Perbaikan Sifat Termal dan Mekanik Komposit Poliasam Laktat- Nanoselulosa melalui Asetilasi

PERBAIKAN SIFAT TERMAL DAN MEKANIK KOMPOSIT
POLIASAM LAKTAT-NANOSELULOSA MELALUI
ASETILASI

RESTY DWI ANDINIE

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbaikan Sifat Termal
dan Mekanik Komposit Poliasam Laktat-Nanoselulosa melalui Asetilasi adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013

Resty Dwi Andinie
NIM G44090048 

ABSTRAK
RESTY DWI ANDINIE. Perbaikan Sifat Termal dan Mekanik Komposit
Poliasam Laktat-Nanoselulosa melalui Asetilasi. Dibimbing oleh SUMINAR
SETIATI ACHMADI dan LISMAN SURYANEGARA.
Selulosa mikrofibril (MFC) memiliki serat berukuran nano, bobot molekul
tinggi, dan kristalinitas tinggi sehingga dapat dijadikan penguat serta pengisi
dalam komposit poliasam laktat (PLA). Perbedaan sifat antara PLA yang bersifat
hidrofobik dan MFC yang bersifat hidrofilik menyebabkan rendahnya
kompatibilitas dan dispersibilitas yang dihasilkan sehingga menurunkan sifat
mekanik dan termal komposit PLA. Oleh karena itu, perbaikan sifat termal dan
mekanik dilakukan dengan memodifikasi MFC menjadi MFC-asetat. Derajat
substitusi (DS) MFC-asetat yang diujikan dalam komposit PLA ini ialah 0.2, 0.5,
dan 0.8. Keberhasilan asetilasi dibuktikan dengan spektrofotometer inframerah,

yaitu berkurangnya serapan gugus -OH di sekitar 3300 cm-1, keberadaan C=O ulur
di sekitar 1770 cm-1, dan CO asetil di 1235 cm-1. Kompatibilitas dan
dispersibilitas pada komposit tercapai dengan semakin meningkatnya nilai DS
asetil. Modifikasi MFC-asetat dapat menaikkan sifat termal dan mekanik
komposit PLA, yang terbaik ialah pada DS 0.5 dengan ketahanan panas yang
tinggi, suhu kristalisasi (Tcc), dan suhu leleh (Tm) rendah, berturut-turut 88 °C dan
166 °C. Sifat mekanik yang dihasilkan DS 0.5 menunjukkan regangan maksimum,
kuat tarik, dan modulus elatisitas yang lebih tinggi daripada PLA murni dan
komposit PLA/MFC, berturut-turut sebesar 1.6%, 31.3 MPa, dan 2.7 GPa.
Kata kunci: MFC-asetat, poliasam laktat, selulosa asetat, selulosa mikrofibril

ABSTRACT
RESTY DWI ANDINIE. Improvement of Thermal and Mechanical Properties of
Polylactic Acid-Nanocellulose Composites through Acetylation. Supervised by
SUMINAR SETIATI ACHMADI and LISMAN SURYANEGARA.
Microfibrillated cellulose (MFC) has nano-sized dimension, high molecular
weight, and high crystallinity that can be used as reinforcement and filler in
polylactic acid (PLA) composites. Property differences between hydrophobic PLA
and hydrophilic MFC cause low compatibility and dispersibility will decrease the
thermal and mechanical properties of the PLA composites. Therefore,

improvement of these properties should be done by modifying the MFC to MFCacetate. Degree of substitution (DS) of the MFC-acetate tested in the PLA
composites were 0.2, 0.5, and 0.8. The success of acetylation was evidenced by
infrared spectrophotometer: reduced absorption of -OH group at 3300 cm-1,
existence of C=O stretching at 1770 cm-1 and C-O acetyl at 1235 cm-1.
Compatibility and dispersibility in the composite was achieved by increasing the
DS of acetyl. The best thermal and mechanical properties was achieved by DS 0.5
with high heat resistance, low crystalization temperature (Tcc), and melting
temperature (Tm), namely 88 °C and 166 °C, respectively. Mechanical properties
of the resulting DS 0.5 showed higher maximum strain, tensile strength, and
modulus of elasticity as compared to the pure PLA and PLA/MFC composite by
1.6%, 31.3 MPa, and 2.7 GPa, respectively.
Keywords: cellulose acetate, microfibrillated cellulose, MFC-acetate, polylactic acid

PERBAIKAN SIFAT TERMAL DAN MEKANIK KOMPOSIT
POLIASAM LAKTAT- NANOSELULOSA MELALUI
ASETILASI

RESTY DWI ANDINIE

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Perbaikan Sifat Termal dan Mekanik Komposit Poliasam LaktatNanoselulosa melalui Asetilasi
Nama
: Resty Dwi Andinie
NIM
: G44090048

Disetujui oleh

Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD

Pembimbing I

Dr Lisman Suryanegara, MAgr
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya karya ilmiah yang berjudul Perbaikan Sifat Termal dan
Mekanik Komposit Nanoselulosa-Poliasam Laktat Melalui Asetilasi berhasil
diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Agustus 2013.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Suminar Setiati Achmadi dan
Bapak Lisman Suryanegara sebagai pembimbing yang telah memberikan
dukungan materal maupun moral, bimbingan, masukan, serta motivasi yang luar

biasa hingga karya tulis ini dapat selesai dengan baik. Penghargaan juga penulis
berikan untuk kedua orang tua, Bapak dan Mamah yang juga telah memberikan
dukungan moral maupun materal serta kasih sayangnya sehingga menjadi
motivasi tersendiri bagi penulis untuk bersemangat dalam menyelesaikan karya
ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah
memberikan Beasiswa Bantuan Mahasiswa selama masa perkuliahan penulis.
Terima kasih juga diungkapkan kepada Kakak, Adik, dan Nenek untuk semangat
dan kasih sayangnya serta terima kasih juga penulis ucapkan kepada staf di
Bagian Kimia Organik, Departemen Kimia, maupun LIPI yang telah membantu
memperlancar jalannya penelitian. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih untuk
Daniel atas dukungan dan semangatnya serta bantuannya dalam kelancaran
penelitian ini, kepada Restu, Kartika, Yuthiqa, Dilla, Reza, Selvia, Sarah, Karend,
Santi, Ajeng Herpianti, Gina, Nisfiyah, Ichsan, dan Ajeng atas dukungan serta
semangatnya.
Penelitian ini disponsori oleh Kementerian Riset dan Teknologi melalui
LIPI pada Program Kompetitif Material Maju tahun 2013 yang diraih oleh Dr
Lisman Suryanegara, MAgr.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.


Bogor, Oktober 2013

Resty Dwi Andinie

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Alat dan Bahan
Prosedur
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri MFC
MFC-asetat
Komposit PLA MFC-asetat
Sifat Termal
Sifat Mekanik
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii
vii
vii
1
3
3
3
6
6
7
8
9
12
13
13
17

2


DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Unit selobiosa dalam rantai selulosa
Morfologi serat pulp fiber dan selulosa mikrofibril
Morfologi MFC dengan perbesaran tertentu
Film komposit hasil pencampuran
Perbandingan kurva DSC
Spesimen uji mekanik

1
2
6
9

11
12

DAFTAR TABEL
1 Kadar asetil dan DS MFC-asetat
2 Serapan FTIR MFC-asetat dengan beragam DS
3 Data analisis sifat termal komposit PLA/MFC-asetat
4 Data Sifat mekanik komposit PLA/MFC-asetat

7
8
10
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

6

Bagan alir kerja
Penentuan kadar asetil dan DS
Hasil spektrum dan serapan FTIR
Data komposisi komposit PLA
Kurva DSC
Hasil sifat mekanik komposit

16
17
19
21
21
24

1

PENDAHULUAN
Poliasam laktat (PLA) dapat dijadikan sebagai bahan baku plastik karena
sifatnya yang biokompatibel, biodegradabel, dan berkelanjutan serta memiliki
sifat kekakuan dan kekuatan yang tinggi (Ishida et al. 2006). PLA memiliki
keunggulan dengan sifatnya yang menyerupai poliolefin di antaranya ialah
memiliki kekuatan yang sama seperti polistirena dan prosesnya mudah seperti
polipropilena. Oleh karena itu, PLA lebih banyak digunakan dalam industri bila
dibandingkan dengan polimer terbarukan lainnya seperti polihidroksi butirat,
polibutilena suksinat, dan polikaprolakton. Aplikasi PLA murni terbatas karena
kelemahan yang dimilikinya, seperti sifat termalnya yang rendah dengan titik
transisi kaca dan titik leleh PLA berturut-turut 55 oC dan 175 oC, bersifat regas,
dan waktu pengkristalan lambat. PLA dapat dikompositkan dengan polimer
sintetik, tetapi komposit tersebut kurang disukai karena akan menimbulkan
masalah lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan pencampuran polimer alami
sebagai penguat untuk mengatasi kelemahan PLA.
Selulosa adalah homopolisakarida linear yang terdiri atas dimer selobiosa
yang tersusun dengan unit ulangan β-1-4-D-glukopiranosa (anhidroglukosa) yang
memberikan kekuatan pada serat (Gambar 1). Ganster dan Fink (2006)
menjadikan serat selulosa sebagai penguat beberapa matriks polimer seperti
polipropilena, polietilena, PLA, elastomer polipropilena termoplastik (TPE), dan
high impact polystyrene (HIPS). Hasilnya menunjukkan bahwa serat selulosa
dapat menaikkan kekuatan dan kekakuan serta sifat termal pada matriks polimer.

n
Gambar 1 Unit selobiosa dalam rantai selulosa
Seiring dengan perkembangan teknologi, serat biomaterial yang digunakan
saat ini berukuran nano. Bionanomaterial seperti selulosa mikrofibril (MFC)
memiliki sifat fisik dan mekanik yang baik seperti nisbah permukaan:volume serat
selulosa yang lebih besar, modulus elastisitas (MOE) yang tinggi (Siro dan
Plackett 2010), dan kristalinitas yang tinggi (Czaja et al. 2004). Oleh karena itu,
MFC berpotensi untuk dijadikan penguat dan pengisi pada matriks polimer seperti
PLA. MFC merupakan material baru yang dapat dijadikan penguat pada polimer
(Suryanegara et al. 2009) dengan MOE dan kuat tarik yang jauh lebih baik
daripada serat biasa. MFC dapat diperoleh baik dengan cara kimia (Bondeson et
al. 2006), fisik (Takahashi et al. 2005), maupun proses hayati (Pakko et al. 2007).
MFC berasal dari pulp yang diperoleh dengan cara mekanik melalui proses
penyulingan dan penghomogenan sampai ukurannya berskala nano dengan
dimensi kurang dari 100 nm (Gambar 2). Penguatan oleh serat nanoselulosa

2
diakui lebih efektif karena interaksi yang dihasilkan membuat jaringan perkolasi
yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen (Angles dan Dufresne 2001).

(a)
(b)
Gambar 2 Morfologi serat pulp fiber (a), selulosa mikrofibril (b) (Iwatake 2008)
Kelemahan sifat termal dan mekanik PLA dapat diatasi dengan
menambahkan MFC sebagai penguat. Pemanfaatan PLA yang diperkuat dengan
serat tumbuhan telah diaplikasikan di industri otomotif dan elektronik (Mohanty
et al. 2002; Bogoeva et al. 2007). MFC yang ditambahkan pada komposit PLA
mengubah sifat mekanik dan sifat termalnya. Beberapa peneliti seperti Iwatake et
al. (2008), Nakagaito et al. (2009), dan Suryanegara et al. (2009, 2010) telah
menambahkan MFC sebagai penguat di dalam matriks PLA dan dihasilkan
perubahan sifat termal dan mekanik yang lebih baik. MFC juga telah dibuktikan
dapat dijadikan sebagai nucleating agent dengan waktu pengkristalan komposit
yang lebih cepat dibandingkan dengan PLA murni. Namun, MFC bersifat
hidrofilik sehingga sulit terdispersi di dalam matriks PLA yang bersifat hidrofobik
sehingga kompatibilitas antara MFC dan PLA sangat lemah. Penambahan
pemlastis, pengemulsi, dan modifikasi permukaan dilaporkan dapat mengubah
kompatibilitas dalam komposit PLA meskipun dapat menurunkan stabilitas termal
dari komposit PLA (Ljungberg 2002).
Modifikasi permukaan pada serat selulosa dilaporkan dapat mengubah
kompatibilitas antara matriks PLA dan serat selulosa dengan hasil yang lebih baik,
di antaranya dengan esterifikasi, perlakuan alkali, perlakuan oksidasi, dan
sianoetilasi. Ifuku et al. (2007) telah mengompositkan nanoselulosa asetat dan
akrilat sebagai matriks dan menghasilkan nilai DS optimum dengan sifat terbaik.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan modifikasi MFC menjadi
turunannya untuk mengatasi kelemahan antara komposit PLA dan MFC dengan
cara asetilasi parsial. Hasil modifikasi ialah MFC-asetat parsial dengan berbagai
derajat substitusi (DS) yang akan memengaruhi sifat kepolarannya. Derajat
substitusi pada MFC-asetat diragamkan untuk memperoleh hidrofobisitas
maksimum dalam meningkatkan dispersibilitas antara MFC dan PLA guna
memperoleh sifat termal dan mekanik komposit selulosa-PLA yang lebih baik.

3

METODE
Alur kerja penelitian (Lampiran 1) ialah sebagai berikut. MFC dengan kadar
air 75% dimodifikasi menjadi MFC asetat dengan reaksi asetilasi melalui 3
tahapan, yaitu aktivasi, asetilasi, dan purifikasi. Kondisi asetilasi diragamkan
untuk mendapatkan DS yang berbeda. Keberhasilan modifikasi selanjutnya
dievaluasi secara kuantitatif dengan menghitung DS dan secara kualitatif
berdasarkan analisis gugus fungsi. Hasil MFC yang telah dimodifikasi selanjutnya
dikompositkan dengan PLA dengan bantuan pelarut diklorometana. Film
komposit yang dihasilkan kemudian dihomogenkan dengan proses peramasan
(kneading), lalu dikempa panas. Selanjutnya spesimen diujikan sifat termal dan
mekaniknya.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kneader rheumix,
ultra-turrax IKA® T25 digital, rotor IKA® EUROSTAR, spektrofotometer
inframerah transformasi Fourier (FTIR), kalorimetri pemayaran diferensial (DSC),
mikroskop elektron pemayaran(SEM), dan universal testing machine (UTM).
Bahan yang digunakan ialah resin PLA semikristalin Lacea H-400 dengan
BM 200 000 yang diperoleh dari Mitsui Chemicals Inc. Nanoselulosa yang
digunakan ialah Celish KY-100G yang diproduksi oleh Daicel Chemical
Industries, Ltd, Jepang dengan kandungan 10% serat dalam air.

Prosedur
Kadar Air [AOAC 925.09B (2005)]
Cawan petri yang digunakan untuk penetapan kadar air dimasukkan ke
dalam oven terlebih dahulu selama 2 jam dengan suhu (105±3) oC, kemudian
didinginkan dalam desikator. Setelah itu, cawan petri ditimbang (W1) kemudian
sampel ditimbang ke dalamnya sebanyak ±0.1 g (W2), lalu dimasukkan ke dalam
oven selama 24 jam dengan suhu (105±3) oC. Setelah 24 jam, cawan dan sampel
dikeluarkan dan didinginkan dalam deksikator kemudian ditimbang (W3) sampai
bobot tetap.
Kadar air =
Keterangan:
W1 = bobot cawan petri (g)
W2 = bobot sampel (g)
W3 = bobot cawan + sampel hasil pengeringan (g)

Asetilasi Serat MFC dengan DS Beragam (Modifikasi Ifuku et al. 2007)
Selulosa asetat dibuat dengan reaksi esterifikasi. Volume yang berbeda
digunakan untuk menghasilkan DS yang berbeda. DS yang diharapkan ialah 0.2,
0.5, dan 0.8. Sebanyak 27 g MFC (dengan kadar air 75%) dimasukkan ke dalam

4
erlenmeyer 500 mL kemudian ditambahkan aseton untuk mengurangi kandungan
air. Sebanyak 150, 160, dan 170 mL aseton ditambahkan dan diaduk dengan
pengaduk magnetik selama 20 menit, selanjutnya campuran disaring dengan
penyaring vakum. Tahap penghilangan air secara difusi dilakukan dengan
menambahkan asam asetat glasial sebanyak 150, 160, dan 170 mL yang kemudian
diaduk dengan pengaduk magnetik selama 30 menit dan selanjutnya disaring
kembali dengan penyaring vakum. Tahap berikutnya ialah asetilasi pada serat
MFC. Serat MFC direaksikan dengan anhidrida asetat dengan cara direndam 2, 3,
dan 4 jam dalam volume 120, 140, dan 160 mL untuk memperoleh DS berturutturut 0.2, 0.5, dan 0.8. Setelah reaksi, campuran dipurifikasi dengan menggunakan
akuades hingga selulosa asetat memiliki pH netral.
Kadar Asetil dan Derajat Asetilasi (Modifikasi ASTM 1991)
Sebanyak ±1 g MFC-asetat ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
250 mL kemudian ditambahkan 40 mL etanol 75%. Setelah itu, larutan sampel
dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit dengan suhu 55±3 oC. Larutan
sampel yang telah dipanaskan kemudian ditambahkan 40 mL NaOH 0.5 N secara
teliti menggunakan buret dan kembali dipanaskan selama 15 menit. Larutan
sampel lalu ditutup dengan kertas alumnium dan didiamkan selama 72 jam,
selanjutnya dititrasi dengan HCl 0.5 N dengan menambahkan 1 mL titran lagi
setelah titik akhir titrasi. Titrasi dilakukan dengan indikator fenolftalein:
perubahan warna yang terjadi ialah dari merah muda menjadi tidak berwarna.
Larutan sampel kemudian didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar untuk
menarik NaOH yang berdifusi ke dalam selulosa teregenerasi, selanjutnya dititrasi
dengan NaOH 0.5 N menggunakan indikator fenolftalein dengan perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi merah muda. Hal yang sama juga dilakukan pada
pengukuran blangko, tetapi sampel yang digunakan ialah MFC murni. Kadar
asetil selulosa asetat dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut:

Keterangan:
A
B
Nb
C
D
Na
M
W

= mL NaOH untuk titrasi sampel
= mL NaOH untuk titrasi blangko
= normalitas NaOH (N)
= mL HCl untuk titrasi sampel
= mL HCl untuk titrasi blangko
= normalitas HCl (N)
= kadar air (%) selulosa asetat
= gram sampel selulosa asetat

5
Pencampuran MFC dengan PLA (Suryanegara et al. 2011)
Residu air yang berada dalam MFC-asetat digantikan berturut-turut dengan
pelarut seperti etanol, aseton, dan diklorometana. MFC-asetat ditimbang sebanyak
5 g bobot kering kemudian dicampurkan ke dalam 600 mL etanol, dan diaduk
dengan pengaduk ultra-turrax selama 15 menit, endapan MFC-asetat disaring
dengan penyaring vakum (diulang 4 kali), kemudian dicampurkan kembali ke
dalam 400 mL aseton. Campuran diaduk selama 15 menit dengan menggunakan
ultra-turrax dan disaring vakum (diulang 3 kali). Terakhir, endapan MFC-asetat
dicampurkan kembali ke dalam 400 mL diklorometana dan diaduk selama 15
menit kemudian disaring vakum (2 kali ulangan). Endapan MFC-asetat dalam
suspensi diklorometana selanjutnya ditambah 45 g pelet PLA yang telah
dilarutkan dalam 400 mL diklorometana. Campuran komposit tersebut diaduk lagi
selama 1 jam, lalu ditebarkan di atas nampan dan dibiarkan menguap pada suhu
ruang dalam lemari asam selama 12 jam. Setelah itu, komposit dikeringkan dalam
oven dengan suhu 50 oC selama 12 jam dan dikering-vakumkan pada suhu 55 oC
selama 24 jam.
Pengamatan Morfologi Permukaan
Morfologi serat MFC diamati menggunakan SEM di Puslitbang Kehutanan,
Gunung Batu, Bogor. Sampel dipreparasi terlebih dahulu dengan mendispersikan
MFC ke dalam air, kemudian serat yang terdispersi diteteskan di atas tube yang
telah diberi perekat. Serat tersebut dikeringkan pada suhu 105 °C selama 24 jam,
lalu dilapisi dengan emas dan diamati di Laboratorium Zoologi LIPI, Cibinong.
Pengujian Sifat Termal
Sifat termal PLA dan kompositnya diuji dengan mengunakan DSC di AKA,
Bogor. Pengukuran DSC dilakukan pada kisaran suhu 27–200 °C dengan bobot
sampel ±5 mg. Sifat-sifat termal, yaitu suhu transisi kaca (Tg), suhu kristalisasi
(Tcc), dan suhu leleh (Tm).
Pengujian Sifat Fisik dan Mekanik
Sifat mekanik PLA dan kompositnya diuji dengan alat universal testing
machine (UTM) di Laboratorium Biomaterial LIPI, Cibinong. Sampel PLA dan
kompositnya dipotong menjadi beberapa spesimen dengan ukuran panjang 60
mm, lebar 5 mm, dan tebal 1 mm. Informasi tentang sifat mekanik yang diperoleh
dari pengujian ini adalah regangan maksimum (%), kuat tarik (MPa), dan modulus
elastisitas (GPa), yang semua hasilnya ditunjukkan dengan nilai rata-rata dari 3
kali pengukuran.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri MFC
MFC memiliki luas permukaan serat yang jauh lebih besar daripada serat
biasa. Ukuran serat MFC dapat diamati pada hasil SEM dengan perbesaran 1000×
dan 5000×. Gambar 3a menunjukkan perbesaran MFC 1000× yang menghasilkan
skala 10 µm sehingga dimungkinkan terdapat serat-serat berdiameter kurang dari
10 µm. Dengan perbesaran 5000× (Gambar 3b) terlihat serat MFC dengan skala 1
µm sehingga dimungkinkan terdapat diameter serat kurang dari 1 µm. SEM dapat
mengukur perbesaran sampai 100 000× sehingga dimungkinkan adanya diameter
serat yang mencapai ukuran nano bila dilihat dengan perbesaran lebih dari 5000×.
Oleh karena itu, MFC dapat dikatakan sebagai serat nanoselulosa yang terdiri atas
ukuran mikro maupun nano. Kekuatan serat sangat dipengaruhi oleh ukuran
diameter serat (Zimmermann et al. 2004): semakin kecil diameter serat, semakin
tinggi nilai kuat tarik dan modulus elastisitas (MOE) yang dihasilkan. MFC yang
digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan serat 10% (b/b) yang
tersuspensi dalam air. Air dalam MFC sangat mengganggu reaksi esterifikasi
sehingga kandungan air MFC harus diminimumkan, yaitu dengan cara fisik
melalui pemerasan. Pemerasan menghasilkan MFC dengan kandungan serat
menjadi 25% (b/b).

(a)

(b)

Gambar 3 Morfologi MFC perbesaran 1000× (a), perbesaran 5000× (b)
Secara umum, MFC sebagai penguat pada matriks PLA memiliki
kompatibilitas dan dispersibilitas yang lemah dalam komposit. Hal tersebut
disebabkan oleh adhesi permukaan selulosa yang hidrofilik dan matriks polimer
yang hidrofobik sehingga dapat menghalangi serat nanoselulosa untuk terdispersi
ke dalam matriks polimer (Lu et al. 2008). Material komposit sangat dipengaruhi
oleh kompatibilitas pada fase-fasenya. Kompatibilitas dan dispersibilitas yang
baik dapat terjadi apabila komposit bersifat homogen. Kompatibilitas dalam
komposit polimer menggambarkan kekuatan interaksi yang terjadi di antara rantai
polimer sehingga membentuk campuran homogen atau mendekati homogen.

7
MFC-asetat
Asetilasi selulosa terdiri atas 4 tahap, yaitu aktivasi, asetilasi, hidrolisis, dan
purifikasi. Asetilasi untuk mendapatkan DS rendah dalam percobaan ini melalui 3
tahap, yaitu aktivasi, asetilasi, dan purifikasi. Tahap hidrolisis tidak diperlukan,
demikian pula katalis karena tidak perlu menghasilkan triasetil terlebih dulu
dalam reaksi. Adapun 3 faktor yang dapat memengaruhi kadar asetil dicobakan
dalam penelitian ini, yaitu proses aktivasi, lamanya waktu asetilasi, dan volume
reaktan anhidrida asetat.
Keberhasilan asetilasi dapat diuji secara kuantitatif maupun kualitatif.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menentukan nilai kadar asetil (Lampiran 2)
sehingga didapat nilai derajat substitusi (DS), sedangkan analisis kualitatif
dilakukan dengan melihat keberadaan gugus fungsi asetat menggunakan alat
FTIR. Kondisi reaksi asetilasi diragamkan untuk menghasilkan DS yang beragam
pada MFC-asetat (Tabel 1). Kadar asetil ditentukan melalui reaksi saponifikasi
dalam suasana basa. Reaksi basa NaOH dengan gugus asetil dalam struktur MFC
akan menghasilkan garam karboksilat. Dengan metode titrasi, jumlah gugus asetil
yang terdapat dalam setiap molekul MFC-asetat dapat ditentukan dengan
menganggap semua asetil mengalami deasetilasi atau hidrolisis. Banyaknya gugus
asetil yang terdeasetilasi sebanding dengan selisih antara jumlah basa awal yang
berlebih dan yang tersisa dalam campuran setelah reaksi. Larutan HCl digunakan
untuk menentukan jumlah NaOH yang tersisa dalam reaksi. Volume HCl dibuat
berlebih untuk memastikan tidak ada NaOH yang masih tersisa dalam campuran.
Tabel 1 Kadar asetil dan DS MFC-asetat dengan konsentrasi HCl 0.4513 N dan
NaOH 0.4645 N
Bobot
Kadar air Volume Volume Kadar asetil
Jenis sampel sampel
(%)
HCl (mL) NaOH (mL)
(%)
(g)
MFC (blangko) 0.5056 74.17
20.80
0.60
0
CA1
0.5058 87.19
20.65
0.65
6.04
CA2
0.5024 86.83
20.50
0.70
11.84
CA3
0.5045 88.24
20.50
0.85
18.25

DS
0
0.24
0.50
0.84

Asetilasi pada serat nanoselulosa dapat meningkatkan kompatibilitas serat
nanoselulosa di dalam PLA (Lavoine et al. 2012). Target asetilasi pada serat
nanoselulosa adalah DS rendah, yaitu 0.2, 0.5, dan 0.8 karena menurut Ifuku et al.
(2007), selulosa asetat dengan DS rendah memiliki kekuatan yang baik; masuknya
gugus asetil hanya sedikit mengubah daerah kristalinitas dan ikatan hidrogen yang
ada pada rantai selulosa.
Secara kualitatif, keberhasilan modifikasi MFC-asetat dapat dibuktikan
dengan menguji keberadaan gugus fungsi menggunakan spektrofotometer FTIR.
Pengujian dilakukan pada MFC-asetat DS 0.2, 0.5, dan 0.8 serta MFC tanpa
modifikasi sebagai kontrol. Keberhasilan asetilasi pada MFC dicirikan dengan
munculnya puncak serapan yang khas pada spektrum FTIR (Lampiran 3).
Berdasarkan analisis spektrum (Tabel 2), MFC tanpa modifikasi menunjukkan
puncak serapan selulosa pada umumnya. Sementara itu, MFC termodifikasi asetat

8
dengan DS 0.2, 0.5, dan 0.8 memiliki puncak serapan yang baru, yaitu C=O ulur
di sekitar 1770 cm-1 dan C-O asetil di sekitar 1238 cm-1. Bertambahnya puncak
serapan asetilasi ini diikuti dengan menurunnya intensitas serapan -OH pada
MFC-asetat. Penurunan intensitas serapan -OH dan munculnya puncak serapan
gugus asetat yang sangat lemah disebabkan oleh rendahnya nilai DS yang
dianalisis.
Tabel 2 Serapan FTIR MFC-asetat dengan beragam DS
Bilangan gelombang (cm-1)
Tipe vibrasi
DS 0
DS 0.2
DS 0.5
O-H ulur
3266
3372
3330
C-H ulur
2936
2928
2928
C=O ulur (asetat)
1770
1772
O-H tekuk
1650
1644
1644
C-H tekuk
1375
1375
1373
C-O asetil (asetat)
1238
1234
C-O ulur
1053
1061
1063

DS 0.8
3331
2953
1774
1649
1376
1238
1061

Komposit PLA MFC-asetat
MFC yang telah dimodifikasi menjadi MFC-asetat selanjutnya dicampur
dengan PLA sebagai matriks. Sebagai kontrol ialah PLA murni dan MFC tanpa
modifikasi. Bahan serat alam seperti MFC dan MFC-asetat yang tersuspensi
dalam air tidak dapat bercampur secara langsung dengan PLA yang larut dalam
diklorometana. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat kepolaran. Oleh
karena itu, air yang masih terdapat dalam MFC perlahan dihilangkan dengan cara
inklusi pelarut. Serat yang akan digunakan pada pembuatan komposit harus
memiliki kadar air