Effect of photoperiod and GA3 on flowering and true shallot seed production (allium cepa var aggregatum)

PERANAN FOTOPERIODE DAN GA 3 PADA
PEMBUNGAAN DAN PRODUKSI BENIH SEJATI
BAWANG MERAH (Allium cepa var aggregatum)
(TRUE SHALLOT SEED)

OLEH
GINA ALIYA SOPHA

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Tesis
saya yang berjudul :
“Peranan Fotoperiode dan GA 3 pada Pembungaan dan Produksi Benih Sejati
Bawang Merah (Allium cepa var aggregatum) (True Shallot Seed)”
merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan arahan dari
para komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar program sejenis di
perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2013

Gina Aliya Sopha
A252100081

ABSTRACT
GINA ALIYA SOPHA. Effect of Photoperiod and GA 3 on Flowering and True
Shallot Seed Production (Allium cepa var aggregatum). Under direction of
WINARSO. D. WIDODO, ROEDHY POERWANTO, and ENDAH R. PALUPI.
This research was aimed to determine the effect of sowing time, day
length and concentration of GA 3 on flowering and true shallot seed (TSS)
production of Bali Karet Cultivar. The experiment was conducted at the
Experimental Garden of Lembang Indonesian Vegetable Research Institute
(IVEGRI) at altitude 1 250 m asl from June 2011 to April 2012. The research was
arranged in two experiments. In the first experiment split plot design with three

replications was used. The main plot was different sowing time i.e. the 4th week of
June, September, December and March, while sub plot was concentration of GA 3
i.e 0, 50, 100 and 200 ppm. The second experiment was also arranged in split
plot design with the main plot was day length i.e. short day 10 hour, nature day
(control), long day (nature day +2 and + 4 hour), while sub plot was concentration
of GA 3 i.e. 0, 50, 100 and 200 ppm.
The analysis of variance indicated that sowing time, day length and GA 3
independently affected vegetative growth, flowering and TSS production
significantly. Whereas interaction of sowing time and GA 3 concentration affected
number of harvested umbel and pembentukan buah.
The results also showed that : sowing in December, or planting shallot at
long day increase flowering, and those factors could not be subtitued by GA 3
application. However sowing in March or long day (nature +4 hour), and
application of 200 ppm GA 3, all increase TSS production. The last two factors
increased seed yield by increasing number of fruit per umbel.
Keywords: photoperiode, GA 3 , shallot flowering, true shallot seed, Allium cepa
var aggregatum

RINGKASAN
GINA ALIYA SOPHA. Peranan Fotoperiode dan GA 3 pada Pembungaan dan

Produksi Benih Sejati Bawang Merah (Allium cepa var aggregatum) (True Shallot
Seed). Dibimbing oleh WINARSO D WIDODO, ROEDHY POERWANTO, dan
ENDAH R. PALUPI.
Penyediaan benih bermutu yang efesien menjadi permasalahan penting
dalam budidaya bawang merah. True shallot seed adalah alternatif lain untuk
mendapatkan bibit berkualitas yang ekonomis. Namun, rendahnya persentase
tanaman berbunga secara alami menyebabkan pembungaan dan produksi TSS
tidak maksimal. Penelitian ini ingin menjelaskan peranan fotoperiode serta
giberelin dalam produksi TSS. Teknologi produksi TSS yang telah ada
menerangkan bahwa vernalisasi dapat digunakan untuk menginduksi tanaman
berbunga sehingga vernalisasi telah menjadi standar baku dalam produksi TSS.
Oleh karena itu, penambahan fotoperiode ataupun giberelin diharapkan dapat
meningkatkan pembungaan pada tanaman yang telah terinduksi lewat vernalisasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan fotoperiode yang
dilaksanakan dalam dua percobaan yaitu pengaruh waktu tanam dan fotoperiode,
serta mengetahui pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap pembungaan dan produksi
benih sejati bawang merah (TSS) kultivar Bali Karet.
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Lembang Balai Penelitian
Tanaman Sayuran (Balitsa) 1250 m dpl dari Juni 2011 sampai dengan Agustus
2012. Penelitian dilaksanakan dalam dua percobaan, yang keduanya

menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Dalam percobaan
pertama, petak utamanya adalah waktu tanam, yaitu minggu ke-4 Juni, September,
Desember dan Maret, sedangkan anak petaknya adalah konsentrasi GA 3 , yaitu 0,
50, 100 dan 200 ppm. Petak utama percobaan kedua adalah fotoperiode, yaitu hari
pendek 10 jam, fotoperiode alami, dan hari panjang (alami +2 dan +4 jam night
break). Sementara anak petaknya adalah konsentrasi GA 3 yaitu 0, 50, 100 dan 200
ppm.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa waktu tanam, fotoperiode dan
konsentrasi GA 3 berpengaruh terhadap peubah pembungaan, pembuahan dan
pembentukan biji dan produksi TSS. Waktu tanam berpengaruh terhadap peubah
pembungaan yaitu waktu muncul bunga pertama, waktu blooming, persentase
tanaman berbunga, jumlah umbel per rumpun dan per petak; berpengaruh
terhadap peubah pembuahan dan pembentukan biji yaitu jumlah kapsul per umbel,
jumlah kapsul bernas per umbel, jumlah biji per kapsul, per umbel, dan per
rumpun; serta berpengaruh terhadap peubah produksi TSS yaitu bobot biji per 100
butir, per umbel, per rumpun dan per petak. Hari panjang meningkatkan peubah
pembungaan yaitu jumlah umbel per rumpun dan panjang tangkai bunga;
meningkatkan peubah pembuahan dan pembentukan biji yaitu jumlah kapsul per
umbel dan per rumpun, jumlah kapsul bernas per umbel, jumlah biji per umbel
dan per rumpun; serta berpengaruh terhadap peubah produksi yaitu bobot biji per

umbel dan per rumpun. Aplikasi GA 3 meningkatkan peubah pembungaan yaitu
persentase tanaman berbunga; pembuahan dan pembentukan biji yaitu jumlah
kapsul per umbel, jumlah kapsul bernas per umbel, persentase kapsul bernas,

jumlah biji per umbel dan per rumpun; meningkatkan peubah produksi TSS yaitu
bobot biji per umbel, per rumpun dan per satuan percobaan.
Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa fotoperiode dan giberelin
berperan dalam pembungaan dan produksi TSS. Fotoperiode berperan dalam
induksi dan inisiasi bunga bawang merah. Hari panjang saat waktu tanam bersama
dengan vernalisasi menginduksi bunga dengan meningkatkan persentase tanaman
berbunga. Sementara hari panjang pada akhir masa vegetatif menginisiasi bunga
dengan meningkatkan jumlah umbel per rumpun dan jumlah kapsul per umbel.
Giberelin berperan dalam inisiasi bunga yaitu meningkatkan jumlah kapsul per
umbel pada hari normal dan hari panjang. Kondisi hari pendek dapat
menyebabkan devernalisasi sehingga tanaman gagal berbunga.
Waktu tanam terbaik untuk produksi TSS adalah Maret dengan bobot biji
per petak mencapai 12.90 g yang tidak berbeda dengan waktu tanam Juni dengan
produksi 10.53 g. Namun, untuk pembungaan serta jumlah biji per kapsul (jumlah
pembentukan biji) terbaik diperoleh pada waktu tanam Desember dengan waktu
blooming tercepat yaitu 52 HST dan jumlah biji per kapsul mencapai 5.39 biji per

kapsul. Curah hujan, jumlah hari hujan dan kelembabab mempengaruhi gugur
bunga dan kapsul serta keberhasilan fertilisasi bawang merah. Perlu penelitian
lebih lanjut untuk mencegah gugur bunga pada bulan Desember dan untuk
meningkatkan jumlah pembentukan biji pada bulan Maret.
Bawang merah dapat berbunga pada fotoperiode alami namun tidak pada
hari pendek. Peningkatkan fotoperiode meningkatkan produksi TSS melalui
peningkatan jumlah kapsul per umbel atau jumlah floret per umbel. Fotoperiode
terbaik adalah fotoperiode alami +4 jam dengan bobot TSS 0.66 g per umbel.
Sementara GA 3 tidak dapat menggantikan peran fotoperiode namun dapat
meningkatkan jumlah bunga tunggal (floret) per umbel, persentase kapsul bernas
dan meningkatkan hasil TSS. Konsentrasi 200 ppm GA 3 menghasilkan bobot
TSS yang paling tinggi dibandingkan konsentrasi lainnya yaitu 0.62 g per umbel.
Kata kunci: fotoperiode, GA 3 , pembungaan bawang merah, true shallot seed

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2013
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

PERANAN FOTOPERIODE DAN GA 3 PADA
PEMBUNGAAN DAN PRODUKSI BENIH SEJATI
BAWANG MERAH (Allium cepa var aggregatum)
(TRUE SHALLOT SEED)

GINA ALIYA SOPHA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc


Judul Tesis

: PERANAN FOTOPERIODE DAN GA 3 PADA
PEMBUNGAAN DAN PRODUKSI BENIH SEJATI
BAWANG MERAH (Allium cepa var aggregatum)
(TRUE SHALLOT SEED)

Nama

: Gina Aliya Sopha

Nrp

: A252100081

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Winarso D. Widodo, MS
Ketua


Prof. Dr. Roedhy Poerwanto, M.Sc

Dr. Endah R Palupi, MSc

Anggota

Ketua Program Studi Agronomi dan

Anggota

Direktur Program Pascasarjana

Hortikultura

Prof. Dr. Munif Ghulamahdi, MS

Tanggal ujian : 09 Januari 2013

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


Tanggal lulus :

Untuk keluarga kecilku tercinta
Jajang Rudianto, Humaira Zeanova dan
Damara Ziaulhaq

Kesabaran dan cinta kasih adalah
kekayaan yang berharga

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
ini adalah Pembungaan bawang merah dan Produksi True Shallot Seed dengan
judul “Peranan Fotoperiode dan GA 3 dalam Pembungaan dan Produksi Benih
Sejati Bawang Merah (Allium cepa var aggregatum) (True Shallot Seed). Tesis ini
diharapkan dapat berguna bagi para mahasiswa, peneliti ataupun pengguna
lainnya yang berkecimpung dalam budidaya bawang merah serta dapat
memperkaya khazanah pengetahuan terutama bidang agronomi dan hortikultura.
Penghargaan dan terima kasih Penulis ucapkan kepada Dr. Winarso D Widodo,

MS selaku ketua komisi, Prof. Dr. Roedhy Poerwanto, M.Sc dan Dr. Endah R
Palupi, M.Sc selaku anggota komisi yang telah memberikan arahan dan
bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di IPB. Serta kepada
Badan Litbang Pertanian atas kesempatan dan dana yang diberikan
Ucapan terima kasih tak terkira untuk Suamiku Jajang Rudianto, SP yang
telah memberikan dukungan dan pengertian selama penulis menjalankan tugas
belajar di IPB. Untuk putri-putriku Humaira Zeanova dan Damara Ziaulhaq atas
kebahagiaan yang diberikan. Untuk kedua orangtuaku H. Ahmad Supriadi dan Hj.
Hindun Rostini atas do’a yang senantiasa diberikan. Untuk Wasri Suherli atas
bantuannya selama penelitian di lapangan. Untuk rekan seperjuangan AGH 2010
Dian Fahrianty, Nur Maslahah, Yulia Delsi, Mutiara Dewi Puspitawati, Ida
Widiyawati, Ahmad Rifqi Fauzi, Engelbert Manaroinsong, Nope Gromikora,
Nofrianil, Toyip, Halim, Anita Darwis, Jorge Araujo De Jesus, Kartika Sangga
Mara dan Desty Sulistyowati atas kebersamaan dan semangat yang diberikan
selama Penulis menempuh studi di IPB.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2013
Gina Aliya Sopha

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciparay Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada
tanggal 22 November 1980 dari ayah H. Ahmad Supriadi dan ibu Hj. Hindun
Rostini. Penulis merupakan anak ke empat dari tujuh bersaudara.
Tahun 1998, penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas 11 Bandung. Pada
tahun yang sama melanjutkan pendidikan pada Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung. Penulis
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada tahun 2003.
Tahun 2004 penulis menikah dengan Jajang Rudianto, SP. Penulis
dikaruniai dua orang putri Humaira Zeanova lahir tahun 2005 dan Damara Ziaulaq
lahir tahun 2011.
Pada tahun 2005 penulis bekerja sebagai Peneliti Pertama di Balai
Penelitian Tanaman Sayuran Lembang di Kelti Ekofisiologi Tanaman. Tahun
2010 penulis mengikuti pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Agronomi
dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, dengan biaya Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………................

xvi

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................

xviii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................

xix

PENDAHULUAN
Latar Belakang ………………………………………….........
Tujuan Penelitian ……………………………………….........
Hipotesis ………………………………………………….......

1
3
4

TINJAUAN PUSTAKA
Pembungaan dan Pembentukan Biji Bawang Merah……........
Fotoperiode .......………………………………………….......
Giberelin ………………………………………………….......

5
8
11

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu ……………………………………...........
Bahan dan Alat ………………………………………….........
Metode Penelitian ……………………………………….........
Analisis dan Model ……………………………………..........
Pelaksanaan Penelitian ……………………………….............
Pengamatan ………………………………………………......

15
15
15
17
18
21

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil .........................................................................................
Percobaan I Pengaruh Waktu Tanam dan GA 3 terhadap
Pembungaan Bawang Merah dan Produksi TSS ..........
Kondisi umum selama percobaan 1 ......................
Pertumbuhan tanaman ...........................................
Pembungaan ..........................................................
Pembuahan dan pembentukan biji .......................
Produksi TSS ........................................................
Percobaan II Pengaruh Fotoperiode dan GA 3 terhadap
Pembungaan Bawang Merah dan Produksi TSS...........
Pertumbuhan tanaman ...........................................
Pembungaan ..........................................................
Pembuahan dan pembentukan biji .......................
Produksi TSS ........................................................
Pembahasan ..............................................................................

25
25
25
30
32
35
40
42
42
44
49
52
54

SIMPULAN DAN SARAN .................................................................
Simpulan ...................................................................................
Saran ..........................................................................................

59
59
60

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………......

61

LAMPIRAN …………………………………………………….........

69

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Pengaruh waktu tanam dan aplikasi GA 3 terhadap tinggi
tanaman (cm) ............................................................................
2. Pengaruh waktu tanam dan aplikasi GA 3 terhadap jumlah
daun dan jumlah anakan ...........................................................
3. Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap waktu muncul
bunga pertama, waktu blooming dan persentase tanaman
berbunga ...................................................................................
4. Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap jumlah umbel per
rumpun dan per petak ...............................................................
5. Pengaruh interaksi waktu tanam dan GA 3 terhadap jumlah
umbel yang dipanen dan persentase kapsul bernas ..................
6. Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap jumlah kapsul per
umbel, jumlah kapsul bernas per umbel, jumlah biji per
kapsul dan jumlah biji per umbel ............................................
7. Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap persentase
pembentukan buah, pembentukan biji dan keberhasilan
reproduksi ................................................................................
8. Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap bobot biji per 100
butir, bobot biji per umbel, bobot biji per rumpun, dan bobot
biji per petak .............................................................................
9. Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap tinggi tanaman dan
jumlah anakan ...........................................................................
10. Pengaruh interaksi fotoperiode dan GA 3 terhadap jumlah
daun umur 30 hst ......................................................................
11. Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap waktu muncul bunga
pertama, waktu blooming, persentase tanaman berbunga dan
jumlah umbel per rumpun ........................................................
12. Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap panjang tangkai
bunga ........................................................................................
13. Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap jumlah kapsul per
umbel, jumlah kapsul per rumpun, jumlah kapsul bernas per
umbel dan persentase kapsul bernas .........................................
14. Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap jumlah biji per
kapsul, jumlah biji per umbel dan jumlah biji per rumpun ......
15. Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap persentase
pembentukan buah, pembentukan biji dan keberhasilan
reproduksi .................................................................................
16. Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap bobot biji per umbel
dan bobot biji per rumpun.........................................................

30
31

32
34
36

37

39

41
43
43

44
48

50
50

52
53

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Deklanasi Matahari pada Bumi ….....……………...................
2. Fotoperiode pada 6o LS ............................................................
3. Suhu udara rataan minimum, harian dan maksimum selama
percobaan ..................................................................................
4. Suhu udara rataan harian sejak tanam sampai berbunga 40%...
5. Curah hujan selama percobaan (mm) .......................................
6. Jumlah hari hujan selama percobaan ........................................
7. Kelembaban udara selama percobaan ..............…………........
8. Jumlah anakan pada kontrol dan giberelin 200 ppm ................
9. Laju persentase tanaman berbunga pada waktu tanam yang
berbeda .....................................................................................
10. Laju persentase tanaman berbunga pada fotoperiode yang
berbeda .....................................................................................
11. Pengaruh GA 3 pada laju persentase tanaman berbunga dalam
fotoperiode berbeda .................................................................
12. Pembungaan bawang merah pada fotoperiode yang berbeda .

9
26
27
27
28
28
29
31
35
45
47
49

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Data Iklim Lembang (Juni 2012-Agustus 2012) ......................
Hasil Pengujian Tanah Pra Penelitian ........................................
Sidik Ragam Percobaan 1 ..........................................................
Sidik Ragam Percobaan 2 .........................................................
Perkembangan Bunga ...............................................................
Waktu Panen TSS .....................................................................
Hasil Uji Daya Berkecambah ...................................................

69
69
70
76
81
81
81

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah (Allium cepa L grup Aggregatum atau Allium cepa L var
ascalonicum Backer) merupakan sayuran bumbu yang memiliki nilai ekonomis
penting di Indonesia (Fritsch & Friesen 2002). Budidaya bawang merah dihadapkan
pada permasalahan penyediaan benih bermutu yang murah. Penggunaan umbi sebagai
bibit memerlukan biaya yang cukup tinggi yaitu sekitar 40% dari total biaya
produksi. Selain itu, volume bibit yang besar memerlukan gudang penyimpanan yang
luas serta biaya angkut yang tinggi mengakibatkan budidaya bawang merah mahal
sejak awal sistem. Daya simpan umbi bibit pun tidak lama sehingga dapat terjadi
kelangkaan bibit di waktu-waktu tertentu. Penanaman umbi terus menerus
menyebabkan mutu umbi bibit kurang terjamin karena hampir selalu membawa
patogen penyakit seperti Fusarium sp, Colletotrichum sp, Alternaria sp dan virus dari
tanaman induk sehingga dapat menurunkan produktivitasnya (Suherman & Basuki
1990; Permadi 1993; Sulistyaningsih 2004).
True shallot seed (TSS) adalah cara alternatif lain untuk mendapatkan bibit
bawang merah. Teknologi budidaya bawang merah melalui TSS belum populer di
Indonesia. Biji sejati bawang merah atau true shallot seed (TSS) adalah biji yang
diperoleh dari umbel atau rangkaian bunga bawang merah. TSS memiliki beberapa
kelebihan selain dapat mengeleminasi virus dari jaringan vegetatif, juga dapat
mengurangi biaya bibit karena kebutuhan bibitnya lebih sedikit dan lebih murah.
Biaya bibit asal TSS lebih murah 50% dibandingkan benih umbi komersil serta
menghasilkan tanaman yang lebih sehat karena biji bebas patogen dan mampu
meningkatkan hasil panen sampai dua kali lipat dibandingkan asal umbi bibit
(Putrasamedja 1995; Basuki 2009). Selain itu, perbanyakan lewat biji dapat
meningkatkan keragaman budidaya bawang merah sehingga sangat berguna bagi
program pemuliaan bawang merah yang mengalami kendala keterbatasan dalam
sumber genetik (Soedomo 2006).

2

Produksi dan pengembangan TSS di Indonesia menemui berbagai kendala
diantaranya adalah rendahnya persentase tanaman berbunga secara alami kurang lebih
30% dari populasi (Putrasamedja & Permadi 1994). Rendahnya persentase tanaman
berbunga diduga disebabkan oleh keadaan iklim di Indonesia, terutama fotoperiode
dan suhu yang tidak mendukung terjadinya inisiasi pembungaan. Fotoperiode di
Indonesia kurang lebih 12 jam dan suhu harian rata-ratanya adalah 210C. Sementara
untuk inisiasi pembungaan, tanaman bawang merah membutuhkan suhu rendah (515oC) dan fotoperiode panjang (>12 jam) (Brewster 1994). Peningkatan produksi
TSS dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pembungaan bawang merah.
Fotoperiode merupakan faktor eksogen yang langsung mempengaruhi pembungaan.
Fotoperiode di daerah tropis seperti Indonesia relatif konstan. Namun, pada
tanggal 22 Juni, bumi membentuk sudut 230 terhadap matahari (deklanasi matahari)
sehingga belahan bumi selatan mengalami siang hari kurang dari 12 jam, sebaliknya
pada 22 bulan Desember, kutub selatan membentuk sudut 230 terhadap matahari
sehingga belahan bumi selatan mengalami hari panjang (Tjasyono 2004; Gardner et
al. 2008). Di Indonesia pengaruh deklanasi tersebut tidaklah terlalu besar. Walaupun
demikian, hasil penelitian sebelumnya oleh Sumarni dan Soetiarso (1998) dan
Rosliani et al. (2005) menemukan bahwa waktu tanam berpengaruh terhadap
pembungaan bawang merah. Diduga adanya perbedaan fotoperiode, curah hujan,
suhu serta kelembaban pada waktu tanam yang berbeda dapat mempengaruhi
pembungaan bawang merah. Fotoperiode dan suhu mempengaruhi induksi dan
inisiasi pembungaan sementara curah hujan akan mempengaruhi kelembaban tanah
yang nantinya sangat mempengaruhi pembentukan biji.
Selain waktu tanam yang berbeda, pengaturan fotoperiode akan mempertegas
peranan fotoperiode dalam pembungaan bawang merah. Menurut Lewis (2000)
fotoperiode yang diberikan melebihi waktu kritis yang dibutuhkan tanaman hari
panjang (LDP) dapat menyebabkan tanaman berbunga lebih cepat dan serempak.
Demikian pula sebaliknya, bila fotoperiode yang diberikan lebih rendah dari waktu
kritis yang dibutuhkan maka dapat menunda waktu berbunga. Titik kritis fotoperiode
bawang merah belum diketahui, namun hari pendek dapat memperlambat

3

pembungaan pada bawang bombay dan bawang putih di daerah sub tropis, sementara
hari panjang dapat mendorong pembungaan dan pengumbian (Khokar et al. 2007;
Matthew et al. 2011).
Selain fotoperiode, giberelin ikut berperan dalam inisiasi pembungaan dan
dapat merangsang pembungaan, serta dapat menggantikan sebagian atau seluruh
fungsi suhu rendah untuk stimulasi pembungaan (Taiz & Zeiger 2002). Sumarni dan
Sumiati (2001) melaporkan bahwa aplikasi 100 ppm GA 3 dan vernalisasi pada suhu
10oC selama 3-4 minggu dapat meningkatkan hasil biji TSS kultivar lokal Warso.
Selain itu, pemberian GA 3 dengan konsentrasi 50-100 mg/l dapat mempercepat
inisiasi bunga dan meningkatkan kualitas bunga pada lili (Yursak 2003).
Respon tanaman terhadap fotoperiode dan giberelin berbeda tergantung jenis
dan kultivarnya. Informasi pembungaan dan produksi TSS pada bawang merah masih
sangat sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan serta
pengaruh fotoperiode yang diterapkan dalam bentuk percobaan waktu tanam dan
pengaturan fotoperiode. Selain itu, untuk melihat pengaruh giberelin maka digunakan
GA 3.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknologi produksi TSS, dengan
mempelajari beberapa hal sebagai berikut :
(1) Mengetahui waktu tanam terbaik untuk pembungaan dan produksi TSS.
(2) Mengetahui fotoperiode terbaik untuk pembungaan dan produksi TSS.
(3) Mempelajari peranan fotoperiode pada pembungaan bawang merah dan
produksi TSS.
(4) Mengetahui konsentrasi giberelin terbaik untuk pembungaan dan produksi
TSS.
(5) Mempelajari peranan giberelin pada pembungaan bawang merah dan produksi
TSS.

4

Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
(1) Waktu tanam yang tepat dapat meningkatkan pembungaan dan produksi TSS.
(2) Hari panjang dapat meningkatkan pembungaan dan produksi TSS.
(3) Fotoperiode berperan dalam pembungaan bawang merah. Fotoperiode
panjang saat tanam dan saat fase vegetatif akhir dapat meningkatkan
pembungaan bawang merah. Fotoperiode panjang meningkatkan produksi
TSS dengan meningkatkan peubah pembungaan.
(4) Konsentrasi GA 3 yang tepat dapat meningkatkan pembungaan dan produksi
TSS.
(5) Giberelin berperan dalam pembungaan bawang merah. Aplikasi giberelin
eksogen dapat meningkatkan pembungaan bawang merah. Aplikasi giberelin
meningkatkan produksi TSS dengan meningkatkan peubah pembungaan.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Pembungaan dan Pembentukan Biji Bawang Merah
Perbanyakan vegetatif menyebabkan variabilitas bawang merah rendah serta
umbi bibit dapat membawa patogen penyakit seperti Fusarium sp, Colletotrichum sp,
Alternaria sp dari tanaman asalnya sehingga dapat menurunkan produktivitasnya
(Walkey 1990; Permadi 1993). Selain itu, perbanyakan vegetatif memiliki berbagai
kekurangan diantaranya tingkat perbanyakan rendah, biaya umbi bibit tinggi, gudang
penyimpanan yang diperlukan besar, terjadi kehilangan selama penyimpanan karena
busuk dan berkecambah, rentan terhadap serangan hama dan soil borne disease serta
dapat mengeleminasi virus dari jaringan vegetatif. Peningkatan kontaminasi virus
pada bibit bawang merah dapat diikuti dengan penurunan hasil panen (Walkey 1990).
Kekurangan umbi bibit dapat diatasi dengan kultur meristem yang diikuti
dengan perbanyakan in vitro atau dengan menggunakan kultivar yang diperbanyak
dengan biji (Keller et al. 2000; Rabinowitch & Kamenetsky 2002). Perbanyakan
dengan biji dapat dilakukan dengan cepat, murah dan merupakan sistem alami yang
komplit dalam mengeliminasi virus (Grubben 1994). Selain itu fertilitas bawang
merah memungkinkan untuk seleksi pemuliaan galur superior misalnya dengan galur
mandul jantan sitoplasmik (Berninger 1965). Mandul jantan dapat digunakan dalam
berbagai perakitan varietas hibrida (Rabinowitch 1990). Oleh karena itu, pembungaan
menjadi hal yang sangat penting untuk memproduksi biji bawang merah.
Pada proses pembungaan terjadi perubahan fase atau transisi dari fase
vegetatif menjadi fase generatif. Kemampuan untuk berbunga dapat dicapai ketika
tanaman mencapai umur tertentu. Kondisi lingkungan yang mendukung sangat
penting bagi beberapa tumbuhan agar dapat berbunga. Faktor lingkungan yang sangat
menentukan dalam pembungaan adalah fotoperiode dan suhu (Taiz & Zeiger 2002)
lebih tepatnya adalah perlakuan suhu dingin atau vernalisasi (Michaels & Amasino
2000; Corbesier & Coupland 2006). Faktor lainnya yaitu zat pengatur tumbuh,
diantaranya giberelin (Taiz & Zeiger 2002).

6

Menurut Bernier et al. (1985) terdapat dua teori pembungaan yaitu: teori
pertama menyatakan bahwa inisiasi pembungaan pada tanaman tidak akan terjadi
kecuali ada stimulasi, sedangkan teori kedua menyatakan bahwa tanaman selalu
berpotensi berbunga tetapi kadang-kadang tertekan oleh kondisi lingkungan yang
tidak sesuai. Namun, pada prinsipnya terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi
pembungaan, yaitu : (1) produksi hormon pembungaan atau florigen yang diinduksi
oleh kondisi lingkungan; (2) tersedianya kandungan nutrisi yang cukup untuk
mendukung perubahan dalam apikal; serta (3) perubahan respon biokimia pada apikal
yang memicu dihasilkannya unsur-unsur tertentu untuk menginduksi pembungaan
(Bidwell 1979).
Pada kebanyakan genotipe, proses pembungaan dapat dibagi menjadi empat
tahapan yaitu : (1) induksi bunga, inisiasi; (2) diferensiasi (organogenesis); (3)
pendewasaan dan perkembangan bagian bunga serta (4) antesis (Lang 1952). Induksi
pembungaan adalah suatu proses yang distimulasi oleh faktor luar dari apikal utama
yang mampu menginduksi pembentukan primordia bunga (Hempel et al. 2000). Pada
tahap induksi terjadi perubahan respon biokimia pada apikal yang menjadi sinyal
pertama perubahan fase vegetatif ke arah generatif. Hal ini ditandai oleh pelapisan
struktur apikal yang merupakan perubahan pertama bentuk morfologi dan struktur
vegetatif menjadi reproduktif. Sementara inisiasi bunga merupakan awal yang
menentukan terbentuknya organ reproduktif. Perubahan tunas apikal dan aksilar dari
fase vegetatif menjadi tunas bunga merupakan aktivitas hormonal yang berlangsung
pada tanaman tersebut yang umumnya diinduksi oleh kondisi lingkungan tertentu
seperti suhu dan perubahan fotoperiode. Induksi dan inisiasi pembungaan dipengaruhi
oleh genotipe dan lingkungan, interaksi keduanya mempengaruhi proses biokimia dan
molekular, membawanya ke masa transisi dari masa vegetatif ke generatif
(Rabinowitch & Kamenetsky 2002).
Berbeda dengan induksi pembungaan, diferensiasi bunga dapat tetap
berlangsung walaupun kondisi untuk induksi pembungaan sudah tidak ada (Erwin
2005). Selama tahap diferensiasi, struktur primordia bunga terlihat jelas dibawah
mikroskop; terdiri atas sepal, petal, stamen, pistil maupun karpelnya. Pada tahap

7

ketiga terjadi pematangan bagian-bagian bunga, seperti jaringan sporogenous, kepala
putik dan serbuk sari. Pada tahap akhir, bagian-bagian bunga mencapai ukuran
maksimum, stigma menjadi reseptif dan serbuk sari berkembang sempurna (Ryugo
1990). Pada bawang merah formasi perkembangan generatif bersimultan dengan
perkembangan vegetatif, daun terus terbentuk di meristem aksilar bersimultan dengan
perkembangan bunga di apikal utama. Selain itu, inisiasi dan diferensiasi dari
promordia bunga baru berlanjut secara berurutan dengan pertumbuhan dan
perkembangan bunga sebelumnya. Batang bunga bawang merah muncul dari
meristem utama (Rabinowitch & Kamentesky 2002).
Pada spesies Allium termasuk bawang merah pembungaan sangat dipengaruhi
oleh umur fisiologi dan kondisi lingkungan (Kamenetsky 2000). Masa juvenile
tergantung pada genetika tanaman dan lingkungan tumbuhnya. Kemampuan untuk
berbunga tidak hanya bergantung pada besarnya cadangan yang tersedia namun juga
pada ukuran meristem apikalnya (Kamenetsky & Rabinowitch 2002). Ukuran umbi
yang cukup besar (>5 g) mampu meningkatkan pembungaan dan produksi TSS
(Sumarni & Soetiarso 1998). Hal ini disebabkan ukuran umbi yang besar
menghasilkan sintesis de novo giberelin alami dengan konsentrasi tinggi. Semakin
tinggi ukuran umbi semakin tinggi karbohidratnya. Sedangkan karbohidrat
merupakan bahan baku dari asam amino kauren atau steviol yang digunakan sebagai
intermediet pembentukan giberelin (Sumiati & Sumarni 2006).
Vernalisasi dibutuhkan untuk induksi pembungaan pada bawang merah.
Tanaman bawang post-juvenile merespon vernalisasi baik pada saat penyimpanan
atau pun pada saat tumbuh di lapangan, dan sensitifitasnya terhadap vernalisasi
meningkat dengan bertambahnya usia. Suhu dingin dapat menginduksi pembungaan
namun sebaliknya suhu tinggi dapat memperlambat pembungaan (Kamenetsky &
Rabinowitch 2002). Suhu rendah 5oC dan 10oC, dapat menginduksi bunga pada
bawang merah namun sebaliknya suhu tinggi baik di gudang ataupun di lapangan
dapat menghambatnya. Suhu tinggi selama penyimpanan tidak hanya menghambat
pembungaan namun juga menunda umur berbunga, mengurangi jumlah bunga serta
dapat menekan munculnya rangkaian bunga yang telah terinisiasi (Heath & Mathur

8

1944 ; Krontal et al. 2000). Untuk bawang merah tropis yang tumbuh pada suhu
tinggi (29oC siang /21oC malam), bunga mekar normal hanya terjadi pada umbi yang
disimpan pada suhu 5oC, namun bila ditumbuhkan pada suhu yang lebih rendah
(17oC siang/9oC malam) hasil terbaik bila umbi disimpan pada suhu 10oC
(Kamenetsky & Rabinowitch 2002). Walau demikian hasilnya dapat berbeda untuk
setiap kultivar. Pada wortel, vernalisasi diikuti fotoperiode panjang dapat
meningkatkan persentase tanaman berbunga dibandingkan pada fotoperiode normal
(Dias-Tagliacozzo & Valio 1994).
Penggunaan kultivar yang diperbanyak dengan biji atau TSS (True Shallot
Seed) sebagai bibit memiliki beberapa keuntungan dibandingkan umbi bibit yaitu
dapat mengurangi biaya bibit hingga 50% dibanding umbi bibit komersil, volume
TSS rendah (kebutuhan benih TSS ± 7,5 kg/ha sementara umbi bibit mencapai ± 2
ton/ha) sehingga penyimpanannya lebih mudah dan biaya angkutnya lebih murah,
menghasilkan tanaman yang lebih sehat karena biji bebas patogen dan bebas virus
serta umbi yang dihasilkan lebih besar sehingga produktivitasnya tinggi (Ridwan et
al. 1989; Suherman & Basuki 1990; Permadi 1993; Putrasamedja 1995; Sumarni et
al. 2005; Basuki 2009).
Fotoperiode
Induksi fotoperiode terhadap pembungaan dilaporkan pertama kali pada tahun
1914 oleh Julien Tornois pada tanaman ‘hops’. Kemudian dilaporkan bahwa
fotoperioditas merupakan fenomena umum dan mampu mengontrol pembungaan
tanaman pada umunnya (Garner & Allard 1920). Daun merupakan penerima signal
fotoperiode (Knott 1934).
Fotoperiodisme adalah suatu mekanisme merespon durasi, kualitas dan energi
radiasi cahaya, sehingga membuat tanaman dapat merespon perubahan fotoperiode
dan berbunga di waktu tertentu dalam setahun (Iannucci et al. 2008). Pada tanggal 22
Juni, bumi membentuk sudut 230 terhadap matahari (Gambar 1) sehingga belahan
bumi utara mengalami siang hari yang lebih dari 12 jam dan belahan bumi selatan
mengalami siang hari kurang dari 12 jam, sebaliknya pada 22 bulan Desember waktu

9

kutub selatan memberntu sudut 230 terhadap matahari. Lembang terletak pada 60 LS,
artinya pada bulan Juni mengalami hari terpendek dan pada bulan Desember
mengalami hari terpanjang.

Gambar 1 Deklinasi Matahari pada Bumi.
Fotoperiode merupakan faktor lingkungan yang mengendalikan pembungaan.
Namun, studi berikutnya menerangkan bahwa niktoperiode (panjang malam) yang
merupakan faktor pengendali respon tanaman bukan fotoperiodenya. Hal ini
dibuktikan dengan apabila periode gelap diselingi oleh pencahayaan singkat maka
hasilnya adalah pengaruh hari panjang, namun sebaliknya bila periode terang
diinterupsi dengan periode gelap tidak memberikan pengaruh terhadap pembungaan
(Gardner et al. 2002). Fotoperiode dapat digunakan untuk menginduksi pembungaan
pada musim tertentu (Larson 1960). Kelompok cahaya yang aktif untuk induksi
fotoperiode pembungaan adalah cahaya merah dengan panjang gelombang 600-700
nm (Grant 1997).
Menurut Hillman (1962) klasifikasi tanaman berdasarkan responnya terhadap
fotoperiode sebagai berikut: (1) Tanaman hari pendek (short-day plants, SDP).
Pembungaan terjadi bila fotoperiode yang diterima lebih pendek daripada fotoperiode
maksimum kritis dan biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan lainnya

10

seperti suhu; (2) Tanaman hari panjang (long-day plants, LDP). Pembungaan terjadi
bila fotoperiode yang diterima lebih panjang daripada fotoperiode minimum kritis;
(3) Tanaman hari pendek panjang (short-long-day plants, SLDP). Pembungaan
terjadi bila terkena serangkaian hari pendek kemudian diberi hari panjang, selain itu
diperlukan periode vernalisasi di antara waktu tersebut; (4) Tanaman hari panjang
pendek (long-short-day plants, LSDP). Pembungaan terjadi bila dikenai serangkaian
hari panjang kemudian dikenai serangkaian hari pendek; serta (5) Tanaman netral
(day-neutral plants, DNP). Pembungaan tidak peka terhadap fotoperiode tetapi
berhubungan dengan faktor usia yaitu bunga muncul setelah dicapai umur atau
ukuran minimum. Bawang merah termasuk dalam genus Allium yang merupakan
tanaman LDP (Rabinowitch & Kamenetsky 2002).
Thomas dan Vince-Prue (1997) menyatakan fotoperiode memungkinkan
terjadinya induksi pembungaan karena adanya sinyal perbedaan fotoperiode yang
diterima tanaman. Studi berikutnya menemukan dasar molekuler penerimaan sinyal
fotoperiode yaitu : phytochromes dan cryptochromes yang mampu memonitor
fotoperiode serta merupakan komponen jalur sinyal pembungaan yang berhubungan
dengan circadian clock (Michaels & Amasino 2000). Beberapa jenis tanaman sensitif
terhadap fotoperiode dan akan berbunga pada fotoperiode tertentu. Pemberian cahaya
tambahan selama periode gelap (night break) dapat dimulai segera sebelum
munculnya bunga serta dapat mendorong induksi pembungaan dan menyebabkan
pemanjangan batang tanaman seperti ditemukan pada tanaman Craspedia globosa
dan Lilium spp (Annis et al. 1992 ; Yursak 2003). Penambahan fotoperiode dapat
mempercepat waktu munculnya rangkaian bunga pada bawang Bombay (Khokar et
al. 2007). Sementara pada bawang putih night break dapat meningkatkan
pemanjangan tangkai bunga serta menambah jumlah floret (bunga tunggal) untuk
beberapa genotipe (Matthew et al. 2011).
Respon tanaman terhadap fotoperiode terjadi karena adanya sinyal
pembungaan oleh stimulasi pembungaan (floral stimulus) yang ditranslokasikan dari
daun ke meristem apikal. Stimulasi pembungaan menginduksi pembungaan dan
merubah meristem apikal yang vegetatif menjadi generatif. Hal ini menyebabkan

11

tanaman membentuk kuncup bunga (Vince-Prue 2002). Sinyal pembungaan dapat
diterima oleh daun yang sudah mencapai kompetensi atau kematangan tanggap
(Bernier et al. 1985). Kompetensi tersebut bergantung pada spesiesnya (Salisbury &
Ross 1995). Pada bawang merah, kompetensi dapat terjadi setelah memiliki 6 helai
daun sejati (Kamenetsky & Rabinowitch 2002).
Giberelin
Giberelin atau GA adalah semua senyawa tetarasiklik diterpenoid dengan
sistem cincin ent-giberelan. Ditemukan pada tahun 1926 oleh E. Kurosawa, ilmuwan
Jepang yang menemukan cendawan penyebab elongasi pada batang padi, selanjutnya
cendawan tersebut diberi nama Gibberella fujikuroi (Audus 1972). Semua giberelin
bersifat asam dan dinamakan GA (asam giberelat) yang dinomori untuk membedabedakannya. Biosintesis giberelin menggunakan asetil CoA dan respirasi (Taiz &
Zeiger 2002). Giberelin disintesis lewat jalur asam mevalonic dalam jaringan yang
sedang tumbuh dan biji yang sedang berkembang. Giberelin yang umumnya tersedia
di pasaran adalah asam giberelat yang dikenal dengan nama GA 3 yang
ditranslokasikan melalui xylem dan phloem, serta merupakan giberelin komersial
pertama yang tersedia dan digunakan dalam sistem standar bioassay (Arteca 1995).
Giberelin berperan dalam pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.
Giberelin memacu pembelahan, pertumbuhan dan pembesaran sel. Hormon ini
meningkatkan hidrolisis pati, dan fruktan menjadi glukosa dan fruktosa. Heksosaheksosa hasil dari hidrolisis pati merupakan sumber energi terutama untuk
pembentukan dinding sel, dan menyebabkan energi potensial air menjadi rendah.
Penurunan energi potensial air menyebabkan air dari luar sel mudah berdifusi ke
dalam sel, sehingga sel dapat membesar. Pembesaran sel yang disebabkan oleh GA 3
dapat mencapai 15 kali lebih tinggi dari sel yang tidak diberi perlakuan GA 3 (Davies
1995).
Giberelin memegang peranan penting dalam inisiasi pembungaan pada
beberapa tanaman, terutama pada tanaman bersifat rosette (Chailakhyan 1968). Pada
peach dan anthurium GA 3 dapat mempercepat inisiasi bunga (Gianfagna 1986). Bila

12

giberelin diaplikasikan pada tanaman rosette dalam kondisi non induktif untuk
berbunga akan mampu membuat tanaman tersebut bolting dan berbunga, namun bila
konsentrasinya rendah tanaman sanggup untuk bolting namun tidak berbunga.
Giberelin diduga memiliki pengaruh tidak langsung terhadap pembungaan (Stuart &
Cathey 1961). Pengaruh giberelin terhadap pembungaan tidak konsisten karena
kandungan auksin dan giberelin dalam tanaman dipengaruhi fotoperiode, hal ini
menyebabkan ambigu dengan reaksi pembungaan akibat fotoperiode (Chailakhyan &
Lozhinkova 1960; Chailakhyan 1968). Pada tanaman LDP kandungan GA tinggi
diperlukan untuk berbunga dan retardant GA dapat menunda pembungaan, sementara
pada tanaman SDP, aplikasi GA tidak berpengaruh namun retardant GA diperlukan
untuk berbunga pada kondisi non induktif (Gent & McAvoy 2000). Selain itu pada
tanaman yang membutuhkan vernalisasi, hubungan antara giberelin endogenous dan
pembungaan sangat bervariasi tergantung spesies (Chailakhyan & Lozhinkova 1960).
Pada tanaman olive vernalisasi diperlukan untuk menginduksi pembungaan.
Selama periode dingin, kandungan giberelin pada tanaman tersebut antara tunas
bunga dan tunas vegetatif berbeda. Kandungan giberelin pada rangkaian bunga
meningkat selama pertumbuhannya dan mencapai titik maksimum pada fase awal
perkembangannya kemudian menurun sampai titik minimum 2 minggu sebelum
mekar sempurna. Aplikasi giberelin eksogen tanpa vernalisasi gagal untuk
menginduksi pembungaan, hal ini mengindikasikan bahwa vernalisasi merangsang
proses pembungaan kemudian bekerja bersama giberelin endogenous untuk berbunga.
Selain itu, keseimbangan antara endogenous inhibitor dan giberelin merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap induksi pembungaan (Badr et al. 1970). Namun, pada
beberapa species seperti Gailardia x Grandiflora giberelin dapat mensubtitusi
vernalisasi (Harkess & Lyons 1994).
Tanaman dapat menghasilkan giberelin endogen dalam jumlah yang berlebih
ataupun rendah, dan tidak semua giberelin yang terdapat pada tanaman tersebut
bersifat aktif. Kandungan GA dalam kodisi hari panjang meningkat dua sampai empat
kali lipat dibandingkan tanaman yang tumbuh pada hari pendek (Tanimoto & Harada
1985). Pemberian giberelin pada tanaman harus disesuaikan dengan waktu yang

13

diinginkan oleh tanaman. Pada Silene armeria, pemberian GA 3 pada kondisi hari
pendek menjadikan tanaman bolting namun tidak menginduksi bunga (Wellensiek
1972). Pada Lolium temulentum, efektifitas GA 3 muncul ketika GA 3 diaplikasikan
pada akhir periode terang, namun bila diberikan pada awal atau pertengahan periode
terang maka pengaruhnya kecil (Evans 1964).
Pengaruh giberelin pada tanaman yang memerlukan vernalisasi untuk
pembungaannya bervariasi (Tanimoto & Harlin ada 1985). Pada tanaman yang
membutuhkan vernalisasi untuk berbunga, pengaruh giberelin dapat menginduksi
bolting dan pembungaan atau hanya menyebabkan bolting saja (Audus 1972).
Vernalisasi adalah suatu proses yang dibutuhkan untuk spesies tanaman tertentu
termasuk Allium untuk memasuki fase reproduktif, melalui pemberian suhu rendah
bukan suhu beku (Streck 2003). Giberelin mampu menginduksi pembungaan pada
kondisi non induktif ditemukan pada tanaman Hyosyamus niger (Lang 1956),
Petrosilenum crispum, Daucus carota, Brassica napus (Lang 1957), B. oleraceae, B.
napobrassica, B. rapa, Digitalis purpurea, Bellis perennis, Matthiola incana, Viola
tricolor (Wittwer & Bukovac 1957), Apium graveolens, Beta vulgaris (Wittwer &
Bukovac 1958), Centaurium minus (McComb 1967) dan Chicorium intybus
(Michniewicz & Kamienska 1964). Sementara pada spesies lainnya hanya mampu
menyebabkan bolting saja tanpa menginduksi bunga contohnya aplikasi GA 3 pada
Arabidopsis thaliana tidak dapat menginduksi pembungaan (Besnard-Wibaut 1981).
Efektifitas giberelin dalam menginduksi pembungaan sangat bervariasi
tergantung pada species dan GA yang diaplikasikan. Sedikitnya terdapat 90 macam
GA dan pengaruhnya pada tanaman berbeda (Arteca 1995). Pada Myosotis alpestris
aplikasi GA 7 dapat menginduksi bolting dan pembungaan, sementara GA 3 hanya
menyebabkan bolting saja (Michniewicz & Lang 1962).

14

15

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai
Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus
2012. Lembang terletak pada 1070 36’ BT dan 60 49’ LS. Selama percobaan, suhu
harian rata-rata adalah 210C dengan suhu minimum 150C dan suhu maksimum 250C.
Kelembaban rata-rata adalah 85% dengan curah hujan rata-rata 154 mm per bulan
dan banyak hari hujan rata-rata 8 hari per bulan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bibit umbi bawang merah kultivar Bali Karet,
GA 3 , pupuk kandang ayam, pupuk NPK 15-15-15, plastik transparan, plastik hitam,
bambu, lampu hemat energi 23 watt (setara dengan 100 W), dan bahan pertanian
lainnya. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan Sartorius, tempat
vernalisasi (cold storage), tempat perkecambahan, alat pengatur waktu serta alat
pertanian lainnya.
Metode Penelitian
1.

Percobaan Pengaruh Waktu Tanam dan GA 3 terhadap Pembungaan Bawang
Merah dan Produksi TSS.
Percobaan dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012,

dengan Rancangan Petak Terpisah, dengan waktu tanam sebagai petak utama dan
perlakuan GA 3 sebagai anak petaknya.
Sebagai petak utama adalah waktu tanam (W) terdiri atas W1 = Minggu IV Juni
2011, W2 = Minggu IV September 2011, W3 = Minggu IV Desember 2011 dan W4
= Minggu IV Maret 2012. Sebagai anak petak adalah konsentrasi GA 3 (G) terdiri atas
G1 = 0 (tanpa GA 3 ) (kontrol), G2 = GA 3 50 ppm, G3 = GA 3 100 ppm dan G4 = GA 3
200 ppm
Dari dua faktor perlakuan, diperoleh 16 kombinasi perlakuan. Setiap
kombinasi perlakuan diulang 3 kali, sehingga secara keseluruhan terdapat 42 unit
percobaan. Petak percobaan berukuran 1 m x 3 m dengan jarak tanam 15 cm x 20 cm,

16

sehingga diperoleh 100 tanaman per petak. Kultivar yang digunakan adalah Bali
Karet dengan ukuran bibit > 5 gram dan ≤ 20 gram yang telah divernalisasi selama 3
minggu pada suhu 100C.
2.

Percobaan Pengaruh Fotoperiode dan GA 3 terhadap Pembungaan Bawang Merah
dan Produksi TSS.
Percobaan dilaksanakan di dataran tinggi Kebun Percobaan Margahayu Lembang

1250 m dpl pada bulan Desember 2011 sampai dengan April 2012, dengan
Rancangan Petak Terpisah. Petak utama merupakan fotoperiode dan perlakuan GA 3
sebagai anak petak.
Petak utama adalah fotoperiode (F) terdiri atas : F1 = Fotoperiode 10 jam, F2 =
Fotoperiode alami (kontrol), F3 = Fotoperiode alami + 2 jam night break dan F4 =
Fotoperiode alami + 4 jam night break. Anak petak adalah konsentrasi GA 3 (G)
terdiri atas G1 = 0 (tanpa GA 3 ) (kontrol), G2 = GA 3 50 ppm, G3 = GA 3 100 ppm dan
G4 = GA 3 200 ppm.
Dari dua faktor perlakuan, diperoleh 16 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi
perlakuan diulang 3 kali, sehingga secara keseluruhan terdapat 42 satuan percobaan.
Setiap satuan percobaan terdiri atas 3 polybag ukuran 30 cm atau 8 kg tanah, masing
– masing polybag ditanam 3 umbi bawang merah. Kultivar yang digunakan adalah
Bali Karet dengan ukuran bibit > 5 gram dan ≤ 20 gram yang telah divernalisasi
selama 3 minggu pada suhu 100C.
Analisis dan Model
1.

Pengaruh Waktu Tanam dan GA 3 terhadap Pembungaan Bawang Merah dan
Produksi TSS.
Persamaan matematik dari rancangan yang digunakan adalah :
Y ijk = µ + ρ i + α j + γ ij + β k + (αβ) jk + ε ijk

Keterangan :
i

= 1,2,3 (ulangan)

j

= 1,2,3,4 (waktu tanam)

k

= 1,2,3,4 (konsentrasi GA 3 )

17

Y ijk

= Hasil pengamatan pengaruh waktu tanam ke-j, konsentrasi GA 3 ke-k pada
ulangan ke-i

µ

= Nilai tengah

ρi

= Pengaruh ulangan ke-i

αj

= Pengaruh waktu tanam (petak utama) ke-j

γ ij

= Pengaruh galat waktu tanam ke-j, ulangan ke-i

βk

= Pengaruh konsentrasi (anak petak) GA 3 ke-k

(αβ) jk = Pengaruh interaksi antara waktu tanam ke-j dan konsentrasi GA 3 ke-k
ε ijk

= Pengaruh galat waktu tanam ke-j dan konsentrasi GA 3 ke-k pada ulangan
ke-i
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (uji F). Apabila dengan uji

F menunjukkan pengaruh nyata, uji wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada α = 5%
dilakukan untuk menguji beda nyata antar perlakuan. Pengolahan data menggunakan
program SAS volume 9 Portable.
2.

Percobaan Pengaruh Fotoperiode dan GA 3 terhadap Pembungaan Bawnag Merah
dan Produksi TSS.
Persamaan matematik dari rancangan yang digunakan adalah :
Y ijk = µ + ρ i + α j + γ ij + β k + (αβ) jk + ε ijk

Keterangan :
i

= 1,2,3 (ulangan)

j

= 1,2,3,4 (fotoperiode)

k

= 1,2,3,4 (konsentrasi GA 3 )

Y ijk

= Hasil pengamatan pengaruh fotoperiode ke-j, konsentrasi GA 3 ke-k pada
ulangan ke-i

µ

= Nilai tengah

ρi

= Pengaruh ulangan ke-i

αj

= Pengaruh fotoperiode (petak utama) ke-j

γ ij

= Pengaruh galat fotoperiode ke-j, ulangan ke-i

βk

= Pengaruh konsentrasi GA 3 (anak petak) ke-k

18

(αβ) jk = Pengaruh interaksi antara fotoperiode ke-j dan konsentrasi GA 3 ke-k
ε ijk

= Pengaruh galat fotoperiode ke-j dan konsentrasi GA 3 ke-k pada ulangan ke-i
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (uji F). Apabila dengan uji

F menunjukkan pengaruh nyata, uji wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf α
= 5% dilakukan untuk menguji beda nyata antar perlakuan. Pengolahan data
menggunakan program SAS volume 9 Portable.
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan sampel tanah sebelum penelitian
Sampel yang diambil sebelum penelitian adalah sampel tanah sebelum
percobaan yaitu sebelum lahan diolah. Pengujian sampel ini diperlukan untuk
mengetahui kandungan hara yang terkandung dalam sampel.
Cara pengambilan sampel tanah adalah dengan