Penghambatan Pertumbuhan Pyricularia Oryzae Oleh Aktinomiset Filosfer Padi Penghasil Kitinase
PENGHAMBATAN PERTUMBUHAN Pyricularia oryzae OLEH
AKTINOMISET FILOSFER PADI PENGHASIL KITINASE
CHARISA GLESIANDRA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penghambatan
Pertumbuhan Pyricularia oryzae oleh Aktinomiset Filosfer Padi Penghasil Kitinase
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Charisa Glesiandra
NIM G351130221
RINGKASAN
CHARISA GLESIANDRA. Penghambatan Pertumbuhan Pyricularia oryzae oleh
Aktinomiset Filosfer Padi Penghasil Kitinase. Dibimbing oleh ARIS TRI
WAHYUDI dan ANJA MERYANDINI.
Blas adalah penyakit padi yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia
oryzae. Penyakit ini dapat menyerang pada seluruh fase pertumbuhan tanaman padi
dan mampu menurunkan produksi hingga 70%. Penanggulangan penyakit blas
menggunakan senyawa kimia pestisida dapat berakibat buruk terhadap lingkungan
dan manusia yang mengkonsumsinya serta dapat menimbulkan resistensi patogen
terhadap senyawa kimia tersebut oleh karena itu penelitian mengenai mikrob
filosfer padi khususnya aktinomiset penghasil kitinase sebagai agens biokontrol
penyakit blas perlu untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan
melakukan penapisan aktinomiset filosfer padi yang memiliki aktivitas antagonistik
terhadap P. oryzae secara in vitro, menguji aktivitas enzim kitinase isolat
aktinomiset terpilih secara kualitatif dan kuantitatif, dan melakukan analisis pada
sekuen gen penyandinya.
Pengambilan sampel daun padi dari tanaman padi sehat dilakukan di tiga
lahan persawahan padi yang terserang penyakit blas, yaitu lahan persawahan padi
Situgede, Sukabumi dan Jasinga (Jawa Barat, Indonesia). Pengambilan sampel
dilakukan pada tanaman padi yang berusia 30 hingga 60 hari setelah tanam. Bagian
daun padi yang tidak terendam air kira-kira 10 cm dari permukaan air dipotong
secara aseptik. Sampel kemudian dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Institut
Pertanian Bogor untuk dilakukan proses isolasi aktinomiset filosfer padi dengan
menggunakan teknik pencucian dan media Humid acid vitamin.
Sepuluh isolat aktinomiset potensial dipilih berdasarkan hasil penapisan
antagonistik terhadap P. oryzae dan nilai indeks kitinolitik dari 57 isolat
aktinomiset filosfer yang telah berhasil diisolasi dari lahan persawahan padi di
Situgede, Sukabumi dan Jasinga. Pengujian kuantitatif kitinase dilakukan terhadap
sepuluh isolat terpilih dan memberikan hasil yang beragam. Isolat STG 10, JSN 3.1
dan STG 24 memiliki aktivitas kitinase tertinggi, yaitu 14.898 ± 0.048 (U/mg),
13.117 ± 0.048 (U/mg) dan 12.534 ± 0.193 (U/mg) yang diperoleh pada hari ke-8
waktu inkubasi. Supernatan isolat STG 10, JSN 3.1 dan STG 24 dapat menghambat
pertumbuhan P. oryzae pada medium PDA dengan persen penghambatan 56.48%,
72.15% dan 65.97% dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Gen kitinase famili
19 digunakan sebagai gen penanda untuk mengevaluasi aktivitas antifungi dari
kitinase yang dihasilkan oleh isolat terpilih. Hasil analisis menggunakan program
BLAST.X membagi 10 isolat terpilih menjadi 2 gen kitinase, yaitu 6 isolat kitinase
A dan 4 isolat kitinase C. Aktivitas antifungi kitinase C famili 19 dari S. griseus
HUT 6037 telah dibuktikan dan dapat menghambat pertumbuhan hifa beberapa
cendawan patogen. Isolat JSN 3.1, STG 24 dan STG 23 dengan hasil penapisan
antagonistik terhadap P. oryzae, uji enzim dan uji penghambatan pertumbuhan P.
oryzae yang relatif tinggi memiliki nilai similaritas 83 - 90% terhadap gen kitinase
C S. griseus HUT 6037 dan S. globisporus.
Kata kunci: Actinomycetes filosfer, antifungal, gen kitinase famili 19, penyakit
blas, Pyricularia oryzae.
SUMMARY
CHARISA GLESIANDRA. Inhibition of Pyricularia oryzae Growth by Rice
Phyllosphere Actinomycetes Producing Chitinase. Supervised by ARIS TRI
WAHYUDI and ANJA MERYANDINI.
Blast is a disease caused by Pyricularia oryzae fungus. This disease can
infect rice plants in all growth phase and able to decrease rice production up to 70%.
The countermeasures of blast disease using chemical pesticides can adversely
impact the environment and humans who consume it, as well as stimulate pathogen
resistance against chemical compounds thus as study about rice phyllosphere
microbes especially actinomycetes producing chitinase as a biological control agent
must be done. This study aims to isolate and screen rice phyllosphere actinomycetes
which have antagonistic activity against P. oryzae, verify chitinase activity from
selected actinomycetes isolates qualitatively and quantitatively, and conduct
analysis of family 19 chitinase gene sequences on selected actinomycetes.
Leaf samples from health rice plants were collected from rice field areas
which were infected by blast diseases in Situgede, Sukabumi and Jasinga (West
Java, Indonesia). Sample collection was performed 30 to 60 days after seedling
cultivation. The aerial parts of the rice plants were cut approximately 10 cm above
the water level and immediately transferred to the Microbiology Laboratory at
Bogor Agricultural University, where they were further processed to isolated rice
phyllosphere actinomycetes using washing method and humid acid medium.
Ten potential actinomycete isolates were selected from 57 rice phyllosphere
isolates isolated from rice fields in Situgede, Sukabumi in Jasinga based on
antagonistic assay against P. oryzae and chitinase screening result. Chitinase
qualitative and quantitative assays were conducted and gave a diverse result.
Isolates STG 10, JSN 3.1 and STG 24 were had chitinase activity at 14.898 ± 0.048
(U/mg), 13.117 ± 0.048 (U/mg) and 12.534 ± 0.193 (U/mg) respectively which
obtained at day 8th of incubation period. The supernatant of STG 10, JSN 3.1 and
STG 24 isolates also significantly reducing P. oryzae growth in PDA medium at
56.48%, 72.15% and 65,97% respectively compared with control treatment. Family
19 chitinase gene were used as marker to evaluating the antifungal activity of
chitinase produced by the selected actinomycetes isolates. Analysis result using the
BLAST.X program divided 10 selected isolates into 2 chitinases gene namely 6
isolates belongs to Chitinase A and 4 isolates belongs to Chitinase C. The antifungal
activity of chitinase C family 19 from Streptomyces griseus HUT6037 already
proved and able to inhibit the growth of several pathogenic fungi. Isolates JSN 3.1,
STG 24 dan STG 23 which had a relative high resulf of screening agains P. oryzae
assay, enzyme assay and antifungal assay had a similarity 83 – 90% with chitinase
gene from S. griseus HUT6037 and S. globisporus.
Key words: antifungal, blast disease, family 19 chitinase gen, phyllosphere
actinomycetes, Pyricularia oryzae.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGHAMBATAN PERTUMBUHAN Pyricularia oryzae OLEH
AKTINOMISET FILOSFER PADI PENGHASIL KITINASE
CHARISA GLESIANDRA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Progam Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi
Judul Tesis : Penghambatan Pertumbuhan Pyricularia oryzae oleh Aktinomiset
Filosfer Padi Penghasil Kitinase.
Nama
: Charisa Glesiandra
NIM
: G351130221
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Aris Tri Wahyudi, MSi
Ketua
Prof Dr Anja Meryandini, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Progam Studi
Mikrobiologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Anja Meryandini, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 25 Agustus 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 sampai Juni
2016 ini ialah biokontrol, dengan judul Penghambatan Pertumbuhan Pyricularia
oryzae oleh Aktinomiset Filosfer Padi Penghasil Kitinase.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Aris Tri Wahyudi, MSi sebagai
ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Anja Meryandini sebagai anggota komisi
pembimbing, yang telah sabar memberikan nasehat, saran, motivasi, serta solusi
dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan penelitian
dan penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada
penguji luar komisi Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi dan Dr Rika Indri Astuti,
MSi selaku perwakilan dari Progam Studi Mikrobiologi IPB, yang telah
memberikan nasehat dan masukan pada saat ujian sidang tesis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mbak Sari, Ibu Heni dan
Bapak Jaka selaku staf Laboratorium Mikrobiologi atas bantuan selama penulis
melakukan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Biologi IPB. Rekan
satu team penelitian (Teh Ai, Noor, Mba Wiwiek, Maya, Desi, Mba Adit, Dita,
Wendi, Eka, Laifa, Jefri), rekan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi IPB (Kak
Dita, Naswandi, Putri, Susi, Hidayah, Mery, Agesti, Masrukhin, Lia, Abang Risky,
Ibu Rina, Pak Sipri, Ibu Leni, dan lainnya) dan sahabat program PARE IPB (Kak
Yeni, Kak Rara, Kak Ria, Kak Yunita, Kak Wahyu, Kak Della, Kak Vanesa,
Dailami, Kak Saputri) atas dukungan, motivasi dan bantuannya selama penelitian
ini. Ucapan terima kasih tak terhingga juga penulis sampaikan kepada Ibunda
Risma Yutikadiansyah, Ayahanda Christian Carnadi Ascaar, Mohammad Aziz
Mahardika serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih untuk
teman-teman seperjuangan di Pascasarjana Mikrobiologi IPB angkatan 2013 atas
bantuan, kerjasama, persaudaraan, dan kebersamaan yang diberikan selama penulis
menjalani penelitian dan masa studi. Terimakasih kepada pemerintah Indonesia
melalui Proyek KKP3N Kementrian Pertanian dan Beasiswa Progam Pascasarjana
Dalam Negeri (BPPDN) Tahun 2013 sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
dengan baik.
Sebagian dari hasil penelitian ini telah dikirim ke jurnal internasional
Malaysian Journal of Microbiology (terindeks Scopus) untuk publikasi dengan
judul “Inhibition of Pyricularia oryzae Growth by Rice Phyllosphere Actinomycetes
Producing Chitinase” (under review).
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Charisa Glesiandra
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Blas
Aktinomiset Filosfer dan Potensinya
Kitinase
2
2
4
4
3 METODE
7
Kerangka Penelitian
7
Waktu dan Tempat
8
Alat dan Bahan
8
Pengambilan Sampel Daun
8
Isolasi Aktinomiset Filosfer Padi
8
Penapisan Aktivitas Antagonistik Isolat Aktinomiset terhadap P. oryzae 9
Uji Aktivitas Enzim Kitinase secara Kualitatif
9
Uji Aktivitas Enzim Kitinase secara Kuantitatif
9
Penghambatan Pertumbuhan P. oryzae
10
Deteksi Gen Penyandi Kitinase Famili 19
10
Analisis Sekuen Gen Kitinase Famili 19
10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Aktinomiset Filosfer Padi
Aktivitas Antagonistik Isolat Aktinomiset terhadap P. oryzae
Aktivitas Kualitatif Enzim Kitinase
Aktivitas Kuantitatif Enzim Kitinase
Penghambatan Pertumbuhan P. oryzae
Karakteristik Gen Penyandi Kitinase famili 19
Hasil Analisis Sekuen Gen Kitinase Famili 19
11
11
11
11
15
16
18
19
SIMPULAN DAN SARAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
27
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
Karakteristik enzim kitinase
Aktivitas antagonistik isolat aktinomiset terhadap P. oryzae
Nilai indeks kitinolitik (IK) isolat aktinomiset anti P. oryzae
Aktivitas maksimum enzim kitinase dari sepuluh aktinomiset terpilih
Persentase penghambatan petumbuhan Po oleh supernatan
aktinomiset
Kuantitas DNA genom sepuluh aktinomiset terpilih
Analisis bioinformatika sekuen gen penyandi kitinase 19 aktinomiset
5
12
14
15
17
18
19
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
Daur hidup penyakit blas pada tanaman padi
Struktur kitin yang mengandung monomer N-asetilglukosamin
Pemutusan ikatan glikosida β-(1,4) oleh endokitinase, eksokitinase
dan N-asetil-glukosaminidase
4 Diagam alir penelitian
5 Koloni isolat aktinomiset berumur 10 hari pada media YMA (Gb.
Atas) dan mikroskopis koloni dengan perbesaran 400x dilihat dengan
mikroskop cahaya (Gb. Bawah)
6 Penghambatan pertumbuhan P. oryzae oleh (A) isolat SKB 2.8, (B)
SKB 2.14 dan (C) JSN 3.1.
7 Aktivitas kitinase isolat aktinomiset pada media agar-agar yang
mengandung 0.3% kitin.
8 Aktivitas enzim kitinase isolat STG 10, SKB 2.16, JSN 3.1 dan STG
24
9 Penghambatan pertumbuhan P. oryzae oleh supernatan isolat pada
media PDA
10 Elektroforesis gel agarose 0,8%. Gen kitinase famili 19 hasil
amplifikasi dengan PCR dari 10 aktinomiset terpilih
11 Pohon filogenetik gen penyandi kitinase famili 19 dari 10 isolat
aktinomiset terpilih dengan metode neighbor-joining dengan evaluasi
bootstrap 1000 x
12 Hasil analisis clustal W asam amino gen kitinase famili 19
3
5
6
7
11
13
14
16
17
18
20
21
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Penghitungan aktivitas enzim kitinase
Berat kering dan aktivitas enzim kitinase isolat aktinomiset terpilih
selama 10 hari
Sekuen gen Kitinase famili 19 isolat terpilih
Hasil BLASTX sekuen isolat terpilih
28
28
31
33
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Blas adalah penyakit padi yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia
oryzae. Penyakit ini dapat menyerang pada seluruh fase pertumbuhan tanaman padi
dan mampu menurunkan produksi hingga 70% (Munoz et al. 2007). Berdasarkan
data pada Direktorat Perlindungan Tanaman, Ditjen Tanaman Pangan. Luas
serangan Blas pada tanaman padi Tahun 2012 seluas 55.643 ha terutama terjadi di
Propinsi Jawa Timur (17.166 ha), Jawa Tengah (10.644 ha), Jawa Barat (8.068 ha),
Lampung (3.479 ha) dan Sulawesi Tenggara (2.248 ha). Luas ini lebih tinggi
apabila dibandingkan dengan tahun 2011 seluas 27.403 ha (puso: 198 ha) dan ratarata 5 tahun (2006-2010) seluas 19.787 ha (puso: 64 ha) (BPS 2014). Menurut Amir
dan Kardin (1991), serangan blas leher dapat mencapai 90% dan menyebabkan
kehilangan hasil padi mencapai 50 - 90% pada varietas rentan. Daerah endemik
penyakit blas di Indonesia adalah Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera
Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Jawa Barat (Sukabumi).
Penanganan hama tanaman menggunakan kontrol biologis cenderung lebih
lambat, tetapi lebih tahan lama, dan tidak membahayakan organisme lain. Penyakit
blas padi yang disebabkan oleh P. oryzae merupakan penyakit yang sangat penting
karena penyakit ini terdistribusi secara luas di dunia dan menyebabkan penurunan
produktivitas dalam jumlah besar (Ramanathan et al. 2002).
Penanggulangan penyakit blas karena P. oryzae menggunakan senyawa
kimia seperti pestisida dapat berakibat buruk terhadap lingkungan dan manusia
yang mengkonsumsinya serta dapat memacu resistensi patogen terhadap senyawa
kimia tersebut. Mikroorganisme sebagai agen pengendali hayati memiliki potensi
yang tinggi dalam mengendalikan patogen tanaman serta tidak memiliki efek
terhadap lingkungan atau organisme bukan sasaran. Penggunaan beberapa mikrob
pengendali hayati dilaporkan dapat mengurangi penggunaan senyawa kimia
pertanian (Adesemoye et al. 2009). Sumber mikrob pengendali hayati patogen
tanaman dapat berasal dari tanah (Zarandi et al. 2009) atau dari filosfer (Wang &
Ma 2011).
Aktinomiset merupakan bakteri Gram positif yang menghasilkan 70%
senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh bakteri (Takahashi 2004). Aktinomiset
mampu menghasilkan beragam metabolit sekunder dengan beragam fungsi biologi
seperti antimikrob, inhibitor enzim, dan enzim pendegradasi bahan organik
(Emmert & Handelsman 1999). Gopalakrishnan et al. (2013) melaporkan bahwa
terdapat lima galur Streptomyces yang bersifat antagonis pada cendawan patogen
Fusarium oxysporum pada tanaman padi dan sorgum. Dilaporkan pula bahwa dua
dari kelima galur Streptomyces tersebut mampu menghasilkan enzim kitinase yang
mampu menghidrolisis dinding sel, miselium dan spora cendawan patogen. Sejauh
ini belum banyak penelitian yang melaporkan tentang aktinomiset filosfer padi
sebagai agen biokontrol penyakit tanaman. Hal tersebut mendasari penelitian ini
dalam pencarian agen biokontrol penyakit tanaman asal filosfer padi penghasil
kitinase dalam mengendalikan P. oryzae yang menginfeksi tanaman melalui daun.
2
Perumusan Masalah
Penyakit blas pada padi yang disebabkan oleh Pyricularia oryzae dapat
meenyebabkan kehilangan produksi padi 50 – 90% pada spesies rentan.
Pengendalian penyakit blas yang aman bagi konsumen dan lingkungan belum
banyak dikembangkan. Dinding sel P. oryzae yang tersusun atas kitin menjadi
target penggunaan kitinase dalam mengendalikannya. Kajian penggunaan kitinase
dari Aktinomiset sebagai biokontrol cendawan patogen pada tanaman komersial
lainnya telah banyak digunakan dan dinilai lebih efektif, namun belum dikaji
potensinya terhadap patogen P. oryzae.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan melakukan penapisan
aktinomiset filosfer padi yang memiliki aktivitas antagonistik terhadap P. oryzae
secara in vitro. Mengukur aktivitas enzim kitinase isolat aktinomiset terpilih secara
kualitatif dan kuantitatif, serta melakukan analisis sekuen protein gen family 19
pada aktinomiset terpilih.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pencarian agen
pengendali hayati P. oryzae penyebab blas padi yang bersifat ramah lingkungan
sebagai pengganti pestisida kimia sintetis. Langkah tersebut bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas tanaman padi sehingga dapat mendukung ketahanan
pangan nasional.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Blas
Penyakit blas pada padi disebabkan oleh Pyricularia oryzae Cavara (sinonim:
P. grisea Sacc) yang merupakan cendawan Ascomycota dan bersifat heterotalik
(Zeigler 1994). Cendawan ini hanya ditemukan dalam bentuk aseksualnya saja di
alam, sementara bentuk seksualnya yaitu Magnaporthe oryzae (sinonim: M. grisea
Hebert) hanya dapat dihasilkan dengan pengkulturan di laboratorium (Valent
1990). Secara morfologi cendawan ini memiliki konidia berbentuk bulat, lonjong,
tembus cahaya, dan bersekat dua (3 ruangan) (Ou 1985).
Cendawan P. oryzae menyebabkan penyakit blas pada padi yang merupakan
salah satu penyakit padi paling mematikan secara luas di dunia (Ou 1985). Patogen
P. oryzae cenderung berada di permukaan daun menyebabkan blas selama fase
vegetatif atau bercak leher selama fase reproduktif. Lesi blas pada daun mengurangi
laju fotosintesis individual daun (Bastiaans & Kropff 1991). Blas leher dianggap
fase paling mematikan dan dapat terjadi tanpa dimulai dengan blas daun (Zhu et al.
2005). Gejala blas pada daun dapat bervariasi tergantung kondisi lingkungan, umur
tanaman dan tingkat resistensi kultivar. Pada kultivar yang sensitif, penampakan
awal lesi berwarna hijau-kelabu dan hijau kehitaman pada derah timbulnya gejala.
Penyakit tersebut menyebar secara cepat hingga panjang beberapa sentimeter. Pada
kultivar yang sensitif, lesi yang tua berwarna coklat cerah dannekrosis. Pada
3
kultivar yang resisten, lesi sering terlihat kecil (1-2 mm) dan berwarna coklat
sampai coklat kehitaman (Tebeest et al. 2007).
Cendawan penyebab blas bersifat sangat spesifik pada padi, meskipun
beberapa spesies dapat menyerang rumput liar. Cendawan yang telah menyerang
padi memproduksi ribuan spora secara cepat yang dapat terbawa oleh angin dan
hujan sehingga menjangkit tanaman padi tetangga (Brent 1995).
Daur penyakit blas meliputi 3 fase, yaitu infeksi, kolonisasi dan sporulasi
(Gambar 1) (Zeigler et al. 1994). Fase infeksi diawali dengan pembentukan konidia
bersepta tiga yang dilepaskan oleh konidiofor. Konidia kemudian berpindah ke
permukaan daun sehat melalui percikan air atau angin. Penempelan konidia pada
permukaan daun padi terjadi karena adanya getah pada ujung konidia (Hamer et al.
1989). Fase kolonisasi dimulai dengan perkecambahan konidia membentuk
apresoria yang tersusun atas melanin, kemudian apresoria tersebut akan menembus
kutikula daun (Bourett & Howard 1990). Proses penetrasi appresoria pada kondisi
optimum berlangsung selama 8 – 10 jam (Chumley & Valent 1990). Pertumbuhan
hifa P. oryzae pada permukaan daun padi menyebabkan terbentuknya lesi. Fase
sporulasi ditandai dengan pembentukan lesi yang akan menghasilkan konidia
(spora). Lesi pertama akan muncul 4 – 5 hari setelah infeksi konidia pada
permukaan daun (Bonman. 1992). Perkembangan lesi kecil menjadi lesi besar akan
berlangsung selama 8 hari. Lesi kecil mampu menghasilkan 50 – 300 spora selama
6 -7 hari, sedangkan lesi besar menghasilkan 2.500 – 6.000 spora selama 14 hari
secara in vitro. Penyebaran spora selain dapat terjadi melalui air dan angin juga
dapat terjadi melalui gabah yang terjangkit. Pada daerah tropis spora P. oryzae
mampu bertahan sepanjang tahun (Zeigler et al. 1994).
Gambar 1
Daur hidup penyakit blas pada tanaman padi (TNAU Agritech
2014); dengan modifikasi.
4
Aktinomiset filosfer dan Potensinya
Aktinomiset merupakan bakteri Gram positif yang membentuk percabangan
filamen dan spora dengan komposisi basa DNA (Guanin + Cytosin) berkisar antara
63-78% (Miyadoh 1997). Aktinomiset diklasifikasikan sebagai berikut
(Stackebrandt et al. 1997):
Domain
: Bacteria
Filum
: Actinobacteria
Kelas
: Actinobacteria
Subkelas
: Actinobacteridae
Ordo
: Actinomycetales
Secara klasifikasi molekuler aktinomiset terbagi dalam 10 subordo.
Sebagian besar aktinomiset (95%) beranggotakan genus Streptomyces (Lachevalier
et al. 1977). Aktinomiset memiliki potensi sebagai agen biokontrol pengendali
penyakit tanaman padi baik biomassa sel maupun kultur filtrat. Aktinomiset mampu
memproduksi senyawa bioaktif yang bersifat antagonis terhadap fungi fitopatogen
(Bressan 2003) dan dapat digunakan untuk mengontrol penyakit blas pada padi
(Karthikeyan & Gnanamanickam 2008). Aktinomiset merupakan sumber senyawa
bioaktif termasuk antibiotik, senyawa pemacu pertumbuhan tanaman, enzim dan
substansi lainnya. Salah satu enzim yang dihasilkan aktinomiset adalah kitinase.
Penghambatan pertumbuhan cendawan oleh aktinomiset salah satunya dapat terjadi
karena dihasilkannya enzim kitinase yang dapat mendegradasi dinding sel
cendawan dan berfungsi sebagai agen proteksi tanaman (Inbar & Chet 1991).
Habitat aerial daun tanaman yang dikolonisasi oleh mikrob disebut filosfer
sehingga mikrob yang dapat mengkolonisasi bagian tersebut disebut mikrob
filosfer. Mikrob filosfer diantaranya merupakan bakteri, cendawan dan aktinomiset.
Beberapa penelitian mikrob filosper difokuskan pada daun yang merupakan
struktur aerial dominan pada tanaman (Andrews dan Harris 2000). Potensi
aktinomiset filosfer yang utama yaitu sebagai agens hayati pengendali penyakit
tanaman yang dikolonisasinya (Boukaew & Prasertsan 2014; Srividya et al. 2012)
Beberapa penelitian mengenai aktinomiset filosfer telah dilakukan,
diantaranya Ilsan et al. (2016) berhasil mengisolasi 22 aktinomiset filosfer padi dari
padi yang terserang penyakit Blight Leaf Bacterial (BLB). 6 isolat aktinomiset
memiliki kemampuan antagonis terhadap Xanthomonas oryzae penyebab BLB dan
dapat menurunkan persentase penyakit BLB hingga 25.87% pada padi varietas
IR64 di rumah kaca. Wang dan Ma (2011) juga berhasil mengisolasi aktinomiset
XN-1 dari filosfer mentimun yang dapat menghambat pertumbuhan hifa cendawan
patogen Corynespora cassiicola hingga 78.34% pada media PDA, kultur filtratnya
menghambat perkecambahan spora C. casiiocola hingga 96.50%. Chen dan Li
(1994) berhasil mengisolasi 3050 isolat bakteri dan aktinomiset dari rizosfer dan
filosfer berbagai tanaman, 94 isolat menghambat pertumbuhan cendawan patogen
beberapa tanaman, 40% isolat aktinomiset menghasilkan kitinase pada media agaragar yang mengandung kitin.
Kitinase
Kitin merupakan polisakarida (polimer) yang dibangun oleh unit monomer
N-asetilglukosamin yang tersusun linier dengan ikatan β (1-4) glikosida. Struktur
monomer kitin terangkai dengan ikatan β (1-4) glikosida (Gambar 2) (Hirano et al.
1999). Kitin tersebar luas di alam seperti pada kutikula insekta, cangkang udang,
nematode dan dinding sel sebagian besar cendawan (Bhattacharya et al. 2007).
5
Gambar 2
Struktur kitin yang mengandung
(Bhatnagar & Sillanpaa 2009)
monomer
N-asetilglukosamin
Kitin pada cendawan tersebar luas khususnya pada Chytridiomycota,
Zygomycota, Ascomycota dan Basidiomycota sebagai komponen dari dinding sel,
miselium dan spora (Roberts 1992). Kandungan kitin berbeda pada setiap genus
cendawan. Dinding sel cendawan mengandung 80-90% polisakarida (Landecker
1996. Mayoritas cendawan mengandung kitin dan glukan sebagai polisakarida
utama pada dinding selnya, kecuali oomycota yang mengandung selulosa dan
glukan sebagai komponen dinding sel fibrilnya (Deacon 1997).
Kitinase tergolong dalam kelompok enzim hidrolase (Tabel 1). Kitinase
dikelompokkan menjadi 3 famili glikosil hydrolase yaitu famili 18, 19 dan 20.
Kitinase yang dihasilkan organisme prokariotik dan eukariotik termasuk dalam
famili 18, sedangkan kitinase famili 19 ditemukan pada Streptomycetes dan
tanaman tingkat tinggi (Susi 2002).
Tabel 1. Karakteristik enzim kitinase (Pratiwi et al. 2015)
Kitinase merupakan enzim yang aktif mengkatalisis polimer kitin menjadi
kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin dengan menghidrolisis kitin
secara acak pada ikatan glikosidik. Terdapat 3 jenis kitinase yang dibedakan
6
berdasarkan cara kerjanya dalam menghidrolisis kitin, yaitu endokitinase,
eksokitinase dan N-asetil-glukosaminidase. Endokitinase menghidrolisis ikatan
glikosida β-(1,4) secara acak menghasilkan dimer, trimer, tetramer dan oligomer
gula. Eksokitinase menghidrolisis ikatan glikosida β-(1,4) hanya dari ujung nonreduksi. N-setil-glukosaminidase menghirdolisis ikatan glikosida β-(1,4) pada
diasetilkitobiosa menghasilkan N-asetil-glukosamin (Gambar 3) (Bhattacharya et
al. 2007).
Gambar 3
Pemutusan ikatan glikosida β-(1,4) oleh endokitinase, eksokitinase
dan N-asetil-glukosaminidase (Hirose et al. 2010)
Kitinase telah banyak digunakan sebagai agens biokontrol dan efektif
mengatasi cendawan serta hama serangga. Watanabe et al (1999) melaporkan
bahwa kitinase dari Streptomyces sp. berfungsi sebagai agens biokontrol terhadap
Fusarium oxypsorum dan beberapa cendawan patogen lainnya.Aktinomiset filosfer
yang bersahil diisolasi dari berbagai tanaman oleh Chen dan Li (1994)
menghasilkan kitinase pada media agar-agar yang mengandung kitin dan dapat
berperan sebagai agens biokontrol penyakit tanaman. Kawase et al. (2005)
membuktikan bahwa kitinase Streptomyces coelicolor yang dapat ditemukan pada
filosfer tanaman dapat menghambat pertumbuhan hifa cendawan pathogen
Tricoderma reseei, Tricoderma viridae, Mucor javanicus dan Fusarium solani.
7
3 METODE
Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini meliputi isolasi aktinomiset filosfer padi, pengujian
kitinase, pengujian penghambatan pertumbuhan P. oryzae serta deteksi dan analisis
gen penyandi kitinase famili 19 (Gambar 4).
Isolasi aktinomiset filosfer padi
Pemurnian isolat aktinomiset
Penapisan isolat aktinomiset berdasarkan
aktivitas antagonistik terhadap P. oryzae
Uji aktivitas kitinase secara kualitatif
Isolat terpilih
Uji aktivitas kitinase secara kuantitatif
Uji penghambatan
pertumbuhan P. oryzae
Ekstraksi DNA
Deteksi dan analisis sekuen gen kitinase
Aktinomiset Famili 19
Gambar 4
Diagram alir penelitian
8
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai dengan April 2016
bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah media Humic Acid Vitamin (HV), Yeast
Malt Extract (YM), Potato Dextrose Agar (PDA), Chitin Agar (CA), Chitin Broth
(CB), Agarose, Go-Taq green PCR mix dan kit isolasi genom bakteri Genomic
DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell) Geneaid. Alat yang digunakan adalah
Laminar Air Flow (LAF), mesin sentrifuse, spektrofotometer, vortex, Thermal
cycler, mesin elektroforesis, inkubator bergoyang serta alat-alat yang umum
digunakan di laboratorium mikrobiologi. Galur patogen yang digunakan adalah P.
oryzae koleksi dari Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian (BBIOGEN), Bogor.
Pengambilan Sampel Daun Padi
Daun padi dari tanaman padi sehat diambil dari lahan persawahan padi
yang terserang penyakit blas di lahan persawahan padi di Situgede, Sukabumi dan
Jasinga (Jawa barat, Indonesia). Pengambilan sampel dilakukan pada tanaman
padi yang berusia 30 hingga 60 hari setelah tanam. Bagian daun padi yang tidak
terendam air dipotong secara aseptik kira-kira 10 cm dari permukaan air, kemudian
sampel daun dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Institut Pertanian Bogor untuk
dilakukan isolasi aktinomiset filosfer dari sampel daun tersebut.
Isolasi Aktinomiset Filosfer Padi
Isolasi aktinomiset filosfer dilakukan dengan metode pencucian (Jacques dan
Morris 1995). Sampel daun yang telah dikoleksi dari lahan persawahan padi
Situgede, Sukabumi dan Jasinga ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dilakukan
proses heat schock pada temperatur 70 o C selama 15 menit. Daun padi kemudian
dipotong menjadi bagian kecil, lalu dimasukkan ke dalam botol Schott berisi 90 mL
garam fisiologis (NaCl) steril. Selanjutnya suspensi diinkubasi dengan
menggunakan inkubator goyang dengan kecepatan 150 rpm selama 30 menit pada
suhu ruang untuk melepaskan aktinomiset dari filosfer daun padi. Selanjutnya
dilakukan pengenceran pada suspensi dengan faktor 10-1 , 10-2 dan 10-3 . Kemudian
masing-masing suspensi diinokulasikan dengan teknik cawan tebar ke dalam cawan
dengan medium Humid Acid Vitamin (HV: 1 g humic acid dilarutkan dalam 40 mL
NaOH 0.4%, 5 mL vitamin B 200x solution, 0.02 g CaCO 3, 0.01 g FeSO 4, 0.05 g
MgSO 4, 0.5 g Na2HPO 4, 1.7 g KCL, 20 g agar-agar, 955 mL akuades steril).
Medium HV kemudian ditambah dengan 50 ppm asam nalidiksat dan 50 ppm
sikloheksamida (per 1 L media) untuk menghambat pertumbuhan bakteria dan
cendawan yang dapat mengganggu pertumbuhan aktinomiset. Isolat aktinomiset
yang diperoleh dari proses isolasi kemudian dimurnikan pada media Yeast malt
Agar (YMA: 4 g ekstrak khamir, 10 g malt extract, 4 g dektrosa, 20 g agar-agar, 1
L akuades steril) dan dinkubasikan pada suhu 28 o C untuk analisis selanjutnya.
9
Penapisan Aktivitas Antagonistik Isolat Aktinomiset terhadap P. oryzae
Penapisan aktivitas antagonistik isolat terhadap patogen tanaman padi
penyebab penyakit blas dilakukan menggunakan metode dual culture (El-Tarabily
et al. 2000). Isolat aktinomiset digores pada cawan dengan medium Potato
Dextrose Agar (PDA). Koloni cendawan diambil menggunakan pelubang steril
berdiameter 6 mm dan di letakkan dengan jarak 3 cm dari koloni aktinomiset.
Pengamatan interaksi diamati setelah 14 hari masa inkubasi pada suhu ruang.
Penghitungan penghambatan dilakukan dengan rumus berikut:
� −�
H =
�
%
�
H = persentase hambatan pertumbuhan cendawan Po
r1 = radius cendawan yang tidak mengarah ke isolat uji
r2 = radius cendawan yang mengarah ke isolat uji.
Kriteria penghambatan; r (r1 - r2 ) < 1 mm (tidak ada penghambatan), 1-9 mm
(+), 10-19 mm (++) dan ≥ 20 mm (+++).
Uji Aktivitas Enzim Kitinase secara Kualitatif
Uji kualitatif aktivitas enzim kitinase dilakukan dengan cara isolat uji
digoreskan pada medium Chitin Agar 0.3 % (3 g koloidal kitin, 1 g yeast extract,
1 g KH2 PO4 , 0.2 g MgSO4 .7H2 O, 20 g agar-agar, 1 L akuades) dengan tiga kali
ulangan dan diinkubasi pada suhu 37 o C (Agustiyani et al 2014). Reaksi positif
ditunjukan dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni. Kriteria
pengamatan dilakukan dengan rumus:
IK = (d2 – d1 )/ d1
IK = indeks kitinase
d1 = diameter koloni isolat aktinomiset
d2 = diameter koloni aktinomiset + zona bening
Uji Aktivitas Enzim Kitinase secara Kuantitatif
Uji kuantitatif aktivitas enzim kitinase dilakukan dengan menggunakan
koloidal kitin sebagai substrat. Isolat aktinomiset terpilih ditumbuhkan pada media
Chitin Broth 0.3% (3 g koloidal kitin, 1 g yeast extract, 1 g KH2 PO 4 , 0.2 g
MgSO4 .7H2 O, 1 L akuades) kemudian diinkubasi selama 10 hari pada suhu 37 o C
di inkubator bergoyang dengan kecepatan 150 rpm. Suspensi isolat kemudian di
sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit, sentrifugasi supernatan
dilakukan setiap hari selama 10 hari bersamaan dengan pengukuran berat kering
isolat aktinomiset (Srividya et al. 2012). Sebanyak 0.5 mL supernatan isolat yang
diduga mengandung enzim kitinase ditambahkan ke dalam 0.5 mL substrat (1%
koloidal kitin dalam bufer fosfat, pH 7), kemudian suspensi tersebut diinkubasi
selama 30 menit pada suhu 35 o C pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 150
rpm. Reaksi dihentikan dengan penambahan 1 mL DNS dan direndam dalam air
mendidih selama 10 menit. Selanjutnya nilai Optical Density (OD) diukur dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Kurva standar
N-asetil glukosamin digunakan untuk mengukur konsentrasi gula pereduksi yang
10
dihasilkan. Satu unit aktivitas kitinase ditentukan sebagai jumlah enzim yang di
produksi 1µmol gula pereduksi per menit (Saadoun et al. 2009; Srividya et al.
2012).
Penghambatan Pertumbuhan P. oryzae
Pengujian aktivitas antagonistik supernatan isolat aktinomiset terhadap Po
dilakukan dengan mencampurkan supernatan isolat aktinomiset terpilih yang
dkulturkan pada medium CB selama 7 – 8 hari (berdasarkan hasil uji aktivitas
kitinase secara kuantitatif) sebanyak ± 14 U/mg pada medium PDA steril yang
belum memadat (40 o C) ke dalam cawan petri steril dan dihomogenisasi.
Selanjutnya plug agar cendawan P. oryzae berdiameter 6 mm diinokulasikan ke
tengah cawan Petri tersebut dan diinkubasi selama 14 hari. Penghambatan
pertumbuhan hifa dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
(% H) = 100 – [
�2
�2
x 100]
Keterangan: r adalah jari-jari koloni cendawan pada medium cawan PDA
dengan adanya supernatan isolat dan R adalah jari-jari kontrol koloni cendawan
pada medium cawan PDA (Boukaew dan Prasertsan 2014). Perlakuan control
dilakukan dengan mengginokulasikan plug agar P. oryzae pada medium cawan
PDA yang tidak dicampurkan dengan supernatan isolat aktinomiset.
Deteksi Gen Penyandi Kitinase Famili 19
Deteksi gen penyandi kitinase famili 19 pada isolat aktinomiset terpilih
dilakukan dengan menggunakan primer f19atc forward 5’-AA GCT CGC SGC
STT CCT SGC-3’ dan primer reverse 5’-GCA CTC GAG SGC GCC GTT GAT3’. PCR dilakukan dengan menggunakan Go-Taq green PCR master mix
(Promega, USA). Kondisi PCR diawali dengan denaturasi selama 30 detik pada
suhu 98 o C, kemudian annealing selama 30 detik pada 50 o C, elongation selama 1
menit pada 72 o C, final elongation selama 10 menit pada 72 o C, sebanyak 30 siklus
(Kawase et al.2004). Produk PCR kemudian dielektroforesis untuk mengetahui
ukuran dan kualitas produk yang dihasilkan. Elektroforesis dilakukan dengan
menggunakan gel agarosa 0.8% dan migrasi pada 80 V selama 45 menit.
Selanjutnya gel agarosa direndam di dalam 0.2% etidium bromida selama 20 menit
kemudian divisualisasi di atas UV illuminator.
Analisis Sekuen Gen Kitinase Famili 19
Sekuensing produk PCR dilakukan melalui jasa sekuensing First Base
kemudian di analisis Basic Local Alignment Search Tool (BLAST.X). Data
selanjutnya dibandingkan dengan data Genbank di National Center for
Biotechnology Information (NCBI). Hasil analisis BLAST.X sekuen gen
disejajarkan dan dibandingkan dengan data gen kitinase family 19 yang terdapat
di Genbank mengggunakan software MEGA 5.2 kemudian dikonstruksi pohon
filogenetiknya menggunakan metode neighbor-joining dan di evaluasi
menggunakan analisis bootstrap dengan 1000 x replikasi.
11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat Aktinomiset Filosfer Padi
Sebanyak 57 isolat aktinomiset filosfer padi berhasil diisolasi dari lahan
persawahan tanaman padi di tiga lokasi lahan persawahan tanaman padi yaitu 22
isolat dari lahan padi Situgede (kode STG), 19 isolat dari lahan padi Sukabumi
(kode SKB) dan 16 isolat dari lahan padi Jasinga (kode JSN). Isolat aktinomiset
yang berhasil diisolasi memiliki tipe dan warna koloni yang beragam. Tiga contoh
bentuk koloni isolat ditampilkan pada Gambar 5.
a
c
b
e
d
e
1 mm
Gambar 5
1 mm
1 mm
Koloni isolat aktinomiset berumur 10 hari pada media YMA (Gb.
Atas) dan mikroskopis koloni dengan perbesaran 400x dilihat
dengan mikroskop cahaya (Gb. Bawah). (a) isolat STG 10, (b) isolat
SKB 2.14, dan (c) isolat JSN 3.1, (d) spora, (e) filamen.
Aktivitas Antagonistik Isolat Aktinomiset terhadap P. oryzae
Hasil pengujian antagonistik positif ditandai dengan terbentuknya zona
bening di antara cendawan dan aktinomiset, serta adanya hambatan pertumbuhan
cendawan yang mengarah ke koloni aktinomiset. Sebanyak 57 isolat aktinomiset
ditapis aktivitas antagonisnya terhadap P. oryzae. Hasil penapisan menunjukkan
52.63% (30/57) bersifat antagonis terhadap P. oryzae, yaitu 6 isolat kode STG, 11
isolat kode SKB, dan 13 isolat kode JSN (Tabel 2).
Kemampuan penghambatan isolat aktinomiset terhadap P. oryzae beragam,
hal tersebut karena masing-masing isolat memiliki mekanisme berbeda untuk
menghambat pertumbuhan P. oryzae. Aktinomiset diketahui mampu menghasilkan
senyawa bioaktif seperti antibiotik, enzim dan substansi lainnya (Inbar dan Chet
1991). Senyawa yang dihasilkan oleh tiap isolat beragam sehingga kemampuan
masing- masing isolat untuk menghambat pertumbuhan P. oryzae juga beragam.
12
Tabel 2. Aktivitas antagonistik isolat aktinomiset terhadap P. oryzae
Kode isolat
JSN 1.7
JSN 1.9
JSN 2.2
JSN 2.3
JSN 2.4
JSN 2.6
JSN 2.8
JSN 2.9
JSN 2.10
JSN 2.11
JSN 2.12
JSN 3.1
JSN 3.3
SKB 2.1
SKB 2.2
SKB 2.3
SKB 2.4
SKB 2.8
SKB 2.11
SKB 2.12
SKB 2.14
SKB 2.16
SKB 2.18
SKB 3.1
STG 10
STG 13
STG 17
STG 23
STG 24
STG 25
Zona hambat
mean ± stdev (mm)
kategori
17.5 ± 0.7
16.5 ± 0.7
20.5 ± 0.7
20.5 ± 0.0
14.0 ± 1.4
16.5 ± 4.9
19.5 ± 0.7
20.5 ± 0.7
21.0 ± 1.4
21.5 ± 0.7
22.5 ± 0.7
21.5 ± 0.7
17.5 ± 3.5
18.0 ± 0.0
17.0 ± 3.5
19.0 ± 1.4
20.0 ± 0.0
26.0 ± 0.0
19.5 ± 0.0
10.0 ± 0.0
24.0 ± 0.0
15.0 ± 1.4
13.0 ± 0.0
12.0 ± 0.0
12.5 ± 0.7
14.0 ± 0.0
12.0 ± 4.2
18.5 ± 1.4
20.0 ± 1.4
14.0 ± 3.5
++
++
+++
+++
++
++
++
+++
+++
+++
+++
+++
++
++
++
++
+++
+++
++
++
+++
++
++
++
++
++
++
++
+++
++
H (%)
50.71
48.46
59.71
59.42
53.57
50
57.66
58.15
60
63.57
65
67.14
50
46.67
46.67
46.67
66.67
70
46.67
32.25
65.625
33.33
40
40
34.28
34.375
34.28
45.71
69.56
46.67
Keterangan:
Zona hambat: (+): diameter 1-9 mm, (++): 10-19 mm, (+++): ≥ 20 mm
H: persentase penghambatan pertumbuh Po
Menurut El-Tar abily et al (2000) nilai zona hambat tinggi yaitu jika zona
hambat lebih dari 20 mm. Berdasarkan Tabel 2, beberapa isolat yang memiliki
nilai penghambatan terhadap pertumbuhan P. oryzae tinggi yaitu isolat SKB 2.8,
SKB 2.14 dan JSN 3.1. Ketiga isolat tersebut memiliki zona hambat berturut-turut
13
sebesar 26 mm, 24 mm dan 21.5 mm, dengan nilai persentase penghambatan (H)
berturut-turut 70%, 65.625% dan 67.14% dan zona bening yang terbentuk
berturut-turut berjarak 13 mm, 11 mm dan 12 mm dari cendawan P. oryzae
(Gambar 6).
A
B
a
a
C
b
b
c
Gambar 6
a
c
b
c
Penghambatan pertumbuhan P. oryzae oleh (A) isolat SKB 2.8, (B)
SKB 2.14 dan (C) JSN 3.1. (a) cendawan P. oryzae, (b) isolat
aktinomiset, dan (c) zona bening yang terbentuk.
Zona hambat yang dibentuk oleh isolat aktinomiset dari proses penapisan
terhadap P. oryzae selama 14 hari di media PDA pada suhu ruang diduga
merupakan kerja dari senyawa bioaktif atau enzim penghidrolisis dinding sel
miselium cendawan seperti kitinase. Beberapa penelitian sebelumnya telah
berhasil mengisolasi aktinomiset filosfer berbagai tanaman yang mampu
menghambat pertumbuhan cendawan patogen (Wang dan Ma 2011; Chen dan Li
1994). Beberapa di antara aktinomiset filosfer tersebut mampu menghasilkan
kitinase yang dapat menghidrolisis dinding sel cendawan dan berfungsi sebagai
agens proteksi tanaman (Inbar dan Chet 1991).
Aktivitas Kualitatif Enzim Kitinase
Pengujian aktivitas enzim kitinase secara kualitatif dilakukan pada 30 isolat
aktinomiset hasil penapisan antagonistik dengan P. oryzae. Hasil pengujian positif
ditandai dengan terbentuknya zona bening di sektar isolat aktinomiset yang
ditumbuhkan pada medium agar-agar kitin 0.3%. Hasil pengujian enzim kitinase
secara kualitatif tertera pada Tabel 3.
Kemampuan isolat aktinomiset menghasilkan enzim kitinase ditandai
dengan adanya zona bening yang terbentuk disekitar koloni aktinomiset. Zona
bening yang terbentuk menandakan isolat aktinomiset mampu menghasilkan
enzim kitinase dan dapat menghidrolisis koloidal kitin yang terkandung pada
medium agar-agar kitin. Kitinase bekerja menghidrolisis polimer kitin menjadi
kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin (Bhattacharya et al. 2007).
Pada Tabel 3 terlihat nilai indeks kitinolitik tertinggi berturut-turut
dihasilkan oleh isolat JSN 3.1, STG23 dan STG10 dengan nilai IK masing-masing
sebesar 2, 1.5 dan 1.267 (Gambar 7).
14
a
b
1 cm
Gambar 7
c
1 cm
1 cm
Aktivitas kitinase isolat aktinomiset pada media agar-agar yang
mengandung 0,3% kitin. (a) JSN 3.1, (b) STG 23 dan (c) STG 10.
Tabel 3. Nilai indeks kitinolitik (IK) isolat aktinomiset anti P. oryzae
Kode isolat
JSN 2.2
JSN 2.3
JSN 2.4
JSN 2.6
JSN 2.8
JSN 2.9
JSN 2.10
JSN 2.11
JSN 3.1
SKB 2.1
SKB 2.2
SKB 2.3
SKB 2.4
SKB 2.8
SKB 2.11
SKB 2.12
SKB 2.14
SKB 2.16
SKB 2.18
SKB 3.1
STG 10
STG 13
STG 17
STG 23
STG 24
STG 25
Indeks kitinolitik
0.365
0.341
0.242
0.309
0.446
0.375
0.527
0.78
2
0.448
0.556
0.52
0.667
0.482
0.217
0.478
0.516
0.233
0.605
0.3
1.267
1.167
0.916
1.500
1.105
0.5
Keterangan:
Nilai IK (+): ≤ 0.5, (++): 0.51-0.99, (+++): ≥ 1
Kategori
+
+
+
+
+
+
++
++
+++
+
++
++
++
+
+
+
++
+
++
+
+++
+++
++
+++
+++
+
15
Penggunaan koloidal kitin sebagai substrat dalam pengujian ini
dikarenakan koloidal kitin merupakan substrat kitin yang paling umum dapat
dihidrolisis oleh semua jenis enzim kitinase famili 18 maupun 19. Berdasarkan
nilai-nilai pada Tabel 2 dan 3 dipilih 10 isolat potensial untuk dilanjutkan ke uji
selanjutnya, yaitu isolat STG 10, STG 23, STG 24, SKB 2.3, SKB 2.4, SKB 2.14,
SKB 2.16, JSN 2.10, JSN 2.11 dan JSN 3.1.
Aktivitas Kuantitatif Enzim Kitinase
Nilai aktivitas maksimum enzim kitinase 10 isolat aktinomiset terpilih
disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa isolat STG 10
memiliki aktivitas enzim maksimum sebesar 14.898 ± 0.048 (U/mg). Aktivitas
maksimum enzim kitinase pada isolat STG 10 didapatkan pada hari ke-8 masa
inkubasi dengan berat kering 0.084 g (Gambar 8), sementara nilai aktivitas enzim
terendah dimiliki oleh isolat SKB 2.16 dengan nilai aktivitas enzim 3.167 ± 0.411
(U/mg) pada masa inkubasi hari ke-7 dengan berat kering 0.049 g (Gambar 8).
Tabel 4. Aktivitas maksimum enzim kitinase dari sepuluh aktinomiset terpilih
Kode isolat
Berat kering (g)
Aktivitas enzim (U/mg)
JSN 2.10
0.089
8.168 ± 0.072
JSN 2.11
0.093
10.617 ± 0.145
JSN 3.1
0.111
13.117 ± 0.048
SKB 2.3
0.084
7.586 ± 0.169
SKB 2.4
0.083
9.932 ± 0.387
SKB 2.14
0.085
4.503 ± 0.024
SKB 2.16
0.049
3.167 ± 0.411
STG 10
0.084
14.898 ± 0.048
STG 23
0.106
11.781 ± 0.096
STG 24
0.098
12.534 ± 0.193
Keterangan: nilai aktivitas enzim dihitung dari 2 kali pengulangan
Nilai pengukuran aktivitas enzim kitinase isolat STG 10 secara kuantitatif
tidak berbanding lurus dengan nilai indeks kitinolitik hasil pengukuran enzim
kitinase secara kualitatif. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan enzim
kitinase isolat STG 10 dalam menghidrolisis koloidal kitin terlarut pada medium
cair lebih baik dibandingkan dengan menghidrolisis koloidal kitin pada medium
padat, sehingga isolat STG 10 memiliki nilai aktivitas maksimum tertinggi
walaupun tidak memiliki nilai IK tertinggi. Namun sebagian besar isolat lainnya
memiliki nilai indeks kitinolitik dan nilai aktivitas enzim yang berbanding lurus.
Seperti isolat JSN 3.1 yang memiliki nilai indeks kitinolitik tertinggi dan masih
memiliki nilai aktivitas kitinase yang cukup tinggi, yaitu 13.117 ± 0.048 (U/mg)
pada masa inkubasi hari ke-8 dengan berat kering 0.111 g (Gambar 8), sehingga
dapat disimpulkan isolat JSN 3.1 memiliki kemampuan yang sama baiknya dalam
menghidrolisis koloidal kitin terlarut pada medium cair maupun padat. Demikian
pula isolat STG 24 yang memiliki nilai indeks kitinolitik cukup tinggi yaitu 1.105
16
memiliki nilai aktivitas kitinase yang cukup tinggi pula yaitu 12.534 ± 0.193
(U/mg) pada masa inkubasi hari ke-8 dengan berat kering 0.098 g (Gambar 8).
Gambar 8
Aktivitas enzim kitinase isolat STG 10, SKB 2.16, JSN 3.1 dan STG
24.
Pengujian aktivitas kuantitatif kitinase terhadap 10 isolat aktinomiset terpilih
memberikan hasil yang beragam, hal tersebut terjadi karena kemampuan kitinase
yang dihasilkan oleh masing-masing isolat aktinomiset memiliki kemampuan
yang berbeda untuk menghidrolisis koloidal kitin sebagai substrat. Aktivitas
kitinase dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, pH dan tipe substrat
(Kawase et al. 2005).
Wang et al. (2014) melaporkan bahwa aktinomiset penghasil kitinase galur
Bn035 mampu menghasilkan 1.23 (U/mL) kitinase dan mampu menghambat
pertumbuhan 4 cendawan patogen yaitu Bipolaris sorokiniana, Fusarium
oxysporum, Rhizoctonia solani dan Pythium capsici. Sementara itu 10 isolat
aktinomiset yang digunakan pada studi ini mampu menghasilkan kitinase yang
lebih tinggi, yaitu berkisar antara 3.167 ± 0.411 to 14.898 ± 0.048 (U/mL),
sehingga 10 isolat aktinomiset yang digunakan pada studi ini dimungkinkan dapat
memberikan hasil yang lebih baik dalam menghambat pertumbuhan cendawan
patogen.
Penghambatan Pertumbuhan P. oryzae
Supernatan 10 isolat aktinomiset terpilih diuji kemampuannya dalam
menghambat pertumbuhan P. oryzae dengan metode peracunan pada media PDA
dan diamati setelah 14 hari (Tabel 5). Tiga isolat yang memiliki nilai
penghambatan pertumbuhan P. oryzae tertinggi yaitu berturut-turut isolat JSN 3.1,
STG 24 dan SKB 2.14 dengan persentase hambatan 72.15%, 65.97% dan 62.65%
(Gambar 9).
17
Gambar 9
a
b
c
d
Penghambatan pertumbuhan P. oryzae oleh supernatan isolat
aktinomiset yang dicampurkan pada medium PDA. (a) kontrol, (b)
JSN 3.1, (c) STG 24, dan (d) SKB 2.14.
Tabel 5. Persentase penghambatan pertumbuhan P. oryzae oleh supernatan
aktinomiset.
Kode isolat
JSN 2.10
JSN 2.11
JSN 3.1
SKB 2.3
SKB 2.4
SKB 2.14
SKB 2.16
STG 10
STG 23
STG 24
Diameter P. oryzae (mm)
Penghambatan (%)
51.0
48.0
38.0
53.0
47.0
44.0
48.0
47.5
49.0
42.0
49.83
55.56
72.15
45.81
57.39
62.65
55.56
56.48
53.68
65.97
Nilai persentase penghambatan pertumbuhan P. oryzae oleh supernatan isolat
tidak berbanding lurus dengan nilai aktivitas enzim (kuantitatif), karena pada
pengujian ini P. oryzae merupakan substrat, sehingga kemampuan supernatan isolat
menghidrolisis koloidal kitin terlarut tidak dapat dikorelasikan dengan kemampuan
menghidrolisis dinding sel P. oryzae. Kawase et al. (2005) melaporkan bahwa
kemampuan kitinase aktinomiset menghidrolisis substrat kitin beragam bergantung
pada jenis substrat kitin yang digunakan seperti kitin terlarut, koloidal kitin, glikol
kitin dan kitin Kristal. Kemampuan kitinase aktinomiset untuk menghidrolisis
dinding sel cendawan dimiliki oleh gen kitinase famili 19 (Watanabe et al. 1999).
18
Karakteristik Gen Penyandi Kitinase Famili 19
Isolasi DNA genom dilakukan pada sepuluh isolat aktinomiset terpilih.
Konsentrasi DNA sepuluh isolat terpilih tersebut beragam, berkisar antara 6.8
hingga 90.2 ng/µL (Tabel 6). Kuantitas DNA tertinggi yang diperoleh ditunjukkan
oleh isolat STG 24 sebesar 90.2 ng/µL, sedangkan konsentrasi DNA terendah
ditunjukkan oleh isolat JSN 3.1 sebesar 6.6 ng/µL. Kemurnian DNA yang
diperoleh berdasarkan rasio λ260/280 berkisar antara 1.14 hingga 2.11.
DNA isolat aktinomiset terpilih diamplifikasi menggunakan primer f19act
forward dan reverse untuk mendeteksi keberadaan gen kitinase family 19. Pita
dengan ukuran ~400 bp menunjukkan adanya gen kitinase famili 19 (Gambar 10).
Produk hasil amplifikasi PCR disekuensing menggunakan jasa sekuensing First
Base, kemudian sekuen gen di analisis dan di translasikan menjadi asam amino
dengan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST.X) untuk
mengetahui kemiripan susunan asam amino-nya dengan data Genbank di National
Center for Biotechnology Information (NCBI). Hasil sekuensing menghasilkan
sekuen gen dengan panjang 385 bp. Pita berukuran 385 bp tersebut merupakan
bagian dari gen kitinase famili 19 yang memiliki panjang pita ~800 hingga ~2000
bp (Tsujibo et al. 2000).
Tabel 6. Kuantitas DNA genom sepuluh aktinomiset terpilih
Kode isolat
JSN 2.10
JSN 2.11
JSN 3.1
SKB 2.3
SKB 2.4
SKB 2.14
SKB 2.16
STG 10
STG 23
STG 24
Gambar 10
OD (Optical Density)
λ 260 nm
λ 280 nm
0.182
0.405
0.136
0.583
0.306
0.312
0.403
1.100
1.335
1.807
0.107
0.245
0.087
0.290
0.145
0.176
0.206
0.579
0.666
0.956
λ260/280
Konsentrasi
DNA (ng/µL)
1.70
1.65
1.56
2.01
2.11
1.14
1.96
1.90
2.01
1.89
9.1
20.2
6.8
29,2
15,3
15.6
20.2
55.0
66.4
90.2
Elektroforesis gel agarose 0.8%. Gen kitinase famili 19 hasil
amplifikasi dari 10 isolat aktinomiset terpilih.
19
Hasil Analisis Sekuen Gen Kitinase Famili 19
Sekuen gen kitinase famili 19 dengan panjang 385 bp dianalisis dengan
BLAST.X dan dibandingkan dengan data Genbank di NCBI (Tabel 7), sehingga
diketahui bahwa gen kitinase famili 19 sepuluh isolat terpilih a
AKTINOMISET FILOSFER PADI PENGHASIL KITINASE
CHARISA GLESIANDRA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penghambatan
Pertumbuhan Pyricularia oryzae oleh Aktinomiset Filosfer Padi Penghasil Kitinase
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Charisa Glesiandra
NIM G351130221
RINGKASAN
CHARISA GLESIANDRA. Penghambatan Pertumbuhan Pyricularia oryzae oleh
Aktinomiset Filosfer Padi Penghasil Kitinase. Dibimbing oleh ARIS TRI
WAHYUDI dan ANJA MERYANDINI.
Blas adalah penyakit padi yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia
oryzae. Penyakit ini dapat menyerang pada seluruh fase pertumbuhan tanaman padi
dan mampu menurunkan produksi hingga 70%. Penanggulangan penyakit blas
menggunakan senyawa kimia pestisida dapat berakibat buruk terhadap lingkungan
dan manusia yang mengkonsumsinya serta dapat menimbulkan resistensi patogen
terhadap senyawa kimia tersebut oleh karena itu penelitian mengenai mikrob
filosfer padi khususnya aktinomiset penghasil kitinase sebagai agens biokontrol
penyakit blas perlu untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan
melakukan penapisan aktinomiset filosfer padi yang memiliki aktivitas antagonistik
terhadap P. oryzae secara in vitro, menguji aktivitas enzim kitinase isolat
aktinomiset terpilih secara kualitatif dan kuantitatif, dan melakukan analisis pada
sekuen gen penyandinya.
Pengambilan sampel daun padi dari tanaman padi sehat dilakukan di tiga
lahan persawahan padi yang terserang penyakit blas, yaitu lahan persawahan padi
Situgede, Sukabumi dan Jasinga (Jawa Barat, Indonesia). Pengambilan sampel
dilakukan pada tanaman padi yang berusia 30 hingga 60 hari setelah tanam. Bagian
daun padi yang tidak terendam air kira-kira 10 cm dari permukaan air dipotong
secara aseptik. Sampel kemudian dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Institut
Pertanian Bogor untuk dilakukan proses isolasi aktinomiset filosfer padi dengan
menggunakan teknik pencucian dan media Humid acid vitamin.
Sepuluh isolat aktinomiset potensial dipilih berdasarkan hasil penapisan
antagonistik terhadap P. oryzae dan nilai indeks kitinolitik dari 57 isolat
aktinomiset filosfer yang telah berhasil diisolasi dari lahan persawahan padi di
Situgede, Sukabumi dan Jasinga. Pengujian kuantitatif kitinase dilakukan terhadap
sepuluh isolat terpilih dan memberikan hasil yang beragam. Isolat STG 10, JSN 3.1
dan STG 24 memiliki aktivitas kitinase tertinggi, yaitu 14.898 ± 0.048 (U/mg),
13.117 ± 0.048 (U/mg) dan 12.534 ± 0.193 (U/mg) yang diperoleh pada hari ke-8
waktu inkubasi. Supernatan isolat STG 10, JSN 3.1 dan STG 24 dapat menghambat
pertumbuhan P. oryzae pada medium PDA dengan persen penghambatan 56.48%,
72.15% dan 65.97% dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Gen kitinase famili
19 digunakan sebagai gen penanda untuk mengevaluasi aktivitas antifungi dari
kitinase yang dihasilkan oleh isolat terpilih. Hasil analisis menggunakan program
BLAST.X membagi 10 isolat terpilih menjadi 2 gen kitinase, yaitu 6 isolat kitinase
A dan 4 isolat kitinase C. Aktivitas antifungi kitinase C famili 19 dari S. griseus
HUT 6037 telah dibuktikan dan dapat menghambat pertumbuhan hifa beberapa
cendawan patogen. Isolat JSN 3.1, STG 24 dan STG 23 dengan hasil penapisan
antagonistik terhadap P. oryzae, uji enzim dan uji penghambatan pertumbuhan P.
oryzae yang relatif tinggi memiliki nilai similaritas 83 - 90% terhadap gen kitinase
C S. griseus HUT 6037 dan S. globisporus.
Kata kunci: Actinomycetes filosfer, antifungal, gen kitinase famili 19, penyakit
blas, Pyricularia oryzae.
SUMMARY
CHARISA GLESIANDRA. Inhibition of Pyricularia oryzae Growth by Rice
Phyllosphere Actinomycetes Producing Chitinase. Supervised by ARIS TRI
WAHYUDI and ANJA MERYANDINI.
Blast is a disease caused by Pyricularia oryzae fungus. This disease can
infect rice plants in all growth phase and able to decrease rice production up to 70%.
The countermeasures of blast disease using chemical pesticides can adversely
impact the environment and humans who consume it, as well as stimulate pathogen
resistance against chemical compounds thus as study about rice phyllosphere
microbes especially actinomycetes producing chitinase as a biological control agent
must be done. This study aims to isolate and screen rice phyllosphere actinomycetes
which have antagonistic activity against P. oryzae, verify chitinase activity from
selected actinomycetes isolates qualitatively and quantitatively, and conduct
analysis of family 19 chitinase gene sequences on selected actinomycetes.
Leaf samples from health rice plants were collected from rice field areas
which were infected by blast diseases in Situgede, Sukabumi and Jasinga (West
Java, Indonesia). Sample collection was performed 30 to 60 days after seedling
cultivation. The aerial parts of the rice plants were cut approximately 10 cm above
the water level and immediately transferred to the Microbiology Laboratory at
Bogor Agricultural University, where they were further processed to isolated rice
phyllosphere actinomycetes using washing method and humid acid medium.
Ten potential actinomycete isolates were selected from 57 rice phyllosphere
isolates isolated from rice fields in Situgede, Sukabumi in Jasinga based on
antagonistic assay against P. oryzae and chitinase screening result. Chitinase
qualitative and quantitative assays were conducted and gave a diverse result.
Isolates STG 10, JSN 3.1 and STG 24 were had chitinase activity at 14.898 ± 0.048
(U/mg), 13.117 ± 0.048 (U/mg) and 12.534 ± 0.193 (U/mg) respectively which
obtained at day 8th of incubation period. The supernatant of STG 10, JSN 3.1 and
STG 24 isolates also significantly reducing P. oryzae growth in PDA medium at
56.48%, 72.15% and 65,97% respectively compared with control treatment. Family
19 chitinase gene were used as marker to evaluating the antifungal activity of
chitinase produced by the selected actinomycetes isolates. Analysis result using the
BLAST.X program divided 10 selected isolates into 2 chitinases gene namely 6
isolates belongs to Chitinase A and 4 isolates belongs to Chitinase C. The antifungal
activity of chitinase C family 19 from Streptomyces griseus HUT6037 already
proved and able to inhibit the growth of several pathogenic fungi. Isolates JSN 3.1,
STG 24 dan STG 23 which had a relative high resulf of screening agains P. oryzae
assay, enzyme assay and antifungal assay had a similarity 83 – 90% with chitinase
gene from S. griseus HUT6037 and S. globisporus.
Key words: antifungal, blast disease, family 19 chitinase gen, phyllosphere
actinomycetes, Pyricularia oryzae.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGHAMBATAN PERTUMBUHAN Pyricularia oryzae OLEH
AKTINOMISET FILOSFER PADI PENGHASIL KITINASE
CHARISA GLESIANDRA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Progam Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi
Judul Tesis : Penghambatan Pertumbuhan Pyricularia oryzae oleh Aktinomiset
Filosfer Padi Penghasil Kitinase.
Nama
: Charisa Glesiandra
NIM
: G351130221
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Aris Tri Wahyudi, MSi
Ketua
Prof Dr Anja Meryandini, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Progam Studi
Mikrobiologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Anja Meryandini, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 25 Agustus 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 sampai Juni
2016 ini ialah biokontrol, dengan judul Penghambatan Pertumbuhan Pyricularia
oryzae oleh Aktinomiset Filosfer Padi Penghasil Kitinase.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Aris Tri Wahyudi, MSi sebagai
ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Anja Meryandini sebagai anggota komisi
pembimbing, yang telah sabar memberikan nasehat, saran, motivasi, serta solusi
dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan penelitian
dan penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada
penguji luar komisi Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi dan Dr Rika Indri Astuti,
MSi selaku perwakilan dari Progam Studi Mikrobiologi IPB, yang telah
memberikan nasehat dan masukan pada saat ujian sidang tesis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mbak Sari, Ibu Heni dan
Bapak Jaka selaku staf Laboratorium Mikrobiologi atas bantuan selama penulis
melakukan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Biologi IPB. Rekan
satu team penelitian (Teh Ai, Noor, Mba Wiwiek, Maya, Desi, Mba Adit, Dita,
Wendi, Eka, Laifa, Jefri), rekan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi IPB (Kak
Dita, Naswandi, Putri, Susi, Hidayah, Mery, Agesti, Masrukhin, Lia, Abang Risky,
Ibu Rina, Pak Sipri, Ibu Leni, dan lainnya) dan sahabat program PARE IPB (Kak
Yeni, Kak Rara, Kak Ria, Kak Yunita, Kak Wahyu, Kak Della, Kak Vanesa,
Dailami, Kak Saputri) atas dukungan, motivasi dan bantuannya selama penelitian
ini. Ucapan terima kasih tak terhingga juga penulis sampaikan kepada Ibunda
Risma Yutikadiansyah, Ayahanda Christian Carnadi Ascaar, Mohammad Aziz
Mahardika serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih untuk
teman-teman seperjuangan di Pascasarjana Mikrobiologi IPB angkatan 2013 atas
bantuan, kerjasama, persaudaraan, dan kebersamaan yang diberikan selama penulis
menjalani penelitian dan masa studi. Terimakasih kepada pemerintah Indonesia
melalui Proyek KKP3N Kementrian Pertanian dan Beasiswa Progam Pascasarjana
Dalam Negeri (BPPDN) Tahun 2013 sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
dengan baik.
Sebagian dari hasil penelitian ini telah dikirim ke jurnal internasional
Malaysian Journal of Microbiology (terindeks Scopus) untuk publikasi dengan
judul “Inhibition of Pyricularia oryzae Growth by Rice Phyllosphere Actinomycetes
Producing Chitinase” (under review).
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Charisa Glesiandra
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Blas
Aktinomiset Filosfer dan Potensinya
Kitinase
2
2
4
4
3 METODE
7
Kerangka Penelitian
7
Waktu dan Tempat
8
Alat dan Bahan
8
Pengambilan Sampel Daun
8
Isolasi Aktinomiset Filosfer Padi
8
Penapisan Aktivitas Antagonistik Isolat Aktinomiset terhadap P. oryzae 9
Uji Aktivitas Enzim Kitinase secara Kualitatif
9
Uji Aktivitas Enzim Kitinase secara Kuantitatif
9
Penghambatan Pertumbuhan P. oryzae
10
Deteksi Gen Penyandi Kitinase Famili 19
10
Analisis Sekuen Gen Kitinase Famili 19
10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Aktinomiset Filosfer Padi
Aktivitas Antagonistik Isolat Aktinomiset terhadap P. oryzae
Aktivitas Kualitatif Enzim Kitinase
Aktivitas Kuantitatif Enzim Kitinase
Penghambatan Pertumbuhan P. oryzae
Karakteristik Gen Penyandi Kitinase famili 19
Hasil Analisis Sekuen Gen Kitinase Famili 19
11
11
11
11
15
16
18
19
SIMPULAN DAN SARAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
27
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
Karakteristik enzim kitinase
Aktivitas antagonistik isolat aktinomiset terhadap P. oryzae
Nilai indeks kitinolitik (IK) isolat aktinomiset anti P. oryzae
Aktivitas maksimum enzim kitinase dari sepuluh aktinomiset terpilih
Persentase penghambatan petumbuhan Po oleh supernatan
aktinomiset
Kuantitas DNA genom sepuluh aktinomiset terpilih
Analisis bioinformatika sekuen gen penyandi kitinase 19 aktinomiset
5
12
14
15
17
18
19
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
Daur hidup penyakit blas pada tanaman padi
Struktur kitin yang mengandung monomer N-asetilglukosamin
Pemutusan ikatan glikosida β-(1,4) oleh endokitinase, eksokitinase
dan N-asetil-glukosaminidase
4 Diagam alir penelitian
5 Koloni isolat aktinomiset berumur 10 hari pada media YMA (Gb.
Atas) dan mikroskopis koloni dengan perbesaran 400x dilihat dengan
mikroskop cahaya (Gb. Bawah)
6 Penghambatan pertumbuhan P. oryzae oleh (A) isolat SKB 2.8, (B)
SKB 2.14 dan (C) JSN 3.1.
7 Aktivitas kitinase isolat aktinomiset pada media agar-agar yang
mengandung 0.3% kitin.
8 Aktivitas enzim kitinase isolat STG 10, SKB 2.16, JSN 3.1 dan STG
24
9 Penghambatan pertumbuhan P. oryzae oleh supernatan isolat pada
media PDA
10 Elektroforesis gel agarose 0,8%. Gen kitinase famili 19 hasil
amplifikasi dengan PCR dari 10 aktinomiset terpilih
11 Pohon filogenetik gen penyandi kitinase famili 19 dari 10 isolat
aktinomiset terpilih dengan metode neighbor-joining dengan evaluasi
bootstrap 1000 x
12 Hasil analisis clustal W asam amino gen kitinase famili 19
3
5
6
7
11
13
14
16
17
18
20
21
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Penghitungan aktivitas enzim kitinase
Berat kering dan aktivitas enzim kitinase isolat aktinomiset terpilih
selama 10 hari
Sekuen gen Kitinase famili 19 isolat terpilih
Hasil BLASTX sekuen isolat terpilih
28
28
31
33
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Blas adalah penyakit padi yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia
oryzae. Penyakit ini dapat menyerang pada seluruh fase pertumbuhan tanaman padi
dan mampu menurunkan produksi hingga 70% (Munoz et al. 2007). Berdasarkan
data pada Direktorat Perlindungan Tanaman, Ditjen Tanaman Pangan. Luas
serangan Blas pada tanaman padi Tahun 2012 seluas 55.643 ha terutama terjadi di
Propinsi Jawa Timur (17.166 ha), Jawa Tengah (10.644 ha), Jawa Barat (8.068 ha),
Lampung (3.479 ha) dan Sulawesi Tenggara (2.248 ha). Luas ini lebih tinggi
apabila dibandingkan dengan tahun 2011 seluas 27.403 ha (puso: 198 ha) dan ratarata 5 tahun (2006-2010) seluas 19.787 ha (puso: 64 ha) (BPS 2014). Menurut Amir
dan Kardin (1991), serangan blas leher dapat mencapai 90% dan menyebabkan
kehilangan hasil padi mencapai 50 - 90% pada varietas rentan. Daerah endemik
penyakit blas di Indonesia adalah Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera
Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Jawa Barat (Sukabumi).
Penanganan hama tanaman menggunakan kontrol biologis cenderung lebih
lambat, tetapi lebih tahan lama, dan tidak membahayakan organisme lain. Penyakit
blas padi yang disebabkan oleh P. oryzae merupakan penyakit yang sangat penting
karena penyakit ini terdistribusi secara luas di dunia dan menyebabkan penurunan
produktivitas dalam jumlah besar (Ramanathan et al. 2002).
Penanggulangan penyakit blas karena P. oryzae menggunakan senyawa
kimia seperti pestisida dapat berakibat buruk terhadap lingkungan dan manusia
yang mengkonsumsinya serta dapat memacu resistensi patogen terhadap senyawa
kimia tersebut. Mikroorganisme sebagai agen pengendali hayati memiliki potensi
yang tinggi dalam mengendalikan patogen tanaman serta tidak memiliki efek
terhadap lingkungan atau organisme bukan sasaran. Penggunaan beberapa mikrob
pengendali hayati dilaporkan dapat mengurangi penggunaan senyawa kimia
pertanian (Adesemoye et al. 2009). Sumber mikrob pengendali hayati patogen
tanaman dapat berasal dari tanah (Zarandi et al. 2009) atau dari filosfer (Wang &
Ma 2011).
Aktinomiset merupakan bakteri Gram positif yang menghasilkan 70%
senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh bakteri (Takahashi 2004). Aktinomiset
mampu menghasilkan beragam metabolit sekunder dengan beragam fungsi biologi
seperti antimikrob, inhibitor enzim, dan enzim pendegradasi bahan organik
(Emmert & Handelsman 1999). Gopalakrishnan et al. (2013) melaporkan bahwa
terdapat lima galur Streptomyces yang bersifat antagonis pada cendawan patogen
Fusarium oxysporum pada tanaman padi dan sorgum. Dilaporkan pula bahwa dua
dari kelima galur Streptomyces tersebut mampu menghasilkan enzim kitinase yang
mampu menghidrolisis dinding sel, miselium dan spora cendawan patogen. Sejauh
ini belum banyak penelitian yang melaporkan tentang aktinomiset filosfer padi
sebagai agen biokontrol penyakit tanaman. Hal tersebut mendasari penelitian ini
dalam pencarian agen biokontrol penyakit tanaman asal filosfer padi penghasil
kitinase dalam mengendalikan P. oryzae yang menginfeksi tanaman melalui daun.
2
Perumusan Masalah
Penyakit blas pada padi yang disebabkan oleh Pyricularia oryzae dapat
meenyebabkan kehilangan produksi padi 50 – 90% pada spesies rentan.
Pengendalian penyakit blas yang aman bagi konsumen dan lingkungan belum
banyak dikembangkan. Dinding sel P. oryzae yang tersusun atas kitin menjadi
target penggunaan kitinase dalam mengendalikannya. Kajian penggunaan kitinase
dari Aktinomiset sebagai biokontrol cendawan patogen pada tanaman komersial
lainnya telah banyak digunakan dan dinilai lebih efektif, namun belum dikaji
potensinya terhadap patogen P. oryzae.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan melakukan penapisan
aktinomiset filosfer padi yang memiliki aktivitas antagonistik terhadap P. oryzae
secara in vitro. Mengukur aktivitas enzim kitinase isolat aktinomiset terpilih secara
kualitatif dan kuantitatif, serta melakukan analisis sekuen protein gen family 19
pada aktinomiset terpilih.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pencarian agen
pengendali hayati P. oryzae penyebab blas padi yang bersifat ramah lingkungan
sebagai pengganti pestisida kimia sintetis. Langkah tersebut bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas tanaman padi sehingga dapat mendukung ketahanan
pangan nasional.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Blas
Penyakit blas pada padi disebabkan oleh Pyricularia oryzae Cavara (sinonim:
P. grisea Sacc) yang merupakan cendawan Ascomycota dan bersifat heterotalik
(Zeigler 1994). Cendawan ini hanya ditemukan dalam bentuk aseksualnya saja di
alam, sementara bentuk seksualnya yaitu Magnaporthe oryzae (sinonim: M. grisea
Hebert) hanya dapat dihasilkan dengan pengkulturan di laboratorium (Valent
1990). Secara morfologi cendawan ini memiliki konidia berbentuk bulat, lonjong,
tembus cahaya, dan bersekat dua (3 ruangan) (Ou 1985).
Cendawan P. oryzae menyebabkan penyakit blas pada padi yang merupakan
salah satu penyakit padi paling mematikan secara luas di dunia (Ou 1985). Patogen
P. oryzae cenderung berada di permukaan daun menyebabkan blas selama fase
vegetatif atau bercak leher selama fase reproduktif. Lesi blas pada daun mengurangi
laju fotosintesis individual daun (Bastiaans & Kropff 1991). Blas leher dianggap
fase paling mematikan dan dapat terjadi tanpa dimulai dengan blas daun (Zhu et al.
2005). Gejala blas pada daun dapat bervariasi tergantung kondisi lingkungan, umur
tanaman dan tingkat resistensi kultivar. Pada kultivar yang sensitif, penampakan
awal lesi berwarna hijau-kelabu dan hijau kehitaman pada derah timbulnya gejala.
Penyakit tersebut menyebar secara cepat hingga panjang beberapa sentimeter. Pada
kultivar yang sensitif, lesi yang tua berwarna coklat cerah dannekrosis. Pada
3
kultivar yang resisten, lesi sering terlihat kecil (1-2 mm) dan berwarna coklat
sampai coklat kehitaman (Tebeest et al. 2007).
Cendawan penyebab blas bersifat sangat spesifik pada padi, meskipun
beberapa spesies dapat menyerang rumput liar. Cendawan yang telah menyerang
padi memproduksi ribuan spora secara cepat yang dapat terbawa oleh angin dan
hujan sehingga menjangkit tanaman padi tetangga (Brent 1995).
Daur penyakit blas meliputi 3 fase, yaitu infeksi, kolonisasi dan sporulasi
(Gambar 1) (Zeigler et al. 1994). Fase infeksi diawali dengan pembentukan konidia
bersepta tiga yang dilepaskan oleh konidiofor. Konidia kemudian berpindah ke
permukaan daun sehat melalui percikan air atau angin. Penempelan konidia pada
permukaan daun padi terjadi karena adanya getah pada ujung konidia (Hamer et al.
1989). Fase kolonisasi dimulai dengan perkecambahan konidia membentuk
apresoria yang tersusun atas melanin, kemudian apresoria tersebut akan menembus
kutikula daun (Bourett & Howard 1990). Proses penetrasi appresoria pada kondisi
optimum berlangsung selama 8 – 10 jam (Chumley & Valent 1990). Pertumbuhan
hifa P. oryzae pada permukaan daun padi menyebabkan terbentuknya lesi. Fase
sporulasi ditandai dengan pembentukan lesi yang akan menghasilkan konidia
(spora). Lesi pertama akan muncul 4 – 5 hari setelah infeksi konidia pada
permukaan daun (Bonman. 1992). Perkembangan lesi kecil menjadi lesi besar akan
berlangsung selama 8 hari. Lesi kecil mampu menghasilkan 50 – 300 spora selama
6 -7 hari, sedangkan lesi besar menghasilkan 2.500 – 6.000 spora selama 14 hari
secara in vitro. Penyebaran spora selain dapat terjadi melalui air dan angin juga
dapat terjadi melalui gabah yang terjangkit. Pada daerah tropis spora P. oryzae
mampu bertahan sepanjang tahun (Zeigler et al. 1994).
Gambar 1
Daur hidup penyakit blas pada tanaman padi (TNAU Agritech
2014); dengan modifikasi.
4
Aktinomiset filosfer dan Potensinya
Aktinomiset merupakan bakteri Gram positif yang membentuk percabangan
filamen dan spora dengan komposisi basa DNA (Guanin + Cytosin) berkisar antara
63-78% (Miyadoh 1997). Aktinomiset diklasifikasikan sebagai berikut
(Stackebrandt et al. 1997):
Domain
: Bacteria
Filum
: Actinobacteria
Kelas
: Actinobacteria
Subkelas
: Actinobacteridae
Ordo
: Actinomycetales
Secara klasifikasi molekuler aktinomiset terbagi dalam 10 subordo.
Sebagian besar aktinomiset (95%) beranggotakan genus Streptomyces (Lachevalier
et al. 1977). Aktinomiset memiliki potensi sebagai agen biokontrol pengendali
penyakit tanaman padi baik biomassa sel maupun kultur filtrat. Aktinomiset mampu
memproduksi senyawa bioaktif yang bersifat antagonis terhadap fungi fitopatogen
(Bressan 2003) dan dapat digunakan untuk mengontrol penyakit blas pada padi
(Karthikeyan & Gnanamanickam 2008). Aktinomiset merupakan sumber senyawa
bioaktif termasuk antibiotik, senyawa pemacu pertumbuhan tanaman, enzim dan
substansi lainnya. Salah satu enzim yang dihasilkan aktinomiset adalah kitinase.
Penghambatan pertumbuhan cendawan oleh aktinomiset salah satunya dapat terjadi
karena dihasilkannya enzim kitinase yang dapat mendegradasi dinding sel
cendawan dan berfungsi sebagai agen proteksi tanaman (Inbar & Chet 1991).
Habitat aerial daun tanaman yang dikolonisasi oleh mikrob disebut filosfer
sehingga mikrob yang dapat mengkolonisasi bagian tersebut disebut mikrob
filosfer. Mikrob filosfer diantaranya merupakan bakteri, cendawan dan aktinomiset.
Beberapa penelitian mikrob filosper difokuskan pada daun yang merupakan
struktur aerial dominan pada tanaman (Andrews dan Harris 2000). Potensi
aktinomiset filosfer yang utama yaitu sebagai agens hayati pengendali penyakit
tanaman yang dikolonisasinya (Boukaew & Prasertsan 2014; Srividya et al. 2012)
Beberapa penelitian mengenai aktinomiset filosfer telah dilakukan,
diantaranya Ilsan et al. (2016) berhasil mengisolasi 22 aktinomiset filosfer padi dari
padi yang terserang penyakit Blight Leaf Bacterial (BLB). 6 isolat aktinomiset
memiliki kemampuan antagonis terhadap Xanthomonas oryzae penyebab BLB dan
dapat menurunkan persentase penyakit BLB hingga 25.87% pada padi varietas
IR64 di rumah kaca. Wang dan Ma (2011) juga berhasil mengisolasi aktinomiset
XN-1 dari filosfer mentimun yang dapat menghambat pertumbuhan hifa cendawan
patogen Corynespora cassiicola hingga 78.34% pada media PDA, kultur filtratnya
menghambat perkecambahan spora C. casiiocola hingga 96.50%. Chen dan Li
(1994) berhasil mengisolasi 3050 isolat bakteri dan aktinomiset dari rizosfer dan
filosfer berbagai tanaman, 94 isolat menghambat pertumbuhan cendawan patogen
beberapa tanaman, 40% isolat aktinomiset menghasilkan kitinase pada media agaragar yang mengandung kitin.
Kitinase
Kitin merupakan polisakarida (polimer) yang dibangun oleh unit monomer
N-asetilglukosamin yang tersusun linier dengan ikatan β (1-4) glikosida. Struktur
monomer kitin terangkai dengan ikatan β (1-4) glikosida (Gambar 2) (Hirano et al.
1999). Kitin tersebar luas di alam seperti pada kutikula insekta, cangkang udang,
nematode dan dinding sel sebagian besar cendawan (Bhattacharya et al. 2007).
5
Gambar 2
Struktur kitin yang mengandung
(Bhatnagar & Sillanpaa 2009)
monomer
N-asetilglukosamin
Kitin pada cendawan tersebar luas khususnya pada Chytridiomycota,
Zygomycota, Ascomycota dan Basidiomycota sebagai komponen dari dinding sel,
miselium dan spora (Roberts 1992). Kandungan kitin berbeda pada setiap genus
cendawan. Dinding sel cendawan mengandung 80-90% polisakarida (Landecker
1996. Mayoritas cendawan mengandung kitin dan glukan sebagai polisakarida
utama pada dinding selnya, kecuali oomycota yang mengandung selulosa dan
glukan sebagai komponen dinding sel fibrilnya (Deacon 1997).
Kitinase tergolong dalam kelompok enzim hidrolase (Tabel 1). Kitinase
dikelompokkan menjadi 3 famili glikosil hydrolase yaitu famili 18, 19 dan 20.
Kitinase yang dihasilkan organisme prokariotik dan eukariotik termasuk dalam
famili 18, sedangkan kitinase famili 19 ditemukan pada Streptomycetes dan
tanaman tingkat tinggi (Susi 2002).
Tabel 1. Karakteristik enzim kitinase (Pratiwi et al. 2015)
Kitinase merupakan enzim yang aktif mengkatalisis polimer kitin menjadi
kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin dengan menghidrolisis kitin
secara acak pada ikatan glikosidik. Terdapat 3 jenis kitinase yang dibedakan
6
berdasarkan cara kerjanya dalam menghidrolisis kitin, yaitu endokitinase,
eksokitinase dan N-asetil-glukosaminidase. Endokitinase menghidrolisis ikatan
glikosida β-(1,4) secara acak menghasilkan dimer, trimer, tetramer dan oligomer
gula. Eksokitinase menghidrolisis ikatan glikosida β-(1,4) hanya dari ujung nonreduksi. N-setil-glukosaminidase menghirdolisis ikatan glikosida β-(1,4) pada
diasetilkitobiosa menghasilkan N-asetil-glukosamin (Gambar 3) (Bhattacharya et
al. 2007).
Gambar 3
Pemutusan ikatan glikosida β-(1,4) oleh endokitinase, eksokitinase
dan N-asetil-glukosaminidase (Hirose et al. 2010)
Kitinase telah banyak digunakan sebagai agens biokontrol dan efektif
mengatasi cendawan serta hama serangga. Watanabe et al (1999) melaporkan
bahwa kitinase dari Streptomyces sp. berfungsi sebagai agens biokontrol terhadap
Fusarium oxypsorum dan beberapa cendawan patogen lainnya.Aktinomiset filosfer
yang bersahil diisolasi dari berbagai tanaman oleh Chen dan Li (1994)
menghasilkan kitinase pada media agar-agar yang mengandung kitin dan dapat
berperan sebagai agens biokontrol penyakit tanaman. Kawase et al. (2005)
membuktikan bahwa kitinase Streptomyces coelicolor yang dapat ditemukan pada
filosfer tanaman dapat menghambat pertumbuhan hifa cendawan pathogen
Tricoderma reseei, Tricoderma viridae, Mucor javanicus dan Fusarium solani.
7
3 METODE
Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini meliputi isolasi aktinomiset filosfer padi, pengujian
kitinase, pengujian penghambatan pertumbuhan P. oryzae serta deteksi dan analisis
gen penyandi kitinase famili 19 (Gambar 4).
Isolasi aktinomiset filosfer padi
Pemurnian isolat aktinomiset
Penapisan isolat aktinomiset berdasarkan
aktivitas antagonistik terhadap P. oryzae
Uji aktivitas kitinase secara kualitatif
Isolat terpilih
Uji aktivitas kitinase secara kuantitatif
Uji penghambatan
pertumbuhan P. oryzae
Ekstraksi DNA
Deteksi dan analisis sekuen gen kitinase
Aktinomiset Famili 19
Gambar 4
Diagram alir penelitian
8
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai dengan April 2016
bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah media Humic Acid Vitamin (HV), Yeast
Malt Extract (YM), Potato Dextrose Agar (PDA), Chitin Agar (CA), Chitin Broth
(CB), Agarose, Go-Taq green PCR mix dan kit isolasi genom bakteri Genomic
DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell) Geneaid. Alat yang digunakan adalah
Laminar Air Flow (LAF), mesin sentrifuse, spektrofotometer, vortex, Thermal
cycler, mesin elektroforesis, inkubator bergoyang serta alat-alat yang umum
digunakan di laboratorium mikrobiologi. Galur patogen yang digunakan adalah P.
oryzae koleksi dari Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian (BBIOGEN), Bogor.
Pengambilan Sampel Daun Padi
Daun padi dari tanaman padi sehat diambil dari lahan persawahan padi
yang terserang penyakit blas di lahan persawahan padi di Situgede, Sukabumi dan
Jasinga (Jawa barat, Indonesia). Pengambilan sampel dilakukan pada tanaman
padi yang berusia 30 hingga 60 hari setelah tanam. Bagian daun padi yang tidak
terendam air dipotong secara aseptik kira-kira 10 cm dari permukaan air, kemudian
sampel daun dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Institut Pertanian Bogor untuk
dilakukan isolasi aktinomiset filosfer dari sampel daun tersebut.
Isolasi Aktinomiset Filosfer Padi
Isolasi aktinomiset filosfer dilakukan dengan metode pencucian (Jacques dan
Morris 1995). Sampel daun yang telah dikoleksi dari lahan persawahan padi
Situgede, Sukabumi dan Jasinga ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dilakukan
proses heat schock pada temperatur 70 o C selama 15 menit. Daun padi kemudian
dipotong menjadi bagian kecil, lalu dimasukkan ke dalam botol Schott berisi 90 mL
garam fisiologis (NaCl) steril. Selanjutnya suspensi diinkubasi dengan
menggunakan inkubator goyang dengan kecepatan 150 rpm selama 30 menit pada
suhu ruang untuk melepaskan aktinomiset dari filosfer daun padi. Selanjutnya
dilakukan pengenceran pada suspensi dengan faktor 10-1 , 10-2 dan 10-3 . Kemudian
masing-masing suspensi diinokulasikan dengan teknik cawan tebar ke dalam cawan
dengan medium Humid Acid Vitamin (HV: 1 g humic acid dilarutkan dalam 40 mL
NaOH 0.4%, 5 mL vitamin B 200x solution, 0.02 g CaCO 3, 0.01 g FeSO 4, 0.05 g
MgSO 4, 0.5 g Na2HPO 4, 1.7 g KCL, 20 g agar-agar, 955 mL akuades steril).
Medium HV kemudian ditambah dengan 50 ppm asam nalidiksat dan 50 ppm
sikloheksamida (per 1 L media) untuk menghambat pertumbuhan bakteria dan
cendawan yang dapat mengganggu pertumbuhan aktinomiset. Isolat aktinomiset
yang diperoleh dari proses isolasi kemudian dimurnikan pada media Yeast malt
Agar (YMA: 4 g ekstrak khamir, 10 g malt extract, 4 g dektrosa, 20 g agar-agar, 1
L akuades steril) dan dinkubasikan pada suhu 28 o C untuk analisis selanjutnya.
9
Penapisan Aktivitas Antagonistik Isolat Aktinomiset terhadap P. oryzae
Penapisan aktivitas antagonistik isolat terhadap patogen tanaman padi
penyebab penyakit blas dilakukan menggunakan metode dual culture (El-Tarabily
et al. 2000). Isolat aktinomiset digores pada cawan dengan medium Potato
Dextrose Agar (PDA). Koloni cendawan diambil menggunakan pelubang steril
berdiameter 6 mm dan di letakkan dengan jarak 3 cm dari koloni aktinomiset.
Pengamatan interaksi diamati setelah 14 hari masa inkubasi pada suhu ruang.
Penghitungan penghambatan dilakukan dengan rumus berikut:
� −�
H =
�
%
�
H = persentase hambatan pertumbuhan cendawan Po
r1 = radius cendawan yang tidak mengarah ke isolat uji
r2 = radius cendawan yang mengarah ke isolat uji.
Kriteria penghambatan; r (r1 - r2 ) < 1 mm (tidak ada penghambatan), 1-9 mm
(+), 10-19 mm (++) dan ≥ 20 mm (+++).
Uji Aktivitas Enzim Kitinase secara Kualitatif
Uji kualitatif aktivitas enzim kitinase dilakukan dengan cara isolat uji
digoreskan pada medium Chitin Agar 0.3 % (3 g koloidal kitin, 1 g yeast extract,
1 g KH2 PO4 , 0.2 g MgSO4 .7H2 O, 20 g agar-agar, 1 L akuades) dengan tiga kali
ulangan dan diinkubasi pada suhu 37 o C (Agustiyani et al 2014). Reaksi positif
ditunjukan dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni. Kriteria
pengamatan dilakukan dengan rumus:
IK = (d2 – d1 )/ d1
IK = indeks kitinase
d1 = diameter koloni isolat aktinomiset
d2 = diameter koloni aktinomiset + zona bening
Uji Aktivitas Enzim Kitinase secara Kuantitatif
Uji kuantitatif aktivitas enzim kitinase dilakukan dengan menggunakan
koloidal kitin sebagai substrat. Isolat aktinomiset terpilih ditumbuhkan pada media
Chitin Broth 0.3% (3 g koloidal kitin, 1 g yeast extract, 1 g KH2 PO 4 , 0.2 g
MgSO4 .7H2 O, 1 L akuades) kemudian diinkubasi selama 10 hari pada suhu 37 o C
di inkubator bergoyang dengan kecepatan 150 rpm. Suspensi isolat kemudian di
sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit, sentrifugasi supernatan
dilakukan setiap hari selama 10 hari bersamaan dengan pengukuran berat kering
isolat aktinomiset (Srividya et al. 2012). Sebanyak 0.5 mL supernatan isolat yang
diduga mengandung enzim kitinase ditambahkan ke dalam 0.5 mL substrat (1%
koloidal kitin dalam bufer fosfat, pH 7), kemudian suspensi tersebut diinkubasi
selama 30 menit pada suhu 35 o C pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 150
rpm. Reaksi dihentikan dengan penambahan 1 mL DNS dan direndam dalam air
mendidih selama 10 menit. Selanjutnya nilai Optical Density (OD) diukur dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Kurva standar
N-asetil glukosamin digunakan untuk mengukur konsentrasi gula pereduksi yang
10
dihasilkan. Satu unit aktivitas kitinase ditentukan sebagai jumlah enzim yang di
produksi 1µmol gula pereduksi per menit (Saadoun et al. 2009; Srividya et al.
2012).
Penghambatan Pertumbuhan P. oryzae
Pengujian aktivitas antagonistik supernatan isolat aktinomiset terhadap Po
dilakukan dengan mencampurkan supernatan isolat aktinomiset terpilih yang
dkulturkan pada medium CB selama 7 – 8 hari (berdasarkan hasil uji aktivitas
kitinase secara kuantitatif) sebanyak ± 14 U/mg pada medium PDA steril yang
belum memadat (40 o C) ke dalam cawan petri steril dan dihomogenisasi.
Selanjutnya plug agar cendawan P. oryzae berdiameter 6 mm diinokulasikan ke
tengah cawan Petri tersebut dan diinkubasi selama 14 hari. Penghambatan
pertumbuhan hifa dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
(% H) = 100 – [
�2
�2
x 100]
Keterangan: r adalah jari-jari koloni cendawan pada medium cawan PDA
dengan adanya supernatan isolat dan R adalah jari-jari kontrol koloni cendawan
pada medium cawan PDA (Boukaew dan Prasertsan 2014). Perlakuan control
dilakukan dengan mengginokulasikan plug agar P. oryzae pada medium cawan
PDA yang tidak dicampurkan dengan supernatan isolat aktinomiset.
Deteksi Gen Penyandi Kitinase Famili 19
Deteksi gen penyandi kitinase famili 19 pada isolat aktinomiset terpilih
dilakukan dengan menggunakan primer f19atc forward 5’-AA GCT CGC SGC
STT CCT SGC-3’ dan primer reverse 5’-GCA CTC GAG SGC GCC GTT GAT3’. PCR dilakukan dengan menggunakan Go-Taq green PCR master mix
(Promega, USA). Kondisi PCR diawali dengan denaturasi selama 30 detik pada
suhu 98 o C, kemudian annealing selama 30 detik pada 50 o C, elongation selama 1
menit pada 72 o C, final elongation selama 10 menit pada 72 o C, sebanyak 30 siklus
(Kawase et al.2004). Produk PCR kemudian dielektroforesis untuk mengetahui
ukuran dan kualitas produk yang dihasilkan. Elektroforesis dilakukan dengan
menggunakan gel agarosa 0.8% dan migrasi pada 80 V selama 45 menit.
Selanjutnya gel agarosa direndam di dalam 0.2% etidium bromida selama 20 menit
kemudian divisualisasi di atas UV illuminator.
Analisis Sekuen Gen Kitinase Famili 19
Sekuensing produk PCR dilakukan melalui jasa sekuensing First Base
kemudian di analisis Basic Local Alignment Search Tool (BLAST.X). Data
selanjutnya dibandingkan dengan data Genbank di National Center for
Biotechnology Information (NCBI). Hasil analisis BLAST.X sekuen gen
disejajarkan dan dibandingkan dengan data gen kitinase family 19 yang terdapat
di Genbank mengggunakan software MEGA 5.2 kemudian dikonstruksi pohon
filogenetiknya menggunakan metode neighbor-joining dan di evaluasi
menggunakan analisis bootstrap dengan 1000 x replikasi.
11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat Aktinomiset Filosfer Padi
Sebanyak 57 isolat aktinomiset filosfer padi berhasil diisolasi dari lahan
persawahan tanaman padi di tiga lokasi lahan persawahan tanaman padi yaitu 22
isolat dari lahan padi Situgede (kode STG), 19 isolat dari lahan padi Sukabumi
(kode SKB) dan 16 isolat dari lahan padi Jasinga (kode JSN). Isolat aktinomiset
yang berhasil diisolasi memiliki tipe dan warna koloni yang beragam. Tiga contoh
bentuk koloni isolat ditampilkan pada Gambar 5.
a
c
b
e
d
e
1 mm
Gambar 5
1 mm
1 mm
Koloni isolat aktinomiset berumur 10 hari pada media YMA (Gb.
Atas) dan mikroskopis koloni dengan perbesaran 400x dilihat
dengan mikroskop cahaya (Gb. Bawah). (a) isolat STG 10, (b) isolat
SKB 2.14, dan (c) isolat JSN 3.1, (d) spora, (e) filamen.
Aktivitas Antagonistik Isolat Aktinomiset terhadap P. oryzae
Hasil pengujian antagonistik positif ditandai dengan terbentuknya zona
bening di antara cendawan dan aktinomiset, serta adanya hambatan pertumbuhan
cendawan yang mengarah ke koloni aktinomiset. Sebanyak 57 isolat aktinomiset
ditapis aktivitas antagonisnya terhadap P. oryzae. Hasil penapisan menunjukkan
52.63% (30/57) bersifat antagonis terhadap P. oryzae, yaitu 6 isolat kode STG, 11
isolat kode SKB, dan 13 isolat kode JSN (Tabel 2).
Kemampuan penghambatan isolat aktinomiset terhadap P. oryzae beragam,
hal tersebut karena masing-masing isolat memiliki mekanisme berbeda untuk
menghambat pertumbuhan P. oryzae. Aktinomiset diketahui mampu menghasilkan
senyawa bioaktif seperti antibiotik, enzim dan substansi lainnya (Inbar dan Chet
1991). Senyawa yang dihasilkan oleh tiap isolat beragam sehingga kemampuan
masing- masing isolat untuk menghambat pertumbuhan P. oryzae juga beragam.
12
Tabel 2. Aktivitas antagonistik isolat aktinomiset terhadap P. oryzae
Kode isolat
JSN 1.7
JSN 1.9
JSN 2.2
JSN 2.3
JSN 2.4
JSN 2.6
JSN 2.8
JSN 2.9
JSN 2.10
JSN 2.11
JSN 2.12
JSN 3.1
JSN 3.3
SKB 2.1
SKB 2.2
SKB 2.3
SKB 2.4
SKB 2.8
SKB 2.11
SKB 2.12
SKB 2.14
SKB 2.16
SKB 2.18
SKB 3.1
STG 10
STG 13
STG 17
STG 23
STG 24
STG 25
Zona hambat
mean ± stdev (mm)
kategori
17.5 ± 0.7
16.5 ± 0.7
20.5 ± 0.7
20.5 ± 0.0
14.0 ± 1.4
16.5 ± 4.9
19.5 ± 0.7
20.5 ± 0.7
21.0 ± 1.4
21.5 ± 0.7
22.5 ± 0.7
21.5 ± 0.7
17.5 ± 3.5
18.0 ± 0.0
17.0 ± 3.5
19.0 ± 1.4
20.0 ± 0.0
26.0 ± 0.0
19.5 ± 0.0
10.0 ± 0.0
24.0 ± 0.0
15.0 ± 1.4
13.0 ± 0.0
12.0 ± 0.0
12.5 ± 0.7
14.0 ± 0.0
12.0 ± 4.2
18.5 ± 1.4
20.0 ± 1.4
14.0 ± 3.5
++
++
+++
+++
++
++
++
+++
+++
+++
+++
+++
++
++
++
++
+++
+++
++
++
+++
++
++
++
++
++
++
++
+++
++
H (%)
50.71
48.46
59.71
59.42
53.57
50
57.66
58.15
60
63.57
65
67.14
50
46.67
46.67
46.67
66.67
70
46.67
32.25
65.625
33.33
40
40
34.28
34.375
34.28
45.71
69.56
46.67
Keterangan:
Zona hambat: (+): diameter 1-9 mm, (++): 10-19 mm, (+++): ≥ 20 mm
H: persentase penghambatan pertumbuh Po
Menurut El-Tar abily et al (2000) nilai zona hambat tinggi yaitu jika zona
hambat lebih dari 20 mm. Berdasarkan Tabel 2, beberapa isolat yang memiliki
nilai penghambatan terhadap pertumbuhan P. oryzae tinggi yaitu isolat SKB 2.8,
SKB 2.14 dan JSN 3.1. Ketiga isolat tersebut memiliki zona hambat berturut-turut
13
sebesar 26 mm, 24 mm dan 21.5 mm, dengan nilai persentase penghambatan (H)
berturut-turut 70%, 65.625% dan 67.14% dan zona bening yang terbentuk
berturut-turut berjarak 13 mm, 11 mm dan 12 mm dari cendawan P. oryzae
(Gambar 6).
A
B
a
a
C
b
b
c
Gambar 6
a
c
b
c
Penghambatan pertumbuhan P. oryzae oleh (A) isolat SKB 2.8, (B)
SKB 2.14 dan (C) JSN 3.1. (a) cendawan P. oryzae, (b) isolat
aktinomiset, dan (c) zona bening yang terbentuk.
Zona hambat yang dibentuk oleh isolat aktinomiset dari proses penapisan
terhadap P. oryzae selama 14 hari di media PDA pada suhu ruang diduga
merupakan kerja dari senyawa bioaktif atau enzim penghidrolisis dinding sel
miselium cendawan seperti kitinase. Beberapa penelitian sebelumnya telah
berhasil mengisolasi aktinomiset filosfer berbagai tanaman yang mampu
menghambat pertumbuhan cendawan patogen (Wang dan Ma 2011; Chen dan Li
1994). Beberapa di antara aktinomiset filosfer tersebut mampu menghasilkan
kitinase yang dapat menghidrolisis dinding sel cendawan dan berfungsi sebagai
agens proteksi tanaman (Inbar dan Chet 1991).
Aktivitas Kualitatif Enzim Kitinase
Pengujian aktivitas enzim kitinase secara kualitatif dilakukan pada 30 isolat
aktinomiset hasil penapisan antagonistik dengan P. oryzae. Hasil pengujian positif
ditandai dengan terbentuknya zona bening di sektar isolat aktinomiset yang
ditumbuhkan pada medium agar-agar kitin 0.3%. Hasil pengujian enzim kitinase
secara kualitatif tertera pada Tabel 3.
Kemampuan isolat aktinomiset menghasilkan enzim kitinase ditandai
dengan adanya zona bening yang terbentuk disekitar koloni aktinomiset. Zona
bening yang terbentuk menandakan isolat aktinomiset mampu menghasilkan
enzim kitinase dan dapat menghidrolisis koloidal kitin yang terkandung pada
medium agar-agar kitin. Kitinase bekerja menghidrolisis polimer kitin menjadi
kitin oligosakarida atau monomer N-asetilglukosamin (Bhattacharya et al. 2007).
Pada Tabel 3 terlihat nilai indeks kitinolitik tertinggi berturut-turut
dihasilkan oleh isolat JSN 3.1, STG23 dan STG10 dengan nilai IK masing-masing
sebesar 2, 1.5 dan 1.267 (Gambar 7).
14
a
b
1 cm
Gambar 7
c
1 cm
1 cm
Aktivitas kitinase isolat aktinomiset pada media agar-agar yang
mengandung 0,3% kitin. (a) JSN 3.1, (b) STG 23 dan (c) STG 10.
Tabel 3. Nilai indeks kitinolitik (IK) isolat aktinomiset anti P. oryzae
Kode isolat
JSN 2.2
JSN 2.3
JSN 2.4
JSN 2.6
JSN 2.8
JSN 2.9
JSN 2.10
JSN 2.11
JSN 3.1
SKB 2.1
SKB 2.2
SKB 2.3
SKB 2.4
SKB 2.8
SKB 2.11
SKB 2.12
SKB 2.14
SKB 2.16
SKB 2.18
SKB 3.1
STG 10
STG 13
STG 17
STG 23
STG 24
STG 25
Indeks kitinolitik
0.365
0.341
0.242
0.309
0.446
0.375
0.527
0.78
2
0.448
0.556
0.52
0.667
0.482
0.217
0.478
0.516
0.233
0.605
0.3
1.267
1.167
0.916
1.500
1.105
0.5
Keterangan:
Nilai IK (+): ≤ 0.5, (++): 0.51-0.99, (+++): ≥ 1
Kategori
+
+
+
+
+
+
++
++
+++
+
++
++
++
+
+
+
++
+
++
+
+++
+++
++
+++
+++
+
15
Penggunaan koloidal kitin sebagai substrat dalam pengujian ini
dikarenakan koloidal kitin merupakan substrat kitin yang paling umum dapat
dihidrolisis oleh semua jenis enzim kitinase famili 18 maupun 19. Berdasarkan
nilai-nilai pada Tabel 2 dan 3 dipilih 10 isolat potensial untuk dilanjutkan ke uji
selanjutnya, yaitu isolat STG 10, STG 23, STG 24, SKB 2.3, SKB 2.4, SKB 2.14,
SKB 2.16, JSN 2.10, JSN 2.11 dan JSN 3.1.
Aktivitas Kuantitatif Enzim Kitinase
Nilai aktivitas maksimum enzim kitinase 10 isolat aktinomiset terpilih
disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa isolat STG 10
memiliki aktivitas enzim maksimum sebesar 14.898 ± 0.048 (U/mg). Aktivitas
maksimum enzim kitinase pada isolat STG 10 didapatkan pada hari ke-8 masa
inkubasi dengan berat kering 0.084 g (Gambar 8), sementara nilai aktivitas enzim
terendah dimiliki oleh isolat SKB 2.16 dengan nilai aktivitas enzim 3.167 ± 0.411
(U/mg) pada masa inkubasi hari ke-7 dengan berat kering 0.049 g (Gambar 8).
Tabel 4. Aktivitas maksimum enzim kitinase dari sepuluh aktinomiset terpilih
Kode isolat
Berat kering (g)
Aktivitas enzim (U/mg)
JSN 2.10
0.089
8.168 ± 0.072
JSN 2.11
0.093
10.617 ± 0.145
JSN 3.1
0.111
13.117 ± 0.048
SKB 2.3
0.084
7.586 ± 0.169
SKB 2.4
0.083
9.932 ± 0.387
SKB 2.14
0.085
4.503 ± 0.024
SKB 2.16
0.049
3.167 ± 0.411
STG 10
0.084
14.898 ± 0.048
STG 23
0.106
11.781 ± 0.096
STG 24
0.098
12.534 ± 0.193
Keterangan: nilai aktivitas enzim dihitung dari 2 kali pengulangan
Nilai pengukuran aktivitas enzim kitinase isolat STG 10 secara kuantitatif
tidak berbanding lurus dengan nilai indeks kitinolitik hasil pengukuran enzim
kitinase secara kualitatif. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan enzim
kitinase isolat STG 10 dalam menghidrolisis koloidal kitin terlarut pada medium
cair lebih baik dibandingkan dengan menghidrolisis koloidal kitin pada medium
padat, sehingga isolat STG 10 memiliki nilai aktivitas maksimum tertinggi
walaupun tidak memiliki nilai IK tertinggi. Namun sebagian besar isolat lainnya
memiliki nilai indeks kitinolitik dan nilai aktivitas enzim yang berbanding lurus.
Seperti isolat JSN 3.1 yang memiliki nilai indeks kitinolitik tertinggi dan masih
memiliki nilai aktivitas kitinase yang cukup tinggi, yaitu 13.117 ± 0.048 (U/mg)
pada masa inkubasi hari ke-8 dengan berat kering 0.111 g (Gambar 8), sehingga
dapat disimpulkan isolat JSN 3.1 memiliki kemampuan yang sama baiknya dalam
menghidrolisis koloidal kitin terlarut pada medium cair maupun padat. Demikian
pula isolat STG 24 yang memiliki nilai indeks kitinolitik cukup tinggi yaitu 1.105
16
memiliki nilai aktivitas kitinase yang cukup tinggi pula yaitu 12.534 ± 0.193
(U/mg) pada masa inkubasi hari ke-8 dengan berat kering 0.098 g (Gambar 8).
Gambar 8
Aktivitas enzim kitinase isolat STG 10, SKB 2.16, JSN 3.1 dan STG
24.
Pengujian aktivitas kuantitatif kitinase terhadap 10 isolat aktinomiset terpilih
memberikan hasil yang beragam, hal tersebut terjadi karena kemampuan kitinase
yang dihasilkan oleh masing-masing isolat aktinomiset memiliki kemampuan
yang berbeda untuk menghidrolisis koloidal kitin sebagai substrat. Aktivitas
kitinase dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, pH dan tipe substrat
(Kawase et al. 2005).
Wang et al. (2014) melaporkan bahwa aktinomiset penghasil kitinase galur
Bn035 mampu menghasilkan 1.23 (U/mL) kitinase dan mampu menghambat
pertumbuhan 4 cendawan patogen yaitu Bipolaris sorokiniana, Fusarium
oxysporum, Rhizoctonia solani dan Pythium capsici. Sementara itu 10 isolat
aktinomiset yang digunakan pada studi ini mampu menghasilkan kitinase yang
lebih tinggi, yaitu berkisar antara 3.167 ± 0.411 to 14.898 ± 0.048 (U/mL),
sehingga 10 isolat aktinomiset yang digunakan pada studi ini dimungkinkan dapat
memberikan hasil yang lebih baik dalam menghambat pertumbuhan cendawan
patogen.
Penghambatan Pertumbuhan P. oryzae
Supernatan 10 isolat aktinomiset terpilih diuji kemampuannya dalam
menghambat pertumbuhan P. oryzae dengan metode peracunan pada media PDA
dan diamati setelah 14 hari (Tabel 5). Tiga isolat yang memiliki nilai
penghambatan pertumbuhan P. oryzae tertinggi yaitu berturut-turut isolat JSN 3.1,
STG 24 dan SKB 2.14 dengan persentase hambatan 72.15%, 65.97% dan 62.65%
(Gambar 9).
17
Gambar 9
a
b
c
d
Penghambatan pertumbuhan P. oryzae oleh supernatan isolat
aktinomiset yang dicampurkan pada medium PDA. (a) kontrol, (b)
JSN 3.1, (c) STG 24, dan (d) SKB 2.14.
Tabel 5. Persentase penghambatan pertumbuhan P. oryzae oleh supernatan
aktinomiset.
Kode isolat
JSN 2.10
JSN 2.11
JSN 3.1
SKB 2.3
SKB 2.4
SKB 2.14
SKB 2.16
STG 10
STG 23
STG 24
Diameter P. oryzae (mm)
Penghambatan (%)
51.0
48.0
38.0
53.0
47.0
44.0
48.0
47.5
49.0
42.0
49.83
55.56
72.15
45.81
57.39
62.65
55.56
56.48
53.68
65.97
Nilai persentase penghambatan pertumbuhan P. oryzae oleh supernatan isolat
tidak berbanding lurus dengan nilai aktivitas enzim (kuantitatif), karena pada
pengujian ini P. oryzae merupakan substrat, sehingga kemampuan supernatan isolat
menghidrolisis koloidal kitin terlarut tidak dapat dikorelasikan dengan kemampuan
menghidrolisis dinding sel P. oryzae. Kawase et al. (2005) melaporkan bahwa
kemampuan kitinase aktinomiset menghidrolisis substrat kitin beragam bergantung
pada jenis substrat kitin yang digunakan seperti kitin terlarut, koloidal kitin, glikol
kitin dan kitin Kristal. Kemampuan kitinase aktinomiset untuk menghidrolisis
dinding sel cendawan dimiliki oleh gen kitinase famili 19 (Watanabe et al. 1999).
18
Karakteristik Gen Penyandi Kitinase Famili 19
Isolasi DNA genom dilakukan pada sepuluh isolat aktinomiset terpilih.
Konsentrasi DNA sepuluh isolat terpilih tersebut beragam, berkisar antara 6.8
hingga 90.2 ng/µL (Tabel 6). Kuantitas DNA tertinggi yang diperoleh ditunjukkan
oleh isolat STG 24 sebesar 90.2 ng/µL, sedangkan konsentrasi DNA terendah
ditunjukkan oleh isolat JSN 3.1 sebesar 6.6 ng/µL. Kemurnian DNA yang
diperoleh berdasarkan rasio λ260/280 berkisar antara 1.14 hingga 2.11.
DNA isolat aktinomiset terpilih diamplifikasi menggunakan primer f19act
forward dan reverse untuk mendeteksi keberadaan gen kitinase family 19. Pita
dengan ukuran ~400 bp menunjukkan adanya gen kitinase famili 19 (Gambar 10).
Produk hasil amplifikasi PCR disekuensing menggunakan jasa sekuensing First
Base, kemudian sekuen gen di analisis dan di translasikan menjadi asam amino
dengan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST.X) untuk
mengetahui kemiripan susunan asam amino-nya dengan data Genbank di National
Center for Biotechnology Information (NCBI). Hasil sekuensing menghasilkan
sekuen gen dengan panjang 385 bp. Pita berukuran 385 bp tersebut merupakan
bagian dari gen kitinase famili 19 yang memiliki panjang pita ~800 hingga ~2000
bp (Tsujibo et al. 2000).
Tabel 6. Kuantitas DNA genom sepuluh aktinomiset terpilih
Kode isolat
JSN 2.10
JSN 2.11
JSN 3.1
SKB 2.3
SKB 2.4
SKB 2.14
SKB 2.16
STG 10
STG 23
STG 24
Gambar 10
OD (Optical Density)
λ 260 nm
λ 280 nm
0.182
0.405
0.136
0.583
0.306
0.312
0.403
1.100
1.335
1.807
0.107
0.245
0.087
0.290
0.145
0.176
0.206
0.579
0.666
0.956
λ260/280
Konsentrasi
DNA (ng/µL)
1.70
1.65
1.56
2.01
2.11
1.14
1.96
1.90
2.01
1.89
9.1
20.2
6.8
29,2
15,3
15.6
20.2
55.0
66.4
90.2
Elektroforesis gel agarose 0.8%. Gen kitinase famili 19 hasil
amplifikasi dari 10 isolat aktinomiset terpilih.
19
Hasil Analisis Sekuen Gen Kitinase Famili 19
Sekuen gen kitinase famili 19 dengan panjang 385 bp dianalisis dengan
BLAST.X dan dibandingkan dengan data Genbank di NCBI (Tabel 7), sehingga
diketahui bahwa gen kitinase famili 19 sepuluh isolat terpilih a