Capital Social Analysis in National Park Management (Case Study in Kasepuhan Citorek Cibeber Sub-district Lebak District Banten Province)

(1)

ANALISIS SUMBERDAYA SOSIAL

DALAM PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN NASIONAL

(Studi Kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber

Kabupaten Lebak Provinsi Banten)

SEPTIAN WIGUNA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(2)

ANALISIS SUMBERDAYA SOSIAL

DALAM PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN NASIONAL

(Studi Kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber

Kabupaten Lebak Provinsi Banten)

SEPTIAN WIGUNA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(3)

RINGKASAN

SEPTIAN WIGUNA. Analisis Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional (Studi Kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten). Dibimbing oleh HARYANTO R. PUTRO

Kasepuhan Citorek merupakan salah satu kasepuhan yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Masyarakat Kasepuhan Citorek telah berinteraksi dan berada di sekitar kawasan taman nasional sejak zaman penjajahan Belanda pada abad ke-18. Daerah Citorek merupakan salah satu daerah pelarian anggota kerajaan Padjadjaran, yang kemudian membentuk komunitas yang disebut kasepuhan (Hanafi et al. 2004).

Keberadaan taman nasional menjadi bersinggungan dengan masyarakat karena adanya Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 175/Kpts.-II/2003 dalam hal penggunaan akses sumberdaya alam. Pengelolaan kawasan bersama masyarakat merupakan strategi pengelolaan yang tepat dengan bertujuan agar ekosistem kawasan tetap terjaga tanpa menekan tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-April 2012 di Kasepuhan Citorek. Data dikumpulkan melalui studi literatur, pengamatan berperanserta, wawancara semi terstruktur dengan 100 orang responden serta narasumber kunci berupa tokoh adat dan pihak pengelola TNGHS. Data dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif.

Menurut Dharmawan (2002) diacu dalam Margiati (2007) sumberdaya sosial didasari oleh tiga pilar penting yakni, kepercayaan, norma-norma sosial, dan jaringan sosial. Analisis dilakukan menggunakan Sustainable Livelihoods Approach (SLA) dengan memasukan salah satu aset livelihoods yakni sumberdaya sosial yang kemudian dihubungkan dengan kerentanan masalah yang ada untuk mencapai sebuah strategi pengelolaan. Tingkat kepercayaan masyarakat tinggi terhadap tokoh masyarakat, tokoh adat, dan sesama warga kasepuhan. Tingkat kepercayaan sedang terhadap pihak luar yang ada. Jaringan sosial yang terbangun tinggi untuk kerjasama antar warga kasepuhan, inisiatif penyelesaian konflik, dan keterbukaan dalam hubungan kerja. Jaringan sosial rendah untuk lembaga formal yang terbangun. Ketaatan terhadap norma yang ada seperti norma sosial, agama, adat, dan pemerintah secara keseluruhan tinggi yang mengindikasikan ketaatan masyarakat terhadap norma yang ada.

Analisis sumberdaya sosial menunjukan kemampuan masyarakat untuk dapat bekerjasama, memenuhi kebutuhan hidup, dan mematuhi aturan yang ada. Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan, Kasepuhan Citorek sulit menjadi studi kasus pengelolaan bersama masyarakat yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS). Namun, Kasepuhan Citorek dapat diarahkan kepada pengelolaan kawasan dengan menyertakan adat kasepuhan sebagai dasar pengambilan kebijakan pengelolaan.


(4)

SUMMARY

SEPTIAN WIGUNA. Capital Social Analysis in National Park Management (Case Study in Kasepuhan Citorek Cibeber Sub-district Lebak District Banten Province). Under Supervison of HARYANTO R. PUTRO.

Kasepuhan Citorek is one of kasepuhan that located in the region of Halimun Salak National Park (HSNP). Community of Kasepuhan Citorek have been interacting and were around the area of national park since colonization. Citorek is one of the runaway member of Padjadjaran region, who then formed a community called kasepuhan (Hanafi et al. 2004).

The existence of a national park to intersect with the community due to the Decree of Forestry Minister number 175/Kpts.-II/2003 in terms of access to use of natural resources. The management with the community is proper management strategywith the aim to keep the ecosystem area stay up without pressing the level of well-being of communities around the area.

This research was conducted in March-April 2012 in Kasepuhan Citorek. Data collected through the study of literature, useful observations, semi structured interviews with 100 respondents and key speakers, which are indigenous leaders and managers of HSNP. Data analyzed with descriptive qualitative analysis.

According to Dharmawan (2002) referenced in Margiati (2007) social resources based on three essential pillars; trust, social norms, and social networking. Analisys conducted using SLA by including one assets livelihoods namely social resource, then connected with the susceptibility of these problems to achieve a strategy management. Community have a high level of trust against community leaders, indigenous leaders, and fellow citizens of the kasepuhan. Level of trust to outsiders existing in medium rate. Social network are high for cooperation among residents of kasepuhan, conflict resolution, the initiative and transparency in employment relation. Social networking is in low rate for formal institutions. Adherence to existing norms as social norms, religion, customs, and the Government as a whole which indicates high adherence to the norms of society.

Social capital analisys indicates the ability of the community to be able to collaborate, meet their needs of life, and comply with existing rules. Based on the assessment has been carried out, Kasepuhan Citorek is hard being case studies of collaborative management between community and managers of HSNP. However, Kasepuhan citorek can be directed to the management of the HSNP, including traditions of kasepuhan as the basis of the management policies.


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional (Studi kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012

Septian Wiguna NIM. E34070029


(6)

Judul Skripsi : Analisis Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional (Studi kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten)

Nama : Septian Wiguna

NIM : E34070029

Menyetujui, Pembimbing

Ir. Haryanto R. Putro, MS. NIP. 19600928 198503 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul Analisis Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional (Studi kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB.

Skripsi ini menguraikan tentang sumberdaya sosial yang dimiliki masyarakat Kasepuhan Citorek dalam kaitannya dengan pengelolaan TNGHS. Penelitian difokuskan di wilayah Kasepuhan Citorek, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten. Analisis dilakukan menggunakan pendekatan livelihoods framework dengan memasukan salah satu aset livelihoods yakni sumberdaya sosial yang kemudian dihubungkan dengan kerentanan masalah yang ada untuk mencapai sebuah strategi pengelolaan. Analisis sumberdaya sosial menunjukan kemampuan masyarakat untuk dapat bekerjasama, kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan kemampuan masyarakat mematuhi aturan yang ada. Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan, Kasepuhan Citorek dapat diarahkan kepada pengelolaan kawasan dengan menyertakan adat kasepuhan sebagai dasar pengambilan kebijakan pengelolaan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS yang telah memberikan bimbingan hingga skripsi ini terselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Bogor,Agustus 2012


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka, pada tanggal 9 September 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Ir. Memen Suparman, MM dan Ibu Cucu Suharyati.

Penulis memulai jenjang pendidikan di TK Harapan Bangsa tahun 1994. Pada tahun 2001, penulis lulus dari SDN Ibu Jenab IV dan melanjutkan di SMPN 2 Cianjur hingga lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 1 Cicurug dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai Ketua Biro PSDM periode 2009/2010, menjadi Staf Departemen Politik, Kajian Strategis, dan Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa periode 2008/2009, menjadi beberapa ketua kepanitiaan dalam beberapa program kerja Himakova selama periode 2008-2010, salah satunya ekspedisi goa di Kelompok Pemerhati Goa (KPG) dan Greenentreupreneurship pada tahun 2008.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional (Studi kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten) dibawah bimbingan Ir. Haryanto R. Putro, MS.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya yang begitu besar sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis Ir. Memen Suparman, MM dan Cucu Suharyati berserta Gilang Ramadhan sang adik yang tidak terhingga terima kasih penulis sampaikan untuk mereka atas segala inspirasi dan motivasi juangnya untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Rakhmi Walidaini atas segala bentuk motivasi, masukan penulisan, dan waktunya selama penulis menjalani perkuliahan di KSHE. Terima kasih kebersamaannya.

4. Sahabat KOAK yang menjadi bagian cerita penulis selama menjalani perkuliahan di KSHE.

5. Fitri April Hosiana Hutajulu atas semangat dan dukungannya yang diberikan kepada penulis.

6. Junker Tangkaran angkatan 42, 43, 44, 45, dan 46 atas segala macam bentuk motivasi serta inspirasinya selama berada di Himakova.

7. Pak entis dan pak joni sebagai staf taman nasional di Resort Cibedug yang telah banyak membantu dalam pengambilan data serta kesediannya untuk menerima penulis selama kegiata pengambilan data di lapang.

8. Seluruh staf TU DKSHE dan Fahutan yang telah memberikan bantuan administasinya kepada penulis.

9. Semua pihak, sahabat, dan kerabat yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sampaikan satu persatu, terima kasih.


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xivv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

1.4 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

BAB II METODE PENELITIAN ... 6

2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 6

2.2 Alat dan Obyek Penelitian ... 6

2.3 Metode Pengumpulan Data ... 7

2.3.1 Studi Literatur ... 7

2.3.2 Pengamatan Berperanserta ... 7

2.3.3 Wawancara ... 7

2.4 Parameter, Variabel, dan Metode Pengumpulan Data ... 8

2.5 Metode Analisis Data ... 10

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 11

3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak ... 11

3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan ... 11

3.1.2 Topografi, geologi dan tanah... 12

3.1.3 Hidrologi ... 12

3.2 Kasepuhan Citorek ... 13

3.2.1 Sejarah ... 13


(11)

3.2.3 Kelembagaan ... 14

3.2.4 Sosial ekonomi masyarakat ... 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1 Unsur-unsur Livelihoods ... 16

4.1.1 Sumberdaya Manusia ... 16

4.1.2 Sumberdaya Alam ... 18

4.1.3 Sumberdaya Ekonomi ... 22

4.1.4 Sumberdaya Fisik ... 24

4.2 Unsur-unsur Sumberdaya Sosial ... 27

4.2.1 Kepercayaan ... 27

4.2.2 Jaringan Sosial ... 34

4.2.3 Norma sosial ... 40

4.2.4 Tindakan yang Pro Aktif ... 42

4.2.5 Kepedulian terhadap Sesama dan Lingkungan... 43

4.2.6 Kondisi Sosial Ekonomi ... 45

4.2.7 Potensi dan Aplikasi Sumberdaya Sosial ... 51

4.3 Hubungan Sumberdaya Sosial dengan pengelolaan kawasan ... 53

4.3.1 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Livelihoods Asset ... 53

4.3.2 Situasi dan Peranan Para Pihak dalam Mendorong Peningkatan Kapasitas Masyarakat ... 65

4.3.3 Pendayagunaan Kapasitas Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

5.1 Kesimpulan ... 81

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Parameter, variabel, dan metode-metode pengumpulan data ……… 9 2 Dasar penilaian terhadap variabel sub sumberdaya sosial pada

masyarakat Kasepuhan Citorek ………. 10 3 Daftar nama desa, jarak ke Ibukota Kecamatan dan luas desa di

wilayah Kasepuhan Citorek ………... 14 4 Pertumbuhan Penduduk Desa di Wewengkon Kasepuhan Citorek

(1990, 1997, dan 2006) ………... 15 5 Luas tanah masing-masing desa menurut penggunaannya di

Kasepuhan Citorek ………... 19 6 Sumberdaya ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek ………. 22 7 Bentuk-bentuk kepercayaan dan persepsi masyarakat Kasepuhan

Citorek ………... 30 8 Perubahan-perubahan kebiasaan adat Kasepuhan Citorek ………… 32 9 Kelompok tani yang terdapat di masing-masing desa di Kasepuhan

Citorek ………... 34 10 Bentuk-bentuk jaringan sosial dan persepsi masyarakat Kasepuhan

Citorek ………... 37 11 Bentuk-bentuk ketaatan terhadap norma yang ada dan persepsi

masyarakat Kasepuhan Citorek ………. 41 12 Jumlah penduduk, luas dan kepadatan penduduk Kasepuhan

Citorek menurut desa …….……… 47

13 Mata pencaharian penduduk Kasepuhan Citorek ……….. 48 14 Tingkat pendidikan penduduk Kasepuhan Citorek ………... 49 15 Jumlah sekolah TK, SD/MI, SLTP/MTS, dan SMA/MA negeri dan

swasta di Kasepuhan Citorek ………. 50 16 Jumlah Posyandu, Kader, dan Kader aktif di Kasepuhan Citorek …. 51 17 Unsur sumberdaya sosial dan potensi pengembangannya …………. 51 18 Potensi produk pertanian Kasepuhan Citorek di masing-masing


(13)

19 Persentase pengetahuan masyarakat mengenai keberadaan hutan adat dan tata aturannya, keberadaan, status serta fungsi TNGHS …. 58 20 Pembagian pranata sosial di Kasepuhan Citorek ………... 60 21 Kegiatan masyarakat Kasepuhan Citorek yang berpengaruh

langsung dan berpotensi berpengaruh berdasarkan aspek

sumberdaya ……… 75

22 Potensi pendayagunaan sumberdaya sosial yang dapat dimobilisasi dalam pengelolaan kawasan taman nasional ………. 79


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Kerangka pikir penelitian ……….. 4

2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS ………….. 6 3 Peta lokasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak ……….. 12 4 Kerangka Sustainable Livelihood Approach (SLA) ……….. 16 5 Sarana dan prasarana fisik yang terdapat di Kasepuhan Citorek …. 25 6 Kelembagaan adat Kasepuhan Citorek ……….. 36 7 Kegiatan gotong royong yang dilakukan di desa Citorek Tengah …. 42 8 Peta pembagian Wewengkon Kasepuhan Citorek ………. 45 9 Grafik perbandingan dua desa (Citorek Sabrang dan Citorek Timur)

dalam tingkat pendidikan ……….. 49

10 SDN 2 Citorek Tengah ……….. 50


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Panduan wawancara masyarakat adat ……… 87

2 Kuisioner masyarakat adat ………. 90


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengelolaan taman nasional tidak akan lepas hubungannya dengan masyarakat sebagai ukuran keberhasilan dan faktor kontrol suatu pengelolaan kawasan. Elemen masyarakat menjadi penting dalam sebuah pengelolaan kawasan taman nasional karena memiliki peran ekologis tersendiri yang telah menjadi kebiasaan yang mengakar turun temurun. Kebiasaan tersebut diadopsi melalui proses yang panjang dan melembaga hingga akhirnya lahirlah aturan-aturan adat dalam kaitannya dengan interaksi masyarakat dan sumberdaya alam.

Kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang berada di sekitar taman nasional telah menjadi satu bagian keberlanjutan dari sistem ekologis yang terbentuk secara alami melalui proses yang panjang. Kebiasaan tersebut pada umumnya diartikan sebagai kearifan lokal masyarakat. Menurut Ridwan (2007) kearifan lokal merupakan pengetahuan eskplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai.

Masyarakat Kasepuhan Citorek yang merupakan salah satu kasepuhan yang berada di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) pun telah berinteraksi dengan kawasan taman nasional dan berada di dalam kawasan sejak zaman penjajahan masih berlangsung. Menurut sejarahnya yang dipaparkan oleh Hanafi et al. (2004) menyatakan bahwa, pada tahun 1579, merupakan puncak berakhirnya keberadaan Kerajaan Sunda Padjadjaran akibat serangan dari Kesultanan Banten. Sekitar 800 anggota Kerajaan Sunda Padjadjaran melarikan diri ke daerah sekitar kawasan Halimun. Daerah Citorek yang merupakan pelarian kerajaan yang membentuk komunitas yang disebut dengan Kasepuhan (Hanafi et al. 2004).


(17)

Pada prosesnya dari mulai terbentuknya kasepuhan hingga sekarang kebiasaan dalam bentuk adat hanya sebagian kecil yang masih dijalankan. Menurut Khalil (2009) hal tersebut disebabkan oleh sifat terbukanya masyarakat kasepuhan dengan dunia luar. Kearifan lokal pun yang ada sejak dulu perlahan mulai memudar. Balai TNGHS dalam hal ini sebagai pihak yang berwenang untuk kawasan perlu memperhatikan perubahan tersebut dalam pengertian pengaruh/dampak terhadap kawasan. Balai TNGHS dirasa perlu mempertimbangkan berbagai aspek agar masyarakat Kasepuhan Citorek tetap menjadi bagian dari rencana pengelolaan kawasan yang berkelanjutan. Pengelolaan kawasan yang berkelanjutan dalam hal ini ialah pengelolaan yang dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasannya sekaligus dapat menjaga kelestarian kawasan.

Pendekatan kehidupan yang berkelanjutan Sustainable Livelhood Approach (SLA) merupakan salah satu pendekatan sosial yang menempatkan masyarakat pada fokusnya.Hal tersebut diartikan dalam kaitannya dengan membangun relasi subyek-subyek people-centered dimana komunitas miskin (dianggap/diasumsikan atau dipersepsikan miskin) merupakan subyek yang konsep pengalamannya dibuatkan sebuah kerangka acuan (Saragih et al. 2007). Pendekatan ini dianggap menjadi sebuah jawaban disaat pendekatan melalui jalur regulasi kebijakan kawasan yang ada tidak dapat dijalankan. Elemen masyarakat yang sangat penting dalam pengelolaan sebuah kawasan taman nasional memberi ruang bagi penelitian ini untuk berusaha membangun faktor sinergi dalam mewujudkan pengelolaan kawasan yang berkelanjutan antara masyarakat dan kawasan. Dalam penelitian ini, SLA dibatasi pada ruang-ruang sosial yakni sumberdaya sosial (social capital). Sumberdaya sosial pada kerangka acuan SLA merupakan salah satu aset hidup suatu masyarakat pada umumnya.

Konsep social capital masyarakat Kasepuhan Citorek ini perlu diidentifikasi dan dianalisis melalui SLA. Konsep dan pendekatan tersebut digunakan pada masyarakat Kasepuhan Citorek untuk menghasilkan sebuah kesimpulan yang dapat dipakai di tingkat pengelolaan taman nasional. Hal ini dilakukan untuk mendukung kelestarian kawasan yang berkelanjutan dan beriringan dengan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan.


(18)

1.2 Tujuan

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan untuk mencapai sebuah pengelolaan yang berkelanjutan, diantaranya:

1. Mengetahui partisipasi sumberdaya sosial masyarakat Kasepuhan Citorek. 2. Mengetahui pengaruh sumberdaya sosial masyarakat Kasepuhan Citorek dalam

pengelolaan kawasan TNGHS.

3. Mengetahui faktor yang menentukan strategi penguatan kapasitas masyarakat Kasepuhan Citorek dalam pengelolaan taman nasional.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini secara umum ialah untuk mewujudkan pengelolaan yang sinergis antara pengelolaan kawasan TNGHS dengan masyarakat sekitar kawasan. Secara khusus penelitian ini diharapkan memberikan gambaran sosial sebagai acuan pengelolaan jangka menengah atau panjang kawasan TNGHS. Selebihnya manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan belajar bagi peneliti yang memiliki minat terhadap sosial masyarakat di sekitar kawasan.


(19)

1.4 Kerangka Pikir Penelitian

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian. Kemantapan Pengelolaan Kawasn

Ruang pengelolaan Kawasan

Bisa didukung Tidak bisa didukung Bertentangan Platform masyarakat Relasi

Kelembagaan Organisasi

Strategi

Basis Sumberdaya Alam Basis non Sumberdaya Alam Hasil-hasil Livelihoods

Bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1990 Pasal 21 dan Pasal 33, PP No. 68 Tahun 1998 Pasal 44 dan Kepres No. 32 Tahun 1990

Sebagian besar wilayah masyarakat Kasepuhan Citorek merupakan Enclave TNGHS yakni sebesar 2.000 Ha (Moniaga

2006)

Tingkat ketergantungan terhadap kawasan tergolong masih tinggi salah satunya tambang emas. 29% dari 347 penambang di

kabupaten Lebak berasal dari Citorek (Suhaeri 1994).

Merupakan potensi ancaman terhadap kawasan TNGHS dalam

jangka panjang.

Pendekatan Kebijakan Pendekatan Sosial


(20)

Masyarakat Kasepuhan Citorek berada di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Keberadaan kasepuhan yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan memberikan pengaruh langsung terhadap kawasan dari ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya alamnya. Ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan adalah emas yang dikelola secara tradisional. Tingkat ketergantungan terhadap kawasan tergolong masih tinggi salah satunya tambang emas. 29% dari 347 penambang di kabupaten Lebak berasal dari Citorek (Suhaeri 1994).

Penelitian dilakukan untuk menjadi dasar pengelolaan BTNGHS dalam jangka panjang. Pendekatan dilakukan melalui dua cara yakni pendekatan kebijakan oleh BTNGHS dan pendekatan sosial melalui Sustainable Livelihoods Approach (SLA). SLA memiliki 5 elemen kajian yakni sumberdaya sosial, sumberdaya manusia, sumberdaya ekonomi, sumberdaya fisik, dan sumberdaya alam. Fokus penelitian hanya pada sumberdaya sosial sebagai dasar pengelolaan BTNGHS dan fokus kajian lainnya dilakukan dengan studi literatur sebagai data pendukung.

SLA dipengaruhi oleh 3 hal penting dalam prosesnya, yakni relasi, organisasi, dan kelembagaan. Hal tersebut yang dapat memberikan perubahan terhadap situasi sosial yang ada dalam masyarakat Kasepuhan Citorek. Perubahan tersebut dikaji dengan melihat kecenderungan masyarakat dalam keseharian serta hasil studi literatur yang ada. Tahap selanjutnya adalah melihat potensi-potensi sosial yang ada untuk dapat dimobilisasi ke arah pengelolaan kawasan taman nasional. Potensi tersebut didasarkan pada pemanfaatan masyarakat yang berbasis sumberdaya alam dan non sumberdaya alam. Hasil-hasil pemetaan potensi pemanfaatan tersebut disinergikan dengan kebijakan yang ada dalam taman nasional sehingga diharapkan kemantapan pengelolaan dapat terwujud antara taman nasional dengan masyarakat Kasepuhan Citorek secara khusus.


(21)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012. Pengumpulan data sosial masyarakat dilaksanakan di Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Sedangkan data mengenai pengelolaan TNGHS dikumpulkan di Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), kantor seksi, atau di kantor resort. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.

Sumber: Khalil (2009)

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS. 2.2 Alat dan Obyek Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain perekam suara, kamera, panduan wawancara, serta alat tulis. Sedangkan obyek penelitian yang dikaji antara lain masyarakat Kasepuhan Citorek serta pengelola kawasan taman nasional itu sendiri.


(22)

2.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi literatur, pengamatan berperanserta dan wawancara. Metode tersebut digunakan secara kombinasi untuk mendapatkan data di lokasi penelitian.

2.3.1 Studi Literatur

Studi literatur dilakukan melalui penulusuran dokumen dan pustaka. Penulusuran dokumen dalam hal ini seperti sistem zonasi TNGHS, rencana pengelolaan TNGHS 5-25 tahun kedepan, dan rencana BTNGHS dalam pemberdayaan masyarakat khusunya Kasepuhan Citorek. Pustaka dalam hal ini berkaitan dengan data-data dasar yang mendukung konsep social capital serta data-data pendukung lainnya yang berkaitan dengan sistem pengelolaan taman nasional.

2.3.2 Pengamatan Berperanserta

Pengamatan berperanserta merujuk pada proses studi yang mengkaji interaksi sosial antara peneliti dan subyek penelitiannya dalam lingkungan subyek penelitian itu sendiri (Agusta 2003). Pengamatan berperanserta akan dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai kondisi terkini Kasepuhan Citorek berupa konsep adat yang masih dilaksanakan, interaksi masyarakat dengan sumberdaya alam di kawasan taman nasional, elemen-elemen yang terdapat di Kasepuhan Citorek dan pengaruhnya, serta potensi sumberdaya sosial dalam hal peran sertanya dalam pengelolaan kawasan. Pengamatan ini pun dapat digunakan untuk melihat kondisi wilayah kerja BTNGHS dalam mengelola kawasan khususnya di Kasepuhan Citorek.

2.3.3 Wawancara

Wawancara dilakukan melalui wawancara semi terstruktur, terstruktur dan mendalam. Wawancara mendalam dilakukan kepada narasumber kunci untuk mendapatkan acuan wawancara, baik untuk penentuan narasumber selanjutnya maupun untuk acuan pemahaman masyarakat. Penentuan ukuran sampel menggunakan teknik penentuan ukuran contoh memakai rumus Slovin. Sampel yang diambil meliputi masyarakat Kasepuhan Citorek yang berada di lima desa, yaitu Citorek Tengah, Citorek Timur, Citorek Barat, Citorek Kidul dan Citorek Sabrang.


(23)

Penggunaan teknik penentuan ukuran sampel menggunakan rumus Slovin ialah mendapatkan nilai pendugaan proporsi populasi untuk mendapatkan asumsi persentase ketepatan data 95%. Selain itu nilai galat yang digunakan dalam rumus slovin diberi kebebasan bagi peneliti:

Rumus Slovin :

=

( ) dimana

:

n : Ukuran Sampel N: Jumlah total populasi

e : Persentase toleransi nilai pendugaan galat

Teknik penentuan responden dilakukan menggunakan teknik purposive random sampling. Penentuan responden pertama dengan menggunakan teknik tersebut dilakukan secara purposif sedangkan penentuan responden selanjutnya dilakukan secara random.

2.4 Parameter, Variabel, dan Metode Pengumpulan Data

Parameter, variabel, dan metode pengumpulan data yang dilakukan dan dikaji adalah sebagai berikut:

a. Sosial ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek dalam hubungannya dengan potensi pemberdayaan masyarakat yang dapat diterapkan.

b. Platform kehidupan masyarakat Kasepuhan Citorek yang terbangun atau yang telah menjadi patron di dalamnya.

c. Rencana pengelolaan TNGHS dengan masyarakat Kasepuhan Citorek, baik yang telah, sedang, dan akan dilakukan.

Parameter, variabel, serta metode pengumpulan data tersebut dijelaskan pada Tabel 1. Dasar penilaian terhadap variabel sub sumberdaya sosial pada masyarakat Kasepuhan Citorek, yaitu kepercayaan, norma sosial, dan jaringan sosial dijelaskan pada Tabel 2.


(24)

Tabel 1 Parameter, variabel, dan metode-metode pengumpulan data

Variabel Parameter Metode

pengumpulan data Data dasar kependudukan masyarakat Kasepuhan Citorek

Sosial ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek

 Jumlah, komposisi, kepadatan penduduk  Sejarah Kasepuhan Citorek

 Sumber mata pencaharian utama dan sampingan

 Tingkat pendidikan masyarakat Kasepuhan Citorek

Penelusuran dokumen dan Wawancara

terstruktur

Platform Masyarakat Kasepuhan Citorek

Human Capital  Kesehatan  Kecukupan Gizi  Tingkat Pendidikan  Pengetahuan & keterampilan  Kapasitas untuk bekerja  Kapasitas untuk beradaptasi

Wawancara terstruktur dan

Pengamatan

Natural Capital  Tanah & produksinya  Air & Sumberdaya lairnya  Interaksi dengan alam

Penulusuran dokumen dan Wawancara semi

terstruktur Financial Capital  Tabungan

 Kredit baik formal maupun informal (LSM)  Kiriman dari keluarga yang bekerja di luar

daerah  Dana pensiun  Upah atau gaji

Wawancara terstruktur

Physical Capital  Infrastruktur

oJaringan transportasi (jalan)

oGedung-gedung pendidikan & keagaman oSarana kebersihan & air bersih

oAlokasi sumber energi oJaringan komunikasi  Teknologi & alat-alat

oAlat-alat & peralatan produksinya oBibit, pupuk, atau penggunaan pestisida oTeknologi tradisional

Pengamatan dan Wawancara

terstruktur

Social Capital  Jaringan dan hubungan kemasyarakatan oPatron yang terbangun

oKerukunan antar tetangga oKondisi hubungan antar keluarga

 Hubungan yang berbasis rasa saling percaya dan saling mendukung

 Identifikasi Kelompok formal dan informal (contoh: Kelompok tani)

 Peraturan umum dan sanksi (aturan adat)  Keterwakilan aspirasi

 Mekanisme berpartisipasi didalam proses pengambilan keputusan

Wawancara semi terstruktur

Data pendukung rencana pengelolaan atau kebijakan TNGHS

Rencana pengelolaan masyarakat dalam ruang kebijakan TNGHS

 Rencana pengelolaan wilayah taman nasional (wilayah Kasepuhan Citorek)  Sistem zonasi TNGHS (Wilayah

Kasepuhan Citorek)

 Rencana pengelolaan masyarakat 5-25 tahun kedepan

 Rencana BTNGHS dalam pemberdayaan masyarakat

Wawancara semi terstruktur dan Penulusuran dokumen


(25)

Tabel 2 Dasar penilaian terhadap variabel sub sumberdaya sosial pada masyarakat Kasepuhan Citorek

Sub Sumberdaya

Sosial Variabel Parameter

Kepercayaan

Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap tokoh masyarakat

Tinggi = Tinggi Kadang-kadang = Sedang

Rendah = Rendah Tingkat ketaatan adat

Tingkat kepercayaan terhadap pemilikan bersama

Tingkat penerimaan program dari pihak luar

Jaringan Sosial

Intensitas bekerjasama

Tinggi = Tinggi Kadang-kadang = Sedang

Rendah = Rendah Keikutsertaan terhadap lembaga yang ada

Motivasi untuk menyelesaikan konflik Tingkat hubungan kerja

Norma Sosial

Kepatuhan terhadap norma sosial

Tinggi = Tinggi Kadang-kadang = Sedang

Rendah = Rendah Kepatuhan terhadap norma agama

Kepatuhan terhadap norma adat

Kepatuhan terhadap aturan atau kebijakan

2.5 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan ialah analisis deskriptif kualitatif yang berupa kata-kata lisan atau tulisan tentang tingkah laku manusia yang dapat diamati (Taylor & Bogdan 1984). Terdapat tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, panyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman 1992). Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Agusta 2003).


(26)

BAB III

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan

Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-II/1992. Kawasan ini sebelumnya merupakan kawasan Cagar Alam Gunung Halimun. Tanggung jawab pengelolaan untuk sementara diserahkan kepada Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 1544/DJ-VI/TN/1992.

Pada tahun 1997, Menteri Kehutanan pengelola Surat Keputusan No. 185/Kpts-II/1997 menetapkan organisasi pengelola TNGH menjadi Unit Pengelola Teknis (UPT) tersendiri setingkat eselon III dengan nama Balai Taman Nasional Gunung Halimun yang meliputi tiga Sub seksi yaitu, Sub Seksi Gunung Halimun Utara, Sub Seksi Gunung Halimun Selatan, dan Sub Seksi Gunung Sangga Buana. Pada tanggal 10 Juni 2002, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 tentang organisasi dan tata kerja Taman Nasional, BTNGH sebagai taman nasional tipe C mengalami perubahan struktur organisasi. BTNGH terdiri dari tiga Seksi Konservasi wilayah (SKW), yaitu SKW I Cikotok, SKW II Nanggung, dan SKW III Pasir Bandera.

Pada awalnya, TNGH meliputi areal seluas 40.000 Ha, kemudian diperluas menjadi 113.357 Ha. Hal ini didasari oleh Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003 tentang penunjukan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Perluasan kawasan TNGHS ini sebagian besar berasal dari kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas Perhutani.

TNGHS terletak diantara 106012’-106046’ BT dan 6032’-6055’ LS. TNGHS termasuk ke dalam tiga kabupaten dan dua provinsi, yaitu Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi di Provinsi Jawa Barat serta Kabupaten Lebak di Provinsi Banten. Kawasan TNGHS berbatasan dengan 9 enclave, 3 enclave di wilayah timur, 4 enclave di wilayah utara, dan 2 enclave di wilayah timur laut. Enclave


(27)

tersebut secara hukum terletak diluar kawasan TNGHS. Lokasi TNGHS ditunjukkan pada Gambar 3.

Sumber: www.tnhalimun.go.id/accesmap.htm

Gambar 3 Gambar lokasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak. 3.1.2 Topografi, geologi dan tanah

Kawasan TNGHS sebagian besar terletak pada ketinggian 1000-1400 mdpl. Kawasan TNGHS termasuk kawasan perbukitan dengan 75,7% luas areal memiliki kemiringan lebih dari 45%.

Kawasan ini merupakan rangkaian gunung berapi bagian selatan. Kawasan TNGHS terdiri atas 12 tipe tanah dan dapat digolongkan dalam 2 kelompok yaitu Andosol dan Latosol. Jenis tanah ini cocok untuk pertanian karena memiliki sifat-sifat fisik yang cukup bagus tetapi miskin kesuburan kimiawi. Tanah dan batuan di kawasan Gunung Halimun mempunyai porositas dan permeabilitas yang baik. Sebagai daerah tangkapan air hujan kawasan ini peka terhadap erosi. Tekstur tanah umumnya didominasi oleh partikel seukuran debu yang mudah terurai, sifat-sifat tanah yang menunjukan adanya evolusi tanah dari vulkanik tua dan sebenarnya sedang mengalami transisi dari Andosol dan Latosol.

3.1.3 Hidrologi

Terdapat 11 sungai utama yang mengalir dari kawasan ini. Sungai-sungai tersebut selalu berair meskipun pada musim kering. Di bagian utara Halimun terdapat 3 sungai penting yaitu Sungai Ciherang/Ciujung, Sungai Cidurian, dan Sungai Cikaniki/Cisadane. Sungai-sungai ini bermuara di Laut Jawa antara


(28)

Jakarta dan Serang. Sungai-sungai yang mengalir ke Selatan umumnya lebih kecil dan deras karena jaraknya ke laur lebih pendek. Sungai-sungai tersebut bermuara di Samudera Hindia antara Pelabuhan Ratu dan Bayah.

3.2 Kasepuhan Citorek 3.2.1 Sejarah

Kasepuhan Citorek merupakan salah satu kasepuhan yang berada dalam kawasan TNGHS. Kasepuhan Citorek termasuk dalam Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul yang dalam kesehariannya menjalankan pola perilaku sosio-budaya tradisional yang mengacu pada karakteristik budaya sunda pada abad ke-18 (Asep 2000). Para leluhur mereka yang membentuk komunitas kasepuhan adalah para pemimpin laskar Kerajaan Padjadjaran yang mundur ke daerah selatan karena kerajaan mereka berhasil dikuasai Kesultanan Banten pada abad ke 16. Pusat Kasepuhan Citorek pada awalnya terletak di Kampung Guradog, Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Pusat kasepuhan kemudian pindah pada tahun 1946 ke wilayah Citorek karena perintah leluhur. Penamaan Citorek didasarkan pada cerita bahwa pada saat rombongan leluhur pindah dan sampai ke wilayah tersebut, mereka tidak menyadari adanya sungai berair deras di tempat mereka beristirahat. Mereka menyebut sungai tersebut sebagai Sungai Citorek, dimana ci berarti air atau sungai dan torek berarti tuli.

3.2.2 Pembagian desa dan luas

Pusat kelembagaan adat Masyarakat Kasepuhan Citorek berada di Desa Citorek Timur. Desa ini merupakan satu dari lima desa yang berada di wilayah Kasepuhan Citorek. Wilayah adat Kasepuhan Citorek meliputi lima desa, yaitu Desa Citorek Tengah, Desa Citorek Timur, Desa Citorek Barat, Desa Citorek Kidul, dan Desa Citorek Sabrang. Adapun letak geografis, luas, dan jarak dari Desa ke Ibukota Kecamatan dan Ibukota Kabupaten Kasepuhan Citorek seperti pada Tabel 3.


(29)

Tabel 3 Daftar nama desa, jarak ke Ibukota Kecamatan dan luas desa di wilayah Kasepuhan Citorek

No. Nama Desa Jarak ke Ibukota

Kecamatan (km)

Jarak ke Ibukota Kabupaten (km)

Luas (ha)

1. Citorek Tengah 31 168 2.223

2. Citorek Timur 31 168 1.712

3. Citorek Kidul 22 171 2.112

4. Citorek Barat 30 186 2.222

5. Citorek Sabrang 22 307 1.698

3.2.3 Kelembagaan

Kasepuhan Citorek dipimpin oleh empat unsur pimpinan, yaitu kokolot, jaro adat, penghulu, dan baris kolot. Kokolot merupakan pimpinan tertinggi dalam kasepuhan. Jaro adat merupakan pimpinan adat dalam masalah pemerintahan dan hubungan dengan pemerintahan negara. Penghulu merupakan pimpinan dalam masalah keagamaan. Baris Kolot merupakan pekerja atau pegawai kasepuhan dan merupakan kokolot lembur (kampung). Selain keempat unsur tersebut masih terdapat upacara adat. Semua pimpinan kasepuhan merupakan orang-orang yang dipilih berdasarkan keturunan bukan karena proses pemilihan.

3.2.4 Sosial ekonomi masyarakat

Masyarakat kasepuhan merupakan masyarakat Sunda yang cukup terbuka terhadap dunia luar, sepanjang tidak bertentangan dengan adat. Keterbukaan tersebut secara struktural sosial merupakan respon adaptif dari integritas sistem kekerabatan, pemerintahan adat, dan ekonomi kasepuhan sehingga dapat membentuk suatu equilibrium baru tanpa meninggalkan tatanan adat yang sudah melembaga (Asep 2000).

Beberapa aturan yang masih dilaksanakan antara lain dalam cara berpakaian (penutup kepala dari kain bagi kaum pria), bentuk lumbung padi (masih mempertahankan bentuk leuit), pola bercocok tanam (masih mengikuti tradisi leluhur, yaitu bercocok tanam secara serentak, satu tahun sekali berdasarkan perhitungan kalender kasepuhan), dan adanya upacara adat yang mengiringi setiap tahapan kegiatan pertanian. Adapun bentuk keterbukaan yang ada antara lain bentuk rumah yang mulai menggunakan bentuk rumah masyarakat pada umumnya, adanya perdagangan hasil pertanian dan masuknya beberapa fasilitas umum seperti listrik, angkutan umum, dan sebagainya.


(30)

Data kependudukan dari BPS Kabupaten Lebak menunjukan jumlah dan kepadatan penduduk di Kasepuhan Citorek memiliki kecenderungan yang meningkat. Pertumbuhan penduduk tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Pertumbuhan Penduduk Desa di Wewengkon Kasepuhan Citorek (1990, 1997, dan 2006)

No. Desa Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km

2

)

1990 1997 2006 1990 1997 2006

1. Citorek 4.564 4.671 4.903 97 99 104

2. Ciparay 3.128 3.507 3.682 71 79 83

3. Ciusul 1.677 1.696 1.755 48 49 51

Total 9.369 9.874 10.340 74 78 82

Sumber: BPS Kabupaten Lebak (1991,1998, 2007) diacu dalam Khalil (2009)

Pertumbuhan penduduk di tiga desa yang sebagian wilayahnya masuk dalam wewengkon Kasepuhan Citorek pada kurun waktu 1990–2006 adalah sebesar 10,36% atau sebesar 0,62% per tahun. Pada tahun 1990, jumlah penduduk di tiga desa tersebut adalah 9.369 jiwa dengan kepadatan 74 jiwa/km2. Jumlah penduduk naik 5,39% pada tahun 1997 menjadi 9.874 jiwa dengan kepadatan 76 jiwa/km2. Pada tahun 2006, jumlah penduduk naik 4,72% menjadi 10.340 jiwa dengan kepadatan 79 jiwa/km2 (Khalil 2009). Menurut BAPPEDA (2006), sumber penghasilan utama masyarakat di Kasepuhan Citorek adalah pertanian. Produk unggulan Desa Citorek adalah cengkeh, sedangkan produk unggulan Desa Ciparay dan Desa Ciusul adalah padi.


(31)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Unsur-unsur Livelihoods

Secara etimologis makna kata livelihoods meliputi aset atau modal (alam, manusia, finansial, sosial, dan fisik) dan aktifitas dimana akses atas aset tersebut dimediasi oleh suatu kelembagaan dan relasi sosial yang secara terpadu mendikte hasil-hasil yang diperoleh individu maupun keluarga. Kata akses didefinisikan sebagai aturan dan norma sosial yang mengatur atau mempengaruhi kemampuan yang berbeda antara orang yang memiliki, mengontrol, mengklaim atau menggunakan sumberdaya seperti penggunaan lahan di desa atau komunitas kampung (Saragih et al. 2007).

Sumber : Departement for International Development of the United Kingdom diacu dalam Serrat (2008)

Gambar 4 Kerangka Sustainable Livelihood Approach (SLA).

4.1.1 Sumberdaya Manusia

Pengetahuan dan keterampilan masyarakat Kasepuhan Citorek pada dasarnya memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Namun, harus diarahkan ke dalam aspek ekonomi. Keterampilan tersebut berupa kerajinan seperti iket kepala yang


(32)

menjadi ciri khas masyarakat Halimun secara umum, tempat nasi, serta caping untuk bersawah. Caping tersebut terbuat dari rotan dan merupakan salah satu ciri khas yang jarang ditemukan di tempat lain karena bentuknya yang unik. Kerajinan tersebut dapat dikembangkan menjadi sebuah souvenir Kasepuhan Citorek, walaupun keuntungannya tidak terlalu besar apabila dikerjakan dengan skala kecil. Namun, dengan tetap memproduksi barang atau alat tradisional tersebut dapat menjaga kelestarian budaya Kasepuhan Citorek. Perbedaannya terletak pada pemanfaatannya, apabila pendahulu Kasepuhan Citorek memakai alat kerajinan tersebut memang untuk kebutuhan hidup yang dipakai, saat ini kerajinan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara menjualnya.

Selain kerajinan tangan yang dapat dijadikan alternatif mata pencaharian masyarakat Kasepuhan Citorek, produksi padi pun dapat menjadi komoditi dengan nilai jual yang tinggi. Hingga saat ini Kasepuhan Citorek masih memegang sistem pertanian tradisional dengan masa panen setahun sekali. Disamping segala kekurangan pemenuhan kebutuhan dari hasil padi tersebut, pada dasarnya masyarakat dapat memanfaatkan potensi yang baik pada hasil panen padi. Padi hasil panen Kasepuhan Citorek memiliki nilai jual ekonomis yang sangat tinggi di dunia kuliner. Padi Kasepuhan Citorek dikenal dengan beras merah yang memiliki harga jual lebih tinggi dari beras putih pada umumnya. Apabila masyarakat dapat memanfaatkan potensi dan peluang yang untuk kemudian masyarakat melakukan swasembada pangan khusus padi, maka kesejahteraan masyarakat pun dapat terjamin walaupun sudut pandang kesejahteraan sangat luas. Namun, kebutuhan dasar masyarakat akan terjamin.

Aspek lain dari sumberdaya manusia Kasepuhan Citorek adalah kesehatan. Wawancara secara acak dilakukan untuk mengetahui kondisi sebagian besar warga Kasepuhan Citorek. Berdasarkan hasil wawancara tersebut didapat bahwa kondisi kesehatan masyarakat Kasepuhan Citorek secara umum adalah sehat. Penyakit yang diderita masyarakat berdasarkan hasil wawancara pada umumnya berupa sakit maag karena sering terlambat makan dan demam karena flu. Penyakit lain yang masuk kategori parah adalah radang lambung. Kesulitan biaya menjadi salah satu faktor lamanya penyembuhan penyakit tersebut. Selain itu, penyakit


(33)

tersebut hanya diobati dengan obat tradisional yang berasal dari dedaunan dan akar dari hutan.

Kesehatan masyarakat Kasepuhan Citorek secara umum termasuk kategori baik. Pada umumnya, masyarakat Kasepuhan Citorek pada kisaran umur 50an tahun masih melakukan aktifitas meladang dengan kondisi bugar. Hal ini diduga dapat karena adanya budaya jalan kaki masyarakat Kasepuhan Citorek. Selain itu, kondisi sarana transportasi yang sangat minim di Kasepuhan Citorek. Sebagai contoh, pada rentang tahun 1980-1990 masyarakat Kasepuhan Citorek harus berjalan kaki puluhan kilometer untuk pergi sekolah SMP. Namun, sekitar tahun 2000, keadaan sedikit bergeser dalam hal budaya jalan kaki. Sarana transportasi mulai banyak masuk seperti mobil, motor, dan transportasi umum lainnya. Akibat dari adanya perubahan budaya tersebut terhadap tingkat kesehatan masyarakat Kasepuhan Citorek belum dapat dipastikan. Namun, diduga terdapat sedikit penurunan tingkat kesehatan seiring hilangnya budaya jalan kaki tersebut. Penurunan tingkat kesehatan dapat diukur dengan membandingkan dua generasi masyarakat Kasepuhan Citorek (generasi sebelum dan setelah masuknya sarana transportasi) pada usia yang sama.

4.1.2 Sumberdaya Alam

Pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat Kasepuhan Citorek sangat bergantung kepada kebutuhan masyarakat itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan kondisi potensi sumberdaya alam yang terdapat di sekitar wewengkon Kasepuhan Citorek. Kajian penelitian membatasi ruang lingkup penelitian pada sumberdaya sosial yang ada di Kasepuhan Citorek, maka sumberdaya lain yang terdapat dalam konsep pendekatan livelihoods lain didasarkan pada data sekunder dan hasil pengamatan secara langsung. Beberapa potensi sumberdaya alam yang terdapat di Citorek salah satunya ialah sumberdaya tanah yang subur karena dikelilingi oleh hutan alam yang merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

Potensi sumberdaya tanah tersebut dimanfaatkan dengan beberapa kegiatan pertanian dan perkebunan oleh masyarakat Citorek. Kegiatan pertanian di Citorek memiliki kekhasan dalam sistem pertaniannya yang hanya menggunakan lahan taninya setahun sekali dengan lama tanam enam bulan. Bibit padi yang digunakan


(34)

adalah bibit lokal yang turun temurun dipakai sebagai bibit utama dalam menanam padi. Bibit lokal ini menghasilkan beras yang berwarna merah dan berukuran lebih besar dan padat dari beras yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sistem pertanian yang telah digunakan secara turun temurun tersebut yang menjadikan sistem pertanian ini diadopsi menjadi adat Kasepuhan Citorek secara keseluruhan. Pada kenyataannya, tidak seluruh warga kasepuhan memakai sistem pertanian adat tersebut. Terdapat 2-3 keluarga di Kasepuhan Citorek yang menggunakan sistem pertanian rekomendasi pemerintah (panen 2-3 kali dalam setahun). Tabel 5 menginformasikan luas penggunaan lahan menurut desa di Kasepuhan Citorek.

Tabel 5 Luas tanah masing-masing desa menurut penggunaannya dalam hektar (ha) di Kasepuhan Citorek

No. Desa Sawah Lahan Bukan

Sawah

Lahan Non

Pertanian Jumlah

1. Citorek Tengah 992 1.024 207 2.223

2. Citorek Timur 145 1.549 18 1.712

3. Citorek Kidul 750 1.357 5 2.112

4. Citorek Barat 308 1.904 10 2.222

5. Citorek Sabrang 275 1.407 16 2.698

Tabel 5 menunjukan Kasepuhan Citorek masih memiliki luasan lahan untuk sawah cukup tinggi. Penggunaan lahan non pertanian diartikan sebagai lahan yang diperuntukan untuk toko, peternakan, atau usaha lainnya. Angka tersebut masih menunjukan trend positif untuk bidang pertanian bagi masyarakat. Namun, perlu diperhitungkan juga untuk 10-20 tahun kemudian dimana kebutuhan lahan untuk pemukiman dan lahan non pertanian lainnya yang akan meningkat. Hal yang akan terjadi ialah peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman. Oleh karena itu, peruntukan lahan untuk sawah atau lahan lainnya akan semakin berkurang.

Adanya kecenderungan peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman dan status enclave Kasepuhan Citorek yang berbatasan langsung dengan kawasan taman nasional, dirasa perlu dilakukan proyeksi kependudukan untuk menghindari overlap pendudukan lahan antara masyarakat dengan taman nasional di masa mendatang. Kajian penelitian ini mencoba melakukan proyeksi kependudukan hingga 10 tahun kemudian dan kelipatannya. Namun, data terkait kebutuhan penghitungan proyeksi tidak dapat ditemukan baik di tingkat desa ataupun di


(35)

tingkat BPS. Hal tersebut dikarenakan proyeksi penduduk biasanya dilakukan di tingkat kabupaten, provinsi atau nasional.

Masyarakat Kasepuhan Citorek memiliki kalender tani dalam istem pertanian mereka yang kemudian menjadi adat. Kalender tani ini diartikan sebagai tahapan pasti yang diatur secara adat menggunakan mekanisme musyawarah lembaga adat dalam penentuan tanam dan panen padi. Oleh karena itu, kalender tani ini pun tidak memiliki kepastian tanggal atau bulan kapan tanam atau panen padi. Pihak kasepuhan memiliki kalender astronomi sendiri berdasarkan tanda alam yang terjadi. Adapun tahapan sistem pertanian Kasepuhan Citorek adalah sebagai berikut:

a. Ngagalenganan/mopog: Membetulkan atau merapikan pembatas (pematang sawah) yang menjadi batas dengan sawah yang lainnya.

b. Macul: Macul menyangkut macul badag dan macul alus di sawah.

c. Nyogolan: Meratakan seluruh permukaan tanah di sawah (bagian sawah) yang belum rata.

d. Musyawarah Titiba Binih: Musyawarah baris kolot (petinggi kasepuhan) untuk menentukan waktu tebar.

e. Tebar/sebar: Menumbuhkan bibit padi pada persemaian atau pabinihan (membibitkan awal).

f. Cabut: Mengambil bibit padi pabinihan atau tempat persemaian untuk ditandur atau ditanam.

g. Tandur: Menanam bibit padi yang sudah tumbuh setelah tebar.

h. Ngoyos 1/ngaramet: Membersihkan tanaman penggangu dan gangguan rumput yang menghambat pertumbuhan tanaman padi.

i. Babad: Membersihkan rumputan atau tanaman pengganggu di pematang sawah.

j. Ngoyos 2: Membersihkan tanaman pengganggu dan gangguan rumput yang menghambat pertumbuhan tanaman padi.

k. Mipit: Mipit merupakan prosesi upacara adat untuk memulai masa panen. l. Dibuat: Panen padi yang matang.

m.Ngalantay/moe: menjemur padi setelah dipanen di atas lantayan (semacam batang kayu yang dibuat horizontal).


(36)

n. Ngunjal: Mengangkut padi dari lantayan ataupun sawah setelah dipocong. Pocong merupakan gabungan tiga ikat padi menjadi satu.

o. Asup leuit: Memasukan padi yang sudah kering dari jemuran lantayan.

p. Nganjaran: Syukuran untuk padi yang baru dipanen dan memasak nasi dari padi yang dipanen pada tahun tersebut.

q. Badamian seren taun: Musyawarah untuk merencanakan acara seren tahun. Sistem pertanian tradisional tersebut sejalan dengan sistem perkebunan yang ada di Kasepuhan Citorek dengan penggunanaan mekanisme tumpang sari seperti huma. Pada dasarnya huma merupakan sistem tanam padi yang menggunakan lahan kering sebagai media tanamnya. Namun, dengan sistem tersebut masyarakat memanfaatkan lahan secara optimal dengan menggunakan beberapa lahan kosongnya dengan tanaman lain yang bersifat produksi baik buah ataupun kayu sebagai hasil panennya. Tanaman yang biasa di tanam di lahan huma adalah jenis palawija dan kayu produksi (jengjeng), jagung, ubi jalar, ubi, dan sayur-sayuran seperti kacang panjang, cabe, tomat dan ketimun. Dalam pengelolaannya huma memiliki beberapa tahapan kagiatan meliputi:

a. Nyacar: Membersihkan lahan dari tanaman yang tumbuh pada lahan yang akan dijadikan huma

b. Ngaduruk: Membakar bekas-bekas tanaman yang ditebang pada lahan yang akan dijadikan huma tetapi menunggu sampai keringnya sisa-sisa tanaman tersebut.

c. Ngaseuk: Menanam padi pada lubang-lubang yang sudah disediakan dengan menggunakan alat aseuk (kayu dengan ukuran sebesar kepalan tangan dengan ujungnya diruncingkan).

d. Ngored: Membersihkan tanaman pengganggu yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi huma (ngored 1 dan 2).

e. Mipit: Mipit merupakan prosesi upacara adat untuk memulai masa panen padi huma.

f. Panen: Panen mengambil/ memetik tanaman padi yang sudah matang atau sudah layak untuk dipanen.


(37)

4.1.3 Sumberdaya Ekonomi

Pendekatan livelihoods concept memiliki salah satu pilar yakni sumberdaya ekonomi. Sumberdaya ekonomi dalam hal ini mendasarkan pada tabungan, kredit/hutang baik formal maupun informal atau yang diberikan LSM, kiriman dari keluarga yang bekerja di luar daerah, dana pensiun, dan upah/gaji. Pemberdayaan masyarakat di masa sekarang memiliki kendala yang sangat kompleks. Hal ini dikarenakan “rezim pertumbuhan” ala orde baru telah banyak menyisakan rancang bangun yang tidak ramah terhadap rakyat banyak. Selain itu, juga menimbulkan kerusakan yang dahsyat terhadap sumberdaya alam. Kesukaran lain yang juga akan dihadapi adalah menyangkut kesiapan teknis dari berbagai pihak terutama birokrasi/pemerintah dan legislatif. Hal ini dikarenakan gagasan pemberdayaan rakyat harus dibarengi dengan perubahan kultural ditingkat perilaku politik terutama perilaku birokrasi dan legislatif (Sasono 1998). Sumberdaya ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 Sumberdaya ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek

No Sub sumberdaya ekonomi Uraian

1 Tabungan di bank ya: 13 responden

tidak: 87 responden

2 Kredit atau cicilan ya: 4 responden

tidak: 96 responden

3 Pendapatan 24 responden > 1.000.000/bulan

76 responden < 1.000.000/bulan 4 Lahan tani atau kebun dengan

luas 0.5 – 2 ha

ya: 98 responden tidak: 2 responden 5 Alat pertanian modern ya: 8 responden

tidak: 92 responden Keterangan: 100 responden

Sumberdaya ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek pada dasarnya memiliki tingkat yang cukup rendah. Rata-rata pendapatan melalui uji sampel acak 100 responden yang memiliki pendapatan diatas Rp 1 juta hanya 24 orang dan sisanya 76 orang dibawah Rp 1 juta. Namun demikian, pendapatan tersebut bukan merupakan gaji yang sifatnya permanen atau pasti didapatkan di tiap bulannya. Pendapatan tersebut adalah hasil dari usaha-usaha yang dilakukan masyarakat seperti bertani, buruh tambang, buruh tani, buruh bangunan, dagang dan lainnya. Masyarakat yang memiliki pendapatan diatas Rp 1 juta artinya masyarakat yang memiliki rataan pemasukan dari hasil usahanya tersebut minimal Rp 1 juta, sedangkan masyarakat yang memiliki pendapatan dibawah Rp 1 juta


(38)

memiliki rentang ukuran kecukupan kebutuhan sehari-harinya yang beragam. Perbandingan kecukupan dalam memenuhi kebutuhan harian masyarakat menghasilkan bahwa masyarakat Kasepuhan Citorek sebagian besar masih hidup di level minim bahkan kurang dengan dasar pendapatan tersebut. Namun, faktor lain muncul yaitu sistem bertani masyarakat yang 98 responden dari 100 responden memiliki lahan garapan sawah. Hal tersebut mengartikan bahwa walaupun memiliki pendapatan yang minim bahkan kurang, masyarakat Kasepuhan Citorek setidaknya tidak akan kekurangan makan sehari-harinya.

Tabel 6 menginformasikan bahwa sumberdaya ekonomi yang dimiliki masyarakat Kasepuhan Citorek lebih bersifat harta kekayaan fisik bukan berupa kekayaan yang bersifat nilai jual langsung seperti uang ataupun alat. Namun demikian, irisan jumlah pendapatan a dan b tidak menghasilkan sifat investasi yang berbanding lurus. Jumlah responden yang memiliki tabungan hanya 13 orang dari 76 responden yang memiliki pendapatan b. Hasil tersebut dapat diartikan luas seperti a). tingkat konsumsi responden yang berpendapatan b tersebut tinggi, b). tingkat kebutuhan responden yang berpendapatan b tinggi karena memiliki anak atau pengurusan lahan yang membutuhkan biaya operasional tinggi pula, atau c). budaya menabung di instansi formal seperti bank memang belum terbiasa di Kasepuhan Citorek.

Menurut Rianse (2009) tingkat kesejahteraan petani secara utuh perlu dilihat dari berbagai hal antara lain perkembangan jumlah pengeluaran mereka baik untuk kebutuhan konsumsi maupun untuk produksi. Dalam hal ini petani sebagai produsen dan juga konsumsen dihadapkan kepada pilihan dalam mengalokasikan pendapatannya, yaitu:

a. Memenuhi kebutuhan pokok (konsumsi) demi kelangsungan hidup petani serta keluarganya.

b. Pengeluaran untuk budidaya pertanian yang merupakan ladang penghidupannya yang mencakup biaya operasional produksi dan investasi.

Kedua unsur tersebut hanya dapat dilakukan apabila kebutuhan pokok petani telah terpenuhi. Dengan demikian, investasi dan pembentukan barang modal merupakan faktor penentu bagi tingkat kesejahteraan petani. Kemudian apabila masyarakat masih sangat minim untuk menabung maka tingkat


(39)

kesejahteraannya pun belum tercapai dengan baik. Selain itu, hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat masih sangat awam dengan instansi formal seperti bank. Awamnya masyarakat dengan instansi formal dapat menjadi wajar karena aksesibilitas ke kota pun sulit dan jauh. Baru beberapa tahun belakangan ini masyarakat mulai mengenal instansi formal seiring dengan datangnya berbagai peneliti baik individu atau kelompok seperti LSM, masuknya listrik, dan diperbaikinya sebagian jalan oleh pemerintah setempat.

4.1.4 Sumberdaya Fisik

Pendekatan livelihood concept sumberdaya fisik merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunannya. Sumberdaya fisik menekankan pada sarana dan prasarana yang secara fisik terdapat di Kasepuhan Citorek, baik fasilitas yang dibangun swadaya oleh masyarakat ataupun hibah dari pemerintah. Sarana dan prasarana tersebut tersaji pada Gambar 5.

(a) (b)

(c) (d)


(40)

Keterangan: Gambar (a) kondisi jalan di Wewengkon Kasepuhan Citorek; (b) menara pemancar di Wewengkon Kasepuhan Citorek; (c) masjid di Desa Citorek Tengah; (d) pos kamling yang terdapat di Desa Citorek Tengah; (e) sekolah dasar di Desa Citorek Tengah; dan (f) sekolah Diniyah di Desa Citorek Tengah.

Gambar 5 Sarana dan prasarana fisik yang terdapat di Kasepuhan Citorek. Aksesibilitas menuju Kasepuhan Citorek sejak tahun 2011 telah mengalami banyak perbaikan. Jalan berlobang hanya pada beberapa titik dan jalan berbatu pada beberapa bagian akan diperbaiki pada tahun 2012 menurut penuturan pegawai taman nasional di Resort Citorek. Fasilitas umum yang terdapat di Kasepuhan Citorek adalah lapang sepak bola, MCK (Mandi Cuci Kakus) umum, sekolah dari SD hingga SMA, pos jaga atau kamling, tower sinyal, dan masjid. Kondisi fasilitas pendidikan tidak cukup baik dibanding dengan kebutuhan ruang dari jumlah anak yang ada di sekolah tersebut. Hanya terdapat satu bangunan SMP dan SMA di Kasepuhan Citorek. Hal tersebut tidak cukup menaungi kebutuhan penduduk yang memerlukan fasilitas pendidikan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Masyarakat dan Pemerintah Desa (BP2KBMPD) Kabupaten Lebak, tidak terdapat pemberdayaan masyarakat yang secara langsung dilakukan oleh pemerintah kabupaten. Pemerintah kabupaten dibawah BP2KBMPD tersebut bertindak sebagai fasilitator. Program pemberdayaan pada dasarnya dirancang sendiri oleh masyarakat. Mekanismenya adalah masyarakat masing-masing desa merancang program untuk bantuan sebanyak 2 program yakni sarana dan prasarana. Program tersebut selanjutnya dikompetisikan di tingkat kecamatan. Kompetisi tersebut dilakukan dengan musyawarah untuk menentukan program mana yang mendapat bantuan dana.

Pemerintah kecamatan memiliki konsultan sebagai Fasilitator untuk menyelenggarakan musyawarah penentuan program tersebut dan memiliki UPK (Unit Pelaksana Kegiatan) dalam mengawasi hingga mengevaluasi program hingga akhir. Total dana untuk bantuan di tingkat kecamatan naik dari tahun 2011 yang bernilai sekitar Rp 600 juta menjadi sekitar Rp 1,05 milyar pada tahun 2012. Pada akhirnya, laporan kegiatan tersebut dihimpun oleh kecamatan dan diserahkan kepada pemerintah kabupaten melalui BP2KBMPD. Kecamatan Cibeber memiliki 22 desa dalam naungannya dan Kasepuhan Citorek untuk tahun 2012 meloloskan tiga desa yang masuk dalam program bantuan dana tersebut


(41)

melalui SPC (Surat Penetapan Camat) yang telah keluar. Tiga desa tersebut ialah desa Citorek Tengah dan Citorek Kidul dengan program perbaikan jalan serta Citorek Barat dengan perbaikan Sekolah Madrasah setingkat SD.


(42)

4.2 Unsur-unsur Sumberdaya Sosial

Sumberdaya sosial adalah setiap hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), kesaling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif (Cohen & Prusak 2001). Sedangkan menurut Hasbullah (2006) modal sebagai segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat atau bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya seperti trust (rasa saling mempercayai), keimbal-balikan, aturan-aturan kolektif dalam suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya. Sumberdaya sosial memiliki definisi yang berbeda-beda tergantung dengan kondisi masyarakat yang diteliti dan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

Sumberdaya sosial yang sejalan dengan kondisi masyarakat Kasepuhan Citorek dan tujuan penelitian ini adalah sumberdaya sosial menurut Dharmawan (2002) diacu dalam Margiati (2007) yang menyebutkan bahwa sumberdaya sosial sebagai salah satu modal dalam masyarakat yang mempunyai tiga pilar penting, yaitu kepercayaan (trust), norma-norma sosial (social norms), dan jaringan sosial (social networking). Penguatan pemahaman tentang tiga pilar penting sumberdaya sosial dalam pembangunan masyarakat yang berkelanjutan sejalan dengan Putnam (1993; 1996; 2000) yang menyatakan bahwa sumberdaya sosial mengacu pada esensi dari organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma, dan jaringan sosial yang memungkinkan pelaksanaan kegiatan lebih terkoordinasi dan anggota masyarakat dapat berpartisipasi dan bekerjasama secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan bersama dan mempengaruhi produktifitas secara individual maupun kelompok.

4.2.1 Kepercayaan

Kepercayaan menurut Fukuyama (2002) diacu dalam Hasbullah (2006) adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan sumberdaya sosial. Berbagai tindakan kolektif yang didasari atas rasa saling mempercayai yang tinggi akan meningkatkan partisipasi dalam berbagai


(43)

ragam bentuk dan dimensi terutama dalam konteks membangun kemajuan bersama.

Masyarakat Kasepuhan Citorek sangat menyadari asal usul darimana mereka berasal. Kesadaran akan asal usul tersebut yang secara tidak langsung membangun sistem hubungan sosial yang sangat tinggi. Rasa dan kesadaran tinggi pada moyang yang sama menyebabkan masyarakat Kasepuhan Citorek secara umum menganggap bahwa tetangga, baik yang dekat ataupun yang berbeda desa sekali pun adalah saudara. Anggapan tersebut begitu melekat pada hampir seluruh masyarakat Kasepuhan Citorek. Didukung dengan adanya acara atau kegiatan adat yang memang dilakukan bersama, menumbuhkan tingkat kebersamaan yang sangat tinggi. Kombinasi persepsi persaudaraan yang sangat tinggi dan kegiatan adat yang secara alami terbangun bersama tersebut menimbulkan tingkat kepercayaan antar sesama atau tetangganya sangat tinggi. Tingkat kepercayaan antar warga kasepuhan sangat tinggi dibuktikan dengan rendahnya tingkat konflik yang terjadi. Berbagai instansi seperti desa dan pihak kepolisian tidak memiliki laporan tingkat konflik atau kejahatan yang terjadi diantara masyarakat Citorek.

Masyarakat Kasepuhan Citorek memiliki tingkat kepercayaan yang berbeda kepada pihak luar. Kepercayaan terhadap pihak luar tersebut secara umum terbilang sedang bahkan rendah. Berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara, pihak-pihak yang pernah dan masih melakukan hubungan dengan masyarakat Citorek adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang memiliki kantor resort di Citorek, beberapa LSM (RMI dan Aman) yang pernah melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat, dan instansi pemerintah baik dari provinsi, kabupaten, kecamatan, atau desa.

Kepercayaan terhadap Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lebak untuk masyarakat Kasepuhan Citorek kadang-kadang mempercayai. Hal tersebut diakibatkan oleh program kegiatan dari Pemda pun terbilang sedikit. Kabupaten Lebak melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan memberikan bantuannya kepada desa Citorek Tengah. Bantuan tersebut berupa dana yang kemudian dibelanjakan oleh masyarakat untuk dibelikan bibit tanaman produksi. Namun bantuan tersebut tidak menyeluruh diberikan kepada lima desa yang terdapat di Kasepuhan


(44)

Citorek. Hal tersebut dikarenakan bantuan bergantung pada ada atau tidaknya permohonan kepada pihak Pemda.

Kepercayaan terhadap Pengelola Kawasan Taman Nasional (TNGHS) untuk masyarakat adalah rendah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor sejarah ditetapkannya perluasan TNGH menjadi TNGHS yang menekan akses masyarakat terhadap kawasan. Sejarah tersebut yang mendasari masyarakat melakukan beberapa kegiatan yang melanggar peraturan-peraturan taman nasional. Pelanggaran yang sangat jelas adalah adanya kegiatan tambang di areal kawasan taman nasional. Selebihnya bentuk pelanggaran yang terjadi terbilang dalam skala kecil. Kegiatan tambang masyarakat tersebut pada dasarnya diketahui oleh pihak taman nasional. Namun, dengan keterbatasan sumberdaya manusia taman nasional untuk pengamanan kawasan dan ketidakmampuan taman nasional dalam merancang strategi pendekatan masyarakat, berakibat pada terabaikannya kegiatan yang melanggar paraturan taman nasional oleh masyarakat.

Pada kenyataannya, alat-alat pengolahan emas pun sangat jelas terlihat di banyak rumah yang terdapat di Citorek. Namun, pihak taman nasional tidak dapat melakukan tindakan pengamanan karena faktor sejarah taman nasional dengan masyarakat hingga ketidakmampuan taman nasional dalam memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Pada akhirnya hubungan antara taman nasional dengan masyarakat pun mengesankan tidak adanya kerjasama yang membangun dalam upaya membangun kelestarian kawasan taman nasional.

Kepercayaan terhadap pihak LSM untuk masyarakat adalah sedang. Hal tersebut disebabkan oleh kerjasama yang terjalin antara masyarakat dengan LSM sudah memberikan persepsi kepada masyarakat bahwa LSM hanya mampu memberikan pemberdayaan bila LSM tersebut memiliki kepentingan baik dari segi dana ataupun segi publikasi. Oleh karena itu, LSM secara tidak langsung memberikan persepsi keraguan terhadap masyarakat apabila akan menjalin kerjasama. Keraguan akan tujuan LSM menjalin kerjasama untuk pemberdayaan masyarakat atau memiliki kepentingan dana atau publikasi, karena kerjasama yang pernah terjadi tidak sampai benar-benar lestari terbangun dalam kehidupan masyarakat Citorek.


(45)

Keraguan masyarakat terhadap LSM yang telah masuk ke dalam kehidupan Kasepuhan Citorek tersebut tidak memberikan kepastian ditolaknya LSM lain masuk. Keraguan tersebut mengandung arti bahwa masyarakat lebih hati-hati terhadap LSM yang akan masuk agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari apa yang telah diberikan atau dipengaruhi pihak luar tersebut. LSM masih merupakan pihak kuat bagi BTNGHS untuk dijadikan mitra pengelolaan dalam upaya pemberdayaan masyarakat Kasepuhan Citorek. Hal ini dikarenakan LSM dapat secara langsung diterima oleh masyarakat dibandingkan dengan instansi pemerintah atau swasta.

Tabel 7 Bentuk-bentuk kepercayaan dan persepsi masyarakat Kasepuhan Citorek

No Bentuk kepercayaan Tingkat kepercayaan Keterangan

Tinggi Sedang Rendah

1 Terhadap tokoh

masyarakat 73% 20% 7%

Tokoh agama, tokoh adat kasepuhan,

tokoh karena

pengaruh ekonomi tinggi, tokoh yang dituakan.

2 Terhadap kasepuhan

(adat) 90% 8% 2%

Kepercayaan

terhadap norma atau kepercayaan adat

3 Terhadap sesawa warga

kasepuhan 97% 3% 0%

Kepercayaan yang terbangun atas dasar kekeluargaan dan tetap memiliki batas.

4

Terhadap pihak luar (LSM, swasta, dan pemerintah)

12% 71% 17%

Kepercayaan

terhadap keberadaan pihak luar akan memberi perubahan positif atau manfaat kepada masyarakat. Keterangan: 100 responden

Bentuk-bentuk kepercayaan dirangkum dari hasil pengamatan langsung dan berperanserta menghasilkan seperti yang disajikan pada Tabel 7. Bentuk kepercayaan sangat bergantung pada kondisi sosial masyarakat yang bersangkutan, maka bentuk kepercayaan akan berbeda untuk kasepuhan lain yang ada di TNGHS. Tingkat kepercayaan mendasarkan pada tingkat ketergantungan pada pihak kedua yang menjadi kepercayaannya dan intensitas ketergantungan tersebut dalam sebuah situasi tertentu di tengah masyarakat Kasepuhan Citorek. Sedangkan responden diambil dari kepala keluarga yang ada di Kasepuhan Citorek.


(46)

Bentuk kepercayaan kepada tokoh masyarakat yang ada di Kasepuhan Citorek adalah tokoh yang dianggap oleh masyarakat berpengaruh seperti tokoh agama, tokoh adat, orang yang dituakan, dan orang yang memiliki derajat sosial yang tinggi atas dasar faktor ekonominya yang tinggi atau kaya. Hasil wawancara kepada 100 responden masyarakat kasepuhan, 73% memiliki tingkat kepercayaan tinggi yang berarti tokoh masyarakat yang terdapat di Kasepuhan Citorek masih cukup berpengaruh dalam dinamika kehidupan kasepuhan. Kemudian pengaruh tersebut masih sejalan dengan masyarakat kasepuhan dalam berbagai dinamika yang ada di tengah masyarakat. Tingkat kepercayaan 20% adalah sedang yang berarti ada sebagian masyarakat kasepuhan merasa bahwa tokoh tersebut tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap dinamika sosial masyarakat kasepuhan. Hal tersebut disebabkan oleh dinamika sosial yang berkembang di Kasepuhan Citorek yang cukup pesat. Perubahan sangat nyata disaat pengaruh sebuah perusahaan tambang emas mulai merubah hampir sebagian besar kebiasaan mata pencaharian masyarakat Kasepuhan Citorek. Masyarakat kasepuhan mulai mengenal emas dari cara mendapatkan emas hingga pengolahan emas tersebut. Pengaruh perubahan yang nyata tersebut adalah pola hidup masyarakat yang mengikuti tingkat pendapatan dari mata pencaharian baru tersebut. Masyarakat Kasepuhan Citorek mulai meninggalkan sedikit demi sedikit keadatannya seperti bentuk rumah adat dan kearifan tradisional yang dimiliki. Kemudian perubahan tersebut menjadi sangat nyata terlihat disaat aliran listrik masuk di Kasepuhan Citorek serta akses yang saat ini cukup mudah dilalui. Serangkaian proses dinamika tersebut yang memberi pengaruh terhadap tingkat kepercayaan kepada tokoh masyarakat yang ada dengan menurunnya pengaruh tokoh masyarakat karena semakin mandirinya masyarakat itu sendiri.

Tingkat kepercayaan terhadap adat Kasepuhan Citorek itu sendiri adalah 90%. Namun demikian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi tersebut sebagian besar masyarakat hanya memiliki persepsi bahwa adat mengatur sistem pertanian, selebihnya adalah upacara adat yang bersifat syukuran bukan sistem adat yang memberikan pengaturan kemasyarakatan seperti norma. Persepsi tersebut nyata terjadi dengan adanya kebudayaan-kebudayaan Kasepuhan Citorek yang semakin hilang seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat. Sistem adat yang


(47)

benar-benar masih dipahami dan dijalankan hanya sistem pertaniannya saja. Kebudayaan lain sudah semakin menghilang. Hal tersebut disebabkan oleh terbukanya Kasepuhan Citorek dengan kebudayaan luar yang masuk serta tidak adanya aturan dan sanksi terhadap warga kasepuhan atas sistem adat yang ada. Tabel 8 Perubahan-perubahan kebiasaan adat Kasepuhan Citorek

Kondisi Bentuk Kebiasaan/ adat

Masih

 Ngunjal = rangkaian kegiatan dari mulai panen padi menggunakan etem kemudian dijemur di lantaian (penjemuran padi) kemudian diarak dengan cara dipanggul.

 Mapag pare beukah = kegiatan penyambutan panen padi di masa 4 bulan tanam secara simbolis dengan cara gegendek (menumbuk padi) di lisung (tempat numbuk padi) kosong.

 Seren tahun = kegiatan syukuran atas hasil tani masyarakat kasepuhan dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan salah satunya sunatan masal.

 Goong geude = alat kesenian semacam gong dengan ukuran besar

Jarang

 Heleran = = kegiatan sunatan masal yang diangkat oleh tandu dan diarak bersama.

 Iket kepala = ikat kepala khas kasepuhan terbuat dari kain.

 Lisung = tempat menumbuk padi.

 Kebaya = kain sarung yang digunakan wanita Kasepuhan Citorek.

Hilang

 Neres = mandi bersama-sama dengan warga yang ada baik tua maupun muda (masih mengenakan pakaian)

 Sedekah bumi = bentuk syukuran hasil bumi yang dilakukan 5 tahun sekali

 Dongdang = membawa makanan ke tandur (sawah) dalam sebuah acara muludan (merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW).

Masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan sedang 8% adalah masyarakat yang masih memiliki rentang usia muda dan telah mengikuti pola pikir dan pola kehidupan luar kasepuhan. Hal ini menyebabkan tingkat ketergantungan berimplikasi kepada tingkat kepercayaannya sedang. Tingkat kepercayaan rendah 2% kepada adat kasepuhan adalah masyarakat yang telah meninggalkan sistem pertanian yang diatur adat dengan menggunakan sistem tani satu tahun dua kali panen padi.

Kasepuhan Citorek masih memegang teguh sistem pertanian untuk sekali panen dalam setahun berdasarkan pengalaman leluhur sehingga menjadi adat yang memberikan waktu istirahat untuk daur tanah agar tetap subur. Selain itu,


(1)

c. 1.000.000 – 2.000.000 d. 2.000.000 – 5.000.000 e. >5.000.000

BAGIAN IV SUMBERDAYA FISIK

1. Apakah ada penggunaan alat dalam berwirausaha, bertani atau lainnya?

2. Bagaimana cara penggunaan dan peruntukan alat tersebut?

3. Bagaimana cara mendapatkan alat tersebut? a. Membeli

b. Buat sendiri

4. Bibit apa yang digunakan dalam bertani selama ini?

5. Apakah dalam kegiatan bertani selama ini menggunakan pupuk? Bila ya. Pupuk apa yang digunakan?


(2)

6. Apakah ada penggunaan pemberantas hama seperti pestisida dalam kegiatan bertani?

7. Apakah kegiatan bertani yang dilakukan masih menggunakan cara-cara secara tradisional atau adat?


(3)

Lampiran 3 Panduan wawancara BTNGHS

Nama : …….

Jenis Kelamin : L/P

Umur : ……..Tahun

Jabatan : ……….

Masa Tugas : ……….

Pengelolaan kawasan TNGHS terhadap keberadaan enclave Citorek

1. Adakah kegiatan pengelolaan kawasan yang dilakukan dalam Kasepuhan Citorek?

a. Ada b. Tidak ada

2. Apakah kegiatan pengelolaan yang ada bersifat berkala atau rutin dilakukan oleh BTNGHS?

a. Ya b. Tidak

3. Kegiatan atau program apa yang saat ini lebih diprioritaskan oleh BTNGHS dari keberadaan enclave Citorek?

a. Pemberdayaan masyarakat

b. Penjagaan kawasan dari kegiatan illegal masyarakat c. Sosialisasi batas dan zonasi kepada masyarakat

4. Strategi dan upaya apa baik yang telah dilakukan atau yang akan dilakukan oleh BTNGHS dalam realisasi prioritas program tersebut?

5. Adakah kemitraan dengan LSM, perusahaan, atau pemerintah daerah setempat untuk pengelolaan kawasan di wilayah enclave Citorek?

a. Ada b. Tidak


(4)

6. Program atau kegiatan apa yang dilakukan hasil dari kerjasama kemitraan tersebut?

7. Langkah–langkah apa yang dilakukan BTNGHS dalam merancang strategi untuk menanggulangi peningkatan kebutuhan lahan dari peningkatan laju pertumbuhan penduduk Kasepuhan Citorek?

8. Pernahkah BTNGHS melakukan sosialisasi terhadap ancaman kebutuhan lahan tersebut? Bila pernah. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadapnya?


(5)

RINGKASAN

SEPTIAN WIGUNA. Analisis Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional (Studi Kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten). Dibimbing oleh HARYANTO R. PUTRO

Kasepuhan Citorek merupakan salah satu kasepuhan yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Masyarakat Kasepuhan Citorek telah berinteraksi dan berada di sekitar kawasan taman nasional sejak zaman penjajahan Belanda pada abad ke-18. Daerah Citorek merupakan salah satu daerah pelarian anggota kerajaan Padjadjaran, yang kemudian membentuk komunitas yang disebut kasepuhan (Hanafi et al. 2004).

Keberadaan taman nasional menjadi bersinggungan dengan masyarakat karena adanya Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 175/Kpts.-II/2003 dalam hal penggunaan akses sumberdaya alam. Pengelolaan kawasan bersama masyarakat merupakan strategi pengelolaan yang tepat dengan bertujuan agar ekosistem kawasan tetap terjaga tanpa menekan tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-April 2012 di Kasepuhan Citorek. Data dikumpulkan melalui studi literatur, pengamatan berperanserta, wawancara semi terstruktur dengan 100 orang responden serta narasumber kunci berupa tokoh adat dan pihak pengelola TNGHS. Data dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif.

Menurut Dharmawan (2002) diacu dalam Margiati (2007) sumberdaya sosial didasari oleh tiga pilar penting yakni, kepercayaan, norma-norma sosial, dan jaringan sosial. Analisis dilakukan menggunakan Sustainable Livelihoods Approach (SLA) dengan memasukan salah satu aset livelihoods yakni sumberdaya sosial yang kemudian dihubungkan dengan kerentanan masalah yang ada untuk mencapai sebuah strategi pengelolaan. Tingkat kepercayaan masyarakat tinggi terhadap tokoh masyarakat, tokoh adat, dan sesama warga kasepuhan. Tingkat kepercayaan sedang terhadap pihak luar yang ada. Jaringan sosial yang terbangun tinggi untuk kerjasama antar warga kasepuhan, inisiatif penyelesaian konflik, dan keterbukaan dalam hubungan kerja. Jaringan sosial rendah untuk lembaga formal yang terbangun. Ketaatan terhadap norma yang ada seperti norma sosial, agama, adat, dan pemerintah secara keseluruhan tinggi yang mengindikasikan ketaatan masyarakat terhadap norma yang ada.

Analisis sumberdaya sosial menunjukan kemampuan masyarakat untuk dapat bekerjasama, memenuhi kebutuhan hidup, dan mematuhi aturan yang ada. Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan, Kasepuhan Citorek sulit menjadi studi kasus pengelolaan bersama masyarakat yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS). Namun, Kasepuhan Citorek dapat diarahkan kepada pengelolaan kawasan dengan menyertakan adat kasepuhan sebagai dasar pengambilan kebijakan pengelolaan.


(6)

SUMMARY

SEPTIAN WIGUNA. Capital Social Analysis in National Park Management (Case Study in Kasepuhan Citorek Cibeber Sub-district Lebak District Banten Province). Under Supervison of HARYANTO R. PUTRO.

Kasepuhan Citorek is one of kasepuhan that located in the region of Halimun Salak National Park (HSNP). Community of Kasepuhan Citorek have been interacting and were around the area of national park since colonization. Citorek is one of the runaway member of Padjadjaran region, who then formed a community called kasepuhan (Hanafi et al. 2004).

The existence of a national park to intersect with the community due to the Decree of Forestry Minister number 175/Kpts.-II/2003 in terms of access to use of natural resources. The management with the community is proper management strategy with the aim to keep the ecosystem area stay up without pressing the level of well-being of communities around the area.

This research was conducted in March-April 2012 in Kasepuhan Citorek. Data collected through the study of literature, useful observations, semi structured interviews with 100 respondents and key speakers, which are indigenous leaders and managers of HSNP. Data analyzed with descriptive qualitative analysis.

According to Dharmawan (2002) referenced in Margiati (2007) social resources based on three essential pillars; trust, social norms, and social networking. Analisys conducted using SLA by including one assets livelihoods namely social resource, then connected with the susceptibility of these problems to achieve a strategy management. Community have a high level of trust against community leaders, indigenous leaders, and fellow citizens of the kasepuhan. Level of trust to outsiders existing in medium rate. Social network are high for cooperation among residents of kasepuhan, conflict resolution, the initiative and transparency in employment relation. Social networking is in low rate for formal institutions. Adherence to existing norms as social norms, religion, customs, and the Government as a whole which indicates high adherence to the norms of society.

Social capital analisys indicates the ability of the community to be able to collaborate, meet their needs of life, and comply with existing rules. Based on the assessment has been carried out, Kasepuhan Citorek is hard being case studies of collaborative management between community and managers of HSNP. However, Kasepuhan citorek can be directed to the management of the HSNP, including traditions of kasepuhan as the basis of the management policies.