakhir. Bentuk setiap blok pesan rahasia menjadi gambar biner 8x8. Setelah itu, hitung nilai kompleksitas (α) dari setiap gambar biner dengan cara yang telah dijelaskan pada bagian 2.5.2. Jika gambar biner dari blok pesan rahasia memiliki nilai kompleksitas (α) lebih besar dari nilai % % ! ( ), maka gambar biner tersebut sudah siap untuk disisipkan atau menggantikan ! "

yang " ! # pada gambar. Sebaliknya, jika gambar biner dari blok pesan rahasia kurang kompleks atau memiliki nilai kompleksitas (α) lebih kecil dari nilai % % !

( ), maka gambar biner tersebut harus dikonjugasi, yaitu dengan meng-XOR-kan gambar biner tersebut dengan 8, seperti yang telah dijelaskan pada bagian 2.5.3. Karena tidak semua gambar biner dari blok pesan rahasia tidak kompleks, maka peta konjugasi perlu dibuat. Untuk setiap gambar biner 8x8, 1 bit ditambahkan ke peta konjugasi, jika yang ditambahkan nilai bit ‘1’, maka gambar biner tersebut telah dikonjugasi sedangkan nilai bit ‘0’ berarti gambar biner tersebut tidak dikonjugasi. Peta konjugasi juga mungkin tidak kompleks, oleh sebab itu perlu dibuat peta konjugasi untuk peta konjugasi dengan cara memberi nilai ‘0’ pada bit pertama peta konjugasi, 63 bit selanjutnya menyatakan informasi apakah gambar biner dari blok pesan rahasia yang bersesuaian dikonjugasi atau tidak. Peta konjugasi juga dibentuk menjadi gambar biner 8x8, kemudian hitung nilai kompleksitasnya. Jika gambar biner tersebut tidak kompleks, maka gambar biner tersebut dikonjugasi sehingga akan menyebabkan nilai bit pertama (bit kiri atas) pada peta konjugasi menjadi ‘1’. Jadi dapat diketahui apakah peta konjugasi telah dikonjugasi atau tidak dengan melihat


(1)

#,/#% " 5,75)&) ' $ ! &

3. Pilih gambar yang telah berisi pesan yang disisipkan ( ) kemudian

berikan nilai % % ! yang sama dengan nilai % % ! pada saat penyisipan

yaitu 0,3. Apabila nilai % % ! yang diberikan pada saat ekstraksi tidak sama

dengan nilai % % ! pada saat penyisipan pesan maka akan muncul pesan

% " " " ! " ” seperti yang terlihat pada Gambar


(2)

#,/#% " 0 %5-&- (-$%#(-2

#,/#% " 3 """ & (&$2(# 2'#2 " &%/&6#

4. Setelah pengaturan nilai % % ! selesai dilakukan maka untuk mengambil pesan

dari gambar dipilih tombol ( 6 Hasil ekstraksi pesan ditunjukkan pada


(3)

#,/#% " #-2' (-$%#(-2 &-#)

5. Simpan pesan yang telah diekstraksi dari gambar.

"0" #-2' &)*+12#)

Untuk menunjukkan bahwa ukuran pesan yang disisipkan ke dalam gambar dengan

menggunakan metode mencapai 50% dari ukuran gambar ( ), maka

dilakukan pengujian dengan menyisipkan PesanRahasia.doc dengan ukuran 249 KB.

Perbandingan ukuran dan tampilan dari dan :

1. Perbandingan ukuran dan

Ukuran : 499 KB

Ukuran PesanRahasia.doc yang disisipkan : 249 KB


(4)

# ( $ & / & $ &

#,/#% " > &%/#)62)*#) #,/#% &/&'+, # 6#) &-+6#. / 2-2-272 &-#) #.#-2#

Dari hasil pengujian tampak bahwa walaupun ukuran pesan yang disisipkan

sebesar 50% dari ukuran , namun proses penyisipan pesan tersebut

berjalan dengan baik dan kualitas yang dihasilkan baik dan tidak terlihat

perbedaan antara dan secara kasat mata. Di samping itu,


(5)

0

0" &-2,7+'#)

Setelah melakukan pengerjaan tugas akhir ini, ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil yaitu sebagai berikut:

1. Peta konjugasi yang terbentuk pada saat proses penyisipan kemungkinan tidak

kompleks sehingga perlu dibuat peta konjugasi untuk peta konjugasi.

2. Pada penerapan teknik pada , kerusakan pesan rahasia tidak akan

terjadi karena menggunakan teknik kompresi yang bersifat ! ! .

3. Jenis pewarnaan yang cocok digunakan untuk penerapan teknik pada

adalah & dan ' ! karena tidak menyebabkan kerusakan pada

.

4. Terdapat perbedaan ukuran antara dan yang disebabkan

oleh perubahan nilai bit yang terjadi pada saat proses penyisipan.

0" #%#)

Saran yang diajukan untuk pengembangan dari tugas akhir ini sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam penerapan teknik

pada jangan menggunakan jenis pewarnaan " ( ! .

2. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisis penerapan teknik

pada media lain seperti video, teks, maupun audio.

3. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan penerapan teknik pada citra


(6)

Ariyus, Dony. 2007. 7 " " ! . Yogyakarta: Andi.

Bakshi, Nishesh. 2007. " %'. Syracuse University.

Boutell, Thomas. 1997. . ! $ # % / ) " , " <6@.

Massachusetts Institute of Technology.

Cachin, Christian. 2005. 1 ! " %'. Switzerland: IBM Research.

Cummins, Jonathan., Diskin, Patrick., Lau, Samuel., and Parlett, Robert. 2004.

" %' " 1 ! 8 # " 6 School of Computer Science, The

University of Birmingham.

" " " %'. 16 Maret 2010. http://www.datahide.com/BPCSe/.

Kawaguchi, E. and Eason, Richard. O. 1998. " ! " ! " )

" %'. Kitakyushu, Japan: Kyushu Institute of Technology.

Miano, John. 1999. 4 ! 4 ; 0 0 40 0 .

USA: ACM Press.

Munir, Rinaldi. 2006. 7 ). Bandung: Informatika.

Salomon, David. 2007. 1 ". Fourth edition. London: Springer-Verlag.

Spaulding, J., Noda, H., Shirazi, Mahdad. N., Kawaguchi, E. 2002.

" %' F " 38 ' . Japan: Kyushu

Institute of Technology.

Srinivasan, Y. 2003. + % ' 1 + " ' F " " %'.

Texas: Texas Tech University.

Sutoyo, T., Mulyanto, E., Suhartono, V., Nurhayati, O. D., Wijanarto. 2009.

" ! % " 1 !. Semarang: Andi

Widodo, Thomas. S. 2007. #" # 1 ! " " ! # "' . Yogyakarta: