Label Pendeteksi Escherichia Coli Dari Indikator Warna Methyl Red

LABEL PENDETEKSI ESCHERICHIA COLI DARI
INDIKATOR WARNA METHYL RED

JUNENI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Label Pendeteksi
Escherichia Coli dari Indikator Warna Methyl Red adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Juneni
NIM F34110075

ABSTRAK
JUNENI. Label Pendeteksi Escherichia coli dari Indikator Warna Methyl Red.
Dibimbing oleh ENDANG WARSIKI.
Kemasan cerdas adalah kemasan yang didisain sebagai pemberi informasi
mengenai kualitas dari sifat makanan selama di dalam kemasan. Penelitian ini
dilakukan untuk membuat label yang dapat mendeteksi bakteri Escherichia coli.
Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mencari formulasi terbaik yang dapat
menghasilkan label cerdas dalam waktu singkat dengan perubahan warna sebagai
indikator adanya E.coli. Hasil yang terbaik didapatkan adalah 0.005% methyl red
dan penambahan susu, label ini dapat mendeteksi E.coli pada waktu 12 jam
dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah. Respon label terhadap suhu
penyimpanan menunjukkan bahwa E.coli dapat tumbuh pada suhu 25±2ᵒC dan
tidak tumbuh pada suhu 2±2ᵒC selama 144 jam. Adapun jumlah koloni E.coli
semakin meningkat seiring dengan lama penyimpanan pada suhu ruang, yakni dari
0 cfu/g pada jam ke-0 menjadi 106 cfu/g pada jam ke 24. Respon perubahan warna

label yakni nilai L, a dan b dan ᵒhue dipengaruhi oleh jumlah koloni E.coli. Nilai
ᵒhue pada jam ke-0 hingga jam ke-12 menunjukkan kategori warna kromatis
kuning-merah, pada jam selanjutnya hingga jam ke-24 indikator menunjukkan
kategori warna kromatis merah. Penelitian utama menunjukkan bahwa daging
yang disimpan selama 12 jam pada suhu ruang sudah mengalami penurunan
kualitas. Label methyl red dapat digunakan sebagai pendeteksi E.coli dengan
berubah warna label dari kuning kemerahan menjadi merah.
Kata kunci: E.coli, label cerdas, dan methyl red

ABSTRACT
JUNENI. Escherichia coli Detector Label from Methyl Red Color Indicator.
Supervised by ENDANG WARSIKI.
Smart packaging is packaging which designed to give information about the
quality of food during storage. The aim of this study is to create a label that can
detect the growth of Escherichia coli. Preliminary research carried out by
searching for the best formulation that can produce smart labels in a short time
with a change of color as a presence indicator of E.coli. The best results obtained
were 0.005% methyl red and the addition of milk, this label can detect E.coli in 12
hours with a change in color from yellow to red. Label responses in storage
temperature showed that E.coli could grow at 25±2ᵒC and grow not at 2±2ᵒC for

144 hours. it was also known that the number of E.coli colonies increased during
storage at room temperature, from 0 cfu/g at the first hour to 106 cfu/g at 24th
hour. There were differences in the value of L, a, b and ᵒhue. Value of ᵒhue
showed that at 0-12 hours indicator was in yellow-red zone, at 12-24 hours in red
zone. further, the study showed that meat stored in room temperature for 12 hours
already spoiled. Methyl Red label could be used as E.coli detector by changing
the indicator color from yellow-red to red.
Keywords: E.coli, smart labels, and methyl red

LABEL PENDETEKSI ESCHERICHIA COLI DARI
INDIKATOR WARNA METHYL RED

JUNENI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian


DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 yaitu
“Label Pendeteksi Escherichia coli dari Indikator Warna Methyl Red”. Penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1
Dr Endang Warsiki STP MSi selaku Pembimbing Akademik atas perhatian
dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
2

Dr Ir Ade Iskandar M.Si dan Dr Ir Hj Titi Candra Sunarti M.Si selaku dosen
penguji atas kritik dan sarannya.


3

Ayahanda Baskina, Ibunda Saini, dan kakak Juhani, kakak sudiono, Kakak
Maryanto, kakak juleka, adik juwariah beserta seluruh keluarga besar atas
doa, semangat, dan kasih sayangnya.

4

Agung Supriyanto, Wilda Wirdatul Fajri, Tika Meliawati, Ria Octavia,
Melati Pratama dan Siti Qori’ah serta sahabat-sahabat atas semangat dan
dukungannya.

5

Keluarga besar TIN 48 atas kebahagiaan dan kenangan indah yang tak
terlupakan.

6

Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Juneni

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE PENELITIAN

5


Bahan

5

Alat

5

Metodologi

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Pembuatan Label

8


Pengaruh konsentrasi Methyl Red

8

Pengaruh Nutrisi

10

Sensitivitas Label Cerdas dalam Mendeteksi E.coli

11

Aplikasi Label pada Daging Sapi

13

Karakteristik Label selama penyimpanan

14


Nilai pH Daging Sapi Selama Penyimpanan

14

Kekerasan Daging Sapi Selama Penyimpanan

15

Total Plate Count (TPC) Daging Sapi Selama Penyimpanan

15

Pengukuran Konsentrasi Senyawa Volatil

16

Respon Warna Label Terhadap Jumlah Bakteri E.coli

17


Potensi aplikasi label

20

SIMPULAN DAN SARAN

20

Simpulan

20

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Perbedaan kemasan cerdas dan kemasan aktif
Parameter batas kehidupan bakteri patogen E.coli
Syarat mutu mikrobiologi daging sapi
Perubahan warn label terhadap bentuk methyl red
Perubahan label methyl red dengan penambahan nutrisi
Jumlah koloni E.coli pada EMB agar
Sensitivitas label tanpa bakteri E.coli
Gas volatil yang dihasilkan daging selama penyimpanan
Nilai warna label indikator terhadap lama penyimpanan daging sapi

3
4
4
9
10
12
13
16
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Batas pH indikator warna methyl red
Diagram alir pembuatan label methyl red
Diagram alir pembuatan label methyl red-nutrisi
Uji sensitivitas label
Aplikasi label pada pengemasan daging
Struktur molekul asam-basa methyl red
Perubahan warna label methyl red (a) sebelum ; (b) sesudah 12 jam
Grafik jumlah bakteri E.coli yang tertangkap oleh label pada suhu
(25±2) ᵒC
Aplikasi label pada penyimpanan daging sapi
Nilai pH daging sapi selama penyimpanan
Nilai kekerasan daging Sapi terhadap lama penyimpanan
Hasil uji TPC terhadap lama penyimpanan daging
Jumlah E.coli pada daging dan label suhu (25±2)ᵒC
Nilai chroma
Nilai ᵒhue label cerdas
Degradasi perubahan warna label

5
6
7
8
8
9
11
12
14
14
15
16
17
18
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Prosedur uji
Perubahan warna label pada suhu (25±2) ᵒC
Perubahan warna label pada suhu (2±2) ᵒC
Jumlah E.coli yang tertangkap oleh label
Perubahan warna label aplikasi daging pada suhu (25±2) ᵒC

24
26
27
28
29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produk pangan rentan mengalami penurunan kualitas yang terkadang tidak
diketahui secara pasti penyebabnya dan dapat membahayakan konsumen. Seiring
dengan kemajuan teknologi, dibutuhkan suatu alat pendeteksi penurunan kualitas
dari produk secara cepat dan tepat. Kerusakan dapat terjadi secara biologis seperti
mikroorganisme. Produk yang terkontaminasi oleh bakteri terkadang tidak terlihat
oleh kasat mata sehingga perlu dilakukan pengawasan keamanan produk dengan
mendeteksi keberadaan bakteri. Label indikator dapat diaplikasikan sebagai
pendeteksi kerusakan produk karena mikroorganisme, sehingga konsumen dapat
dengan mudah mengetahui tingkat kualitas dan kelayakan konsumsi dari bahan
pangan. Beberapa penelitian kemasan cerdas berbentuk label sebagai pendeteksi
kerusakan produk telah banyak dilakukan. Hasnedi (2009) telah meneliti kemasan
cerdas pendeteksi kebusukan fillet ikan nila dengan indikator warna BTB
(Bromthymol Blue) dapat berubah warna dari kuning menjadi biru. Selain itu,
Warsiki et al. (2013) telah meneliti label indikator untuk mendeteksi kerusakan
buah potong karena perubahan pH dan juga Nofrida (2013) tentang kemasan
cerdas indikator warna daun erpa.
Label indikator juga telah dikembangkan untuk mendeteksi keberadaan
bakeri E.coli. Produk yang mengandung bakteri E.coli dapat menyebabkan infeksi
primer pada usus seperti diare pada anak travelers diarrhea dan kemampuan
menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain diluar usus (CDC 2012). Label
cerdas untuk mendeteksi keberadaan E.coli dapat menggunakan indikator yang
dapat berubah warna secara signifikan. Penelitian label indikator E.coli yang
dilakukan Lestari (2013) menyatakan bahwa label cerdas sebagai indikator E.coli
yang terbuat dari gliserol, agar bubuk, tapioka, dan pewarna eosin menghasilkan
label indikator tidak tahan air. Warna indikator yang digunakan yaitu pewarna
eosin dan pewarna methylene blue. Penelitian label dilanjutkan oleh Dwirianti
(2014) telah menghasilkan formulasi terbaik untuk mendeksi adanya E.coli
dengan menggunakan indikator warna methyil red.
Pada penelitian Dwirianti (2014) label yang dihasilkan belum diketahui
kemampuan label dalam mendeteksi keberadaan E.coli pada tingkat suhu yang
berbeda, sehingga perlu dibuat label cerdas pendeteksi E.coli yang dapat berubah
warna secara cepat pada suhu ruang agar label dapat memberikan informasi
keberadaan E.coli dengan cepat. Selain itu, label yang dihasilkan oleh Dwirianti
(2014) belum diaplikasikan pada produk pangan, oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian lanjut mengenai respon label cerdas terhadap produk pangan seperti
daging, sehingga label dapat digunakan untuk mengetahui penurunan kualitasi
produk pangan akibat keberadaan E.coli.

2
Perumusan Masalah
Penurunan kualitas mutu pangan yang disebabkan oleh bakteri patogen
harus diinformasikan kepada konsumen. Salah satu bakteri patogen yaitu E.coli,
Bakteri ini dalam jumlah yang banyak dapat berbahaya bagi kesehatan. Label
cerdas pendeteksi E.coli merupakan label yang direkatkan pada permukaan dalam
kemasan suatu produk. Label mampu mendeteksi pertumbuhan E.coli dengan
perubahan warna yang dapat terlihat secara visual. Perubahan warna ini dapat
menjadi informasi yang baik untuk mengetahui penurunan kualias pangan yang
disebabkan oleh bakteri E.coli.
Tujuan Penelitian
1
2
3
4

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Menghasilkan label indikator E.coli
Mengevaluasi kinerja label terhadap pertumbuhan E.coli
Mengaplikasikan label indikator E.coli pada kemasan daging
Mengetahui kinetika perubahan warna label terhadap penurunan mutu
daging

TINJAUAN PUSTAKA
Kemasan Cerdas
Kemasan cerdas (smart packaging) merupakan kemasan yang memiliki
indikator baik yang diletakkan secara internal maupun secara eksternal, yang
mampu memberikan informasi tentang keadaan kemasan dan kualitas makanan di
dalamnya (Robertson 2006). Brody et al (2001) menambahkan bahwa kemasan
cerdas adalah kemasan yang didesain sebagai pemberi informasi melalui
perubahan warna, mengenai kualitas dari sifat makanan selama di dalam kemasan.
Kerry et al. (2008) juga menambahkan bahwa kemasan cerdas adalah kemasan
yang menggunakan bahan cerdas untuk memberikan informasi kepada pengguna.
Contoh kemasan cerdas adalah Magic Ink yaitu memberikan indikasi perubahan
warna jika ada perubahan suhu yang tidak diinginkan. Perubahan warna pada
kemasan cerdas menjadi parameter pemberi informasi mengenai kualitas suatu
bahan pangan.
Selain kemasan cerdas, terdapat kemasan modern lainnya yaitu kemasan
aktif. Kemasan aktif adalah kemasan yang mengandung bahan aktif yang dapat
menyerap bahan dari makanan atau dari lingkungan kemasan. Kemasan ini
bertujuan untuk memperpanjang umur simpan, mempertahankan kondisi, dan
meningkatkan kondisi suatu produk pangan terkemas, misalnya kemasan
penyerap oksigen dan bahan anti mikroba (Kerry et al. 2008). Brody et al. (2001)
menambahkan bahwa contoh dari kemasan ini adalah kemasan aktif berbasis
odor control yang dapat menyerap bau. Contoh lainnya adalah kemasan aktif
penyerap bahan ethylene dari produk pangan. Kemasan aktif ini berbahan dasar
karbon aktif yang berfungsi sebagai bahan aktif yang menyerap ethylene yang

3
dihasilkan oleh produk pangan. Terdapat perbedaan antara kemasan cerdas dan
kemasan aktif ditunjukkan pada Tabal 1.
Tabel 1 Perbedaan kemasan cerdas dan kemasan aktif
Kemasan cerdas
Indikator waktu dan suhu

Kemasan aktif
Anti Mikroba

Indikator / sensor keberadaan bakteri pembusuk

Ethylene scavenger

Indikator kejut fisik

Pemanas / pendingin

Sensor Kebocoran

Penyerapan kelembaban

Indikator Penyebab alergi

Penyerap / pelepas bau dan rasa

Sensor pertumbuhan mikroba

Oxygen scavenger

Sensor pathogen dan kontaminan

Penghambat kebusukan

Sumber : Kuswandi et al. (2007)
Escherichia coli
Escherichia coli adalah jenis bakteri yang memiliki karakteristik Gram
negatif, tidak berspora, memiliki flagella peritrichate dan dapat berkembang biak
dengan cepat (Blackburn et al. 2013). E.coli berbentuk batang pendek dengan
diameter 0.5
dan panjang 1-3
. E.coli dapat hidup di berbagai substrat
yaitu dapat tumbuh pada suasana aerob maupun anaerob sehingga ia memperoleh
energinya dari proses fermentasi maupun respirasi tergantung suasana lingkungan
dimana bakteri tersebut berada, dengan suhu optimum 37ᵒC.
Escherichia coli memiliki beberapa strain, salah satunya yaitu E.coli
0157:H7. Strain ini merupakan strain spesifik E.coli yang dapat menimbulkan
penyakit. Infeksi bakteri E.coli dapat terjadi karena konsumen menelan makanan
yang telah terkontaminasi oleh bakteri E.coli 0157:H7. Sebagian besar bakteri ini
terdapat pada daging sapi yang kurang matang dan susu mentah. Selain pada
pangan, bakteri E.coli 0157:H7 ini juga dapat ditemukan pada air yang telah
terkontaminasi (NJH 2007). Menurut CDC (2012) bahwa beberapa E.coli bersifat
pathogen dan dapat menyebabkan penyakit diare dan penyakit di luar usus.
Menurut Brooks et al. (2005), E.coli merupakan mikroflora alami yang
terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Beberapa galur E.coli yang
dapat menyebabkan penyakit pada manusia adalah enteropathogenic E.coli,
enterotoxigenic E.coli, entorohaemorrhagic E.coli, enteroinvasive E.coli, dan
enteroaggregative E.coli. Selain itu, Menurut Rahayu dan Nurwiti (2012), E.coli
dapat menyebar melalui konsumsi air minum yang telah terkontaminasi dan
daging mentah atau susu non pasteurisasi. Bahan pangan perlu diperhatikan agar
konsumen tidak mengalami dampak serius akibat mengonsumsi E.coli dari
makanan maupun minuman yang dikonsumsi. Parameter batas kehidupan bakteri
pathogen E.coli dapat dilihat pada Tabel 2.

4
Tabel 2 Parameter batas kehidupan bakteri patogen E.coli
Parameter
Suhu (ᵒC)

Minimum
7-8

Optimum
35-40

Maksimum
44-46

E.coli (Semua tipe)
VTEC 0157:H7

6.5

37

44-45

pH (E.coli Patogen)

4,4

-

-

aw (E.coli Patogen)

0.95

-

-

Sumber : Blackburn et.al (2013)
Escherichia coli pada Daging
Bahan pangan seperti daging memiliki kadar air yang tinggi sehingga
mudah ditumbuhi oleh mikroba. Selain kadar air yang tinggi, kondisi yang
mendukung mikroba untuk tumbuh pada daging adalah ada atau tidaknya oksigen,
terutama pada kondisi aerobik. Keberadaan mikoba pada daging dapat
menyebabkan kerusakan sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Beberapa jenis
mikroba yang dapat merusak daging diantaranya adalah Escherichia coli,
Clostridium, Pseudomonas, Achromobacter, dan Proteus (Rahayu dan Nurwitri
2012). Salah satu mikroba yang paling mudah tumbuh pada daging adalah
Escherichia coli. Hal ini dikarenakan E.coli dapat tumbuh pada kondisi aerob
maupun anaerob.
Daging yang terkontaminasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya
seperti kontak daging secara langsung dengan udara, air cucian daging yang
terkontaminasi. Hal ini didukung oleh pernyataan oleh pernyataan Rahayu dan
Nurwitri (2012) dimana mikroba dapat merusak daging pada kondisi anaerobik
terutama pada saat daging dikemas vakum. Hal ini dapat terjadi karena bakteri
anaerobik dapat menempel pada kemasan dan kemudian mengkontaminasi daging
yang dikemas. Keberadaan bakteri patogen yang terdapat pada bahan pangan
seperti daging dapat menurunkan kualitas daging sehingga tidak layak untuk
dikonsumsi. Daging memiliki standar mutu mikrobiologi yang tarkandung
ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3 Syarat mutu mikrobiologi daging sapi
Jenis Uji
Total Plate Count

Satuan
cfu/g

Persyaratan
Maksimum 1

Coliform

cfu/g

Maksimum 1

Staphylococcus aureus

cfu/g

Maksimum 1

Salmonella sp

per 25 g

Eschericia coli

cfu/g

Sumber : BSN (2008)

Negatif
Maksimum 1

5
Methyl Red
Pewarna methyl red (C15H15N3O2) merupakan pewarna azo yang biasa
digunakan sebagai indikator warna yang berubah warna apabila bereaksi dengan
larutan asam. Methyl red berwarna pada pH 4.4 berwarna merah dan pH di atas
6.2 berwarna kuning (Ancharya 2014). Gambar 1 menunjukkan batas pH dari
indikator warna methyl red.
4.4



6.2

a
b
Gambar 1 Batas pH indikator warna methyl red (a) pH dibawah 4.4
(b) pH diatas 6.2
Dalam mikrobiologi, pengujian methyl red digunakan untuk mengukur
keasaman dari kultur dalam media penyangga yang berisi glukosa dan pepton,
tetapi nilai pH yang dihasilkan tidak selalu dicapai pH rendah pada saat
pertumbuhan. Hasil uji positif methyl red adalah bakteri Escherichia coli,
sedangkan uji negatif adalah bakteri Klebsiella aurogenes. Perubahan warna
methyl red terdapat dua tahap. Tahap awal dari fermentasi glukosa oleh E.coli dan
Klebsiella aurogenes cukup memproduksi asam untuk mengubah indikator methyl
red menjadi merah (+ve). Tahap selanjutnya Klebsiella aurogenes memecah
asam piruvat dan asam-asam lain menjadi proses penetralan, methyl red berubah
menjadi kuning (+ve) (Hemraj V et al. 2013).
Selain itu, methyl red digunakan untuk mengidentifikasi limbah industri
dengan mengetahui jumlah E.coli pada sampel limbah. Menurut Clarence (2013),
methyl red berfungsi untuk mewarnai larutan dalam sampel air limbah. Jumlah
E.coli yang berlebihan pada limbah menandakan bahwa limbah sudah tidak
memenuhi standar karena dapat mencemari lingkungan. Cara mengidentifikasi
limbah dengan menguji sampel diteteskan dengan larutan indikator, jika berwarna
merah maka sampel limbah dapat mencemari linkungan.

METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, methyl red
(MR), agar bubuk, tapioka, gliserol, susu, telur dan biakan E.coli. Sementara itu
daging segar disiapkan untuk aplikasi label indikator.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gelas piala, gelas arloji,
erlenmeyer, sudip, pipet volumetrik, pipet mikro, pH meter, plastik LDPE, cawan
petri. Selain itu juga dibutuhkan neraca analitik, termometer, magnetic stirrer,
incubator, colorimeter dan penetrometer.

6
Metodologi
Pembuatan Label
Pengaruh konsentrasi Methyl Red
Tahap pertama pembuatan label dilakukan adalah pengujian pengaruh
konsentrasi Methyl Red yaitu 1% dan 0.5% dan 0.005%. Pemilihan konsentrasi
terbaik berdasarkan pada perubahan warna label yang terlihat secara visual dan
waktu yang singkat. Pembuatan label Methyl Red ini menggunakan formulasi
yang telah dikembangkan oleh Dwirianti (2014). Diagram alir pembuatan label
Methyl Red dapat dilihat pada Gambar 2.

Agar Bubuk
Methyl Red *

Tapioka
Homogenisasi

air destilata
Sterilisasi suhu 121ᵒC, 15 menit

Gliserol

Larutan agar

Penuangan ke cawan petri

E.coli

pendinginan

Label + E.coli
Gambar 2 Diagram alir pembuatan label methyl red
*Keterangan: Methyl red dengan konsentrasi berbeda yaitu 1%,
0.5% dan 0.005% methyl red
Pembuatan label dilakukan dengan menghomogenkan 100 mL air destilata,
0.5 g tapioka, 2 g agar bubuk, 1 mL gliserol dan methyl red (1% atau 0.5% atau
0.005%). Sebelum pencampuran, methyl red dilarutkan dalam alkohol. Setelah
seluruh bahan homogen dengan baik, larutan disterilisasi dalam otoklaf pada suhu
121ᵒC selama 15 menit. Larutan label dimasukkan ke dalam cawan dan
diinokulasi dengan 1 mL E.coli pengenceran 101. Kemudian campuran tersebut
didinginkan hingga memadat.
Pengaruh nutrisi
Pada penelitian ini nutrisi sangat mempengaruhi cepat atau lambatnya
mikroorganisme tumbuh pada suatu media. Sumber nutrisi yang digunakan pada

7
penelitian ini yaitu gliserol, telur dan susu. Diagram alir pembuatan label dengan
penambahan nutrisi dapat dilihat pada Gambar 3.
Agar Bubuk

Nutrisi*
Methyl Red

Tapioka

Homogenasasi

air destilata

Gliserol
Sterilisasi suhu 121ᵒC, 15 menit

Larutan agar

Penuangan ke cawan petri

E.coli

Pendinginan

Label + E.coli
Gambar 3 Diagram alir pembuatan label methyl red- Nutrisi
*Keterangan: Nutrisi yaitu gliserol, telur dan susu
Penambahan nutrisi dilakukan pada tahap pencampuran bahan. Nutrisi yang
ditambahkan yaitu 3 mL gliserol atau 1 mL kuning telur atau 1 mL susu dalam
100 mL aquades. Pemilihan nutrisi terbaik berdasarkan pada perubahan warna
label yang signifikan terlihat secara visual dan waktu yang singkat.
Uji Sensitivitas Label sebagai pendeteksi Escherichia coli
Uji sensitivitas label terhadap keberadaan E.coli dilakukan pada suhu (2
°C dan (25
°C. Metode dilakukan berdasarkan Dwirianti (2014).
Sebelum uji sensitivitas label cerdas, biakan E.coli dilakukan proses pengenceran
terlebih dahulu untuk mengetahui jumlah biakan E.coli yang akan dimasukkan ke
dalam cawan berisi media EMB agar. Pengenceran dilakukan dari 10-1 hingga 10-8..
Pada uji ini pengenceran yang dipakai adalah 10-1, 10-5 dan 10-8. Pengujian
dilakukan dengan metode penangkapan pada label terbaik yang telah di cetak 3
cm × 3 cm dan dikemas dalam plastik LDPE ( Low Density Polyethylene). Label
ditempelkan pada permukaan dalam tutup cawan, E.coli ditumbuhkan pada media
dan ditutup dengan tutup cawan yang sudah diberi label (lihat Gambar 4). Setelah
itu, sampel diinkubasi pada suhu (2
°C selama 144 jam diamati setiap 24 jam.
Sampel juga disimpan pada suhu (25
°C selama 24 jam dan dilakukan

8
pengamatan setiap 4 jam. Label diamati perubahan warna dan dihitung jumlah
koloni. E.coli yang tumbuh pada label yang dihitung dengan metode Total Plate
Count (TPC). Selain itu, sensitivitas label cerdas dilakukan tanpa bakteri E.coli.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah label sensitif terhadap pertumbuhan
bakteri lain. Uji tanpa bakteri E.coli yaitu blanko (tanpa media dan tanpa bakteri
di dalam cawan), media TSA tanpa biakan E.coli, dan cawan berisi biakan
mikroba lain. Prosedur analisa disajikan pada Lampiran 1.
Label indikator
2 cm

0.7 cm
EMB agar dengan
biakan E.coli

Gambar 4 Uji sensitivitas Label
Aplikasi Label pada Daging
Label diaplikasikan pada daging dengan cara meletakkaan label berukuran
3 cm × 3 cm (yang dikemas dengan plastik LDPE) pada permukaan dalam plastic
cling wrap yang membungkus daging (Lihat Gambar 5). Sebanyak 40 g daging
dikemas Styrofoam dan ditutup dengan cling wrap film. Daging disimpan selama
24 jam pada suhu ruang. Uji yang dilakukan meliputi perubahan warna label,
jumlah E.coli pada daging dan label dan penurunan mutu daging yang terdiri dari
kekerasan, pH, Total Plate Count (TPC) dan gas volatil. Pengujian dilakukan
setiap 4 jam hingga jam ke-24. Prosedur analisa disajikan pada Lampiran 1.
Plastic wrap
Styrofoam

0.5 cm

4 cm

Daging
Gambar 5 Aplikasi label pada daging dalam kemasan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Label
Pemilihan konsentrasi Methyl Red
Pembuatan label pendeteksi E.coli dilakukan dengan memilih konsentrasi
methyl red. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi methyl red
terhadap perubahan warna label. Label terbaik berdasarkan perubahan warna label
terlihat secara visual dengan waktu yang singkat. Tabel 4 menunjukkan pengaruh
jenis methyl red terhadap perubahan warna label.

9
Tabel 4 Pengaruh jenis methyl red terhadap perubahan warna label
Konsentrasi
Sebelum Uji
Setelah Uji perubahan
Methyl Red
warna label

1%
0 jam

120 jam

0 jam

72 jam

0 jam

48 jam

0.5%

0.005%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi terbaik dari methyl red
yaitu 0.005% selanjutnya 0.5% dan 1%. Methyl red dengan konsentrasi 0.005%
memberikan perubahan warna paling cepat dalam kurun waktu 48 jam dan terlihat
secara signifikan dari warna kuning menjadi merah. Hal tersebut menunjukkan
semakin kecil konsentrasi methyl red maka perubahan warna label semakin cepat.
Perubahan warna label dikarenakan adanya asam hasil fermentasi E.coli yang
mengubah kondisi media menjadi kondisi asam. Menurut Daniel F et al. (1970)
Asam pada media mengeluarkan [H+] kemudian ditangkap oleh methyl red
sehingga berubah warna menjadi merah (HMR). Sedangkan basa akan
melepaskan [OH-] yang akan ditangkap methyl red sehingga berubah manjadi
kuning(MR-). Gambar 6 menunjukkan struktur molekul asam-basa methyl red.

Sumber: Daniel F et al. (1970)
Gambar 6 Struktur molekul asam-basa methyl red

10
Pengaruh nutrisi
Pengujian pengaruh nutrisi terhadap perubahan warna label dilakukan untuk
memilih sumber nutrisi untuk E.coli. Hal ini bertujuan untuk mempercepat
pertumbuhan bakteri E.coli, sehingga label menjadi lebih sensitif atau dapat
mendeteksi E.coli lebih cepat. Menurut Tortora (2006) bahwa media harus
memiliki nutrisi yang dapat digunakan oleh mikroorganisme agar tumbuh dengan
baik. Nutrisi pertumbuhan mikroba terdiri dari karbon, nitrogen, sulfat, fosfor dan
unsur mineral. Tabel 5 menunjukkan pengaruh jenis nutrisi terhadap perubahan
warna label.
Tabel 5 Pengaruh jenis nutrisi terhadap perubahan warna label
Nutrisi

Sebelum Uji

Setelah Uji perubahan
warna label

3% Gliserol
0 jam

40 jam

Kuning Telur

0 jam

15 jam

Susu
0 jam

12 jam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nutrisi terbaik yaitu susu, selanjutnya
kuning telur dan gliserol. Susu yang ditambahkan pada media bertujuan untuk
meningkatkan kandungan laktosa sebagai sumber nutrisi untuk E.coli. Susu
merupakan sumber protein bermutu tinggi dengan kadar sekitar 3.5% dan
memiliki sumber karbohidrat utama berupa laktosa. Komposisi susu adalah
sebagai berikut: lemak 3%, protein 3.4%, laktosa 4.8%, abu 0.72% dan air 87.10%
(Winarno 1993). Label methyl red yang ditambahkan susu menghasilkan label
terbaik, dapat berubah warna dalam kurun waktu 12 jam. Hal ini karena E.coli

11
memfermentasi laktosa menjadi asam laktat dan gas (Frobisher 1968). Asam
laktat yang dihasilkan mengakibatkan pH menurun dan mengubah wana lebel.
Pengaruh nutrisi selanjutnya yaitu kuning telur. Penambahan kuning telur
bertujuan untuk meningkatkan kadar protein sebagai sumber nutrisi. Protein telur
merupakan protein yang bermutu tinggi dan mudah dicerna. Protein yang
terkandung pada kuning telur lebih banyak daripada putih telur yaitu sebesar
16.5%, sedangkan pada putih telur sebesar 10.9% (Sudaryani 2003). Label methyl
red yang ditambahkan kuning telur berubah warna dalam kurun waktu 15 jam.
Perubahan label terjadi secara cepat, namun ada kemungkinan label sudah
mengalami kontaminasi bakteri lain. Hal ini dikarenakan metode penambahan
telur dilakukan setelah sterilisasi.
Selain itu, pengaruh nutrisi lainnya yaitu penambahan gliserol. Penambahan
gliserol bertujuan untuk meningkatkan kadar karbon sebagai sumber nutrisi.
Karbon digunakan oleh mikroba sebagai sumber energi untuk menghasilkan
protein, karbohidrat dan lemak (Tortora 2006). Menurut Gontrad et al (1993),
gliserol merupakan produk turunan hasil reaksi hidrolisis trigliserida dan air.
Selain itu, gliserol mengandung 3 atom karbon dan lemak. Label methyl red yang
ditambahkan 3% gliserol berubah warna dalam kurun waktu 40 jam. Perubahan
warna label dengan penambahan gliserol paling lama. Hal ini dikarenakan karbon
yang terkandung pada gliserol tidak berpengaruh pada pertumbuhan E.coli.
Label yang diuji dengan metode penangkapan pada suhu 25±2 ᵒC juga
mengalami perubahan dari warna kuning menjadi merah. Perubahan warna pada
label ini terjadi dalam kurun waktu 12 jam. Perubahan warna pada label dapat
dilihat pada Gambar 7.

(a)

(b)

Gambar 7 Perubahan warna label methyl red (a) 0 jam; (b) sesudah 12 jam

Sensitivitas Label Cerdas dalam Mendeteksi Escherichia coli
Sensitivitas pada suhu yang berbeda dilakukan untuk mengetahui waktu
yang dibutuhkan oleh label berubah warna pada suhu penyimpanan yaitu (2
°C dan (25
°C. Uji sensitivitas dilakukan untuk mendeteksi
keberadaan E.coli dengan metode penangkapan. Pada uji ini pengenceran yang
digunakan yaitu 10-1, 10-5 dan 10-8. Jumlah koloni E.coli ketiga pengenceran dapat
dilihat pada Tabel 6.

12
Tabel 6 Jumlah koloni E.coli pada EMB agar
Pengenceran

Jumlah koloni (cfu)

10-1
10-5
10-8

TBUD
TBUD
20

Keterangan:
TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung)
Pada pengulangan pertama, jumlah koloni E.coli pada pengenceran 10-1 dan
10 adalah TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung), begitu juga dengan
pengulangan kedua. Hal ini karena jumlah E.coli yang diinokulasi ke dalam media
EMB agar sudah lebih dari 300 koloni. Pada pengenceran 10-8 pengulangan
pertama jumlah koloni E.coli sebanyak 17 cfu dan pada pengulangan kedua
sebanyak 22 cfu. Hal ini karena semakin tinggi pengenceran maka jumlah E.coli
semakin sedikit. Gambar 8 menunjukkan jumlah bakteri E.coli yang tertangkap
oleh label pada suhu 25±2ᵒC.
-5

Log (Jumlah E.coli/ cfu)

6
5
4
3
2
1
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu (Jam)

Gambar 8 Grafik Jumlah E.coli pada label suhu 25±2ᵒC. pengenceran 10-1 ( );
pengenceran 10-5 ( ); pengenceran 10-8 ( )
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi E.coli yang
dituangkan ke media maka pertumbuhan E.coli semakin cepat, sehingga label
lebih cepat berubah warna. Bakteri E.coli tumbuh pada suhu 25±2ᵒC. Pada
pengenceran 10-1 jumlah koloni E.coli jam ke-8 hingga jam ke-24 meningkat dari
log 0.69 (1.2 × 101) cfu/g menjadi log 5.34 (2.21×105) cfu/g. Hal ini sejalan
dengan perubahan warna label pada jam ke-8 yaitu dari kuning menjadi merah
(Lampiran 2). Jumlah koloni E.coli pada pengenceran 10-5 meningkat pada jam
ke-12 hingga jam ke-24 dari log 1.3 (2.0×101) cfu/g menjadi log 4.77 (5.95×104 )
cfu/g. Perubahan warna label pada pengenceran ini lebih lama dari pengenceran
10-1 yaitu berubah warna pada jam ke-16. Sedangkan pada pengenceran 10-8
jumlah koloni E.coli meningkat pada jam ke-16 hingga jam ke-24 yaitu dari log
0.24 (0.15×101) cfu/g menjadi log 1.40 (2.55×101 ) cfu/g. Pada pengenceran ini
perubahan warna label paling lama yaitu pada jam ke-20. Hal ini sejalan dengan
penelitian Dwirianti (2014) bahwa jumlah E.coli yang banyak membuat media
lebih cepat berubah menjadi kondisi asam, sehingga label cerdas lebih cepat
berubah warna.

13
Pada suhu 2±2ᵒC tidak terdapat koloni E.coli yang tertangkap oleh label.
Hal ini sejalan dengan label yang tidak mengalami perubahan warna selama
penyimpanan 144 jam (tujuh hari) pada suhu 2±2ᵒC, sehingga tidak terjadi
penurunan pH. Sensitivitas label terhadap pertumbuhan E.coli terhambat oleh
suhu. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Lestari (2013) bahwa E.coli tidak
tumbuh pada suhu 0ᵒC. selama penyimpanan 144 jam. Hal ini didukung oleh
pernyataan Meliawati (2009) bahwa E.coli tumbuh pada suhu 8-46ᵒC dan tidak
dapat tumbuh pada suhu beku. Perubahan warna label pada suhu 2±2ᵒC dapat
dilihat pada Lampiran 3.
Uji sensitivitas label cerdas juga dilakukan untuk membuktikan bahwa label
hanya sensitif terhadap adanya E.coli. Sensitifitas label cerdas yang dilakukan
yaitu uji blanko, media tanpa biakan E.coli dan media yang berisi biakan bakteri
Salmonella thypi. Sensitivitas label tanpa biakan bakteri E.coli dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7 Sensitivitas label tanpa bakteri E.coli
Perlakuan

0 jam

12 jam

24 jam

Blanko

Tanpa
Bakteri

S.thipy
Hasil penelitian menunjukkan bahwa label cerdas pada blanko dan media
tanpa bakteri tidak mengalami perubahan warna. Label cerdas yang diuji dengan
bakteri S.thipy juga tidak berubah warna. Hal ini dikarenakan S.thipy tidak dapat
memfermentasi karbohidrat laktosa dan sukrosa seperti bakteri E.coli. Pada
pengujian ini membuktikan bahwa label tidak sensitif terhadap adanya S.thipy.
Hal ini dikarenakan label mengandung laktosa, dimana menurut Puspaningrum
(2008) bahwa fermentasi laktosa oleh E.coli dapat membedakan spesies E.coli
dengan bakteri Gram negatif lainnya.
Aplikasi Label pada penyimpanan Daging
Label diaplikasikan pada daging sapi seperti yang terlihat pada Gambar 9.
Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang sehingga dapat mempercepat proses
kerusakan daging. Beberapa uji dilakukan untuk mengetahui mutu daging dan

14
kinerja label terhadap pertumbuhan E.coli selama penyimpanan. Pengujian
dilakukan terhadap nilai pH, tekstur dan jumlah bakteri TPC.

Plastic wrap
Styrofoam
Label Cerdas
Daging sapi

Gambar 9 Aplikasi label pada penyimpanan daging sapi
Karakteristik Daging Selama Penyimpanan
Nilai pH Daging Sapi Selama Penyimpanan
Pengamatan nilai pH daging sapi dilakukan selama penyimpanan. Menurut
Soeparno (1992) bahwa hewan setelah mati metabolisme aerobik tidak terjadi
karena sirkulasi darah yang membawa oksigen ke jaringan otot terhenti, sehingga
metabolisme berubah menjadi sistem anaerobik yang menyebabkan terbentuknya
asam laktat. Nilai pH daging sapi selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar
10.
7
6.8
6.6

pH

y = -0.0161x + 6.6357
R² = 0.8437

6.4
6.2
6
0

5

10

15

20

25

30

Lama Penyimpanan (Jam)
Gambar 10 Nilai pH daging sapi selama penyimpanan
Nilai pH daging sapi selama penyimpanan menunjukkan pada awal
penyimpanan sebesar 6.6 dan terus menurun pada penyimpanan 24 jam sebesar
6.3. Dari data tersebut dapat diperoleh nilai slope sebesar -0.0161, dimana terjadi
penurunan pH pada grafik. Hal ini dapat terjadi akibat penimbunan asam laktat
dalam daging menyebabkan turunnya pH jaringan otot seperti yang dikatakan oleh
Soeparno (1992). Pada kondisi normal menurut Yanti et al (2008) nilai pH daging
sapi berkisar 5.46-6.29. Nilai pH daging sapi pada penelitian ini relatif tinggi,

15
menurut Purbowati et al. (2006) nilai pH yang tinggi dalam daging dapat
disebabkan oleh cadangan glikogen otot yang rendah. Respon yang serupa juga
ditemukan oleh Kuswandi et al. (2014) untuk indikator daging ayam potong segar
berdasarkan peningkatan pH.
Kekerasan Daging Sapi Selama Penyimpanan

Nilai Kekerasan
(mm/5s)

Uji kekerasan daging bertujuan untuk mengetahui mutu daging. Menurut
Soeparno (1992) tingkat kekerasan bervariasi pada spesies dan otot yang sama,
selain itu kekerasan daging ditentukan oleh struktur miofibrial, status kontraksi,
kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya. Berdasarkan variasi tersebut
nilai kekerasan daging tidak tercantum sebagai salah satu parameter pada SNI
daging (BSN 2008). Hasil Uji kekerasan dapat dilihat pada Gambar 11.
25
20
15
10
5
0

y = -0.4003x + 20.265
R² = 0.9569
0

5

10
15
20
25
Lama Penyimpanan (Jam)

30

Gambar 11 Nilai kekerasan daging ayam terhadap lama penyimpanan
Hasil pengujian tersebut menunjukkan pada jam ke-0 nilai kekerasan adalah
20.6 mm/5s semakin menurun hingga jam ke-24 menunjukkan nilai 9.9 mm/5s.
Dari data tersebut didapatkan nilai slope sebesar -0.4003, dimana terjadi
penurunan nilai kekerasan pada grafik. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin
lama proses penyimpanan maka kekerasan daging semakin berkurang. Nilai
kekerasan merupakan nilai yang menunjukkan kedalaman jarum penetrometer
dapat masuk ke dalam sampel selama 5 detik. Semakin dalam jarum, maka
semakin tinggi nilai kekerasan yang dihasilkan. Sementara semakin dalam jarum
masuk, maka tekstur sampel semakin empuk. Hal tersebut menunjukkan bahwa
nilai kekerasan berbanding terbalik dengan tingkat keempukan sampel.
Menurut Palupi (1986) sesaat setelah hewan dipotong, perubahan biokimia
dalam jaringan masih terjadi, Setelah itu terjadi kerusakan yang disebabkan oleh
mikroorganisme mendegradasi protein dan lemak menjadi gas, air dan senyawa
kecil. Perubahan struktur tersebut mengakibatkan terurainya komponen daging
dan perubahan struktur menjadi lebih lunak. Hal ini sejalan dengan hasil
pengamatan nilai TPC yang akan dibahas pada sub bab berikutnya.
Total Plate Count (TPC) Daging Sapi Selama Penyimpanan
Proses pembusukan pada daging salah satunya disebabkan oleh mikroba.
Pengujian Total Plate Count (TPC) bertujuan untuk mengetahui mikroba yang
terkandung di dalam daging sehingga mutu daging dapat diketahui. Hasil

16
pengujian TPC pada daging sapi dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar
12.

Log (Jumlah
TPC/cfu)

10
8
6

y = 0.1814x + 4.9351
R² = 0.9568

4
2
0
0

5

10

15

20

25

30

Lama penyimpanan (jam)
Gambar 12 Hasil uji TPC terhadap lama penyimpanan daging
Hasil pengujian menunjukkan bahwa peningkatan nilai TPC terjadi dari
jam ke-0 hingga jam ke-24. Pada awal penyimpanan, jumlah mikroba TPC
sebesar log 5.14 (1.41×105) cfu/g dan terus meningkat jumlah mikroba TPC jam
ke-24 sebesar log 9.09 (1.25×109) cfu/g. Dari data tersebut dihasilkan nilai slope
sebesar 0.1817, artinya terjadi kenaikan jumlah mikroorganisme. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan daging, maka semakin
banyak mikroba yang tumbuh. Anggraeni (2012) menyatakan bahwa pengukuran
seberapa jauh tingkat kerusakan daging dapat dilihat dari banyaknya bakteri yang
tumbuh dan berkembang pada daging. Menurut BSN (2008) ambang batas jumlah
mikroba TPC pada daging adalah 106 cfu/g, berdasarkan penelitian ini daging
yang sudah tidak layak dikonsumsi yaitu daging pada penyimpanan 12 jam.
Pengukuran Konsentrasi Senyawa Volatil
Daging selama penyimpanan mengalami kebusukan. Kebusukan daging
dapat menyebabkan gas beraroma tidak sedap. Hal ini disebabkan oleh bakteri
yang mendekomposisi protein menjadi asam amino dan terdeaminasi menjadi
senyawa berbau busuk. Beberapa bakteri tersebut adalah E.coli, Pseudomonas,
Citrobacter, Aeromonas, Salmonella (Iskandar 2014). Senyawa volatil yang
dihasilkan daging selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Senyawa volatil yang dihasilkan daging selama penyimpanan
Lama Penyimpanan
(jam)
0
4
8
12
16
20
24

CO (%)
0
0
63.12
224
254
272.4
331.7

Senyawa Volatil
SO2 (ppm) H2S (ppm)
0
0
0
0
0
0
6.19
7.43
10.6
12.65
14.2
14.36
37.2
16.24

CO2 (%)
6.2
8.6
12
15.5
23.34
23.34
72.41

Gas volatil yang dihasilkan daging selama penyimpanan 24 jam adalah CO,
SO2, H2S dan CO2. Pada penyimpanan jam ke-0 terdeteksi gas volatil berupa CO2
dengan konsentrasi sebesar 6.2%. Pada jam ke-12 terdeteksi CO, SO2, H2S dan

17
CO2 dengan konsentrasi masing-masing 224 %, 6.19 ppm, 7.43 ppm dan 15.5%.
Semakin lama penyimpanan konsentrasi gas volatil semakin meningkat. Hal ini
sejalan dengan jumlah mikroba pada daging, dimana semakin banyak mikroba
maka gas volatil yang dihasilkan semakin banyak. Hasil ini serupa dengan
penelitian Iskandar (2014) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan
konsentrasi H2S selama penyimpanan pada daging ayam sehingga label merubah
warna dari kuning kemerahan menjadi merah. Penelitian yang sama juga
dilakukan oleh Puligundla P. et al. (2011) yaitu kemasan cerdas untuk mendeteksi
CO2 sebagai indikator kerusakan produk.
Karakteristik Label Selama Penyimpanan
Respon Warna Label Terhadap Jumlah Bakteri E.coli
Proses pembusukan daging dapat terjadi diakibatkan oleh mikroba salah
satunya adalah bakteri E.coli. Menurut BSN (2008) bahwa ambang batas bakteri
E.coli yang terkanding pada daging sapi sebesar 101 cfu/g. Jumlah bakteri E.coli
yang melebihi batas tersebut daging sapi sudah tidak layak untuk dikonsumsi.
Jumlah bakteri E.coli pada daging dan label selama penyimpanan dapat dilihat
pada Gambar 13.

Log (Jumlah E.coli
(cfu/g))

6
y = 0.1905x + 0.5056
R² = 0.9622

5
4

E.coli pada Daging

3

E.coli pada Label

2

y = 0.1967x - 0.5891
R² = 0.9342

1
0
-1

0

5

10

15

20

25

30

Lama Penyimpanan (Jam)
Gambar 13 Jumlah E.coli pada daging dan yang tertangkap label suhu (25±2)ᵒC
Bakteri E.coli pada daging dan yang tertangkap oleh label selama
penyimpanan semakin lama semakin banyak. Pada awal penyimpanan bakteri
E.coli pada daging sebesar log 0.9 (0.9×101) cfu/g, namun E.coli belum dapat
ditangkap oleh label. Bakteri E.coli dapat ditangkap oleh label pada jam ke-8
ketika E.coli sudah melebihi 101 cfu/g yang merupakan ambang batas bakteri
E.coli pada daging menurut BSN (2008). Saat bakteri E.coli pada daging sebesar
log 1.4 (2.9×101) cfu/g, pada label sebesar log 0.9 (0.8×101) cfu/g. Laju
pertumbuhan bakteri E.coli pada daging sebesar 0.1905, sedangkan laju
pertumbuhan pada label sebesar 0.1967. Grafik tersebut menunjukkan bahwa
pertumbuhan E.coli pada label dapat merepresentasikan pertumbuhan E.coli pada
daging. Seiring dengan meningkatnya jumlah bakteri E.coli, label mengalami
perubahan warna dari kuning menjadi merah. Hasil pengamatan respon perubahan

18
warna label ditunjukkan pada Lampiran 5. Adapun perubahan nilai dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9 Nilai warna label indikator terhadap lama penyimpanan daging sapi
Lama penyimpanan
daging sapi (jam)
0
4
8
12
16
20
24

Nilai L

Nilai a

Nilai b

82.48
75.35
63.09
55.64
54.01
50.97
47.47

-10.18
-9.73
13.41
20.41
32.03
36.05
40.55

74.99
64.77
44.47
41.21
36.97
32.64
30.66

Nilai
Chroma
75.68
65.46
46.71
45.98
48.51
48.63
50.84

Nilai
ᵒhue
82.27
81.49
73.33
63.66
48.99
42.30
37.23

Dari Tabel 9 dapat diketahui respon perubahan warna label cerdas selama
penyimpanan daging sapi. Warna merupakan informasi yang mudah diketahui
oleh konsumen dalam menentukan mutu suatu pangan. Perubahan warna pada
label menentukan kelayakan label untuk digunakan sebagai media informasi. Alat
yang digunakan adalah colorimeter, nilai yang ditunjukkan pada alat ini yaitu L, a
dan b merupakan standar internasional pengukuran warna diterbitkan oleh
Hunterlab Association Laboratory (2008). Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah nilai C (Chroma) dan nilai ᵒhue. Nilai Chroma merupakan nilai yang
menunjukkan tingkat saturasi warna yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai
Chroma, maka semakin tinggi saturasi warna yang dihasilkan. Grafik perubahan
nilai Chroma dapat dilihat pada Gambar 14.

Nilai chroma

80
70
60
50
40
0

1

2

3

4

5

Log (Jumlah E.coli pada label (cfu/g))
Gambar 14 Nilai Chroma label terhadap jumlah E.coli
Hasil pengamatan selama 24 jam terhadap perubahan nilai chroma label
menunjukkan nilai yang fluktuatif. Nilai chroma menurun dari jam ke-0 hingga
jam ke-12 dari 75.68ᵒ menjadi 45.98ᵒ. Namun terjadi peningkatan dari jam ke-12
hingga jam ke-24 yaitu menjadi 50.84ᵒ. Berdasarkan Gambar 15 bahwa pada saat
jumlah E.coli sedikit maupun banyak perubahan nilai chroma label yang terjadi
tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa saturasi warna label tidak
dipengaruhi oleh jumlah E.coli.

19
Selain nilai chroma selanjutnya dihitung nilai ᵒhue. Nilai ᵒhue merupakan
nilai yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan perubahan warna pada
label saat awal hingga label berubah. Nilai ᵒhue dihitung dari invers tangen
perbandingan nilai b dan nilai a. Menurut MacDougall (2002) bahwa nilai ᵒhue
merupakan gambaran dari sumbu 360ᵒ dimana daerah kuadran 1 menunjukkan
warna kemerahan, daerah kuadran 2 menunjukkan warna kuning hijau, daerah
kuadran 3 menunjukkan warna hijau biru dan kuadran 4 menunjukkan warna ungu.
Dari nilai ᵒhue yang telah didapatkan terhadap lama penyimpanan, maka dapat
diketahui wara kromatik visual yang terlihat apabila dihubungkan dengan jumlah
E.coli yang tertangkap oleh label selama penyimpanan daging sapi. Grafik
perubahan nilai ᵒhue dapat dilihat pada Gambar 15.
100

Nilai ᵒhue

80
60
40

y = -10.265x + 79.45
R² = 0.9365

20
0
0

1

2

3

4

5

Log (Jumlah E.coli pada label (cfu/g))
Gambar 15 Nilai ᵒhue label cerdas
Pada jam ke-0 ᵒhue menunjukkan 82.27ᵒ dan menurun menjadi 64.66ᵒ pada
jam ke-12. Berdasarkan hubungan nilai ᵒhue dan daerah warna kromatik visual,
nilai tersebut berada dalam kategori warna kuning merah. namun terjadi
perubahan kategori warna pada jam ke-16 dengan nilai ᵒhue sebesar 48.99ᵒ dan
semakin menurun hingga jam ke-24 dengan nilai 37.23ᵒ. Indikator dengan
penyimpanan selama 16 jam hingga 24 jam memiliki kategori warna merah.
Nilai ᵒhue juga dipengaruhi oleh jumlah E.coli yang tertangkap oleh label.
Pada saat jumlah E.coli 0 nilai ᵒhue sebesar 82.27ᵒ. Hal ini menunjukkan bahwa
warna kromatis label pada mulanya adalah kuning merah. Semakin tinggi jumlah
E.coli maka ᵒhue semakin menurun. Hal ini dapat dilihat ketika jumlah E.coli
sebesar log 4.43 (2.7×104) cfu/g, nilai ᵒhue turun menjadi 37.23ᵒ, dimana warna
kromatis label menunjukkan warna merah. Berdasarkan data tersebut dihasilkan
nilai slope sebesar -10.237, dimana terjadi penurunan pada grafik.

Potensi Aplikasi Label
Label dapat digunakan sebagai pendeteksi E.coli pada kerusakan produk
daging. Hal ini ditandai dengan terjadinya perubahan warna label. Penampakan
label indikator secara visual terlihat degradasi warna yang ditunjukkan pada
Gambar 16.

20
0

4

Segar

8

12

16

Segera
dikonsumsi

20

24

(Jam)

Rusak

Gambar 16 Degradasi perubahan warna label pada suhu 25±2ᵒC
Gradasi warna dapat dilihat bahwa terjadi perubahan warna yang dapat
dilihat secara visual. Perubahan warna yang terjadi yaitu kuning menjadi merah.
Hal ini berarti jumlah E.coli yang terdapat pada daging dapat memfermentasi
laktosa yang terdapat pada label menjadi asam sehingga terjadi perubahan warna.
Label ini dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan E.coli dengan cepat dan
tepat. Label menunjukkan perubahan warna pada jam ke-8 hingga ke-12 berwarna
kuning kemerahan yang berarti segara dikonsumsi. Sedangkan pada jam ke-16
hingga ke-24 berwarna merah yang berarti daging sudah mengalami kerusakan,
Sehingga label dapat memberikan informasi kerusakan daging kepada konsumen.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Label pendeteksi E.coli yang terbaik dihasilkan dari methyl red dengan
konsentrasi 0.005% dan diperkaya dengan nutrisi susu, label berubah dalam kurun
waktu 12 jam. Sensitivitas label terhadap suhu penyimpanan menunjukkan bahwa
E.coli dapat tumbuh pada suhu (25
°C dan tidak tumbuh pada suhu (2
°C selama pengamatan tujuh hari. Sensitifitas label baik, hal ini karena label
dapat berubah saat mendeteksi E.coli dalam jumlah sedikit.
Penelitian utama menunjukkan bahwa daging yang disimpan pada suhu
ruang mengalami penurunan kualitas pada jam ke-12. Label dapat digunakan
sebagai informasi kerusakan daging dengan perubahan warna label saat
mendeteksi E.coli. Daging semakin rusak maka label berwarna merah.
Saran
Metode aplikasi label cerdas untuk produk pangan perlu dikaji ulang,
sehingga label tersebut dapat diaplikasikan secara konvensional.

21

DAFTAR PUSTAKA
Ancharya T. 2014. Methyl Red (MR) test: principle, procedure and result. http: //
microbionline.com/methyl-red-mr-test-principle-procedure-result/ [Internet].
[diunduh 1 juni 2015]
Anggraeni E. 2012. Penggunaan kitosan Sebagai Pengawet Alami terhadap Mutu
Daging Ayam Segar Selama penyimpanan Suhu Ruang [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor
Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 3932: 2008, Mutu karkas dan daging sapi.
Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Blackburn C, McClura P, Betts R, Legan D, Vandeven M, Stewart C, Ross T et al.
2003. Foodborne pathogens: hazards, risk analysis, and control.
Cambridge: Woodgead Publishing Ltd.
Brody AL, Strupinsky ER, Kline LR. 2001. Active packaging for food
applications. London: CRC Press.
Brooks GF, Butel SJ, Morse AS. 2001. Medical Microbiology. International
Edition. 22nd ed. McGraw-Hill. New York.
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2012. Escherichia coli.
http://www.cdc.gov/ecoli/general/index.html. [Internet]. [diunduh 19
Agustus 2015]
Clarence OK. 2013. Sessence of Photoelectric colorimetric assays of alcoholic
methyl red dye solution in the purification of azo dye-contaminated waste
water. J Chem. 1 (3) : 017-076
Daniel F J, Williams W, Bender P, Alberty R A, Cornwell C D J, and Harriman J
E. 1970. Acid Dissociation Constant of Methyl Red. Physical Chemistry.
McGraw-Hill. New York (US). 1(1): 113-115
Dwirianti Handayani. 2014. Label Cerdas Pendeteksi E.coli dari Berbagai
Indikator Warna [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Frobisher. 1968. Fundamentals of microbiology. 8th edition. Philadelphia: WB
Saunders Company
Gontrad N, Gulibert S, Cuq JL. 1993. Water and glycerol as plasticizer affect
mechanical and water vapor barrier properties of an ediblewheat film.
Journal of Food Science. 58: 206-211
Hasnedi YW. 2009. Pengembangan kemasan cerdas (smart packaging) dengan
sensor berbahan dasar kitosan, polivinil alcohol, dan pewarna indikator
bromthymol blue sebagai pendeteksi kebusukan fillet ikan nila [Skripsi].
Bogor (ID): Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan
dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Hemraj V, Diksha S, Avneet G. 2013. A Review on commonly Used Biochemical
Test For Bacteria. Innovare Journal Of Life Science.1(1): 1-7
Hunterlab. 2008. Colorimeters Versus Spectrophotometers. Virgina : Technical
Service Departement Hunter Associates Laboratory, Inc
Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance. Second Edition. Maruland (US):
Chapman Hall Food scl.
Iskandar AYS. 2014. Label Indikator Besi (II) Sulfat (FeSO4) Pendeteksi
Kebusukan Daging [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

22
Kerry JP, Day BPF, Lagaron JM, OcioMJ, Hogan SA et al. 2008. Smart
packaging technologies. UK: John Wiley & Sons Ltd.
Kuswandi B, Wicaksono Y, Jayus J, Abdullah A, Heng L, Ahmad MM. 2007.
Smart Packaging: Sensors for Monitoring of Food Quality and safety.
Springer. 5(1): 1932 – 7587
Kuswandi B, Jayus J, Oktaviana R, Abdullah A, Heng LY. 201