Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di eraglobalisasi saat ini, kebutuhan manusia dan pengusaha pada umumnya semakin meningkat, hingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi semakin berkembang. Hal ini menyebabkan para pengusaha untuk mendorong timbulnya inovasi dalam suatu kerjasama diantara para pengusaha guna mendukung adanya suatu peningkatan perekonomian diantara para pengusaha tersebut. Akibat dari gejala tersebut menyebabkan munculnya banyak perjanjian kerjasama diantara para pengusaha yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan perputaran roda perekonomian para pengusaha yang semakin membaik dan juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ada beberapa perjanjian yang di dalam praktek sehari-hari mempunyai sebutan nama tertentu, tetapi tidak diatur di dalam Peraturan Perundang- undangan, setidak-tidaknya di Indonesia belum diberikan pengaturan secara khusus, 1 beberapa contoh perjanjian tak bernama adalah perjanjian sewa beli, Franchise, Leasing, dan Konsinyasi. Masih banyak lagi perjanjian-perjanjian tak bernama yang dikenal dalam praktek perekonomian dan bisnis di Indonesia. Salah satu perjanjian tak bernama yang popular di dunia kerjasama dan bisnis adalah perjanjian konsinyasi atau yang biasa disebut perjanjian bagi hasil atau bisa juga disebut titip-jual. Perjanjian kerjasama konsinyasi ini pada 1 J. Satrio .1995, Hukum Perikatan Perikatan Yang Lahir Dari PerjanjianBuku I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, selanjutnya di tulis J. Satrio 1 , h. 148. 2 perkembangannya banyak diterapkan oleh para pelaku usaha baik skala kecil, menengah, dan perusahaan besar sekalipun. Kerjasama dengan sistem konsinyasi adalah kerjasama yang pelaksanaannya dengan cara salah satu pihak memiliki barang produk yang di tempatkan di lokasi pihak lainnya, pihak yang ditempati berkewajiban mempromosikan dan menjual barang tersebut dengan berbagai macam cara, retail maupun grosir, dan pembayaran baru dilakukan jika barang sudah terjual oleh pemilik tempat dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dengan dikurangi komisi dari hasil penjualan. 2 Hubungan antara Supplier dan pemilik tempat didasarkan pada kesepakatan para pihak yang dapat dituangkan dalam perjanjian tertulis atau kesepakatan lisan, dengan kata lain didasarkan pada dua unsur yang terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Pada dasarnya hubungan tersebut adalah hubungan hukum, tetapi yang tampak dalam praktek sehari-hari adalah hubungan kepercayaan. Berdasarkan kepercayaan pemilik toko bahwa barang supplier akan laku di pasaran dan memberi keuntungan bagi pemilik toko dan juga sebaliknya bagi supplier yang memperoleh keuntungan. Pada prinsispnya perjanjian kerjasama dengan sistem konsinyasi ini tidak diatur secara khusus dan mengenai bentuk dan isi perjanjian diserahkan kepada kesepakatan pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Ini sesuai dengan ketentuan mengenai perikatan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata, khususnya dalam Buku III KUHPerdata yang mempunyai sistem 2 http : www.google.compenjualan konsinyasiforum positif dari dahlanforum.htm. tanggal 27 September 2010. 3 terbuka dan adanya asas kebebasan berkontrak. Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata ditentukan bahwa Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan dalam pasal ini dikenal dengan istilah Pacta Sunt Servanda. Kebebasan berkontrak mengandung pengertian bahwa para pihak bebas memperjanjikan apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, Ketertiban umum dan kesusilaan. Mengenai sebab dari suatu perjanjian haruslah halal, hal ini diatur dalam Pasal 1337 ditentukan bahwa Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh Undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Perjanjian konsinyasi ini mengikuti atau diatur dalam Pasal 1319 menentukan semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu. Ruang lingkup kajian hukum kontrak tak bernama atau innominaat adalah berbagai kontrak yang muncul dan berkembang dalam masyarakat. Hukum kontrak innominat bersifat khusus, sedangkan hukum kontrak atau hukum perdata merupakan hukum yang bersifat umum, artinya bahwa kontrak-kontrak innominaat berlaku terhadap peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Apabila dalam Undang-undang khusus tidak diatur maka kita mengacu pada peraturan yang bersifat umum, sebagaimana yang tercantum dalam buku III KUHPerdata. 3 3 Salim H.S., 2003, Perkembangan Hukum Innominat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, selanjutnya ditulis Salim HS 1 , h.5. 4 PT. Pancaniaga Bali Perkasa adalah salah satu dari sekian banyak perusahaan Distributor Minuman Berarkohol di Denpasar yang menggunakan sistem perjanjian konsinyasi dengan para suppliernya berdasarkan prinsip kepercayaan, dan perjanjian yang digunakan antara supplier dan PT. Pancaniaga Bali Perkasa adalah kesepakatan lisan dan Nota serah terima barang atau check list barang dari para pihak. Dalam prakteknya tidak jarang terjadi adanya suatu permasalahan yang diakibatkan karena seiring perjalanan pelaksanaan perjanjian kerjasama konsinyasi ada suatu keadaan atau situasi yang diluar dugaan para pihak dalam perjanjian tersebut sehingga menyebabkan tidak terlaksananya atau kurang terlaksana dengan penuh klausa-klausa dalam perjanjian kerjasama dengan sistem konsinyasi tersebut, seperti karena kelalaian pihak supplier yang telat mengirim barang atau dari distributor berkaitan dengan hilang atau rusaknya barang. Hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah jika para pihak dapat mengerti dan menerima serta melakukan perubahan-perubahan dalam klausa perjanjian kerjasama konsinyasinya, tetapi yang menjadi permasalahan adalah karena sistem perjanjian yang digunakan tidak atau belum diatur secara khusus dalam suatu peraturan perundang-undangan dan bentuk perjanjiannya adalah perjanjian lisan sehingga para pihak kesulitan untuk mencari suatu solusi yang mempunyai kekuatan dan kepastian hukum bagi parapihak kaitannya dengan Pelaksanaannya. Salah satu outlet yang menerapkan sistem perjanjian konsinyasi kepada suppliernya di denpasar adalah A.J Shop yang beralamat di Jalan Merta Sari no 106 sanur, Denpasar. Dapat diketahui disini bahwa perjanjian konsinyasi yang dilakukan oleh pihak supplier sebagai pemilik barang dan pihak A.J Shop sebagai 5 pihak yang menyediakan tempat untuk mendistribusikan dan tempat untuk menjual barang –barang yang diperjanjikan dengan sistem konsinyasi. Hubungan antara supplier dan outlet ini didasarkan pada kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam perjanjian tertulis. Dimana supplier mempercayakan produknya dititipkan di A.J Shop, dan pihak A.J Shop mempercayakan produk dari supplier akan laku terjual di pasaran yang akan memberikan keuntungan bagi para pihak. Namun dalam prakteknya sering terjadi pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya, dengan demikian maka para pihak berada dalam keadaan wanprestasi. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur. 4 Wanprestasi yang terjadi atas perjanjian tersebut misalnya seperti; keterlambatan supplier mengirimkan barang yang akan dititipkan di Aj Shop, dan keterlambatan pihak Aj Shop melakukan pembayaran kepada supplier atas barang yang telah laku terjual. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membedakan antara perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang- undang serta akibat hukum dari perikatan tersebut. Akibat hukum suatu perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki berdasarkan perjanjian yang telah disepakati para pihak sebelumnya sedangkan, akibat hukum dari suatu perjanjian yang lahir dari undang-undang merupakan hubungan hukum para pihak yang ditentukan oleh undang-undang. 4 Salim HS, 2003, Hukum Kontrak: Teori Dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, selanjutnya di tulis Salim HS 2 , h.98. 6 Namun dalam pelaksanaannya sering terjadi pelanggaran atau lalai melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan. Menurut Suharnoko, apabila atas perjanjian yang disepakati terjadi pelanggaran, maka dapat diajukan gugatan wanprestasi, karena adanya hubungan kontraktual antara pihak yang menimbulkan kerugian dan pihak yang menderita kerugian. Apabila tidak ada hubungan antara pihak yang menimbulkan kerugian dan pihak yang menderitakerugian, maka dapat diajukan gugatan perbuatan melawan hukum. Berdasarkan uraian diatas, sangat menarik untuk di teliti lebih mendalam dalam suatu karya ilmiah yaitu pada pembuatan skripsi yang berjudul “WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KONSINYASI MINUMAN BERARKOHOL GOLONGAN C DI AJ SHOP SANUR ” 1.2 Rumusan Masalah 1. Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian konsinyasi di Aj Shop sanur? 2. Bagaimana Upaya Penyelesaian Hukum Para Pihak Akibat Wanprestasi dalam Pelaksanaan Perjanjian Konsinyasi di AJ Shop Sanur?

1.3 Ruang Lingkup Masalah