Potensi Rizobakteri dalam Penghambatan Penyebab Blas Padi (Pyricularia oryzae Cav.)

POTENSI RIZOBAKTERI UNTUK PENGHAMBATAN
PENYEBAB BLAS PADI (Pyricularia oryzae Cav.)

RIAN ANDINI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Rizobakteri
untuk Penghambatan Penyebab Blas Padi (Pyricularia oryzae Cav.) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015

Rian Andini
NIM A34100019

ABSTRAK
RIAN ANDINI. Potensi Rizobakteri untuk Penghambatan Penyebab Blas Padi
(Pyricularia oryzae Cav.). Dibimbing oleh MEITY SURADJI SINAGA.
Pyricularia oryzae Cav. adalah penyebab penyakit blas di padi gogo. Akhir
1980, P.oryzae juga menyerang padi sawah dan menyebabkan gagal panen 10%30% di tingkat dunia. Pengendalian hayati menggunakan bakteri sudah mulai
berkembang. Rizobakteri adalah bakteri yang hidup di sekitar perakaran
tumbuhan dan memiliki hubungan simbiotik dengan tumbuhan tersebut.
Rizobakteri yang menguntungkan tanaman dapat mengurangi jumlah inokulum
patogen. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi rizobakteri yang berpotensi
menghambat P.oryzae. Eksplorasi rizobakteri dilakukan pada padi sawah di 4
desa sekitar Kampus IPB Dramaga, yaitu Babakan Lebak (Blk), Balumbang Jaya
(Blb), Cikarawang (Ckr), dan Situgede (Stgd). Rizobakteri yang berhasil diisolasi
sebanyak 33 isolat. Uji hipersensitif pada daun tembakau menunjukkan bahwa 17
diantaranya adalah bakteri non patogenik terhadap tanaman. Uji Gram pada isolat

rizobakteri yang tidak patogenik menunjukkan bahwa 15 diantaranya merupakan
bakteri Gram positif dan 2 isolat merupakan bakteri Gram negatif. Uji
antagonisme menunjukkan bahwa rizobakteri yang dapat menghambat
pertumbuhan P.oryzae secara efektif adalah Blk 3.6, Blk 5.3, Blb 3.11, dan Ckr
3.2 berturut-turut sebesar 91.98%, 66%, 63.56%, dan 57.11% penghambatan.
Kata kunci:

padi sawah, Pyricularia oryzae, rizobakteri, uji antagonisme.

ABSTRACT
RIAN ANDINI. Rhizobacteria Potential for Inhibiting The Growth of Rice Blast
Pathogen (Pyricularia oryzae Cav.). Supervised by MEITY SURADJI SINAGA.
Pyricularia oryzae Cav. is the causal agent of the blast disease on upland
rice cultivation. Late 1980, P.oryzae also infected the irrigated rice and cause
10%-30% field loss. Disease biocontrol using bacteria has been developed.
Rhizobacteria are the bacteria live around the roots of plants and have the
symbiotic relationship with the plants. Non-pathogenic rhizobacteria can reduce
inoculum of pathogen. Objective of this study is to evaluate potential uses of
rhizobacteria to control the growth of P. oryzae. Rhizobacteria had been isolated
from the irrigated rice cultivation soil at 4 villages around IPB Dramaga: Babakan

Lebak (Blk), Balumbang Jaya (Blb), Cikarawang (Ckr), dan Situgede (Stgd).
Rhizobacteria which had been isolated were 33 isolates. After hypersensitive test,
has been known 17 from 33 rizhobacteria isolates are non plant pathogenic.
Among non plant pathogenic rhizobacteria, 2 isolates are Gram negative and 15
isolates are Gram positive. The antagonism test has shown that Blk 3.6, Blk 5.3,
Blb 3.11, dan Ckr 3.2 isolates have significantly suppressed growth of P.oryzae.
Isolate Blk 3.6 was the most effective in suppressing growth of P.oryzae
(91.98%).
Keywords:

antagonism test, irrigated rice, Pyricularia oryzae, rhizobacteria.

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

2

POTENSI RIZOBAKTERI UNTUK PENGHAMBATAN
PENYEBAB BLAS PADI (Pyricularia oryzae Cav.)

RIAN ANDINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


3

Judul Skripsi : Potensi Rizobakteri dalam Penghambatan Penyebab Blas Padi
(Pyricularia oryzae Cav.)
Nama
: Rian Andini
NIM
: A34100019

Disetujui oleh

Prof.Dr. Ir. Meity Suradji Sinaga, M.Sc.
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir.Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

ii

iii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tugas akhir
ini dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Oktober 2014 dengan topik
eksplorasi rizobakteri untuk mengevalusi potensinya sebagai pengendali blas padi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Meity Suradji Sinaga,
M.Sc selaku pembimbing dan Bapak Dr.Ir.Yayi Munara Kusumah, M.Si selaku
dosen penguji yang banyak memberi saran untuk penulisan skripsi. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada Dr.Ir.Abdul Muin Adnan, M.S sebagai dosen
pembimbing akademik untuk dukungan moral selama penelitian.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada para petani di sekitar lingkungan
kampus IPB Dramaga yang sudah mengizinkan kegiatan sampling di lahan
mereka; Bapak Dadang Surachman atas bantuan teknis di dalam kegiatan
laboratorium; teman-teman lorong 7 asrama A1; teman-teman TPB B23-B24;

teman-teman wisma Padasuka untuk dukungan dan kerjasamanya; teman-teman
Laboratorium Mikologi Tumbuhan yang selalu memberikan bantuan dan
keceriaan.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada orang tua, adik, seluruh keluarga
yang tidak pernah lelah memberikan semangat dan doa, serta seluruh dosen,
tenaga kependidikan Departemen Proteksi Tanaman, rekan-rekan Proteksi
Tanaman angkatan 2010, dan seluruh rekan-rekan yang membantu kelancaran
studi program pendidikan S1. Semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015
Rian Andini

iv

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Isolasi dan Identifikasi Penyebab Blas
Eksplorasi Rizobakteri
Uji Non Patogenik Isolat Rizobakteri
Identifikasi Rizobakteri
Uji Antagonisme antara Rizobakteri dan P.oryzae
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Identifikasi Penyebab Blas
Eksplorasi Rizobakteri
Mekanisme Antagonisme Rizobakteri terhadap P.oryzae
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
1
3
3
4
4
4
4
4
4
5

5
5
5
6
6
7
13
17
17
17
18
20
22

vi

vii

DAFTAR TABEL
1


2
3

Hasil eksplorasi rizobakteri dan uji hipersensitif dari Desa Balumbang
Jaya (Blb), Situgede (Stgd), Cikarawang (Ckr), dan Babakan Lebak
(Blk).
Hasil pengamatan ciri koloni pada isolat rizobakteri yang tidak
menunjukkan gejala nekrotik pada uji hipersensitif
Hasil uji Gram dan uji antagonisme rizobakteri terhadap P.oryzae

8
9
13

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4

5
6
7

Gejala blas pada permukaan daun (a,b)
Inokulasi isolat P.oryzae pada daun padi (a),gejala blas pada daun
setelah diinokulasi (b,c)
Mikroskopis konidia P.oryzae dengan perbesaran 40x10
Hasil uji hipersensitif pada daun tembakau; isolat rizobakteri yang
menimbulkan gejala nekrotik pada daun tembakau (a), isolat
rizobakteri yang tidak menimbulkan gejala nekrotik pada daun
tembakau (b)
Hasil uji Gram pada isolat rizobakteri; isolat bakteri Gram negatif (a),
hasil uji Gram pada isolat bakteri Gram positif (b)
Zona bening yang terbentuk saat uji antagonisme antara rizobakteri
dan P.oryzae
Hasil uji antagonisme antara rizobakteri dan P.oryzae; perlakuan
rizobakteri yang tidak membentuk zona bening (a), perlakuan kontrol
(b)

6
6
7

8
14
14

15

DAFTAR LAMPIRAN

1

Pertumbuhan diameter P.oryzae pada uji antagonisme dengan
rizobakteri

21

viii

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Padi merupakan sumber utama makanan pokok di Indonesia. Produksi padi
di dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia setelah jagung dan gandum
(Kharisma et al. 2013). Penurunan hasil padi disebabkan banyak faktor seperti
iklim, ketersediaan air, kesuburan tanah, varietas yang digunakan, sistem
pengelolaan tanaman, perkembangan hama dan penyakit. Penyakit blas adalah
salah satu penyakit penting pada padi yang terjadi hampir di seluruh belahan
dunia pada daerah yang memiliki curah hujan tinggi dan menggunakan pupuk
nitrogen secara berlebihan (Agrios 2005).
Pyricularia oryzae Cav. merupakan cendawan penyebab penyakit blas yang
menyerang padi gogo. Pada akhir 1980, dilaporkan bahwa cendawan ini juga
menyerang padi sawah (Puslitbang Tanaman Pangan 2007a). Luas serangan
penyakit blas di Indonesia dapat mencapai 1.285 juta ha atau sekitar 12% dari
total luas areal pertanaman padi di Indonesia sedangkan konsumsi beras pada
tahun 2010, 2015, dan 2020 diproyeksikan berturut-turut sebesar 32.13, 34.12,
dan 35.97 juta ton. Jumlah penduduk pada ketiga periode itu diperkirakan
berturut-turut 235, 249, dan 263 juta jiwa (Puslitbang Tanaman Pangan 2007b).
Epidemi penyakit ini dapat disebabkan oleh nitrogen yang berlebihan, tingginya
adaptasi cendawan ini dalam menghadapi perubahan-perubahan lingkungan
hidupnya, penggunaan fungisida, penggunaan varietas tahan secara monokultur
dan terus menerus. Cendawan ini dapat menjadi patogen pada beberapa tanaman
penting lainnya seperti gandum, sorgum, serealia lainnya, dan gulma rumputrumputan serta gulma lainnya (Santoso dan Nasution 2009).
Cendawan P.oryzae dapat menyerang daun (leaf blast), buku (node blast),
leher malai (neck blast), bulir padi (spikelet blast) dan daun pelepah (collar rot)
(Scardaci et al. 1997). Penyakit blas dapat menimbulkan dua gejala khas yakni
bercak coklat kehitaman berbentuk belah ketupat, dengan pusat bercak berwarna
putih pada blas daun dan pada blas leher berupa bercak coklat kehitaman pada
pangkal leher yang dapat mengakibatkan leher malai tidak mampu menopang
malai dan patah (Puslitbang Tanaman Pangan 2007a). Bentuk dan ukuran bercak
dipengaruhi oleh perbedaan kultivar dan kondisi lingkungan. Keadaan yang
lembap dan varietas inang yang rentan dapat mengkondisikan bercak terus
membesar.
P.oryzae adalah cendawan yang termasuk dalam kelompok Deuteromycetes,
ordo Moniliales, famili Moniliaceae (Barnett dan Hunter 1998). Cendawan ini
ditemukan di alam dalam bentuk aseksualnya saja sedangkan bentuk seksualnya
yaitu Magnaporthe grisea hanya dihasilkan dengan pengkulturan di laboratorium
(Agrios 2005). Secara morfologi, cendawan P.oryzae mempunyai konidia
berbentuk seperti buah pir dan bersekat dua (Barnett dan Hunter 1998).
Satu daur penyakit dimulai ketika spora cendawan menginfeksi dan
menghasilkan suatu bercak pada tanaman padi dan berakhir ketika cendawan
bersporulasi dan menyebarkan spora baru melalui udara. Apabila kondisi
lingkungan menguntungkan, satu daur dapat terjadi dalam waktu 1 minggu.
Selanjutnya dari satu bercak dapat menghasilkan ratusan sampai ribuan spora
dalam satu malam dan terus manghasilkan spora selama lebih dari 20 hari. Pada

2
kondisi kelembapan dan suhu yang mendukung, P.oryzae mengalami banyak daur
penyakit dalam satu musim dan menghasilkan spora yang melimpah pada akhir
musim. Tingkat inokulum yang tinggi sangat berbahaya bagi tanaman padi yang
rentan (Scardaci et al. 1997).
Daur penyakit blas meliputi fase infeksi, kolonisasi, dan sporulasi. Fase
infeksi diawali dengan pembentukan konidia bersepta tiga yang dilepaskan dari
konidiafora. Konidia berpindah ke permukaan daun melalui percikan air atau
angin. Konidia kontak pada daun karena adanya perekat atau getah di ujungnya
(Hamer 1988). Konidia akan berkecambah pada kondisi optimum dengan cara
membentuk miselium yang selanjutnya akan membentuk apresoria dan kapak
penetrasi. Kapak penetrasi akan menembus kutikula daun dengan bantuan melanin
yang ada pada dinding apresoria. Hifa yang terus berkembang dan menginfeksi
akan menimbulkan bercak sebagai tanda sel dan jaringan mengalami nekrosis.
Pada kelembapan yang tinggi, bercak pada tanaman yang rentan menghasilkan
konidia selama 3-4 hari. Konidia ini sangat mudah tersebar dan merupakan
inokulum untuk infeksi selanjutnya (Agrios 2005).
Bercak pertama akan muncul 4-5 hari setelah inokulasi pada suhu 26-28 °C.
Perkembangan dari bercak kecil menjadi bercak besar akan berlangsung cepat
pada suhu 32 °C selama 8 hari. Sporulasi berlangsung optimum pada suhu 28 °C,
kelembapan 95%, dan kondisi gelap selama 15 jam. Sporulasi tidak terjadi jika
kelembapan kurang dari 89%. Suhu optimum untuk perkecambahan spora,
pembentukan bercak dan sporulasi adalah 32-35 °C (Scardaci et al. 1997).
Cendawan P.oryzae memiliki keragaman genetik yang tinggi. Populasi
P.oryzae terdiri dari individu-individu ras yang mempunyai sifat virulensi yang
berbeda. Ras P.oryzae dapat berubah dan membentuk ras baru dengan cepat
apabila populasi tanaman atau sifat ketahanan tanaman berubah. Tingginya
tingkat keragaman pada patogen P.oryzae disebabkan kemampuannya melakukan
perkawinan antar-haploid hifa yang berlainan materi genetiknya (parasexual
exchanged DNA) sehingga memungkinkan terjadinya segregasi dan rekombinasi
antar ras (Zeigler et al. 1997). Reflinur et al. (2005) melaporkan bahwa
amplifikasi DNA 230 isolat cendawan dari 5 lokasi yaitu Lampung, Sukabumi,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Bogor dengan menggunakan primer spesifik
gen virulensi, menghasilkan 8 haplotip.
Upaya pengendalian penyakit blas yang umum dilakukan adalah
menggunakan fungisida berbahan aktif metil tiofanat, fosdifen, atau kasugamisin
(Puslitbang Tanaman Pangan 2007a). Isu pencemaran lingkungan yang
disebabkan pestisida menyebabkan pengendalian hayati mulai dikembangkan.
Pengendalian hayati adalah menghancurkan sebagian atau seluruh populasi
patogen menggunakan organisme lain yang terjadi secara rutin di alam (Agrios
2005). Organisme yang meliputi spesies, subspesies, varietas, semua jenis
serangga, nematoda, protozoa, cendawan, bakteri, virus, mikoplasma, serta
organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat
dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme
pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan
lainnnya disebut agens hayati (Menteri Pertanian RI 1995). Menurut Supriadi
(2006) faktor awal yang sangat menentukan keberhasilan pengembangan agens
hayati untuk pengendalian patogen tanaman adalah ketepatan dalam pemilihan
jenis dan sumber agens hayati yang akan dikembangkan. Pada umumnya, jenis

3
agens hayati yang dikembangkan adalah mikroba alami, baik yang hidup sebagai
saprofit di dalam tanah, air, bahan organik, maupun jaringan tanaman. Salah satu
agens hayati yang melimpah paling banyak di tanah adalah bakteri. Rizobakteri
adalah bakteri yang berkolonisasi di daerah rizosfer dan memberikan hubungan
simbiotik terhadap tanaman dan lingkunganya (Maheshwari dan Saraf 2013).
Interaksi mikroba tanaman di daerah perakaran tanaman menjadi penentu
atas kesehatan tanaman dan kesuburan tanah. Interaksi ini memainkan peranan
penting dalam transformasi, mobilisasi sumber hara di tanah dan penyerapan
nutrisi tanaman esensial untuk memaksimalkan pertumbuhan tanaman (Fatima et
al. 2009). Menurut Glick dan Pasternak (2003), rizobakteri yang menguntungkan
seperti Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) dapat mempengaruhi
pertumbuhan tumbuhan dengan 2 cara yaitu secara langsung dan tidak langsung.
Pengaruh secara langsung pada tumbuhan yaitu menyediakan mineral-mineral
yang sudah disintesis dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tanaman seperti
mengikat nitrogen, mensistesis hormon tanaman, dan membantu tanaman dalam
pengambilan nutrisi di alam. Pengaruh PGPR secara tidak langsung yaitu
mencegah perkembangan organisme yang bersifat patogen pada tanaman dengan
mekanisme antagonisme, predasi, dan parasitisme. Antagonisme adalah salah satu
mekanisme biokontrol PGPR, di mana bakteri dapat menghasilkan antibiotik,
misalnya Bacillus cereus. Antibiotik yang dihasilkan dan telah digunakan secara
luas dalam pengendalian penyakit tanaman yaitu streptomisin, tetrasiklin,
sikloheksamid, dan blastisidin. Mekanisme biokontrol predasi dan parasitisme
biasanya ditemukan pada cendawan, seperti Trichoderma yang dapat merusak
dinding sel cendawan lainya (Lugtenberg dan Kamilova 2009).
Bakteri yang sudah sering dipakai sebagai pengendalian adalah
Pseudomonas fluorescens. Pseudomonas fluorescens sering dipakai sebagai
perlakuan benih, tanah, dan foliar untuk pengendalian blas. Pseudomonas
fluorescens mengendalikan patogen tanaman dengan kompetisi nutrisi, antibiosis,
produksi sideropor, dan enzim litik (Shymala dan Sivakumaar 2012).
Pengendalian hayati penyakit blas pada padi sawah masih belum banyak
dilakukan. Pengendalian hayati yang paling memungkinkan untuk padi sawah
adalah mengembangkan agens hayati bakteri atau aktinomiset.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bakteri dari rizosfer padi dan
mengevaluasi potensinya sebagai agens biokontrol terhadap P.oryzae.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang pengendalian
hayati penyakit blas di padi sawah.

4

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2014 sampai Oktober 2014
di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan ialah daun padi bergejala blas, tanah perakaran dari
padi sawah di Desa Babakan Lebak, Balumbang Jaya, Cikarawang, dan Situgede,
media Nutrient Agar (NA), media Potato Dextrose Agar (PDA), media Luria
Broth (LB), NaOCl 2%, NaCl 0.1%, KOH 3%, alkohol 70%, akuades, plastic
wrapping dan kapas steril. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah
laminar air flow, mikropipet, autoklaf, tabung reaksi, dan alat yang umum
digunakan di dalam laboratorium.
Metode Penelitian
Isolasi dan Identifikasi Penyebab Blas
Isolasi penyebab blas dilakukan dari daun padi sawah di Desa Cikarawang,
Bogor. Daun padi sawah yang bergejala blas dipotong dengan ukuran 0.5 x 0.5 cm.
Setiap potongan terdiri atas bagian yang sakit dan sehat. Daun disterilisasi dengan
pencelupan dalam larutan NaOCl 2% selama 1 menit, dibilas dengan air steril
sebanyak 3 kali dan ditiriskan dengan tisu steril. Potongan daun bergejala blas
tersebut diinokulasi pada cawan petri berisi media PDA (Potato Dextrose Agar)
yang telah ditambahkan NaCl 0.1% dan diinkubasi pada suhu ruang. Pemurnian
segera dilakukan setelah hifa tumbuh saat 3 hari setelah inokulasi (HSI).
Isolat patogen penyebab blas berumur 6 HSI diinokulasikan pada daun padi
berumur 21 hari yang sudah dilukai dengan jarum steril. Inokulasi dilakukan
dengan penempelan potongan inokulum pada daun yang telah dilukai. Selanjutnya,
daun tersebut ditutup dengan kapas steril yang sudah dilembapkan dengan
akuades steril dan dilapisi dengan plastic wrapping. Setelah 7 HSI, kapas dilepas
dan diamati perkembangan gejala yang terjadi.
Bila daun padi tersebut menunjukkan gejala penyakit blas, dilakukan
reisolasi pada media PDA yang telah ditambahkan NaCl 0.1% dan diidentifikasi
secara mikroskopis. Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan mengamati
bentuk konidia dan hifa.
Eksplorasi Rizobakteri
Rizobakteri dieksplorasi dari rizosfer padi sehat di persawahan yang
terserang penyakit blas pada 4 tempat yang berbeda yaitu Desa Cikarawang,
Situgede, Balumbang Jaya, dan Babakan Lebak. Isolasi bakteri menggunakan
metode pengenceran berseri. Sampel tanah perakaran ditimbang 10 g kemudian
dimasukkan ke dalam 90 ml akuades steril dan dikocok menggunakan shaker
berkecepatan 400 rpm selama 10 menit, kemudian dilakukan pengenceran berseri
hingga 10-6 menggunakan akuades steril 9 ml. Pencawanan dilakukan pada
pengenceran 10-4, 10-5, 10-6 dengan metode cawan tuang menggunakan media NA.

5
Setelah itu, cawan petri diinkubasi pada suhu ruang hingga berbagai macam
bentuk koloni rizobakteri tumbuh. Pemurnian dilakukan dengan metode
penggoresan kuadran hingga didapatkan koloni rizobakteri yang murni
(Hadioetomo 1993).
Uji Non Patogenik Isolat Rizobakteri
Uji non patogenik isolat rizobakteri dilakukan dengan uji hipersensitif pada
daun tembakau berumur 3 bulan yang diperoleh dari Balai Besar Litbang
Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Bogor. Rizobakteri dibiakkan
pada media LB (Luria Broth) lalu dikocok menggunakan shaker dengan
kecepatan 80 rpm selama 24 jam. Biakan rizobakteri disuntikkan pada bagian
bawah daun tembakau sebanyak 1 ml kemudian diamati setelah 48 jam.
Rizobakteri yang bersifat patogen akan menyebabkan gejala nekrotik pada daun
tembakau.
Identifikasi Rizobakteri
Identifikasi rizobakteri yang tidak bersifat patogenik dilakukan dengan uji
Gram. Uji Gram menggunakan KOH 3% yang diteteskan ke 1 lup bakteri pada
gelas preparat. Uji Gram ditentukan dengan melihat ada atau tidaknya
pembentukan lendir dari campuran rizobakteri dan KOH 3%. Jika tidak terbentuk
lendir, maka isolat rizobakteri tergolong ke dalam Gram positif dan jika terbentuk
lendir, maka termasuk bakteri Gram negatif.
Uji Antagonisme antara Rizobakteri dan P.oryzae
Pengujian dilakukan menggunakan metode umpan beracun. Isolat
rizobakteri yang akan diuji terlebih dahulu dilakukan pengenceran bertingkat
hingga 10-1 menggunakan 9 ml akuades steril. Suspensi rizobakteri 10-1 diteteskan
ke cawan petri sebanyak 1 ml, kemudian media PDA+NaCl 0.1% bersuhu 50 ºC
dituang. Cawan petri digoyang mengikuti angka 8 sebanyak 10 kali agar isolat
rizobakteri dan media tercampur. Isolat P. oryzae diletakkan dengan
menggunakan pelubang gabus 0.5 cm di tengah media yang sudah mengeras.
Pengamatan dan pengukuran dilakukan setiap hari terhadap diameter zona bening
yang terbentuk dari interaksi keduanya dan diameter pertumbuhan P.oryzae.
Rumus persentase penghambatan:

d

d1  d 2
x100%
d1

Keterangan :
d = presentase penghambatan pertumbuhan P.oryzae (%)
d1 = diameter pertumbuhan P.oryzae perlakuan kontrol (cm)
d2 = diameter pertumbuhan P.oryzae perlakuan rizobakteri (cm)
Analisis Data
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
jumlah perlakuan sesuai jumlah isolat rizobakteri non patogenik dan diulang
sebanyak 5 kali. Data yang diperoleh dianalisis lanjut dengan Uji Jarak Berganda
Duncan (UJBD) pada taraf 5%.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi dan Identifikasi Penyebab Blas
Pengamatan dan isolasi penyakit blas pada tanaman padi dilakukan di Desa
Cikarawang, Bogor. Sebelum dilakukan isolasi, survei penyakit blas juga
dilakukan di Desa Situgede, tetapi kejadian dan keparahan penyakit blas di sana
lebih rendah dibandingkan dengan Desa Cikarawang. Penyakit blas daun paling
mendominasi di Desa Cikarawang. Semua stadia umur padi dapat terserang
penyakit blas, namun pada fase generatif gejala terlihat lebih jelas dan bila sudah
parah terdapat blas leher malai.
Penyakit blas yang ditemukan di bagian daun (leaf blast) berupa bercak
coklat kehitaman berbentuk belah ketupat dengan pusat bercak berwarna putih
atau kelabu, di sekitar bercak terlihat dikelilingi oleh warna kuning pucat (Gambar
1a, 1b). Bercak belah ketupat dapat membesar, menyatu, dan mematikan
keseluruhan daun. Blas juga menyebabkan tanaman menjadi kerdil serta
mengurangi jumlah pembentukan malai (Ou 1985). Gejala blas daun biasanya
diawali dengan bercak kecil berwarna keputihan, abu-abu, atau kebiruan.
a a

bb

Gambar 1 Gejala blas pada permukaan daun (a,b)
Hasil reinokulasi penyebab blas pada daun padi (Gambar 2a) menunjukkan
gejala yang sama yaitu berupa bercak coklat kehitaman berbentuk belah ketupat
dengan pusat bercak berwarna putih atau kelabu dan di sekitar bercak terlihat
dikelilingi oleh warna kuning pucat (Gambar 2b, 2c).

Gambar 2

Inokulasi isolat P.oryzae pada daun padi (a),gejala blas pada daun
setelah diinokulasi (b,c)

7
Setelah daun tersebut direisolasi, dilakukan pengamatan mikroskopis yang
menunjukkan bahwa konidia berbentuk seperti buah pir berukuran 15µm x 25µm
dengan miselium bersekat (Gambar 3). Hal ini sesuai dengan Barnett dan Hunter
(1998) serta Agrios (2005) yang menjelaskan bahwa konidia P.oryzae berbentuk
seperti buah pir, berbentuk hampir elips dengan ujung konidia yang membulat.

25 µm

15 µm
Gambar 3 Mikroskopis konidia P.oryzae dengan perbesaran 40x10
Menurut Ou (1985) ukuran konidia P.oryzae berkisar antara 19-23 × 7-9µm.
Ukuran dan bentuk konidia bisa berbeda-beda tergantung dari ras patogen dan
kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan yang optimum untuk infeksi dan
sporulasi P.oryzae saat kelembapan 95% dengan suhu 26-27 °C (Munoz 2008).
Perkembangan bercak dipengaruhi kerentanan varietas dan umur bercak itu
sendiri. Bercak dapat berkembang hingga mencapai panjang 1-1.5 cm dan lebar
mencapai 0.3-0.5 cm. Bercak pada varietas rentan yang berkembang pada
kelembapan tinggi dan di bawah naungan menunjukkan bercak kecoklatan yang
tidak lebar tetapi memiliki daerah halo berwarna kekuningan di daerah sekitar
bercak. Pada varietas tahan, bercak tidak akan berkembang dan tetap seperti titik .
Hal ini terjadi karena adanya penghambatan perkembangan P.oryzae dalam
jaringan inang.
Eksplorasi Rizobakteri
Eksplorasi rizobakteri dilakukan di 4 desa sekitar kampus IPB yaitu
Cikarawang (Ckr), Situgede (Stgd), Balumbang Jaya (Blb), dan Babakan lebak
(Blk). Isolasi rizobakteri yang dilakukan di Desa Balumbang Jaya menghasilkan
14 isolat, Desa Situgede 5 isolat, Desa Cikarawang 5 isolat, dan Desa Babakan
Lebak 9 isolat (Tabel 1). Sebanyak 16 isolat merupakan bakteri patogenik karena
menyebabkan daun tembakau mengalami gejala nekrosis sedangkan 17 isolat
lainnya tidak menyebabkan gejala nekrotik di daun tembakau (Gambar 4b). Gejala
nekrotik yang ditunjukkan dalam penelitian ini hampir seluruhnya sama yaitu
bercak kecoklatan yang menyebar dan membesar disertai halo berwarna kuning di
pinggiran bercak (Gambar 4a). Pada uji hipersensitif ketahanan tanaman
mengenali adanya molekul sinyal khusus yang dihasilkan oleh patogen yang
disebut elisitor. Pengenalan elisitor oleh ketahanan tanaman mengaktifkan reaksi
biokimia di sekitar sel yang terserang dan menyebabkan hancurnya membran
seluler dari sel-sel yang berkontak dengan bakteri. Sel-sel tersebut akan
mengering dan daun tembakau pada percobaan ini mengalami nekrosis. Jaringan

8
daun yang mengalami nekrosis bertujuan mengisolasi patogen dari substansi
hidup di sekitarnya sehingga menyebabkan patogen tersebut mati (Agrios 2005).
Tabel 1 Hasil eksplorasi rizobakteri dan uji hipersensitif dari Desa Balumbang
Jaya (Blb), Situgede (Stgd), Cikarawang (Ckr), dan Babakan Lebak
(Blk).
No

Nama
Isolat

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Blb 3.2
Blb 3.3
Blb 3.4
Blb 3.5
Blb 3.6
Blb 3.7
Blb 3.8
Blb 3.9
Blb 3.10
Blb 3.11
Blb 4.1
Blb 4.2
Blb 5.3
Blb 6.1
Stgd 4.1
Stgd 4.2
Stgd 4.3

Hasil Uji
Hipersensitifa
+
+
+
+
+
+
+
+
+

No

Nama
Isolat

18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Stgd 5.1
Stgd 7.1
Ckr 3.1
Ckr 3.2
Ckr 3.3
Ckr 3.6
Ckr 3.7
Blk 3.4
Blk 3.5
Blk 3.6
Blk 3.7
Blk 3.8
Blk 4.1
Blk 4.2
Blk 5.1
Blk 5.3

Hasil Uji
Hipersensitifa
+
+
+
+
+
+
+
-

Tanda + menujukkan adanya gejala nekrotik pada daun saat uji hipersensitif, tanda –
menujukkan tidak ada gejala apapun saat uji hipersensitif
a

a

Gambar 4

b

Hasil uji hipersensitif pada daun tembakau; isolat rizobakteri yang
menimbulkan gejala nekrotik pada daun tembakau (a), isolat
rizobakteri yang tidak menimbulkan gejala nekrotik pada daun
tembakau (b)

Perbedaan jumlah isolat yang didapat dipengaruhi oleh keragaman
mikroorganisme yang ada di rizosfer. Mikroorganisme yang menyokong

9
pertumbuhan tanaman berkembang baik di tanah yang mengandung banyak unsur
hara. Faktor fisik dan kimia tanah seperti kelembapan, suhu, kandungan oksigen,
karbon dioksida, hara, dan pH akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme di
dalamnya (Johnson dan Curl 1972). Beberapa jenis tanah yang mampu membuat
mikroorganisme antagonis berkembang baik sehingga dapat menyebabkan
patogen tanaman tertekan perkembanganya disebut sebagai suppressive soil.
Mekanismenya melibatkan faktor abiotik dan biotik seperti menghasilkan
antibiotik, kompetisi terhadap makanan, dan parasitisme langsung (Agrios 2005).
Menurut Hadiwiyono (2010), tanah supresif dibentuk dan dipengaruhi oleh
ekosistem yang kompleks. Faktor yang paling berperan pada supresivitas tanah
adalah faktor hayati sedangkan faktor nonhayati berperan sebagai pendukung
dengan memberikan kondisi yang sesuai untuk aktivitas hayati dan sebagai
sumber nutrisi pada aktivitas mikrob yang ada di dalamnya. Usaha yang umum
dilakukan adalah memanipulasi kondisi fisik tanah seperti tekstur, struktur,
temperatur, dan kelembaban tanah adalah melakukan solarisasi tanah. Praktik
budidaya juga dapat diarahkan agar tidak menghambat perkembangan aktivitas
mikrob yang berperan pada supresivitas tanah seperti melakukan rotasi tanaman.
Pengamatan karakterisitk koloni dilakukan pada 17 isolat rizobakteri yang
tidak menunjukkan gejala nekrotik pada uji hipersensitif. Pemurnian dilakukan
dengan metode penggoresan kuadran (Hadioetomo 1993). Ciri koloni yang
diamati yaitu warna, elevasi, tepian dan bentuk (Tabel 2).
Tabel 2

Hasil pengamatan ciri koloni pada isolat rizobakteri yang tidak
menunjukkan gejala nekrotik pada uji hipersensitif
No Isolat
Bentuk
Tepian
Elevasi
Warna
Blb 3.2

1

bundar

licin

timbul

kuning

bundar

licin

datar

putih

Blb 3.3

2

10
No

Isolat

Bentuk

Tepian

Elevasi

Warna

bundar

licin

cembung

putih

bundar

berombak

datar

putih

bundar

berombak

datar

putih

bundar

berombak

datar

putih

tak
beraturan
berombak
dan
menyebar

datar

putih

Blb 3.6

3

Blb 3.7

4

Blb 3.8

5

Blb 3.11

6

Blb 4.1

7

11

No Isolat
Stgd 4.2

8

Bentuk

Tepian

Elevasi

Warna

bundar

berombak

datar

kuning
pekat

bundar

licin

datar

putih
kekuningan

bundar

licin

cembung

putih

bundar

licin

berombak

putih

bundar

tak
beraturan

datar

putih

Stgd 5.1

9

Ckr 3.1

10

Ckr 3.2

11

Blk 3.5

12

12
No Isolat
Blk 3.6

Bentuk

Tepian

tak
beraturan
berombak
dan
menyebar

13

Elevasi

Warna

datar

putih

Blk 3.8

14

bundar

licin

datar

putih
kekuningan

bundar

licin

timbul

putih

bundar

licin

cembung

putih

bundar

licin

cembung

putih

Blk 4.2

15

Blk 5.1

16

Blk 5.3

17

13
Mekanisme Antagonisme Rizobakteri terhadap P.oryzae
Isolat rizobakteri yang tidak menyebabkan gejala nekrotik di daun tembakau
diuji Gram dan antagonisme dengan isolat P.oryzae. Hasil uji Gram menunjukkan
bahwa terdapat 2 isolat bakteri Gram negatif dan 15 isolat bakteri Gram positif
(Tabel 3). Isolat rizobateri Gram negatif akan menunjukkan pembentukan lendir
setelah tercampur dengan KOH 3% (Gambar 5a) sedangkan isolat Gram positif
tidak terdapat pembentukan lendir (Gambar 5b). Menurut Shivas dan Beasley
(2005) lendir yang terbentuk pada bakeri Gram negatif disebabkan dinding sel
bakteri Gram negatif lebih sensitif dan tidak memiliki ketahanan terhadap
penghambat basa seperti KOH sehingga dinding sel akan pecah dan melisis.
Setelah itu, DNA akan keluar dari sel dan terbentuklah benang-benang lendir.
Pada bakteri Gram positif tidak terdapat pembentukan lendir karena dinding
selnya lebih resisten terhadap KOH sehingga dinding sel tidak pecah.
Tabel 4 Hasil uji Gram dan uji antagonisme rizobakteri terhadap P.oryzae
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
a

Kode
Isolat
Blk 3.6
Blk 5.3
Blb 3.11
Ckr 3.2
Blb 3.8
Blb 3.7
Stgd 5.1
Blb 4.1
Ckr 3.1
Blb 3.6
Blk 4.2
Stgd 4.2
Blb 3.3
Blb 3.2
Blk 3.8
Blk 5.1
Blk 3.5
Kontrol

Uji Grama
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
TDc

Presentase Penghambatan
(%)b
91.98a
66.00b
63.56b
57.11bc
54.89bc
48.45cd
46.00cd
45.11cd
44.67cd
43.78cd
39.33de
38.44de
29.56e
16.22f
7.78fg
7.11fg
1.11g
0.00g

Diameter Zona Bening
(cm)b
1.40ef
1.72cd
0.74h
0.96gh
0.00i
0.00i
1.56de
1.46def
0.00i
2.14ab
1.22fg
0.00i
1.92bc
0.00i
0.00i
0.00i
2.36a
0.00i

Tanda + merupakan bakteri Gram positif, tanda -merupakan bakteri Gram negatif. b Nilai tengah
yang memiliki huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT
α=5%.c TD: tidak dilakukan uji Gram.

14

b

a

Gambar 5 Hasil uji Gram pada isolat rizobakteri; isolat bakteri Gram negatif (a),
hasil uji Gram pada isolat bakteri Gram positif (b)
Uji antagonisme menunjukkan 14 isolat rizobakteri mampu menghambat
pertumbuhan P.oryzae dan 3 isolat lainya menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata dengan kontrol ((Tabel 3). Isolat Blk 3.6 mampu menghambat pertumbuhan
cendawan P.oryzae dengan persentase paling besar yaitu 91.98% dengan
pertumbuhan diameter P.oryzae 0.72 cm saat uji antagonisme (Lampiran 1). Isolat
yang tidak mampu menghambat pertumbuhan P.oryzae yaitu Blk 3.5, Blk 5.1, dan
Blk 3.8. Terdapat 10 isolat rizobakteri menunjukkan pembentukan zona bening
(Gambar 6) dan 7 isolat tidak membentuk zona bening. Isolat Blk 3.5 memiliki
diameter zona bening paling besar yaitu 2.36 cm dan isolat Blb 3.11 memiliki
diameter paling kecil yaitu 0.74 cm.

2.3 cm

Gambar 6 Zona bening yang terbentuk saat uji antagonisme antara rizobakteri
dan P.oryzae
Keragaman kemampuan antagonisme isolat rizobakteri tergantung pada
jenis zat antifungal yang dihasilkan dan keragaman isolat itu sendiri (William and
Asher 1996). Zona bening yang dihasilkan dalam uji antagonisme in vitro pada
percobaan ini diduga karena adanya produksi zat antifungal seperti antibiotik.
Gamard dan De Boer (1995) melaporkan bahwa salah satu mekanisme rizobakteri
dalam menekan perkembangan patogen adalah dengan menghasilkan antibiotik
yang ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar inokulum patogen saat uji
antagonisme. Antibiosis yang ditunjukkan dalam perlakuan in vitro akan

15
memudahkan dalam menyeleksi mikroorganisme yang berpotensi sebagai agens
biokontrol. Beberapa mekanisme antibiotik dalam menekan mikroorganisme lain
ialah penghambatan sinstesis dinding sel, penghambatan sintesis protein,
penghambatan sintesis DNA/RNA (Toha 2004). Chaiharn et al. (2008) juga
menggunakan zona bening sebagai indikator adanya enzim litik yang dapat
mendegradasi dinding sel patogen. Produksi enzim litik adalah salah satu
mekanisme antagonis yang penting karena mampu mendegradasi dinding sel
cendawan. Walaupun demikian, tidak ada bukti yang pasti untuk menunjukkan
mekanisme rizobakteri yang tepat karena banyaknya aktivitas biokontrol yang
terlibat dalam penghambatan pertumbuhan patogen (Wahyudi et al. 2011).
Wahyudi et al. (2011) melakukan penelitian pada Pseudomonas sp. sebagai
agens antagonis terhadap Fusarium oxysporum, Rhizoctonia solani, dan
Sclerotium rolfsii. Beberapa isolat yang menunjukkan adanya produksi enzim
kitinase ataupun aktivitas siderofor tidak dapat menghambat pertumbuhan patogen
yang diuji tetapi beberapa isolat yang tidak menunjukkan adanya produksi enzim
kitinase ataupun aktivitas siderofor dapat menghambat pertumbuhan patogen yang
diuji. Hal ini diduga karena adanya mekanisme biokontrol yang lain seperti
produksi HCN atau antibiotik yang lain. Lima isolat rizobakteri dalam percobaan
ini tidak menunjukkan adanya pembentukan zona bening seperti Blb 3.8, Blb 3.7,
Ckr 3.1, Stgd 4.2, dan Blb 3.2, namun tetap menunjukkan adanya penghambatan
pertumbuhan P.oryzae yang lebih tinggi (Gambar 7a) dibandingkan dengan
perlakuan kontrol (Gambar 7b). Zona bening yang tidak terbentuk pada beberapa
isolat dalam percobaan ini diduga karena mekanisme biokontrol lain yang lebih
mendominasi dibandingkan dengan produksi antibiotik. Isolat Blk 3.5 yang
memiliki zona bening terbesar namun tidak dapat menghambat pertumbuhan
P.oryzae karena pembentukan zona bening yang besar tidak menentukan adanya
antagonisme yang tinggi dari isolat tersebut.
b

a

4 cm

Gambar 7

9 cm

Hasil uji antagonisme antara rizobakteri dan P.oryzae;
perlakuan rizobakteri yang tidak membentuk zona bening (a),
perlakuan kontrol (b)

Beberapa bakteri rizosfer yang sudah sering dijadikan agens hayati dan
sudah dikomersialkan adalah Psedomonas fluorescens dan Bacillus subtilis.
Psedomonas fluorescens adalah contoh rizobakteri Gram negatif yang dapat
menghasilkan enzim kitinolitik. Enzim ini berperan dalam mendegradasi senyawa

16
kitin yang merupakan salah satu komponen penyusun dinding hifa fungi (Folders
et al. 2001). Mekanisme lainnya yaitu dengan menghasilkan beberapa antibiotik
yaitu agrocin 84, agrocin 434, 2,4-diacetylphloroglucinol (DAPG), herbicolin,
oomycin, phenazin, pyoluteorin, dan pyrrolnitrin (Glick dan Pasternak 2003).
Bacillus subtilis adalah salah satu rizobakteri gram positif. B.subtilis dapat
menghasilkan berbagai jenis antibiotik yaitu oligomycin A, kanosamine,
zwittermicin A, dan xanthobaccin (Glick dan Pasternak 2003). Killani et al (2011)
melaporkan bahwa B.subtilis menunjukkan kemampuan antibiosis yang tinggi
dalam menekan Fusarium verticilloides, F.equiseti, F. Solani, F. Oxysporum, R.
solani secara in vitro. Selain dengan antiboisis, bakteri Gram positif yang lain
seperti Azospirillum yang memiliki keunggulan dalam kompetisi memperebutkan
nutrisi seperti glukosa, asam amino, asam organik. Dalam aplikasinya di dalam
tanah, Azospirillum memiliki kemotaksis untuk bergerak menuju ke arah senyawa
tersebut (Compant et al. 2005).
Iaolat rizobakteri Blk 3.6, Blk 5.3, Blb 3.11, dan Ckr 3.2 menunjukkan
pembentukan zona bening dan presentasi penghambatan pertumbuhan P.oryzae in
vitro yang relatif tinggi dibandingkan isolat lainnya. Oleh karena itu, isolat-isolat
tersebut berpotensi untuk digunakan sebagai agens pengendali penyakit blas.
Menurut Dewi et al. (2013), tingkat intensitas serangan penyakit blas juga
dipengaruhi oleh kandungan silika yang mampu memperkuat dinding sel
epidermis. Sel-sel epidermis yang berdinding kuat dan tebal akan membuat
penetrasi P.oryzae mengalami kesulitan atau bahkan tidak bisa dilakukan. Sumber
silika dapat diperoleh dari berbagai sumber alam yaitu kompos jerami, sekam padi,
terak baja, dan pupuk silika (Husnain et al. 2011). Aplikasi rizobakteri di
lapangan dapat dikombinasikan dengan penambahan silika untuk meningkatkan
potensi pengendalian penyebab blas padi.

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Hasil eksplorasi dari sawah di Desa Babakan Lebak, Balumbang Jaya,
Cikarawang, dan Situgede diperoleh 33 isolat rizobakteri. Sebanyak 17 isolat
merupakan bakteri non patogenik, 15 isolat diantaranya merupakan bakteri Gram
positif dan 2 isolat bakteri Gram negatif. Rizobakteri yang relatif tinggi dalam
menghambat pertumbuhan P.oryzae in vitro ialah isolat Blk 3.6 (Gram positif),
Blk 5.3 (Gram negatif), Blb 3.11 (Gram positif), dan Ckr 3.2 (Gram positif)
berturut-turut sebesar 91.98, 66, 63.56, dan 57.11% .
Saran
Perlu dilakukan uji lanjut yaitu identifikasi rizobakteri yang telah ditemukan,
uji pada media agar darah untuk mengetahui apakah rizobakteri yang ditemukan
bersifat parasit terhadap manusia atau tidak, dan aplikasi rizobakteri pada padi
sawah.

18

DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. Plant Pathology. 5th ed. 2005. San Diego (US): Elsevier Academic
Press.
Barnett HL, Hunter BB. 1998. Illustrsted Genera of Imperfect Fungi. 4th ed.
Minnesota (US): APS Press.
Chaiharn M, Chunhaleuchanon S, Kozo A, Lumyong S. 2008. Screening of
rizobakteri for their plant growth promoting activities. Sci Tech J. 8(1): 1823.
Compant S, Duffy B, Nowak J, Clement C, Barka EA. 2005. Use of plant growth
promoting bacteria for biocontrol of plant disease: principles, mechanism of
action, and future prospects. Appl Environ Microbiol. 71(9): 4951-4959.
Dewi IM, Cholil A, Muhibuddin A. 2013. Hubungan karakteristik jaringan daun
dengan tingkat serangan penyakit blas daun (Pyricularia oryzae Cav.) pada
beberapa genotype padi (Oryza sativa L.). J HPT. 2(1): 10-18.
Fatima Z, Saleemi M, Zia M, Sultan T, Aslam M, Rehman R, Chaudhary MF.
2009. Antifungal activity of plant growth-promoting rhizobacteria isolates
against Rhizoctonia solani in wheat. Afr J Biotechnol. 8(2):219-225.
Folders J, Algra J, Roelofs MS, Leendert CL, Tommasen J, Bitter W. 2001.
Characterization of Pseudomonas aeruginosa chitinase, a gradually secreted
protein. J Bacteriol. 183(24): 7044-7052.
Gamard P, De Boer SH. 1995. Evaluation of antagonistic bacteria for suppression
of bacterial ring rot of potato. Eur J Plant Path. 101(1): 519-525.
Glick BR, Pasternak JJ. 2003. Molecular Biotechnology Principles and
Application of Recombinant DNA. 3rd ed. Washington (US): ASM press.
Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek: Teknik dan Prosedur
Dasar Laboratorium. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hadiwiyono. 2010. Tanah supresif dalam praktik pengelolaan penyakit tumbuhan.
J Ilmu Tanah dan Agroklimatologi. 7(1): 31-40.
Hamer JE. 1988. Host species-specific conservation of repeated DNA elements in
the genome of a fungal plant pathogen. Proc Natl Acad Sci. 86(1):99819985.
Husnain, Rochayati S, Adamy I. 2011. Pengelolaan hara silika pada tanah
pertanian di Indonesia. [Internet] [diunduh 2015 Jan 21]. Tersedia pada:
http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/21%20Hus
nain%20et%20al.%20%20Pengelolaan%20Hara%20Silika%20pada%20Tan
ah%20Pertanian%20di%20Indonesia.pdf
Johnson LF, Curl EA. 1972. Methods For Reasearch on The Ecology of Soil
Borne Plant Pathogens. Minossota (US): Burgess Publishing Company.
Kharisma SD, Cholil A, Aini LQ. 2013. Ketahanan beberapa genotipe padi
hibrida (Oryza sativa L.) terhadap Pyricularia oryzae Cav. penyebab
penyakit blas daun padi [Internet] [diunduh 2014 Apr 20];1(2):19-27.
Tersedia pada: http://jurnalhpt.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jhpt/article/
download/14/23.
Killani AS, Abaidoo RC, Akintokun AK, Abiala MA. 2011. Antagonistic effect of
indigenous Bacillus subtilis on root/soil borne fungal pathogens of cowpea.

19
[Internet] [diunduh pada 2014 Jan 20]. Tersedia pada: http://www.
sciencepub.net/researcher/research0303/02_4069research0303_11_18.pdf.
Lugtenberg B, Kamilova F. 2009. Plant growth promoting rhizobacteria. Annu
Rev Microbiol. 63(1):541-556. doi:62.081307.162918.
Maheshwari DK, Saraf M. 2013. Bacteria in Agrobiology: Crop Productivity.
Berlin(DE): Springer.
Menteri Pertanian RI. 1995. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
411/KPTS/TP.120/6/1995 tentang Pemasukan Agens Hayati ke dalam
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Deptan: Jakarta.
Munoz MC. 2008. The effect of temperature and realtiive humidity on the
airborne concentration of Pyricularia oryzae spores and the development of
rice blast in southern Spain. Spain J Agric Res. 6(1): 61-69.
Ou SH. 1985. Rice Disease 2nd ed. London (GB): The Cambrian News
(Aberystwyth) Ltd.
Puslitbang Tanaman Pangan. 2007a. Masalah Lapang: Hama, Penyakit, dan Hara
pada Padi ed ke-3. Jakarta (ID): Puslitbang Tanaman Pangan Press.
Puslitbang Tanaman Pangan. 2007b. Peningkatan produksi padi menuju 2020
[Internet] [diunduh 2014 Apr 20]. Tersedia pada: http://www.
puslittan.bogor.net/index.php?bawaan=download/download_detail&&id=35.
Reflinur, Bustama M, Widyastuti U, Aswidinoor H. 2005. Keragaman genetik
cendawan Pyricularia oryzae berdasarkan primer spesifik gen virulensi. J
Bioteknol Pertan. 10(2):55-60.
Santoso, Nasution A. 2009. Pengendalian penyakit blas dan penyakit cendawan
lainnya. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. [Internet] [diunduh pada
2014 Januari 20]. Tersedia pada: http://www.litbang.deptan.go.idspecial
/padi/bbpadi_2009_itp_20.pdf.
Scardaci SC. 1997. Rice Blast . A New Disease in California. Agronomy Fact
Sheet Series 1997-2. Davis(US): University of California.
Shivas R, Beasley D. 2005. Management of Plant Pathogens Collections.
Australia (AUS): Queensland Department of Primary Industries and
Fisheries.
Shymala, Sivakumaar. 2012. Integrated control of blast disease of rice using the
antagonistic rhizobacteria Psedomonas fluorescens and the resistance
inducing chemical salicylic acid [Internet] [diunduh 2014 April 20].
Tersedia pada: http://urpjournals.com/tocjnls/44_12v2i4_6.pdf.
Supriadi. 2006. Analisis risiko agens hayati untuk pengendalian patogen pada
tanaman. J Litb Pertan. 25(3): 75-80.
Toha AHA. 2004. Ensiklopedia Biokimia dan Biologi Molekul. Manokwari (ID):
Universitas Negeri Papua.
Wahyudi AT, Astuti RI, Giyanto. 2011. Screening of Pseudomonas sp. isolated
from rhizosphere of soybean plant as plant growth promoter and biocontrol
agent. Amr J Agri Biol Sci. 6(1): 134-141.
Williams GE, Asher MJC. 1996. Selection of rhizobacteria for the control of
Phythium ultimum and Aphanomyces cochiliodes on sugar beet seedlings.
Crop Prot. 15: 479-486.
Zeigler RS, Scott RP, Leung H, Bordeos AA, Kumar J. 1997. Evidence of
parasexual exchange of DNA in the rice blast fungus challenges its clonality.
Phytopathology. 87(1):284-287.

20

LAMPIRAN

21
Lampiran 1 Pertumbuhan diameter P.oryzae pada uji antagonisme dengan
rizobakteri
No
Kode Isolat
Pertumbuhan Diamater P.oryzae (cm)a
1
Kontrol
9.00 g
2
Blk 3.5
8.90 g
3
Blk 5.1
8.36 fg
4
Blk 3.8
8.30 fg
5
Blb 3.2
7.54 f
6
Blb 3.3
6.34 e
7
Blb 3.7
6.30 e
8
Stgd 4.2
5.54 e
9
Blk 4.2
5.46 cd
10
Blb 3.6
5.06 cd
11
Ckr 3.1
4.98 cd
12
Blb 4.1
4.94 cd
13
Stgd 5.1
4.86 cd
14
Blb 3.8
4.06 bc
15
Ckr 3.2
3.86 bc
16
Blb 3.11
3.28 b
17
Blk 5.3
3.06 b
18
Blk 3.6
0.72 a
a

Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata berdasarkan DMRT α=5%.

22

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 18 September 1992 dari
pasangan Khairul Anam dan Farida. Penulis adalah putri pertama dari tiga
bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan TK Tunas Mulia Samarinda pada
tahun 1998, SDN 027 Samarinda pada tahun 2004, SMPN 1 Samarinda pada
tahun 2007, dan SMAN 10 Samarinda pada tahun 2010. Penulis diterima di
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB)
pada tahun 2010 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Kegiatan intra dan ekstrakurikuler yang pernah diikuti di IPB adalah
menjadi asisten praktikum Entomologi Umum (2012/2013), Dasar-Dasar Proteksi
Tanaman (2012/2013 dan 2014/2015), Hama Gudang dan Permukiman
(2013/2014). Penulis juga aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Pertanian divisi Mitra Desa (2013) dan Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa IPB divisi Komunikasi dan Informasi (2014). Penulis juga
aktif mengikuti kepanitiaan dalam kegiatan departemen, fakultas, dan IPB.
Pada tahun 2013, Penulis mengikuti magang di Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura Samarinda, Kalimantan Timur. Penulis juga
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Karanganyar, Kecamatan Kedung
Banteng, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Di tahun yang sama, penulis meraih
juara 2 lomba tulis cerpen yang diadakan oleh IPB Art Contest (IAC).