Pendugaan Daya Gabung dan Nilai Heterosis Hasil Persilangan Half Diallel Cabai Rawit (Capsicum annuum L.).
PENDUGAAN DAYA GABUNG DAN NILAI HETEROSIS
HASIL PERSILANGAN HALF DIALLEL CABAI RAWIT
(Capsicum annuum L.)
OKTAVIANA SHINTA RISTY
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Daya
Gabung dan Nilai Heterosis Hasil Persilangan Half Diallel Cabai Rawit
(Capsicum annuum L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Oktaviana Shinta Risty
NIM A24100065
ABSTRAK
OKTAVIANA SHINTA RISTY. Pendugaan Daya Gabung dan Nilai Heterosis
Hasil Persilangan Half Diallel Cabai Rawit (Capsicum annuum L.). Dibimbing
oleh MUHAMAD SYUKUR.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pendugaan daya gabung umum
(DGU) dan daya gabung khusus (DGK) enam galur murni cabai rawit (Capsicum
annuum L.), nilai heterosis dan heterobeltiosis 15 hibrida cabai rawit hasil
persilangan half diallel. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013
hingga April 2014 menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan 3
ulangan yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB. Nilai DGU dan
DGK dianalisis berdasarkan metode II model Griffing. Nilai heterosis dihitung
berdasarkan nilai rata-rata kedua tetua dan heterobeltiosis dihitung berdasarkan
nilai rata-rata tetua tertinggi. Genotipe IPB C10 x IPB C174, IPB C160 x IPB
C291, IPB C174 x IPB C291, dan IPB C291 x IPB C293 memiliki nilai DGK,
heterosis dan heterobeltiosis positif pada beberapa karakter yang diamati.
Genotipe IPB C10 x IPB C174 dan IPB C160 x IPB C291 memiliki bobot buah
per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas komersial Sonar dan Nirmala.
Kata kunci: cabai rawit, daya gabung, half diallel, heterosis
ABSTRACT
OKTAVIANA SHINTA RISTY. Combining Ability and Heterosis Estimation in
Half Diallel Crosses of Bird Pepper (Capsicum annuum L.). Supervised by
MUHAMAD SYUKUR.
The aim of this research was to study estimation general combining ability
(GCA) and specific combining ability (SCA) of six bird pepper inbred lines
(Capsicum annuum L.), heterosis and heterobeltiosis of fifteen bird pepper
hybrids in half diallel crosses. The experiment were conducted from November
2013 to April 2014 using a randomized complete block design (RCBD) with three
replications at Leuwikopo University Farm, IPB. Analysis of GCA and SCA were
based on the Griffing’s model of diallel design method II. Heterosis values were
predicted based on the average values of their parents and heterobeltiosis were
predicted based on the average values of the highest parents. Genotype IPB C10 x
IPB C174, IPB C160 x IPB C291, IPB C174 x IPB C291, dan IPB C291 x IPB
C293 had positive SCA, heterosis, and heterobeltiosis values for some variable
observed. Genotype IPB C10 x IPB C174 dan IPB C160 x IPB C291 had higher
yield for each plant than the commercial varieties which were Sonar and Nirmala.
Keywords: bird pepper, combining ability, half diallel, heterosis
PENDUGAAN DAYA GABUNG DAN NILAI HETEROSIS
HASIL PERSILANGAN HALF DIALLEL CABAI RAWIT
(Capsicum anuum L.)
OKTAVIANA SHINTA RISTY
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Judul
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013
hingga bulan April 2014 ini adalah Pendugaan Daya Gabung dan Nilai Heterosis
Hasil Persilangan Half Diallel Cabai Rawit (Capsicum annuum L.).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi
selaku dosen pembimbing. Di samping itu ucapan terima kasih disampaikan
kepada Bapak Undang, SP yang telah banyak membantu dan memberikan saran
dalam pembuatan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada bapak, ibu, dan keluarga besar di Pacitan atas doa dan kasih sayangnya,
sekaligus kepada kakak-kakak di Lab Pemuliaan Tanaman serta teman-teman
AGH 47 atas dukungannya selama pelaksanaan tugas akhir.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Oktaviana Shinta Risty
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Asal dan Pengelompokan Tanaman Cabai
Pemuliaan Tanaman Cabai
Persilangan Diallel
Daya Gabung
Heterosis
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan Penelitian
Alat Penelitian
Rancangan Percobaan
Prosedur Percobaan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Daya Gabung
Heterosis dan Heterobeltiosis
Daya Hasil
SIMPULAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vii
vii
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
4
4
4
4
4
5
6
7
7
9
14
26
29
29
30
30
33
41
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Bagan persilangan half diallel
Analisis sidik ragam (Sigh dan Chaudhary 1979)
Analisis keragaman karakter vegetatif hasil persilangan half diallel
enam genotipe cabai rawit
Analisis keragaman karakter generatif hasil persilangan half diallel
enam genotipe cabai rawit
Analisis keragaman karakter generatif hasil persilangan half diallel
enam genotipe cabai rawit
Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter
vegetatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit
Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter
generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit
Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter
generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit
Nilai rata-rata umur berbunga P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata umur panen P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata tinggi tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata tinggi dikotomus P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata diameter batang P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata lebar tajuk P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata panjang daun P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata lebar daun P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata bobot per buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata panjang buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata panjang tangkai buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis
dan heterobeltiosis
Nilai rata-rata tebal daging buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata diameter buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata jumlah buah per tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai
heterosis dan heterobeltiosis
Nilai rata-rata bobot buah per tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai
heterosis dan heterobeltiosis
4
7
9
10
10
11
12
13
15
16
16
17
18
19
19
20
21
22
22
23
24
25
26
24. Nilai rata-rata keragaan karakter vegetatif hasil persilangan half diallel
enam genotipe cabai rawit dan empat varietas pembanding
25. Nilai rata-rata keragaan karakter generatif hasil persilangan half diallel
enam genotipe cabai rawit dan empat varietas pembanding
26. Nilai rata-rata keragaan karakter generatif hasil persilangan half diallel
enam genotipe cabai rawit dan empat varietas pembanding
27
28
29
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
Kondisi umum tanaman cabai rawit di lapang
Tanaman yang terserang penyakit: A. rebah semai, B. layu bakteri, C.
antraknosa
8
8
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Keragaan 15 genotipe hibrida cabai rawit yang diamati
Rekapitulasi sidik ragam pada karakter yang diamati tanpa pembanding
(uji lanjut DMRT)
Rekapitulasi sidik ragam pada karakter yang diamati dengan
pembanding (uji lanjut t-Dunnett)
Data iklim Darmaga Bogor
Deskripsi cabai rawit varietas Santika
Deskripsi cabai rawit varietas Bhaskara
Deskripsi cabai rawit varietas Sonar
Deskripsi cabai rawit varietas Nirmala
33
35
35
36
36
37
38
39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas penting yang hampir
sebagian besar orang memerlukannya. Mulai dari pasar rakyat, pasar swalayan,
warung pinggir jalan, restoran kecil, hotel berbintang, pabrik saus, bahkan pabrik
mie instan sehari-harinya membutuhkan cabai dalam jumlah yang tidak sedikit
(Prajnanta 2007). Konsumsi rata-rata cabai rawit di Indonesia pada tahun 2011
sebesar 1.21 kg kapita-1 tahun-1, sedangkan di tahun 2012 mengalami peningkatan
menjadi 1.40 kg kapita-1 tahun-1 (Deptan 2013). Konsumsi rata-rata tersebut akan
terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya
industri sektor makanan di Indonesia.
Produksi cabai rawit di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 594 227 ton dan
mengalami peningkatan produksi di tahun 2012 sebesar 702 252 ton (BPS 2013).
Produktivitas cabai rawit Negara Indonesia sebesar 4.56 ton ha-1 di tahun 2010
dan 5.01 ton ha-1 di tahun 2011 (BPS dan Ditjen Horti 2012). Indonesia masih
melakukan impor cabai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut
Direktorat Jenderal Hortikultura (2013) Indonesia masih melakukan impor cabai
sebanyak 22 737 ton pada tahun 2012. Direktorat Pengkajian Ekonomi (2012)
menyatakan bahwa faktor penyebab rendahnya produktivitas di Indonesia adalah
teknik budidaya yang konvensional, serangan hama dan penyakit tanaman,
penanganan pascapanen kurang tepat, belum banyak digunakannya varietas
berdaya hasil tinggi, dan kualitas benih rendah.
Peningkatan produksi cabai rawit harus dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan cabai nasional. Salah satu caranya dengan menggunakan benih
bermutu dari varietas unggul yang dihasilkan oleh varietas hibrida. Varietas
hibrida dapat dihasilkan melalui proses persilangan oleh tetua yang berbeda
genotipnya. Menurut Sujiprihati et al. (2007), hibrida yang memiliki karakter
unggul umumnya diperoleh dari hasil persilangan tetua-tetua yang memiliki daya
gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK), serta nilai heterosis dan atau
heterobeltiosis yang tinggi.
Tujuan Penelitian
1. Menduga nilai daya gabung umum dan daya gabung khusus enam galur murni
cabai rawit (Capsicum annuum L.).
2. Menduga nilai heterosis dan heterobeltiosis 15 hibrida cabai rawit hasil
persilangan tetua secara setengah diallel (half diallel).
3. Menguji daya hasil 15 hibrida cabai rawit dibandingkan dengan empat varietas
yang sudah komersial.
2
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus
(DGK) diantara enam galur murni cabai rawit yang diteliti.
2. Terdapat perbedaan nilai heterosis dan heterobeltiosis pada 15 hibrida cabai
rawit yang diteliti.
3. Terdapat satu atau lebih genotipe cabai rawit hasil persilangan half diallel yang
memiliki daya hasil yang lebih baik dari varietas pembanding.
TINJAUAN PUSTAKA
Asal dan Pengelompokan Tanaman Cabai
Tanaman Cabai termasuk ke dalam famili Solanaceae dan genus Capsicum.
Nama botani cabai adalah Capsicum annuum L. Tanaman ini berasal dari dunia
tropika dan subtropika Benua Amerika, khususnya Colombia, Amerika Selatan,
dan terus menyebar ke Amerika Latin. Penyebaran cabai ke seluruh dunia
termasuk negara-negara di Asia, seperti Indonesia dilakukan oleh pedagang
Spanyol dan Portugis (Harpenas dan Dermawan 2011).
Capsicum annuum L. merupakan salah satu spesies dari 20-30 spesies dari
genus tersebut. Berdasarkan karakter buahnya terutama bentuk dan ukuran buah,
spesies Capsicum annuum digolongkan dalam empat tipe yaitu cabai besar, cabai
keriting, cabai rawit, dan paprika. Cabai rawit berukuran kecil, permukaan buah
licin dan rasanya pedas. Bunga dan buah cabai rawit mengarah ke atas. Spesies
Capsicum annuum adalah cabai rawit yang buah mudanya bewarna hijau atau
putih kekuningan dan bentuk buah langsing sedangkan cabai rawit spesies
Capsicum frutescens memiliki ciri buah muda bewarna putih kekuningan, dan
diameter buah lebih tebal daripada rawit Capsicum annuum (Syukur et al. 2012).
Pemuliaan Tanaman Cabai
Pemuliaan tanaman merupakan suatu cara yang secara sistematik merakit
keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Tujuan utama dari pemuliaan tanaman yaitu guna mendapatkan varietas
yang lebih baik atau varietas unggul (Makmur 1992). Pemulia tanaman telah
memberi sumbangan besar terhadap kesejahteraan manusia melalui varietas yang
unggul, karena paling memuaskan dari semua metode peningkatan produksi
(Allard 1992).
Pemuliaan cabai mengikuti metode pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri
(self-pollinated crop). Pemuliaan cabai diarahkan untuk memperoleh cabai unggul
dari varietas galur murni atau bersari bebas. Karakter unggul cabai merupakan
karakter-karakter yang mendukung hasil tinggi dan kualitas buah prima. Karakter
unggul tersebut diantaranya adalah produktivitas tinggi, umur panen genjah, tahan
terhadap serangan hama dan penyakit, daya simpan buah lebih lama, dan tingkat
kepedasan tertentu. Persentase penyerbukan silang pada cabai cukup tinggi yaitu
3
dapat mencapai 35%, oleh karena itu cabai diarahkan pada pembentukan varietas
hibrida (Syukur et al. 2012).
Persilangan Diallel
Persilangan diallel merupakan persilangan yang masing-masing genotipe
mempunyai kesempatan untuk disilangkan dalam semua kombinasi, baik dengan
genotipe lain bahkan dapat disilangkan dengan genotipe sendiri. Genotipe tersebut
bisa berupa varietas, klon maupun galur (Poespodarsono 1988).
Terdapat beberapa macam pendekatan untuk menganalisis dan menginterpre
tasi data hasil persilangan diallel. Pendekatan analisis yang sering digunakan
adalah analisis daya gabung umum dan daya gabung khusus yang sering disebut
Griffing analisis. Empat macam analisis yang tersedia menurut Griffing analisis
adalah metode I (full diallel) dimana persilangan terdiri dari tetua, F1, dan
resiprokalnya. Metode II (half diallel) terdiri dari tetua dan FI. Metode III terdiri
dari F1 dan resiprokalnya serta metode IV yang hanya terdiri dari F1 hasil
persilangan di semua kombinasi (Brown dan Caligari 2008).
Daya Gabung
Daya gabung merupakan suatu kemampuan genotipe untuk memindahkan
sifat atau karakter kepada keturunannya. Daya gabung ada dua macam yaitu daya
gabung umum dan daya gabung khusus. Daya gabung umum dapat diartikan
sebagai ukuran penampilan rata-rata tetua itu. Daya gabung khusus merupakan
kemampuan suatu kombinasi persilangan untuk menunjukkan penampilan
keturunan (Poespodarsono 1988).
Hibrida yang baik dihasilkan dari persilangan tetua yang memiliki daya
gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK) dan heterosis yang tinggi
(Yunianti et al. 2007). Tetua dengan nilai daya gabung umum yang positif
menunjukkan tetua tersebut dapat bergabung secara baik dengan tetua lain,
sedangkan nilai negatif artinya tidak dapat bergabung secara baik dengan tetua
yang lain (Syahibullah 2006). Daya gabung khusus (DGK) yang positif berarti
genotipe tersebut mempunyai nilai DGK yang baik maka kemampuan genotipe
untuk bergabung dengan tetua tersebut semakin baik pula, sedangkan DGK yang
negatif artinya genotipe tersebut tidak dapat bergabung dengan baik dengan tetua
lain (Isnaini 2008).
Heterosis
Heterosis atau hibrid vigor adalah peningkatan ukuran, vigor atau
produktivitas keturunan atas rata-rata tetuanya. Asumsi yang paling banyak
diterima dari peristiwa heterosis ini bahwa keunggulan hibrida atau hasil
persilangan (F1) disebabkan oleh penyatuan berbagai macam gen dominan tetua
yang menguntungkan (Poehlman dan Sleper 1996).
Heterosis akan muncul ketika nilai rata-rata keturunan F1 lebih besar
daripada nilai rata-rata tetua, sehingga bisa dikatakan nilai heterosisnya positif.
4
Jika suatu keturunan mengalami penurunan karakter yang diinginkan, maka
heterosisnya bernilai negatif. Heterosis negatif terjadi apabila nilai rata-rata
turunan F1 lebih kecil dibandingkan nilai rata-rata kedua tetua (Hill et al. 1998).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penyemaian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman IPB
Darmaga dan penananaman dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo
Darmaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai
bulan April 2014.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 genotipe cabai rawit
spesies Capsicum annuum L. yang terdiri dari 6 galur murni, 15 hibrida hasil
persilangan setengah diallel (half diallel), dan 4 varietas pembanding yaitu
Santika, Bhaskara, Sonar dan Nirmala. Kode persilangan dan keterangan genotipe
cabai yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Bagan persilangan half diallel
Genotipe
(IPB C-)
10
145
160
174
291
293
10
-
145
160
174
291
10 x 145 10 x 160 10 x 174 10 x 291
145 x 160 145 x 174 145 x 291
160 x 174 160 x 291
174 x 291
-
293
10 x 293
145 x 293
160 x 293
174 x 293
291 x 293
-
Bahan lain yang digunakan adalah pupuk kandang, kompos, mulsa hitam
perak, pupuk anorganik (NPK), fungisida, dan insektisida.
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan meliputi alat tanam, tray semai, perak, label, ajir,
tali rafia, alat ukur, alat timbang, alat tulis, dan kamera.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)
dengan faktor tunggal. Genotipe yang digunakan terdiri dari 25 genotipe cabai
5
rawit dengan 3 ulangan yang ditempatkan secara acak sehingga diperoleh 75
satuan percobaan. Satu satuan percobaan terdapat 20 tanaman yang diambil 10
tanaman sebagai tanaman contoh.
Prosedur Percobaan
Penyemaian
Penelitian dimulai dengan penyemaian benih cabai pada tray semai. Media
persemaian berupa kompos dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Benih
ditanam dalam tray sebanyak dua butir perlubang. Penyiraman dilakukan setiap
pagi dan sore hari. Pupuk NPK mutiara diberikan satu bulan setelah persemaian
dengan konsentrasi 2 g L-1. Pengendalian hama dan penyakit di persemaian
dilakukan dengan penyemprotan fungisida (1 g L-1) dan insektisida (1 mL L-1)
yang diberikan seminggu sekali. Bibit dipindahkan ke lapang setelah berumur 6
minggu setelah semai atau bibit yang sudah memiliki empat sampai enam helai
daun.
Pengolahan lahan
Pengolahan lahan dilaksanakan tiga minggu sebelum tanam. Lahan
percobaan dibagi menjadi tiga petak untuk tiga ulangan dan setiap ulangan dibagi
menjadi 25 bedeng dengan ukuran 5 m x 1 m dengan jarak antar bedeng 0.5 m.
Lahan yang telah siap diberi pupuk kandang sebanyak 20 ton ha-1 , kapur, dan
pemberian pupuk Urea 400 kg ha-1, SP-36 300 kg ha-1, dan KCl 300 kg ha-1.
Bedengan ditutup dengan mulsa hitam perak.
Penanaman
Penanaman dilakukan pada sore hari. Bibit cabai ditanam satu bibit per
lubang dengan jarak tanam 0.5 m x 0.5 m dan diberi ajir. Bibit diikat ke ajir untuk
menghindari rebah. Penyulaman bibit dilakukan hingga dua minggu setelah tanam.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman cabai berupa penyiraman, pemupukan, pewiwilan,
pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman
dilakukan setiap hari jika tidak terjadi hujan. Pemupukan dilakukan satu minggu
sekali dalam bentuk larutan NPK (16:16:16) 10 g L-1, sebanyak 250 mL
pertanaman. Pewiwilan dilakukan pada tanaman cabai yang muncul tunas air
sehingga tanaman dapat tumbuh optimal. Pengendalian gulma dilakukan secara
manual. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan satu minggu sekali dengan
menggunakan fungisida mankozeb 80% atau propineb dengan konsentrasi 2 g L-1,
dan insektisida prefonovos dengan konsentrasi 2 ml L-1.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap sepuluh tanaman contoh. Tanaman contoh
dipilih secara acak dari masing-masing genotipe pada tiap ulangan. Pengamatan
yang dilakukan meliputi karakter kuantitatif cabai berdasarkan Descriptor for
Capsicum (IPGRI 1995).
6
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Peubah kuantitatif yang diamati adalah:
Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh
tertinggi, pada saat 50% tanaman telah terbentuk buah.
Tinggi dikotomus (cm) diukur dari pangkal batang sampai percabangan
dikotomus setelah panen pertama.
Diameter batang (mm) diukur pada pertengahan batang jarak antara
permukaan tanah hingga percabangan dikotomus setelah panen pertama.
Lebar tajuk (cm) diukur pada kanopi yang terlebar setelah panen kedua.
Panjang daun (cm) diukur dari 10 daun dewasa setelah panen kedua.
Lebar daun (cm) diukur dari 10 daun dewasa setelah panen kedua.
Umur berbunga (HST), jumlah hari setelah tanam hingga 50% tanaman di
dalam petak telah mempunyai bunga mekar pada percabangan pertama.
Umur mulai panen (HST), jumlah hari setelah tanam hingga 50% tanaman di
dalam petak telah mempunyai buah masak pada percabangan pertama.
Panjang buah (cm) diukur dari pangkal sampai ujung buah sebanyak 10 buah
mulai panen kedua.
Diameter buah (mm) diukur pada diameter paling besar dari 10 buah yang
masak dari panen kedua.
Panjang tangkai buah (cm) diukur dari 10 buah segar mulai panen kedua.
Tebal daging buah (mm), diambil 10 buah segar mulai dari panen kedua.
Jumlah buah per tanaman, dihitung dari panen pertama.
Bobot per buah (g) yaitu rata-rata bobot buah dari 10 buah yang telah masak
mulai dari panen ke-2 hingga panen ke-8.
Bobot buah per tanaman (g), dihitung dari jumlah keseluruhan bobot buah
yang dipanen dari 10 tanaman contoh mulai panen ke-2 hingga panen ke-8.
Analisis Data
Nilai daya gabung umum dan daya gabung khusus
Nilai daya gabung umum dan daya gabung khusus galur murni dihitung
dengan menggunakan metode II Griffing yaitu berdasarkan persilangan setengah
diallel (enam tetua dan 15 hibrida) dengan asumsi tidak terdapat efek resiprokal.
DGU :
.
)
DGK :
Keterangan :
Gi = daya gabung umum galur ke-i
Sij = daya gabung khusus dari hibrida antara galur ke-i dan j
n = jumlah galur
Yij = nilai rataan dari hibrida antara galur ke-i dan j
Yi. = jumlah nilai rataan galur ke-i
Yii = nilai selfing galur ke-i
Y.j = jumlah nilai rataan galur ke-j
Yjj = Nilai selfing galur ke-j
Y.. = total keseluruhan nilai galur
7
Tabel 2 Analisis sidik ragam (Sigh dan Chaudhary 1979)
Sumber
db
KT
E(KT)x
keragaman
DGU
(p-1)
Mg
σ2e + σ2DGK + (n+2) σ2DGU
DGK
p(p-1)/2
Ms
σ2e + σ2DGK
Galat
(r-1)((p-1) + p(p-1)/2)
Me
σ2 e
x
Penjelasan σ2DGU = (Mg - Ms)/(n+2); σ2DGK = (Ms - Me); σ2A = 2 σ2DGU;
σ2D = σ2DGK; σ2e = Me
Nilai heterosis dan heterobeltiosis
Pendugaan nilai heterosis dilihat dengan nilai tengah kedua tetuanya. Nilai
heterobeltiosis dilihat dengan nilai tengah tetua terbaik.
Heterosis =
x 100%
Heterobeltiosis =
x 100%
Keterangan :
= Nilai tengah F1
= Nilai tengah kedua tetua (
Nilai tengah tetua terbaik
)
Uji F dan uji lanjut
Genotipe yang diteliti memerlukan uji F untuk melihat pengaruh genotipe
terhadap keragaan tanaman. Apabila antar genotipe berpengaruh nyata maka
dilakukan uji lanjut dengan metode t-Dunnett pada taraf 5% untuk
membandingkan varietas hibrida (F1) dengan varietas pembanding yang telah
komersial dan duncan’s multiple range test (DMRT) untuk mengetahui hibrida
(F1) terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Selama penelitian di lapang berlangsung, curah hujan berada pada kisaran
187-702 mm bulan-1. Curah hujan tertinggi pada bulan Januari 2014 sedangkan
curah hujan terendah pada bulan November 2013. Suhu udara di lapang berkisar
24.6-26.2 oC dan kelembapan udara antara 78-89% (Lampiran 4). Selama 2
minggu setelah tanam (MST), dilakukan penyulaman pada beberapa tanaman
yang mati. Kematian bibit cabai rawit ini disebabkan kondisi lapang saat
dilakukan transplanting tidak begitu optimal karena ketersediaan air yang kurang,
cuaca yang sangat panas, dan beberapa bibit terserang penyakit rebah semai.
8
Gambar 1 Kondisi umum tanaman cabai rawit di lapang
Kondisi umum tanaman cabai rawit yang berada di lapang menunjukkan
masih banyaknya tanaman yang tidak terserang penyakit dan tumbuh subur
(Gambar 1), walaupun demikian masih ada beberapa tanaman cabai yang mati
ataupun buahnya busuk akibat terserang penyakit. Hama yang secara umum
menyerang tanaman cabai adalah kutu daun, lalat buah, dan thrips. Pengendalian
lalat buah menggunakan perangkap yang diolesi antraktan. Penyakit teridentifikasi
menyerang tanaman cabai di lapang adalah layu fusarium, layu bakteri, dan
penyakit antraknosa yang menyerang buah (Gambar 2).
A
B
C
Gambar 2 Tanaman yang terserang penyakit: A. rebah semai, B. layu bakteri,
C. antraknosa
Buah cabai rawit hibrida yang diamati, rata-rata memiliki penampilan
diantara kedua tetuanya. Keragaan buah kelimabelas hibrida tersebut dapat dilihat
pada Lampiran 1.
9
Daya Gabung
Nilai kuadrat tengah pada Tabel 3, 4, dan 5 menunjukkan bahwa genotipegenotipe yang diuji berpengaruh nyata untuk semua karakter yang diamati. Daya
gabung umum (DGU) berdasarkan analisis keragaman pada Tabel 3, 4 dan 5
terdapat pengaruh yang nyata pada karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus,
panjang daun, lebar daun, bobot per buah, panjang buah, panjang tangkai buah,
tebal daging buah, dan diameter buah, sedangkan daya gabung khusus (DGK)
berpengaruh nyata untuk karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter
batang, lebar tajuk, panjang daun, lebar daun, panjang buah, panjang tangkai buah,
umur berbunga, umur panen, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per
tanaman.
Tabel 3 Analisis keragaman karakter vegetatif hasil persilangan half diallel enam
genotipe cabai rawit
Kuadrat tengahx
Sumber
db
y
y
keragaman
TT
TD
DBaty
LTy
PDy
LDy
Ulangan
2 197.00
12.34
3.76
151.96
9.62
0.69
Genotipe
20 110.35** 13.32** 1.22*
211.31** 1.52** 0.40**
Tetua
5 145.72** 21.10** 0.47tn
444.19** 0.97*
0.41**
Hibrida
14
93.18** 11.48** 0.85tn
36.72tn 1.60** 0.38**
Persilangan
1 173.78** 0.15tn 10.06** 1 491.03** 3.29** 0.63**
DGU
5
93.49** 8.99* 0.40tn
69.54tn 1.11** 0.24*
DGK
15
17.88*
2.92** 0.41*
70.73** 0.31*
0.10**
Galat
40
21.55
2.04
0.52
43.20
0.37
0.06
Ragam
18.90
1.52
0
-0.30
0.20
0.04
aditif
Ragam
10.70
2.42
0.23
56.33
0.18
0.07
dominan
KK(%)
8.87
5.58
8.88
11.27
8.64
8.79
x
TT: tinggi tanaman, TD: tinggi dikotomus, DBat: diameter batang, LT: lebar tajuk, PD: panjang
daun, LD: lebar daun; yAngka yang diikuti * : berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** : berpengaruh
nyata pada taraf 1%, tn: tidak berpengaruh nyata.
Menurut Yustiana et al. (2013) daya gabung umum dan daya gabung khusus
yang nyata mengindikasikan bahwa karakter yang diuji dikendalikan oleh gen
aditif dan gen non-aditif. Hafsah et al. (2007) menyatakan bahwa karakter yang
memiliki DGU yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa karakter yang
diamati dikendalikan oleh gen aditif, sedangkan karakter yang memiliki DGK
dengan pengaruh nyata dikendalikan oleh aksi gen non-aditif.
Nilai keragaman genetik pada karakter tinggi tanaman, panjang daun, bobot
per buah, panjang buah, panjang tangkai buah, tebal daging buah, dan diameter
buah memiliki nilai ragam aditif yang lebih besar daripada ragam dominan,
kecuali pada karakter tinggi dikotomus, diameter batang, lebar tajuk, lebar daun,
umur berbunga, umur panen, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per
tanaman (Tabel 3, 4, 5). Menurut Sitaresmi et al. (2010) nilai ragam aditif yang
lebih besar dibandingkan ragam dominan pada karakter yang diamati
mengindikasikan adanya aksi gen aditif lebih banyak dibandingkan aksi gen
dominan.
10
Tabel 4 Analisis keragaman karakter generatif hasil persilangan half diallel enam
genotipe cabai rawit
Kuadrat tengahx
Sumber
db
y
y
keragaman
BpB
PB
PTy
TDy
DBy
Ulangan
2
0.22
0.59
0.18
0.25
10.42
Genotipe
20
1.03**
1.57**
0.18**
0.04**
1.30*
Tetua
5
2.07**
3.28**
0.44**
0.07**
2.54**
Hibrida
14
0.69**
0.98**
0.10**
0.03**
0.93*
Persilangan
1
0.59**
1.23**
0.01tn
0.02tn
0.33tn
DGU
5
1.27**
1.74**
0.14**
0.05**
1.49**
DGK
15
0.03tn
0.12**
0.03**
0.00tn
0.08tn
Galat
40
0.06
0.13
0.03
0.01
0.37
Ragam aditif
0.31
0.41
0.03
0.01
0.35
Ragam
0.02
0.07
0.02
0.00
-0.04
dominan
KK(%)
11.26
7.41
5.61
10.31
6.71
x
BpB: bobot perbuah, PB: panjang buah, PT: panjang tangkai buah, TD: tebal daging buah, DB:
diameter buah; yAngka yang diikuti * : berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** : berpengaruh nyata
pada taraf 1%, tn: tidak berpengaruh nyata.
Tabel 5 Analisis keragaman karakter generatif hasil persilangan half diallel enam
genotipe cabai rawit
Kuadrat tengahx
Sumber
db
y
keragaman
UB
UPy
JBpTy
BBpTy
Ulangan
2
68.25
236.44
2 553.54
3 517.12
Genotipe
20
36.12**
59.82** 11 925.67**
5 749.73*
Tetua
5
27.92**
29.82** 16 213.48**
278.07tn
Hibrida
14
31.49**
51.84** 86 424.49**
4 013.67*
Persilangan
1
141.91**
321.43** 36 451.15**
57 412.84**
DGU
5
17.99tn
22.09tn
4 517.50tn
662.37tn
DGK
15
10.05**
19.22** 3 794.46**
2 334.64**
Galat
40
4.25
8.36
3 270.19
1 768.87
Ragam
1.98
0.72
180.76
-418.07
aditif
Ragam
8.64
16.43
2 704.40
1 745.02
dominan
KK(%)
7.11
4.11
27.07
23.30
x
UB: umur berbunga, UP: umur panen, JBpT: jumlah buah per tanaman, BBpT: bobot buah per
tanaman; yAngka yang diikuti * : berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** : berpengaruh nyata pada
taraf 1%, tn: tidak berpengaruh nyata.
Perakitan varietas hibrida yang berdaya hasil tinggi, perlu memiliki daya
gabung yang tinggi. Nilai DGU pada karakter vegetatif hasil persilangan half
diallel enam genotipe cabai rawit disajikan pada Tabel 6. Genotipe tetua IPB C10
memiliki nilai DGU terbaik untuk karakter tinggi tanaman dan lebar daun. Daya
gabung umum tertinggi untuk karakter lebar daun pada penelitian yang dilakukan
Janulia (2009) juga terdapat pada genotipe IPB C10. Nilai daya gabung umum
terbaik untuk karakter tinggi dikotomus dan panjang daun dimiliki genotipe IPB
11
C174. Diameter batang yang memiliki nilai DGU tertinggi terdapat pada genotipe
IPB C293 dan DGU lebar tajuk tertinggi dimiliki oleh IPB C160.
Tabel 7 dan 8 menunjukkan nilai DGU pada karakter generatif hasil
persilangan half diallel. Genotipe tetua IPB C174 memiliki nilai DGU tertinggi
pada karakter bobot per buah, panjang buah, panjang tangkai, tebal daging buah,
diameter buah, dan bobot buah per tanaman. Nilai DGU tinggi pada jumlah buah
per tanaman dimiliki genotipe tetua IPB C293. Menurut Rustikawati et al. (2012)
suatu genotipe yang memiliki daya gabung umum tinggi mengindikasikan bahwa
genotipe tersebut memiliki kemampuan bergabung yang lebih baik dalam
menghasilkan hibrida.
Nilai DGU dan DGK yang dikehendaki untuk karakter umur berbunga dan
umur panen bernilai negatif. Semakin negatif nilai DGU dan DGK, maka
diperoleh umur berbunga dan umur panen yang lebih cepat. Genotipe IPB C145
memiliki potensi untuk untuk perbaikan karakter umur berbunga dan umur panen
karena nilai daya gabung umum sebesar -2.10 dan -2.40 (Tabel 8).
Tabel 6 Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter
vegetatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit
Karakter vegetatif x
Genotipe
(IPB C-)
TT
TD
DBat
LT
PD
LD
DGU
10
145
160
174
291
293
4.51
-4.65
-3.47
0.98
1.30
1.33
0.21
-0.92
-1.28
1.76
0.13
0.09
0.12
-0.30
-0.24
0.02
0.12
0.27
0.86
0.79
1.82
-5.95
1.60
0.88
-0.16
-0.44
-0.20
0.63
0.19
-0.01
0.27
-0.20
-0.11
0.14
-0.05
-0.06
-2.70
-5.01
11.38
-2.50
4.96
-2.39
7.19
3.07
3.11
8.57
6.09
-0.19
10.05
3.32
1.21
0.73
-0.08
0.15
-0.37
-0.13
-0.40
0.06
0.08
-0.46
-0.14
0.44
0.27
0.74
0.20
1.08
0.33
0.01
0.16
-0.32
-0.21
-0.19
0.03
-0.05
-0.27
-0.09
0.09
0.14
0.48
0.39
0.47
DGK
10 x 145
10 x 160
10 x 174
10 x 291
10 x 293
145 x 160
145 x 174
145 x 291
145 x 293
160 x 174
160 x 291
160 x 293
174 x 291
174 x 293
291 x 293
x
1.81
-2.38
8.65
-4.33
2.03
0.96
1.74
0.82
-1.67
2.18
-1.74
1.99
6.08
0.49
-0.87
2.09
1.01
0.96
1.04
-0.47
0.70
0.14
0.01
-0.87
-1.73
-1.99
-0.14
2.54
-2.20
-1.56
0.29
-0.41
0.95
-0.52
0.74
0.02
0.08
0.07
0.57
0.19
0.92
0.48
0.21
-0.01
0.21
TT: tinggi tanaman, TD: tinggi dikotomus, DBat: diameter batang, LT: lebar tajuk, PD: panjang
daun, LD: lebar daun.
12
Kombinasi persilangan yang memiliki daya gabung khusus (DGK) yang
tinggi dapat digunakan sebagai kandidat untuk menentukan hasil persilangan
sesuai karakter yang diinginkan (Rustikawati et al. 2012). Tabel 6 menunjukkan
bahwa genotipe IPB C10 x IPB C174 memiliki nilai DGK yang tinggi untuk
karakter vegetatif yaitu tinggi tanaman, diameter batang, dan lebar tajuk. Genotipe
hibrida IPB C174 x IPB C291 memiliki DGK tinggi untuk karakter tinggi
dikotomus, dan lebar daun, sedangkan nilai DGK tertinggi untuk karakter panjang
daun dimiliki oleh genotipe IPB C291 x IPB C293. Genotipe hibrida yang
memiliki nilai DGK tertinggi diberbagai karakter yang diamati disebabkan oleh
kedua tetua persilangan memiliki nilai DGU yang positif atau setidaknya salah
satu tetua persilangan memiliki nilai DGU yang positif. Hibrida yang memiliki
nilai daya gabung khusus yang baik untuk semua karakter vegetatif adalah
genotipe IPB C10 x IPB C174, IPB C145 x IPB C 174, dan IPB C174 x IPB C291.
Tabel 7 Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter
generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit
Genotipe
(IPB C-)
BpB
Karakter generatif x
PB
PT
TD
DB
-0.06
-0.09
-0.01
0.13
0.06
-0.03
-0.35
-0.42
-0.34
0.57
0.42
0.12
-0.04
-0.02
0.00
-0.03
0.00
0.00
-0.05
-0.01
-0.06
-0.03
0.04
0.06
0.04
-0.06
0.01
0.16
0.26
0.41
-0.41
0.35
-0.13
-0.29
-0.07
0.04
0.15
0.06
-0.10
-0.13
-0.10
0.48
DGU
10
145
160
174
291
293
-0.23
-0.31
-0.29
0.74
0.11
-0.03
-0.35
-0.36
-0.37
0.77
0.32
-0.01
0.01
-0.02
-0.03
0.23
-0.17
-0.02
DGK
10 x 145
10 x 160
10 x 174
10 x 291
10 x 293
145 x 160
145 x 174
145 x 291
145 x 293
160 x 174
160 x 291
160 x 293
174 x 291
174 x 293
291 x 293
x
-0.04
0.18
0.00
0.02
0.16
-0.07
-0.04
0.12
0.12
-0.18
0.27
-0.04
0.12
0.09
0.21
0.03
0.50
-0.41
0.14
0.24
-0.26
0.35
0.22
0.29
-0.16
0.56
-0.20
0.06
-0.10
0.08
0.22
-0.15
-0.11
0.10
0.12
0.10
-0.18
-0.17
-0.14
-0.13
-0.10
0.17
0.03
-0.03
0.35
BpB: bobot per buah, PB: panjang buah, PT: panjang tangkai buah, TD: tebal daging buah, DB:
diameter buah.
13
Genotipe hibrida IPB C160 x C291 Tabel 7 dan 8 memiliki nilai DGK
tertinggi pada karakter bobot per buah, panjang buah, dan bobot buah per tanaman.
Nilai daya gabung khusus yang tinggi untuk karakter tebal daging buah dihasilkan
oleh kombinasi persilangan IPB C160 x IPB C293. Genotipe IPB C174 x IPB
C291 memiliki nilai DGK tertinggi untuk karakter jumlah buah per tanaman.
Genotipe hibrida IPB C291 x IPB C293 memiliki nilai DGK tertinggi pada
karakter panjang tangkai dan diameter buah serta memiliki nilai yang baik untuk
karakter bobot buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah, dan tebal daging
buah. Nilai DGK tertinggi pada karakter panjang tangkai buah tidak dihasilkan
dari kombinasi tetua yang memiliki nilai DGU positif, akan tetapi kedua tetua
memiliki nilai DGU negatif.
Tabel 8 Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter
generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit
Genotipe
(IPB C-)
UB
Karakter generatif x
UP
JBpT
BBpT
DGU
10
145
160
174
291
293
0.24
-2.10
-0.56
2.53
0.15
-0.26
0.47
-2.40
-0.49
2.64
0.43
-0.65
-10.57
-16.24
-14.71
-18.78
24.60
35.69
-6.04
-7.25
-9.29
13.83
2.26
6.50
-1.08
-40.62
42.70
-64.18
77.23
26.32
43.88
8.51
-8.33
0.10
35.23
-22.12
129.29
38.45
-37.18
-9.63
-15.51
47.73
-31.71
55.00
-17.63
56.09
24.81
33.67
34.94
69.90
-8.69
26.95
2.23
18.21
DGK
10 x 145
10 x 160
10 x 174
10 x 291
10 x 293
145 x 160
145 x 174
145 x 291
145 x 293
160 x 174
160 x 291
160 x 293
174 x 291
174 x 293
291 x 293
0.85
-1.36
-1.45
-4.74
-4.32
-0.03
-2.45
-2.40
-2.32
-2.99
0.72
-1.86
1.97
2.39
3.76
2.28
-0.30
-2.76
-6.22
-4.47
0.24
-1.22
-1.35
-8.93
-4.14
-0.26
-1.51
0.95
1.70
4.57
x
UB: umur berbunga, UP: umur panen, JBpT: jumlah buah per tanaman, BBpT: bobot buah per
tanaman.
Nilai DGK yang negatif digunakan hibrida untuk karakter umur berbunga
dan umur panen. Menurut Mardianawati (2013) DGK negatif menunjukkan
kemampuan kombinasi yang rendah sehingga menjadikan hibrida memiliki umur
14
berbunga dan umur panen yang genjah. Tabel 8 menunjukkan genotipe IPB C10 x
IPB C291 memiliki nilai DGK rendah pada umur berbunga dan IPB C145 x IPB
C293 memiliki nilai DGK terendah untuk karakter umur panen. Nilai DGK
terendah pada umur berbunga dihasilkan dari kedua tetua yang memiliki nilai
DGU positif, sedangkan nilai DGK terendah pada umur panen dihasilkan dari
kedua tetua yang memiliki nilai DGU negatif.
Karakter lebar tajuk, panjang daun, lebar daun pada Tabel 6, serta bobot per
buah, panjang buah, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per tanaman pada
Tabel 7 dan 8 terlihat bahwa nilai DGK yang tinggi tidak hanya berasal dari dua
tetua dengan nilai DGU yang tinggi saja, akan tetapi bila salah satu tetua telah
memiliki nilai DGU yang tinggi maka dapat pula menghasilkan hibrida yang
tinggi. Menurut Iriany et al. (2011) genotipe-genotipe yang mempunyai nilai
DGU positif diharapkan mempunyai kemampuan bergabung yang baik untuk
menghasilkan genotipe dengan potensi hasil yang lebih tinggi. Persilangan antar
genotipe yang memiliki DGU positif dengan DGU negatif umumnya memberikan
efek DGK yang tinggi karena gen-gen yang menguntungkan dapat menutupi gengen yang merugikan dan mampu bergabung dengan baik.
Heterosis dan Heterobeltiosis
Peristiwa heterosis ini sangat penting dalam perakitan kultivar hibrida
karena suatu indakator diperolehnya daya hasil hibrida yang lebih tinggi dari
tetuanya (Herison et al. 2001).
Karakter umur berbunga
Umur berbunga tetua cabai rawit memiliki kisaran nilai 28.00-35.33 HST
dan hibridanya memiliki umur berbunga 24.33-33.67 HST. Empat hibrida yang
memiliki umur berbunga lebih genjah dibandingkan hibrida lain yang diamati
yaitu IPB C10 x C291, IPB C10 x IPB C293, IPB C145 x C291 dan IPB C145 x
IPB C293. Hibrida IPB C291 x IPB C293 memiliki umur berbunga yang lebih
lama yaitu 32.67 HST dibandingkan kedua tetuanya yang memiliki rata-rata umur
berbunga 29.67 HST (Tabel 9).
Heterosis dan heterobeltiosis umur berbunga dan umur panen diinginkan
bernilai negatif karena menunjukkan hibrida tersebut akan berbunga lebih cepat
dibandingkan kedua tetuanya (Mardianawati 2013). Pendugaan nilai heterosis
berkisar -23.70-10.11% dan heterobeltiosis memiliki kisaran nilai -16.85-13.48%.
Nilai duga heterosis dan heterobeltiosis umur berbunga hibrida terbaik terdapat
pada persilangan IPB C10 x IPB C291 dan IPB C10 x IPB C293.
Nilai duga heterosis dan heterobeltiosis pada persilangan IPB C10 x IPB
C291 dan IPB C10 x IPB C293, sesuai dengan nilai daya gabung khusus yang
dimiliki kedua genotipe hibrida tersebut yaitu memiliki nilai paling negatif
daripada ketiga belas hibrida yang lain (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa
kedua genotipe tersebut bisa dijadikan hibrida untuk perbaikan karakter umur
berbunga.
15
Tabel 9 Nilai rata-rata umur berbunga P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Umur berbunga (HST)x
Genotipe
Heterosis (%) Heterobeltiosis (%)
(IPB C-)
P1
P2
F1y
10 x 145
35.00
28.00
28.00cde
-11.11
0.00
10 x 160
35.00
30.67
27.33cde
-16.77
-10.89
10 x 174
35.00
35.33
30.33abc
-13.75
-13.34
10 x 291
35.00
29.67
24.67e
-23.70
-16.85
10 x 293
35.00
29.67
24.67e
-23.70
-16.85
145 x 160
28.00
30.67
26.33de
-10.24
-5.96
145 x 174
28.00
35.33
27.00cde
-14.73
-3.57
145 x 291
28.00
29.67
24.67e
-14.44
-11.89
145 x 293
28.00
29.67
24.33e
-15.62
-13.11
160 x 174
30.67
35.33
28.00cde
-15.15
-8.71
160 x 291
30.67
29.67
29.33bcd
-2.78
-1.15
160 x 293
30.67
29.67
26.33de
-12.73
-11.26
174 x 291
35.33
29.67
33.67a
3.60
13.48
174 x 293
35.33
29.67
33.67a
3.60
13.48
291 x 293
29.67
29.67
32.67ab
10.11
10.11
x
HST: hari setelah tanam, P1: tetua betina, P2 tetua jantan, F1: generasi pertama; yangka diikuti
huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
Karakter umur panen
Nilai rata-rata umur panen tetua betina (P1), tetua jantan (P2), dan generasi
pertama (F1), serta nilai heterosis dan heterobeltiosis ditunjukkan pada Tabel 10.
Umur panen tetua memiliki kisaran nilai sebesar 70.00-78.33 HST, sedangkan
nilai umur panen hibridanya sebesar 58.33-74.67 HST. Hasil persilangan IPB
C145 x IPB C293 memiliki umur panen paling genjah dari semua hibrida yang
diuji yaitu 58.33 HST, sedangkan hibrida IPB C174 x IPB C291 dan IPB C291 x
IPB C293 memiliki umur panen paling lama.
Pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis pada kisaran -18.61-2.53 HST
dan -16.67-3.24 HST. Semua hibrida memiliki nilai heterosis negatif kecuali pada
IPB C291 x IPB C293. Nilai heterosis yang negatif pada umur panen
menunjukkan bahwa genotipe yang diamati memiliki umur panen genjah
dibandingkan rataan kedua tetuanya. Menurut Sitaresmi et al. (2010) genotipe
yang memiliki umur panen genjah akan memberikan keuntungan bagi pemulia
tanaman dalam seleksi varietas hibrida dengan karakter umur panen genjah.
Genotipe IPB C145 x IPB C293 memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis
terbaik yaitu -18.61% dan -16.67%.
Umur hibrida dan nilai duga heterosis dan heterobeltiosis pada persilangan
IPB C145 x IPB C293, sesuai dengan nilai daya gabung khusus yang dimiliki
genotipe hibrida tersebut yaitu memiliki nilai paling negatif daripada keempat
belas hibrida yang lain (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa kedua genotipe
tersebut bisa digunakan untuk perbaikan umur panen.
16
Tabel 10 Nilai rata-rata umur panen P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Umur panen (HST)x
Genotipe
Heterosis (%) Heterobeltiosis (%)
(IPB C-)
P1
P2
F1y
10 x 145
77.00
70.00
70.67abc
-3.85
0.96
10 x 160
77.00
72.33
70.00abc
-6.25
-3.22
10 x 174
77.00
78.33
70.67abc
-9.01
-8.22
10 x 291
77.00
72.33
65.00c
-12.94
-10.13
10 x 293
77.00
73.33
65.67c
-12.63
-10.45
145 x 160
70.00
72.33
67.67c
-4.91
-3.33
145 x 174
70.00
78.33
69.33abc
-6.52
-0.96
145 x 291
70.00
72.33
67.00c
-5.85
-4.29
145 x 293
70.00
73.33
58.33d
-18.61
-16.67
160 x 174
72.33
78.33
68.33bc
-9.29
-5.53
160 x 291
72.33
72.33
70.00abc
-3.22
-3.22
160 x 293
72.33
73.33
67.67c
-7.08
-6.44
174 x 291
78.33
72.33
74.33a
-1.33
2.77
174 x 293
78.33
73.33
74.00ab
-2.41
0.91
291 x 293
72.33
73.33
74.67a
2.53
3.24
x
HST: hari setelah tanam, P1: tetua betina, P2 tetua jantan, F1: generasi pertama; yangka diikuti
huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
Karakter tinggi tanaman
Nilai rata-rata tinggi tanaman tetua betina (P1), tetua jantan (P2), generasi
pertama (F1), dan nilai heterosis dan heterobeltiosis ditunjukkan pada Tabel 11.
Tabel 11 Nilai rata-rata tinggi tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Tinggi tanaman (cm)x
Genotipe
Heterosis (%) Heterobeltiosis (%)
(IPB C-)
P1
P2
F1y
10 x 145
58.49
41.23
54.03bcd
8.36
-7.63
10 x 160
58.49
44.91
51.01cde
-1.33
-12.79
10 x 174
58.49
44.75
66.49a
28.81
13.68
10 x 291
58.49
54.97
53.83bcd
-5.11
-7.97
10 x 293
58.49
54.03
60.23ab
7.06
2.97
145 x 160
41.23
44.91
45.19e
4.92
0.62
145 x 174
41.23
44.75
50.43cde
17.31
12.69
145 x 291
41.23
54.97
49.82cde
3.58
-9.37
145 x 293
41.23
54.03
47.37de
-0.55
-12.33
160 x 174
44.91
44.75
52.04cde
16.08
15.88
160 x 291
44.91
54.97
48.44cde
-3.00
-11.88
160 x 293
44.91
54.03
52.20cde
5.52
-3.39
174 x 291
44.75
54.97
60.72ab
21.78
10.46
174 x 293
44.75
54.03
55.16bc
11.68
2.09
291 x 293
54.97
54.03
54.12bcd
-0.70
-1.55
x
P1: tetua betina, P2 tetua jantan, F1: generasi pertama; yangka diikuti huruf yang sama pada
kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
17
Karakter tinggi tanaman pada cabai berhubungan dengan ketahanan lapang
terhadap penyakit antraknosa, dimana ketinggian tanaman dapat mengurangi
percikan air dari tanah ke buah yang merupakan sumber infeksi (Kirana dan
Sofiari 2007). Genotipe IPB C10 x IPB C174 memiliki nilai rataan tinggi tanaman
terbaik dari semua genotipe yang diuji.
Kisaran nilai duga heterosis dan heterobeltiosis karakter tinggi tanaman
antara -5.11-28.81% dan -12.79-15.88%. Tujuh kombinasi persilangan yang
memiliki nilai duga heterosis dan heterobeltiosis positif yaitu IPB C10 x IPB
C174, IPB C10 x IPB C293, IPB C145 x IPB C160, IPB C145 x IPB C174, IPB
C160 x IPB C174, IPB C174 x IPB C291, dan IPB C174 x IPB C293. Nilai duga
heterosis terbaik dimiliki genotipe IPB C10 x IPB C174 dan nilai heterobeltiosis
terbaik dimiliki genotipe IPB C160 x IPB C174.
Karakter tinggi dikotomus
Nilai rataan tetua untuk karakter tinggi dikotomus antara 22.71-29.23 cm
dan hibridanya antara 22.44-30.00 cm. Hibrida dengan tinggi dikotomus terbaik
dimiliki IPB C174 x IPB C291 yaitu 30.00 cm. IPB C10 x IPB C145, IPB C10 x
IPB C160, IPB C10 x IPB C291, dan IPB C174 x IPB C291 memiliki nilai duga
heterosis dan heterobeltiosis positif. Pendugaan heterosis dan heterobeltiosis
terbaik dimiliki genotipe IPB C10 x IPB C145 dengan masing-masing nilai
16.19% dan 13.81%. Persilangan kedua tetua dengan rataan terendah dapat
menghasilkan heterosis dan heterobeltiosis yang tinggi, hal ini juga terjadi pada
penelitian De Sousa dan Maluf (2003).
Tabel 12 Nilai rata-rata tinggi dikotomus P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Tinggi dikotomus (cm)x
Genotipe
Heterosis (%) Heterobeltiosis (%)
(IPB C-)
P1
P2
F1y
10 x 145
23.68
22.71
26.95bc
16.19
13.81
10 x 160
23.68
24.09
25.52cde
6.85
5.94
10 x 174
23.68
29.23
28.49ab
7.69
-2.53
10 x 291
23.68
25.82
26.95bc
8.89
4.38
10 x 293
23.68
28.37
25.40cde
-2.40
-10.47
145 x 160
22.71
24.09
24.08ef
2.91
-0.04
145 x 174
22.71
29.23
26.55bcd
2.23
-9.17
145 x 291
22.71
25.82
24.80c-f
2.20
-3.95
145 x 293
22.71
28.37
23.88ef
-6.50
-15.83
160 x 174
24.09
29.23
24.33def
-8.74
-16.76
160 x 291
24.09
25.82
22.44f
-10.08
-13.09
160 x 293
24.09
28.37
24.25def
-7.55
-14.52
174 x 291
29.23
25.82
30.00a
8.99
2.63
174 x 293
29.23
28.37
25.22cde -12.43
-13.72
291 x 293
25.82
28.37
24.24def
-10.54
-14.56
x
P1: tetua betina, P2 tetua jantan, F1: generasi pertama; yangka diikuti huruf yang sama pada
kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
18
Karakter diameter batang
Karakter diameter batang tetua memiliki kisaran nilai 7.03-7.93 mm
sedangkan rataan hibridanya 7.60-9.23 mm. Semua hibrida yang diamati tidak
berbeda nyata terhadap karakter diameter batangnya (Lampiran 2).
Tabel 13 Nilai rata-rata diameter batang P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Diameter batang (mm)x
Genotipe
Heterosis (%) Heterobeltiosis (%)
(IPB C-)
P1
P2
F1
10 x 145
7.85
7.03
8.25
0.89
5.10
10 x 160
7.85
7.04
7.60
2.08
-3.18
10 x 174
7.85
7.46
9.23
20.57
17.58
10 x 291
7.85
7.93
7.86
-0.38
-0.88
10 x 293
7.85
7.68
9.26
19.25
17.96
145 x 160
7.03
7.04
7.61
8.17
8.10
145 x 174
7.03
7.46
7.93
9.45
6.30
145 x 291
7.03
7.93
8.03
7.35
1.26
145 x 293
7.03
7.68
8.67
17.88
12.89
160 x 174
7.04
7.46
8.10
11.72
8.58
160 x 291
7.04
7.93
8.93
19.31
12.61
160 x 293
7.04
7.68
8.64
17.39
12.50
174 x 291
7.46
7.93
8.49
10.33
7.06
174 x 293
7.46
7.68
8.41
11.10
9.51
291 x 293
7.93
7.68
8.74
11.98
10.21
x
P1: tetua betina, P2 tetua jantan, F1: generasi pertama.
Genotipe hibrida yang diuji memiliki nilai duga heterosis dan heterobeltiosis
yang positif kecuali pada genotipe IPB C10 x IPB C291 yang memiliki nilai duga
negatif. Nilai duga heterosis antara -0.38-20.57% sedangkan nilai duga
heterobeltiosisnya -0.88-17.58%. Nilai heterosis dan nilai heterobeltiosis tertinggi
dimiliki genotipe IPB C10 x IPB C174 (Tabel 13). Hal ini sejalan dengan nilai
daya gabung khusus tertinggi pada karakter diameter batang yang juga dimiliki
oleh genotipe IPB C10 x IPB C174 (Tabel 6).
Karakter lebar tajuk
Lebar tajuk tetua memiliki kisaran nilai 26.15-58.42 cm, sedangkan
hibridanya memiliki kisaran nilai 55.97-67.82 cm (Tabel 14). Semua hibrida yang
diamati tidak berbeda nyata satu sama lain (Lampiran 2). Menurut Mardianawati
(2013) lebar tajuk suatu tanaman dapat menentukan jarak tanam. Lebar tajuk yang
lebar akan mengurangi populasi tanaman per satuan luas tetapi dapat
mengakibatkan tingginya produksi per tanaman.
Nilai duga heterosis dan hetobeltiosis lebar tajuk berkisar -2.97-62.64% dan
-4.19-21.79%. Pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis tertinggi terdapat
pada genotipe IPB C174 x IPB C291 dengan nilai duga 62.64% dan 21.79%.
Hampir semua hibrida memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif kecuali
satu hibrida yang memiliki nilai duga negatif yaitu hibrida IPB C10 x IPB C160.
Nilai duga heterosis dan heterobeltiosis yang negatif pada karakter lebar tajuk
menunjukkan bahwa hibrida tersebut tidak lebih bagus dari rataan kedua tetuanya.
19
Tabel 14 Nilai rata-rata lebar tajuk P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Lebar tajuk (cm)x
Genotipe
Heterosis (%) Heterobeltiosis (%)
(IPB C-)
P1
P2
F1
10 x 145
56.95
55.74
57.25
1.61
0.53
10 x 160
56.95
58.42
55.97
-2.97
-4.19
10 x 174
56.95
26.15
64.59
55.45
13.42
10 x 291
56.95
52.55
58.27
6.43
2.32
10 x 293
56.95
53.87
65.00
17.31
14.14
145 x 160
55.74
58.42
58.52
2.52
0.17
145 x 174
55.74
26.15
60.33
47.34
8.23
145 x 291
55.74
52.55
63.76
17.76
14.39
145 x 293
55.74
53.87
63.08
15.10
13.17
160 x 174
58.42
26.15
62.74
48.37
7.39
160 x 291
58.42
52.55
67.82
22.23
16.09
160 x 293
58.42
53.87
60.83
8.34
4.13
174 x 291
26.15
52.55
64.00
62.64
21.79
174 x 293
26.15
53.87
56.55
41.34
4.97
291 x 293
52.55
53.87
62.00
16.52
15.09
x
P1: tetua betina, P2 tetua jantan, F1: generasi pertama.
Karakter panjang daun
Tetua yang diamati memiliki kisaran panjang daun sebesar 6.20-7.83 cm
sedangkan hibridanya sebesar 6.03-8.63 cm (Tabel 15).
Tabel 15 Nilai rata-rata panjang daun P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Genotipe
Panjang daun (cm)x
Heterosis (%) Heterobeltiosis (%)
(IPB C-)
P1
P2
F1y
10 x 145
6.60
6.20
7.20cde
12.50
9.09
10 x 160
6.60
6.63
6.63def
0.23
0.00
10 x 174
6.60
7.83
7.70a-d
6.72
-1.66
10 x 291
6.60
6.47
6.73def
2.98
1.97
10 x 293
6.60
6.57
6.77def
2.81
2.58
145 x 160
6.20
6.63
6.03f
-6.00
-9.05
145 x 174
6.20
7.83
7.33bcd
4.49
-6.
HASIL PERSILANGAN HALF DIALLEL CABAI RAWIT
(Capsicum annuum L.)
OKTAVIANA SHINTA RISTY
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Daya
Gabung dan Nilai Heterosis Hasil Persilangan Half Diallel Cabai Rawit
(Capsicum annuum L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Oktaviana Shinta Risty
NIM A24100065
ABSTRAK
OKTAVIANA SHINTA RISTY. Pendugaan Daya Gabung dan Nilai Heterosis
Hasil Persilangan Half Diallel Cabai Rawit (Capsicum annuum L.). Dibimbing
oleh MUHAMAD SYUKUR.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pendugaan daya gabung umum
(DGU) dan daya gabung khusus (DGK) enam galur murni cabai rawit (Capsicum
annuum L.), nilai heterosis dan heterobeltiosis 15 hibrida cabai rawit hasil
persilangan half diallel. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013
hingga April 2014 menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan 3
ulangan yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB. Nilai DGU dan
DGK dianalisis berdasarkan metode II model Griffing. Nilai heterosis dihitung
berdasarkan nilai rata-rata kedua tetua dan heterobeltiosis dihitung berdasarkan
nilai rata-rata tetua tertinggi. Genotipe IPB C10 x IPB C174, IPB C160 x IPB
C291, IPB C174 x IPB C291, dan IPB C291 x IPB C293 memiliki nilai DGK,
heterosis dan heterobeltiosis positif pada beberapa karakter yang diamati.
Genotipe IPB C10 x IPB C174 dan IPB C160 x IPB C291 memiliki bobot buah
per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas komersial Sonar dan Nirmala.
Kata kunci: cabai rawit, daya gabung, half diallel, heterosis
ABSTRACT
OKTAVIANA SHINTA RISTY. Combining Ability and Heterosis Estimation in
Half Diallel Crosses of Bird Pepper (Capsicum annuum L.). Supervised by
MUHAMAD SYUKUR.
The aim of this research was to study estimation general combining ability
(GCA) and specific combining ability (SCA) of six bird pepper inbred lines
(Capsicum annuum L.), heterosis and heterobeltiosis of fifteen bird pepper
hybrids in half diallel crosses. The experiment were conducted from November
2013 to April 2014 using a randomized complete block design (RCBD) with three
replications at Leuwikopo University Farm, IPB. Analysis of GCA and SCA were
based on the Griffing’s model of diallel design method II. Heterosis values were
predicted based on the average values of their parents and heterobeltiosis were
predicted based on the average values of the highest parents. Genotype IPB C10 x
IPB C174, IPB C160 x IPB C291, IPB C174 x IPB C291, dan IPB C291 x IPB
C293 had positive SCA, heterosis, and heterobeltiosis values for some variable
observed. Genotype IPB C10 x IPB C174 dan IPB C160 x IPB C291 had higher
yield for each plant than the commercial varieties which were Sonar and Nirmala.
Keywords: bird pepper, combining ability, half diallel, heterosis
PENDUGAAN DAYA GABUNG DAN NILAI HETEROSIS
HASIL PERSILANGAN HALF DIALLEL CABAI RAWIT
(Capsicum anuum L.)
OKTAVIANA SHINTA RISTY
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Judul
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013
hingga bulan April 2014 ini adalah Pendugaan Daya Gabung dan Nilai Heterosis
Hasil Persilangan Half Diallel Cabai Rawit (Capsicum annuum L.).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi
selaku dosen pembimbing. Di samping itu ucapan terima kasih disampaikan
kepada Bapak Undang, SP yang telah banyak membantu dan memberikan saran
dalam pembuatan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada bapak, ibu, dan keluarga besar di Pacitan atas doa dan kasih sayangnya,
sekaligus kepada kakak-kakak di Lab Pemuliaan Tanaman serta teman-teman
AGH 47 atas dukungannya selama pelaksanaan tugas akhir.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Oktaviana Shinta Risty
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Asal dan Pengelompokan Tanaman Cabai
Pemuliaan Tanaman Cabai
Persilangan Diallel
Daya Gabung
Heterosis
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan Penelitian
Alat Penelitian
Rancangan Percobaan
Prosedur Percobaan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Daya Gabung
Heterosis dan Heterobeltiosis
Daya Hasil
SIMPULAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vii
vii
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
4
4
4
4
4
5
6
7
7
9
14
26
29
29
30
30
33
41
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Bagan persilangan half diallel
Analisis sidik ragam (Sigh dan Chaudhary 1979)
Analisis keragaman karakter vegetatif hasil persilangan half diallel
enam genotipe cabai rawit
Analisis keragaman karakter generatif hasil persilangan half diallel
enam genotipe cabai rawit
Analisis keragaman karakter generatif hasil persilangan half diallel
enam genotipe cabai rawit
Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter
vegetatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit
Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter
generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit
Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter
generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit
Nilai rata-rata umur berbunga P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata umur panen P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata tinggi tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata tinggi dikotomus P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata diameter batang P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata lebar tajuk P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata panjang daun P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata lebar daun P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata bobot per buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata panjang buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata panjang tangkai buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis
dan heterobeltiosis
Nilai rata-rata tebal daging buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata diameter buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Nilai rata-rata jumlah buah per tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai
heterosis dan heterobeltiosis
Nilai rata-rata bobot buah per tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai
heterosis dan heterobeltiosis
4
7
9
10
10
11
12
13
15
16
16
17
18
19
19
20
21
22
22
23
24
25
26
24. Nilai rata-rata keragaan karakter vegetatif hasil persilangan half diallel
enam genotipe cabai rawit dan empat varietas pembanding
25. Nilai rata-rata keragaan karakter generatif hasil persilangan half diallel
enam genotipe cabai rawit dan empat varietas pembanding
26. Nilai rata-rata keragaan karakter generatif hasil persilangan half diallel
enam genotipe cabai rawit dan empat varietas pembanding
27
28
29
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
Kondisi umum tanaman cabai rawit di lapang
Tanaman yang terserang penyakit: A. rebah semai, B. layu bakteri, C.
antraknosa
8
8
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Keragaan 15 genotipe hibrida cabai rawit yang diamati
Rekapitulasi sidik ragam pada karakter yang diamati tanpa pembanding
(uji lanjut DMRT)
Rekapitulasi sidik ragam pada karakter yang diamati dengan
pembanding (uji lanjut t-Dunnett)
Data iklim Darmaga Bogor
Deskripsi cabai rawit varietas Santika
Deskripsi cabai rawit varietas Bhaskara
Deskripsi cabai rawit varietas Sonar
Deskripsi cabai rawit varietas Nirmala
33
35
35
36
36
37
38
39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas penting yang hampir
sebagian besar orang memerlukannya. Mulai dari pasar rakyat, pasar swalayan,
warung pinggir jalan, restoran kecil, hotel berbintang, pabrik saus, bahkan pabrik
mie instan sehari-harinya membutuhkan cabai dalam jumlah yang tidak sedikit
(Prajnanta 2007). Konsumsi rata-rata cabai rawit di Indonesia pada tahun 2011
sebesar 1.21 kg kapita-1 tahun-1, sedangkan di tahun 2012 mengalami peningkatan
menjadi 1.40 kg kapita-1 tahun-1 (Deptan 2013). Konsumsi rata-rata tersebut akan
terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya
industri sektor makanan di Indonesia.
Produksi cabai rawit di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 594 227 ton dan
mengalami peningkatan produksi di tahun 2012 sebesar 702 252 ton (BPS 2013).
Produktivitas cabai rawit Negara Indonesia sebesar 4.56 ton ha-1 di tahun 2010
dan 5.01 ton ha-1 di tahun 2011 (BPS dan Ditjen Horti 2012). Indonesia masih
melakukan impor cabai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut
Direktorat Jenderal Hortikultura (2013) Indonesia masih melakukan impor cabai
sebanyak 22 737 ton pada tahun 2012. Direktorat Pengkajian Ekonomi (2012)
menyatakan bahwa faktor penyebab rendahnya produktivitas di Indonesia adalah
teknik budidaya yang konvensional, serangan hama dan penyakit tanaman,
penanganan pascapanen kurang tepat, belum banyak digunakannya varietas
berdaya hasil tinggi, dan kualitas benih rendah.
Peningkatan produksi cabai rawit harus dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan cabai nasional. Salah satu caranya dengan menggunakan benih
bermutu dari varietas unggul yang dihasilkan oleh varietas hibrida. Varietas
hibrida dapat dihasilkan melalui proses persilangan oleh tetua yang berbeda
genotipnya. Menurut Sujiprihati et al. (2007), hibrida yang memiliki karakter
unggul umumnya diperoleh dari hasil persilangan tetua-tetua yang memiliki daya
gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK), serta nilai heterosis dan atau
heterobeltiosis yang tinggi.
Tujuan Penelitian
1. Menduga nilai daya gabung umum dan daya gabung khusus enam galur murni
cabai rawit (Capsicum annuum L.).
2. Menduga nilai heterosis dan heterobeltiosis 15 hibrida cabai rawit hasil
persilangan tetua secara setengah diallel (half diallel).
3. Menguji daya hasil 15 hibrida cabai rawit dibandingkan dengan empat varietas
yang sudah komersial.
2
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus
(DGK) diantara enam galur murni cabai rawit yang diteliti.
2. Terdapat perbedaan nilai heterosis dan heterobeltiosis pada 15 hibrida cabai
rawit yang diteliti.
3. Terdapat satu atau lebih genotipe cabai rawit hasil persilangan half diallel yang
memiliki daya hasil yang lebih baik dari varietas pembanding.
TINJAUAN PUSTAKA
Asal dan Pengelompokan Tanaman Cabai
Tanaman Cabai termasuk ke dalam famili Solanaceae dan genus Capsicum.
Nama botani cabai adalah Capsicum annuum L. Tanaman ini berasal dari dunia
tropika dan subtropika Benua Amerika, khususnya Colombia, Amerika Selatan,
dan terus menyebar ke Amerika Latin. Penyebaran cabai ke seluruh dunia
termasuk negara-negara di Asia, seperti Indonesia dilakukan oleh pedagang
Spanyol dan Portugis (Harpenas dan Dermawan 2011).
Capsicum annuum L. merupakan salah satu spesies dari 20-30 spesies dari
genus tersebut. Berdasarkan karakter buahnya terutama bentuk dan ukuran buah,
spesies Capsicum annuum digolongkan dalam empat tipe yaitu cabai besar, cabai
keriting, cabai rawit, dan paprika. Cabai rawit berukuran kecil, permukaan buah
licin dan rasanya pedas. Bunga dan buah cabai rawit mengarah ke atas. Spesies
Capsicum annuum adalah cabai rawit yang buah mudanya bewarna hijau atau
putih kekuningan dan bentuk buah langsing sedangkan cabai rawit spesies
Capsicum frutescens memiliki ciri buah muda bewarna putih kekuningan, dan
diameter buah lebih tebal daripada rawit Capsicum annuum (Syukur et al. 2012).
Pemuliaan Tanaman Cabai
Pemuliaan tanaman merupakan suatu cara yang secara sistematik merakit
keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Tujuan utama dari pemuliaan tanaman yaitu guna mendapatkan varietas
yang lebih baik atau varietas unggul (Makmur 1992). Pemulia tanaman telah
memberi sumbangan besar terhadap kesejahteraan manusia melalui varietas yang
unggul, karena paling memuaskan dari semua metode peningkatan produksi
(Allard 1992).
Pemuliaan cabai mengikuti metode pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri
(self-pollinated crop). Pemuliaan cabai diarahkan untuk memperoleh cabai unggul
dari varietas galur murni atau bersari bebas. Karakter unggul cabai merupakan
karakter-karakter yang mendukung hasil tinggi dan kualitas buah prima. Karakter
unggul tersebut diantaranya adalah produktivitas tinggi, umur panen genjah, tahan
terhadap serangan hama dan penyakit, daya simpan buah lebih lama, dan tingkat
kepedasan tertentu. Persentase penyerbukan silang pada cabai cukup tinggi yaitu
3
dapat mencapai 35%, oleh karena itu cabai diarahkan pada pembentukan varietas
hibrida (Syukur et al. 2012).
Persilangan Diallel
Persilangan diallel merupakan persilangan yang masing-masing genotipe
mempunyai kesempatan untuk disilangkan dalam semua kombinasi, baik dengan
genotipe lain bahkan dapat disilangkan dengan genotipe sendiri. Genotipe tersebut
bisa berupa varietas, klon maupun galur (Poespodarsono 1988).
Terdapat beberapa macam pendekatan untuk menganalisis dan menginterpre
tasi data hasil persilangan diallel. Pendekatan analisis yang sering digunakan
adalah analisis daya gabung umum dan daya gabung khusus yang sering disebut
Griffing analisis. Empat macam analisis yang tersedia menurut Griffing analisis
adalah metode I (full diallel) dimana persilangan terdiri dari tetua, F1, dan
resiprokalnya. Metode II (half diallel) terdiri dari tetua dan FI. Metode III terdiri
dari F1 dan resiprokalnya serta metode IV yang hanya terdiri dari F1 hasil
persilangan di semua kombinasi (Brown dan Caligari 2008).
Daya Gabung
Daya gabung merupakan suatu kemampuan genotipe untuk memindahkan
sifat atau karakter kepada keturunannya. Daya gabung ada dua macam yaitu daya
gabung umum dan daya gabung khusus. Daya gabung umum dapat diartikan
sebagai ukuran penampilan rata-rata tetua itu. Daya gabung khusus merupakan
kemampuan suatu kombinasi persilangan untuk menunjukkan penampilan
keturunan (Poespodarsono 1988).
Hibrida yang baik dihasilkan dari persilangan tetua yang memiliki daya
gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK) dan heterosis yang tinggi
(Yunianti et al. 2007). Tetua dengan nilai daya gabung umum yang positif
menunjukkan tetua tersebut dapat bergabung secara baik dengan tetua lain,
sedangkan nilai negatif artinya tidak dapat bergabung secara baik dengan tetua
yang lain (Syahibullah 2006). Daya gabung khusus (DGK) yang positif berarti
genotipe tersebut mempunyai nilai DGK yang baik maka kemampuan genotipe
untuk bergabung dengan tetua tersebut semakin baik pula, sedangkan DGK yang
negatif artinya genotipe tersebut tidak dapat bergabung dengan baik dengan tetua
lain (Isnaini 2008).
Heterosis
Heterosis atau hibrid vigor adalah peningkatan ukuran, vigor atau
produktivitas keturunan atas rata-rata tetuanya. Asumsi yang paling banyak
diterima dari peristiwa heterosis ini bahwa keunggulan hibrida atau hasil
persilangan (F1) disebabkan oleh penyatuan berbagai macam gen dominan tetua
yang menguntungkan (Poehlman dan Sleper 1996).
Heterosis akan muncul ketika nilai rata-rata keturunan F1 lebih besar
daripada nilai rata-rata tetua, sehingga bisa dikatakan nilai heterosisnya positif.
4
Jika suatu keturunan mengalami penurunan karakter yang diinginkan, maka
heterosisnya bernilai negatif. Heterosis negatif terjadi apabila nilai rata-rata
turunan F1 lebih kecil dibandingkan nilai rata-rata kedua tetua (Hill et al. 1998).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penyemaian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman IPB
Darmaga dan penananaman dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo
Darmaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai
bulan April 2014.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 genotipe cabai rawit
spesies Capsicum annuum L. yang terdiri dari 6 galur murni, 15 hibrida hasil
persilangan setengah diallel (half diallel), dan 4 varietas pembanding yaitu
Santika, Bhaskara, Sonar dan Nirmala. Kode persilangan dan keterangan genotipe
cabai yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Bagan persilangan half diallel
Genotipe
(IPB C-)
10
145
160
174
291
293
10
-
145
160
174
291
10 x 145 10 x 160 10 x 174 10 x 291
145 x 160 145 x 174 145 x 291
160 x 174 160 x 291
174 x 291
-
293
10 x 293
145 x 293
160 x 293
174 x 293
291 x 293
-
Bahan lain yang digunakan adalah pupuk kandang, kompos, mulsa hitam
perak, pupuk anorganik (NPK), fungisida, dan insektisida.
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan meliputi alat tanam, tray semai, perak, label, ajir,
tali rafia, alat ukur, alat timbang, alat tulis, dan kamera.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)
dengan faktor tunggal. Genotipe yang digunakan terdiri dari 25 genotipe cabai
5
rawit dengan 3 ulangan yang ditempatkan secara acak sehingga diperoleh 75
satuan percobaan. Satu satuan percobaan terdapat 20 tanaman yang diambil 10
tanaman sebagai tanaman contoh.
Prosedur Percobaan
Penyemaian
Penelitian dimulai dengan penyemaian benih cabai pada tray semai. Media
persemaian berupa kompos dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Benih
ditanam dalam tray sebanyak dua butir perlubang. Penyiraman dilakukan setiap
pagi dan sore hari. Pupuk NPK mutiara diberikan satu bulan setelah persemaian
dengan konsentrasi 2 g L-1. Pengendalian hama dan penyakit di persemaian
dilakukan dengan penyemprotan fungisida (1 g L-1) dan insektisida (1 mL L-1)
yang diberikan seminggu sekali. Bibit dipindahkan ke lapang setelah berumur 6
minggu setelah semai atau bibit yang sudah memiliki empat sampai enam helai
daun.
Pengolahan lahan
Pengolahan lahan dilaksanakan tiga minggu sebelum tanam. Lahan
percobaan dibagi menjadi tiga petak untuk tiga ulangan dan setiap ulangan dibagi
menjadi 25 bedeng dengan ukuran 5 m x 1 m dengan jarak antar bedeng 0.5 m.
Lahan yang telah siap diberi pupuk kandang sebanyak 20 ton ha-1 , kapur, dan
pemberian pupuk Urea 400 kg ha-1, SP-36 300 kg ha-1, dan KCl 300 kg ha-1.
Bedengan ditutup dengan mulsa hitam perak.
Penanaman
Penanaman dilakukan pada sore hari. Bibit cabai ditanam satu bibit per
lubang dengan jarak tanam 0.5 m x 0.5 m dan diberi ajir. Bibit diikat ke ajir untuk
menghindari rebah. Penyulaman bibit dilakukan hingga dua minggu setelah tanam.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman cabai berupa penyiraman, pemupukan, pewiwilan,
pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman
dilakukan setiap hari jika tidak terjadi hujan. Pemupukan dilakukan satu minggu
sekali dalam bentuk larutan NPK (16:16:16) 10 g L-1, sebanyak 250 mL
pertanaman. Pewiwilan dilakukan pada tanaman cabai yang muncul tunas air
sehingga tanaman dapat tumbuh optimal. Pengendalian gulma dilakukan secara
manual. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan satu minggu sekali dengan
menggunakan fungisida mankozeb 80% atau propineb dengan konsentrasi 2 g L-1,
dan insektisida prefonovos dengan konsentrasi 2 ml L-1.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap sepuluh tanaman contoh. Tanaman contoh
dipilih secara acak dari masing-masing genotipe pada tiap ulangan. Pengamatan
yang dilakukan meliputi karakter kuantitatif cabai berdasarkan Descriptor for
Capsicum (IPGRI 1995).
6
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Peubah kuantitatif yang diamati adalah:
Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh
tertinggi, pada saat 50% tanaman telah terbentuk buah.
Tinggi dikotomus (cm) diukur dari pangkal batang sampai percabangan
dikotomus setelah panen pertama.
Diameter batang (mm) diukur pada pertengahan batang jarak antara
permukaan tanah hingga percabangan dikotomus setelah panen pertama.
Lebar tajuk (cm) diukur pada kanopi yang terlebar setelah panen kedua.
Panjang daun (cm) diukur dari 10 daun dewasa setelah panen kedua.
Lebar daun (cm) diukur dari 10 daun dewasa setelah panen kedua.
Umur berbunga (HST), jumlah hari setelah tanam hingga 50% tanaman di
dalam petak telah mempunyai bunga mekar pada percabangan pertama.
Umur mulai panen (HST), jumlah hari setelah tanam hingga 50% tanaman di
dalam petak telah mempunyai buah masak pada percabangan pertama.
Panjang buah (cm) diukur dari pangkal sampai ujung buah sebanyak 10 buah
mulai panen kedua.
Diameter buah (mm) diukur pada diameter paling besar dari 10 buah yang
masak dari panen kedua.
Panjang tangkai buah (cm) diukur dari 10 buah segar mulai panen kedua.
Tebal daging buah (mm), diambil 10 buah segar mulai dari panen kedua.
Jumlah buah per tanaman, dihitung dari panen pertama.
Bobot per buah (g) yaitu rata-rata bobot buah dari 10 buah yang telah masak
mulai dari panen ke-2 hingga panen ke-8.
Bobot buah per tanaman (g), dihitung dari jumlah keseluruhan bobot buah
yang dipanen dari 10 tanaman contoh mulai panen ke-2 hingga panen ke-8.
Analisis Data
Nilai daya gabung umum dan daya gabung khusus
Nilai daya gabung umum dan daya gabung khusus galur murni dihitung
dengan menggunakan metode II Griffing yaitu berdasarkan persilangan setengah
diallel (enam tetua dan 15 hibrida) dengan asumsi tidak terdapat efek resiprokal.
DGU :
.
)
DGK :
Keterangan :
Gi = daya gabung umum galur ke-i
Sij = daya gabung khusus dari hibrida antara galur ke-i dan j
n = jumlah galur
Yij = nilai rataan dari hibrida antara galur ke-i dan j
Yi. = jumlah nilai rataan galur ke-i
Yii = nilai selfing galur ke-i
Y.j = jumlah nilai rataan galur ke-j
Yjj = Nilai selfing galur ke-j
Y.. = total keseluruhan nilai galur
7
Tabel 2 Analisis sidik ragam (Sigh dan Chaudhary 1979)
Sumber
db
KT
E(KT)x
keragaman
DGU
(p-1)
Mg
σ2e + σ2DGK + (n+2) σ2DGU
DGK
p(p-1)/2
Ms
σ2e + σ2DGK
Galat
(r-1)((p-1) + p(p-1)/2)
Me
σ2 e
x
Penjelasan σ2DGU = (Mg - Ms)/(n+2); σ2DGK = (Ms - Me); σ2A = 2 σ2DGU;
σ2D = σ2DGK; σ2e = Me
Nilai heterosis dan heterobeltiosis
Pendugaan nilai heterosis dilihat dengan nilai tengah kedua tetuanya. Nilai
heterobeltiosis dilihat dengan nilai tengah tetua terbaik.
Heterosis =
x 100%
Heterobeltiosis =
x 100%
Keterangan :
= Nilai tengah F1
= Nilai tengah kedua tetua (
Nilai tengah tetua terbaik
)
Uji F dan uji lanjut
Genotipe yang diteliti memerlukan uji F untuk melihat pengaruh genotipe
terhadap keragaan tanaman. Apabila antar genotipe berpengaruh nyata maka
dilakukan uji lanjut dengan metode t-Dunnett pada taraf 5% untuk
membandingkan varietas hibrida (F1) dengan varietas pembanding yang telah
komersial dan duncan’s multiple range test (DMRT) untuk mengetahui hibrida
(F1) terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Selama penelitian di lapang berlangsung, curah hujan berada pada kisaran
187-702 mm bulan-1. Curah hujan tertinggi pada bulan Januari 2014 sedangkan
curah hujan terendah pada bulan November 2013. Suhu udara di lapang berkisar
24.6-26.2 oC dan kelembapan udara antara 78-89% (Lampiran 4). Selama 2
minggu setelah tanam (MST), dilakukan penyulaman pada beberapa tanaman
yang mati. Kematian bibit cabai rawit ini disebabkan kondisi lapang saat
dilakukan transplanting tidak begitu optimal karena ketersediaan air yang kurang,
cuaca yang sangat panas, dan beberapa bibit terserang penyakit rebah semai.
8
Gambar 1 Kondisi umum tanaman cabai rawit di lapang
Kondisi umum tanaman cabai rawit yang berada di lapang menunjukkan
masih banyaknya tanaman yang tidak terserang penyakit dan tumbuh subur
(Gambar 1), walaupun demikian masih ada beberapa tanaman cabai yang mati
ataupun buahnya busuk akibat terserang penyakit. Hama yang secara umum
menyerang tanaman cabai adalah kutu daun, lalat buah, dan thrips. Pengendalian
lalat buah menggunakan perangkap yang diolesi antraktan. Penyakit teridentifikasi
menyerang tanaman cabai di lapang adalah layu fusarium, layu bakteri, dan
penyakit antraknosa yang menyerang buah (Gambar 2).
A
B
C
Gambar 2 Tanaman yang terserang penyakit: A. rebah semai, B. layu bakteri,
C. antraknosa
Buah cabai rawit hibrida yang diamati, rata-rata memiliki penampilan
diantara kedua tetuanya. Keragaan buah kelimabelas hibrida tersebut dapat dilihat
pada Lampiran 1.
9
Daya Gabung
Nilai kuadrat tengah pada Tabel 3, 4, dan 5 menunjukkan bahwa genotipegenotipe yang diuji berpengaruh nyata untuk semua karakter yang diamati. Daya
gabung umum (DGU) berdasarkan analisis keragaman pada Tabel 3, 4 dan 5
terdapat pengaruh yang nyata pada karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus,
panjang daun, lebar daun, bobot per buah, panjang buah, panjang tangkai buah,
tebal daging buah, dan diameter buah, sedangkan daya gabung khusus (DGK)
berpengaruh nyata untuk karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter
batang, lebar tajuk, panjang daun, lebar daun, panjang buah, panjang tangkai buah,
umur berbunga, umur panen, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per
tanaman.
Tabel 3 Analisis keragaman karakter vegetatif hasil persilangan half diallel enam
genotipe cabai rawit
Kuadrat tengahx
Sumber
db
y
y
keragaman
TT
TD
DBaty
LTy
PDy
LDy
Ulangan
2 197.00
12.34
3.76
151.96
9.62
0.69
Genotipe
20 110.35** 13.32** 1.22*
211.31** 1.52** 0.40**
Tetua
5 145.72** 21.10** 0.47tn
444.19** 0.97*
0.41**
Hibrida
14
93.18** 11.48** 0.85tn
36.72tn 1.60** 0.38**
Persilangan
1 173.78** 0.15tn 10.06** 1 491.03** 3.29** 0.63**
DGU
5
93.49** 8.99* 0.40tn
69.54tn 1.11** 0.24*
DGK
15
17.88*
2.92** 0.41*
70.73** 0.31*
0.10**
Galat
40
21.55
2.04
0.52
43.20
0.37
0.06
Ragam
18.90
1.52
0
-0.30
0.20
0.04
aditif
Ragam
10.70
2.42
0.23
56.33
0.18
0.07
dominan
KK(%)
8.87
5.58
8.88
11.27
8.64
8.79
x
TT: tinggi tanaman, TD: tinggi dikotomus, DBat: diameter batang, LT: lebar tajuk, PD: panjang
daun, LD: lebar daun; yAngka yang diikuti * : berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** : berpengaruh
nyata pada taraf 1%, tn: tidak berpengaruh nyata.
Menurut Yustiana et al. (2013) daya gabung umum dan daya gabung khusus
yang nyata mengindikasikan bahwa karakter yang diuji dikendalikan oleh gen
aditif dan gen non-aditif. Hafsah et al. (2007) menyatakan bahwa karakter yang
memiliki DGU yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa karakter yang
diamati dikendalikan oleh gen aditif, sedangkan karakter yang memiliki DGK
dengan pengaruh nyata dikendalikan oleh aksi gen non-aditif.
Nilai keragaman genetik pada karakter tinggi tanaman, panjang daun, bobot
per buah, panjang buah, panjang tangkai buah, tebal daging buah, dan diameter
buah memiliki nilai ragam aditif yang lebih besar daripada ragam dominan,
kecuali pada karakter tinggi dikotomus, diameter batang, lebar tajuk, lebar daun,
umur berbunga, umur panen, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per
tanaman (Tabel 3, 4, 5). Menurut Sitaresmi et al. (2010) nilai ragam aditif yang
lebih besar dibandingkan ragam dominan pada karakter yang diamati
mengindikasikan adanya aksi gen aditif lebih banyak dibandingkan aksi gen
dominan.
10
Tabel 4 Analisis keragaman karakter generatif hasil persilangan half diallel enam
genotipe cabai rawit
Kuadrat tengahx
Sumber
db
y
y
keragaman
BpB
PB
PTy
TDy
DBy
Ulangan
2
0.22
0.59
0.18
0.25
10.42
Genotipe
20
1.03**
1.57**
0.18**
0.04**
1.30*
Tetua
5
2.07**
3.28**
0.44**
0.07**
2.54**
Hibrida
14
0.69**
0.98**
0.10**
0.03**
0.93*
Persilangan
1
0.59**
1.23**
0.01tn
0.02tn
0.33tn
DGU
5
1.27**
1.74**
0.14**
0.05**
1.49**
DGK
15
0.03tn
0.12**
0.03**
0.00tn
0.08tn
Galat
40
0.06
0.13
0.03
0.01
0.37
Ragam aditif
0.31
0.41
0.03
0.01
0.35
Ragam
0.02
0.07
0.02
0.00
-0.04
dominan
KK(%)
11.26
7.41
5.61
10.31
6.71
x
BpB: bobot perbuah, PB: panjang buah, PT: panjang tangkai buah, TD: tebal daging buah, DB:
diameter buah; yAngka yang diikuti * : berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** : berpengaruh nyata
pada taraf 1%, tn: tidak berpengaruh nyata.
Tabel 5 Analisis keragaman karakter generatif hasil persilangan half diallel enam
genotipe cabai rawit
Kuadrat tengahx
Sumber
db
y
keragaman
UB
UPy
JBpTy
BBpTy
Ulangan
2
68.25
236.44
2 553.54
3 517.12
Genotipe
20
36.12**
59.82** 11 925.67**
5 749.73*
Tetua
5
27.92**
29.82** 16 213.48**
278.07tn
Hibrida
14
31.49**
51.84** 86 424.49**
4 013.67*
Persilangan
1
141.91**
321.43** 36 451.15**
57 412.84**
DGU
5
17.99tn
22.09tn
4 517.50tn
662.37tn
DGK
15
10.05**
19.22** 3 794.46**
2 334.64**
Galat
40
4.25
8.36
3 270.19
1 768.87
Ragam
1.98
0.72
180.76
-418.07
aditif
Ragam
8.64
16.43
2 704.40
1 745.02
dominan
KK(%)
7.11
4.11
27.07
23.30
x
UB: umur berbunga, UP: umur panen, JBpT: jumlah buah per tanaman, BBpT: bobot buah per
tanaman; yAngka yang diikuti * : berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** : berpengaruh nyata pada
taraf 1%, tn: tidak berpengaruh nyata.
Perakitan varietas hibrida yang berdaya hasil tinggi, perlu memiliki daya
gabung yang tinggi. Nilai DGU pada karakter vegetatif hasil persilangan half
diallel enam genotipe cabai rawit disajikan pada Tabel 6. Genotipe tetua IPB C10
memiliki nilai DGU terbaik untuk karakter tinggi tanaman dan lebar daun. Daya
gabung umum tertinggi untuk karakter lebar daun pada penelitian yang dilakukan
Janulia (2009) juga terdapat pada genotipe IPB C10. Nilai daya gabung umum
terbaik untuk karakter tinggi dikotomus dan panjang daun dimiliki genotipe IPB
11
C174. Diameter batang yang memiliki nilai DGU tertinggi terdapat pada genotipe
IPB C293 dan DGU lebar tajuk tertinggi dimiliki oleh IPB C160.
Tabel 7 dan 8 menunjukkan nilai DGU pada karakter generatif hasil
persilangan half diallel. Genotipe tetua IPB C174 memiliki nilai DGU tertinggi
pada karakter bobot per buah, panjang buah, panjang tangkai, tebal daging buah,
diameter buah, dan bobot buah per tanaman. Nilai DGU tinggi pada jumlah buah
per tanaman dimiliki genotipe tetua IPB C293. Menurut Rustikawati et al. (2012)
suatu genotipe yang memiliki daya gabung umum tinggi mengindikasikan bahwa
genotipe tersebut memiliki kemampuan bergabung yang lebih baik dalam
menghasilkan hibrida.
Nilai DGU dan DGK yang dikehendaki untuk karakter umur berbunga dan
umur panen bernilai negatif. Semakin negatif nilai DGU dan DGK, maka
diperoleh umur berbunga dan umur panen yang lebih cepat. Genotipe IPB C145
memiliki potensi untuk untuk perbaikan karakter umur berbunga dan umur panen
karena nilai daya gabung umum sebesar -2.10 dan -2.40 (Tabel 8).
Tabel 6 Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter
vegetatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit
Karakter vegetatif x
Genotipe
(IPB C-)
TT
TD
DBat
LT
PD
LD
DGU
10
145
160
174
291
293
4.51
-4.65
-3.47
0.98
1.30
1.33
0.21
-0.92
-1.28
1.76
0.13
0.09
0.12
-0.30
-0.24
0.02
0.12
0.27
0.86
0.79
1.82
-5.95
1.60
0.88
-0.16
-0.44
-0.20
0.63
0.19
-0.01
0.27
-0.20
-0.11
0.14
-0.05
-0.06
-2.70
-5.01
11.38
-2.50
4.96
-2.39
7.19
3.07
3.11
8.57
6.09
-0.19
10.05
3.32
1.21
0.73
-0.08
0.15
-0.37
-0.13
-0.40
0.06
0.08
-0.46
-0.14
0.44
0.27
0.74
0.20
1.08
0.33
0.01
0.16
-0.32
-0.21
-0.19
0.03
-0.05
-0.27
-0.09
0.09
0.14
0.48
0.39
0.47
DGK
10 x 145
10 x 160
10 x 174
10 x 291
10 x 293
145 x 160
145 x 174
145 x 291
145 x 293
160 x 174
160 x 291
160 x 293
174 x 291
174 x 293
291 x 293
x
1.81
-2.38
8.65
-4.33
2.03
0.96
1.74
0.82
-1.67
2.18
-1.74
1.99
6.08
0.49
-0.87
2.09
1.01
0.96
1.04
-0.47
0.70
0.14
0.01
-0.87
-1.73
-1.99
-0.14
2.54
-2.20
-1.56
0.29
-0.41
0.95
-0.52
0.74
0.02
0.08
0.07
0.57
0.19
0.92
0.48
0.21
-0.01
0.21
TT: tinggi tanaman, TD: tinggi dikotomus, DBat: diameter batang, LT: lebar tajuk, PD: panjang
daun, LD: lebar daun.
12
Kombinasi persilangan yang memiliki daya gabung khusus (DGK) yang
tinggi dapat digunakan sebagai kandidat untuk menentukan hasil persilangan
sesuai karakter yang diinginkan (Rustikawati et al. 2012). Tabel 6 menunjukkan
bahwa genotipe IPB C10 x IPB C174 memiliki nilai DGK yang tinggi untuk
karakter vegetatif yaitu tinggi tanaman, diameter batang, dan lebar tajuk. Genotipe
hibrida IPB C174 x IPB C291 memiliki DGK tinggi untuk karakter tinggi
dikotomus, dan lebar daun, sedangkan nilai DGK tertinggi untuk karakter panjang
daun dimiliki oleh genotipe IPB C291 x IPB C293. Genotipe hibrida yang
memiliki nilai DGK tertinggi diberbagai karakter yang diamati disebabkan oleh
kedua tetua persilangan memiliki nilai DGU yang positif atau setidaknya salah
satu tetua persilangan memiliki nilai DGU yang positif. Hibrida yang memiliki
nilai daya gabung khusus yang baik untuk semua karakter vegetatif adalah
genotipe IPB C10 x IPB C174, IPB C145 x IPB C 174, dan IPB C174 x IPB C291.
Tabel 7 Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter
generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit
Genotipe
(IPB C-)
BpB
Karakter generatif x
PB
PT
TD
DB
-0.06
-0.09
-0.01
0.13
0.06
-0.03
-0.35
-0.42
-0.34
0.57
0.42
0.12
-0.04
-0.02
0.00
-0.03
0.00
0.00
-0.05
-0.01
-0.06
-0.03
0.04
0.06
0.04
-0.06
0.01
0.16
0.26
0.41
-0.41
0.35
-0.13
-0.29
-0.07
0.04
0.15
0.06
-0.10
-0.13
-0.10
0.48
DGU
10
145
160
174
291
293
-0.23
-0.31
-0.29
0.74
0.11
-0.03
-0.35
-0.36
-0.37
0.77
0.32
-0.01
0.01
-0.02
-0.03
0.23
-0.17
-0.02
DGK
10 x 145
10 x 160
10 x 174
10 x 291
10 x 293
145 x 160
145 x 174
145 x 291
145 x 293
160 x 174
160 x 291
160 x 293
174 x 291
174 x 293
291 x 293
x
-0.04
0.18
0.00
0.02
0.16
-0.07
-0.04
0.12
0.12
-0.18
0.27
-0.04
0.12
0.09
0.21
0.03
0.50
-0.41
0.14
0.24
-0.26
0.35
0.22
0.29
-0.16
0.56
-0.20
0.06
-0.10
0.08
0.22
-0.15
-0.11
0.10
0.12
0.10
-0.18
-0.17
-0.14
-0.13
-0.10
0.17
0.03
-0.03
0.35
BpB: bobot per buah, PB: panjang buah, PT: panjang tangkai buah, TD: tebal daging buah, DB:
diameter buah.
13
Genotipe hibrida IPB C160 x C291 Tabel 7 dan 8 memiliki nilai DGK
tertinggi pada karakter bobot per buah, panjang buah, dan bobot buah per tanaman.
Nilai daya gabung khusus yang tinggi untuk karakter tebal daging buah dihasilkan
oleh kombinasi persilangan IPB C160 x IPB C293. Genotipe IPB C174 x IPB
C291 memiliki nilai DGK tertinggi untuk karakter jumlah buah per tanaman.
Genotipe hibrida IPB C291 x IPB C293 memiliki nilai DGK tertinggi pada
karakter panjang tangkai dan diameter buah serta memiliki nilai yang baik untuk
karakter bobot buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah, dan tebal daging
buah. Nilai DGK tertinggi pada karakter panjang tangkai buah tidak dihasilkan
dari kombinasi tetua yang memiliki nilai DGU positif, akan tetapi kedua tetua
memiliki nilai DGU negatif.
Tabel 8 Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter
generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit
Genotipe
(IPB C-)
UB
Karakter generatif x
UP
JBpT
BBpT
DGU
10
145
160
174
291
293
0.24
-2.10
-0.56
2.53
0.15
-0.26
0.47
-2.40
-0.49
2.64
0.43
-0.65
-10.57
-16.24
-14.71
-18.78
24.60
35.69
-6.04
-7.25
-9.29
13.83
2.26
6.50
-1.08
-40.62
42.70
-64.18
77.23
26.32
43.88
8.51
-8.33
0.10
35.23
-22.12
129.29
38.45
-37.18
-9.63
-15.51
47.73
-31.71
55.00
-17.63
56.09
24.81
33.67
34.94
69.90
-8.69
26.95
2.23
18.21
DGK
10 x 145
10 x 160
10 x 174
10 x 291
10 x 293
145 x 160
145 x 174
145 x 291
145 x 293
160 x 174
160 x 291
160 x 293
174 x 291
174 x 293
291 x 293
0.85
-1.36
-1.45
-4.74
-4.32
-0.03
-2.45
-2.40
-2.32
-2.99
0.72
-1.86
1.97
2.39
3.76
2.28
-0.30
-2.76
-6.22
-4.47
0.24
-1.22
-1.35
-8.93
-4.14
-0.26
-1.51
0.95
1.70
4.57
x
UB: umur berbunga, UP: umur panen, JBpT: jumlah buah per tanaman, BBpT: bobot buah per
tanaman.
Nilai DGK yang negatif digunakan hibrida untuk karakter umur berbunga
dan umur panen. Menurut Mardianawati (2013) DGK negatif menunjukkan
kemampuan kombinasi yang rendah sehingga menjadikan hibrida memiliki umur
14
berbunga dan umur panen yang genjah. Tabel 8 menunjukkan genotipe IPB C10 x
IPB C291 memiliki nilai DGK rendah pada umur berbunga dan IPB C145 x IPB
C293 memiliki nilai DGK terendah untuk karakter umur panen. Nilai DGK
terendah pada umur berbunga dihasilkan dari kedua tetua yang memiliki nilai
DGU positif, sedangkan nilai DGK terendah pada umur panen dihasilkan dari
kedua tetua yang memiliki nilai DGU negatif.
Karakter lebar tajuk, panjang daun, lebar daun pada Tabel 6, serta bobot per
buah, panjang buah, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per tanaman pada
Tabel 7 dan 8 terlihat bahwa nilai DGK yang tinggi tidak hanya berasal dari dua
tetua dengan nilai DGU yang tinggi saja, akan tetapi bila salah satu tetua telah
memiliki nilai DGU yang tinggi maka dapat pula menghasilkan hibrida yang
tinggi. Menurut Iriany et al. (2011) genotipe-genotipe yang mempunyai nilai
DGU positif diharapkan mempunyai kemampuan bergabung yang baik untuk
menghasilkan genotipe dengan potensi hasil yang lebih tinggi. Persilangan antar
genotipe yang memiliki DGU positif dengan DGU negatif umumnya memberikan
efek DGK yang tinggi karena gen-gen yang menguntungkan dapat menutupi gengen yang merugikan dan mampu bergabung dengan baik.
Heterosis dan Heterobeltiosis
Peristiwa heterosis ini sangat penting dalam perakitan kultivar hibrida
karena suatu indakator diperolehnya daya hasil hibrida yang lebih tinggi dari
tetuanya (Herison et al. 2001).
Karakter umur berbunga
Umur berbunga tetua cabai rawit memiliki kisaran nilai 28.00-35.33 HST
dan hibridanya memiliki umur berbunga 24.33-33.67 HST. Empat hibrida yang
memiliki umur berbunga lebih genjah dibandingkan hibrida lain yang diamati
yaitu IPB C10 x C291, IPB C10 x IPB C293, IPB C145 x C291 dan IPB C145 x
IPB C293. Hibrida IPB C291 x IPB C293 memiliki umur berbunga yang lebih
lama yaitu 32.67 HST dibandingkan kedua tetuanya yang memiliki rata-rata umur
berbunga 29.67 HST (Tabel 9).
Heterosis dan heterobeltiosis umur berbunga dan umur panen diinginkan
bernilai negatif karena menunjukkan hibrida tersebut akan berbunga lebih cepat
dibandingkan kedua tetuanya (Mardianawati 2013). Pendugaan nilai heterosis
berkisar -23.70-10.11% dan heterobeltiosis memiliki kisaran nilai -16.85-13.48%.
Nilai duga heterosis dan heterobeltiosis umur berbunga hibrida terbaik terdapat
pada persilangan IPB C10 x IPB C291 dan IPB C10 x IPB C293.
Nilai duga heterosis dan heterobeltiosis pada persilangan IPB C10 x IPB
C291 dan IPB C10 x IPB C293, sesuai dengan nilai daya gabung khusus yang
dimiliki kedua genotipe hibrida tersebut yaitu memiliki nilai paling negatif
daripada ketiga belas hibrida yang lain (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa
kedua genotipe tersebut bisa dijadikan hibrida untuk perbaikan karakter umur
berbunga.
15
Tabel 9 Nilai rata-rata umur berbunga P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Umur berbunga (HST)x
Genotipe
Heterosis (%) Heterobeltiosis (%)
(IPB C-)
P1
P2
F1y
10 x 145
35.00
28.00
28.00cde
-11.11
0.00
10 x 160
35.00
30.67
27.33cde
-16.77
-10.89
10 x 174
35.00
35.33
30.33abc
-13.75
-13.34
10 x 291
35.00
29.67
24.67e
-23.70
-16.85
10 x 293
35.00
29.67
24.67e
-23.70
-16.85
145 x 160
28.00
30.67
26.33de
-10.24
-5.96
145 x 174
28.00
35.33
27.00cde
-14.73
-3.57
145 x 291
28.00
29.67
24.67e
-14.44
-11.89
145 x 293
28.00
29.67
24.33e
-15.62
-13.11
160 x 174
30.67
35.33
28.00cde
-15.15
-8.71
160 x 291
30.67
29.67
29.33bcd
-2.78
-1.15
160 x 293
30.67
29.67
26.33de
-12.73
-11.26
174 x 291
35.33
29.67
33.67a
3.60
13.48
174 x 293
35.33
29.67
33.67a
3.60
13.48
291 x 293
29.67
29.67
32.67ab
10.11
10.11
x
HST: hari setelah tanam, P1: tetua betina, P2 tetua jantan, F1: generasi pertama; yangka diikuti
huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
Karakter umur panen
Nilai rata-rata umur panen tetua betina (P1), tetua jantan (P2), dan generasi
pertama (F1), serta nilai heterosis dan heterobeltiosis ditunjukkan pada Tabel 10.
Umur panen tetua memiliki kisaran nilai sebesar 70.00-78.33 HST, sedangkan
nilai umur panen hibridanya sebesar 58.33-74.67 HST. Hasil persilangan IPB
C145 x IPB C293 memiliki umur panen paling genjah dari semua hibrida yang
diuji yaitu 58.33 HST, sedangkan hibrida IPB C174 x IPB C291 dan IPB C291 x
IPB C293 memiliki umur panen paling lama.
Pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis pada kisaran -18.61-2.53 HST
dan -16.67-3.24 HST. Semua hibrida memiliki nilai heterosis negatif kecuali pada
IPB C291 x IPB C293. Nilai heterosis yang negatif pada umur panen
menunjukkan bahwa genotipe yang diamati memiliki umur panen genjah
dibandingkan rataan kedua tetuanya. Menurut Sitaresmi et al. (2010) genotipe
yang memiliki umur panen genjah akan memberikan keuntungan bagi pemulia
tanaman dalam seleksi varietas hibrida dengan karakter umur panen genjah.
Genotipe IPB C145 x IPB C293 memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis
terbaik yaitu -18.61% dan -16.67%.
Umur hibrida dan nilai duga heterosis dan heterobeltiosis pada persilangan
IPB C145 x IPB C293, sesuai dengan nilai daya gabung khusus yang dimiliki
genotipe hibrida tersebut yaitu memiliki nilai paling negatif daripada keempat
belas hibrida yang lain (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa kedua genotipe
tersebut bisa digunakan untuk perbaikan umur panen.
16
Tabel 10 Nilai rata-rata umur panen P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Umur panen (HST)x
Genotipe
Heterosis (%) Heterobeltiosis (%)
(IPB C-)
P1
P2
F1y
10 x 145
77.00
70.00
70.67abc
-3.85
0.96
10 x 160
77.00
72.33
70.00abc
-6.25
-3.22
10 x 174
77.00
78.33
70.67abc
-9.01
-8.22
10 x 291
77.00
72.33
65.00c
-12.94
-10.13
10 x 293
77.00
73.33
65.67c
-12.63
-10.45
145 x 160
70.00
72.33
67.67c
-4.91
-3.33
145 x 174
70.00
78.33
69.33abc
-6.52
-0.96
145 x 291
70.00
72.33
67.00c
-5.85
-4.29
145 x 293
70.00
73.33
58.33d
-18.61
-16.67
160 x 174
72.33
78.33
68.33bc
-9.29
-5.53
160 x 291
72.33
72.33
70.00abc
-3.22
-3.22
160 x 293
72.33
73.33
67.67c
-7.08
-6.44
174 x 291
78.33
72.33
74.33a
-1.33
2.77
174 x 293
78.33
73.33
74.00ab
-2.41
0.91
291 x 293
72.33
73.33
74.67a
2.53
3.24
x
HST: hari setelah tanam, P1: tetua betina, P2 tetua jantan, F1: generasi pertama; yangka diikuti
huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
Karakter tinggi tanaman
Nilai rata-rata tinggi tanaman tetua betina (P1), tetua jantan (P2), generasi
pertama (F1), dan nilai heterosis dan heterobeltiosis ditunjukkan pada Tabel 11.
Tabel 11 Nilai rata-rata tinggi tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Tinggi tanaman (cm)x
Genotipe
Heterosis (%) Heterobeltiosis (%)
(IPB C-)
P1
P2
F1y
10 x 145
58.49
41.23
54.03bcd
8.36
-7.63
10 x 160
58.49
44.91
51.01cde
-1.33
-12.79
10 x 174
58.49
44.75
66.49a
28.81
13.68
10 x 291
58.49
54.97
53.83bcd
-5.11
-7.97
10 x 293
58.49
54.03
60.23ab
7.06
2.97
145 x 160
41.23
44.91
45.19e
4.92
0.62
145 x 174
41.23
44.75
50.43cde
17.31
12.69
145 x 291
41.23
54.97
49.82cde
3.58
-9.37
145 x 293
41.23
54.03
47.37de
-0.55
-12.33
160 x 174
44.91
44.75
52.04cde
16.08
15.88
160 x 291
44.91
54.97
48.44cde
-3.00
-11.88
160 x 293
44.91
54.03
52.20cde
5.52
-3.39
174 x 291
44.75
54.97
60.72ab
21.78
10.46
174 x 293
44.75
54.03
55.16bc
11.68
2.09
291 x 293
54.97
54.03
54.12bcd
-0.70
-1.55
x
P1: tetua betina, P2 tetua jantan, F1: generasi pertama; yangka diikuti huruf yang sama pada
kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
17
Karakter tinggi tanaman pada cabai berhubungan dengan ketahanan lapang
terhadap penyakit antraknosa, dimana ketinggian tanaman dapat mengurangi
percikan air dari tanah ke buah yang merupakan sumber infeksi (Kirana dan
Sofiari 2007). Genotipe IPB C10 x IPB C174 memiliki nilai rataan tinggi tanaman
terbaik dari semua genotipe yang diuji.
Kisaran nilai duga heterosis dan heterobeltiosis karakter tinggi tanaman
antara -5.11-28.81% dan -12.79-15.88%. Tujuh kombinasi persilangan yang
memiliki nilai duga heterosis dan heterobeltiosis positif yaitu IPB C10 x IPB
C174, IPB C10 x IPB C293, IPB C145 x IPB C160, IPB C145 x IPB C174, IPB
C160 x IPB C174, IPB C174 x IPB C291, dan IPB C174 x IPB C293. Nilai duga
heterosis terbaik dimiliki genotipe IPB C10 x IPB C174 dan nilai heterobeltiosis
terbaik dimiliki genotipe IPB C160 x IPB C174.
Karakter tinggi dikotomus
Nilai rataan tetua untuk karakter tinggi dikotomus antara 22.71-29.23 cm
dan hibridanya antara 22.44-30.00 cm. Hibrida dengan tinggi dikotomus terbaik
dimiliki IPB C174 x IPB C291 yaitu 30.00 cm. IPB C10 x IPB C145, IPB C10 x
IPB C160, IPB C10 x IPB C291, dan IPB C174 x IPB C291 memiliki nilai duga
heterosis dan heterobeltiosis positif. Pendugaan heterosis dan heterobeltiosis
terbaik dimiliki genotipe IPB C10 x IPB C145 dengan masing-masing nilai
16.19% dan 13.81%. Persilangan kedua tetua dengan rataan terendah dapat
menghasilkan heterosis dan heterobeltiosis yang tinggi, hal ini juga terjadi pada
penelitian De Sousa dan Maluf (2003).
Tabel 12 Nilai rata-rata tinggi dikotomus P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Tinggi dikotomus (cm)x
Genotipe
Heterosis (%) Heterobeltiosis (%)
(IPB C-)
P1
P2
F1y
10 x 145
23.68
22.71
26.95bc
16.19
13.81
10 x 160
23.68
24.09
25.52cde
6.85
5.94
10 x 174
23.68
29.23
28.49ab
7.69
-2.53
10 x 291
23.68
25.82
26.95bc
8.89
4.38
10 x 293
23.68
28.37
25.40cde
-2.40
-10.47
145 x 160
22.71
24.09
24.08ef
2.91
-0.04
145 x 174
22.71
29.23
26.55bcd
2.23
-9.17
145 x 291
22.71
25.82
24.80c-f
2.20
-3.95
145 x 293
22.71
28.37
23.88ef
-6.50
-15.83
160 x 174
24.09
29.23
24.33def
-8.74
-16.76
160 x 291
24.09
25.82
22.44f
-10.08
-13.09
160 x 293
24.09
28.37
24.25def
-7.55
-14.52
174 x 291
29.23
25.82
30.00a
8.99
2.63
174 x 293
29.23
28.37
25.22cde -12.43
-13.72
291 x 293
25.82
28.37
24.24def
-10.54
-14.56
x
P1: tetua betina, P2 tetua jantan, F1: generasi pertama; yangka diikuti huruf yang sama pada
kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.
18
Karakter diameter batang
Karakter diameter batang tetua memiliki kisaran nilai 7.03-7.93 mm
sedangkan rataan hibridanya 7.60-9.23 mm. Semua hibrida yang diamati tidak
berbeda nyata terhadap karakter diameter batangnya (Lampiran 2).
Tabel 13 Nilai rata-rata diameter batang P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Diameter batang (mm)x
Genotipe
Heterosis (%) Heterobeltiosis (%)
(IPB C-)
P1
P2
F1
10 x 145
7.85
7.03
8.25
0.89
5.10
10 x 160
7.85
7.04
7.60
2.08
-3.18
10 x 174
7.85
7.46
9.23
20.57
17.58
10 x 291
7.85
7.93
7.86
-0.38
-0.88
10 x 293
7.85
7.68
9.26
19.25
17.96
145 x 160
7.03
7.04
7.61
8.17
8.10
145 x 174
7.03
7.46
7.93
9.45
6.30
145 x 291
7.03
7.93
8.03
7.35
1.26
145 x 293
7.03
7.68
8.67
17.88
12.89
160 x 174
7.04
7.46
8.10
11.72
8.58
160 x 291
7.04
7.93
8.93
19.31
12.61
160 x 293
7.04
7.68
8.64
17.39
12.50
174 x 291
7.46
7.93
8.49
10.33
7.06
174 x 293
7.46
7.68
8.41
11.10
9.51
291 x 293
7.93
7.68
8.74
11.98
10.21
x
P1: tetua betina, P2 tetua jantan, F1: generasi pertama.
Genotipe hibrida yang diuji memiliki nilai duga heterosis dan heterobeltiosis
yang positif kecuali pada genotipe IPB C10 x IPB C291 yang memiliki nilai duga
negatif. Nilai duga heterosis antara -0.38-20.57% sedangkan nilai duga
heterobeltiosisnya -0.88-17.58%. Nilai heterosis dan nilai heterobeltiosis tertinggi
dimiliki genotipe IPB C10 x IPB C174 (Tabel 13). Hal ini sejalan dengan nilai
daya gabung khusus tertinggi pada karakter diameter batang yang juga dimiliki
oleh genotipe IPB C10 x IPB C174 (Tabel 6).
Karakter lebar tajuk
Lebar tajuk tetua memiliki kisaran nilai 26.15-58.42 cm, sedangkan
hibridanya memiliki kisaran nilai 55.97-67.82 cm (Tabel 14). Semua hibrida yang
diamati tidak berbeda nyata satu sama lain (Lampiran 2). Menurut Mardianawati
(2013) lebar tajuk suatu tanaman dapat menentukan jarak tanam. Lebar tajuk yang
lebar akan mengurangi populasi tanaman per satuan luas tetapi dapat
mengakibatkan tingginya produksi per tanaman.
Nilai duga heterosis dan hetobeltiosis lebar tajuk berkisar -2.97-62.64% dan
-4.19-21.79%. Pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis tertinggi terdapat
pada genotipe IPB C174 x IPB C291 dengan nilai duga 62.64% dan 21.79%.
Hampir semua hibrida memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif kecuali
satu hibrida yang memiliki nilai duga negatif yaitu hibrida IPB C10 x IPB C160.
Nilai duga heterosis dan heterobeltiosis yang negatif pada karakter lebar tajuk
menunjukkan bahwa hibrida tersebut tidak lebih bagus dari rataan kedua tetuanya.
19
Tabel 14 Nilai rata-rata lebar tajuk P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Lebar tajuk (cm)x
Genotipe
Heterosis (%) Heterobeltiosis (%)
(IPB C-)
P1
P2
F1
10 x 145
56.95
55.74
57.25
1.61
0.53
10 x 160
56.95
58.42
55.97
-2.97
-4.19
10 x 174
56.95
26.15
64.59
55.45
13.42
10 x 291
56.95
52.55
58.27
6.43
2.32
10 x 293
56.95
53.87
65.00
17.31
14.14
145 x 160
55.74
58.42
58.52
2.52
0.17
145 x 174
55.74
26.15
60.33
47.34
8.23
145 x 291
55.74
52.55
63.76
17.76
14.39
145 x 293
55.74
53.87
63.08
15.10
13.17
160 x 174
58.42
26.15
62.74
48.37
7.39
160 x 291
58.42
52.55
67.82
22.23
16.09
160 x 293
58.42
53.87
60.83
8.34
4.13
174 x 291
26.15
52.55
64.00
62.64
21.79
174 x 293
26.15
53.87
56.55
41.34
4.97
291 x 293
52.55
53.87
62.00
16.52
15.09
x
P1: tetua betina, P2 tetua jantan, F1: generasi pertama.
Karakter panjang daun
Tetua yang diamati memiliki kisaran panjang daun sebesar 6.20-7.83 cm
sedangkan hibridanya sebesar 6.03-8.63 cm (Tabel 15).
Tabel 15 Nilai rata-rata panjang daun P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis
Genotipe
Panjang daun (cm)x
Heterosis (%) Heterobeltiosis (%)
(IPB C-)
P1
P2
F1y
10 x 145
6.60
6.20
7.20cde
12.50
9.09
10 x 160
6.60
6.63
6.63def
0.23
0.00
10 x 174
6.60
7.83
7.70a-d
6.72
-1.66
10 x 291
6.60
6.47
6.73def
2.98
1.97
10 x 293
6.60
6.57
6.77def
2.81
2.58
145 x 160
6.20
6.63
6.03f
-6.00
-9.05
145 x 174
6.20
7.83
7.33bcd
4.49
-6.