Label Cerdas Pendeteksi Escherichia coli dari Berbagai Indikator Warna

LABEL CERDAS PENDETEKSI ESCHERICHIA COLI
DARI BERBAGAI INDIKATOR WARNA

HANDAYANI DWIRIANTI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Label Cerdas
Pendeteksi Escherichia coli dari Berbagai Indikator Warna adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Handayani Dwirianti
NIM F34100090

ABSTRAK
HANDAYANI DWIRIANTI. Label Cerdas Pendeteksi Escherichia coli dari
Berbagai Indikator Warna. Dibimbing oleh ENDANG WARSIKI.
Kemasan cerdas merupakan kemasan yang mampu memberikan informasi
mengenai kondisi serta kualitas dari produk yang dikemasnya. Penelitian ini
dilakukan untuk membuat label yang dapat mendeteksi bakteri Escherichia coli.
Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mencari formulasi terbaik yang dapat
menghasilkan label cerdas dalam waktu singkat dengan perubahan warna sebagai
indikator adanya E.coli. Label pertama yaitu label PVA-EMB yang terdiri dari
EMB agar, PVA, tapioka, agar bubuk, dan gliserol. Label ini dapat mendeteksi
E.coli pada hari ketiga dengan perubahan warna dari merah muda kemudian
timbul koloni berwarna hijau. Hal ini kurang memenuhi kebutuhan karena EMB
agar itu sendiri dapat mendeteksi keberadaan E.coli dalam waktu 24 jam. Oleh
karena itu dilakukan modifikasi agar label dapat mengalami perubahan warna
akibat keberadaan E.coli. Label BHI-laktosa terdiri dari BHI broth, laktosa,

methyl red, tapioka, agar bubuk, dan gliserol. Label ini tidak menimbulkan
perubahan warna. Label ketiga yaitu label methyl red yang terdiri dari methyl red,
tapioka, agar bubuk, dan gliserol. Label ini menghasilkan label yang cukup baik
karena dapat berubah warna dalam waktu singkat. Selanjutnya dilakukan uji
sensitifitas pada label methyl red terhadap E.coli dan uji kuantifikasi warna untuk
mengetahui perubahan warna selama kurun waktu tertentu. Label mampu
mendeteksi keberadaan E.coli dalam kurun waktu 9-12 jam dan mengalami
perubahan warna dari jingga menjadi merah muda sampai merah terang.
Kata kunci: label cerdas, indikator, E.coli, methyl red

ABSTRACT
HANDAYANI DWIRIANTI. Escherichia coli Smart Label Detector with Different
Colour Indicator.Supervised by ENDANG WARSIKI.
Intelligent packaging is the packaging that is designed to provide
information about the condition and quality of packaged products. This study was
aimed to produce a label that can detect pathogenic bacteria Eschericia coli.
Preliminary research was carried out to obtain the best formulation for E.coli
smart label detector. The first label is the label PVA-EMB consisted of EMB agar,
PVA, tapioca, agar powder, and glycerol. This label can detect E.coli on the third
day with the changing colors of pink to green colored colonies. It was not

effective because the EMB itself can detect the presence of E.coli within 24 hours.
Therefore, modification of the formulation is neccesary to produce a better label.
The next label is the label BHI-lactose consisted of BHI broth, lactose, methyl red,
tapioca, agar powder, and glycerol. This label was not resulted on significant
colour change. The third label is the label methyl red consisted of methyl red,
tapioca, agar powder, and glycerol. Label methyl red was the best formulation
therefore E.coli sensitivity test and color quantification test was needed to
determine the colour change on label. This label can detect E.coli in 9-12 hours
with a color change from orange to pink-bright red.
Keywords: smart label, indicator, E.coli, methyl red

LABEL CERDAS PENDETEKSI ESCHERICHIA COLI
DARI BERBAGAI INDIKATOR WARNA

HANDAYANI DWIRIANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Label Cerdas Pendeteksi Escherichia coli dari Berbagai Indikator
Warna
Nama
: Handayani Dwirianti
NIM
: F34100090

Disetujui oleh

Dr Endang Warsiki, STP MSi
Dosen Pembimbing


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian ini yaitu “Label Cerdas Pendeteksi Escherichia coli dari
Berbagai Indikator Warna”. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.
Dr Endang Warsiki STP MSi selaku Pembimbing Akademik atas perhatian
dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
2.
Dr Ir Mohammad Yani M.Eng dan Drs Chilwan Pandji Apt MSc selaku
dosen penguji atas kritik dan sarannya.
3.
Ayahanda Tedi Suharja, Ibunda Ucu Kusumayati, dan adik Indriani

Dwilestari, beserta seluruh keluarga besar atas doa, semangat, dan kasih
sayangnya.
4.
Nanda Arisandika Surya, Hanisa Pratiwi, Roseiga Anggarani, Riris
Oktaviasari, Aloysius Boris, dan Umi Maharani atas semangat dan
dukungannya.
5.
Keluarga besar TIN 47 atas keceriaan dan kenangan indah tak terlupakan.
6.
Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Handayani Dwirianti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kemasan Cerdas
Escherichia coli
Escherichia coli pada Daging
Polivinil Alkohol (PVA)
Brain Heart Infusion Broth dan Laktosa
Indikator Warna Pendeteksi Escherichia coli
Eosin Methylene Blue Agar
Methyl Red
METODE PENELITIAN
Bahan
Alat
Metodologi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Label PVA-EMB
Label BHI-Laktosa
Label Methyl Red
Sensitifitas Label Terhadap Pertumbuhan E.coli

Kuantifikasi Perubahan Warna Label Cerdas
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xii
xii
xii
1
2
2
3
3
4
6
7
8

8
8
9
10
10
10
10
15
15
15
17
18
21
24
24
24
25
28
37


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Fungsi indikator kemasan cerdas
Jenis patogen pada E.coli
Parameter batas kehidupan bakteri patogen E.coli
Syarat mutu mikrobiologi daging sapi
Komposisi Brain Heart Infusion Broth
Komposisi EMB agar
Jumlah koloni E.coli pada pengulangan pertama
Jumlah koloni E.coli pada pengulangan kedua

Sensitifitas label tanpa bakteri
Hasil konversi nilai ke warna sebenarnya

4
5
6
7
8
9
19
20
21
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kemasan cerdas sebagai informasi kualitas bahan terkemas
Struktur monomer polivinil alkohol
Batas pH indikator warna methyl red
Perubahan warna pada indikator warna methyl red
Diagram alir pembuatan label PVA-EMB
Diagram alir pembuatan label BHI-Laktosa
Diagram alir pembuatan label methyl red
Metode penggoresan bahan label cerdas
Uji sensitifitas label
Diagram alir perhitungan E.coli pada label cerdas
Perubahan warna label PVA-EMB
Perubahan warna label BHI-laktosa
Ilustrasi perubahan warna label cerdas di dalam cawan
Label BHI-laktosa dengan metode penangkapan
Perubahan warna label methyl red dengan metode penggoresan
Perubahan warna label methyl red

3
7
9
10
11
12
13
13
14
14
15
16
16
17
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Jumlah E.coli yang tertangkap oleh label pada pengulangan pertama
Perbandingan hasil kuantifikasi perubahan warna pada label
pada pengulangan pertama
Perbandingan hasil kuantifikasi perubahan warna pada label
pada pengulangan kedua

27
28
32

1

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemasan cerdas adalah kemasan yang memiliki fungsi sebagai informasi
mengenai kualitas pangan yang dikemasnya. Informasi ini dapat berupa berbagai
macam perubahan yang tertera pada kemasan. Dalam aplikasinya, kemasan cerdas
dibuat dengan menambahkan indikator yang digunakan sebagai pendeteksi dari
kerusakan pangan yang dikemas dan dapat menjadi informasi bagi konsumen
mengenai kondisi pangan yang dikemas.
Beberapa kemasan cerdas yang telah ada yaitu kemasan cerdas indikator
warna daun erpa (Nofrida 2013), kemasan cerdas pendeteksi kebusukan fillet ikan
nila (Hasnedi 2009), dan kemasan cerdas menggunakan pewarna natural dan
sintetik (Warsiki dan Putri 2012). Kemasan cerdas Nofrida (2013) yaitu kemasan
cerdas untuk mendeteksi kerusakan produk akibat terpapar suhu tinggi. Kemasan
cerdas ini diaplikasikan pada produk susu pasteurisasi yang mudah mengalami
kerusakan jika disimpan pada suhu yang tinggi. Label akan berubah warna dari
merah menjadi kuning dalam waktu singkat apabila produk tidak disimpan pada
suhu yang tepat atau terpapar matahari. Apabila produk disimpan pada suhu
refrigerator (3+2°C) dan suhu freezer ((-10)+2°C), label tetap berwarna merah
secara visual dan mengalami perubahan warna menjadi kuning dalam kurun
waktu yang lebih lama. Kemasan cerdas Hasnedi (2009) yaitu kemasan cerdas
dengan indikator warna BTB (Bromthymol Blue) untuk mendeteksi kebusukan
fillet ikan nila. Pewarna BTB ini berfungsi sebagai indikator warna yang dapat
berubah warna dari kuning menjadi biru saat fillet ikan nila membusuk. Lain
halnya dengan kemasan cerdas indikator warna Warsiki dan Putri (2012), dimana
pewarna yang digunakan adalah pewarna alami dengan menggunakan bunga
rosella, buah bit, dan daun bayam, dan pewarna sintetik menggunakan pewarna
cherry (CL 16255). Pewarna sintetik ini menjadi informasi yang lebih baik untuk
menunjukkan penurunan mutu produk pangan akibat perubahan pH produk
dibandingkan dengan pewarna alami. Contoh lain kemasan cerdas dengan
indikator warna adalah pembuatan label cerdas pendeteksi E.coli oleh Lestari
(2013). Indikator warna yang digunakan adalah eosin dan methylene blue yang
terdapat pada Eosin Methylene Blue (EMB) agar. Dengan memanfaatkan kedua
pewarna tersebut, label dapat menunjukkan adanya bakteri E.coli dengan
timbulnya koloni berwarna hijau metalik pada label.
Penelitian ini didasari pada faktor yang mempercepat proses pembusukan
pangan karena adanya mikroba. Pertumbuhan mikroba, khususnya bakteri
patogen, pada bahan pangan selain merusak kondisi pangan juga dapat
membahayakan konsumen. Salah satu jenis bakteri patogen yang dapat
membahayakan konsumen adalah Escherichia coli, dimana bakteri jenis ini
mudah ditemui pada bahan pangan berprotein dan berkadar air tinggi seperti
daging dan ikan.
Pembuatan label cerdas pendeteksi E.coli sebelumnya telah dilakukan oleh
Lestari (2013). Film yang dihasilkan oleh Lestari (2013) belum memenuhi syarat
sebagai label cerdas. Hal ini karena warna label mengkontaminasi produk akibat
bahan label yang larut saat diaplikasikan pada daging,oleh karena itu perlu dibuat

2

label cerdas pendeteksi E.coli yang mampu memperbaiki sifat fisis mekanis label
dengan penambahan polimer PVA agar label tidak mudah larut. Label yang
diharapkan mengalami perubahan warna ketika mendeteksi keberadaan E.coli
dengan perubahan warna yang terlihat baik secara visual. Keberadaan koloni
E.coli pada label Lestari (2013) tidak terlihat jelas secara visual sehingga sulit
untuk melihat adanya bakteri E.coli dengan perubahan warna tersebut, maka perlu
dicari indikator lain yang dapat mendeteksi E.coli dengan perubahan warna yang
baik secara visual sehingga keberadaan E.coli menjadi lebih mudah
diinformasikan kepada konsumen.
Perumusan Masalah
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kerusakan mutu pangan yaitu
adanya bakteri patogen. Bakteri patogen dapat membahayakan konsumen. Salah
satu bakteri patogen yaitu E.coli, dimana E.coli yang berada di alam sebagian
besar bersifat patogen dan dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Label
cerdas pendeteksi E.coli merupakan label yang direkatkan pada bagian permukaan
kemasan suatu produk. Label cerdas yang dibuat ini mampu mendeteksi
keberadaan E.coli dengan perubahan warna yang signifikan dan dapat terlihat
secara visual sehingga dapat menjadi informasi yang baik bagi konsumen untuk
mengetahui kondisi pangan yang dikemas akibat adanya bakteri E.coli.
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Membuat label cerdas pendeteksi Escherichia coli dari berbagai indikator
warna
Mencari formulasi terbaik label cerdas pendeteksi Escherichia coli
Mengamati perubahan warna label cerdas secara kuantitatif akibat keberadaan
Escherichia coli

3

TINJAUAN PUSTAKA
Kemasan Cerdas
Kemasan memiliki kontak secara langsung baik dengan lingkungan maupun
dengan produk yang dikemasnya. Kemasan ini dapat berperan secara dinamis
untuk mengkomunikasikan informasi tentang kualitas pangan terkemas dengan
adanya beberapa indikator, misalnya waktu/temperatur dan biosensor (Warsiki et
al. 2013).
Kemasan modern dibagi menjadi dua jenis, yaitu kemasan cerdas dan
kemasan aktif. Menurut Robertson (2006), kemasan cerdas (smart packaging)
adalah kemasan yang dijadikan sebagai indikator, baik menggunakan indikator
eksternal maupun indikator internal, dan mampu memberikan informasi tentang
kualitas bahan pangan yang dikemasnya. Kerry et al.(2008) menambahkan bahwa
kemasan cerdas adalah kemasan yang menggunakan bahan cerdas untuk
memberikan informasi kepada pengguna. Contoh dari kemasan jenis ini dapat
dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1 Kemasan cerdas sebagai informasi kualitas bahan terkemas
(Kerry et al. 2008)
Sensor yang tertera pada gambar di atas menunjukkan keadaan bahan
terkemas dengan perubahan warna sebagai informasi kepada konsumen. Saat
sensor berwarna kuning, maka sensor telah aktif dan akan berubah warna menjadi
warna merah muda saat bahan terkemas telah kadaluarsa.
Kemasan aktif adalah kemasan yang mengandung bahan aktif yang dapat
menyerap bahan dari makanan atau dari lingkungan kemasan. Kemasan ini
bertujuan untuk memperpanjang umur simpan, mempertahankan kondisi, dan
meningkatkan kondisi suatu produk pangan terkemas, misalnya kemasan penyerap
oksigen dan bahan anti mikroba (Kerry et al. 2008). Brody et al. (2001)
menambahkan bahwa contoh dari kemasan ini adalah kemasan aktif berbasis odor
control, dimana kemasan ini dapat menyerap bau, misalnya bau yang ditimbulkan
akibat reaksi biokimia secara oksidasi maupun non-oksidasi. Contoh lainnya
adalah kemasan aktif penyerap bahan ethylene dari bahan pangan. Kemasan aktif
ini berbahan dasar karbon aktif (activated carbon) yang berfungsi sebagai bahan
aktif yang dapat menyerap ethylene yang dihasilkan oleh bahan pangan.Ethylene

4

yang dihasilkan oleh pangan dapat diserap oleh karbon aktif yang terdapat pada
kemasan.
Kemasan cerdas memanfaatkan beberapa indikator sebagai informasi
mengenai kualitas pangan. Fungsi indikator-indikator yang digunakan pada
kemasan cerdas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Fungsi indikator kemasan cerdas
Indikator
Fungsi
Time/temperature Beberapa kemasan dengan indikator ini hanya
indicator
menggunakan waktu atau suhu, namun ada pula yang
menggunakan reaksi enzimatik. Indikator tersebut dapat
digunakan oleh konsumen sebagai informasi kualitas
produk.
Contoh kemasan TTI ini adalah printed bar code label.
Kode bar ini akan berubah seiring waktu dan barang
tersebut dapat diketahui kondisinya saat tidak layak untuk
dijual.
Oxygen indicator Perubahan warna akan terjadi pada kemasan ketika terdapat
oksigen di dalam kemasan. Kemasan dengan indikator
oksigen ini diterapkan untuk menunjukkan kebocoran pada
kemasan. Contoh dari kemasan indikator oksigen adalah
MAP (Modified Atmosphere Packaging)
Carbondioxide
Umumnya indikator ini digunakan untuk mendetesi
indicator
aktivitas mikrobiologi melalui perubahan warna pada
kemasan.
Microbial growth Indikator yang digunakan untuk mendeteksi metabolisme
indicator
dari mikroba. Namun indikator ini belum tersedia secara
komersial.
Ripening
Indikator yang digunakan untuk menunjukkan waktu
indicator
terbaik untuk mengonsumsi melalui indikator warna pada
kemasan.
Sumber: Kerry dan Butler (2008)

Media indikator E.coli termasuk ke dalam kelompok indikator pertumbuhan
mikroba dengan mekanisme perubahan warna. Perubahan warna yang terjadi pada
label cerdas dikarenakan adanya indikator warna yang terdapat pada label (Lestari
2013).
Escherichia coli
Escherichia coli, atau biasa disingkat E.coli, adalah jenis bakteri dengan
genus Escherichia yang memiliki karakteristik gram negatif, tidak berspora, dapat
berkembang biak dengan cepat, dan memiliki flagella peritrichate (Blackburn et
al. 2003). Walaupun sebagian besar jenis E.coli tidak berbahaya, kontak secara
langsung dengan orang lain dapat menimbulkan penyakit jika tidak
memperhatikan kebersihan. Beberapa jenis E.coli dapat menyebabkan diare dan
beberapa jenis penyakit lainnya yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih,

5

penyakit pernapasan, radang paru-paru, dan penyakit lainnya. E.coli juga
digunakan sebagai salah satu parameter dalam air minum untuk menunjukkan
kontaminasi dari air itu sendiri (CDC 2012). Berikut adalah jenis patogen dari
bakteri E.coli (Tabel 2).
Tabel 2 Jenis patogen pada E.coli
Singkatan
Dampak
EIEC
Menyebabkan
penyakit
menyerupai
disentri, terkadang dengan diare berdarah.
Enteropathogenic E.coli
EPEC
Menyebabkan muntah dan diare pada bayi
Enterotoxigenic E.coli
ETEC
Menyebabkan diare dan dehidrasi.
Verocytotoxin producing VTEC
Penyakit yang menimbulkan diare ringan
E.coli
(EHEC) hingga berat dengan darah, demam,
(enterohaemorrhagic
kerusakan permanen ginjal, dan dapat
E.coli)
menyebabkan kematian. Tingkat kematian
sekitar 5%. Anak-anak dan para lanjut usia
mudah terserang penyakit ini.
Strain
Enteroinvasive E.coli

Sumber: DoH (1994) dalam Pawsey (2002)

Golongan taksonomi E.coli adalah sebagai berikut.
Dunia : Bacteria
Filum : Protobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Famili : Enterobactericeace
Genus : Escherichia
Spesies : E. coli
Tidak semua strain E.coli berbahaya bagi manusia. Menurut Kuntaman
(2011), E.coli merupakan bakteri yang terdapat di dalam usus manusia yang dapat
membantu pencernaan manusia. E.coli dalam usus manusia tidak berbahaya
karena usus manusia dilengkapi dengan sistem pertahanan tubuh untuk
mempertahankan diri dari serangan bakteri lewat saluran pencernaan. Fungsi
E.coli pada usus besar yaitu untuk menutup permukaan usus besar agar bakteri
lain, bakteri patogen berbahaya, dapat terus keluar melalui kotoran. E.coli juga
dapat menghasilkan bahan antibiotik bagi tubuh manusia yang dapat membunuh
bakteri patogen lain. Apabila E.coli bertemu dengan bakteri lain yang bersifat
menguntungkan bagi E.coli, maka E.coli akan menghasilkan berbagai produk
seperti asam amino, dimana asam amino itu sendiri merupakan salah satu
komponen yang dibutuhkan oleh tubuh manusia
E.coli 0157:H7 merupakan strain spesifik E.coli yang dapat menimbulkan
penyakit. Infeksi bakteri E.coli dapat terjadi karena konsumen menelan makanan
yang telah terkontaminasi oleh bakteri E.coli 0157:H7. Sebagian besar bakteri ini
terdapat pada daging sapi yang kurang matang dan susu mentah. Selain pada
pangan, bakteri E.coli 0157:H7 ini juga dapat ditemukan pada air yang telah
terkontaminasi (NJH 2007). CDC (2012) juga menambahkan bahwa beberapa
E.coli bersifat patogen dan dapat menyebabkan penyakit diare dan penyakit di
luar usus. Bakteri E.coli yang dapat menyebabkan diare pada manusia dapat

6

ditularkan melalui air atau makanan yang terkontaminasi dan dapat pula akibat
kontak dengan hewan atau manusia lainnya.
Semua perlakuan dan formulasi yang dilakukan untuk memproduksi
makanan harus diperhatikan dari segala sisi, khususnya adanya mikroba patogen
E.coli, untuk menghindari potensi-potensi berbahaya bagi konsumen. Parameter
kehidupan bakteri patogen E.coli dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Parameter batas kehidupan bakteri patogen E.coli
Parameter
Minimum
Optimum
Maksimum
Suhu (°C)
7-8
35-40
44-46
E.coli (semua tipe)
VTEC O157:H7
6,5
37
44-45
pH
4,4
(E.coli patogen)
aw
0,95
(E.coli patogen)
Sumber: Blackburn et al. (2003)

Menurut Rahayu dan Nurwitri (2012), E.coli O157:H7 menyebar melalui
konsumsi air minum yang telah terkontaminasi dan juga daging mentah atau susu
non pasteurisasi. Ketiganya merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi tubuh
manusia sehingga hal ini perlu diperhatikan agar konsumen tidak mengalami
dampak serius akibat mengonsumsi E.coli dari makanan maupun minuman yang
dikonsumsinya.
Escherichia coli pada Daging
Daging merupakan bahan pangan yang memiliki kadar air tinggi sehingga
mudah ditumbuhi oleh mikroba. Mikroba yang tumbuh pada daging dapat
merusak kondisi daging menjadi tidak segar sehingga berwarna keabuan dan juga
menjadi tidak layak untuk dikonsumsi. Selain kadar air yang tinggi, kondisi yang
mendukung mikroba untuk tumbuh pada daging adalah ada atau tidaknya oksigen,
terutama pada kondisi aerobik. Beberapa jenis mikroba yang dapat merusak
daging diantaranya adalah E.coli, Clostridium, Pseudomonas, Achromobacter,
dan Proteus (Rahayu dan Nurwitri 2012).
Daging yang terkontaminasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya
seperti kontak daging secara langsung dengan udara, air cucian daging yang
terkontaminasi bakteri, dan sistem pengemasan, distribusi, dan transportasi yang
tidak sesuai penanganannya sehingga daging mudah terkontaminasi. Hal ini
didukung oleh pernyataan Rahayu dan Nurwitri (2012) dimana mikroba dapat
merusak daging pada kondisi anaerobik terutama pada saat daging dikemas dalam
kondisi vakum. Hal ini dapat terjadi karena bakteri anaerobik dapat menempel
pada kemasan dan kemudian mengkontaminasi daging yang dikemas.
Menurut D’Mello et al. (2003), foodborne disease (makanan pembawa
penyakit) yang berasal dari mikroorganisme patogen atau mikroba beracun telah
menjadi perhatian penting mengenai masalah kesehatan di dunia. WHO (World
Health Organization) juga telah mendefinisikan masalah foodborne disease ini
sebagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi atau racun alami maupun akibat

7

konsumsi makanan dan air (WHO 1997). D’Mello et al. (2003)
mengklasifikasikan foodborne disease ini menjadi dua kategori, yaitu penyakit
yang menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan dan penyakit yang
menyebabkan keracunan atau kecanduan terhadap makanan akibat racun yang
belum terbentuk sempurna pada makanan. E.coli pada daging yang dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit yang berbahaya ini termasuk pada
foodborne disease yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan.
Keberadaan dan keberlangsungan hidup dari bakteri patogen yang terdapat
pada daging mentah dapat berkontribusi dalam meningkatkan resiko kesehatan
terhadap manusia saat daging siap dikonsumsi. Salah satunya penyebabnya adalah
karena daging yang disajikan kurang matang sehingga bakteri patogen, seperti
E.coli, masih dapat bertahan hidup pada daging yang disajikan sehingga adanya
bakteri E.coli dapat ditemukan pada daging mentah, daging yang kurang matang,
dan daging yang terkontaminasi setelah melalui proses pemasakan (Pawsey 2002).
Standar mutu mikrobiologi daging segar menurut SNI 3932 dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4 Syarat mutu mikrobiologi daging sapi
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
Total plate count
cfu/g
Maksimum 1 × 106
Coliform
cfu/g
Maksimum 1 × 102
Staphylococcus aureus
cfu/g
Maksimum 1 × 102
Salmonella sp
per 25 gram
Negatif
Esherichia coli
cfu/g
Maksimum 1 × 101
Sumber:BSN (2008)

Polivinil Alkohol (PVA)
Polivinil alkohol merupakan polimer yang dibuat dari monomer vinil asetat
dan merupakan suatu resin yang dibuat dari penggabungan molekul-molekul
(polimerisasi) yang didapatkan dari hasil hidrolisis polivinil ester dengan
menggunakan polivinil asetat. PVA dapat digunakan sebagai lapisan tipis yang
sensitive (Ompusunggu 2012).
Polivinil Alkohol (PVA) adalah polimer sintetik yang mudah terurai secara
biologi (biodegradable). Polivinil alkohol berbentuk serbuk berwarna putih dan
dapat larut dalam air pada suhu 80°C dan memiliki ketahanan sobek sekitar 147834 N/mm, kuat tarik sebesar 44-64 MN/m2, serta pemanjangan sebesar 150400% (Hodgkinson dan Taylor 2000). Struktur monomer dari polivinil alkohol
dapat dilihat pada Gambar2.

Gambar 2 Struktur monomer polivinil alkohol (Sheftel 2000)

8

Brain Heart Infusion Broth dan Laktosa
BHI (Brain Heart Infusion) broth merupakan media non-selektif diperkaya
yang digunakan untuk memperbanyak jumlah bakteri dan biasa digunakan untuk
isolasi bakteri anaerob dan mikroorganisme lainnya (Anonim 2014).Media ini
dapat digunakan sebagai media general bagi bakteri karena nutrisi yang terdapat
pada BHI merupakan nutrisi umum yang dibutuhkan oleh sebagian besar bakteri
untuk memperbanyak diri. Berikut adalah komposisi dari BHI broth (Tabel 5).
Tabel 5 Komposisi Brain Heart Infusion Broth
Jumlah
Komposisi
(gram/Liter)
Brain heart extract
17,5
Pepton
10
Glukosa
2
Sodium chloride
5
Disodium hydrogen phosphate
2,5
Sumber: SIFIN (2006)

Dalam proses fermentasinya, E.coli dapat memfermentasi tiga jenis gula
untuk dapat bertahan hidup dan berkembang biak, yaitu glukosa, laktosa, dan
sukrosa. Dalam fermentasi ketiganya, E.coli kemudian membentuk asam-asam
organik dan gas (Frobisher 1968). Penambahan laktosa pada label cerdas
bertujuan agar E.coli yang terdapat pada label dapat bertahan hidup dan
bertambah banyak jumlahnya sehingga kondisi ini dapat mengubah warna label
akibat kondisi asam hasil fermentasi E.coli, selain itu penambahan ini juga
dilakukan untuk membedakan spesies E.coli dengan bakteri gram negatif lainnya
(Puspaningrum 2008).
Indikator Warna Pendeteksi Escherichia coli
Eosin Methylene Blue Agar
Eosin Methylene Blue (EMB) Agar merupakan media selektif diferensial
untuk mengetahui keberadaan E.coli pada suatu sampel. Media ini mengandung
pepton, laktosa, sukrosa, dengan pewarna eosin Y dan methylene blue. Pewarna
methylene blue berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri gram negatif
sedangkan eosin merupakan pewarna yang merespon keberadaan E.coli.
Pertumbuhan E.coli pada media ini disebabkan karena kemampuannya dalam
memfermentasi laktosa dalam media (Lal dan Cheeptham 2013). Kedua pewarna
yang terdapat pada media, yaitu eosin dan methylene blue, akan menimbulkan
warna hijau metalik untuk menunjukkan keberadaan E.coli pada sampel. Laktosa
pada media ini adalah sebagai sumber karbohidrat bagi E.coli sedangkan
dipotassium fosfat berfungsi sebagai buffer (Neogen 2011). Komposisi media
EMB agar dalam satu liter media dapat dilihat pada Tabel 6.

9

Tabel 6 Komposisi EMB agar
Jumlah
Komposisi
(gram/Liter)
Pepton
10
Laktosa
5
Sukrosa
5
Dipotassium Fosfat
2
Agar
13,5
Eosin Y
0,4
Methylene Blue
0,065
Sumber: Lal dan Cheeptham (2013)

Methyl Red
Methyl red merupakan indikator warna yang akan berubah warna apabila
bereaksi dengan larutan asam. Menurut Ancharya (2014), tes dengan
menggunakan indikator warna methyl red digunakan untuk menentukan bahwa
suatu mikroba melakukan fermentasi asam saat diberi suplai glukosa. Produk
yang dihasilkan dari hasil fermentasi ini menghasilkan asam-asam dan akan
menghasilkan penurunan pH pada media dibawah 4,4 sehingga akan mengubah
methyl red menjadi warna merah. Pada saat kondisi netral, methyl red berwarna
jingga, yaitu pada kondisi pH antara 4,4 hingga 6,2. Berikut adalah gambar batas
pH dari indikator warna methyl red.

Gambar3 Batas pH indikator warna methyl red
Dalam dunia industri, methyl red digunakan untuk mengidentifikasi limbah
industri dengan cara mengetahui jumlah E.coli pada sampel limbah. Menurut
Clarence (2013), methyl red berfungsi untuk mewarnai larutan dalam sampel air
limbah. Jumlah E.coli yang berlebihan pada limbah menandakan bahwa limbah
sudah tidak memenuhi standar karena dapat mencemari lingkungan.Cara
mengidentifikasi limbah ini yaitu dengan menguji sampel limbah yang diteteskan
dengan beberapa tetes larutan indikator.Jika larutan berubah menjadi berwarna
merah, maka limbah industri dapat mencemari sumber air di sekitarnya.
Methyl red akan berubah warna menjadi kuning apabila sampel mikroba
menghasilkan kondisi basa saat mensintesis glukosa. Menurut Ancharya (2014),
hasil uji methyl red dikatakan positif apabila media kultur berubah menjadi merah
saat penambahan methyl red karena menghasilkan pH dibawah 4,4 akibat
fermentasi glukosa. Hasil uji methyl red dikatakan negatif apabila media kultur
berwarna kuning karena pH yang dihasilkan kurang asam atau bahkan lebih tinggi
dan menghasilkan kondisi basa dari fermentasi glukosa. Berikut adalah hasil
perubahan warna yang terjadi pada indikator warna methyl red.

10

(a)

(b)

Gambar 4 Perubahan warna pada indikator methyl red (LACC 2014)
(a) negatif; (b) positif

METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, Eosin
Methylene Blue (EMB) Agar, Polivinil Alkohol (PVA), Brain Heart Infusion
(BHI) Broth, laktosa, methyl red (MR), agar bubuk, tapioka, dan gliserol.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu gelas piala, gelas arloji,
erlenmeyer, sudip, pipet volumetrik, pipet mikro, kertas pH, plastik wrap, neraca
analitik, termometer, magnetic stirrer, hot stirrer, pipet mikro, plat kaca
berukuran 20 cm × 30 cm, oven, botol scotch, dan cawan petri.
Metodologi
Pembuatan Label PVA-EMB
Pembuatan label PVA-EMB ini dilakukan dengan memodifikasi formulasi
sebelumnya yang telah dibuat oleh Lestari (2013). Modifikasi dilakukan dengan
mengganti bahan agar bubuk dengan PVA. Pembuatan label dilakukan dengan
menghomogenkan air destilata dan bubuk tapioka lalu dipanaskan di atas hot
stirrer. Kemudian saat suhu 70°C dimasukkan larutan EMB. Setelah itu serbuk
PVA dimasukkan ke dalam larutan saat suhu 80°C. Setelah semua bahan
tercampur, larutan label PVA-EMB didiamkan selama 15 menit sambil
dihomogenkan. Kemudian larutan label dicetak pada plat kaca berukuran 20 cm ×
30 cm. Larutan label yang terdapat pada plat kaca lalu melalui proses pengeringan
pada oven dengan suhu 50°C selama 24 jam. Diagram alir pembuatan label dapat
dilihat pada Gambar 5.

11

100 ml air destilata

Tapioka 0,5%

Homogenisasi

Larutan EMB
0,5%

Homogenisasi
Suhu 70ᵒC

PVA 2%

Homogenisasi
Suhu 80ᵒC

Pemanasan
Hingga Suhu 90°C

Gliserol 1%

Homogenisasi 50°C, 15 Menit

Larutan Film

Pencetakan pada plat kaca
(20 × 30) cm

Pengeringan oven 50°C, 24 jam

Labelindikator

Gambar 5 Diagram alir pembuatan label PVA-EMB
Pembuatan Label BHI-Laktosa
Pembuatan label BHI-laktosa dilakukan dengan mencampurkan bahanbahan yang dibutuhkan oleh E.coli sebagai nutrisi untuk berkembang biak. Media
umum yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri pada formulasi ini adalah
media BHI broth dan diberi penambahan laktosa. Penambahan bahan methyl red
digunakan sebagai indikator warna untuk mendeteksi keberadaan E.coli.
Pembuatan label ini dilakukan dengan menghomogenkan bahan-bahan yang
terdiri dari BHI broth, laktosa, methyl red, tapioka, dan bubuk agar dengan air
destilata, kemudian campuran ditambahkan gliserol. Setelah seluruh bahan
homogen dengan baik, larutan disterilisasi dalam otoklaf pada suhu 121°C selama
15 menit. Larutan pembuat label dimasukkan ke dalam cawan dan didinginkan
hingga memadat. Setelah itu label dicetak dengan ukuran 3 cm × 3 cm dan
dikemas. Diagram alir pembuatan label BHI broth-laktosa dapat dilihat pada
Gambar 6.

12

Campuran Bahan*

Air Destilata

Homogenisasi

Gliserol

Otoklaf 121°C, 15 menit

Larutan Agar

Penuangan pada cawan petri

Pendinginan

Pencetakan ukuran 3 cm × 3 cm

Pengemasan

Label Cerdas

Gambar 6 Diagram alir pembuatan label BHI-Laktosa
*Keterangan: Campuran bahan terdiri dari BHI broth, laktosa, methyl red,
tapioka, dan bubuk agar

Pembuatan LabelMethyl Red
Formulasi label methyl red memanfaatkan indikator warna methyl red
sebagai bahan utamanya. Pembuatan label ini dilakukan serupa dengan pembuatan
label BHI broth-laktosa namun tanpa penambahan BHI broth dan laktosa
sehingga bahan pembuat label methyl red ini terdiri dari methyl red, tapioka,
bubuk agar, dan gliserol. Diagram alir pembuatan label methyl red dapat dilihat
pada gambar berikut.

13

Mehtyl Red
Air Destilata

Tapioka

Homogenisasi

Agar Bubuk

Gliserol

Otoklaf 121°C, 15 menit
Larutan Agar

Penuangan pada cawan petri

Pendinginan

Pencetakan ukuran 3 cm × 3 cm

Pengemasan

Label Cerdas

Gambar 7 Diagram alir pembuatan labelmethyl red
Uji Sensitifitas Label Terhadap Pertumbuhan E.coli
Metode Penggoresan
Larutan label dimasukkan ke dalam cawan dan didiamkan hingga berbentuk
padat, kemudian bahan digoreskan dengan biakan E.coli secara langsung. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui perubahan warna pada label saat mengalami kontak
langsung dengan bakteri E.coli. Metode penggoresan dapat dilihat pada gambar
berikut.

Gambar 8 Metode penggoresan bahan label cerdas
Metode Penangkapan
Uji sensitifitas dengan metode penangkapan dilakukan pada label yang telah
dicetak berukuran 3 cm × 3 cm dan dikemas di dalam plastik LDPE (Low Density
Polyethylene). Label yang dapat mendeteksi adanya koloni E.coli dipresentasikan
dengan warna merah muda pada label. Uji ini bertujuan untuk mengetahui
perubahan warna pada label. Pengujian dilakukan dengan merekatkan label pada

14

bagian dalam tutup cawan yang berisi E.coli dan dibiakan dengan menggunakan
media BHI agar. Cawan dengan label cerdas yang diujikan kemudian dimasukkan
ke dalam inkubator dengan suhu 37°C. Gambar 9 menunjukkan langkah uji
sensitifitas label terhadap pertumbuhan E.coli.
Label Indikator
BHI agar dengan
biakan E.coli

Gambar 9 Uji sensitifitas label
E.coli yang tertangkap pada label dihitung dengan metode Total Plate Count
(TPC). Metode TPC dilakukan dengan melakukan pengenceran terlebih dahulu
pada sampel. Pengenceran dilakukan dengan melarutkan label ke dalam air steril
dan dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Hasil pengenceran label lalu
dimasukkan ke dalam cawan berisi media EMB agar. Koloni bakteri E.coli
berwarna hijau metalik pada EMB agar lalu dihitung dengan menggunakan colony
counter quebec. Diagram alir perhitungan koloni E.coli dapat dilihat pada gambar
berikut.
Air Steril

Label Cerdas

Pengenceran hingga 10-1

Pemipetan 0,1 ml ke cawan petri

Penuangan EMB Agar

Inkubasi 24 jam
Suhu 37°C
Perhitungan koloni

Gambar 10 Diagram alir perhitungan E.coli pada label cerdas
Uji Kuantifikasi Perubahan Warna pada Label Cerdas
Pengukuran warna secara kuantifikasi dilakukan dengan menggunakan alat
Color Analyzer RGB-1002. Sebelum color analyzer digunakan, alat dikalibrasi
terlebih dahulu dengan cara scan kertas berwarna putih yang telah tersedia. Hasil
pengukuran yang terbaca pada yaitu R (Red), G (Green), B (Blue), Hut (ᵒHue), Sat
(Saturation), dan Lum (Luminance). Nilai R, G, dan B terdapat pada rentang 01023 sedangkan nilai Hut, Sat, dan Lum berada pada rentang 0-1,000. Nilai RGB
yang didapatkan dengan menguji tiga titik pada sampel. Nilai ini diterjemahkan
menjadi warna solid untuk mengetahui degradasi yang dihasilkan dari perubahan
warna pada sampel tersebut.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Label PVA-EMB
Label PVA-EMB menggunakan bahan EMB agar dengan memanfaatkan
indikator warna eosin dan methylene blue yang dapat mengubah warna film
menjadi warna hijau. Perubahan warna film yang ditandai dengan munculnya
koloni hijau pada film menjadi informasi kepada konsumen bahwa bahan pangan
terkemas telah terkontaminasi oleh E.coli. Perubahan warna pada label dapat
dilihat saat pengamatan pada jam ke-72 (Gambar 11).

(a)

(b)

Gambar 11 Perubahan warna label PVA-EMB
(a) sebelum; (b) sesudah 72 jam
Perubahan warna label telah menimbulkan warna yang cukup baik, yaitu
dari merah muda kemudian timbul koloni berwarna hijau saat label mendeteksi
adanya E.coli. Perubahan warna ini kurang efektif karena waktu yang dibutuhkan
oleh label untuk menunjukkan adanya E.coli dapat dilihat pada hari ketiga atau
jam ke-72 sedangkan EMB agar itu sendiri dapat mendeteksi adanya E.coli dalam
waktu 24 jam (Puspaningrum 2008). Selain itu, label yang dihasilkan juga mudah
terkontaminasi oleh jamur. Hal ini karena nutrisi yang terdapat pada film juga
merupakan nutrisi yang baik untuk jamur, oleh karena itu perlu dibuat formulasi
yang lebih baik lagi untuk menghasilkan label yang dapat mendeteksi adanya
E.coli dalam waktu kurang dari 24 jam, dengan bahan yang hanya dapat
ditumbuhi oleh E.coli, dan dapat menimbulkan warna yang signifikan agar dapat
menjadi informasi yang baik bagi konsumen.
Label BHI-Laktosa
Waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi E.coli dengan menggunakan
label PVA-EMB membutuhkan waktu yang cukup lama, maka dibuat formulasi
baru agar label cerdas yang dihasilkan dapat mendeteksi keberadaan E.coli dalam
waktu yang lebih cepat. Penambahan laktosa pada pembuatan label ini yaitu
dikarenakan E.coli lebih cepat dalam mengonsumsi laktosa dibandingkan bahan
lainnya. Penambahan ini juga dilakukan untuk melengkapi nutrisi pada BHI broth
dimana BHI broth hanya memiliki sumber karbohidrat berupa glukosa. Dalam
kondisi anaerob saat label diuji dalam cawan tertutup, E.coli akan lebih mudah
dalam memfermentasi laktosa (Puspaningrum 2008).

16

Label BHI-laktosa ini berwarna coklat tua sebelum digoreskan dengan
biakan E.coli. Label yang diuji dengan metode penggoresan mengalami perubahan
warna dari coklat tua menjadi coklat kemerahan. Perubahan warna ini tidak
signifikan karena tidak dapat terlihat secara kasat mata. Perubahan warna pada
label cerdas di dalam cawan dapat dilihat saat cawan dilalui oleh cahaya.
Perubahan warna pada label cerdas di dalam cawan dapat dilihat pada Gambar 12.

(a)

(b)

Gambar 12 Perubahan warna label BHI-laktosa
(a) kontrol; (b) label cerdas digoreskan biakan E.coli
Warna merah pada label timbul disekitar label yang tidak mengalami
goresan biakan E.coli. Warna merah ini timbul karena label diberi indikator warna
methyl red dimana indikator ini akan berubah menjadi warna merah saat
mendeteksi keberadaan E.coli. Ilustrasi warna merah pada label cerdas di dalam
cawan dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Ilustrasi perubahan warna label cerdas di dalam cawan
Label berupa agar dikemas dengan LDPE (Low Density Polyethylene) yang
memiliki tingkat permeabilitas yang paling tinggi dan laju uap air yang rendah.
Tingkat permeabilitas pada film itu sendiri adalah kemampuan dari suatu film
untuk dapat dilewati oleh suatu zat tertentu. Semakin tinggi nilai permeabilitas
dari suatu film, maka semakin mudah suatu film dapat ditembus oleh suatu zat.
Laju transmisi uap air adalah kemampuan suatu kemasan untuk menahan uap air
masuk ke dalam kemasan. Untuk memilih plastik yang akan dijadikan sebagai
sachet untuk label cerdas, diperlukan plastik dengan permeabilitas yang tinggi,
agar kondisi media akibat dikonsumsi oleh E.coli dapat menembus permukaan
plastik sehingga label dapat mendeteksi adanya E.coli, dan dibutuhkan plastik
dengan laju transmisi uap air yang rendah agar plastik yang dijadikan sebagai
sachet tidak menahan E.coli untuk masuk ke dalam label. Menurut Joseph (1984),
LDPE memiliki tingkat permeabilitas yang tinggi dengan laju uap air yang rendah
sehingga plastik jenis LDPE merupakan kemasan terbaik sebagai pengemas label.
Label yang diuji dengan metode penangkapan tidak mengalami perubahan
warna setelah 24 jam. Gambar label BHI-laktosa dapat dilihat pada Gambar 14.

17

(a)

(b)

Gambar 14 Label BHI-laktosa dengan metode penangkapan
(a) sebelum; (b) sesudah 24 jam
Label BHI-laktosa ini dapat mendeteksi E.coli dan mengalami perubahan
warna dari coklat tua menjadi coklat kemerahan dalam waktu 24 jam. Perubahan
warna pada label ini hanya terjadi saat label diuji dengan metode penggoresan.
Pengujian label BHI-laktosa dengan metode penangkapan tidak menimbulkan
perubahan warna. Label BHI-laktosa ini kurang efektif untuk digunakan oleh
konsumen sebagai informasi bahwa produk pangan yang dikemas telah
terkontaminasi bakteri E.coli.
Label Methyl Red
Pada pembuatan label ini, methyl red digunakan sebagai bahan utama dalam
pembuatan label cerdas. Pemilihan methyl red sebagai bahan dasar formulasi
karena E.coli dapat menghasilkan asam dari hasil fermentasinya dan akan
mengubah pH media menjadi asam. Kondisi asam ini akan tertangkap oleh label
cerdas sehingga label cerdas berubah warna dari jingga menjadi merah saat
mendeteksi adanya asam hasil fermentasi bakteri E.coli.
Pembuatan label methyl red ini dilakukan dengan memodifikasi pembuatan
label BHI-laktosa. Pada label BHI-laktosa, warna yang dihasilkan adalah coklat
tua karena adanya campuran bahan BHI broth dan laktosa sehingga perubahan
warna merah tidak terlihat dengan baik. Pada pembuatan label methyl red, bahan
BHI broth dan laktosa dihilangkan untuk menghilangkan warna gelap pada label
untuk menghasilkan warna label yang lebih cerah.
Label yang diuji dengan metode penggoresan mengalami perubahan warna
dari jingga menjadi merah muda. Gambar perubahan warna label cerdas di dalam
cawan dapat dilihat pada Gambar 15.

(a)

(b)

(c)

Gambar 15 Perubahan warna label methyl red dengan metode penggoresan
(a) jam ke-0; (b) jam ke-36; (c) jam ke-60

18

Label yang diuji dengan metode penangkapan juga mengalami perubahan
warna dari warna jingga menjadi merah muda. Perubahan warna pada label ini
terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam. Perubahan warna pada label dapat dilihat
pada Gambar 16.

(a)

(b)

Gambar 16 Perubahan warna label methyl red
(a) sebelum; (b) sesudah 19 jam
Perubahan warna pada label methyl red ini berubah dari jingga menjadi
merah muda dalam waktu kurang dari 24 jam, yaitu pada jam ke-19. Perubahan
warna yang terjadi ini diduga karena adanya asam-asam hasil fermentasi E.coli
yang mengubah kondisi media menjadi kondisi asam. Asam-asam ini lalu volatile
dan terdeteksi oleh label. Selain karena adanya asam-asam yang volatile,
perubahan warna juga dapat dikarenakan bakteri E.coli memiliki kemampuan
untuk berpindah tempat dengan cara terbang, bergerak, maupun berenang karena
adanya flagella, yaitu struktur panjang menyerupai ekor yang terdapat pada E.coli
(Anonim 2014). Hal ini menyebabkan E.coli di dalam cawan berpindah tempat
dari media kemudian masuk ke dalam lapisan plastik kemasan label sehingga
E.coli tertangkap oleh label yang menyebabkan E.coli pada label mengonsumsi
substrat yang terdapat pada label dan menghasilkan kondisi asam hasil
fermentasinya. Kondisi asam akibat hasil fermentasi E.coli pada label ini
menyebabkan perubahan warna label menjadi merah muda.
Perubahan warna yang terjadi pada label menghasilkan perubahan yang
signifikan dan terlihat baik secara visual. Dengan perubahan ini, maka label
methyl red dapat menjadi informasi yang baik untuk menunjukkan keberadaan
E.coli. Dengan demikian, label methyl red ini merupakan formulasi terbaik.
Sensitifitas Label Terhadap Pertumbuhan E.coli
Label terbaik dari ketiga formulasi label cerdas yang dibuat adalah label
methyl red. Label dapat berubah warna setelah didiamkan dengan metode
penangkapan setelah label didiamkan dalam cawan selama 19 jam. Bahan
indikator label cerdas ini adalah methyl red yang berfungsi sebagai indikator
warna yang menjadi informasi saat bahan pangan telah terkontaminasi oleh
bakteri E.coli. Dari label terbaik yang telah didapatkan, kemudian dilakukan uji
sensitifitas pada label cerdas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui banyaknya
E.coli yang terdapat pada cawan dan juga untuk mengetahui banyaknya E.coli
yang dapat tertangkap pada label sehingga dapat diketahui kemampuan label
cerdas dalam mendeteksi adanya E.coli. Uji sensitifitas juga dilakukan untuk

19

mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh label untuk berubah warna saat
mendeteksi keberadaan E.coli.
Sebelum uji sensitifitas label cerdas dilakukan, biakan E.coli melalui proses
pengenceran terlebih dahulu. Proses pengenceran ini bertujuan untuk mengetahui
jumlah biakan E.coli yang akan dimasukkan ke dalam cawan berisi media BHI
agar. Pengenceran dilakukan dari 100 hingga 10-15 lalu diuji dengan media EMB
agar untuk mengetahui jumlah koloni E.coli pada masing-masing pengenceran.
Pada uji ini pengenceran yang dipakai adalah 100, 10-5, 10-10, dan 10-15. Setelah
itu, E.coli diinokulasi dengan metode tuang ke dalam cawan yang telah direkatkan
label cerdas pada bagian dalam tutup cawan. Uji sensitifitas dilakukan dengan
metode penangkapan. Perubahan warna pada label cerdas diamati setiap 3 jam
selama 24 jam dan label cerdas pada setiap pengenceran di setiap pengamatan
diencerkan menggunakan air steril. Setelah itu biakan E.coli pada air steril
dimasukkan ke dalam cawan berisi media EMB agar untuk mengetahui jumlah
E.coli yang dapat ditangkap oleh label. Uji sensitifitas ini dilakukan sebanyak dua
kali pengulangan. Jumlah koloni E.coli keempat pengenceran pada pengulangan
pertama adalah sebagai berikut.
Tabel 7 Jumlah koloni E.coli pada pengulangan pertama
Pengenceran
Jumlah koloni (cfu)
0
10
TBUD
-5
10
TBUD
-10
10
TBUD
10-15
27
Keterangan:
TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung)

Jumlah koloni E.coli yang diinokulasi ke dalam BHI agar pada pengenceran
10 adalah sebanyak 27 × 1015 cfu. Dapat dilihat pada Lampiran 2 bahwa pada
pengenceran ini label cerdas dapat berubah warna menjadi merah mudah pada jam
ke-12. Lain halnya pada label cerdas yang diuji dengan pengenceran yang lebih
tinggi dimana perubahan warna terjadi lebih lama dibandingkan pada pengenceran
100. Hal ini karena pada pengenceran 100 jumlah E.coli yang diinokulasi ke dalam
media BHI agar sudah lebih dari 300 koloni atau TBUD (Terlalu Banyak Untuk
Dihitung) sehingga jumlah koloni E.coli semakin banyak karena terus
berkembangbiak pada media dan penurunan pH media menjadi kondisi asam
semakin cepat terjadi. Penurunan pH media yang cepat ini menyebabkan label
cerdas berubah warna menjadi merah muda dengan cepat. Jumlah koloni E.coli
yang tertangkap pada label cerdas yaitu TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung).
Hal ini karena E.coli diinokulasi dengan metode tuang, dimana dengan metode
tuang ini mikroba yang diinokulasi tidak hanya tumbuh dibagian permukaan agar,
tetapi juga di dalam agar sehingga pertumbuhan E.coli semakin cepat.
Pertumbuhan E.coli yang sangat cepat ini mengakibatkan label dapat mendeteksi
kondisi asam pada media dan menangkap E.coli yang berpindah tempat dari
permukaan agar ke permukaan label.
Pada pengulangan kedua, jumlah koloni E.coli pada masing-masing
pengenceran adalah sebagai berikut.
0

20

Tabel 8 Jumlah koloni E.coli pada pengulangan kedua
Pengenceran
Jumlah koloni (cfu)
0
10
TBUD
-5
10
TBUD
-10
10
TBUD
10-15
26
Keterangan:
TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung)

Jumlah E.coli yang diinokulasi ke dalam BHI agar pada pengenceran 100 di
pengulangan kedua ini adalah sebanyak 26 × 1015 cfu. Pada pengulangan kedua
ini, label cerdas dapat mendeteksi adanya E.coli pada jam ke-9 untuk pengenceran
100, jam ke-12 pada pengenceran 10-5, jam ke-15 pada pengenceran 10-10, dan jam
ke-18 pada pengenceran 10-15. Hal ini tidak berbeda jauh dengan pengulangan
sebelumnya karena jumlah E.coli pada pengenceran 100 hingga 10-10 adalah
TBUD. Karena jumlah E.coli yang banyak pada kondisi awal inilah media lebih
cepat berubah menjadi kondisi asam sehingga label cerdas pun lebih cepat
berubah warna.
Label cerdas berbahan dasar methyl red ini dapat berubah warna dengan
cepat, yaitu pada jam ke-9, pada pengulangan pertama, dan jam ke-12, pada
pengulangan kedua. Label ini dapat mendeteksi keberadaan E.coli apabila jumlah
E.coli dalam keadaan awal koloni telah lebih dari 300 koloni. Apabila jumlah
E.coli pada biakan kurang dari 300 koloni, maka waktu yang dibutuhkan oleh
label untuk berubah warna lebih lama. Hal ini karena E.coli akan membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk berkembang biak sehingga perubahan kondisi media
menjadi kondisi asam pun perlu waktu yang lebih lama. Apabila nutrisi di
lingkungan hidup E.coli tidak cukup memenuhi kebutuhan E.coli untuk hidup,
maka waktu yang dibutuhkan oleh E.coli untuk mengubah kondisi media
membutuhkan waktu yang lebih lama. Label cerdas ini cukup efektif untuk
digunakan karena dapat berubah warna dari jingga menjadi merah mudah dalam
waktu 9 hingga 12 jam dengan perubahan warna yang signifikan sehingga dapat
menjadi informasi yang baik bagi konsumen.
Untuk membuktikan bahwa label hanya sensitif terhadap adanya E.coli,
maka dilakukan uji sensitifitas label cerdas dengan metode penangkapan tanpa
media BHI agar di dalam cawan, dengan media BHI tanpa biakan E.coli, dan
cawan berisi biakan mikroba lain. Menurut SNI 3932:2008, salah satu mikroba
lain yang mungkin dapat tumbuh pada daging adalah Salmonella sp., maka label
cerdas diuji pada cawan berisi BHI agar yang diinokulasikan bakteri Salmonella.
Pada label cerdas yang diuji biakan bakteri Salmonella thypi, label cerdas tidak
mengalami perubahan warna yang sama seperti label yang diujikan pada E.coli.
Label yang diuji pada Salmonella cenderung tidak berubah warna, yaitu tetap
jingga. Walaupun terdapat perubahan pada label, perubahan tersebut hanya
mengubah label dari warna jingga menjadi kekuningan. Sensitifitas label tanpa
biakan bakteri E.coli dapat dilihat pada tabel berikut.

21

Tabel 9 Sensitifitas label tanpa bakteri E.coli
Jam kePerlakuan
0
12
Negatif

24

Tanpa media

S. thypi

Keterangan : Perlakuan negatif dilakukan tanpa media dan tanpa biakan E.coli

Kuantifikasi Perubahan Warna Label Cerdas
Warna merupakan cahaya yang dipancarkan dengan panjang gelombang
yang berbeda dan tertangkap oleh indra penglihatan, yaitu mata. Warna ini
kemudian diterjemahkan oleh otak untuk membedakan warna-warna yang
terdapat pada suatu objek. Menurut Nofrida (2013), warna merupakan salah satu
faktor yang penting dalam penentuan mutu pangan, baik untuk indikator
kematangan, kesegaran, maupun kerusakan pangan.
Perubahan warna pada label menentukan kelayakan label untuk digunakan
sebagai media informasi. Terdapat beberapa alat yang dapat digunakan untuk
mengukur warna secara kuantitatif, seperti spektrofotometer dan kromameter.
Perbedaan penggunaan alat-alat tersebut yaitu spektrofotometer digunakan untuk
menguji warna sampel berupa cairan yang dapat ditembus cahaya sedangkan
kromameter digunakan u