Public Attitudes Towards The Program Of Resilient Coastal Village Development In Teluk Naga Sub District Tangerang District Banten Province

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP
PROGRAM PENGEMBANGAN DESA PESISIR
TANGGUH DI KECAMATAN TELUK NAGA KABUPATEN
TANGERANG PROVINSI BANTEN

NINI KUSRINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sikap Masyarakat
terhadap Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh di Kecamatan Teluk
Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Nini Kusrini
NIM I351110041

RINGKASAN
NINI KUSRINI. 2014. Sikap Masyarakat terhadap Program Pengembangan Desa
Pesisir Tangguh di Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi
Banten. Dibimbing oleh: SITI AMANAH dan ANNA FATCHIYA
Wilayah pesisir Indonesia dihadapkan pada empat persoalan pokok, yakni:
(1) tingginya tingkat kemiskinan masyarakat, (2) tingginya kerusakan sumberdaya
pesisir, (3) rendahnya kemandirian organisasi sosial desa dan lunturnya nilai-nilai
budaya lokal, serta (4) rendahnya infrastruktur desa dan kesehatan lingkungan
pemukiman. Hal tersebut berpengaruh pada tingginya kerentanan terhadap
bencana alam dan perubahan iklim pada desa-desa pesisir.
Kondisi tersebut juga dialami oleh masyarakat pesisir yang berada di
Kecamatan Teluk Naga, Tangerang, Banten. Sebagai respon terhadap situasi

tersebut pemerintah melaksanakan program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
pada tahun 2012. Program PDPT merupakan salah satu langkah dalam penguatan
kondisi pesisir, melalui pelaksanaan lima kegiatan program yakni bina manusia,
bina usaha, bina sumberdaya, bina infrastruktur dan lingkungan, serta bina siaga
bencana. Dalam implementasi kegiatan program membutuhkan keterlibatan
masyarakat dalam mensukseskan tujuan program.
Penelitian ini menganalisis sikap masyarakat terhadap program PDPT dan
faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap Program PDPT.
Penelitian didesain dengan menggunakan metode survai. Lokasi penelitian adalah
Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara, di Kecamatan Teluk Naga Kabupaten
Tangerang. Penentuan desa dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa desadesa tersebut merupakan desa yang sedang melaksanakan program. Sampel
penelitian adalah 60 responden, dipilih dengan menggunakan stratified random
sampling diambil secara proporsional berdasarkan sebaran kegiatan kelompok
peserta program PDPT. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni hingga
Agustus 2013. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan langsung dan
wawancara terstruktur menggunakan kuesioner untuk memperoleh informasi
terkait karakteristik personal responden, karakteristik sosial, tingkat pengelolaan
program, serta gambaran sikap masyarakat pemanfaat program di desa penelitian.
Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait. Pengolahan dan analisis
data menggunakan statistik deskriptif, dan statistik inferensial (Rank Spearman)

dengan menggunakan software SPSS 20.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat
memiliki sikap positif terhadap program, hanya saja belum memperlihatkan aksi
nyata dalam peneliharaan lingkungan secara berkelanjutan. Tingkat penerimaan
dan respon masyarakat berada pada kategori tinggi yakni 55.0 % dan 48.3%.
Namun pada sikap menghargai dan pembentukan nilai berada pada kategori
sedang yakni 48.3 % dan 73.3 %, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat belum
mampu membentuk karakter dalam menjaga kondisi lingkungan, infrastruktur,
ekonomi, serta kesiapsiagaan terhadap bencana. Analisis Rank Spearman
menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap
program PDPT, adalah karakteristik lingkungan sosial dan tingkat pengelolaan
program.
Kata kunci: masyarakat pesisir, program pemberdayaan, desa pesisir

SUMMARY
NINI KUSRINI. 2014. Public Attitudes towards The Program of Resilient
Coastal Village Development in Teluk Naga Sub District Tangerang District
Banten Province. Supervised by SITI AMANAH and ANNA FATCHIYA.
Indonesian coastal areas faces four main issues, namely: (1) high levels of
poverty, (2) high damage of coastal resources, 3) low independence of the village

social organization and fading local culture, and (4) low infrastructure in the
village and residential environmental health. Those factors are likely to increase
vulnerability of the community to natural disasters and climate risks.
The above condition is also experienced by coastal community living in
Teluk Naga Sub District, Tangerang, Banten. Has also experiencing the above
condition, in response to the situation the government launced Resilient Coastal
Village Development program in 2012. This program is one of the steps in
strengthening the coastal conditions by implementing five main things (the
coaching of people, effort, resources, infrastructure, environment, and disaster
awareness as well). In implementing the program, it requires the community
involvement, therefore, the program could be successful.
This study analyzes the attitude of people towards the program and factors
associated with the attitudes towards program. The study was designed by using
survey method. The location of this research was in the village of Tanjung Pasir
and Muara, in Teluk Naga District, Tangerang Regency. The determination of the
village was done by considering that the village was still implementing the
program. The sample was 60 respondents, selected by using stratified random
sampling, taken proportionally, based on the group activity distribution of the
participants of program. Data collection was conducted in June to August 2013.
Primary data were collected through direct observation and structured interviews

used questionnaire to obtain the information related to the characteristic of
respondents, social, the level of program management, and the attitude description
of people using the program in the village.The secondary data were obtained
from various related institutions. The data management and analysis used
descriptive statistics, and inferential statistics (Rank Spearman) by using SPSS 20
software.
The results showed the coastal community had attitude positive respon but
attitudes not showing the real action in the maintenance of sustainable
environment. The level of acceptance and community response were at high
category, i.e. 55.0% and 48.3%, but in the attitude of respecting and value
establishment were in the middle category, i.e. 48.3% and 73.3%. This indicated
that the community had not been able to develop character that could maintain the
environmental conditions, infrastructure, economy, and disaster awareness.
Spearman rank analysis showed that the factors associated with people’s attitudes
towards program were the characteristic of social environment and program
management level.
Keywords: coastal communities, empowerment program, coastal development.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP
PROGRAM PENGEMBANGAN DESA PESISIR TANGGUH DI
KECAMATAN TELUK NAGA KABUPATEN TANGERANG
PROVINSI BANTEN

NINI KUSRINI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof (Ris) Dr Ign Djoko Susanto, SKM
Penguji Program Studi

: Prof Dr Ir Sumardjo, MS

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan berkah-Nya,
penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian tentang Sikap Masyarakat terhadap
Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh sangat diperlukan untuk
mendalami pandangan dan respon masyarakat terhadap upaya pembenahan
kondisi pesisir baik dari segi lingkungan, sosial, maupun ekonomi.
Tesis yang berjudul “Sikap Masyarakat terhadap Program Pengembangan
Desa Pesisir Tanggguh di Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang,
Provinsi Banten” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Magister Ilmu Penyuluhan Pembangunan Institut
Pertanian Bogor. Penelitian disusun atas bimbingan Dr Ir Siti Amanah, MSc
sebagai Ketua Komisi dan Dr Ir Anna Fatchiya, MSi sebagai Anggota Komisi.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan Ibu-ibu Komisi Pembimbing.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat PPN
2011(Hafni Zahara, Krisnawati, Ibu Irma Febrianis, Pak Suherdi, Pak Zainuddin,
Pak Multi Sukrapi, Rikhlata, Rafnel Azhari, Pak Iwan Setiawan, Pak Darojat
Prawiranegara, dan Pak Akrab) atas dukungan yang diberikan. Terima kasih juga
disampaikan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi selaku pemberi dana beasiswa
studi (BPPS) bagi penulis. Tidak lupa pula kepada pemerintah Desa Tanjung Pasir
dan Desa Muara sebagai lokasi penelitian. Kepada seluruh responden dan
enumerator yang telah membantu sehingga seluruh data yang dibutuhkan dapat
dikumpulkan, diucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih yang sedalamdalamnya juga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga, kakak-kakakku
tercinta, atas kasih sayang, dukungan dan segala doa yang diberikan selama ini.
Penulis terbuka atas masukan, koreksi, dan saran terhadap karya ilmiah ini.
Atas perhatian yang diberikan, diucapkan terima kasih. Harapan penulis semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Nini Kusrini


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian


1
1
3
4
4

TINJAUAN PUSTAKA
Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
Karakteristik Masyarakat Pesisir
Pengembangan Masyarakat
Konsep Sikap
Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Karakteristik Personal
Karakteristik Lingkungan Sosial
Pengelolaan Program

5
5
6

7
9
10
11
15
18

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
Kerangka Berpikir
Hipotesis

19
19
21

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Data dan Teknik Pengumpulan Data
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Konseptualisasi dan Definisi Operasional
Analisis Data

22
22
22
22
24
25
26
30

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum dan Pelaksanaan Program Pengembangan
Desa Pesisir Tangguh
Karakteriristik Personal
Karakteristik Lingkungan Sosial
Tingkat Pengelolaan Program
Sikap Masyarakat terhadap Komponen Program Pengembangan
Desa Pesisir Tangguh.
Sikap Masyarakat terhadap Program Pengembangan Desa Pesisir
Tangguh
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sikap Masyarakat Pesisir
terhadap Program PDPT.

30
30
36
41
44
48
50
51

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

57
57
57

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

58
61

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Sebaran populasi berdasarkan kegiatan program
Gambaran umum dua desa penelitian, 2013
Perkembangan kegiatan PDPT di Desa Tanjung Pasir
Perkembangan kegiatan PDPT di Desa Muara
Umur peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013.
Tingkat pendidikan formal peserta program PDPT di dua desa
penelitian, 2013.
7. Tingkat pendidikan non formal peserta program PDPT di dua desa
penelitian, 2013.
8. Jumlah tanggungan keluarga peserta program PDPT di dua desa
penelitian, 2013.
9. Tingkat kekosmopolitan peserta program PDPT di dua desa penelitian,
2013.
10. Tingkat pengetahuan peserta, tentang program PDPT di dua desa
penelitian, 2013.
11. Tingkat dukungan tokoh masyarakat terhadap peserta program PDPT di
dua desa penelitian, 2013.
12. Pendapat peserta program PDPT terhadap peran kelompok di dua desa
penelitian, 2013.
13. Pendapat peserta program tentang intensitas kegiatan kelompok PDPT
di dua desa penelitian, 2013.
14. Pendapat peserta program PDPT terhadap kejelasan program (konteks)
di dua desa penelitian, 2013.
15. Pendapat peserta program PDPT terhadap pengelolaan sumberdaya
(input) di dua desa penelitian, 2013.
16. Pendapat peserta program PDPT terhadap proses kegiatan program, di
dua desa penelitian, 2013.
17. Pendapat peserta program PDPT terhadap tingkat pencapaian program,
di dua desa penelitian, 2013.
18. Tingkat penerimaan masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua
desa penelitian, 2013.
19. Tingkat menanggapi masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua
desa penelitian, 2013.
20. Tingkat penghargaan masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua
desa penelitian, 2013.

23
31
34
35
36
37
38
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
49

21. Tingkat pembentukan nilai peserta program PDPT di dua desa
penelitian, 2013.
22. Sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013.
23. Hubungan karakteristik lingkungan sosial dengan sikap masyarakat
terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013.
24. Hubungan tingkat pengelolaan program dengan sikap masyarakat
terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013.
25. Hubungan karakteristik personal dengan sikap masyarakat terhadap
program PDPT di dua desa penelitian, 2013.

50
51
52
54
56

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka berpikir operasional
2. Bagan penarikan sampel

21
24

DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Kecamatan Teluk Naga
2. Foto-foto Penelitian

63
64

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan upaya untuk mewujudkan kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara yang sejahtera, adil dan beradab. Pembangunan
nasional Indonesia bertujuan untuk membangun kehidupan masyarakat secara
berkesinambungan yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan secara berencana, menyeluruh, terarah, terpadu, bertahap
dan berkelanjutan, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat Indonesia. Namun hingga saat ini, pembangunan nasional
belum mampu mewujudkan tujuan pembangunan tersebut. Hal ini dapat kita lihat
pada kondisi yang ada di wilayah desa pesisir Indonesia.
Fakta yang dikemukakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP
2011) menyatakan bahwa saat ini desa-desa pesisir di Indonesia dihadapkan pada
empat persoalan pokok, yakni: (1) tingginya tingkat kemiskinan masyarakat, di
mana tercatat sebanyak 7 juta jiwa di 10.639 desa pesisir, (2) tingginya kerusakan
sumberdaya pesisir, (3) rendahnya kemandirian organisasi sosial desa dan
lunturnya nilai-nilai budaya lokal, serta (4) rendahnya infrastruktur desa dan
kesehatan lingkungan pemukiman. Keempat persoalan pokok ini memberikan
andil terhadap tingginya kerentanan terhadap bencana alam dan perubahan iklim
pada desa-desa pesisir.
Upaya yang selama ini dilakukan pemerintah sebagai pengambil kebijakan
dalam membangun masyarakat pesisir belum memberikan hasil yang maksimal.
Hasil penelitian Razali (2004) menemukan bahwa tingkat kesejahteraan pelaku
perikanan masih berada di bawah sektor-sektor lain. Sejalan dengan hal tersebut
Setiawan (2009) juga menemukan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat
pesisir belum mampu membentuk masyarakat menjadi mandiri, sehingga strategi,
kolaborasi dan rencana aksi sangat diperlukan untuk membangun masyarakat dan
desa pesisir. Sebagai upaya membangun masyarakat dan desa pesisir, pemerintah
mengembangkan dan melaksanakan beberapa program, meliputi Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPMKP), Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), dan program yang
dilaksanakan pada tahun 2011 yakni Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
(PDPT).
Pelaksanaan Program PDPT merupakan salah satu langkah dalam menata
dan meningkatkan kualitas lingkungan pesisir, sebagaimana dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Periode 2010-2014 untuk
meningkatkan manfaat sumberdaya alam dan peningkatan kualitas lingkungan
hidup (RPJMN 2010). Program ini diharapkan mampu menjadi inovasi kegiatan
dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi termasuk masalah yang diakibatkan
oleh terjadinya perubahan iklim melalui (1) penataan desa pesisir dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat, (2) memberikan manfaat riil bagi masyaralat pesisir,
dengan permasalahan dan prioritas kebutuhan masyarakat, (3) pembelajaran cara
pemecahan masalah secara mandiri, dan (4) mendorong masyarakat pesisir
sebagai agen pembangunan. Oleh karena itu, program PDPT diharapkan mampu
membantu dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada di wilayah pesisir serta

2
memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir melalui pelaksanaan lima hal pokok
yakni bina manusia, bina usaha, bina sumberdaya, bina infrastruktur dan
lingkungan, serta bina siaga bencana.
Kecamatan Teluk Naga memiliki kawasan pesisir yang padat dengan
aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Tingginya aktivitas sosial ekonomi di
kawasan membuat daerah pesisir ini sangat rentan terhadap bencana, baik yang
disebabkan oleh ulah manusia maupun yang disebabkan oleh terjadinya perubahan
iklim. Dari hasil observasi yang dilakukan, ditemukan beberapa kondisi
lingkungan pesisir di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara yang kurang baik,
diantaranya abrasi pantai yang terjadi di wilayah pesisir Tangerang, rusaknya
hutan mangrove, kemiskinan serta lingkungan yang tidak tertata.
Data Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia (2002)
menunjukkan bahwa abrasi telah terjadi di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk
Naga, yang disebabkan oleh pembabatan hutan mangrove (bakau) secara
berlebihan untuk dijadikan tambak. KLH juga menemukan terjadinya abrasi
pantai sepanjang satu kilometer, dan ombak besar telah menelan 20-100 meter
pantai di Kampung Garapan, sehingga banyak rumah penduduk yang akhirnya
harus dipindahkan. Selain berakibat pada abrasi, penggundulan hutan mangrove
juga mengakibatkan intrusi air laut, akibatnya, air tanah di Kampung Garapan
sudah tidak ada lagi yang tawar. Amanah (2011) juga mengemukakan bahwa
nelayan di Desa Muara dihadapkan pada kondisi sumberdaya pesisir dan laut yang
semakin menurun kualitasnya, meliputi pencemaran air laut oleh limbah pabrik,
sedimentasi semakin tinggi, dan kelembagaan nelayan yang perlu berkembang
menjadi lebih kuat dan terorganisir.
PDPT merupakan program yang berfokus pada masyarakat pesisir.
Pengembangan program ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat pesisir, menata sarana dan prasarana, sehingga diharapkan pada saat
terjadi bencana risiko yang dirasakan kecil. Keberhasilan dan kesuksesan suatu
program sangat erat kaitannya dengan sikap masyarakat terhadap program,
bagaimana pengetahuan atau pandangan masyarakat secara umum terhadap
program, persepsi, partisipasi dan tindakan masyarakat dalam mendukung
kegiatan program.
Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang merupakan salah satu
wilayah pesisir yang sedang melaksanakan program PDPT sejak tahun 2012.
Kegiatan PDPT di kecamatan ini mencakup Bina Sumberdaya, Infrastruktur dan
Lingkungan, Bina Usaha dan Bina Siaga Bencana. Namun secara umum program
ini belum mampu memperbaiki kondisi desa tersebut dengan baik hal ini karena
masyarakat cenderung belum mampu mengelola program dengan baik. informasi
yang diperoleh menunjukkan bahwa baru sekitar 40% masyarakat Kecamatan
Teluk Naga yang berpatisipasi aktif dalam pelaksanaan kegiatan program PDPT,
hal tersebut tentunya belum cukup mendukung pencapaian tujuan program.
Sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan.
Pandangan individu dan masyarakat terhadap suatu program sangat dipengaruhi
oleh berbagai hal, sebagaimana yang dikemukakan oleh Suharyat (2009) bahwa
setiap orang mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadap sesuatu obyek. Hal
tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang ada pada individu masing-masing
seperti adanya perbedaan dalam bakat, minat, pengalaman, pengetahuan,
intensitas perasaan dan juga situasi lingkungan.

3
Sikap memainkan peran penting dalam mempengaruhi perilaku masyarakat
yang menunjukkan respon masyarakat terhadap program demi terwujudnya tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu pengembangan sikap masyarakat diharapkan
akan membentuk perilaku positif masyarakat dalam medukung pengembangan
desa pesisir yang tangguh. Terkait dengan kondisi di atas, maka dirasa perlu
melakukan penelitian untuk melihat bagaimana sikap masyarakat pesisir terhadap
program pengembangan masyarakat, khususnya pada Program Pengembangan
Desa Pesisir Tangguh.
Perumusan Masalah
Pengembangan masyarakat merupakan usaha bersama dan terencana untuk
meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Pengembangan masyarakat dan desa
pesisir dikembangkan untuk memandirikan masyarakat serta mengembangkan
potensi-potensi dan kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat serta meningkatkan
kehidupan desa pesisir. Berbagai macam kegiatan telah dikembangkan dan
dilaksanakan di wilayah pesisir, namun dalam mencapai tujuan program
diperlukan dukungan masyarakat, baik sikap positif, maupun partisipasi aktif
masyarakat dalam pelaksanaan program, serta kemampuan semua pihak yang
terlibat dalam proses pengembangan masyarakat.
Berbagai hasil penelitian mengkaji implementasi program-program
pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat, seperti yang
dikemukakan oleh Muktazam (2012) memperlihatkan bahwa ketidakberhasilan
program disebabkan persepsi negatif dari masyarakat, pendekatan yang tidak
mengkoordinir partisipasi masyarakat sasaran, pendekatan yang bersifat “top
down”, serta tidak terkoordinasi dengan baik. Penelitian Hamdan (2005) tentang
program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kabupaten
Jepara, menemukan bahwa kurangnya keinginan masyarakat mengembalikan
pinjaman, persepsi masyarakat yang menganggap bantuan tersebut sebagai hibah
yang tidak perlu untuk dikembalikan, serta kurangnya kemampuan masyarakat
untuk memanfaatkan bantuan untuk mengembangkan usaha mereka menyebabkan
tidak berlanjutnya program oleh masyarakat.
Program PDPT dirancang untuk menata dan meningkatkan kehidupan
masyarakat dan desa-desa pesisir nelayan yang tangguh terhadap bencana serta
berbasiskan pada kegiatan sosial ekonomi masyarakat pesisir. Dengan demikian
muara dari model PDPT adalah terjadinya pengentasan kemiskinan, keberlanjutan
kelembagaan masyarakat, kelestarian lingkungan, kemandirian keuangan desa dan
kesiapsiagaan terhadap bencana dan perubahan iklim. Sehingga diharapkan
mampu mewujudkan kondisi lingkungan pesisir yang lebih baik. Namun demikian
sikap masyarakat terhadap program akan menjadi faktor yang sangat menentukan
terhadap keberhasilan kegiatan program pengembangan. Pentingnya sikap positif
dalam menentukan keberhasilan suatu program juga kemukakan oleh Ayunita
(2006) di mana sikap masyarakat cenderung positif terhadap program PEMP,
mereka mampu memanfaatkan kegiatan program dengan sehingga berpengaruh
pada peningkatan pendapatan bakul dan pengolah ikan.
Pelaksanaan program PDPT di Kecamatan Teluk Naga kurang mendapat
perhatian penuh dari masyarakat. hal ini dibuktikan oleh rendahnya partisipasi
aktif dari masyarakat dalam mendukung pelaksanaan kegiatan. Hal ini

4
menujukkan kurangnya sikap postif masyarakat dalam mewujudkan pencapaian
tujuan program. Di lain pihak penurunan kualitas lingkungan yang saat ini
dihadapi oleh masyarakat pesisir tidak lepas dari tekanan aktivitas kehidupan yang
dilakukan masyarakat. Tekanan berupa pencemaran air yang disebabkan oleh
kegiatan industri, pengelolaan tambak, penebangan tanaman mangrove serta
tekanan arus laut yang telah menyebabkan terjadinya abrasi. Melihat masalah
yang terdapat di wilayah pesisir pelaksanaan Program Pengembangan Desa Pesisir
Tanggguh diharapkan mampu berperan sebagai alternatif strategi pengembangan
desa pesisir secaara berkelanjutan.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berfokus pada telaah tentang
sikap masyarakat terhadap program PDPT. Dimana sikap masyarakat yang
menolak atau pun mendukung program sangat berpengaruh terhadap kesuksesan
dan pencapaian tujuan program..

Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang dirumuskan, tujuan penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Menjelaskan pelaksanaan program PDPT di desa penelitian.
2. Menganalisis sikap masyarakat terhadap program PDPT.
3. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat
terhadap program PDPT.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis.
Secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan
kajian tentang pengembangan masyarakat pesisir pada khususnya, maupun
bagi masyarakat luas pada umumnya. Di samping itu dapat mendorong peneliti
lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis.
Sebagai tambahan informasi kepada para pengambil kebijakan dalam
pengembangan sikap masyarakat untuk mendukung keberhasilan
pengembangan program yang berbasis masyarakat, serta memberikan masukan
kepada pengelola program agar usaha penataan kondisi masyarakat pesisir
lebih baik.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
Program merupakan rencana kegiatan yang tersusun secara sistematis dan
dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai tujuan. Program
didefinisikan sebagai unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau
implementasi dari kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan
dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
KKP (2013) mengemukakan bahwa program Pengembangan Desa Pesisir
Tangguh merupakan upaya pemerintah dalam penguatan ekonomi masyarakat
pesisir dan ketahanan desa terhadap bencana alam dan dampak perubahan iklim
yang diharapkan mampu memberikan daya dorong bagi kemajuan desa-desa
pesisir di Indonesia. Kegiatan PDPT merupakan salah satu bagian dari Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan yang
terintegrasi dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri di
bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
Pengembangan Desa Pesisir Tangguh merupakan implementasi kebijakan
Presiden terkait peningkatan dan perluasan program pro-rakyat dan merupakan
wujud dari intervensi Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam menata desa
pesisir dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Menghasilkan
keluaran yang dapat memberikan manfaat riil bagi masyarakat pesisir, sesuai skala
prioritas kebutuhan masyarakat, pembelajaran bagi masyarakat pesisir untuk
menemukan cara pemecahan masalah secara mandiri, dan mendorong masyarakat
pesisir sebagai agen pembangunan. Program PDPT bertujuan untuk meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana dan perubahan iklim, meningkatkan
kualitas lingkunagn hidup, meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat,
memfasilitasi kegiatan pembangunan dan/atau pengembangan sarana dan/atau
prasarana sosial ekonomi di desa-desa pesisir dan pulau-pulau kecil.
Fokus pengembangan kegiatan yakni: (1) Bina Manusia, yaitu kegiatan
yang mencakup peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam rangka
mendorong peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan meningkatkan
kapasitas kelembagaan masyarakat baik formal maupun informal, memperluas
dan meningkatkan kerjasama, memperbaiki budaya kerja, gotongroyong,
tanggung jawab, disiplin dan hemat serta menghilangkan sifat negatif boros dan
konsumtif, (2) Bina Usaha, yaitu kegiatan yang mencakup peningkatan
keterampilan usaha, perluasan mata pencaharian alternatif, pengelolaan bisnis
skala kecil dan penguasaan teknologi, (3) Bina Sumberdaya, yakni kegiatan yang
menitikberatkan pada upaya memperkuat kerifan lokal dalam pengelolaan
sumberdaya, revitalisasi hal ulayat dan hak masyarakat lokal, penerapan
monitoring, controlling dan surveillance dengan prinsip partisipasi masyarakat
lokal, penerapan teknologi ramah lingkungan, mendorong pengembangan
teknologi asli, merehabilitasi habitat, konservasi dan memperkaya sumberdaya,
(4) Bina lingkungan dan infrastruktur, yaitu kegiatan yang mencakup
pembangunan infrastruktur, rehabilitasi vegetasi pantai dan pengendalian
pencemaran melalui pendekatan perencanaan dan pembangunan secara spasial
dalam rangka mendorong peningkatan peran masyarakat pesisir dalam penataan

6
dan pengelolaan lingkungan sekitarnya, (5) Bina Siaga Bencana dan Perubahan
iklim, yaitu kegiatan yang mencakup usaha-usaha pengurangan risiko bencana
dan dampak perubahan iklim, rencana aksi desa dalam pengurangan risiko
bencana, penyadaran masyarakat, pembangunan sarana dan prasarana
penanggulan bencana (antara lain jalur evakuasi, shelter, struktur pelindung
terhadap bencana, fasilitas kesehatan, dan cadangan strategis) yang menekankan
pada partisipasi dan keswadayaan dari kelompok-kelompok sosial yang terdapat
pada masyarakat atau komunitas pesisir.
Karakteristik Masyarakat Pesisir
Wilayah pesisir merupakan sumberdaya potensial bagi bangsa Indonesia
yang terbentang sepanjang 81.000 km. Sumberdaya ini menyimpan kekayaan
alam yang besar dan beragam, seperti perikanan, hutan mangrove, rumput laut
dan terumbu karang memainkan peran penting bagi kehidupan penduduk sekitar,
dan ekonomi bangsa (Dahuri et al., 2008). Secara ilmiah Dahuri et al., (2008)
mendefinisikan pesisir sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah
darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air
asin, sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh
proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar,
maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan
hutan dan pencemaran.
Wilayah pesisir memiliki karakteristik spesifik yang berbeda dengan
wilayah daratan. Pengelolaan ekosistem pesisir lebih menantang dibandingkan
dengan pengelolaan ekosistem di darat maupun di laut lepas. Hal ini dikarenakan
adanya sistem lingkungan alam yang kompleks, pemanfaatan yang sangat
beragam, dan kepemilikan. Di wilayah pesisir dan laut terdapat berbagai kegiatan
seperti konservasi, jasa wisata, pelayaran, dan transportasi, perikanan, industri
pertambangan, dan pencemaran lingkungan, sehingga dilihat dari berbagai macam
peruntukannya, wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat produktif
(Supriharyono 2000).
Masyarakat pesisir merupakan sekumpulan masyarakat yang hidup dan
mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas dan
bergantung pada pemanfaatan sumberdaya pesisir (Satria, 2002). Dalam kerangka
sosiologi, masyarakat pesisir memiliki karakterisik yang berbeda dengan
masyarakat agraris atau petani, perbedaan ini sebagian besar disebabkan karena
karakteristik sumberdaya yang menjadi input utama bagi kehidupan sosial
ekonomi mereka. Pola panen yang terkontrol memberikan petani pendapatan yang
dapat dikontrol. Sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka miliki dapat
ditentukan untuk mencapai hasil pendapatan yang mereka inginkan, sehingga
relatif lebih mudah untuk diprediksi terkait dengan ekspetasi sosial ekonomi
masyarakat. Berbeda halnya dengan masyarakat pesisir yang mata pencahariannya
didominasi oleh nelayan, pendapatan yang mereka inginkan tidak bisa dikontrol.
Nelayan juga menghadapi sumberdaya yang bersifat open acces dan beresiko
tinggi. Hal tersebut menyebabkan masyarakat pesisir sepeti nelayan memiliki
karakter yang tegas, keras, dan terbuka.

7
Dahuri, (2003) mengemukakan bahwa pada umumnya masyarakat pesisir
merupakan kelompok masyarakat yang relatif tertinggal secara ekonomi, sosial
dan budaya dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Amanah (2010)
juga menyatakan bahwa masyarakat pesisir terutama nelayan kecil, masih terbelit
oleh persoalan kemiskinan dan keterbelakangan. Sejalan dengan pernyataan
tersebut, Astono (2010) mengemukakan bahwa masyarakat nelayan di wilayah
Pekalongan, secara sosial ekonomi masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari, di mana satu-satunya sumberdaya sosial ekonomi yang dapat
diandalkan adalah ketidakpastian mendapatkan penghasilan dari kegiatan melaut.
Ekosistem wilayah pesisir dan lautan dipandang dari dimensi ekologis
memiliki empat fungsi bagi kehidupan umat manusia yaitu (1) sebagai penyedia
sumberdaya alam, (2) penerima limbah, 3) penyedia jasa-jasa pendukung
kehidupan manusia (life support services), (4) penyedia jasa-jasa kenyamanan
(amenity services) (Bengen, 2001). Mengingat peran penting wilayah pesisir bagi
kehidupan, program PDPT hadir untuk memperhatikan dan memanfaatkan potensi
sumberdaya alam dan lingkungan pesisir melalui beberapa kegiatan program.
Diperkirakan wilayah yang dihuni oleh masyarakat dengan karakteristik keluarga
yang khas ini, merupakan tumpuan bagi masa depan masyarakat pesisir.
Sumberdaya pesisir merupakan lokasi bagi beberapa kegiatan
pembangunan antara lain: (1) budidaya maupun tangkapan; (2) pariwisata (3)
industri; (4) pertambangan; (5) perhubungan dan (6) kegiatan konservasi seperti
mangrove, terumbu karang, dan biota laut lainnya. Pemanfaatan sumber daya
pesisir secara optimal dan terkendali dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
lokal dan memberikan kesejahteraan masyarakat pesisir. Beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa dalam mengelola sumberdaya pesisir masyarakat
cenderung tidak memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutannya,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Masydzulhak (2005), bahwa masih terjadi
eksploirasi dan eksploitasi terhadap pemanfatan sumberdaya pesisir yang
mengancam kapasitas keberlanjutan sumberdaya perikanan, selain itu berbagai
kasus pencemaran menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir belum
dilakukan secara optimal dan berkelanjutan.
Pengembangan Masyarakat
Pengembangan masyarakat saat ini menjadi cara popular bagi pemerintah,
pihak-pihak swasta maupun lembaga kemasyarakatan dalam mendorong
terjadinya perubahan sosial. Tujuan program pengembangan masyarakat yakni
untuk mengentaskan kemiskinan, mencari solusi persoalan social, serta mengatasi
konflik dalam masyarakat.
Rothman et., al (2001), mengembangkan tiga model pengembangan
masyarakat yakni:
a. Model pengembangan masyarakat lokal (Locality development approach)
Locality development approach (pengembangan masyarakat lokal)
beranggapan bahwa perubahan komunitas bisa terjadi optimal melalui partisipasi
luas dari berbagai spektrum masyarakat di tingkat lokal dalam menetapkan tujuan
dan aksi. Pengembangan Masyarakat Lokal pada dasarnya merupakan proses
interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial.
Model ini yang diharapkan mampu menciptakan kondisi sosial ekonomi yang

8
lebih baik dan kemajuan sosial bagi seluruh masyarakat melalui partisipasi aktif
serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Perubahan dalam masyarakat
melalui Pengembangan Masyarakat Lokal dapat dilakukan secara optimal apabila
melibatkan partisipasi aktif dari semua masyarakat di mana setiap anggota
masyarakat bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi
yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut melalui penggunaan prosedur
demokrasi dan kerjasama atas dasar kesukarelaan, keswadayaan, pengembangan
kepemimpinan lokal, peningkatan strategi kemandirian, peningkatan informasi,
komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat.
b. Model perencanaan sosial (Social Planning)
Model perencanaan sosial merupakan proses pemecahan masalah secara
teknis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan terhadap masalah
sosial tertentu, seperti: kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, kebodohan
dll. Selain itu, model Perencanaan Sosial ini mengungkap pentingnya
menggunakan cara perencanaan yang matang dan perubahan yang terkendali
yakni untuk mencapai tujuan akhir secara sadar dan rasional dan dalam
pelaksanaannya dilakukan pengawasan-pengawasan yang ketat untuk melihat
perubahan-perubahan yang terjadi.
Strategi dasar yang digunakan untuk memecahkan permasalahan adalah
dengan mengumpulkan atau menungkapkan fakta dan data mengenai suatu
permasalahan. Kemudian, mengambil tindakan yang rasional dan mempunyai
kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilaksanakan. Berbeda dengan
Pengembangan Masyarakat Lokal, Perencanaan Sosial lebih berorientasi pada
“tujuan tugas”. Sistem klien Pengembangan Masyarakat Lokal umumnya
kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantaged groups) atau
kelompok rawan sosial ekonomi, seperti para lanjut usia, orang cacat, janda, yatim
piatu, wanita atau pria tunasosial, dst.
c. Model aksi sosial (Social Action)
Model aksi sosial ini menekankan betapa gentingnya penanganan secara
terorganisasi, terarah, dan sistematis terhadap kelompok yang tidak beruntung,
juga meningkatkan kebutuhan yang memadai bagi masyarakat yang lebih luas
dalam rangka meningkatkan sumber atau perlakuan yang lebih sesuai dengan
keadilan sosial dan nilai-nilai demokratisasi. Suharto (1997) mengemukakan
bahwa aksi sosial merupakan model pengembangan masyarakat yang bertujuan
untuk melakukan perubahan-perubahan yang mendasar dalam kelembagaan dan
struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan (distrition of
power), sumber (distribution of resources) dan pengambilan keputusan
(distribution of decision making). Model aksi sosial didasari oleh suatu pandangan
bahwa masyarakat merupakan korban dari adanya ketidak adilan struktur. Dengan
kata lain bahwa masyarakat menjadi tidak berdaya karena disengaja oleh struktur
yang berlaku. Mereka miskin karena dimiskinkan, mereka lemah karena
dilemahkan, dan tidak berdaya karena tidak diperdayakan oleh kelompok elit
masyarakat yang menguasai sumber-sumber ekonomi, politik, dan
kemasyarakatan. Aksi sosial berorientasi pada tujuan proses dan tujuan hasil.
Masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran pemberdayaan dan tindakantindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip
demokratis, kemerataan (equality) dan keadilan (equity).

9
Konsep Sikap
Sikap (attitude) mempengaruhi manusia dalam berperilaku serta erat
kaitannya dengan efek dan perannya dalam pembentukan karakter dan sistem
hubungan antar kelompok. Sikap belum merupakan suatu tindakan, tetapi sikap
merupakan suatu faktor pendorong individu untuk melakukan tindakan.Fenomena
sikap yang timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan obyek yang sedang dihadapi
tetapi juga dengan kaitannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh
situasi di saat sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang
(Suharyat, 2009).
Spencer dan Spencer (1993) mengartikan sikap (attitude) sebagai “status
mental seseorang” atau "kesiapan untuk merespon suatu situasi tertentu. Sikap
berisikan komponen berupa cognitive (pengalaman, pengetahuan, pandangan, dan
lain-lain), affective (emosi, senang, benci, cinta, dendam, marah, masa bodoh, dan
lain-lain) dan behavioral/overt actions (perilaku, kecenderungan bertindak).
Suharyat (2009) mengemukakan bahwa setiap orang mempunyai sikap yang
berbeda-beda terhadap sesuatu obyek yang disebabkan oleh adanya perbedaan
dalam bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan dan situasi
lingkungan.
Azwar (2009) menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka
pemikiran. Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi
seperti Thurstone, Likert dan Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk
evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah
perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak
mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada obyek tersebut. Kedua,
kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre,
Mead dan Gordon Allport. Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan
semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan caracara tertentu.
Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan yang potensial untuk
bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus
yang menghendaki adanya respon. Ketiga, kelompok pemikiran ini adalah
kelompok yang berorientasi pada skema triadik (triadic schema). Menurut
pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan
konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku
terhadap suatu obyek.
Berdasarkan beberapa literatur di atas dapat disimpulkan bahwa sikap pada
dasarnya adalah kecenderungan individu menanggapi secara positif atau negatif
atas suatu program. Program pengembangan desa pesisir yang ditinjau dari
dimensi kognisi, afeksi dan konasi yang merupakan hasil dari proses sosialisasi
dan interaksi seseorang dengan lingkungannya, yang merupakan perwujudan dari
pikiran, perasaan seseorang serta penilaian terhadap obyek, yang didasarkan pada
pengetahuan, pemahaman, pendapat dan keyakinan dan gagasan-gagasan terhadap
suatu obyek sehingga menghasilkan suatu kecenderungan untuk bertindak pada
suatu obyek.
Walgito (2003) mengemukakan ciri sikap diantaranya (1) sikap tidak
dibawa sejak lahir, sehingga sikap individu dibentuk dan terbentuk, serta dapat
dipelajari. (2) sikap selalu berhubungan dengan obyek sikap, di mana terbentuk
atau dipelajari dalam hubungannya dengan obyek tertentu, yakni melalui proses

10
persepsi terhadap obyek tersebut. (3) sikap dapat tertuju pada satu atau
sekumpulan obyek, yakni apabila seseorang mempunyai sikap negatif pada orang
lain maka kecenderungan untuk menunjukkan sikap yang sama pada di mana
orang tersebut bergabung. (4) sikap dapat berlangsung lama atau sebentar. Artinya
apabila sikap telah terbentuk dan merupakan nilai dalam kehidupan maka sikap
tersebut akan bertahan lama, sebaliknya, sikap yang belum mendalam dalam diri
seseorang relatif akan mudah untuk di ubah. (5) sikap mengandung faktor
perasaan dan motivasi, motivasi juga memiliki peran dalam mendorong individu
untuk berperilaku terhadap obyek yang dihadapinya.
Kemampuan afektif berkaitan dengan minat dan sikap seseorang. Jika
kemampuan afektif tidak muncul atau tumbuh maka efek yang dimunculkan
adalah individu tidak dapat menyenangi atau mereson dengan baik obyek yang
disekitarnya. Bloom Krathwohl, et., al (Wicaksono 2011) membagi kemampuan
afektif ke dalam lima jenjang Taksonomi yaitu: (1) penerimaan (receiving), yakni
kepekaan seseorang dalam menerima stimulus dari luar yang datang kepada
dirinya. Atau dengan kata lain kemauan seseorang menerima keberadaan
fenomena di sekitarnya. (2) menanggapi (responding), mengandung arti “adanya
partisipasi aktif” dengan kata lain respon merupakan kemampuan yang dimiliki
seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu
dalam membuat reaksi terhadapnya. (3) Menilai atau Menghargai (valuing),
merupakan tingkatan sikap yang lebih tinggi dari receiving dan responding.
Valuing artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu
obyek atau kegiata, tidak hanya mampu menerima atau merespon fenomena tetapi
mampu untuk menilai baik atau buruk fenomena tersebut. (4) mengorganisasikan
(organization), yakni mempertemukan perbedaan nilai baru yang membawa pada
perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan
dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu
nilai dengan nilai yang lain. Sehingga organisasi dapat juga didefenisikan sebagai
pembentukan nilai. Tingkatan yang terakhir yakni (5) Karakterisasi berdasarkan
nilai (Characterization by Value) yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Proses internalisasi nilai atau karakterisasi merupakan hirarki tertinggi
dalam ranah afektif Bloom, di mana nilai tersebut telah tertanam dalam diri
individu, mempengaruhi emosi, dan menjad sebuah kebiasaan dalam diri
seseorang.
Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Sikap dapat diubah dengan berbagai cara, informasi yang diterima
seseorang akan mampu mengubah komponen pengetahuan dari sikap seseorang.
Sikap individu dipengaruhi oleh dua hal, yakni oleh lingkungan, dan unsur yang
datang dari dalam diri sendiri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Suranto
(1999), yang menyatakan bahwa sikap dipengaruhi oleh (a) faktor fisiologis,
mencakup umur (b) faktor pengalaman, di mana pengalaman buruk pada suatu
obyek akan memberikan sikap negatif pada obyek tersebut. (c) faktor komunikasi
sosial yang berbentuk informasi atau pengetahuan terhadap obyek.
Azwar (2009) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
sikap terhadap obyek antara lain; (a) Pengalaman pribadi, di mana pengalaman
akan meninggalkan kesan pada seseorang. Terjadinya hal yang kurang

11
menyenangkan mengakibatkan persepsi yang kurang positif, sehingga keterlibatan
yang ada sering merupakan partisipasi semu. Keadaan yang demikian apabila
sering terjadi akan berakibat pada sulitnya pencapaian tujuan program secara utuh
dan mantap. (b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting. (c) Kebudayaan, di
mana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap.
sikap cenderung diwarnai kebudayaan yang ada di daerahnya. Saifuddin (2000)
menyatakan bahwa kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita
terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota
masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individuindividu masyarakat asuhannya. (d) Media Massa, media masa elektronik maupun
media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan opini dan
kepercayaan seseorang. Pemberian informasi melalui media masa mengenai
sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap.
Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini
seseorang, serta memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap
terhadap hal tersebut. Penelitian Rini (2011) juga menemukan bahwa peran
media sebagai pemberi informasi berkaitan dengan adanya perubahan sikap
masyarakat. Media dapat menciptakan perubahan sikap yang diinginkan dari
penyebarluasan informasi. Media menghasilkan opini masyarakat yang terimbas
melalui sikap masyarakat itu sendiri. Perubahan sikap yang lebih baik atau lebih
tidak baik ditentukan oleh media sendiri. Mednick, Higgins dan Kirschenbaum
(Dayakisni dan Hudaniah 2003) menyebutkan bahwa pembentukan sikap
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu (a) Pengaruh sosial, seperti norma dan
kebudayaan, (b) Karakter kepribadian individu, (c) Informasi yang selama ini
diterima individu.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa sikap individu
dipengaruhi oleh faktor internal yang berasal dari dalam individu sendiri dan
faktor eksternal yang berasal dari luar individu. Sikap merupakan reaksi atau
respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi
terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan bereaksi
terhadap obyek di lingkungan.
Karakteristik Personal
Setiap individu dalam masyarakat pesisir memiliki karakteristik tersendiri
yang dapat dilihat dari sikap dan perilaku yang nampak dalam menjalankan
kegiatannya. Karakteristik individu atau personal merupakan bagian dari pribadi
yang melekat pada diri seseorang. karakteristik tersebut mendasari tingkah laku
seseorang dalam situasi kerja maupun situasi lainnya (Rogers dan Shoemaker,
1981). Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa karakteristik individu adalah
sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek
kehidupan, seperti umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial dan agama.
Selain itu Madrie 1986 juga mengemukakan bahwa beberapa indikator yang

12
menentukan karakteristik pribadi seseorang di antaranya tingkat pendidikan
formal, pengelaman, kekosmopolitan, serta nilai-nilai budaya.
Secara konseptual karakteristik personal adalah segala hal yang menjadi
ciri yang melekat pada seseorang yang dapat membedakan dengan individu
lainnya. Dalam penelitian ini karakteristik personal meliputi; umur, tingkat
pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah tanggungan, kekosmopolitan,
serta pengetahuan tentang program.
Umur
Umur seseorang berkaitan dengan tingkat kematangan fisik, sikap dan
mental. Hawkins 1986, mengemukakan bahwa umur, jenis kelamin, dan
pendidikan mempengaruhi perilaku seseorang. Umur menggambarkan
pengalaman dalam diri seseorang, umur merupakan suatu indikator umum tentang
kapan suatu perubahan akan terjadi sehingga terdapat keragaman tindakan
berdasarkan usia yang dimiliki. Berdasarkan taraf perkembangan individu
dikelompokkan pada usia balita, anak-anak, remaja, usia desawa, dan dewasa
lanjut. Havighurst 1972, mengemukakan pengelompokkan umur yakni, dewasa
awal pada usia 18-29 tahun, usia pertengahan pada usia 30-50 tahun, dan masa tua
yakni pada usia di atas 50 tahun.
Sehubungan dengan proses adopsi inovasi berdasarkan pada beberapa
penelitian, Soekartawi 1998, mengemukakan bahwa proses difusi inovasi paling
tinggi adalah pada petani yang berumur paruh baya. Petani yang berumur lanjut
memiliki kebiasaan kurang respon terhadap berbagai kegiatan perubahan atau
inovasi, petani yang lebih muda memiliki semangat lebih dalam menjalankan
kegiatan usahatani dan mencari pengalaman. Abdullah dan Jahi (2006) dalam
penelitiannya menemukan bahwa umur petani sayuran di Kota Kendari
berhubungan dengan tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan
usahatani sayuran. Sejalan dengan hal tersebut Batoa et.,al (2008) juga
menemukan bahwa umur memiliki hubungan dengan kompetensi petani rumput
laut di kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Tingkat Pendidikan Formal
Pendidikan menunjukkan tingkat inteligensi yang berhubungan dengan
daya pikir seseorang. Undang-und