Kejadian Penyakit Entomovirus pada Spodoptera exigua Dalam Jaring Tritrofik pada Tanaman Bawang Daun.
KEJADIAN PENYAKIT ENTOMOVIRUS PADA Spodoptera
exigua DALAM JARING TRITROFIK PADA TANAMAN
BAWANG DAUN
MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul kejadian penyakit
entomovirus pada spodoptera exigua dalam jaring tritrofik pada tanaman bawang
daun adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Muhammad Aldiansyah Zulfikar
NIM A34100087
ABSTRAK
MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR. Kejadian Penyakit Entomovirus
pada Spodoptera exigua Dalam Jaring Tritrofik pada Tanaman Bawang Daun.
Dibimbing oleh R. YAYI MUNARA KUSUMAH.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak tanaman inang terhadap
kejadian penyakit virus pada ulat grayak (Spodoptera exigua). Metode yang
digunakan adalah pengamatan langsung di lapangan dengan mengamati populasi
S. exigua. larva S. exigua instar ke-3 yang terinveksi Nucleopolyhedrovirus
dikumpulkan dalam wadah plastik, larva yang telah dikoleksi diamati gejala NPV
dan Ascovirus. Populasi S. exigua tidak dipengaruhi tanaman inang, demikian
juga dengan kejadian penyakit baik yang disebabkan Npv maupun Ascovirus.
Kejadian penyakit yang disebabkan virus tergolong rendah, karena rendahnya
populasi S. exigua.
Kata kunci: bawang daun, Spodoptera exigua, wortel,
ABSTRACT
MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR. Incidence of Entomovirus on
Spodoptera exigua in A Tritrophic system on Green Onion. Supervised by R. YAYI
MUNARA KUSUMAH.
This study was conducted to determine the impact of host plant on viral
disease insidence in the beet armyworm (Spodoptera exigua). The method used
was direct observation in the field by observing the population of S. exigua.
Nucleopolyhedrovirus infected 3rd instar larvae S. exigua were collected in plastic
cups, the collected larvae were observed for NPV and Ascovirus symptom. The
population of S. exigua was not affected by composition of nutrients, neither the
incidence of disease caused by both NPV and Ascovirus. The incidence of viral
diseases were relatively low, because of the low population of S. exigua.
Keywords: green onion, Spodoptera exigua, carrot.
©Hak
Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar bagi IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEJADIAN PENYAKIT ENTOMOVIRUS PADA Spodoptera
exigua DALAM JARING TRITROFIK PADA TANAMAN
BAWANG DAUN
MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
NIM
: Kejadian Penyakit Entomovirus pada Spodoptera exigua
Dalam Jaring Tritrofik pada Tanaman Bawang Daun.
: Muhammad Aldiansyah Zulfikar
: A3410087
Disetujui oleh
Dr. Ir. R Yayi Munara Kusumah, MSi.
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul
Kejadian Penyakit Entomovirus pada Spodoptera exigua Dalam Jaring Tritrofik
pada Tanaman Bawang Daun ini dilaksanakan dari bulan April hingga Juli 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah,
M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan dukungan,
saran, motivasi, serta masukan dalam pengerjaan penelitian tugas akhir ini.
Ucapan terimakasih juga diberikan kepada Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, MSi
selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran
selama proses penentuan tugas akhir dan kegiatan belajar mengajar di Departemen
Proteksi Tanaman. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir Suryo
Wiyono, MAgr.sc selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan banyak
saran dalam proses penulisan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada teman-teman Departemen Proteksi Tanaman angkatan 46, 47 atas
dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga yang telah mencurahkan kasih
sayang, doa, dan dukungan tiada henti selama ini, karya ini semoga menjadi
persembahan kecil dari ananda.
Pada akhirnya penulis sadar bahwa penelitian tugas akhir ini masih jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis, dan umunya bagi pembaca.
Bogor, Juli 2014
Muhammad Aldiansyah Zulfikar
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PRAKATA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Pengamatan populasi S. exigua
Penghitungan Persentase Parasitisasi Spodoptera exigua
Pengolahan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik lokasi
Populasi S. exigua
Kejadian Penyakit Entomovirus
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
ix
1
1
1
2
3
3
3
3
3
4
4
5
5
5
8
11
11
11
12
147
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Curah hujan, dan suhu, di kecamatan Cipanas selama pengamatan
Rataan populasi larva Spodoptera exigua selama 13 kali pengamatan
Rataan populasi Spodoptera exigua yang terinveksi NPV
Rata-rata populasi Spodoptera exigua yang terinveksi Ascovirus
5
8
10
10
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
Peta lokasi penelitian
Tanaman bawang daun
Dinamika populasi S. exigua pada ketiga perlakuan
(A) Polihedra SeNPV (perbesaran 1000x) (B) S. exigua yang teinveksi NPV
Persentase infeksi NPV pada S. exigua 13 kali pengamatan
(A) Hemolimf S.exigua terinveksi Ascovirus (B) vesikel Ascovirus pada
perbesaran 1000x
5
6
7
9
10
23
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Dinamika populasi S. exigua selama 13 kali pengamatan
Persentase kejadian penyakit NPV selama 13 kali pengamatan
Persentase kejadian penyakit Ascovirus. selama 13 kali pengamatan
Hasil uji ANOVA perkembangan populasi S. exigua terhadap ketiga
perlakuan
5 Hasil uji ANOVA kejadian penyakit NPV terhadap rataan populasi pada
ketiga perlakuan
6 Hasil uji ANOVA kejadian penyakit Ascovirus terhadap rataan populasi pada
ketiga perlakuan
17
17
17
18
18
18
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang daun (Allium fistulosum L.) merupakan tanaman semusim yang
banyak dibudidayakan masyarakat, baik dalam skala kecil maupun besar. Bawang
daun sudah cukup lama dibudidayakan petani pada lahan dataran tinggi dengan
udara yang sejuk (suhu rendah) seperti Cipanas, Cianjur, Lembang, Bandung, dan
Malang. Luas panen bawang daun di Indonesia pada tahun 2012 adala
h 58 427 ha dan turun pada tahun 2013 menjadi 57 264 dengan produktivitas dari
10.21 ton/ha ton pada tahun 2012 turun menjadi 10.13 ton/ha ton pada tahun 2013
(BPS 2013). Hal ini masih jauh dari potensi produktivitas bawang daun di
Indonesia yang dapat mencapai 20 ton/ha (Sutrisna et al 2003).
Masih rendahnya produktivitas bawang daun dipengaruhi oleh faktor biotik
dan abiotik. Salah satu faktor biotik yang mempengaruhi produktifitas bawang
daun diantaranya serangan hama dan penyakit. Hama yang umum menyerang
bawang daun adalah Spodoptera exigua, Agrotis ipsilon dan Thrips tabbaci
(Kalshoven 1981).
Larva S. exigua merupakan hama kosmopolit dan polifag. Hama ini
merupakan hama penting pada usaha budidaya bawang daun karena bila tidak
dikendalikan dapat menimbulkan kerusakan hingga 100% (Azidah dan Azirun
2006). Menurut Kalshoven (1981), kerusakan terberat ditemukan pada beberapa
jenis bawang, seperti bawang merah (Allium ascalonicum L) dan bawang daun
(Allium fistulosum L). Menurut Zheng et al. (2000), bawang daun merupakan
spesies allium yang lebih rentan terhadap serangan S. exigua dibandingkan Allium
cepa, A. galanthum, dan A. roylei.
Penggunaan insektisida sintetik dapat berdampak buruk pada lingkungan
karena meninggalkan residu dan menyebabkan kematian musuh alami. Saat ini,
terdapat beberapa teknik pengendalian yang lebih aman dan ramah lingkungan,
salah satunya dengan menggunakan virus patogen serangga sebagai agens
pengendali hayati.
Nucleopolyhedrovirus (NPV) merupakan salah satu entomovirus yang
efektif sebagai agens pengendali hayati hama dan banyak diuji sebagai pestisida
hayati dibandingkan virus lainnya. Saat ini telah diketahui bahwa NPV dapat
menginfeksi 1200 jenis serangga dan sebagian besar berasal dari ordo
Lepidoptera, Hymenoptera dan Diptera (Pedigo dan Rice 2006).
Nucleopolyhedrovirus dapat ditularkan melalui mulut dan luka (Aizawa
1963). Selain itu, NPV juga dapat ditularkan melalui kontak antara larva yang
terinfeksi dengan larva yang sehat, dan melalui serangga parasitoid (Smits 1987).
Proses infeksi NPV umumnya terjadi dalam saluran pencernaan serangga yang
berkondisi basa (pH>9). Pada kondisi basa, polihedra larut dan melepaskan virion
yang akan menginfeksi sel pada dinding pencernaan. Virion-virion tersebut akan
menginfeksi sel-sel (rongga tubuh) dan jaringan seperti tubuh lemak, sel
epidermis, hemolimfa dan trakea. Larva akan mati setelah sebagian besar jaringan
tubuhnya terinfeksi (Smits 1987).
Ascoviridae pertama kali dilaporkan oleh Federici pada tahun 1983. Gejala
larva yang terserang menunjukkan perubahan warna/pengotoran pada hemolimfa
2
yang menjadi putih susu (pucat). Hal ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi
vesikel yang berisi virion. Gejala ini sangat khas karena tidak ditemukan pada
gejala penyakit serangga lain. Vesikel yang berisi virion terbentuk karena
terbentuknya penyekatan pada sel inang (Tanada dan Kaya 1993).
Ascovirus memiliki dsDNA linear dengan ukuran genom sebesar 140-180
kilobase pair (kbp). Virion berukuran kurang lebih 130 nm x 400 nm. Replikasi
virus dimulai di dalam inti sel dengan terbentuknya stroma virogenik. Umumnya
kumpulan virion tidak secara langsung berasosiasi dengan pusat viroplasmik.
Morfogenesis virus dimulai setelah membran inti pecah, dan terjadi sebelum dan
selama pembelahan dari sel ke vesikel (Tanada dan Kaya 1993).
Kejadian suatu penyakit dipengaruhi interaksi antara serangga inang,
tanaman dan patogen serangga (tritopik). Tanaman dapat berpengaruh secara tidak
langsung melalui 2 cara yaitu dengan merubah ketahanan atau merubah prilaku
serangga inang. Tanaman mempengaruhi entomopatogen melalui permukaan
daun, fitokimia daun dapat besifat antagonis sebgai contoh beberapa tanaman
mengahasilkan eksudat yang mengandung ion dasar (misalnya Zn2C, Mg2C dan
Ca2C) yang dapat menonaktifkan bakulovirus yang mungkin disebabkan oleh
pelarutan dini badan oklusi, atau sinergis dengan entomopatogen.
Menurut Goncalves et.al. (2006) wortel mengandung senyawa yang dapat
menonaktifkan hydrogen peroksida. Enzim yang terkandung dalam air liur
serangga seperti glukosa oksidase memproduksi hydrogen peroksida, hydrogen
peroksida merupakan pertahanan diri serangga melawan entomovirus yang dapat
menginaktifasi NPV (Cory 2006). Selain itu menurut Taiz et.al. (2002) wortel
mengandung flavonoids yang dapat melindungi NPV dari radiasi UV B
Penularan Ascovirus sangat dipengaruhi oleh populasi parasitoid (Tanada
dan Kaya 1993), parasitoid dapat meningkatkan transmisi ascovirus sehingga
perlu penelitian lebih lanjut tentang manipulasi lingkungan agar mendukung
transmisi ascovirus. Diduga wortel dapat meningkatkan kejadian penyakit akibat
ascovirus karena menurut hasil penelitian, tanaman wortel dapat meningkatkan
parasitasi parasitoid (Eldriadi Y 2011).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian penyakit
entomovirus pada spodoptera exigua dalam jaring tritrofik pada tanaman bawang
daun.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Padajaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten
Cianjur dan Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari April
sampai Juli 2014.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, kertas, alat
tulis, kertas tissue, bawang daun, wortel, sprayer, tabung plastik, tabung
eppendorf 1.5 ml, mikroskop cahaya, lemari pendingin dan kamera.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan langsung. Rancangan perlakuan
menggunakan rancangan acak kelompok dengan 4 ulangan. Setiap ulangan terdiri
dari 3 perlakuan. Setiap perlakuan memiliki empat unit contoh yang ditentukan
secara diagonal dan masing-masing terdiri dari sembilan tanaman contoh.
Perlakuan ke-satu adalah monokultur bawang daun, perlakuan ke-dua adalah
monokultur bawang daun dengan penyemprotan ekstrak daun wortel, dan
perlakuan ke-tiga tumpang sari antara wortel dengan bawang daun. Pada
penulisan selanjutnya perlakuan ke-satu akan ditulis P1, perlakuan ke-dua akan
ditulis P2, dan perlakuan ke-tiga akan ditulis P3. Tanaman pada P2 disemprot
dengan ekstrak daun wortel 2 minggu sekali, ekstrak daun wortel dibuat dengan
menghaluskan 0.5 kg daun wortel lalu diencerkan dengan 17 l air. Pengamatan
dilakukan terhadap tingkat populasi S. exigua serta kejadian penyakit yang
disebabkan akibat infeksi NPV dan Ascovirus.
Luas lahan penelitian sekitar 1600 m2. Luas lahan tanam tiap perlakuan 50
m2, masing-masing perlakuan dipisahkan dengan tanaman caisin. Petak percobaan
berbatasan dengan pertanaman sawi, brokoli, bawang daun dan wortel. Benih
wortel dan anakan bawang daun ditanam satu minggu sebelum pengamatan
pertama, teknik budidaya dilakukan sebaik-baiknya tanpa bahan kimia sintetik.
Kegiatan penyemprotan ekstrak daun wortel pada P2 dan pembersihan gulma
dilakukan dua minggu sekali dan pengamatan S. exigua dilakukan seminggu
sekali.
Pengamatan populasi S. exigua
Pengamatan larva S. exigua dilakukan 1 kali seminggu selama 13 minggu.
Pengamatan dilakuakan terhadap S. exigua yang menunjukkan gejala terinfeksi
entomovirus. Larva yang terinfeksi NPV memiliki ciri-ciri tubuhnya menjadi
lembek jika ditekan, dan larva yang mati menggantung dengan tungkai semu
melekat pada bagian pucuk tanaman. Larva S. exigua yang terinfeksi Ascovirus
terlihat berwarna hijau pucat dan hemolimfa berwarna hijau keruh.
Larva yang mati diduga terinfeksi entomovirus dikumpulkan dan
dimasukkan ke dalam tabung plastik. Larva yang telah dikoleksi diamati
hemolimfanya dengan menggunakan mikroskop cahaya. Larva yang lebih tua dari
instar 3 yang tidak mati di lapangan dipelihara di laboratorium dan diamati untuk
melihat munculnya gejala infeksi entomovirus
4
Penghitungan Persentase Parasitisasi Spodoptera exigua
Persentase parasitisisasi Spodoptera exigua dihitung dengan menggunakan
rumus
Persentase parasitisasi =
× 100%
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan program Microsoft Excel (Microsoft
corp) dan Minitab versi 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik lokasi
Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten
Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300
meter di atas permukanan laut (mdpl) serta memiliki topografi yang berbukit.
Berdasarkan letak geografisnya lahan berada pada koordinat 107°01'13.4" BT dan
6°44'37.7" LS (Gambar 1). Berdasarkan data dari Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), wilayah ini memiliki suhu rata-rata bulanan
antara 20.8° sampai 21.7°C (Tabel 1). Menurut Oldeman (1980), curah hujan
selama penelitian termasuk kategori bulan basah (Tabel 1).
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Tabel 1 Curah hujan, dan suhu, di Kecamatan Cipanas selama pengamatana
bulan
Minggu setelah tanam
Curah hujan (mm)
Suhu (oC)
April
1
485.5
21.3
Mei
2-5
272.2
21.7
Juni
6-10
211.9
21.3
Juli
11-13
272.8
20.8
a
sumber: BMKG
Populasi S. exigua
Faktor abiotik seperti curah hujan dan temperatur mempengaruhi populasi S.
exigua. Temperatur yang tinggi dapat memperpendek stadium larva, pupa dan
imago. Daur hidup S. exigua di dataran tinggi memerlukan waktu yang relatif
lebih lama dibandingkan dataran rendah. Suhu optimum yang dibutuhkan oleh
serangga ini adalah 28 oC (Smits 1987). Suhu rata-rata saat penelitian berkisar
antara 20.8 oC sampai 21.7 oC, hal ini menyebabkan laju pertumbuhan populasi di
lokasi penelitian rendah.
6
Larva S. exigua yang baru menetas tinggal beberapa saat di atas tumpukan
telurnya, setelah itu larva akan menggerek ke dalam daun bawang di sekitar
kelompok telur (Ernawati 1996). Larva S. exigua yang berada di dalam daun
tanaman bawang daun, memakan jaringan daun sebelah dalam, sedangkan lapisan
epidermis luar ditinggalkan. Serangan S. exigua pada daun bawang akan
menunjukan gejala daun jendela yang berwarna putih memanjang dari atas ke
bawah. Semakin lama, gejala tersebut semakin jelas (Gambar 2B). Apabila larva
S.exigua berpindah ke daun yang lain, akan terlihat lubang gerekan yang agak
besar pada daun yang ditinggalkan, pada tingkat serangan yang berat dapat
menyebabkan sebagian besar daun menjadi terkulai, dan layu (Gambar 2C)
(Rukmana 1995).
A
B
c
D
Gambar 2 Tanaman bawang daun (A) tidak terserang hama, (B) terserang S. exigua pada
tingkat rendah, (C). terserang S. exigua pada tingkat tinggi, (D) gejala tanaman
terserang kutu daun.
Polimorfisme larva S. exigua dapat menjadi indikator tingkat populasi larva.
Menurut Rauf (1999), polimorfisme larva dipengaruhi kerapatan populasi, saat
populasi tinggi larva cenderung berwarna cokelat, sedangkan saat populasi rendah
berwarna hijau daun. Larva yang ditemukan pada penelitian ini umumnya
berwarna hijau daun yang menandakan bahwa populasi larva saat penelitian
tergolong rendah. Dinamika populasi S. exigua pada setiap perlakuan disajikan
pada Gambar 3.
Dinamika populasi S. exigua diamati seminggu satu kali selama 13 minggu
(Gambar 3). Pengamatan dimulai pada 1 minggu setelah tanam (mst). Populasi S.
exigua P1, pada 1 mst kerapatan populasi S. exigua 0.0069 individu/rumpun.
Populasi larva meningkat dan mencapai tingkat tertinggi sebesar 0.1736
individu/rumpun pada 9 mst. Setelah 9 mst populasi menurun hingga 0.0139
individu/rumpun pada 13 mst. Kerapatan populasi S. exigua P2 0.0556
individu/rumpun pada 1 mst. Populasi meningkat dan mencapai tingkat tertinggi
sebesar 0.2361 individu/rumpun pada 8 mst. Setelah 8 mst kerapatan populasi
menurun hingga mencapai kerapatan 0.0208 individu/rumpun pada 13 mst.
Kerapatan awal populasi S. exigua pada P3 sebesar 0.0069 individu/rumpun.
Populasi meningkat dan mencapai tingkat kerapatan tertinggi sebesar 0.1528
individu/rumpun pada 8 mst. Setelah 8 mst populasi menurun sampai 13 mst
sebesar 0.0208 individu/rumpun. Populasi larva tertinggi berurutan yaitu P2, P1,
dan P3.
7
0.2500
kerapatan populasi
(Individu/rummpun)
0.2000
0.1500
P1
0.1000
P2
P3
0.0500
0.0000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
mst
Gambar 3 Dinamika populasi S. exigua pada ketiga perlakuan (P1 = monokultur bawang daun; P2 =
monokultur bawang daun dengan ekstrak daun wortel; P3 = tumpangsari bawang daun
dengan wortel)
Fluktuasi populasi S. exigua disebabkan oleh penetasan telur yang tidak
serempak menyebabkan perbedaan populasi larva setiap minggunya. Pada 8 dan 9
mst populasi S. exigua tinggi pada P1, P2, dan P3 yang disebabkan melimpahnya
pakan karena pertumbuhan bawang daun yang optimum. Pada 9 mst sampai 13
mst populasi S. exigua. Penurunan dapat disebabkan karena migrasi, mati atau
berkepompong. Persaingan pakan dengan naiknya populasi kutu daun setelah 10
mst juga dapat menyebabkan penurunan populasi S. exigua. Populasi kutu daun
menyebabkan beberapa rumpun mati (Gambar 2D), sehingga terjadi persaingan
nutrisi antara kutu daun dengan S. exigua yang pada akhirnya dapat menurunkan
populasi S. exigua.
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa populasi S. exigua tidak
menunjukan hasil yang berbeda nyata antar P1, P2 dan P3 (Tabel 2). Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan tanaman inang tidak mempengaruhi populasi S.
exigua instar 3.
Populasi yang tidak berbeda nyata dapat disebabkan oleh rendahnya
populasi S. exigua. Populasi S. exigua rendah pada musim hujan. Menurut
Kalshoven (1982), S. exigua adalah hama musim kemarau, biasanya berlangsung
singkat dipicu oleh gangguan lingkungan eksternal seperti musim kemarau yang
kering. Menurut Rauf (1999) populasi S. exigua meledak karena berlimpahnya
sumberdaya makanan, dan musim kering merupakan faktor pendukung utama.
Musim mempengaruhi populasi hama sebab cekaman kekeringan pada tanaman
dapat meningkatkan kadar asam amino daun, peningkatan kadar Nitrogen daun
menyebabkan keperidian S. exigua lebih tinggi dan siklus hidupnya lebih singkat.
Perubahan sedikit saja status nutrisi dapat menyebabkan tingkat keseimbangan
populasi berubah.
8
Tabel 2 Rataan populasi larva Spodoptera exigua selama 13 kali pengamatan.
Perlakuan
Rataan ∑ larva S. exigua (individu/rumpun)a
P1
0.0572 ± 0.0851 a
P2
0.0732 ± 0.0797 a
P3
0.0518 ± 0.0705 a
a
Angka yang diikuti dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji Dunnet pada
taraf 5%
Kejadian Penyakit Entomovirus
Virus penyebab penyakit serangga, SeNPV (Spodoptera exigua
nucleopolyhedrosisvirus) mampu menekan populasi ulat bawang di lapangan
hingga 95%, dibanding dengan insektisida kimia yang rata-rata menekan hama
hanya sekitar 60% (Wiyono 2011). Spodoptera exigua Nucleopolyhedrovirus
menginfeksi inang secara spesifik. Menurut Smits (1987), SeNPV hanya dapat
menginfeksi larva S. exigua.
Larva yang terinfeksi SeNPV menunjukkan gejala setelah dua sampai tiga
hari pasca infeksi. Ciri khas larva S. exigua yang terinfeksi SeNPV adalah
kemampuan makan berkurang, gerakannya menjadi lambat, tubuh membengkak
dan warna tubuh pucat kekuningan. Menjelang kematiannya, larva S. exigua yang
terinfeksi SeNPV bergerak ke bagian pucuk tanaman dan menggantung dengan
kaki semunya (Gambar 4B) (Moekasan 1998). Kematian larva terjadi setelah
sebagian besar jaringan tubuhnya terinfeksi SeNPV. Lamanya waktu kematian
larva dari proses terjadinya infeksi sampai mati berkisar antara 4 sampai 5 hari.
Badan oklusi yang berbentuk polihedra terlihat ketika hemolimfa dari larva
yang terinfeksi NPV diamati di bawah mikroskop cahaya (Gambar 4A). Menurut
Maddox (1975) bentuk polyhedra dapat berupa dodecahedra, tetrahedra, kubus
atau tidak beraturan. Diameter polyhedra berkisar antara 0.05-15.00 mikrometer.
Menurut Aizawa (1963), polyhedra terbentuk di dalam inti sel. Bentuk dan ukuran
polyhedra tergantung serangga inang yang terinfeksi oleh NPV.
Larva S. exigua memiliki sistem ketahanan terhadap inveksi NPV. Enzim
yang terkandung dalam air liur serangga seperti hydrogen peroksida, dapat
menginaktifasi NPV (Cory 2006). Menurut Goncalves et.al. (2006), enzim
peroksidase dapat diinaktivasi oleh wortel, selain itu menurut Taiz et.al. (2002)
wortel mengandung flavonoids yang dapat melindungi NPV dari radiasi UV B.
A
B
Gambar 4 (A) Polihedra SeNPV (perbesaran 1000x) (B) S. exigua yang teinveksi NPV.
9
Kejadian penyakit NPV pada P1 paling tinggi ditemukan pada 4 mst
sebesar 3.1 %. Pada penelitian ini, puncak populasi pada 9 mst tidak
mempengaruhi kejadian penyakit NPV. Hal tersebut dapat terjadi karena cara
penyebaran dan jumlah patogen yang tidak mendukung kejadian penyakit (Tanada
dan Kaya 1993).
Pada P2 kejadian penyakit NPV tertinggi ditemukan pada 2, 3, dan 6 mst
sebesar 12.5 %. Penyemprotan ekstrak daun wortel pada 3 mst, 5 mst, 7 mst, dan
9 mst tidak menunjukan hasil yang konsisten terhadap kejadian NPV. Masih
belum diketahui hal yang menyebabkan tidak konsistennya kejadian penyakit
tersebut.
Pada P3, NPV ditemukan paling tinggi pada 7 mst sebesar 25 %. Pada P3,
dari 1 sampai 5 mst, pertanaman relatif sama dengan pertanaman pada P1, karena
wortel pada P3 belum tumbuh. Kejadian penyakit NPV saat 1-5 mst pada petak P1
dan P3 rendah, yaitu tidak mencapai 5%. Namun pada P3, setelah wortel tumbuh,
kejadian penyakit NPV cenderung meningkat.
kejadian penyakit Npv (dalam
persen)
30
25
20
p1
15
p2
10
p3
5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
mst
Gambar 5 Persentase infeksi NPV pada S. exigua 13 kali pengamatan (P1 = monokultur bawang
daun; P2 = monokultur bawang daun dengan ekstrak daun wortel; P3 = tumpangsari
bawang daun dengan wortel)
Setelah data diuji dengan uji dunnet pada taraf nyata 5%, menunjukan
bahwa pada penelitian ini perlakuan tidak berpengaruh terhadap kejadian penyakit
NPV. Namun ada kecenderungan kejadian penyakit NPV paling banyak
ditemukan pada P2, disusul oleh P3 dan bawang daun kemudian P1.
Tabel 3 Rata rata populasi Spodoptera exigua yang terinveksi NPV
Perlakuan
SeNPV
P1
0.0043 ± 0.0220
P2
0.0429 ± 0.1287
P3
0.0388 ± 0.1572
Pada pengamatan ini, ditemukan juga larva yang terinveksi Ascovirus.
Larva yang terinveksi Ascovirus mengalami stadium larva lebih panjang
10
dibandingkan larva yang sehat dan tubuhnya tampak pucat karena terjadi
akumulasi vesikel yang berisi virion pada hemolimfa (Gambar 6A). Vesikel
terlihat ketika hemolimfa dari larva yang terinfeksi Ascovirus diamati di bawah
mikroskop cahaya (Gambar 6B) (Tanada dan Kaya 1993).
Dari 13 kali pengamatan, Ascovirus hanya ditemukan satu kali pada P2 saat
13 mst. Namun demikian analisis ragam tidak menunjukan perbedaan nyata di
antara perlakuan tersebut (Tabel 4).
Tabel 4 Rata-rata populasi Spodoptera exigua yang terinveksi Ascovirus
Perlakuan
Ascovirus
p1
0.0000 ± 0.0000
p2
0.0005 ± 0.0039
p3
0.0000 ± 0.0000
Kejadian penyakit yang disebabkan oleh Ascovirus dan NPV dalam
percobaan ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Tanada dan Kaya (1993)
epizootik dipengaruhi oleh populasi inang, transmisi patogen, dan banyaknya
inokulum.
Rendahnya populasi S.exigua dipengaruhi suhu dan curah hujan yang tidak
mendukung perkembangan populasi. Semakin rendah populasi inang maka
kejadian penyakit akan semakin rendah (Tanada dan Kaya 1993).
A
B
Gambar 6. (A) Hemolimf S.exigua terinveksi Ascovirus (B) vesikel Ascovirus pada perbesaran
1000x
Cara penyebaran patogen mempengaruhi epizootik. Penularan SeNPV dan
Ascovirus dipengaruhi populasi parasitoid. Biologi S. exigua dan keragaan
bawang daun mengurangi peluang interaksi S. exigua dengan parasitoid.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Populasi S. exigua tidak dipengaruhi tanaman inang, demikian juga dengan
kejadian penyakit baik yang disebabkan NPV maupun Ascovirus. Kejadian
penyakit yang disebabkan virus tergolong rendah, karena rendahnya populasi S.
exigua.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat kejadian penyakit
entomovirus pada S. exigua dalam jaring tritrofik pada tanaman bawang daun,
pada populasi hama dan populasi parasitoid yang tinggi.
12
DAFTAR PUSTAKA
Aizawa K. 1963. The nature of infection caused by Nuclear Polyhedrosis Viruses.
P. 381-412. In : Steinhaus, E.A. (Ed.) Insect Pathology An Advanced
Treatise. Academic Press, New York, London.
Azidah AA, Azirun MS. 2006. Some aspects on oviposition behaviour of
Spodoptera exigua (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae). Journal of
Entomology. 3(3):241-247.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Tabel produksi bawang daun di Indonesia
[Internet][diunduh
2014
Jun
13].
Tersedia
pada:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_sub
ek=55¬ab=64.
Cory JS, Hoover K. 2006. Plant mediated effects in insect pathogen interactions.
Trends in Ecology and Evolution. 21(5):278-286.
Eldriadi Y. 2011. Peran berbagai jenis tanaman tumpangsari dalam pengelolaan
hama utama dan parasitoidnya pada kubis bunga organik [skripsi]. Padang
(ID): Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.
Ernawati D. 1996. Hubungan kepadatan kelompok telur Spodoptera exigua
Hubner (Lepidoptera: Noctuidae) dengan kerusakan daun pada tanaman
bawang merah (Allium ascalonicum Linn.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Goncalves E.M, Pinheiro J, Abreu M, Brandao T.R.S, Silva L.M. 2006. Carrot
(Daucus carota L.) peroxidase inactivation, phenolic content and physical
changes kinetics due to blanching. Journal of Food Engineering. 97
(2010): 574-581.
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen vande Cultuurgewassen in Indonesie.
Maddox JV. 1975. Use of diseases in pest management. Introduction to Insect
Pest Management. p189-227.
Michael J. Furlong, Asgari S. 2010. Effects of an Ascovirus (HvAV-3e) on
diamondback moth (Plutella xylostella), and evidence for virus
transmission by a larval parasitoid. Journal of Invertebrate Pathology.
(103):89-95
Moekasan, 1998. SeNPV : Insektisida mikroba untuk pengendalian hama ulat
bawang, Spodoptera exigua. Bandung (ID). Balitsa
Oldeman, Las I, Muladi. 1980. The agroclimatic maps of Kalimantan, Maluku,
Irian Jaya, and Bali West and East Nusa Tenggara. Contr Centr Res Agric
Bogor. (60):1-32.
Pedigo LP, Rice ME. 2006. Entomology and Pest Management. 5thed. New Jersey
(US): Pearson Education.
Rauf A. 1999. Dinamika populasi Spodoptera exigua (Hubner) (Lepidoptera:
Noctuidae) pada pertanaman bawang merah di dataran rendah. Bulletin of
Plant Pests and Diseases. 11(2):39-47.
13
Rukmana R. 1995. Bertanam Wortel. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Smits P.H. 1987. Nuclear Polyhedrosis virus a biological control agent of
Spodoptera exigua. Landbouw Universiteit, Wageningen.
Sutrisna N, Ishaq I, dan suwalan S. 2003. Kajian rakitan teknologi budaya bawang
daun (allium fistulosum L.) pada lahan dataran tinggi Bandung, Jawa Barat
(ID).Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 6(1):6472.
Tanada Y, Kaya HK. 1993. Insect Pathology. San Diego (US): Academic Press.
Taiz L. dan Zeiger E. 2002. Plant Physiology (3rd Edition). Sinauer Associates,
Inc. Publishers. Sunderland Massachusetts.
Wiyono S. 2013 Sep 19. Perubahan Iklim, Pemicu Ledakan Hama dan Penyakit
Tanaman. agriculturesnetwork. [Internet][diunduh 2014 Sep 20]. Tersedia
pada:http://www.agriculturesnetwork.org/magazines/indonesia/26Pertahan-menghadapi-perubahan-iklim/perubahan-iklim-pemicu-ledakanhama-dan-penyakit/at_download/article_pdf.
Zheng S, Henken B, Wietsma W, Sofiari E, Jacob E, Krens FA, Kik C. 2000.
Development of bio-assays and screening for resistance to beet armyworm
(Spodoptera exigua Hubner) in Allium cepa L. and its wild
relatives.Euphytica. 114(1):77-85.
.
LAMPIRAN
15
16
Lampiran 1 Dinamika populasi S. exigua selama 13 kali pengamatan
Perlakuan
P1
P2
P3
1
0,0069
0,0556
0,0069
2
0,0556
0,0208
0,0139
3
0,0694
0,0278
0,0556
Populasi S. exigua pada setiap minggu (ekor/rumpun)
4
5
6
7
8
9
10
0,0833 0,0139 0,0486 0,0417 0,1528 0,1736 0,0347
0,0625 0,0278 0,0556 0,0556 0,2361 0,1597 0,1250
0,0903 0,0417 0,0208 0,0069 0,1528 0,1389 0,0347
11
0,0208
0,0625
0,0694
12
0,0278
0,0417
0,0208
13
0,0139
0,0208
0,0208
11
0
8.3
0
12
0
5
0
13
0
0
0
11
0
0
0
12
0
0
0
13
0
25
0
Lampiran 2 Persentase kejadian penyakit NPV. selama 13 kali pengamatan
Perlakuan
P1
P2
P3
1
0
0
0
2
0
12.5
0
3
2.5
12.5
0
4
3.1
0
4.1
5
0
0
0
Minggu setelah tanam (%)
6
7
8
0
0
0
12.5
0
0
0
25
4.1
9
0
5
4.5
10
0
0
12.5
Lampiran 3 Persentase kejadian penyakit Ascovirus. selama 13 kali pengamatan
Perlakuan
P1
P2
P3
1
0
0
0
2
0
0
0
3
0
0
0
4
0
0
0
5
0
0
0
Minggu setelah tanam (%)
6
7
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
0
0
0
10
0
0
0
Lampiran 4 Hasil uji ANOVA perkembangan populasi S. exigua terhadap ketiga
perlakuan
Source
Block
Treatment
Error
Total
DF
3
2
6
11
Seq SS
0.1557
0.0322
0.0687
0.2466
Adj SS
0.1557
0.0322
0.0587
Adj MS
0.0519
0.0161
0.0098
F
5.31
1.65
P
0,040
0,269
Lampiran 5 Hasil uji ANOVA kejadian penyakit NPV terhadap rataan populasi
pada ketiga perlakuan
Source
DF
Seq SS
Adj SS
Adj MS
F
P
Block
3
207.23
207.23
69.08
0.78
0.545
Treatment
2
77.93
77.93
38.97
0.44
0.662
Error
6
528.42
528.42
88.07
Total
11
813.58
Lampiran 6 Hasil uji ANOVA kejadian penyakit Ascovirus terhadap rataan
populasi pada ketiga perlakuan
DF
Seq SS
Adj SS Adj MS
F
P
Source
Block
3
3.512
3.512
1.171
1.00
0.455
Treatment
2
2.342
2.342
1.171
1.00
0.422
Error
6
7.025
7.025
1.171
Total
11
12.878
18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 22 Mei 1992, sebagai anak
pertama dari keluarga Iriansyah dan Rina Suprihatin. Penulis menyelesaikan
pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 11 Bandung, Jawa Barat pada tahun
2010, dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri
IPB.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai kegiatan
kepanitiaan di Departemen Proteksi Tanaman dan Fakultas Pertanian. Penulis juga
aktif sebagai staf Divisi keprofesian pada tahun 2011-2013 di Himpunan
Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB. Penulis diberi kepercayaan
menjadi Asisten Praktikum di Departemen Proteksi Tanaman pada Mata Kuliah
Managemen Vertebrata Hama pada tahun 2013. Selama masa kuliah penulis
pernah mendapatkan beberapa beasiswa yaitu beasiswa BBM (Bantuan Belajar
Mahasiswa), beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik), dan beasiswa bakti
BCA.
ABSTRAK
MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR. Kejadian Penyakit Entomovirus
pada Spodoptera exigua Dalam Jaring Tritrofik pada Tanaman Bawang Daun.
Dibimbing oleh R. YAYI MUNARA KUSUMAH.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak tanaman inang terhadap
kejadian penyakit virus pada ulat grayak (Spodoptera exigua). Metode yang
digunakan adalah pengamatan langsung di lapangan dengan mengamati populasi
S. exigua. larva S. exigua instar ke-3 yang terinveksi Nucleopolyhedrovirus
dikumpulkan dalam wadah plastik, larva yang telah dikoleksi diamati gejala NPV
dan Ascovirus. Populasi S. exigua tidak dipengaruhi tanaman inang, demikian
juga dengan kejadian penyakit baik yang disebabkan Npv maupun Ascovirus.
Kejadian penyakit yang disebabkan virus tergolong rendah, karena rendahnya
populasi S. exigua.
Kata kunci: bawang daun, Spodoptera exigua, wortel,
ABSTRACT
MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR. Incidence of Entomovirus on
Spodoptera exigua in A Tritrophic system on Green Onion. Supervised by R. YAYI
MUNARA KUSUMAH.
This study was conducted to determine the impact of host plant on viral
disease insidence in the beet armyworm (Spodoptera exigua). The method used
was direct observation in the field by observing the population of S. exigua.
Nucleopolyhedrovirus infected 3rd instar larvae S. exigua were collected in plastic
cups, the collected larvae were observed for NPV and Ascovirus symptom. The
population of S. exigua was not affected by composition of nutrients, neither the
incidence of disease caused by both NPV and Ascovirus. The incidence of viral
diseases were relatively low, because of the low population of S. exigua.
Keywords: green onion, Spodoptera exigua, carrot.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang daun (Allium fistulosum L.) merupakan tanaman semusim yang
banyak dibudidayakan masyarakat, baik dalam skala kecil maupun besar. Bawang
daun sudah cukup lama dibudidayakan petani pada lahan dataran tinggi dengan
udara yang sejuk (suhu rendah) seperti Cipanas, Cianjur, Lembang, Bandung, dan
Malang. Luas panen bawang daun di Indonesia pada tahun 2012 adala
h 58 427 ha dan turun pada tahun 2013 menjadi 57 264 dengan produktivitas dari
10.21 ton/ha ton pada tahun 2012 turun menjadi 10.13 ton/ha ton pada tahun 2013
(BPS 2013). Hal ini masih jauh dari potensi produktivitas bawang daun di
Indonesia yang dapat mencapai 20 ton/ha (Sutrisna et al 2003).
Masih rendahnya produktivitas bawang daun dipengaruhi oleh faktor biotik
dan abiotik. Salah satu faktor biotik yang mempengaruhi produktifitas bawang
daun diantaranya serangan hama dan penyakit. Hama yang umum menyerang
bawang daun adalah Spodoptera exigua, Agrotis ipsilon dan Thrips tabbaci
(Kalshoven 1981).
Larva S. exigua merupakan hama kosmopolit dan polifag. Hama ini
merupakan hama penting pada usaha budidaya bawang daun karena bila tidak
dikendalikan dapat menimbulkan kerusakan hingga 100% (Azidah dan Azirun
2006). Menurut Kalshoven (1981), kerusakan terberat ditemukan pada beberapa
jenis bawang, seperti bawang merah (Allium ascalonicum L) dan bawang daun
(Allium fistulosum L). Menurut Zheng et al. (2000), bawang daun merupakan
spesies allium yang lebih rentan terhadap serangan S. exigua dibandingkan Allium
cepa, A. galanthum, dan A. roylei.
Penggunaan insektisida sintetik dapat berdampak buruk pada lingkungan
karena meninggalkan residu dan menyebabkan kematian musuh alami. Saat ini,
terdapat beberapa teknik pengendalian yang lebih aman dan ramah lingkungan,
salah satunya dengan menggunakan virus patogen serangga sebagai agens
pengendali hayati.
Nucleopolyhedrovirus (NPV) merupakan salah satu entomovirus yang
efektif sebagai agens pengendali hayati hama dan banyak diuji sebagai pestisida
hayati dibandingkan virus lainnya. Saat ini telah diketahui bahwa NPV dapat
menginfeksi 1200 jenis serangga dan sebagian besar berasal dari ordo
Lepidoptera, Hymenoptera dan Diptera (Pedigo dan Rice 2006).
Nucleopolyhedrovirus dapat ditularkan melalui mulut dan luka (Aizawa
1963). Selain itu, NPV juga dapat ditularkan melalui kontak antara larva yang
terinfeksi dengan larva yang sehat, dan melalui serangga parasitoid (Smits 1987).
Proses infeksi NPV umumnya terjadi dalam saluran pencernaan serangga yang
berkondisi basa (pH>9). Pada kondisi basa, polihedra larut dan melepaskan virion
yang akan menginfeksi sel pada dinding pencernaan. Virion-virion tersebut akan
menginfeksi sel-sel (rongga tubuh) dan jaringan seperti tubuh lemak, sel
epidermis, hemolimfa dan trakea. Larva akan mati setelah sebagian besar jaringan
tubuhnya terinfeksi (Smits 1987).
Ascoviridae pertama kali dilaporkan oleh Federici pada tahun 1983. Gejala
larva yang terserang menunjukkan perubahan warna/pengotoran pada hemolimfa
2
yang menjadi putih susu (pucat). Hal ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi
vesikel yang berisi virion. Gejala ini sangat khas karena tidak ditemukan pada
gejala penyakit serangga lain. Vesikel yang berisi virion terbentuk karena
terbentuknya penyekatan pada sel inang (Tanada dan Kaya 1993).
Ascovirus memiliki dsDNA linear dengan ukuran genom sebesar 140-180
kilobase pair (kbp). Virion berukuran kurang lebih 130 nm x 400 nm. Replikasi
virus dimulai di dalam inti sel dengan terbentuknya stroma virogenik. Umumnya
kumpulan virion tidak secara langsung berasosiasi dengan pusat viroplasmik.
Morfogenesis virus dimulai setelah membran inti pecah, dan terjadi sebelum dan
selama pembelahan dari sel ke vesikel (Tanada dan Kaya 1993).
Kejadian suatu penyakit dipengaruhi interaksi antara serangga inang,
tanaman dan patogen serangga (tritopik). Tanaman dapat berpengaruh secara tidak
langsung melalui 2 cara yaitu dengan merubah ketahanan atau merubah prilaku
serangga inang. Tanaman mempengaruhi entomopatogen melalui permukaan
daun, fitokimia daun dapat besifat antagonis sebgai contoh beberapa tanaman
mengahasilkan eksudat yang mengandung ion dasar (misalnya Zn2C, Mg2C dan
Ca2C) yang dapat menonaktifkan bakulovirus yang mungkin disebabkan oleh
pelarutan dini badan oklusi, atau sinergis dengan entomopatogen.
Menurut Goncalves et.al. (2006) wortel mengandung senyawa yang dapat
menonaktifkan hydrogen peroksida. Enzim yang terkandung dalam air liur
serangga seperti glukosa oksidase memproduksi hydrogen peroksida, hydrogen
peroksida merupakan pertahanan diri serangga melawan entomovirus yang dapat
menginaktifasi NPV (Cory 2006). Selain itu menurut Taiz et.al. (2002) wortel
mengandung flavonoids yang dapat melindungi NPV dari radiasi UV B
Penularan Ascovirus sangat dipengaruhi oleh populasi parasitoid (Tanada
dan Kaya 1993), parasitoid dapat meningkatkan transmisi ascovirus sehingga
perlu penelitian lebih lanjut tentang manipulasi lingkungan agar mendukung
transmisi ascovirus. Diduga wortel dapat meningkatkan kejadian penyakit akibat
ascovirus karena menurut hasil penelitian, tanaman wortel dapat meningkatkan
parasitasi parasitoid (Eldriadi Y 2011).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian penyakit
entomovirus pada spodoptera exigua dalam jaring tritrofik pada tanaman bawang
daun.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Padajaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten
Cianjur dan Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari April
sampai Juli 2014.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, kertas, alat
tulis, kertas tissue, bawang daun, wortel, sprayer, tabung plastik, tabung
eppendorf 1.5 ml, mikroskop cahaya, lemari pendingin dan kamera.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan langsung. Rancangan perlakuan
menggunakan rancangan acak kelompok dengan 4 ulangan. Setiap ulangan terdiri
dari 3 perlakuan. Setiap perlakuan memiliki empat unit contoh yang ditentukan
secara diagonal dan masing-masing terdiri dari sembilan tanaman contoh.
Perlakuan ke-satu adalah monokultur bawang daun, perlakuan ke-dua adalah
monokultur bawang daun dengan penyemprotan ekstrak daun wortel, dan
perlakuan ke-tiga tumpang sari antara wortel dengan bawang daun. Pada
penulisan selanjutnya perlakuan ke-satu akan ditulis P1, perlakuan ke-dua akan
ditulis P2, dan perlakuan ke-tiga akan ditulis P3. Tanaman pada P2 disemprot
dengan ekstrak daun wortel 2 minggu sekali, ekstrak daun wortel dibuat dengan
menghaluskan 0.5 kg daun wortel lalu diencerkan dengan 17 l air. Pengamatan
dilakukan terhadap tingkat populasi S. exigua serta kejadian penyakit yang
disebabkan akibat infeksi NPV dan Ascovirus.
Luas lahan penelitian sekitar 1600 m2. Luas lahan tanam tiap perlakuan 50
m2, masing-masing perlakuan dipisahkan dengan tanaman caisin. Petak percobaan
berbatasan dengan pertanaman sawi, brokoli, bawang daun dan wortel. Benih
wortel dan anakan bawang daun ditanam satu minggu sebelum pengamatan
pertama, teknik budidaya dilakukan sebaik-baiknya tanpa bahan kimia sintetik.
Kegiatan penyemprotan ekstrak daun wortel pada P2 dan pembersihan gulma
dilakukan dua minggu sekali dan pengamatan S. exigua dilakukan seminggu
sekali.
Pengamatan populasi S. exigua
Pengamatan larva S. exigua dilakukan 1 kali seminggu selama 13 minggu.
Pengamatan dilakuakan terhadap S. exigua yang menunjukkan gejala terinfeksi
entomovirus. Larva yang terinfeksi NPV memiliki ciri-ciri tubuhnya menjadi
lembek jika ditekan, dan larva yang mati menggantung dengan tungkai semu
melekat pada bagian pucuk tanaman. Larva S. exigua yang terinfeksi Ascovirus
terlihat berwarna hijau pucat dan hemolimfa berwarna hijau keruh.
Larva yang mati diduga terinfeksi entomovirus dikumpulkan dan
dimasukkan ke dalam tabung plastik. Larva yang telah dikoleksi diamati
hemolimfanya dengan menggunakan mikroskop cahaya. Larva yang lebih tua dari
instar 3 yang tidak mati di lapangan dipelihara di laboratorium dan diamati untuk
melihat munculnya gejala infeksi entomovirus
4
Penghitungan Persentase Parasitisasi Spodoptera exigua
Persentase parasitisisasi Spodoptera exigua dihitung dengan menggunakan
rumus
Persentase parasitisasi =
× 100%
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan program Microsoft Excel (Microsoft
corp) dan Minitab versi 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik lokasi
Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten
Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300
meter di atas permukanan laut (mdpl) serta memiliki topografi yang berbukit.
Berdasarkan letak geografisnya lahan berada pada koordinat 107°01'13.4" BT dan
6°44'37.7" LS (Gambar 1). Berdasarkan data dari Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), wilayah ini memiliki suhu rata-rata bulanan
antara 20.8° sampai 21.7°C (Tabel 1). Menurut Oldeman (1980), curah hujan
selama penelitian termasuk kategori bulan basah (Tabel 1).
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Tabel 1 Curah hujan, dan suhu, di Kecamatan Cipanas selama pengamatana
bulan
Minggu setelah tanam
Curah hujan (mm)
Suhu (oC)
April
1
485.5
21.3
Mei
2-5
272.2
21.7
Juni
6-10
211.9
21.3
Juli
11-13
272.8
20.8
a
sumber: BMKG
Populasi S. exigua
Faktor abiotik seperti curah hujan dan temperatur mempengaruhi populasi S.
exigua. Temperatur yang tinggi dapat memperpendek stadium larva, pupa dan
imago. Daur hidup S. exigua di dataran tinggi memerlukan waktu yang relatif
lebih lama dibandingkan dataran rendah. Suhu optimum yang dibutuhkan oleh
serangga ini adalah 28 oC (Smits 1987). Suhu rata-rata saat penelitian berkisar
antara 20.8 oC sampai 21.7 oC, hal ini menyebabkan laju pertumbuhan populasi di
lokasi penelitian rendah.
6
Larva S. exigua yang baru menetas tinggal beberapa saat di atas tumpukan
telurnya, setelah itu larva akan menggerek ke dalam daun bawang di sekitar
kelompok telur (Ernawati 1996). Larva S. exigua yang berada di dalam daun
tanaman bawang daun, memakan jaringan daun sebelah dalam, sedangkan lapisan
epidermis luar ditinggalkan. Serangan S. exigua pada daun bawang akan
menunjukan gejala daun jendela yang berwarna putih memanjang dari atas ke
bawah. Semakin lama, gejala tersebut semakin jelas (Gambar 2B). Apabila larva
S.exigua berpindah ke daun yang lain, akan terlihat lubang gerekan yang agak
besar pada daun yang ditinggalkan, pada tingkat serangan yang berat dapat
menyebabkan sebagian besar daun menjadi terkulai, dan layu (Gambar 2C)
(Rukmana 1995).
A
B
c
D
Gambar 2 Tanaman bawang daun (A) tidak terserang hama, (B) terserang S. exigua pada
tingkat rendah, (C). terserang S. exigua pada tingkat tinggi, (D) gejala tanaman
terserang kutu daun.
Polimorfisme larva S. exigua dapat menjadi indikator tingkat populasi larva.
Menurut Rauf (1999), polimorfisme larva dipengaruhi kerapatan populasi, saat
populasi tinggi larva cenderung berwarna cokelat, sedangkan saat populasi rendah
berwarna hijau daun. Larva yang ditemukan pada penelitian ini umumnya
berwarna hijau daun yang menandakan bahwa populasi larva saat penelitian
tergolong rendah. Dinamika populasi S. exigua pada setiap perlakuan disajikan
pada Gambar 3.
Dinamika populasi S. exigua diamati seminggu satu kali selama 13 minggu
(Gambar 3). Pengamatan dimulai pada 1 minggu setelah tanam (mst). Populasi S.
exigua P1, pada 1 mst kerapatan populasi S. exigua 0.0069 individu/rumpun.
Populasi larva meningkat dan mencapai tingkat tertinggi sebesar 0.1736
individu/rumpun pada 9 mst. Setelah 9 mst populasi menurun hingga 0.0139
individu/rumpun pada 13 mst. Kerapatan populasi S. exigua P2 0.0556
individu/rumpun pada 1 mst. Populasi meningkat dan mencapai tingkat tertinggi
sebesar 0.2361 individu/rumpun pada 8 mst. Setelah 8 mst kerapatan populasi
menurun hingga mencapai kerapatan 0.0208 individu/rumpun pada 13 mst.
Kerapatan awal populasi S. exigua pada P3 sebesar 0.0069 individu/rumpun.
Populasi meningkat dan mencapai tingkat kerapatan tertinggi sebesar 0.1528
individu/rumpun pada 8 mst. Setelah 8 mst populasi menurun sampai 13 mst
sebesar 0.0208 individu/rumpun. Populasi larva tertinggi berurutan yaitu P2, P1,
dan P3.
7
0.2500
kerapatan populasi
(Individu/rummpun)
0.2000
0.1500
P1
0.1000
P2
P3
0.0500
0.0000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
mst
Gambar 3 Dinamika populasi S. exigua pada ketiga perlakuan (P1 = monokultur bawang daun; P2 =
monokultur bawang daun dengan ekstrak daun wortel; P3 = tumpangsari bawang daun
dengan wortel)
Fluktuasi populasi S. exigua disebabkan oleh penetasan telur yang tidak
serempak menyebabkan perbedaan populasi larva setiap minggunya. Pada 8 dan 9
mst populasi S. exigua tinggi pada P1, P2, dan P3 yang disebabkan melimpahnya
pakan karena pertumbuhan bawang daun yang optimum. Pada 9 mst sampai 13
mst populasi S. exigua. Penurunan dapat disebabkan karena migrasi, mati atau
berkepompong. Persaingan pakan dengan naiknya populasi kutu daun setelah 10
mst juga dapat menyebabkan penurunan populasi S. exigua. Populasi kutu daun
menyebabkan beberapa rumpun mati (Gambar 2D), sehingga terjadi persaingan
nutrisi antara kutu daun dengan S. exigua yang pada akhirnya dapat menurunkan
populasi S. exigua.
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa populasi S. exigua tidak
menunjukan hasil yang berbeda nyata antar P1, P2 dan P3 (Tabel 2). Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan tanaman inang tidak mempengaruhi populasi S.
exigua instar 3.
Populasi yang tidak berbeda nyata dapat disebabkan oleh rendahnya
populasi S. exigua. Populasi S. exigua rendah pada musim hujan. Menurut
Kalshoven (1982), S. exigua adalah hama musim kemarau, biasanya berlangsung
singkat dipicu oleh gangguan lingkungan eksternal seperti musim kemarau yang
kering. Menurut Rauf (1999) populasi S. exigua meledak karena berlimpahnya
sumberdaya makanan, dan musim kering merupakan faktor pendukung utama.
Musim mempengaruhi populasi hama sebab cekaman kekeringan pada tanaman
dapat meningkatkan kadar asam amino daun, peningkatan kadar Nitrogen daun
menyebabkan keperidian S. exigua lebih tinggi dan siklus hidupnya lebih singkat.
Perubahan sedikit saja status nutrisi dapat menyebabkan tingkat keseimbangan
populasi berubah.
8
Tabel 2 Rataan populasi larva Spodoptera exigua selama 13 kali pengamatan.
Perlakuan
Rataan ∑ larva S. exigua (individu/rumpun)a
P1
0.0572 ± 0.0851 a
P2
0.0732 ± 0.0797 a
P3
0.0518 ± 0.0705 a
a
Angka yang diikuti dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji Dunnet pada
taraf 5%
Kejadian Penyakit Entomovirus
Virus penyebab penyakit serangga, SeNPV (Spodoptera exigua
nucleopolyhedrosisvirus) mampu menekan populasi ulat bawang
exigua DALAM JARING TRITROFIK PADA TANAMAN
BAWANG DAUN
MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul kejadian penyakit
entomovirus pada spodoptera exigua dalam jaring tritrofik pada tanaman bawang
daun adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Muhammad Aldiansyah Zulfikar
NIM A34100087
ABSTRAK
MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR. Kejadian Penyakit Entomovirus
pada Spodoptera exigua Dalam Jaring Tritrofik pada Tanaman Bawang Daun.
Dibimbing oleh R. YAYI MUNARA KUSUMAH.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak tanaman inang terhadap
kejadian penyakit virus pada ulat grayak (Spodoptera exigua). Metode yang
digunakan adalah pengamatan langsung di lapangan dengan mengamati populasi
S. exigua. larva S. exigua instar ke-3 yang terinveksi Nucleopolyhedrovirus
dikumpulkan dalam wadah plastik, larva yang telah dikoleksi diamati gejala NPV
dan Ascovirus. Populasi S. exigua tidak dipengaruhi tanaman inang, demikian
juga dengan kejadian penyakit baik yang disebabkan Npv maupun Ascovirus.
Kejadian penyakit yang disebabkan virus tergolong rendah, karena rendahnya
populasi S. exigua.
Kata kunci: bawang daun, Spodoptera exigua, wortel,
ABSTRACT
MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR. Incidence of Entomovirus on
Spodoptera exigua in A Tritrophic system on Green Onion. Supervised by R. YAYI
MUNARA KUSUMAH.
This study was conducted to determine the impact of host plant on viral
disease insidence in the beet armyworm (Spodoptera exigua). The method used
was direct observation in the field by observing the population of S. exigua.
Nucleopolyhedrovirus infected 3rd instar larvae S. exigua were collected in plastic
cups, the collected larvae were observed for NPV and Ascovirus symptom. The
population of S. exigua was not affected by composition of nutrients, neither the
incidence of disease caused by both NPV and Ascovirus. The incidence of viral
diseases were relatively low, because of the low population of S. exigua.
Keywords: green onion, Spodoptera exigua, carrot.
©Hak
Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar bagi IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEJADIAN PENYAKIT ENTOMOVIRUS PADA Spodoptera
exigua DALAM JARING TRITROFIK PADA TANAMAN
BAWANG DAUN
MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
NIM
: Kejadian Penyakit Entomovirus pada Spodoptera exigua
Dalam Jaring Tritrofik pada Tanaman Bawang Daun.
: Muhammad Aldiansyah Zulfikar
: A3410087
Disetujui oleh
Dr. Ir. R Yayi Munara Kusumah, MSi.
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul
Kejadian Penyakit Entomovirus pada Spodoptera exigua Dalam Jaring Tritrofik
pada Tanaman Bawang Daun ini dilaksanakan dari bulan April hingga Juli 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah,
M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan dukungan,
saran, motivasi, serta masukan dalam pengerjaan penelitian tugas akhir ini.
Ucapan terimakasih juga diberikan kepada Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, MSi
selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran
selama proses penentuan tugas akhir dan kegiatan belajar mengajar di Departemen
Proteksi Tanaman. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir Suryo
Wiyono, MAgr.sc selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan banyak
saran dalam proses penulisan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada teman-teman Departemen Proteksi Tanaman angkatan 46, 47 atas
dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga yang telah mencurahkan kasih
sayang, doa, dan dukungan tiada henti selama ini, karya ini semoga menjadi
persembahan kecil dari ananda.
Pada akhirnya penulis sadar bahwa penelitian tugas akhir ini masih jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis, dan umunya bagi pembaca.
Bogor, Juli 2014
Muhammad Aldiansyah Zulfikar
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PRAKATA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Pengamatan populasi S. exigua
Penghitungan Persentase Parasitisasi Spodoptera exigua
Pengolahan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik lokasi
Populasi S. exigua
Kejadian Penyakit Entomovirus
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
ix
1
1
1
2
3
3
3
3
3
4
4
5
5
5
8
11
11
11
12
147
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Curah hujan, dan suhu, di kecamatan Cipanas selama pengamatan
Rataan populasi larva Spodoptera exigua selama 13 kali pengamatan
Rataan populasi Spodoptera exigua yang terinveksi NPV
Rata-rata populasi Spodoptera exigua yang terinveksi Ascovirus
5
8
10
10
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
Peta lokasi penelitian
Tanaman bawang daun
Dinamika populasi S. exigua pada ketiga perlakuan
(A) Polihedra SeNPV (perbesaran 1000x) (B) S. exigua yang teinveksi NPV
Persentase infeksi NPV pada S. exigua 13 kali pengamatan
(A) Hemolimf S.exigua terinveksi Ascovirus (B) vesikel Ascovirus pada
perbesaran 1000x
5
6
7
9
10
23
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Dinamika populasi S. exigua selama 13 kali pengamatan
Persentase kejadian penyakit NPV selama 13 kali pengamatan
Persentase kejadian penyakit Ascovirus. selama 13 kali pengamatan
Hasil uji ANOVA perkembangan populasi S. exigua terhadap ketiga
perlakuan
5 Hasil uji ANOVA kejadian penyakit NPV terhadap rataan populasi pada
ketiga perlakuan
6 Hasil uji ANOVA kejadian penyakit Ascovirus terhadap rataan populasi pada
ketiga perlakuan
17
17
17
18
18
18
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang daun (Allium fistulosum L.) merupakan tanaman semusim yang
banyak dibudidayakan masyarakat, baik dalam skala kecil maupun besar. Bawang
daun sudah cukup lama dibudidayakan petani pada lahan dataran tinggi dengan
udara yang sejuk (suhu rendah) seperti Cipanas, Cianjur, Lembang, Bandung, dan
Malang. Luas panen bawang daun di Indonesia pada tahun 2012 adala
h 58 427 ha dan turun pada tahun 2013 menjadi 57 264 dengan produktivitas dari
10.21 ton/ha ton pada tahun 2012 turun menjadi 10.13 ton/ha ton pada tahun 2013
(BPS 2013). Hal ini masih jauh dari potensi produktivitas bawang daun di
Indonesia yang dapat mencapai 20 ton/ha (Sutrisna et al 2003).
Masih rendahnya produktivitas bawang daun dipengaruhi oleh faktor biotik
dan abiotik. Salah satu faktor biotik yang mempengaruhi produktifitas bawang
daun diantaranya serangan hama dan penyakit. Hama yang umum menyerang
bawang daun adalah Spodoptera exigua, Agrotis ipsilon dan Thrips tabbaci
(Kalshoven 1981).
Larva S. exigua merupakan hama kosmopolit dan polifag. Hama ini
merupakan hama penting pada usaha budidaya bawang daun karena bila tidak
dikendalikan dapat menimbulkan kerusakan hingga 100% (Azidah dan Azirun
2006). Menurut Kalshoven (1981), kerusakan terberat ditemukan pada beberapa
jenis bawang, seperti bawang merah (Allium ascalonicum L) dan bawang daun
(Allium fistulosum L). Menurut Zheng et al. (2000), bawang daun merupakan
spesies allium yang lebih rentan terhadap serangan S. exigua dibandingkan Allium
cepa, A. galanthum, dan A. roylei.
Penggunaan insektisida sintetik dapat berdampak buruk pada lingkungan
karena meninggalkan residu dan menyebabkan kematian musuh alami. Saat ini,
terdapat beberapa teknik pengendalian yang lebih aman dan ramah lingkungan,
salah satunya dengan menggunakan virus patogen serangga sebagai agens
pengendali hayati.
Nucleopolyhedrovirus (NPV) merupakan salah satu entomovirus yang
efektif sebagai agens pengendali hayati hama dan banyak diuji sebagai pestisida
hayati dibandingkan virus lainnya. Saat ini telah diketahui bahwa NPV dapat
menginfeksi 1200 jenis serangga dan sebagian besar berasal dari ordo
Lepidoptera, Hymenoptera dan Diptera (Pedigo dan Rice 2006).
Nucleopolyhedrovirus dapat ditularkan melalui mulut dan luka (Aizawa
1963). Selain itu, NPV juga dapat ditularkan melalui kontak antara larva yang
terinfeksi dengan larva yang sehat, dan melalui serangga parasitoid (Smits 1987).
Proses infeksi NPV umumnya terjadi dalam saluran pencernaan serangga yang
berkondisi basa (pH>9). Pada kondisi basa, polihedra larut dan melepaskan virion
yang akan menginfeksi sel pada dinding pencernaan. Virion-virion tersebut akan
menginfeksi sel-sel (rongga tubuh) dan jaringan seperti tubuh lemak, sel
epidermis, hemolimfa dan trakea. Larva akan mati setelah sebagian besar jaringan
tubuhnya terinfeksi (Smits 1987).
Ascoviridae pertama kali dilaporkan oleh Federici pada tahun 1983. Gejala
larva yang terserang menunjukkan perubahan warna/pengotoran pada hemolimfa
2
yang menjadi putih susu (pucat). Hal ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi
vesikel yang berisi virion. Gejala ini sangat khas karena tidak ditemukan pada
gejala penyakit serangga lain. Vesikel yang berisi virion terbentuk karena
terbentuknya penyekatan pada sel inang (Tanada dan Kaya 1993).
Ascovirus memiliki dsDNA linear dengan ukuran genom sebesar 140-180
kilobase pair (kbp). Virion berukuran kurang lebih 130 nm x 400 nm. Replikasi
virus dimulai di dalam inti sel dengan terbentuknya stroma virogenik. Umumnya
kumpulan virion tidak secara langsung berasosiasi dengan pusat viroplasmik.
Morfogenesis virus dimulai setelah membran inti pecah, dan terjadi sebelum dan
selama pembelahan dari sel ke vesikel (Tanada dan Kaya 1993).
Kejadian suatu penyakit dipengaruhi interaksi antara serangga inang,
tanaman dan patogen serangga (tritopik). Tanaman dapat berpengaruh secara tidak
langsung melalui 2 cara yaitu dengan merubah ketahanan atau merubah prilaku
serangga inang. Tanaman mempengaruhi entomopatogen melalui permukaan
daun, fitokimia daun dapat besifat antagonis sebgai contoh beberapa tanaman
mengahasilkan eksudat yang mengandung ion dasar (misalnya Zn2C, Mg2C dan
Ca2C) yang dapat menonaktifkan bakulovirus yang mungkin disebabkan oleh
pelarutan dini badan oklusi, atau sinergis dengan entomopatogen.
Menurut Goncalves et.al. (2006) wortel mengandung senyawa yang dapat
menonaktifkan hydrogen peroksida. Enzim yang terkandung dalam air liur
serangga seperti glukosa oksidase memproduksi hydrogen peroksida, hydrogen
peroksida merupakan pertahanan diri serangga melawan entomovirus yang dapat
menginaktifasi NPV (Cory 2006). Selain itu menurut Taiz et.al. (2002) wortel
mengandung flavonoids yang dapat melindungi NPV dari radiasi UV B
Penularan Ascovirus sangat dipengaruhi oleh populasi parasitoid (Tanada
dan Kaya 1993), parasitoid dapat meningkatkan transmisi ascovirus sehingga
perlu penelitian lebih lanjut tentang manipulasi lingkungan agar mendukung
transmisi ascovirus. Diduga wortel dapat meningkatkan kejadian penyakit akibat
ascovirus karena menurut hasil penelitian, tanaman wortel dapat meningkatkan
parasitasi parasitoid (Eldriadi Y 2011).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian penyakit
entomovirus pada spodoptera exigua dalam jaring tritrofik pada tanaman bawang
daun.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Padajaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten
Cianjur dan Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari April
sampai Juli 2014.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, kertas, alat
tulis, kertas tissue, bawang daun, wortel, sprayer, tabung plastik, tabung
eppendorf 1.5 ml, mikroskop cahaya, lemari pendingin dan kamera.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan langsung. Rancangan perlakuan
menggunakan rancangan acak kelompok dengan 4 ulangan. Setiap ulangan terdiri
dari 3 perlakuan. Setiap perlakuan memiliki empat unit contoh yang ditentukan
secara diagonal dan masing-masing terdiri dari sembilan tanaman contoh.
Perlakuan ke-satu adalah monokultur bawang daun, perlakuan ke-dua adalah
monokultur bawang daun dengan penyemprotan ekstrak daun wortel, dan
perlakuan ke-tiga tumpang sari antara wortel dengan bawang daun. Pada
penulisan selanjutnya perlakuan ke-satu akan ditulis P1, perlakuan ke-dua akan
ditulis P2, dan perlakuan ke-tiga akan ditulis P3. Tanaman pada P2 disemprot
dengan ekstrak daun wortel 2 minggu sekali, ekstrak daun wortel dibuat dengan
menghaluskan 0.5 kg daun wortel lalu diencerkan dengan 17 l air. Pengamatan
dilakukan terhadap tingkat populasi S. exigua serta kejadian penyakit yang
disebabkan akibat infeksi NPV dan Ascovirus.
Luas lahan penelitian sekitar 1600 m2. Luas lahan tanam tiap perlakuan 50
m2, masing-masing perlakuan dipisahkan dengan tanaman caisin. Petak percobaan
berbatasan dengan pertanaman sawi, brokoli, bawang daun dan wortel. Benih
wortel dan anakan bawang daun ditanam satu minggu sebelum pengamatan
pertama, teknik budidaya dilakukan sebaik-baiknya tanpa bahan kimia sintetik.
Kegiatan penyemprotan ekstrak daun wortel pada P2 dan pembersihan gulma
dilakukan dua minggu sekali dan pengamatan S. exigua dilakukan seminggu
sekali.
Pengamatan populasi S. exigua
Pengamatan larva S. exigua dilakukan 1 kali seminggu selama 13 minggu.
Pengamatan dilakuakan terhadap S. exigua yang menunjukkan gejala terinfeksi
entomovirus. Larva yang terinfeksi NPV memiliki ciri-ciri tubuhnya menjadi
lembek jika ditekan, dan larva yang mati menggantung dengan tungkai semu
melekat pada bagian pucuk tanaman. Larva S. exigua yang terinfeksi Ascovirus
terlihat berwarna hijau pucat dan hemolimfa berwarna hijau keruh.
Larva yang mati diduga terinfeksi entomovirus dikumpulkan dan
dimasukkan ke dalam tabung plastik. Larva yang telah dikoleksi diamati
hemolimfanya dengan menggunakan mikroskop cahaya. Larva yang lebih tua dari
instar 3 yang tidak mati di lapangan dipelihara di laboratorium dan diamati untuk
melihat munculnya gejala infeksi entomovirus
4
Penghitungan Persentase Parasitisasi Spodoptera exigua
Persentase parasitisisasi Spodoptera exigua dihitung dengan menggunakan
rumus
Persentase parasitisasi =
× 100%
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan program Microsoft Excel (Microsoft
corp) dan Minitab versi 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik lokasi
Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten
Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300
meter di atas permukanan laut (mdpl) serta memiliki topografi yang berbukit.
Berdasarkan letak geografisnya lahan berada pada koordinat 107°01'13.4" BT dan
6°44'37.7" LS (Gambar 1). Berdasarkan data dari Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), wilayah ini memiliki suhu rata-rata bulanan
antara 20.8° sampai 21.7°C (Tabel 1). Menurut Oldeman (1980), curah hujan
selama penelitian termasuk kategori bulan basah (Tabel 1).
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Tabel 1 Curah hujan, dan suhu, di Kecamatan Cipanas selama pengamatana
bulan
Minggu setelah tanam
Curah hujan (mm)
Suhu (oC)
April
1
485.5
21.3
Mei
2-5
272.2
21.7
Juni
6-10
211.9
21.3
Juli
11-13
272.8
20.8
a
sumber: BMKG
Populasi S. exigua
Faktor abiotik seperti curah hujan dan temperatur mempengaruhi populasi S.
exigua. Temperatur yang tinggi dapat memperpendek stadium larva, pupa dan
imago. Daur hidup S. exigua di dataran tinggi memerlukan waktu yang relatif
lebih lama dibandingkan dataran rendah. Suhu optimum yang dibutuhkan oleh
serangga ini adalah 28 oC (Smits 1987). Suhu rata-rata saat penelitian berkisar
antara 20.8 oC sampai 21.7 oC, hal ini menyebabkan laju pertumbuhan populasi di
lokasi penelitian rendah.
6
Larva S. exigua yang baru menetas tinggal beberapa saat di atas tumpukan
telurnya, setelah itu larva akan menggerek ke dalam daun bawang di sekitar
kelompok telur (Ernawati 1996). Larva S. exigua yang berada di dalam daun
tanaman bawang daun, memakan jaringan daun sebelah dalam, sedangkan lapisan
epidermis luar ditinggalkan. Serangan S. exigua pada daun bawang akan
menunjukan gejala daun jendela yang berwarna putih memanjang dari atas ke
bawah. Semakin lama, gejala tersebut semakin jelas (Gambar 2B). Apabila larva
S.exigua berpindah ke daun yang lain, akan terlihat lubang gerekan yang agak
besar pada daun yang ditinggalkan, pada tingkat serangan yang berat dapat
menyebabkan sebagian besar daun menjadi terkulai, dan layu (Gambar 2C)
(Rukmana 1995).
A
B
c
D
Gambar 2 Tanaman bawang daun (A) tidak terserang hama, (B) terserang S. exigua pada
tingkat rendah, (C). terserang S. exigua pada tingkat tinggi, (D) gejala tanaman
terserang kutu daun.
Polimorfisme larva S. exigua dapat menjadi indikator tingkat populasi larva.
Menurut Rauf (1999), polimorfisme larva dipengaruhi kerapatan populasi, saat
populasi tinggi larva cenderung berwarna cokelat, sedangkan saat populasi rendah
berwarna hijau daun. Larva yang ditemukan pada penelitian ini umumnya
berwarna hijau daun yang menandakan bahwa populasi larva saat penelitian
tergolong rendah. Dinamika populasi S. exigua pada setiap perlakuan disajikan
pada Gambar 3.
Dinamika populasi S. exigua diamati seminggu satu kali selama 13 minggu
(Gambar 3). Pengamatan dimulai pada 1 minggu setelah tanam (mst). Populasi S.
exigua P1, pada 1 mst kerapatan populasi S. exigua 0.0069 individu/rumpun.
Populasi larva meningkat dan mencapai tingkat tertinggi sebesar 0.1736
individu/rumpun pada 9 mst. Setelah 9 mst populasi menurun hingga 0.0139
individu/rumpun pada 13 mst. Kerapatan populasi S. exigua P2 0.0556
individu/rumpun pada 1 mst. Populasi meningkat dan mencapai tingkat tertinggi
sebesar 0.2361 individu/rumpun pada 8 mst. Setelah 8 mst kerapatan populasi
menurun hingga mencapai kerapatan 0.0208 individu/rumpun pada 13 mst.
Kerapatan awal populasi S. exigua pada P3 sebesar 0.0069 individu/rumpun.
Populasi meningkat dan mencapai tingkat kerapatan tertinggi sebesar 0.1528
individu/rumpun pada 8 mst. Setelah 8 mst populasi menurun sampai 13 mst
sebesar 0.0208 individu/rumpun. Populasi larva tertinggi berurutan yaitu P2, P1,
dan P3.
7
0.2500
kerapatan populasi
(Individu/rummpun)
0.2000
0.1500
P1
0.1000
P2
P3
0.0500
0.0000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
mst
Gambar 3 Dinamika populasi S. exigua pada ketiga perlakuan (P1 = monokultur bawang daun; P2 =
monokultur bawang daun dengan ekstrak daun wortel; P3 = tumpangsari bawang daun
dengan wortel)
Fluktuasi populasi S. exigua disebabkan oleh penetasan telur yang tidak
serempak menyebabkan perbedaan populasi larva setiap minggunya. Pada 8 dan 9
mst populasi S. exigua tinggi pada P1, P2, dan P3 yang disebabkan melimpahnya
pakan karena pertumbuhan bawang daun yang optimum. Pada 9 mst sampai 13
mst populasi S. exigua. Penurunan dapat disebabkan karena migrasi, mati atau
berkepompong. Persaingan pakan dengan naiknya populasi kutu daun setelah 10
mst juga dapat menyebabkan penurunan populasi S. exigua. Populasi kutu daun
menyebabkan beberapa rumpun mati (Gambar 2D), sehingga terjadi persaingan
nutrisi antara kutu daun dengan S. exigua yang pada akhirnya dapat menurunkan
populasi S. exigua.
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa populasi S. exigua tidak
menunjukan hasil yang berbeda nyata antar P1, P2 dan P3 (Tabel 2). Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan tanaman inang tidak mempengaruhi populasi S.
exigua instar 3.
Populasi yang tidak berbeda nyata dapat disebabkan oleh rendahnya
populasi S. exigua. Populasi S. exigua rendah pada musim hujan. Menurut
Kalshoven (1982), S. exigua adalah hama musim kemarau, biasanya berlangsung
singkat dipicu oleh gangguan lingkungan eksternal seperti musim kemarau yang
kering. Menurut Rauf (1999) populasi S. exigua meledak karena berlimpahnya
sumberdaya makanan, dan musim kering merupakan faktor pendukung utama.
Musim mempengaruhi populasi hama sebab cekaman kekeringan pada tanaman
dapat meningkatkan kadar asam amino daun, peningkatan kadar Nitrogen daun
menyebabkan keperidian S. exigua lebih tinggi dan siklus hidupnya lebih singkat.
Perubahan sedikit saja status nutrisi dapat menyebabkan tingkat keseimbangan
populasi berubah.
8
Tabel 2 Rataan populasi larva Spodoptera exigua selama 13 kali pengamatan.
Perlakuan
Rataan ∑ larva S. exigua (individu/rumpun)a
P1
0.0572 ± 0.0851 a
P2
0.0732 ± 0.0797 a
P3
0.0518 ± 0.0705 a
a
Angka yang diikuti dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji Dunnet pada
taraf 5%
Kejadian Penyakit Entomovirus
Virus penyebab penyakit serangga, SeNPV (Spodoptera exigua
nucleopolyhedrosisvirus) mampu menekan populasi ulat bawang di lapangan
hingga 95%, dibanding dengan insektisida kimia yang rata-rata menekan hama
hanya sekitar 60% (Wiyono 2011). Spodoptera exigua Nucleopolyhedrovirus
menginfeksi inang secara spesifik. Menurut Smits (1987), SeNPV hanya dapat
menginfeksi larva S. exigua.
Larva yang terinfeksi SeNPV menunjukkan gejala setelah dua sampai tiga
hari pasca infeksi. Ciri khas larva S. exigua yang terinfeksi SeNPV adalah
kemampuan makan berkurang, gerakannya menjadi lambat, tubuh membengkak
dan warna tubuh pucat kekuningan. Menjelang kematiannya, larva S. exigua yang
terinfeksi SeNPV bergerak ke bagian pucuk tanaman dan menggantung dengan
kaki semunya (Gambar 4B) (Moekasan 1998). Kematian larva terjadi setelah
sebagian besar jaringan tubuhnya terinfeksi SeNPV. Lamanya waktu kematian
larva dari proses terjadinya infeksi sampai mati berkisar antara 4 sampai 5 hari.
Badan oklusi yang berbentuk polihedra terlihat ketika hemolimfa dari larva
yang terinfeksi NPV diamati di bawah mikroskop cahaya (Gambar 4A). Menurut
Maddox (1975) bentuk polyhedra dapat berupa dodecahedra, tetrahedra, kubus
atau tidak beraturan. Diameter polyhedra berkisar antara 0.05-15.00 mikrometer.
Menurut Aizawa (1963), polyhedra terbentuk di dalam inti sel. Bentuk dan ukuran
polyhedra tergantung serangga inang yang terinfeksi oleh NPV.
Larva S. exigua memiliki sistem ketahanan terhadap inveksi NPV. Enzim
yang terkandung dalam air liur serangga seperti hydrogen peroksida, dapat
menginaktifasi NPV (Cory 2006). Menurut Goncalves et.al. (2006), enzim
peroksidase dapat diinaktivasi oleh wortel, selain itu menurut Taiz et.al. (2002)
wortel mengandung flavonoids yang dapat melindungi NPV dari radiasi UV B.
A
B
Gambar 4 (A) Polihedra SeNPV (perbesaran 1000x) (B) S. exigua yang teinveksi NPV.
9
Kejadian penyakit NPV pada P1 paling tinggi ditemukan pada 4 mst
sebesar 3.1 %. Pada penelitian ini, puncak populasi pada 9 mst tidak
mempengaruhi kejadian penyakit NPV. Hal tersebut dapat terjadi karena cara
penyebaran dan jumlah patogen yang tidak mendukung kejadian penyakit (Tanada
dan Kaya 1993).
Pada P2 kejadian penyakit NPV tertinggi ditemukan pada 2, 3, dan 6 mst
sebesar 12.5 %. Penyemprotan ekstrak daun wortel pada 3 mst, 5 mst, 7 mst, dan
9 mst tidak menunjukan hasil yang konsisten terhadap kejadian NPV. Masih
belum diketahui hal yang menyebabkan tidak konsistennya kejadian penyakit
tersebut.
Pada P3, NPV ditemukan paling tinggi pada 7 mst sebesar 25 %. Pada P3,
dari 1 sampai 5 mst, pertanaman relatif sama dengan pertanaman pada P1, karena
wortel pada P3 belum tumbuh. Kejadian penyakit NPV saat 1-5 mst pada petak P1
dan P3 rendah, yaitu tidak mencapai 5%. Namun pada P3, setelah wortel tumbuh,
kejadian penyakit NPV cenderung meningkat.
kejadian penyakit Npv (dalam
persen)
30
25
20
p1
15
p2
10
p3
5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
mst
Gambar 5 Persentase infeksi NPV pada S. exigua 13 kali pengamatan (P1 = monokultur bawang
daun; P2 = monokultur bawang daun dengan ekstrak daun wortel; P3 = tumpangsari
bawang daun dengan wortel)
Setelah data diuji dengan uji dunnet pada taraf nyata 5%, menunjukan
bahwa pada penelitian ini perlakuan tidak berpengaruh terhadap kejadian penyakit
NPV. Namun ada kecenderungan kejadian penyakit NPV paling banyak
ditemukan pada P2, disusul oleh P3 dan bawang daun kemudian P1.
Tabel 3 Rata rata populasi Spodoptera exigua yang terinveksi NPV
Perlakuan
SeNPV
P1
0.0043 ± 0.0220
P2
0.0429 ± 0.1287
P3
0.0388 ± 0.1572
Pada pengamatan ini, ditemukan juga larva yang terinveksi Ascovirus.
Larva yang terinveksi Ascovirus mengalami stadium larva lebih panjang
10
dibandingkan larva yang sehat dan tubuhnya tampak pucat karena terjadi
akumulasi vesikel yang berisi virion pada hemolimfa (Gambar 6A). Vesikel
terlihat ketika hemolimfa dari larva yang terinfeksi Ascovirus diamati di bawah
mikroskop cahaya (Gambar 6B) (Tanada dan Kaya 1993).
Dari 13 kali pengamatan, Ascovirus hanya ditemukan satu kali pada P2 saat
13 mst. Namun demikian analisis ragam tidak menunjukan perbedaan nyata di
antara perlakuan tersebut (Tabel 4).
Tabel 4 Rata-rata populasi Spodoptera exigua yang terinveksi Ascovirus
Perlakuan
Ascovirus
p1
0.0000 ± 0.0000
p2
0.0005 ± 0.0039
p3
0.0000 ± 0.0000
Kejadian penyakit yang disebabkan oleh Ascovirus dan NPV dalam
percobaan ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Tanada dan Kaya (1993)
epizootik dipengaruhi oleh populasi inang, transmisi patogen, dan banyaknya
inokulum.
Rendahnya populasi S.exigua dipengaruhi suhu dan curah hujan yang tidak
mendukung perkembangan populasi. Semakin rendah populasi inang maka
kejadian penyakit akan semakin rendah (Tanada dan Kaya 1993).
A
B
Gambar 6. (A) Hemolimf S.exigua terinveksi Ascovirus (B) vesikel Ascovirus pada perbesaran
1000x
Cara penyebaran patogen mempengaruhi epizootik. Penularan SeNPV dan
Ascovirus dipengaruhi populasi parasitoid. Biologi S. exigua dan keragaan
bawang daun mengurangi peluang interaksi S. exigua dengan parasitoid.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Populasi S. exigua tidak dipengaruhi tanaman inang, demikian juga dengan
kejadian penyakit baik yang disebabkan NPV maupun Ascovirus. Kejadian
penyakit yang disebabkan virus tergolong rendah, karena rendahnya populasi S.
exigua.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat kejadian penyakit
entomovirus pada S. exigua dalam jaring tritrofik pada tanaman bawang daun,
pada populasi hama dan populasi parasitoid yang tinggi.
12
DAFTAR PUSTAKA
Aizawa K. 1963. The nature of infection caused by Nuclear Polyhedrosis Viruses.
P. 381-412. In : Steinhaus, E.A. (Ed.) Insect Pathology An Advanced
Treatise. Academic Press, New York, London.
Azidah AA, Azirun MS. 2006. Some aspects on oviposition behaviour of
Spodoptera exigua (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae). Journal of
Entomology. 3(3):241-247.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Tabel produksi bawang daun di Indonesia
[Internet][diunduh
2014
Jun
13].
Tersedia
pada:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_sub
ek=55¬ab=64.
Cory JS, Hoover K. 2006. Plant mediated effects in insect pathogen interactions.
Trends in Ecology and Evolution. 21(5):278-286.
Eldriadi Y. 2011. Peran berbagai jenis tanaman tumpangsari dalam pengelolaan
hama utama dan parasitoidnya pada kubis bunga organik [skripsi]. Padang
(ID): Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.
Ernawati D. 1996. Hubungan kepadatan kelompok telur Spodoptera exigua
Hubner (Lepidoptera: Noctuidae) dengan kerusakan daun pada tanaman
bawang merah (Allium ascalonicum Linn.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Goncalves E.M, Pinheiro J, Abreu M, Brandao T.R.S, Silva L.M. 2006. Carrot
(Daucus carota L.) peroxidase inactivation, phenolic content and physical
changes kinetics due to blanching. Journal of Food Engineering. 97
(2010): 574-581.
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen vande Cultuurgewassen in Indonesie.
Maddox JV. 1975. Use of diseases in pest management. Introduction to Insect
Pest Management. p189-227.
Michael J. Furlong, Asgari S. 2010. Effects of an Ascovirus (HvAV-3e) on
diamondback moth (Plutella xylostella), and evidence for virus
transmission by a larval parasitoid. Journal of Invertebrate Pathology.
(103):89-95
Moekasan, 1998. SeNPV : Insektisida mikroba untuk pengendalian hama ulat
bawang, Spodoptera exigua. Bandung (ID). Balitsa
Oldeman, Las I, Muladi. 1980. The agroclimatic maps of Kalimantan, Maluku,
Irian Jaya, and Bali West and East Nusa Tenggara. Contr Centr Res Agric
Bogor. (60):1-32.
Pedigo LP, Rice ME. 2006. Entomology and Pest Management. 5thed. New Jersey
(US): Pearson Education.
Rauf A. 1999. Dinamika populasi Spodoptera exigua (Hubner) (Lepidoptera:
Noctuidae) pada pertanaman bawang merah di dataran rendah. Bulletin of
Plant Pests and Diseases. 11(2):39-47.
13
Rukmana R. 1995. Bertanam Wortel. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Smits P.H. 1987. Nuclear Polyhedrosis virus a biological control agent of
Spodoptera exigua. Landbouw Universiteit, Wageningen.
Sutrisna N, Ishaq I, dan suwalan S. 2003. Kajian rakitan teknologi budaya bawang
daun (allium fistulosum L.) pada lahan dataran tinggi Bandung, Jawa Barat
(ID).Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 6(1):6472.
Tanada Y, Kaya HK. 1993. Insect Pathology. San Diego (US): Academic Press.
Taiz L. dan Zeiger E. 2002. Plant Physiology (3rd Edition). Sinauer Associates,
Inc. Publishers. Sunderland Massachusetts.
Wiyono S. 2013 Sep 19. Perubahan Iklim, Pemicu Ledakan Hama dan Penyakit
Tanaman. agriculturesnetwork. [Internet][diunduh 2014 Sep 20]. Tersedia
pada:http://www.agriculturesnetwork.org/magazines/indonesia/26Pertahan-menghadapi-perubahan-iklim/perubahan-iklim-pemicu-ledakanhama-dan-penyakit/at_download/article_pdf.
Zheng S, Henken B, Wietsma W, Sofiari E, Jacob E, Krens FA, Kik C. 2000.
Development of bio-assays and screening for resistance to beet armyworm
(Spodoptera exigua Hubner) in Allium cepa L. and its wild
relatives.Euphytica. 114(1):77-85.
.
LAMPIRAN
15
16
Lampiran 1 Dinamika populasi S. exigua selama 13 kali pengamatan
Perlakuan
P1
P2
P3
1
0,0069
0,0556
0,0069
2
0,0556
0,0208
0,0139
3
0,0694
0,0278
0,0556
Populasi S. exigua pada setiap minggu (ekor/rumpun)
4
5
6
7
8
9
10
0,0833 0,0139 0,0486 0,0417 0,1528 0,1736 0,0347
0,0625 0,0278 0,0556 0,0556 0,2361 0,1597 0,1250
0,0903 0,0417 0,0208 0,0069 0,1528 0,1389 0,0347
11
0,0208
0,0625
0,0694
12
0,0278
0,0417
0,0208
13
0,0139
0,0208
0,0208
11
0
8.3
0
12
0
5
0
13
0
0
0
11
0
0
0
12
0
0
0
13
0
25
0
Lampiran 2 Persentase kejadian penyakit NPV. selama 13 kali pengamatan
Perlakuan
P1
P2
P3
1
0
0
0
2
0
12.5
0
3
2.5
12.5
0
4
3.1
0
4.1
5
0
0
0
Minggu setelah tanam (%)
6
7
8
0
0
0
12.5
0
0
0
25
4.1
9
0
5
4.5
10
0
0
12.5
Lampiran 3 Persentase kejadian penyakit Ascovirus. selama 13 kali pengamatan
Perlakuan
P1
P2
P3
1
0
0
0
2
0
0
0
3
0
0
0
4
0
0
0
5
0
0
0
Minggu setelah tanam (%)
6
7
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
0
0
0
10
0
0
0
Lampiran 4 Hasil uji ANOVA perkembangan populasi S. exigua terhadap ketiga
perlakuan
Source
Block
Treatment
Error
Total
DF
3
2
6
11
Seq SS
0.1557
0.0322
0.0687
0.2466
Adj SS
0.1557
0.0322
0.0587
Adj MS
0.0519
0.0161
0.0098
F
5.31
1.65
P
0,040
0,269
Lampiran 5 Hasil uji ANOVA kejadian penyakit NPV terhadap rataan populasi
pada ketiga perlakuan
Source
DF
Seq SS
Adj SS
Adj MS
F
P
Block
3
207.23
207.23
69.08
0.78
0.545
Treatment
2
77.93
77.93
38.97
0.44
0.662
Error
6
528.42
528.42
88.07
Total
11
813.58
Lampiran 6 Hasil uji ANOVA kejadian penyakit Ascovirus terhadap rataan
populasi pada ketiga perlakuan
DF
Seq SS
Adj SS Adj MS
F
P
Source
Block
3
3.512
3.512
1.171
1.00
0.455
Treatment
2
2.342
2.342
1.171
1.00
0.422
Error
6
7.025
7.025
1.171
Total
11
12.878
18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 22 Mei 1992, sebagai anak
pertama dari keluarga Iriansyah dan Rina Suprihatin. Penulis menyelesaikan
pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 11 Bandung, Jawa Barat pada tahun
2010, dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri
IPB.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai kegiatan
kepanitiaan di Departemen Proteksi Tanaman dan Fakultas Pertanian. Penulis juga
aktif sebagai staf Divisi keprofesian pada tahun 2011-2013 di Himpunan
Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB. Penulis diberi kepercayaan
menjadi Asisten Praktikum di Departemen Proteksi Tanaman pada Mata Kuliah
Managemen Vertebrata Hama pada tahun 2013. Selama masa kuliah penulis
pernah mendapatkan beberapa beasiswa yaitu beasiswa BBM (Bantuan Belajar
Mahasiswa), beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik), dan beasiswa bakti
BCA.
ABSTRAK
MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR. Kejadian Penyakit Entomovirus
pada Spodoptera exigua Dalam Jaring Tritrofik pada Tanaman Bawang Daun.
Dibimbing oleh R. YAYI MUNARA KUSUMAH.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak tanaman inang terhadap
kejadian penyakit virus pada ulat grayak (Spodoptera exigua). Metode yang
digunakan adalah pengamatan langsung di lapangan dengan mengamati populasi
S. exigua. larva S. exigua instar ke-3 yang terinveksi Nucleopolyhedrovirus
dikumpulkan dalam wadah plastik, larva yang telah dikoleksi diamati gejala NPV
dan Ascovirus. Populasi S. exigua tidak dipengaruhi tanaman inang, demikian
juga dengan kejadian penyakit baik yang disebabkan Npv maupun Ascovirus.
Kejadian penyakit yang disebabkan virus tergolong rendah, karena rendahnya
populasi S. exigua.
Kata kunci: bawang daun, Spodoptera exigua, wortel,
ABSTRACT
MUHAMMAD ALDIANSYAH ZULFIKAR. Incidence of Entomovirus on
Spodoptera exigua in A Tritrophic system on Green Onion. Supervised by R. YAYI
MUNARA KUSUMAH.
This study was conducted to determine the impact of host plant on viral
disease insidence in the beet armyworm (Spodoptera exigua). The method used
was direct observation in the field by observing the population of S. exigua.
Nucleopolyhedrovirus infected 3rd instar larvae S. exigua were collected in plastic
cups, the collected larvae were observed for NPV and Ascovirus symptom. The
population of S. exigua was not affected by composition of nutrients, neither the
incidence of disease caused by both NPV and Ascovirus. The incidence of viral
diseases were relatively low, because of the low population of S. exigua.
Keywords: green onion, Spodoptera exigua, carrot.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang daun (Allium fistulosum L.) merupakan tanaman semusim yang
banyak dibudidayakan masyarakat, baik dalam skala kecil maupun besar. Bawang
daun sudah cukup lama dibudidayakan petani pada lahan dataran tinggi dengan
udara yang sejuk (suhu rendah) seperti Cipanas, Cianjur, Lembang, Bandung, dan
Malang. Luas panen bawang daun di Indonesia pada tahun 2012 adala
h 58 427 ha dan turun pada tahun 2013 menjadi 57 264 dengan produktivitas dari
10.21 ton/ha ton pada tahun 2012 turun menjadi 10.13 ton/ha ton pada tahun 2013
(BPS 2013). Hal ini masih jauh dari potensi produktivitas bawang daun di
Indonesia yang dapat mencapai 20 ton/ha (Sutrisna et al 2003).
Masih rendahnya produktivitas bawang daun dipengaruhi oleh faktor biotik
dan abiotik. Salah satu faktor biotik yang mempengaruhi produktifitas bawang
daun diantaranya serangan hama dan penyakit. Hama yang umum menyerang
bawang daun adalah Spodoptera exigua, Agrotis ipsilon dan Thrips tabbaci
(Kalshoven 1981).
Larva S. exigua merupakan hama kosmopolit dan polifag. Hama ini
merupakan hama penting pada usaha budidaya bawang daun karena bila tidak
dikendalikan dapat menimbulkan kerusakan hingga 100% (Azidah dan Azirun
2006). Menurut Kalshoven (1981), kerusakan terberat ditemukan pada beberapa
jenis bawang, seperti bawang merah (Allium ascalonicum L) dan bawang daun
(Allium fistulosum L). Menurut Zheng et al. (2000), bawang daun merupakan
spesies allium yang lebih rentan terhadap serangan S. exigua dibandingkan Allium
cepa, A. galanthum, dan A. roylei.
Penggunaan insektisida sintetik dapat berdampak buruk pada lingkungan
karena meninggalkan residu dan menyebabkan kematian musuh alami. Saat ini,
terdapat beberapa teknik pengendalian yang lebih aman dan ramah lingkungan,
salah satunya dengan menggunakan virus patogen serangga sebagai agens
pengendali hayati.
Nucleopolyhedrovirus (NPV) merupakan salah satu entomovirus yang
efektif sebagai agens pengendali hayati hama dan banyak diuji sebagai pestisida
hayati dibandingkan virus lainnya. Saat ini telah diketahui bahwa NPV dapat
menginfeksi 1200 jenis serangga dan sebagian besar berasal dari ordo
Lepidoptera, Hymenoptera dan Diptera (Pedigo dan Rice 2006).
Nucleopolyhedrovirus dapat ditularkan melalui mulut dan luka (Aizawa
1963). Selain itu, NPV juga dapat ditularkan melalui kontak antara larva yang
terinfeksi dengan larva yang sehat, dan melalui serangga parasitoid (Smits 1987).
Proses infeksi NPV umumnya terjadi dalam saluran pencernaan serangga yang
berkondisi basa (pH>9). Pada kondisi basa, polihedra larut dan melepaskan virion
yang akan menginfeksi sel pada dinding pencernaan. Virion-virion tersebut akan
menginfeksi sel-sel (rongga tubuh) dan jaringan seperti tubuh lemak, sel
epidermis, hemolimfa dan trakea. Larva akan mati setelah sebagian besar jaringan
tubuhnya terinfeksi (Smits 1987).
Ascoviridae pertama kali dilaporkan oleh Federici pada tahun 1983. Gejala
larva yang terserang menunjukkan perubahan warna/pengotoran pada hemolimfa
2
yang menjadi putih susu (pucat). Hal ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi
vesikel yang berisi virion. Gejala ini sangat khas karena tidak ditemukan pada
gejala penyakit serangga lain. Vesikel yang berisi virion terbentuk karena
terbentuknya penyekatan pada sel inang (Tanada dan Kaya 1993).
Ascovirus memiliki dsDNA linear dengan ukuran genom sebesar 140-180
kilobase pair (kbp). Virion berukuran kurang lebih 130 nm x 400 nm. Replikasi
virus dimulai di dalam inti sel dengan terbentuknya stroma virogenik. Umumnya
kumpulan virion tidak secara langsung berasosiasi dengan pusat viroplasmik.
Morfogenesis virus dimulai setelah membran inti pecah, dan terjadi sebelum dan
selama pembelahan dari sel ke vesikel (Tanada dan Kaya 1993).
Kejadian suatu penyakit dipengaruhi interaksi antara serangga inang,
tanaman dan patogen serangga (tritopik). Tanaman dapat berpengaruh secara tidak
langsung melalui 2 cara yaitu dengan merubah ketahanan atau merubah prilaku
serangga inang. Tanaman mempengaruhi entomopatogen melalui permukaan
daun, fitokimia daun dapat besifat antagonis sebgai contoh beberapa tanaman
mengahasilkan eksudat yang mengandung ion dasar (misalnya Zn2C, Mg2C dan
Ca2C) yang dapat menonaktifkan bakulovirus yang mungkin disebabkan oleh
pelarutan dini badan oklusi, atau sinergis dengan entomopatogen.
Menurut Goncalves et.al. (2006) wortel mengandung senyawa yang dapat
menonaktifkan hydrogen peroksida. Enzim yang terkandung dalam air liur
serangga seperti glukosa oksidase memproduksi hydrogen peroksida, hydrogen
peroksida merupakan pertahanan diri serangga melawan entomovirus yang dapat
menginaktifasi NPV (Cory 2006). Selain itu menurut Taiz et.al. (2002) wortel
mengandung flavonoids yang dapat melindungi NPV dari radiasi UV B
Penularan Ascovirus sangat dipengaruhi oleh populasi parasitoid (Tanada
dan Kaya 1993), parasitoid dapat meningkatkan transmisi ascovirus sehingga
perlu penelitian lebih lanjut tentang manipulasi lingkungan agar mendukung
transmisi ascovirus. Diduga wortel dapat meningkatkan kejadian penyakit akibat
ascovirus karena menurut hasil penelitian, tanaman wortel dapat meningkatkan
parasitasi parasitoid (Eldriadi Y 2011).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kejadian penyakit
entomovirus pada spodoptera exigua dalam jaring tritrofik pada tanaman bawang
daun.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Padajaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten
Cianjur dan Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari April
sampai Juli 2014.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, kertas, alat
tulis, kertas tissue, bawang daun, wortel, sprayer, tabung plastik, tabung
eppendorf 1.5 ml, mikroskop cahaya, lemari pendingin dan kamera.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan langsung. Rancangan perlakuan
menggunakan rancangan acak kelompok dengan 4 ulangan. Setiap ulangan terdiri
dari 3 perlakuan. Setiap perlakuan memiliki empat unit contoh yang ditentukan
secara diagonal dan masing-masing terdiri dari sembilan tanaman contoh.
Perlakuan ke-satu adalah monokultur bawang daun, perlakuan ke-dua adalah
monokultur bawang daun dengan penyemprotan ekstrak daun wortel, dan
perlakuan ke-tiga tumpang sari antara wortel dengan bawang daun. Pada
penulisan selanjutnya perlakuan ke-satu akan ditulis P1, perlakuan ke-dua akan
ditulis P2, dan perlakuan ke-tiga akan ditulis P3. Tanaman pada P2 disemprot
dengan ekstrak daun wortel 2 minggu sekali, ekstrak daun wortel dibuat dengan
menghaluskan 0.5 kg daun wortel lalu diencerkan dengan 17 l air. Pengamatan
dilakukan terhadap tingkat populasi S. exigua serta kejadian penyakit yang
disebabkan akibat infeksi NPV dan Ascovirus.
Luas lahan penelitian sekitar 1600 m2. Luas lahan tanam tiap perlakuan 50
m2, masing-masing perlakuan dipisahkan dengan tanaman caisin. Petak percobaan
berbatasan dengan pertanaman sawi, brokoli, bawang daun dan wortel. Benih
wortel dan anakan bawang daun ditanam satu minggu sebelum pengamatan
pertama, teknik budidaya dilakukan sebaik-baiknya tanpa bahan kimia sintetik.
Kegiatan penyemprotan ekstrak daun wortel pada P2 dan pembersihan gulma
dilakukan dua minggu sekali dan pengamatan S. exigua dilakukan seminggu
sekali.
Pengamatan populasi S. exigua
Pengamatan larva S. exigua dilakukan 1 kali seminggu selama 13 minggu.
Pengamatan dilakuakan terhadap S. exigua yang menunjukkan gejala terinfeksi
entomovirus. Larva yang terinfeksi NPV memiliki ciri-ciri tubuhnya menjadi
lembek jika ditekan, dan larva yang mati menggantung dengan tungkai semu
melekat pada bagian pucuk tanaman. Larva S. exigua yang terinfeksi Ascovirus
terlihat berwarna hijau pucat dan hemolimfa berwarna hijau keruh.
Larva yang mati diduga terinfeksi entomovirus dikumpulkan dan
dimasukkan ke dalam tabung plastik. Larva yang telah dikoleksi diamati
hemolimfanya dengan menggunakan mikroskop cahaya. Larva yang lebih tua dari
instar 3 yang tidak mati di lapangan dipelihara di laboratorium dan diamati untuk
melihat munculnya gejala infeksi entomovirus
4
Penghitungan Persentase Parasitisasi Spodoptera exigua
Persentase parasitisisasi Spodoptera exigua dihitung dengan menggunakan
rumus
Persentase parasitisasi =
× 100%
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan program Microsoft Excel (Microsoft
corp) dan Minitab versi 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik lokasi
Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten
Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300
meter di atas permukanan laut (mdpl) serta memiliki topografi yang berbukit.
Berdasarkan letak geografisnya lahan berada pada koordinat 107°01'13.4" BT dan
6°44'37.7" LS (Gambar 1). Berdasarkan data dari Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), wilayah ini memiliki suhu rata-rata bulanan
antara 20.8° sampai 21.7°C (Tabel 1). Menurut Oldeman (1980), curah hujan
selama penelitian termasuk kategori bulan basah (Tabel 1).
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Tabel 1 Curah hujan, dan suhu, di Kecamatan Cipanas selama pengamatana
bulan
Minggu setelah tanam
Curah hujan (mm)
Suhu (oC)
April
1
485.5
21.3
Mei
2-5
272.2
21.7
Juni
6-10
211.9
21.3
Juli
11-13
272.8
20.8
a
sumber: BMKG
Populasi S. exigua
Faktor abiotik seperti curah hujan dan temperatur mempengaruhi populasi S.
exigua. Temperatur yang tinggi dapat memperpendek stadium larva, pupa dan
imago. Daur hidup S. exigua di dataran tinggi memerlukan waktu yang relatif
lebih lama dibandingkan dataran rendah. Suhu optimum yang dibutuhkan oleh
serangga ini adalah 28 oC (Smits 1987). Suhu rata-rata saat penelitian berkisar
antara 20.8 oC sampai 21.7 oC, hal ini menyebabkan laju pertumbuhan populasi di
lokasi penelitian rendah.
6
Larva S. exigua yang baru menetas tinggal beberapa saat di atas tumpukan
telurnya, setelah itu larva akan menggerek ke dalam daun bawang di sekitar
kelompok telur (Ernawati 1996). Larva S. exigua yang berada di dalam daun
tanaman bawang daun, memakan jaringan daun sebelah dalam, sedangkan lapisan
epidermis luar ditinggalkan. Serangan S. exigua pada daun bawang akan
menunjukan gejala daun jendela yang berwarna putih memanjang dari atas ke
bawah. Semakin lama, gejala tersebut semakin jelas (Gambar 2B). Apabila larva
S.exigua berpindah ke daun yang lain, akan terlihat lubang gerekan yang agak
besar pada daun yang ditinggalkan, pada tingkat serangan yang berat dapat
menyebabkan sebagian besar daun menjadi terkulai, dan layu (Gambar 2C)
(Rukmana 1995).
A
B
c
D
Gambar 2 Tanaman bawang daun (A) tidak terserang hama, (B) terserang S. exigua pada
tingkat rendah, (C). terserang S. exigua pada tingkat tinggi, (D) gejala tanaman
terserang kutu daun.
Polimorfisme larva S. exigua dapat menjadi indikator tingkat populasi larva.
Menurut Rauf (1999), polimorfisme larva dipengaruhi kerapatan populasi, saat
populasi tinggi larva cenderung berwarna cokelat, sedangkan saat populasi rendah
berwarna hijau daun. Larva yang ditemukan pada penelitian ini umumnya
berwarna hijau daun yang menandakan bahwa populasi larva saat penelitian
tergolong rendah. Dinamika populasi S. exigua pada setiap perlakuan disajikan
pada Gambar 3.
Dinamika populasi S. exigua diamati seminggu satu kali selama 13 minggu
(Gambar 3). Pengamatan dimulai pada 1 minggu setelah tanam (mst). Populasi S.
exigua P1, pada 1 mst kerapatan populasi S. exigua 0.0069 individu/rumpun.
Populasi larva meningkat dan mencapai tingkat tertinggi sebesar 0.1736
individu/rumpun pada 9 mst. Setelah 9 mst populasi menurun hingga 0.0139
individu/rumpun pada 13 mst. Kerapatan populasi S. exigua P2 0.0556
individu/rumpun pada 1 mst. Populasi meningkat dan mencapai tingkat tertinggi
sebesar 0.2361 individu/rumpun pada 8 mst. Setelah 8 mst kerapatan populasi
menurun hingga mencapai kerapatan 0.0208 individu/rumpun pada 13 mst.
Kerapatan awal populasi S. exigua pada P3 sebesar 0.0069 individu/rumpun.
Populasi meningkat dan mencapai tingkat kerapatan tertinggi sebesar 0.1528
individu/rumpun pada 8 mst. Setelah 8 mst populasi menurun sampai 13 mst
sebesar 0.0208 individu/rumpun. Populasi larva tertinggi berurutan yaitu P2, P1,
dan P3.
7
0.2500
kerapatan populasi
(Individu/rummpun)
0.2000
0.1500
P1
0.1000
P2
P3
0.0500
0.0000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
mst
Gambar 3 Dinamika populasi S. exigua pada ketiga perlakuan (P1 = monokultur bawang daun; P2 =
monokultur bawang daun dengan ekstrak daun wortel; P3 = tumpangsari bawang daun
dengan wortel)
Fluktuasi populasi S. exigua disebabkan oleh penetasan telur yang tidak
serempak menyebabkan perbedaan populasi larva setiap minggunya. Pada 8 dan 9
mst populasi S. exigua tinggi pada P1, P2, dan P3 yang disebabkan melimpahnya
pakan karena pertumbuhan bawang daun yang optimum. Pada 9 mst sampai 13
mst populasi S. exigua. Penurunan dapat disebabkan karena migrasi, mati atau
berkepompong. Persaingan pakan dengan naiknya populasi kutu daun setelah 10
mst juga dapat menyebabkan penurunan populasi S. exigua. Populasi kutu daun
menyebabkan beberapa rumpun mati (Gambar 2D), sehingga terjadi persaingan
nutrisi antara kutu daun dengan S. exigua yang pada akhirnya dapat menurunkan
populasi S. exigua.
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa populasi S. exigua tidak
menunjukan hasil yang berbeda nyata antar P1, P2 dan P3 (Tabel 2). Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan tanaman inang tidak mempengaruhi populasi S.
exigua instar 3.
Populasi yang tidak berbeda nyata dapat disebabkan oleh rendahnya
populasi S. exigua. Populasi S. exigua rendah pada musim hujan. Menurut
Kalshoven (1982), S. exigua adalah hama musim kemarau, biasanya berlangsung
singkat dipicu oleh gangguan lingkungan eksternal seperti musim kemarau yang
kering. Menurut Rauf (1999) populasi S. exigua meledak karena berlimpahnya
sumberdaya makanan, dan musim kering merupakan faktor pendukung utama.
Musim mempengaruhi populasi hama sebab cekaman kekeringan pada tanaman
dapat meningkatkan kadar asam amino daun, peningkatan kadar Nitrogen daun
menyebabkan keperidian S. exigua lebih tinggi dan siklus hidupnya lebih singkat.
Perubahan sedikit saja status nutrisi dapat menyebabkan tingkat keseimbangan
populasi berubah.
8
Tabel 2 Rataan populasi larva Spodoptera exigua selama 13 kali pengamatan.
Perlakuan
Rataan ∑ larva S. exigua (individu/rumpun)a
P1
0.0572 ± 0.0851 a
P2
0.0732 ± 0.0797 a
P3
0.0518 ± 0.0705 a
a
Angka yang diikuti dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji Dunnet pada
taraf 5%
Kejadian Penyakit Entomovirus
Virus penyebab penyakit serangga, SeNPV (Spodoptera exigua
nucleopolyhedrosisvirus) mampu menekan populasi ulat bawang