Pengaruh Media Dasar dan Konsentrasi 2-iP pada pertumbuhan Stek Mikro Tanaman Zaitun (Olea europea L.)

PENGARUH MEDIA DASAR DAN KONSENTRASI 2-iP
PADA PERTUMBUHAN STEK MIKRO
TANAMAN ZAITUN (Olea europaea L.)

YURIKA DWI ANGGRAINY

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Media Dasar
dan Konsentrasi 2-iP pada Pertumbuhan Stek Mikro Tanaman Zaitun (Olea
europaea L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Yurika Dwi Anggrainy
NIM G34100047

ABSTRAK
YURIKA DWI ANGGRAINY. Pengaruh Media Dasar dan Konsentrasi 2-iP pada
Pertumbuhan Stek Mikro Tanaman Zaitun (Olea europaea L.). Dibimbing oleh
DIAH RATNADEWI dan ENCE DARMO JAYA SUPENA.
Zaitun (Olea europaea L.) adalah tanaman yang dapat tumbuh di banyak jenis
tanah dan kondisi lingkungan serta mudah dalam perawatannya. Permintaan buah
dan minyak zaitun di Indonesia cukup tinggi. Namun, budidaya zaitun di Indonesia
masih sedikit karena pembibitan masih dilakukan secara tradisional. Teknik kultur
jaringan menjadi alternatif dalam memproduksi bibit secara masal dalam waktu
yang relatif singkat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui media dasar dan
konsentrasi zat pengatur tumbuh 2-iP yang paling efektif untuk menumbuhkan
tunas aksilar tanaman zaitun pada stek mikro secara in vitro. Tanaman diambil dari
lapang kemudian disterilisasi dengan empat metode sterilisasi, selanjutnya ditanam
di media Murashige and Skoog (MS) selama dua minggu fase pra-perlakuan. Kultur

hidup yang didapatkan dari perlakuan sterilisasi dipindahkan ke media dasar
perlakuan berupa Woody Plant (WP) dan Driver Kuniyuki for Walnut (DKW)
dengan penambahan 2-iP pada konsentrasi 0, 1, 2, dan 4 ppm pada masing-masing
media. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media WP tanpa 2-iP merupakan
media yang lebih efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan tunas aksilar zaitun
secara in vitro daripada media lainnya dan sterilisasi dengan penambahan biosida
Plant Preservative Mixture (PPM) 0.02 % ke dalam media merupakan metode
sterilisasi yang paling efektif.
Kata kunci: Olea europaea, stek mikro, 2-iP, media DKW, media WP
ABSTRACT
YURIKA DWI ANGGRAINY. The Influence of Basic Medium and 2-iP
Concentration on the Growth of Micro Cutting of Olive Plants (Olea europaea L.).
Supervised by DIAH RATNADEWI and ENCE DARMO JAYA SUPENA.
Olive (Olea europaea L.) is a plant that can grow in many types of soil and
environmental conditions as well as easy to maintain. The demand for fruit and
olive oil is high. However, cultivation of olive in Indonesia is still limited and
treated traditionally. Tissue culture techniques can be an alternative in producing
seeds in large amount and in shorter time. The purpose of this study is to find the
most effective basic medium and concentration of 2-iP for growing axillary bud of
olive (Olea europaea L.) in vitro on the micro cutting. Olive explants were taken

from the field and were sterilized with four sterilization methods. It was then
planted in Murashige and Skoog (MS) media for two weeks that served as pretreatment phase. The culture which survived from sterilization was moved to the
basic media of Woody Plant (WP) and Driver Kuniyuki for Walnut (DKW) enriched
with 2-iP at the concentration of 0, 1, 2, 4 ppm in each medium. The results of this
study showed that WP medium without 2-iP was the most effective medium for in
vitro growth and development of olive bud than the others and the sterilization with
the addition of 0.02 % Plant Preservative Mixture (PPM) biocide in the medium
was the most effective sterilization method.
Keywords: Olea europaea, micro cutting, 2-iP, DKW medium, WP medium

PENGARUH MEDIA DASAR DAN KONSENTRASI 2-iP
PADA PERTUMBUHAN STEK MIKRO
TANAMAN ZAITUN (Olea europaea L.)

YURIKA DWI ANGGRAINY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 hingga Desember 2014 ini
ialah kultur jaringan tanaman zaitun, dengan judul Pengaruh Media Dasar dan
Konsentrasi 2-iP pada Pertumbuhan Stek Mikro Tanaman Zaitun (Olea europaea
L.). Penelitian dilaksanakan di laboratorium penelitian Kultur Jaringan Tanaman
Departemen Biologi, FMIPA IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Diah Ratnadewi, DEA,
Bapak Dr Ir Ence Darmo Jaya Supena, MSi, dan Bapak Dr. Berry Juliandi, MSi
atas bimbingan, saran, dan ilmu yang bermanfaat selama melaksanakan penelitian
dan penulisan karya ilmiah. Terima kasih penulis ucapkan kepada Abah, Ibu, kedua
saudara dan keluarga atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan. Di

samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pak Hamka, Pak Faiz, dan
Mbak Nuris selaku staf Start Up Center, Depok, Ibu Ucu, Mbak Dewi, Pak
Kusmayadi dan Pak Asep selaku laboran di Kultur Jaringan Tanaman Departemen
Biologi yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Arif yang telah memberikan kasih sayangnya serta Efah, Nita,
Hanin, Devi, Siti, Lia, Amel, Fia dan teman-teman Biologi 47 lainnya atas semangat
dan kebersamaannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi yang berguna dan
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Mei 2015
Yurika Dwi Anggrainy

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

METODE

2


Waktu dan Tempat

2

Bahan dan Alat

2

Metode Penelitian

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

3

Metode Sterilisasi

3


Induksi Tunas

5

SIMPULAN

9

DAFTAR PUSTAKA

9

LAMPIRAN

11

RIWAYAT HIDUP

12


DAFTAR TABEL
Perbandingan prosedur metode sterilisasi pada kultur zaitun
Persentase kultur hidup dalam media praperlakuan berdasarkan metode
sterilisasi
Pertumbuhan tunas aksilar kultur zaitun minggu ke-8
Pertumbuhan daun kultur zaitun minggu ke-8
Pertumbuhan kalus bawah kultur zaitun minggu ke-8

3
4
6
7
8

DAFTAR GAMBAR
Kondisi kultur dalam media ½ MS tanpa ZPT setelah perlakuan
sterilisasi
Pertumbuhan tunas pada kultur induksi tunas stek mikro zaitun
Pertumbuhan kalus pada kultur induksi tunas stek mikro zaitun


4
6
8

DAFTAR LAMPIRAN
Komposisi media dasar

11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Zaitun (Olea europaea L.) adalah tanaman yang dapat tumbuh di banyak jenis
tanah dan kondisi lingkungan serta mudah dalam perawatannya. Daerah
Mediteranian merupakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan zaitun. Daerah
ini menjadi pemasok zaitun hingga 95 % kebutuhan dunia. Buah zaitun dapat
dikonsumsi secara langsung sebagai penyedap makanan, dan dapat diperas
sehingga menghasilkan minyak. Minyak zaitun digunakan sebagai pengawet
makanan, obat herbal dan bahan kosmetik (Wasito 2008). Selain itu, kayu pohon
zaitun memiliki nilai seni dan dapat digunakan dalam pekerjaan konstruksi

bangunan (Rugini et al. 2005).
Indonesia merupakan salah satu negara dengan permintaan tinggi akan buah
dan minyak zaitun. Namun, budidaya tanaman zaitun di Indonesia masih sedikit
karena pembibitan masih dilakukan secara tradisional. Cara tradisional yang
digunakan yaitu stek dan pencangkokan yang diketahui masih kurang efektif dan
membutuhkan waktu yang lama. Selain itu bibit tanaman zaitun sensitif terhadap
perubahan lingkungan sehingga harus berhati-hati dalam pembibitannya.
Penyediaan bibit yang sulit ini membuat Indonesia harus mengimpor bibit dari
negara lain (Laoli dan Yohana 2012).
Teknik kultur jaringan menjadi alternatif dalam memproduksi bibit tanaman
yang dapat dilakukan secara masal dalam waktu singkat. Selain itu, teknik kultur
jaringan menjadi sarana reproduksi tanaman yang superior secara genetik dengan
cara vegetatif (George dan Sherrington 1984). Stek mikro merupakan salah satu
cara perkembangbiakan vegetatif yang dilakukan secara in vitro. Beberapa media
yang pernah digunakan untuk kultur in vitro tanaman zaitun, yaitu Olive Medium
(OM) (Roussos dan Pontikis 2002; Rugini et al. 2005; Sghir et al. 2005; ChaariRkhis et al. 2011), Driver Kuniyuki for Walnut (DKW) (Revilla et al. 1996; Roussos
dan Pontikis 2002), Woody Plant Medium (WP) (Roussos dan Pontikis 2002) dan
media Murashige and Skoog (MS) (Rugini et al. 2005; Chaari-Rkhis et al. 2011).
Setiap varietas tanaman zaitun membutuhkan media dasar dan zat pengatur
tumbuh (ZPT) yang berbeda untuk pembiakan serta pertumbuhannya (Rugini 1984;
Revilla et al. 1996). Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk
mendapatkan metode yang sesuai dalam perbanyakan tanaman zaitun terutama
varietas Picudo yang akan digunakan. Metode yang sesuai dapat dilihat dari
pengaruh konsentrasi sitokinin 2-iP yang diberikan dan media dasar yang
digunakan yaitu WP dan DKW. Media WP digunakan karena merupakan media
yang baik untuk tanaman berkayu (Lloyd dan Mc. Cown 1981) dan media DKW
digunakan karena memiliki komposisi garam mineral yang lebih kompleks.

Tujuan Penelitian
Dalam upaya perbanyakan tanaman zaitun (Olea europaea L.) secara in vitro,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui media dasar dan konsentrasi ZPT 2-iP
yang paling efektif untuk menumbuhkan tunas aksilar pada stek mikro dan mencari
metode sterilisasi eksplan yang sesuai.

2

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kultur Jaringan Tanaman
Departemen Biologi, FMIPA IPB pada bulan Januari hingga Desember 2014.

Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman zaitun
asal Spanyol varietas Picudo dengan ciri daun lebar dan panjang serta sisi atas daun
berwarna hijau tua. Varietas ini dapat beradaptasi dengan tanah berkapur dan
mampu bertahan dari kelebihan kelembaban dan kekeringan (Aparicio et al. 2014).
Tanaman diambil langsung dari kebun Start Up Center, Depok. Batang tanaman
zaitun dipotong 15 cm dari pucuk tunas apikal, kemudian dipotong 1 cm dengan
satu nodus sebagai eksplan.
Bahan untuk media yang digunakan yaitu media MS (Murashige dan Skoog
1962), media DKW (Driver dan Kuniyuki 1984) dan media WP (Lloyd dan Mc.
Cown 1981), ZPT 2-isopentenyl adenine (2-iP), sumber gula berupa sukrosa,
biosida Plant Preservative Mixture (PPM), Agrept, Dithane-M45, alkohol 70 %,
bayclin yang mengandung bahan aktif natrium hipoklorit (NaOCl 5.25 %), dan
kloramfenikol.
Alat yang digunakan yaitu Laminar air flow cabinet (LAFC), autoklaf, cawan
petri, botol kultur, alat diseksi, dan kamera digital.

Metode Penelitian
Persiapan Bahan dan Sterilisasi Eksplan
Sebelum masuk pada tahap perlakuan, eksplan disterilisasi terlebih dahulu
kemudian ditanam di media ½ MS tanpa ZPT selama dua minggu. Setiap botol
kultur berisi 6-8 eksplan zaitun. Bahan eksplan tanaman zaitun yang diambil adalah
batang bagian pucuk yang memiliki beberapa nodus dengan dua mata tunas aksilar
setiap nodusnya, kemudian dicuci dengan air mengalir dan dilanjutkan dengan
direndam dalam larutan deterjen selama 5 menit, kemudian dibilas dengan air kran.
Selanjutnya disterilisasi dengan larutan agrept 2 g/l selama 1,5 jam, dan dengan
campuran dithane M-45 dengan benlate masing-masing 2 g/l selama 1,5 jam, untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan cendawan. Sterilisasi selanjutnya dilakukan
dalam LAFC dengan merendam eksplan dalam alkohol 70 % selama 1 menit, lalu
direndam dalam larutan bayclin dengan konsentrasi 20 % ditambah 2 tetes Tween
80 selama 20 menit. Pemotongan bahan tanaman menjadi eksplan dilakukan setelah
tahapan sterilisasi. Perbedaan metode sterilisasi yang dicobakan pada penelitian ini
terdiri dari empat macam metode sterilisasi, seperti yang disajikan dalam Tabel 1.

3
Tabel 1 Perbandingan prosedur metode sterilisasi pada kultur zaitun
Bahan sterilan
Bayclin (NaOCl
5.25 %)
HgCl2 0.1 %
Kloramfenikol
500mg/l
PPM 0.02 %

Metode 1
Konsentrasi
10 %, 10
menit
-

Metode 2
Konsentrasi
10 %, 15 menit
Direndam 1
menit
-

Metode 3
Konsentrasi
10 %, 10 menit
Direndam 5
menit
-

Metode 4
Konsentrasi 10 %,
10 menit
Direndam 3 menit
Ditambahkan ke
dalam media

Induksi Tunas
Eksplan yang tidak terkontaminasi dari percobaan metode sterilisasi 4
ditanam dalam botol kultur dengan perlakuan percobaan induksi tunas. Percobaan
dilakukan secara faktorial (2x4) yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah
media dasar DKW dan WP, faktor kedua adalah ZPT 2-iP dengan konsentrasi 0, 1,
2, dan 4 ppm. Percobaan terdiri dari 8 satuan percobaan dengan 13 kali ulangan, 1
eksplan per botol kultur. Kultur dipelihara dengan pencahayaan 800-1000 lux
selama 16 jam/hari, dan suhu ruangan inkubasi 25 ± 2º C.
Pengamatan dan Pengolahan Data
Pengamatan yang dilakukan yaitu, persentase kontaminasi, persentase
kultur hidup, jumlah ruas dan panjang tunas aksilar, jumlah daun dan panjang daun,
serta diameter kalus bagian bawah stek. Pengamatan dilakukan selama delapan
minggu. Data dianalisis dengan uji Analysis of Variance (ANOVA) dengan selang
kepercayaan 5 % dan apabila hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode Sterilisasi
Percobaan metode sterilisasi dilakukan sebanyak empat kali di waktu yang
berbeda sebagai upaya untuk mendapatkan metode sterilisasi yang paling efektif.
Kultur hidup yang didapatkan dari metode 1 sebesar 37.1 % (Tabel 2). Metode ini
masih dianggap kurang efektif sehingga dilakukan metode sterilisasi kedua. Hasil
yang didapatkan dari metode 2 ternyata lebih rendah yaitu hanya 15.8 % (Tabel 2)
kultur hidup sehingga dilakukan percobaan metode sterilisasi yang ketiga. Metode
3 pun masih kurang efektif untuk mengurangi kontaminasi karena kultur hidup yang
didapatkan tidak melebihi metode 1 yaitu hanya 35.6 % (Tabel 2). Upaya
selanjutnya yang dilakukan untuk mengurangi tingkat kontaminasi yaitu dengan
metode keempat. Metode ini terbukti paling efektif dalam mengurangi tingkat
kontaminasi. Hal ini dapat dilihat dari kultur hidup yang didapatkan dapat mencapai
94.1 % (Tabel 2).

4

Tabel 2 Persentase kultur hidup dalam media praperlakuan berdasarkan metode
sterilisasi

1

Total kultur
(botol)*
82

2

38

6

32

15.8

3

59

21

38

35.6

Metode

Kultur hidup
(botol)
26

Kultur mati/kontaminasi
(botol)
56

Persentase hidup (%)
31.7

4
17
16**
1
94.1
Metode 1 : sterilisasi standar, Metode 2 : sterilisasi standar + HgCl2 0.1 %, Metode 3 : sterilisasi
standar + kloramfenikol 500 mg/l, Metode 4 : sterilisasi standar + PPM 0.02 % dalam media,
*terdapat 6-8 eksplan/botol, **digunakan dalam induksi tunas

Gambar 1 menunjukkan hasil yang didapatkan dari percobaan metode
sterilisasi yang telah dilakukan pada fase pra-perlakuan. Gambar 1a merupakan
kultur yang hidup dan Gambar 1b merupakan kultur yang mengalami kematian dan
pencoklatan.

(a)

(b)

Gambar 1 Kondisi kultur dalam media ½ MS tanpa ZPT setelah perlakuan
sterilisasi, 2 MST; (a) kultur hidup, (b) kultur mati. Skala gambar (a)
dan (b) 1 cm
Kultur yang mati disebabkan oleh kontaminasi mikroba, seperti bakteri
dan/atau cendawan. Kultur yang terkontaminasi bakteri dicirikan dengan media
berair dan membentuk gumpalan putih di media. Kultur yang terkontaminasi
cendawan dicirikan dengan terbentuknya hifa putih pada eksplan. Selain
disebabkan oleh kontaminasi mikroba, kultur yang mati juga dapat disebabkan oleh
sifat sterilan yang terlalu kuat, yaitu HgCl2, dan kloramfenikol.
Cara kerja HgCl2 melalui aksi dua ion klorida yang berikatan erat dengan
protein mikroorganisme penyebab kontaminasi yang akhirnya dapat menyebabkan
kematian organisme tersebut (Pauling 1955; Hidayat 2008). Penggunaan HgCl2
dalam sterilisisasi tidak efektif karena membuat tanaman menjadi coklat dan mati.
Hal ini kemungkinan dikarenakan tanaman mengakumulasi Hg2+ terlalu tinggi.
Menurut Pierik (1987) pada umumnya HgCl2 digunakan pada konsentrasi 0.01
hingga 0.05 % dengan waktu perendaman yang relatif singkat.

5
Kloramfenikol bekerja pada spektrum luas, efektif terhadap bakteri gram
positif maupun gram negatif. Mekanisme kerja kloramfenikol melalui
penghambatan terhadap biosintesis protein pada siklus pemanjangan rantai asam
amino, yaitu dengan menghambat pembentukan ikatan peptida. Antibiotika ini
mampu mengikat subunit ribosom 50-S sel mikroba target, akibatnya terjadi
hambatan pembentukan ikatan peptida dan biosintesis protein. Kloramfenikol
umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat
bakterisid terhadap bakteri-bakteri tertentu (Susanti et al. 2009). Namun,
penggunaan kloramfenikol dalam sterilisasi masih kurang efektif karena masih ada
bakteri yang kembali muncul pada beberapa kultur. Bakteri yang kembali muncul
menyebabkan kematian eksplan.
Penambahan biosida PPM dalam media pada percobaan ini sangat efektif
menekan kontaminasi dengan tanpa menyebabkan kematian pada eksplan. Plant
Preservative Mixture merupakan salah satu biosida berspektrum luas yang efektif
mencegah atau mengurangi kontaminasi mikroba pada kultur jaringan tanaman.
Biosida PPM dapat membunuh sel bakteri dan cendawan, mencegah pertumbuhan
spora dan pada konsentrasi tinggi dapat mengurangi kontaminasi oleh mikroba
endogen pada eksplan. Bahan aktif biosida PPM dapat terserap oleh dinding sel
bakteri atau cendawan dan menghambat aktivitas enzim dalam siklus metabolisme
utama, seperti siklus asam sitrat dan rantai transpor elektron. Biosida PPM juga
dapat menghambat transpor monosakarida dan asam amino dari media ke sel
bakteri atau cendawan (Niedz 1998). Biosida PPM dapat ditambahkan secara rutin
pada media kultur jaringan untuk mengontrol kontaminasi bakteri dan cendawan
yang juga berasal dari udara dan air secara efektif (Niedz 1998).
Pengaruh biosida PPM pada regenerasi tanaman bergantung pada spesies
tanaman dan konsentrasi PPM yang ditambahkan. Penambahan biosida PPM
pernah dilakukan pada kultur in vitro beberapa tanaman lainnya, seperti melon,
petunia, dan tembakau untuk mengurangi ataupun mencegah kontaminasi yang
disebabkan oleh bakteri dan cendawan (Compton dan Koch 2001). Konsentrasi
biosida PPM yang diberikan pada media kultur akan mempengaruhi pembentukan
dan jumlah tunas eksplan, seperti pada tanaman krisan yang tidak mengalami
pertumbuhan tunas akibat penambahan biosida PPM (George dan Tripepi 2001).
Beberapa tanaman hanya membutuhkan biosida PPM konsentrasi rendah (0.5-1
ml/l) untuk mengurangi atau mencegah kontaminasi (Compton dan Koch 2001;
George dan Tripepi 2001; Rihan et al. 2012).
Induksi Tunas
Pertumbuhan stek mikro zaitun diawali dengan pertumbuhan tunas dari mata
tunas (nodus) aksilar (Gambar 2a) kemudian memanjang membentuk ruas-ruas
baru yang diikuti dengan pertumbuhan daun (Gambar 2b).
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa
media dasar dan konsentrasi ZPT 2-iP tidak berpengaruh nyata terhadap induksi
tunas. Namun, berdasarkan pengamatan yang dilakukan perlakuan WP 0 memiliki
persentase kultur tumbuh tunas aksilar tertinggi yaitu 76.9 % (Tabel 3). Wiendi et
al. (1991) menyatakan bahwa pengaruh sitokinin dalam jaringan tanaman antara lain
berhubungan dengan proses pembelahan sel (sitokinesis). Proliferasi tunas dapat
terdorong jika diberikan konsentrasi sitokinin dalam jumlah yang tinggi. Namun, hasil

6
penelitian ini menunjukkan pemberian konsentrasi 2-iP yang tinggi tidak memberikan
pengaruh terhadap pertumbuhan tunas aksilar, hal ini karena ketersediaan sitokinin
endogen sudah mencukupi dan konsentrasi 2-iP secara eksogen terlalu tinggi sehingga
pertumbuhan tunas aksilar menjadi terhambat (Lestari 2011). WP 1 memiliki rata-rata
jumlah ruas terbanyak yaitu 2.3 (Tabel 3). Perlakuan WP 2 memiliki rata-rata panjang
tunas aksilar tertinggi yaitu 3.9 mm (Tabel 3). Jumlah kultur untuk setiap perlakuan pada
minggu pertama adalah 13.

(a)
(b)
Gambar 2 Pertumbuhan tunas pada kultur induksi tunas stek mikro zaitun (a)
pertumbuhan tunas pada WP 0 ppm, 1 MST ; (b) pertumbuhan tunas
berdaun pada WP 0 ppm, 7 MST. Skala gambar (a) dan (b) 1 cm
Tabel 3 Pertumbuhan tunas aksilar kultur zaitun minggu ke-8

WP 0

Jumlah
kultur
hidup
minggu
ke-8
12

Jumlah
eksplan
tumbuh
tunas
aksilar
10

Persentase
eksplan
tumbuh
tunas aksilar
(%)
76.9

WP 1

6

4

30.8

WP 2

10

8

WP 4

4

DKW 0
DKW 1
DKW 2

Perlakuan

Rata-rata jumlah
ruas baru

Rata-rata panjang
tunas aksilar (mm)

2.1 (1.0-4.0)

3.4 (1.5-4.7)

2.3 (1.0-4.0)

3.4 (3.0-4.5)

61.5

1.5 (1.0-3.0)

3.9 (1.0-6.0)

-

-

-

3

2

15.4

1.5 (1.0-2.0)

2.3 (1.0-3.5)

8

5

38.5

2.2 (2.0-3.0)

3.6 (3.0-4.0)

-

-

-

-

-

-

DKW 4
1
1
7.7
2.0 (2.0)
3.5 (3.5)
WP dan DKW : media dasar pertumbuhan, 0, 1, 2, 4 : konsentrasi 2-iP (mg/l), tanda (-)
menunjukkan tidak ada kultur yang tumbuh atau hidup

Pada umur satu minggu setelah tanam, tunas aksilar pada kultur
menumbuhkan daun sejalan dengan memanjangnya tunas. Namun, pada perlakuan
WP 4 dan DKW 2 tunas mengalami pencoklatan sehingga tidak menumbuhkan
daun. Secara umum, media WP memiliki persentase kultur yang menumbuhkan
daun lebih tinggi dibandingkan media DKW, terutama WP 0 (76.9 %). Perlakuan
WP 0 menunjukkan rata-rata jumlah daun terbanyak yaitu 5.7 (Tabel 4). WP 1
memiliki rata-rata panjang daun tertinggi yaitu 10.8 mm (Tabel 4). Salah satu

7
kegunaan dari sitokinin yaitu mendorong perluasan daun (Gaspar et al. 1996)
sehingga perlakuan dengan konsentrasi 2-iP yang tidak terlalu tinggi sudah baik
dalam perluasan daun.
Pada 78 kultur dari total kultur (75 %) terdapat kalus putih di bagian tunas aksilar
(Tabel 5 dan Gambar 3a). Kalus muncul rata-rata pada minggu pertama setelah tanam
diduga karena adanya pelukaan pada saat pemotongan daun sebelum penanaman.
Keberadaan kalus ini untuk sebagian kultur tidak mempengaruhi pertumbuhan tunas
aksilar tetapi untuk yang lainnya dapat menekan pertumbuhan tunas yang menyebabkan
tunas menjadi coklat dan tidak berkembang.
Tabel 4 Pertumbuhan daun kultur zaitun minggu ke-8

Perlakuan

Jumlah
kultur
hidup
minggu
ke-8

Jumlah
eksplan
tumbuh
daun

WP 0

12

10

76.9

5.7 (1.0-11.0)

8.0 (4.0-13.4)

WP 1

6

5

38.5

3.6 (1.0-6.0)

10.8 (6.0-16.0)

WP 2

10

9

69.2

4.2 (1.0-10.0)

9.0 (3.0-15.0)

WP 4

4

-

-

DKW 0

3

2

15.4

4.0 (2.0-6.0)

8.9 (7.0-11.0)

DKW 1

8

6

46.2

5.5 (1.0-8.0)

9.0 (2.0-12.0)

DKW 2

-

-

-

Persentase
eksplan
tumbuh
daun (%)

Rata-rata jumlah
daun

-

-

Rata-rata panjang daun
(mm)

-

-

DKW 4
1
1
7.7
6.0 (6.0)
9.5 (9.5)
WP dan DKW : media dasar pertumbuhan, 0, 1, 2, 4 : konsentrasi 2-iP (mg/l), tanda (-)
menunjukkan tidak ada kultur yang tumbuh atau hidup

Selain itu, pertumbuhan kalus di bagian bawah stek juga terjadi pada semua
perlakuan, kecuali DKW 2. Walaupun di perlakuan lain juga mengalami
pertumbuhan kalus bawah pada stek, namun rata-rata diameter kalus terbesar
dijumpai pada perlakuan WP dan DKW dengan konsentrasi 2-iP 4 ppm. Perlakuan
WP dan DKW tanpa 2-iP memiliki ukuran diameter kalus paling kecil. (Tabel 5 dan
Gambar 3b).
Selain karena adanya pelukaan, pertumbuhan kalus bawah terjadi karena
keseimbangan antara kandungan sitokinin dan auksin. Kandungan sitokinin yang
lebih tinggi daripada auksin akan membentuk tunas, dan kandungan sitokinin yang
lebih rendah daripada auksin akan membentuk akar (George dan Sherrington 1984).
Kandungan nitrogen dan sukrosa pada media juga dapat memicu pertumbuhan
kalus (Purnamaningsih 2002). Pembentukan kalus akan menekan pertumbuhan
bagian lainnya (George dan Sherrington 1984). Pada minggu ke empat setelah
tanam, pertumbuhan kultur zaitun mulai menurun. Salah satu faktor yang
menyebabkan turunnya pertumbuhan ini karena adanya pertumbuhan kalus bawah
yang setiap minggunya bertambah besar sehingga mendominasi di setiap kultur
perlakuan. Menurut Salisbury dan Ross (1995), hormon disintesis di beberapa
bagian tanaman. Kemungkinan kandungan auksin endogen pada tanaman zaitun
yang digunakan sebagai eksplan sudah dapat mengimbangi sitokinin eksogen yang
diberikan pada media perlakuan sehingga terjadinya pembentukan kalus.

8
Kultur yang mengalami pencoklatan banyak dijumpai di perlakuan dengan
kandungan ZPT 2-iP tinggi yaitu 4 ppm (WP dan DKW). Menurut Santoso dan
Fatimah (2003), pencoklatan merupakan suatu karakter munculnya warna coklat
atau hitam yang sering menyebabkan penghambatan pertumbuhan dan
perkembangan eksplan. Pencoklatan ini terjadi akibat adanya pengaruh fisik atau
biokimia (memar, pengupasan, pemotongan, serangan penyakit, atau kondisi lain
yang tidak normal). Gejala pencoklatan umumnya merupakan tanda-tanda
kemunduran fisiologi eksplan dan sering berakhir pada kematian eksplan.
Tabel 5 Pertumbuhan kalus bawah kultur zaitun minggu ke-8

Perlakuan

Jumlah
kultur
tumbuh
kalus di
tunas
aksilar

Jumlah
kultur
hidup
minggu
ke-8

Jumlah
eksplan
yang
tumbuh
kalus
bawah

WP 0

12

12

6

46.2

4.5 (3.0-6.5)

WP 1

8

6

4

30.8

8.1 (6.0-10.0)

WP 2

12

10

6

46.2

7.5 (5.0-10.0)

WP 4

9

4

3

23.1

DKW 0

9

3

2

15.4

4.0 (3.0-5.0)

DKW 1

10

8

8

61.5

7.5 (5.0-10.0)

Persentase
eksplan tumbuh
kalus bawah
(%)

Rata-rata diameter kalus
bawah (mm)

10.0 (10.0)

DKW 2
9
DKW 4
9
1
1
7.7
15.0 (15.0)
WP dan DKW : media dasar pertumbuhan, 0, 1, 2, 4 : konsentrasi 2-iP (mg/l), tanda (-)
menunjukkan tidak ada kultur yang tumbuh atau hidup

(a)
(b)
Gambar 3 Pertumbuhan kalus pada kultur induksi tunas stek mikro zaitun (a) kalus
tunas aksilar pada DKW 4 ppm, 1 MST; (b) pertumbuhan kalus bagian
bawah stek pada DKW 4 ppm, 8 MST. Skala gambar (a) dan (b) 1 cm
Aktivitas enzim oksidase yang mengandung tembaga seperti polifenol
oksidase dan tirosinase sering pula merupakan penyebab pencoklatan jaringan
(Lerch 1981). Kultur pada media DKW memiliki tingkat pencoklatan yang lebih
tinggi dibandingkan kultur pada media WP. Hal ini diduga karena media DKW

9
memiliki kandungan tembaga (CuSO4) yang cukup tinggi sebagai hara mikro
sedangkan media WP tidak mengandung tembaga.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa walaupun persentase kultur yang
menumbuhkan tunas aksilar cukup tinggi, untuk tujuan multiplikasi tunas masih
belum memenuhi. Hal ini dikarenakan tunas hanya tumbuh dari mata tunas, tidak
terdapat pertumbuhan tunas adventif. Selain itu, jumlah ruas yang dihasilkan sedikit
karena ukuran tunas aksilar sangat pendek sehingga belum memungkinkan untuk
mendapatkan stek generasi kedua. Pertumbuhan tunas aksilar juga sangat bervariasi
yang ditunjukkan dengan data interval jumlah ruas (Tabel 3), jumlah daun dan
panjang daun (Tabel 4).

SIMPULAN
Berdasarkan media yang digunakan, media WP tanpa ZPT 2-iP (0 ppm)
menunjukkan hasil yang lebih baik dalam menginduksi tunas aksilar dan
pertumbuhan daun walaupun belum dapat digunakan untuk multiplikasi tunas
selanjutnya. Metode sterilisasi yang paling efektif dalam sterilisasi eksplan zaitun
adalah metode 4, yaitu metode standar dengan penambahan biosida PPM 0.02 %
dalam media.

DAFTAR PUSTAKA
Aparicio C, Urrestarazu M, Cordovilla MDP. 2014. Comparative physiological of
salinity effects in six olive genotype. Hort Science 49 (7) : 901-904.
Chaari-Rkhis A, Maalej M, Drira N, Standardi A. 2011. Micropropagation of olive
tree Olea europaea L.’Oueslati’. Turk J Agric For 35 : 403-412.
Compton ME, Koch JM. 2001. Influence of plant preservative mixture (PPM)™ on
adventitious organogenesis in melon, petunia, and tobacco. In vitro Cell 37 :
259-261.
Driver JA, Kuniyuki AH. 1984. In vitro propagation of paradox walnut rootstock.
Hort Science 19 (4) : 507-509.
Gaspar T, Kevers C, Penel C, Greppin H, Reid DM, Thorpe TA. 1996. Plant
hormones and plant growth regulator in plant tissue culture. In vitro Cell
32 : 272-289.
George EF, Sherrington PD. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. England
(GB): Eastern Pr.
George MW, Tripepi RR. 2001. Plant preservative mixture™ can affect shoot
regeneration from leaf explants of chrysanthemum, European birch, and
rodhodendron. Hort Science 36 (4) : 768–769.
Hidayat Y. 2008. Keefektifan bahan sterilisasi dalam pengendalian kontaminasi
pada pertumbuhan kultur zigotik Surian (Toona sinensis Roem). Wana
Mukti For Res J 6 (1) : 35-44.
Laoli N, Yohana R. 2012. Melirik peluang bisnis budidaya zaitun [internet].
[diunduh 2013 Des 9]. Tersedia pada : http//bisniskeuangan.kompas.com

10
Lerch K. 1981. Tyrosinase kinetics: A semi-quantitative model of the mechanism
of oxidation of monohydric and dihydric phenolic substrates. In Sigel H.
(Ed.). Metal Ions in Biology System. New York (US): Marcel Dekker Inc.
Lestari EG. 2011. Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan. J Agro Biogen 7 (1) : 63-68.
Lloyd G, Mc Cown B. 1981. Commercially feasible micropropagation of mountain
laurel, Kalmia latifolia by use of shoot tip culture. Comb Proc Intl Plant
Prop Soc 30: 421-427.
Murashige T, Skoog F. 1962. A revised medium for rapid growth and bio assasys
with tobacco tissue culture. Physiol Plant 15: 473.
Niedz RP. 1998. Using isothiazolone biocides to control microbial and fungal
contaminants in plant tissue cultures. Hortechnology 8 (4) : 598-601.
Pauling L. 1955. College Chemistry. San Francisco (US) : WH Freeman.
Pelczar MJ, Chan ECS. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Hadioetomo RS, Imas
T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta (ID) : UI Pr. Terjemahan
dari : Microbiology.
Pierik RLM. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Netherlands (NL): Martinus
Nijhoff Publ.
Purnamaningsih R. 2002. Regenerasi tanaman melalui embriogenesis somatik dan
beberapa gen yang mengendalikannya. Bul Agro Bio 5(2) : 51-58.
Revilla MA, Pacheco J, Casares A, Rodriguez R. 1996. In vitro reinvigoration of
mature olive trees (Olea europaea L.) through micrografting. In Vitro Cell
& Dev Biol-Plant 32: 257-261.
Rihan HZ, Al-Issawi M, Al-Swedi F, Fuller MP. 2012. The effect of using PPM
(plant preservative mixture) on the development of cauliflower microshoots
and the quality of artificial seed produced. Hort Science 141 : 47–52
Roussos PA, Pontikis CA. 2002. In vitro propagation of olive (Olea europaea L.)
cv. Koroneiki. Plant Growth Reg 37 : 295-304.
Rugini E. 1984. In vitro propagation of some olive (Olea europaea sativa L.)
cultivars with different root ability, and medium development using
analytical data from developing shoots and embryos. Hort Science. 24 : 123134.
Rugini E, Mencuccini M, Biasi R, Altamura MM. 2005. Olive (Olea europaea L.).
Netherlands (NL): Springer.
Salisbury FB, Ross W. 1995. Plant Physiology. California (US): Wadsworth Publ.
Santoso, Fatimah N. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Malang (ID): UMM Press.
Sghir S, Chatelet P, Ouazzani N, Dosba F, Belkoura I. 2005. Micropropagation of
eight morrocan and french olive cultivars. Hort Science 40 (1) : 193-196.
Susanti M, Isnaeni, Poedjiarti S. 2009. Validasi metode bioautografi untuk
determinasi kloramfenikol. J Kedokt Indones 1 (1) : 15-24.
Wasito H. 2008. Meningkatkan peran perguruan tinggi melalui pengembangan obat
tradisional. Mimbar 26 (2) : 117-127.
Wiendi NA, GA Wattimena, LW Gunawan, 1991. Perbanyakan tanaman. Di dalam :
Wattimena GA, tim laboratorium kultur jaringan tanaman (Ed.). Bioteknologi
Tanaman. Bogor (ID) : Pusat Antar Universitas IPB Bogor.

11
Lampiran 1 Komposisi media dasar
Garam Mineral
Hara makro
KNO3
NH4NO3
CaCl2.2H2O
MgSO4.7H2O
KH2PO4
K2SO4
Ca(NO3)2.4H2O
FeSO4.7H2O
Na2EDTA.2H2O
Hara mikro
MnSO4.H2O
H3BO3
ZnSO4.7H2O
Na2MoO4.2H2O
CuSO4.5H2O
CoCl2.6H2O
KI
Vitamin
Tiamin-HCl
Piridoksin-HCl
Asam nikotianat
Myo-inositol
Asam amino
Glisin
Biotin
Asam folat
Glutamin

MS
mg/l

DKW
mg/l

1900
1650
440
370
170
27.85
37.25
16.9
6.2
8.6
0.25
0.025
0.025
0.83

1416
112.5
361.49
265
1550
1367
33.8
45.5
33.5
4.8
17
0.39
0.25
-

WP
mg/l
400
96
370
170
57.6
27.8
37.3
22.3
6.2
8.6
0.25
-

0.1
0.5
0.5
100

2
1
-

1
0.5
0.5
100

2
-

2
-

0.05
0.5
2190

12

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Palembang pada tanggal 25 Agustus 1992 yang
merupakan putri kedua dari pasangan Bapak Rusman, ST dan Ibu Yuhana. Penulis
lulus dari SMA Negeri 3 Palembang pada tahun 2010 dan melanjutkan pendidikan
S1 di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Semasa studi penulis pernah menjadi asisten Fisiologi Tumbuhan Dasar dan
Kultur Jaringan Tanaman tahun 2014. Penulis melaksanakan Studi Lapangan tahun
2012 di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan kawasan Kebun
Raya Cibodas, Jawa Barat dengan judul Persebaran Paku Sayur di Kawasan
Gunung Gede Pangrango, yang dibimbing oleh Drs Hilda Akmal, MSi. Penulis juga
berperan aktif menjadi bendahara dan anggota organisasi mahasiswa daerah Ikatan
Keluarga Mahasiswa Bumi Sriwijaya pada tahun 2011-2014. Selain itu, berperan
aktif juga dalam divisi Biosains, Himpunan Mahasiswa Biologi pada tahun 20112012 dan 2012-2013 dan menjadi panitia pada beberapa acara di IPB.
Penulis melaksanakan kegiatan Praktik Lapangan tahun 2013 di PT Pertamina
(Persero) Plaju Palembang dengan judul Pengelolahan Limbah Cair dengan Oil
Catcher di PT Pertamina (Persero) Refinery Unit III Plaju – Sungai Gerong
Palembang yang dibimbing oleh Ir Hadisunarso, MSi.