Pengaruh Jenis Bahan Pengemas Terhadap Kualitas Produk Cabai Merah (Capsicum Annuum L.) Segar Kemasan Selama Penyimpanan Dingin

(1)

PENGARUH JENIS BAHAN PENGEMAS TERHADAP

KUALITAS PRODUK CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

SEGAR KEMASAN SELAMA PENYIMPANAN DINGIN

TESIS

Oleh

NAOMI NOVITA SEMBIRING 067025002/TI

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA NA

S

S

E

E

K

K

O

O

L

L

A

A

H

H

P

P

A

A

S

S

C

C

A

A

S

S

A

A

R

R

J

J

A

A

N

N

A

A

U

U

N

N

I

I

V

V

E

E

R

R

S

S

I

I

T

T

A

A

S

S

S

S

U

U

M

M

A

A

T

T

E

E

R

R

A

A

U

U

T

T

A

A

R

R

A

A

M

M

E

E

D

D

A

A

N

N

2


(2)

PENGARUH JENIS BAHAN PENGEMAS TERHADAP

KUALITAS PRODUK CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

SEGAR KEMASAN SELAMA PENYIMPANAN DINGIN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Industri

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

NAOMI NOVITA SEMBIRING 067025002/TI

S

S

E

E

K

K

O

O

L

L

A

A

H

H

P

P

A

A

S

S

C

C

A

A

S

S

A

A

R

R

J

J

A

A

N

N

A

A

U

U

N

N

I

I

V

V

E

E

R

R

S

S

I

I

T

T

A

A

S

S

S

S

U

U

M

M

A

A

T

T

E

E

R

R

A

A

U

U

T

T

A

A

R

R

A

A

M

M

E

E

D

D

A

A

N

N

2


(3)

Judul Tesis : PENGARUH JENIS BAHAN PENGEMAS

TERHADAP KUALITAS PRODUK CABAI MERAH

(Capsicum annuum L.) SEGAR KEMASAN SELAMA PENYIMPANAN DINGIN

Nama Mahasiswa : Naomi Novita Sembiring Nomor Pokok : 067025002

Program Studi : Teknik Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE) ( Ir. Harmein Nasution, MSIE)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 16 Maret 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Anggota : 1. Ir. Harmein Nasution, MSIE

2. Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng 3. Ir. Mangara M. Tambunan, MSc


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan jenis bahan pengemas terhadap kualitas produk cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan selama penyimpanan dingin.

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan dua faktor yaitu: Jenis Bahan Pengemas (P): daun pisang (P1), kertas stensil (P2), LDPE (P3), dan stretch film (P4); dan Lama Penyimpanan (L): 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu. Parameter yang dianalisa adalah susut bobot, kadar air, kadar vitamin C, nilai organoleptik (tingkat kepedasan, tekstur, warna, dan aroma), dan pertambahan nilai.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jenis bahan pengemas memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap susut bobot, kadar air, kadar vitamin C, nilai organoleptik tekstur, warna, dan aroma. Jenis larutan garam jenuh memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kepedasan.

Lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap susut bobot, kadar air, kadar vitamin C, nilai organoleptik tekstur, warna, dan aroma. Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap tingkat kepedasan.

Kombinasi perlakuan antara jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap nilai organoleptik tekstur, warna, dan Aroma. Kombinasi perlakuan antara jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap susut bobot dan kadar air. Kombinasi perlakuan antara jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar vitamin C dan tingkat kepedasan.

Pertambahan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan penggunaan daun pisang sebagai pengemas dan penyimpanan selama 4 minggu, sedangkan pertambahan nilai terendah diperoleh pada perlakuan penggunaan kertas stensil sebagai pengemas dan penyimpanan selama 1 minggu.

Daun pisang sebagai pengemas dan lama penyimpanan 4 minggu memberikan kualitas cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan yang masih dapat diterima oleh panelis selama penyimpanan dingin dan memberikan pertambahan nilai tertinggi.

Kata Kunci: jenis bahan pengemas, daun pisang, kertas stensil, Low Density Poly Ethylene (LDPE), stretch film, lama penyimpanan, pertambahan nilai.


(6)

ABSTRACT

This research is aimed to analyze the relation of package varians on the quality of fresh red chili (Capsicum annuum L.) packaged product during cold storage.

The research had been performed by using Factorial Completely Randomized Design (CRD), with two factors i.e. package varians (P): banana leaves (P1), Stencil paper (P2), LDPE (P3), and stretch film (P4); and time of storage (L): 1 week, 2 weeks, 3 weeks, and 4 weeks. Parameters observed were weight loss, moisture content, vitamin C content, organoleptic value (spicy degree, textur, colour, and smell), and value added.

The result showed that package varians had highly significant effect on weight loss, moisture content, vitamin C content, organoleptic value of textur, clour, and smell. Package varians had high significant effect on spicy degree.

Time of storage had highly significant effect on weight loss, moisture content, vitamin C content, organoleptic value of textur, colour, and smell. Time of storage had no significant effect on spicy degree.

The combination of package varians and time of storage had highly significant effect on organoleptic value of textur, colour, and smell. The combination of package varians and time of storage had high significant effect on weight loss and moisture content. The combination of package varians and time of storage had no significant effect on vitamin C content and spicy degree.

Banana leaves and 4 weeks of storage had the highest value added and stencil paper and 1 weeks storage had the lowest value added.

Banana leaves and 4 weeks of storage showed more acceptable quality of fresh red chili (Capsicum annuum L.) packaged product by panelist during cold storage.

Key words: package varians, banana leaves, stencil paper, Low Density Poly Ethylene (LDPE), stretch film, time of storage, value added.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah penanganan pasca panen dan analisis nilai tambahnya, dengan judul “ Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kualitas Produk Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Segar Kemasan Selama Penyimpanan Dingin”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

Prof. Dr. Ir. A.R. Matondang, MSIE, selaku ketua komisi pembimbing atas arahan, bimbingan, dan motivasi yang diberikan selama penyusunan tesis ini.

Ir. Harmein Nasution, MSIE, selaku anggota komisi pembimbing, atas arahan, bimbingan, dan motivasi yang diberikan selama penyusunan tesis ini.

Dr.Ir. Elisa Julianti, MSi, selaku ketua Departemen Teknologi Hasil Pertanian dan kepala laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, yang telah membimbing penulis dalam menyusun tesis ini dan pada saat seminar hasil.

Ir. Rona J. Nainggolan, SU, yang memotivasi penulis untuk meneliti lebih lanjut tentang keunggulan daun pisang sebagai pengemas.


(8)

Prof. DR. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng, selaku ketua Program Studi Teknik Industri dan komisi penguji saat ujian tesis.

Ir. Mangara Tambunan, MSc, selaku komisi pembanding sejak kolokium hingga seminar hasil, dan selaku komisi penguji saat ujian tesis.

Ir. Rosnani Ginting, MT selaku komisi penguji saat ujian tesis.

Aulia Ishak, ST, MT selaku komisi pembanding saat seminar hasil.

Ir. Nazlina, MT selaku komisi pembanding saat kolokium.

Seluruh staf pengajar pada Program Studi Magister Teknik Industri Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas semua pengetahuan yang telah diberikan.

Kedua orang tua penulis, kakanda Evi Fluorentina Sembiring dan Binanta Sembiring, adinda Thori Titani Sembiring, sahabatku Ripho Richardo Tarigan, STP, Devy A. Rahayu, dan Rosmidah.

Teman-teman S2 Teknik Industri SPs USU angkatan 6,7, dan 8.

Seluruh pihak yang pernah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Medan, Maret 2009

Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Naomi Novita Sembiring, dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 20 November 1984. Anak ketiga dari empat bersaudara, anak dari Drs. Simon Sembiring, MBA dan Nurmiaty Kaban, beragama Kristen Protestan.

Penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada tahun 2002 di SMU Negeri 1 Medan dan melanjutkan pendidikan strata 1 di Universitas Sumatera Utara Jurusan Teknologi Pertanian dengan IPK 3,69. Pada September 2006, melanjutkan pendidikan strata 2 di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Teknik Industri.

Selama menempuh pendidikan di strata 1, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Teknologi Hasil Tanaman Industri, Teknologi Fermentasi, dan Enzimologi. Penulis akan memulai karirnya sebagai CPNS di Kabupaten Karo sebagai Instruktur Pertanian pada tahun 2009.

Selama menempuh pendidikan strata 2, penulis pernah bekerja paruh waktu pada perusahaan jasa konsultasi manajemen Proactive Management Service (PMS) di Hotel Best Western Medan. Penulis pernah mengikuti beberapa seminar tentang ISO 22000 dan pengembangan pribadi.


(10)

DAFTAR

 

ISI

 

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.5 Hipotesis Penelitian ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Tinjauan Umum Cabai Merah ... 11

2.2 Manfaat dan Kandungan Gizi Cabai Merah ... 13

2.3 Pascapanen Cabai Segar ... 16

2.4 Penyimpanan Dingin ... 18

2.5 Pengemasan …….. ... 21

2.6 Perubahan Yang Terjadi Setelah Panen ... 27

2.6.1 Perubahan Berat... 28

2.6.2 Perubahan Kadar Vitamin C ... 30

2.6.3 Perubahan Tekstur ... 30

2.6.4 Perubahan Warna, Aroma, dan Rasa ... 32

2.7 Aspek Organoleptik... 33

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1 Variabel Penelitian ... 36

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

3.3 Bahan Penelitian... 38

3.4 Waktu dan Tempat Penelitian ... 38

3.5 Alat Penelitian ... 39

3.6 Metode Penelitian ... 39

3.7 Model Rancangan... 41


(11)

3.9 Parameter Penelitian... 44

3.9.1 Susut Bobot ... 44

3.9.2 Kadar Air (dengan Metode Oven) ... 45

3.9.3 Kadar Vitamin C... 45

3.9.4 Nilai Organoleptik ... 46

3.9.5 Tingkat Kepedasan ... 47

3.10 Analisis Ekonomi Pertambahan Nilai ... 48

3.11 Jadwal Penelitian... 50

3.12 Skema Penelitian ... 51

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Aspek Teknis ... 52

4.2 Susut Bobot (%) ... 53

4.2.1 Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan ... 53

4.2.2 Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan... 55

4.2.3 Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan ... 57

4.3 Kadar Air (%) ... 62

4.3.1 Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan... 62

4.3.2 Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan... 64

4.3.3 Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan... 66

4.4 Kadar Vitamin C (mg/100g bahan) ... 68

4.4.1 Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan ... 68

4.4.2 Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan ... 71

4.4.3 Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan ... 73

4.5 Tingkat Kepedasan (SU) ... 73

4.5.1 Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Tingkat Kepedasan Cabai Merah Segar Kemasan ... 73

4.5.2 Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Tingkat Kepedasan Cabai Merah Segar Kemasan ... 75


(12)

4.5.3 Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Tingkat Kepedasan

Cabai Merah Segar Kemasan... 75

4.6 Nilai Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) ... 75

4.6.1 Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan... 75

4.6.2 Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan... 77

4.6.3 Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan... 79

4.7 Nilai Uji Organoleptik Warna (Numerik) ... 82

4.7.1 Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan... 82

4.7.2 Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan... 84

4.7.3 Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan ... 86

4.8 Nilai Uji Organoleptik Aroma (Numerik) ... 89

4.8.1 Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma Cabai Merah Segar Kemasan... 89

4.8.2 Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma Cabai Merah Segar Kemasan... 91

4.8.3 Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma Cabai Merah Segar Kemasan... 93

4.9 Analisis Ekonomi Pertambahan Nilai ... 95

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

5.1 Kesimpulan ... 102

5.2 Saran ... 103


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Kandungan Gizi Buah Cabai dalam tiap 100 gram... 15

2. Standar Nasional Indonesia Cabai Merah Segar ... 35

3. Kombinasi Perlakuan Jenis Bahan Pengemas (P) dan Lama Penyimpanan (L)... 41

4. Skala Uji Hedonik Tekstur ... 46

5. Skala Uji Hedonik Warna ... 46

6. Skala Uji Hedonik Aroma ... 47

7. Jadwal Penelitian ... 50

8. Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Parameter yang Diamati ... 52

9. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Parameter yang Diamati ... 53

10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Susut Bobot (%)... 54

11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot (%)... 56

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot (%) ... 58

13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar Air (%) ... 62

14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (%) ... 64

15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (%) ... 66


(14)

16. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar

Vitamin C (mg/100g bahan) ... 69 17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar

Vitamin C (mg/100g bahan) ... 71 18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Tingkat

Kepedasan (SU) ... 73 19. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai

Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) ... 76 20. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji

Organoleptik Tekstur (Numerik) ... 78 21. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Pengemas dan Lama

Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Tekstur (Numerik)... 80 22. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai

Uji Organoleptik Warna (Numerik)... 83 23. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji

Organoleptik Warna (Numerik) ... 85 24. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Pengemas dan Lama

Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna (Numerik) ... 87 25. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai

Uji Organoleptik Aroma (Numerik) ... 89 26. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji

Organoleptik Aroma (Numerik)... 91 27. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Jenis Bahan Pengemas dan Lama

Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma (Numerik) ... 94 28. Hasil Perhitungan Analisis Ekonomi Pertambahan Nilai Berbagai Bahan

Pengemas yang Efektif dalam Mempertahankan Kesegaran Cabai

Merah ... 96 29. Tingkat Kualitas dari Parameter yang Dianalisa yang Diperoleh dari Setiap


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Skema Penanganan Pascapanen Cabai Merah/Skema Penelitian ... 51 2. Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Susut

Bobot Cabai Merah Segar Kemasan ... 55 3. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Susut Bobot

Cabai Merah Segar Kemasan ... 57 4. Grafik Hubungan Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan Pengemas dan Lama

Penyimpanan terhadap Susut Bobot Cabai Merah Segar Kemasan... 59 5. Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar

Air Cabai Merah Segar Kemasan... 63 6. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air

Cabai Merah Segar Kemasan ... 65 7. Grafik Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama

Penyimpanan terhadap Kadar Air Cabai Merah Segar Kemasan ... 67 8. Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kadar

Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan ... 70 9. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar

Vitamin C Cabai Merah Segar Kemasan ... 72 10. Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Tingkat

Kepedasan Cabai Merah Segar Kemasan ... 74 11. Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai

Uji Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan... 77 12. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji

Organoleptik Tekstur Cabai Merah Segar Kemasan... 79 13. Grafik Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama


(16)

14. Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai

Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan ... 84 15. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji

Organoleptik Warna Cabai Merah Segar Kemasan ... ... 86 16. Grafik Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama

Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Warna Cabai Merah

Segar Kemasan... 88 17. Histogram Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Nilai

Uji Organoleptik Aroma Cabai Merah Segar Kemasan... 90 18. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Uji

Organoleptik Aroma Cabai Merah Segar Kemasan... 92 19. Grafik Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama

Penyimpanan terhadap Nilai Uji Organoleptik Aroma Cabai Merah

Segar Kemasan... 95 20. Grafik Hubungan Pengaruh Jenis Bahan Pengemas dan Lama

Penyimpanan Terhadap Pertambahan Nilai Produk Cabai Merah Segar

Kemasan... 97 21. Hubungan antara Parameter yang Dianalisa dengan Tingkat Kualitas yang


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Data Pengamatan Susut Bobot (%)... 109

2. Data Pengamatan Kadar Air (%) ... 110

3. Data Pengamatan Kadar Vitamin C (mg/100g bahan)... 111

4. Data Pengamatan Tingkat Kepedasan (SU) dalam ribuan... 112

5. Data Pengamatan Nilai Uji Organoleptik Tekstur (Numerik) ... 113

6. Data Pengamatan Nilai Uji Organoleptik Warna (Numerik)... 114

7. Data Pengamatan Nilai Uji Organoleptik Aroma (Numerik) ... 115

8. Kuisioner Uji Organoleptik ... 116

9. Kuisioner Uji Kepedasan ... 117

10. Kuisioner Data Pengamatan Susut Bobot, Kadar Air, dan Kadar Vitamin C... 119

11. Kuisioner Uji Organoleptik Tekstur (Pengeriputan)... 120

12. Kuisioner Data Pengamatan Susut Bobot ... 121

13. Kuisioner Data Pengamatan Kadar Air... 122

14. Kuisioner Data Pengamatan Kadar Vitamin C ... 123

15. Data Pendukung ... 124

16. Spesifikasi Lemari Pendingin ... 126

17. Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Daun Pisang Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan 1 Minggu ... 127


(18)

18. Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Daun Pisang Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama

Penyimpanan 2 Minggu ... 129 19. Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Daun

Pisang Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama

Penyimpanan 3 Minggu ... 131 20. Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Daun

Pisang Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama

Penyimpanan 4 Minggu ... 133 21. Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Kertas Stensil

Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan

1 Minggu ... 135 22. Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan LDPE Sebagai

Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan 1 Minggu ... 137 23. Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan LDPE Sebagai

Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan 2 Minggu ... 139 24. Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Stretch Film

Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan

1 Minggu ... 141 25. Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Stretch Film

Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan

2 Minggu ... 143 26. Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Stretch Film

Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan

3 Minggu ... 145 27. Perincian Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap Penggunaan Stretch Film

Sebagai Pengemas Cabai Merah Segar Selama Penyimpanan

4 Minggu ... 147 28. Informasi Seputar Kemasan Plastik dan Keamanannya ... 149


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu dari enam jenis komoditas sayuran segar yang diekspor Indonesia ke beberapa negara seperti Malaysia dan Singapura. Besarnya minat masyarakat dunia terhadap komoditi cabai merah ini karena penggunaannya yang relatif sering dalam kehidupan sehari-hari sebagai bumbu dapur atau rempah-rempah penambah cita rasa makanan. Menurut Rukmana (1996) bahwa cabai menempati urutan paling atas di antara delapan jenis

sayuran komersial yang dibudidayakan di Indonesia. Cabai merah (Capsicum annuum L.) biasanya diekspor dalam bentuk segar dan bentuk kering

(serbuk dan utuh).

Ada satu fenomena yang biasanya terjadi pada saat panen raya cabai merah, yaitu harga cabai merah yang turun drastis sedangkan jumlah panennya sangat tinggi, sehingga petani terpaksa menjual hasil panennya dengan harga rendah tersebut dan biasanya modal tanamnya tidak kembali. Petani cabai tetap menanggung resiko usaha yang sangat tinggi, yang tercermin dari lebarnya kesenjangan harga terendah dan tertinggi, yaitu antara Rp 2000/kg pada saat panen raya dan Rp 20000/kg (sampai 10 kali lipatnya) pada saat paceklik (Hutabarat dan Rahmanto, 1998), pada tahun 2007 harga terendah yaitu Rp. 7000/kg dan tertinggi Rp. 48000/kg, dan pada tahun 2008


(20)

Rp. 35.000/kg. Meskipun harga pasar cabai sering naik dan turun cukup tajam, minat petani yang membudidayakannya tidak pernah surut.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, bahwa seluruh cabai merah yang dipasarkan di pusat pasar Medan (sepanjang jalan sutomo) berasal dari daerah penanaman tanah Karo dan Aceh. Adapun daerah penghasil cabai di propinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Karo, Simalungun, Deli Serdang, Asahan, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Kotamadya Medan. Berdasarkan data Lampiran 15 Tabel 1 (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Utara, 1993) dapat dilihat bahwa musim tanam dan panen di Sumatera Utara adalah sepanjang tahun. Hal ini memberikan fakta bahwa cabai tersedia sepanjang tahun di propinsi Sumatera Utara, hanya saja sering terjadi kelebihan cabai merah segar di pasaran dan bila tidak habis terjual maka cabai tersebut akan dijual dengan harga yang lebih murah dari harga awalnya (Rp. 1.000/kg hingga Rp. 6.000/kg) dan bisa saja dibiarkan membusuk di pasar.

Berdasarkan data Lampiran 15 Tabel 2 dan 3 (Badan Pusat Statistika Provinsi Sumatera Utara, 2006) dapat dilihat bahwa produksi cabai pada tahun 2006 di Provinsi Sumatera Utara mencapai 117.591 ton, sedangkan jumlah konsumsinya hanya 36.201,6 ton. Ini menunjukkan telah terjadinya kelebihan produksi cabai sebesar 81.389,4 ton dan akan menyebabkan harga jualnya rendah baik ditingkat petani maupun distributor (pengumpul maupun pedagang). Kelebihan cabai ini bila tidak ditangani atau diolah dengan cepat dan tepat akan menyebabkan harga jualnya semakin menurun dan akhirnya bisa saja tidak ada harganya, dibuang akibat


(21)

busuk/tidak dapat diolah lagi. Ditingkat petani, biasanya cabai dijual sekaligus setelah pemanenan selesai dalam satu hari, karena berdasarkan hasil pengamatan bahwa cabai merah hanya tahan disimpan selama 2-3 hari, setelah itu maka cabai akan mengalami penurunan mutu yaitu pelayuan yang berakibat pada menurunkan berat cabai yang akan dijual.

Menurut Anonimous7 (2008) bahwa pada saat harga cabai merah turun karena panen yang melimpah dan distribusi kurang cepat, maka cara yang dilakukan oleh petani adalah membuang hasil panen cabai merahnya ke jalan raya. Adanya silo-silo untuk menyimpan hasil panen sangatlah diperlukan agar komoditas pertanian (cabai merah) yang disimpan dapat awet. Silo merupakan tempat untuk menyimpan komoditas pertanian agar tetap awet. Silo untuk produk hortikultura biasanya berupa ruang pendingin agar mengefektifkan pengawetan yang akan dilakukan.

Pendinginan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kesegaran hasil pertanian, khususnya sayuran. Pendinginan akan memperlambat atau mencegah terjadinya kerusakan tanpa menimbulkan gangguan pada proses pematangan dan memperlambat perubahan yang tidak diinginkan (pelayuan), sehingga penerimaan konsumen terhadap produk tersebut dapat dipertahankan selama mungkin. Teknologi pascapanen yang biasanya diterapkan pada produk sayuran segar adalah teknologi pendinginan dalam lemari pendingin (Refrigerated Air Cooling). Menurut Pantastico (1997) bahwa penanganan pascapanen seperti pendinginan, disarankan untuk daerah tropis. Untuk cabai merah segar, disarankan disimpan pada suhu 42-45oF (5.6-7.2oC)


(22)

mengefektifkan pengawetan yang akan dilakukan, biasanya selain ruang pendingin, produk hortikultura perlu dikemas agar mutunya tidak menurun drastis selama penyimpanan yang akan dilakukan.

Pengemasan merupakan kegiatan untuk melindungi kesegaran produk pertanian saat pengangkutan, pendistribusian, dan atau penyimpanan agar mutu produk tetap terpelihara (Anonimous3, 2004). Fungsi pengemasan adalah untuk melindungi komoditi dari kerusakan fisis, mekanis, dan mikrobiologis; menciptakan daya tarik bagi konsumen; dan memberikan nilai tambah pada produk; serta memperpanjang daya simpan produk (Anonimous4, 2004).

Komoditas cabai sangat besar peranannya dalam menunjang usaha pemerintah meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani cabai, memperluas kesempatan kerja, menunjang pengembangan agribisnis, meningkatkan ekspor sekaligus mengurangi impor, dan melestarikan sumber daya alam. Di samping itu, cabai penting artinya bagi penyediaan kebutuhan gizi masyarakat (Rukmana, 1996).

Untuk mengatasi masalah diatas serta mendukung usaha pemerintah dalam meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani maka perlu ditemukan suatu jenis bahan pengemas yang paling efisien dan efektif dalam menambah umur simpan cabai merah segar sampai harga jual cabai merah segar kembali normal bahkan meningkat. Dengan tercapainya tujuan tersebut maka diharapkan pendapatan dan taraf hidup petani cabai meningkat. Dengan teknologi pascapanen maka diharapkan dapat:

1. Mencegah kehilangan hasil produk pertanian, misalnya akibat penguapan dari produk yang berlebihan (over transpiration)


(23)

2. Memperpanjang umur simpan (storage time) produk pertanian 3. Mempermudah penyimpanan dan distribusinya

4. Memberi nilai estetika untuk menarik konsumen, misalnya dari penampilannya dengan adanya pengemasan

5. Meningkatkan value added produk pertanian, misalnya karena telah dikemas dan karena bentuknya telah berubah menjadi serbuk instan.

Berdasarkan kesamaan tujuan dari teknologi pascapanen pendinginan dan fungsi pengemasan yaitu dapat memperpanjang umur simpan maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan jenis bahan pengemas terhadap kualitas produk cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan selama penyimpanan dingin.

1.1 Perumusan Masalah

Pada kenyataannya bahwa produksi cabai merah berlebih pada tahun 2006 yaitu sebesar 31.968 ton. Kelebihan ini bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat akan merugikan petani dan distributor karena harga jual cabai merah akan menurun akibat membusuknya cabai merah tersebut. Petani cenderung membuang hasil panenannya bila harga cabai merah menurun akibat panen yang melimpah dan distribusi yang kurang cepat. Pada kondisi seperti ini petani sangat rugi, bahkan bisa saja modal penanaman tidak kembali.

Sayuran merupakan komoditas yang mudah mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik kerusakan fisik, mekanis, maupun mikrobiologis. Padahal sebagian besar dari produk tersebut lebih disukai untuk dikonsumsi dalam keadaan segar dalam


(24)

waktu yang lebih lama setelah panen (Pantastico, 1997). Oleh karena itu perlu penanganan pasca panen yang memadai untuk mempertahankan kesegaran, mencegah susut dan kerusakan. Menurut Anonimous7 (2008) bahwa dengan adanya silo dapat membantu petani keluar dari masalah tersebut. Tetapi pada kenyataannya, silo-silo ini belum ditemukan di Sumatera Utara. Dengan adanya silo ini, petani tidak lagi membuang hasil panennya ke jalan raya, tetapi dapat disimpan di dalam silo-silo agar awet dan akan dijual bila situasi pasar kembali normal. Kondisi lingkungan silo juga perlu diatur agar tujuan pengawetan tersebut dapat tercapai. Dengan silo maka cabai merah dapat tetap awet hingga beberapa waktu, sampai akhirnya akan dilepas ke pasaran bila kondisi pasar sudah normal (petani bisa mendapatkan untung). Silo yang biasanya digunakan untuk menyimpan produk hortikultura adalah ruang pendingin. Tujuan pendirian silo (ruang pendingin) ini akan lebih efektif bila cabai merah dikemas agar cabai terhindar dari segala pengaruh yang dapat mempercepat penurunan mutunya. Pengemasan adalah proses perlindungan komoditi dari gangguan faktor luar yang dapat mempengaruhi umur simpan komoditi dengan memakai bahan tertentu. Selama pengemasan akan digunakan bahan pengemas yang berfungsi sebagai pelindung komoditi pertanian dari gangguan faktor luar. Menurut hasil pengamatan bahwa pengemas yang biasanya digunakan sebagai pelindung produk hortikultura adalah daun pisang, kertas, dan plastik. Menurut Anonimous5 (2004) daun pisang biasanya digunakan sebagai pelindung produk pertanian karena dianggap dapat mencegah penguapan dari produk pertanian (akibat pengaruh udara panas dari lingkungan luar atau selama distribusi). Menurut Anonimous6 (2007) kertas biasa


(25)

digunakan untuk membungkus sayuran karena dapat mencegah pelayuan komoditi selama penyimpanan di lemari pendingin (rumah tangga). Menurut Winarno (1993) plastik memiliki sifat yang kuat , ringan, inert (dapat melindungi bahan yang dikemas dari pengaruh buruk lingkungan luar), fleksibel (dapat mengikuti bentuk bahan yang dikemas), dan transparan. Semua jenis bahan pengemas di atas mudah ditemukan dan sudah biasa digunakan untuk mengemas produk pertanian.

Identifikasi masalahnya yaitu:

1. Pada periode tertentu, produksi cabai berlebihan sehingga banyak yang menumpuk di pasar dan busuk.

2. Kesegaran cabai merah hanya mampu bertahan selama 2-3 hari bila dibiarkan di pasar.

3. Belum ada metode pengemasan yang tepat dalam mempertahankan kualitas kesegaran cabai merah, sehingga masalah di atas belum dapat diatasi dengan tepat.

Adapun batasan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis Bahan Pengemas yang digunakan yaitu daun pisang, kertas stencil, Low Density Poly Ethylene (LDPE), dan Stretch film, yang akan digunakan untuk mengemas cabai merah segar.

2. Pengemasan ini akan dilakukan pada kondisi penyimpanan dingin menggunakan lemari pendingin dengan suhu 6oC.


(26)

4. Sumber harga yang digunakan dalam perhitungan analisis ekonomi berasal dari review harga dan wawancara dengan pengusaha pada bulan Mei 2008, dan dianggap tetap.

5. Analisis ekonomi yang akan dibahas hanya berupa pertambahan nilai.

6. Penelitian ini ditujukan untuk petani dan tidak mengkaji aspek implementasinya di lapangan.

Dari identifikasi dan batasan masalah tersebut maka masalah di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh jenis bahan pengemas terhadap kualitas cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan selama penyimpanan dingin?

2. Bagaimana pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan selama penyimpanan dingin?

3. Bagaimana pengaruh jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan terhadap kualitas cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan selama penyimpanan dingin?


(27)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan terhadap kualitas produk cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan selama penyimpanan dingin.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

a. Sebagai sumber informasi pada penanganan pascapanen cabai merah (Capsicum annuum L.) secara penyimpanan dingin dengan menggunakan berbagai bahan pengemas.

b. Memberikan sumbangan penting dan memperluas kajian ilmu penanganan pascapanen yang menyangkut kualitas produk hortikultura.

c. Menambah konsep baru yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan penelitian lebih lanjut bagi pengembangan ilmu pascapanen produk hortikultura.

2. Kegunaan Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran bagi petani cabai merah untuk dapat mempertahankan kualitas cabai merah segarnya selama beberapa waktu. Dengan demikian petani dapat menjual cabai merah segarnya saat harga kembali normal atau naik.

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan usulan bahan pengemas yang terbaik untuk mengemas cabai merah segar, sehingga kualitasnya dapat


(28)

dipertahankan sampai beberapa waktu dan sekaligus dapat memberikan nilai tambah bagi produk cabai merah segar.

1.5 Hipotesis Penelitian

a. Jenis bahan pengemas berpengaruh signifikan terhadap kualitas produk cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan.

b. Lama penyimpanan berpengaruh signifikan terhadap kualitas produk cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan.

c. Jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan berpengaruh signifikan terhadap kualitas produk cabai merah (Capsicum annuum L.) segar kemasan.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Cabai Merah

Tanaman cabai menurut sejarahnya berasal dari Ancon dan Huaca Prieta di Peru. Berikut ini merupakan klasifikasi botanis tanaman cabai:

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Subkelas : Sympetale Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annuum L. (Cabai besar) C. frustescens L. (Cabai kecil) (Rukmana, 1996).

Sebagian besar masyarakat di dunia hampir dapat dipastikan telah mengenal cabai. Cabai lazim disebut pepper, hot pepper, chili, atau sweet pepper (paprika), dengan nama ilmiah Capsicum spp. Di beberapa daerah di Indonesia cabai sering disebut lombok atau cabe. Pendayagunaan cabai dalam kehidupan sehari-hari


(30)

umumnya untuk keperluan bumbu dapur ataupun rempah-rempah penambah cita rasa makanan atau masakan (Rukmana, 1996).

Menurut Apandi (1984), bahwa cabai secara botanis termasuk dalam golongan buah. Atas dasar kebiasaan dan kesepakatan umum, komoditi yang biasanya dimakan sebagai teman nasi yaitu kentang, kangkung, cabai, dan tomat termasuk dalam golongan sayuran. Sedangkan komoditi yang biasanya dimakan dalam bentuk segar dan terpisah dari nasi termasuk golongan buah-buahan.

Cabai merupakan komoditas yang akrab di telinga masyarakat Indonesia dari lapisan terbawah sampai kelas elit ini memang sering menjadi isu nasional. Pasalnya, harga cabai sangat fluktuatif. Suatu ketika dijual dengan harga Rp. 300,00/Kg, namun pernah pula ditawarkan dengan harga Rp. 23.000,00/Kg. Hasil penelitian IPB tahun 1997 membuktikan harga cabai lebih banyak dipengaruhi suplai. Bila suplai kurang maka harga langsung naik (Trubus, 1999).

Hortikultura terbagi menjadi tiga golongan tanaman yaitu tanaman buah-buahan, tanaman sayuran, dan tanaman hias. Hasil panen tanaman hortikultura mampu untuk disimpan dalam jangka waktu lama asalkan dipikirkan faktor tanamannya. Seperti juga kandungan air tanaman, temperatur lingkungan penyimpanan, makin besar terjadinya penyusutan kandungan air hasil panen (Arief, 1990). Temperatur lingkungan penyimpanan yang tidak terkendali akan menyebabkan penyusutan kandungan air hasil panen. Salah satu indikator penurunan mutu hasil panen yaitu terjadinya penyusutan kandungan airnya (kelayuan).


(31)

Di pasaran, dikenal cabai merah keriting, cabai merah besar, dan cabai hijau. Sesuai dengan namanya, buah cabai merah keriting berbentuk panjang mengeriting dan rasanya relatif lebih pedas dibandingkan dengan cabai merah besar dan cabai hijau. Cabai merah besar adalah cabai besar yang bentuknya bulat memanjang dan lurus. Sementara itu, cabai hijau adalah cabai merah besar atau cabai keriting yang dipetik ketika masih muda dan belum berubah menjadi merah (Anonimous7, 2008).

Cabai merah buahnya rata atau halus, agak gemuk, kulit buah tebal, kurang tahan simpan, dan tidak begitu pedas. Cabai keriting buahnya bergelombang atau keriting, ramping, kulit buah tipis, lebih tahan simpan, dan pedas. Cabai mempunyai nilai ekonomis yang baik karena penggunaannya yang cukup luas. Selain itu, cabai juga merupakan salah satu komoditas ekspor yang cukup potensial. Di pasaran internasional, tiap tahunnya diperdagangkan sekitar 30000-40000 ton cabai (Santika, 2007).

2.2 Manfaat dan Kandungan Gizi Cabai Merah

Dewasa ini, penggunaan cabai tidak hanya untuk konsumsi segar, tetapi sudah banyak diolah menjadi berbagai produk olahan seperti saus cabai, sambal cabai, pasta cabai, bubuk cabai, obat anestesi, dan salep. Selain dicampur dalam bumbu masakan, cabai juga dikonsumsi masyarakat dalam bentuk segar dan dicampur dengan berbagai makanan. Penggunaan cabai sebagai appetizer banyak dimanfaatkan oleh orang Meksiko. Cabai dimakan bukan sebagai bumbu melainkan sebagai penggugah selera makan (Anonimous7, 2008).


(32)

Cabai merah dapat dipasarkan dalam berbagai bentuk, misalnya buah muda atau cabai hijau, buah tua atau cabai merah, buah segar atau bahan industri (giling, kering, tepung), olahan (sambal, variasi bumbu), dan hasil industri (oleoresin, pewarna, dan rempah). Adapun pasar ekspor memiliki permintaan yang tinggi terhadap kombinasi cabai segar, cabai kering, dan cabai beku. Peluang pemasaran cabai merah menempati urutan teratas dibandingkan dengan cabai keriting dan cabai rawit. Mencermati indikator permintaaan pasar, maka pengembangan agribisnis cabai merah harus diarahkan pada sasaran pemenuhan kebutuhan pasar, yang meliputi konsumen rumah tangga, lembaga (hotel, restoran, rumah sakit), dan industri pengolahan bahan makanan, serta ekspor (Rukmana dan Yuniarsih, 2005).

Cabai mengandung capsaicin dan dihidrocapsaicin yang menyebabkan rasa pedas. Pada saat ini, sudah ditemukan kandungan karotenoid (capsanthin, capsorubin, carotene, dan lutein), lemak (9-17%), protein (12-15%), vitamin A dan C, serta sejumlah kecil minyak menguap. Kandungan dalam minyak menguap mencapai 125 komponen dan 24 diantaranya sudah dapat diidentifikasi, diantaranya adalah 4 metil-1 pentil-2-metil butirat, 3 dimetil-metil-1-pentil-3-metil butirat, dan isohexyl isocaproat (Santika, 2007).

Selain sebagai bumbu dan penggugah selera, cabai juga banyak digunakan untuk terapi kesehatan. Dari berbagai hasil penelitian, ternyata buah cabai dapat membantu menyembuhkan kejang otot, rematik, sakit tenggorokan, dan alergi. Cabai juga dapat melancarkan sirkulasi darah dalam jantung. Khasiat cabai juga begitu banyak disebabkan oleh senyawa capsaicin (C H NO ). Capsaicin yang merupakan


(33)

unsur aktif dan unsur pokok yang berkhasiat terdiri dari lima komponen capsaicinoid, yakni nordihidro capsaicin, capsaicin, dihidro capsaicin, homo-capsaicin, dan homo dihidro capsaicin (Anonimous7, 2008).

Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Cabai dalam tiap 100 gram Jenis Cabai

Komposisi Gizi

Hijau besar Merah besar Keriting

Merah besar

segar Rawit segar

Kalori (kal) 23,0 311,0 31,0 103,0

Protein (gr) 0,7 15,9 1,0 4,7

Lemak (gr) 0.3 6,2 0,3 2,4

Karbohidrat (gr) 5,2 61,8 7,3 19,9

Kalsium (mg) 14,0 160,0 29,0 45,0

Fosfor (mg) 23,0 370,0 24,0 85,0

Zat besi (mg) 0,4 2,3 0,5 2,5

Vitamin A (SI) 260,0 576,0 470,0 11050,0

Vitamin B1(mg) 0,1 0,4 0,1 0,2

Vitamin C (mg) 84,0 50,0 18,0 70,0

Air (gr) 93,4 10,0 90,9 71,2

Sumber : Departemen Kesehatan RI (1981).

Senyawa tersebut dapat digunakan untuk pengobatan sirkulasi darah yang tidak lancar pada tangan, kaki, dan jantung. Sewaktu anda mengkonsumsi cabai yang berasa pedas (buah cabai merah mempunyai tingkat kepedasan 100-250.000 unit scoville), terutama cabai merah dan cabai rawit, suhu tubuh akan meningkat sehingga merangsang metabolisme tubuh. Akibatnya, sirkulasi darah lancar dan aliran nutrisi pada jaringan tubuh meningkat. Jika digunakan sebagai obat luar, misalnya dioleskan


(34)

pada kulit, cabai bersifat analgesik yang dapat meringankan rasa pegal dan dingin akibat rematik dan encok (Anonimous7, 2008).

Capsicol yang merupakan salah satu senyawa yang terdapat dalam buah cabai juga bisa menggantikan fungsi minyak kayu putih untuk mengurangi rasa pegal-pegal, rematik, sakit gigi, sesak napas, dan gatal-gatal. Salah satu obat luar yang mengandung cabai adalah koyo. Di negara-negara yang mempunyai musim dingin, cabai banyak dimanfaatkan bersama rempah-rempah lain untuk menghangatkan tubuh dengan cara mencampurnya dalam masakan (Anonimous7, 2008).

2.3 Pascapanen Cabai Segar

Produk cabai merah bersifat mudah rusak, menyusut, dan cepat membusuk; sehingga kegiatan penanganan panen dan pascapanen merupakan salah satu mata rantai yang sangat penting. Teknik penanganan panen dan pasca panen cabai merah yang baik akan dapat meningkatkan daya simpan dan daya guna semaksimal mungkin (Rukmana dan Yuniarsih, 2005).

Tujuan utama penanganan pascapanen adalah memperkecil kehilangan dan kerusakan produk panen. Besarnya kehilangan pascapanen sangat bervariasi menurut komoditi dan tempat penghasil. Di negara berkembang diperkirakan sekitar 20% sampai 50% terjadi kehilangan pascapanen. Sedangkan di negara maju sekitar 5% sampai 25%. Perbedaan jumlah kehilangan itu disebabkan karena negara maju telah menggunakan teknologi pascapanen yang memadai. Sebaliknya di negara berkembang, Indonesia misalnya, penelitian terhadap kehilangan pascapanen belum


(35)

banyak diperhatikan. Keberhasilan penanganan tidak hanya dirasakan oleh produsen, karena memperkecil kehilangan panen, tapi juga dirasakan oleh konsumen karena mendapatkan komoditi sayuran dalam mutu terbaik (Anonimous1, 1992)

Penanganan pascapanen cabai segar melalui tahapan sebagai berikut: 1. Pemilihan buah (seleksi dan sortasi)

1). Pilihlah buah cabai berdasarkan warna merah dan masih kehitaman. 2). Pisahkan buah cabai yang sehat dari buah yang sakit atau rusak (busuk). 2. Pengkelasan (klasifikasi)

1). Klasifikasikan buah cabai berdasarkan ukuran tertentu.

2). Jika untuk sasaran ekspor, pilihlah buah cabai yang panjangnya minimal 11 cm, bentuknya lurus, dan tidak terlalu matang.

3. Pengemasan

1). Kemaslah buah cabai dalam karung plastik yang tembus udara atau keranjang bambu atau dos karton.

2). Jika buah cabai untuk sasaran pasar ekspor, tatalah buah cabai tersebut secara rapi dalam kardus-kardus ukuran 30 cm x 40 cm x 50 cm berisi kurang lebih 20 kg; kardus tersebut harus berventilasi atau berlubang kecil.

4. Penyimpanan

1). Simpanlah buah cabai yang telah dikemas di tempat (ruang) yang teduh dan cukup lembab, serta sirkulasi udaranya baik.


(36)

2). Jika fasilitas penyimpanan memungkinkan, simpanlah buah cabai dalam ruang dingin (colt storage) yang suhunya rendah (antara 2oC – 15oC) dan kelembabannya tinggi (sekitar 90-95%) agar tetap segar selama ± 20 hari (Rukmana, 1996).

Panen buah cabai untuk sasaran ekspor dipilih pada tingkat kematangan 85% - 90% saat warna buah merah kehitaman. Panen cabai untuk sasaran pasar lokal dipilih buah-buah yang telah berwarna merah saja karena jarak pemasarannya relatif dekat (Rukmana, 1996).

2.4 Penyimpanan Dingin

Penyimpanan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka mempertahankan kualitas komoditas hasil pertanian selama disimpan dengan upaya memperpanjang daya tahan kesegaran, pengendalian laju transpirasi, respirasi, infeksi jamur, dan lain-lain (Anonimous4, 2004).

Menurut Roedyarto (1997), ruang pendingin adalah suatu ruangan yang dilengkapi dengan alat pendingin udara. Temperatur di dalam ruangan ini bisa diatur sesuai dengan keinginan. Pada ruang pendingin biasanya dilengkapi juga dengan termometer dan higrometer.

Penyimpanan tidak dapat meningkatkan mutu tetapi hanya mempertahankan mutu saja, oleh karena itu sayuran yang akan disimpan pada suhu rendah harus memenuhi syarat seperti sehat, karena sayuran yang sakit akan menulari yang lain, seragam kematangannya, dan dikemas dalam kemasan yang baik untuk menghindari


(37)

menjalarnya penyakit, dan tidak boleh disimpan dengan bahan atau sayuran yang berbau menyengat (Anonimous1, 1992).

Menurut Purba dan Karo-karo (1997), pendinginan sangat efektif untuk pengawetan jangka pendek, karena dengan pendinginan dapat:

1. memperlambat pertumbuhan mikroba

2. memperlambat proses metabolisme pada jaringan tanaman dan hewan yang telah dipotong

3. memperlambat reaksi-reaksi pencoklatan 4. memperlambat kehilangan air.

Negara tropis seperti Indonesia yang menghasilkan berbagai jenis buah dan sayuran termasuk hasil kelautan sangat membutuhkan sarana pendinginan untuk mengurangi kehilangan pasca panen dan menjaga kesegaran produk yang dihasilkan (Kamaruddin, et.al., 2003). Suhu rendah mampu menghambat susut berat, mempertahankan kadar air dan vitamin C dan memperpanjang umur simpan (Darsana, et.al., 2003). Umur simpan yang pendek dapat mengakibatkan kerugian yang cukup dan bahkan sangat besar baik secara ekonomis maupun pemanfaatannya.

Umumnya pendinginan digunakan untuk mengawetkan sayur-sayuran, temperatur sekitar 40-50oF, untuk menjaga zat makanan, vitamin, dan mineral dalam sayuran terpelihara. Proses ini hampir berhubungan dengan proses respirasi, pada temperatur rendah kegiatan enzim berhenti bekerja (Arief, 1990).


(38)

titik beku, yaitu antara (-2o) – 10oC. Penyimpanan suhu rendah sebaiknya harus diimbangi dengan kelembaban nisbi yang optimal, agar kesegaran buah tetap terjaga dan pengeriputan yang dapat mengakibatkan kehilangan bobot buah dapat ditekan (Zuhairini, 1997).

Pendinginan buah dengan cepat setelah panen adalah cara yang sangat efektif untuk menghilangkan panas lapang, karena dapat menurunkan kecepatan laju respirasi, pematangan dan kemerosotan buah. Perbedaan temperatur antara air dan buah, ukuran buah dan pengemasan akan menentukan laju respirasi/kecepatan pendinginan dan waktu yang dibutuhkan untuk pendinginan (Chen, 1988).

Menurut Sitinjak, et al., (1993), pendinginan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Namun pada umumnya dengan prinsip yang sama yaitu memindahkan kalor dari bahan ke suatu media pendingin seperti udara, air atau es. Waktu yang diperlukan adalah 30 menit atau kurang, tetapi mungkin juga lebih dari 24 jam. Laju pendinginan tiap komoditi tergantung atas 4 faktor, yaitu :

a. jumlah bahan

b. beda suhu bahan dengan media pendingin c. kecepatan aliran media pendingin, dan d. macam dari media pendingin.

Pendinginan mekanis tidak hanya mendinginkan makanan saja, akan tetapi juga mengkondensasikan air pada evaporator dari sistem pendinginan. Air ini berasal dari makanan. Oleh karena itu, perlu melindungi bahan pangan sedemikian rupa


(39)

sehingga suhu dapat terkendali dan kehilangan air pada tingkat minimum (Buckle, et al., 1987).

Penurunan temperatur yang sedang-sedang saja, pada umumnya efektif untuk memperpanjang daya simpan (storage life). Suhu rendah memperlambat aktivitas fisiologis dari produk-produk, dan juga memperlambat aktivitas mikroorganisme perusak. Tiap buah dan sayur ternyata memerlukan temperatur optimum bagi penyimpanan, baik sewaktu transportasi maupun penggudangan. Temperatur yang lebih rendah daripada temperatur optimum ini dapat menyebabkan kerusakan pendinginan (Apandi, 1984).

Lemari es merupakan tempat menyimpan sayuran yang paling tepat, karena hampir semua sayuran segar akan tahan lama di simpan di dalam suhu yang rendah dan dalam kelembaban yang tinggi. Banyak lemari es yang suhunya telah memadai tetapi udaranya terlalu kering. Oleh karena itu sayuran menjadi mudah rapuh (Sumoprastowo, 2004).

2.5 Pengemasan

Pengemasan adalah kegiatan untuk melindungi kesegaran komoditas hasil pertanian saat pengangkutan, pendistribusian, dan atau penyimpanan agar mutu komoditas tetap terpelihara. Pengemasan harus memenuhi kaidah/prinsip penanganan pasca panen yang baik dan tidak menimbulkan susut hasil atau sampah yang tinggi (Anonimous4, 2004)


(40)

Pengemasan hasil pertanian ditujukan untuk membantu mencegah atau mengurangi kerusakan selama penanganan, pengangkutan, dan penyimpanan. Disamping itu dapat pula untuk mencegah atau mengurangi serangan mikroba dan serangga dengan menjaga tetap bersih. Kemasan juga dimaksudkan untuk melindungi bahan/barang dari kemungkinan kerusakan fisik dan mekanis (memar, lecet, pecah, belah, penyok, rusak oleh cahaya, dan lain-lain). Bahan/barang yang akan dikemas hendaklah bersih dan bebas dari kotoran, cacat, atau rusak agar setelah dikemas benar-benar tahan lama dan tidak cepat rusak (Wijandi, 2003).

Kemasan adalah suatu tempat atau wadah yang digunakan untuk mengemas suatu produk. Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk pangan. Selain itu pengemasan juga merupakan penunjang bagi transportasi, distribusi dan merupakan bagian penting dari usaha untuk mengatasi persiapan dalam pemasaran. Dalam usaha sayur-sayuran banyak jenis kemasan yang umum digunakan. untuk pengangkutan dari lahan ke pasar atau toko swalayan biasanya digunakan peti kayu atau keranjang, baik yang terbuat dari anyam-anyaman maupun dari plastik. Di toko swalayan, kemasan sayuran lebih canggih lagi, misalnya kotak plastik atau lembaran plastik. Pada prinsipnya kemasan-kemasan tersebut

berfungsi sebagai wadah atau tempat, penunjang cara penyimpanan dan transportasi, alat pelindung dalam pemasaran, dan memperindah penampilan (Rahardi, et al., 2006).

Bahan kemasan yang digunakan adalah bahan alami maupun buatan. Bahan kemas alami seperti daun, bambu, peti kayu, dan goni masih banyak digunakan


(41)

terutama untuk kemasan hasil pertanian dan produk agroindustri tradisional, seperti keranjang dan bongsang bambu, peti kayu, karung goni, daun kelapa/pisang, pandan, dan lain-lain. Penggunaan bahan kemas yang bersifat alami ini memberikan nilai estetika tersendiri, baik dari segi penampilan maupun ciri khas produk yang dikemasnya. Ditinjau dari segi keberadaannya, bahan kemasan alami masih banyak terdapat di daerah-daerah di Indonesia dengan harga relatif murah lagi pula tidak memberikan dampak negatif terhadap pencemaran lingkungan (ramah lingkungan), malah sebaliknya bahan kemasan ini dapat terurai oleh bakteri secara alamiah, sehingga dapat berfungsi sebagai produk lain (kompos). Akan tetapi bilamana tidak segera ditangani, maka limbah bahan kemas alami ini dapat pula memberikan dampak negatif, dengan memberikan cemaran karena aroma yang dihasilkan dari proses penguraian tersebut dapat menghasilkan bau yang tidak sedap (Wijandi, 2003).

Daun pisang, daun kelapa, daun pandan, daun jati, dan daun raru dahulu sering digunakan untuk mengemas hasil pertanian. Hanya saja saat ini, semua daun tersebut selain daun pisang sudah jarang digunakan karena sulit diperoleh dan daun-daun tersebut memiliki permukaan yang sempit, sehingga sulit mengemas hasil pertanian yang berukuran besar.

Beberapa persyaratan bagi wadah untuk makanan yang perlu dipertimbangkan antara lain permeabilitasnya terhadap udara/oksigen dan gas lain, tidak menyebabkan penyimpangan warna dari bahan, tidak bereaksi (inert) dengan bahan, wadah harus tahan oksidasi, tidak mudah bocor dan tahan panas, serta mudah dikerjakan secara


(42)

Efek pengawetan kemasan terhadap bahan pangan disebabkan oleh kemampuan kemasan tersebut untuk mengisolasi bahan pangan dan melindungi bahan pangan dari pengaruh luar/lingkungan. Efektifitas kemasan dalam pengawetan tidak hanya tergantung dari kondisi kemasan, tetapi juga kondisi bahan pangan yang akan dikemas dan perlakuan yang diberikan. Secara ideal, kemasan dapat mengawetkan bahan pangan dengan mencegah terjadinya kerusakan mekanis, keruskan kimiawi, dan kerusakan mikrobiologis. Namun demikian, tidak semua kemasan dapat mencegah ketiga tipe keruskan tersebut dengan baik, karena masing-masing kemasan mempunyai ambang batas kemampuan dan spesifikasi kegunaan yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan penilaian dan pemilihan kemasan yang tepaat jika ingin memdapatkan efek pengawetan yang optimum.

Fungsi pengemasan adalah untuk melindungi/mencegah komoditi dari kerusakan mekanis, menciptakan daya tarik bagi konsumen, dan memberikan nilai tambah produk serta memperpanjang daya simpan produk. Kemasan harus disesuaikan dengan jenis produk atau komoditi yang akan dikemas (Anonimous3, 2004).

Jenis kemasan yang memanfaatkan bahan botanis (daun-daunan) berfungsi bukan saja sebagai pelindung isinya dari debu atau agar tahan lama, tapi juga merupakan upaya untuk membereskan, mengatur, merapikan makanan itu agar mudah dan praktis dibawa-bawa, dipegang atau dibuka ketika hendak disantap. Selain itu kemasan tersebut juga memberikan aroma tertentu pada makanannya (Sabana, 2005). Sejak dahulu kala daun pisang dikenal sebagai pembungkus alami untuk


(43)

makanan Indonesia. Selain tahan bocor, mudah didapat, daun pisang juga memberikan aroma harum yang khas pada makanan. Agar daun pisang tidak mudah robek atau pecah saat dilipat, biasanya digunakan jenis daun pisang batu.

Kertas sebagai bahan pengemas banyak digunakan dan masih akan mempertahankan posisinya untuk jangka waktu yang lama karena harganya yang murah, mudah diperoleh, dan penggunaannya luas. Sifat-sifat pengemasan dari kertas bervariasi tergantung dari proses pembuatannya dan perlakuan tambahan yang diberikan. Kekuatan dan sifat-sifat mekanis dari kertas bergantung pada perlakuan tambahan yang diberikan. Kekuatan dan sifat-sifat mekanis dari kertas tergantung pada perlakuan pengisi dan pengikat. Sifat-sifat fisiko-kimia kertas, seperti permeabilitas terhadap cairan, uap, dan gas, dapat dimodifikasi dengan penjenuhan, pelapisan atau laminating karena kertas yang mudah sobek, tidak tahan air dan tidak dapat dipanaskan (Winarno, 1993).

Kertas dibuat dari serat sellulosa dan merupakan bahan penyerap tinta, dapat digunakan untuk menulis, membungkus dan mengemas. Pada umumnya kertas dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu kertas kultural atau kertas halus dan kertas industri atau kasar. Kertas kultural terdiri atas kertas cetak (misalnya kertas cetak putih, kertas cetak berwarna, kertas gambar, dan kertas offset) dan kertas tulis (misalnya kertas cek, kertas buku tulis, dan kertas cetak ketikan). Kertas industri umumnya terdiri dari kertas untuk membungkus dan mengemas, misalnya kertas kraft, kertas manila, kertas glassin, kertas kedap lemak, kertas anti-tornish, kertas


(44)

kertas koran. Manfaat kertas dalam industri pengemasan antara lain, sebagai kantong amplop, mengemas produk yang akan dikapalkan, mengemas perak, photographi, mengemas produk farmasi, dapat menjaga flavor produk yang dikemas, mengemas

keju, dan untuk tujuan dekorasi tergantung dari jenis kertas yang digunakan (Susanto dan Saneto, 1994).

Penggunaan kertas sebagai bahan pembungkus telah meluas di masyarakat. Biasanya digunakan kertas koran atau kertas bekas. Mulai dari untuk membungkus sayuran, ikan kering, bumbu dapur, sampai aneka gorengan, peuyeum, dan sebagainya. Padahal, jika bagian kertas yang bertinta terkena panas dari makanan, minyak dari gorengan atau bagian cair dari makanan, maka tinta akan terlarut dalam makanan. Tinta tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan.

Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, thermoplastis, dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, oksigen, CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno, 1993). Harga plastik untuk kemasan relatif cukup murah, dan tidak dapat dimungkiri lagi, bahwa bahan baku kemasan dari jenis plastik tersebut sangat fleksibel, kuat, dan praktis (ringan sehingga mudah dibawa ke mana saja) (Amrin, 1999).

Sifat mekanis jenis plastik Polietilen Densitas Rendah (PDR) atau Light Density Poly Ethylene (LDPE) adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel, dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60oC sangat resisten terhadap


(45)

senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen (Nurminah, 2002).

Film didefiniskan sebagai lembaran fleksibel, yang tidak berserat dan tidak mengandung bahan metalik. Film terbuat dari turunan sellulosa dan sejumlah resin termoplastik. Film terdapat dalam bentuk roll, lembaran, dan tabung. Kemasan film dapat digunakan sebagai pembungkus, kantong, tas, dan sampul, mengemas tembakau, biskuit, mentega, dan obat-obatan (Susanto dan Saneto, 1994).

Film kemasan yang cocok untuk buah-buahan dan sayuran, terutama untuk pembentukan atmosfir di dalam kemasan adalah film yang lebih permeabel terhadap oksigen daripada terhadap karbondioksida. Penggunaan kemasan film dalam penyimpanan dingin yang menguntungkan melalui respirasi produk yang dikemas, terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan, antara lain suhu, kelembaban, waktu selama produk berada dalam kemasan, jenis dan berat produk (Syarief dan Halid, 1993).

2.6 Perubahan Yang Terjadi Setelah Panen

Proses kehidupan berupa proses kimiawi, proses fisika, proses biokimia, dan proses mikrobiologis masih terus berlangsung setelah hasil pertanian dipanen. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghambat keberlanjutan proses-proses tersebut, di antaranya adalah dengan pengaturan suhu penyimpanan dan pembungkusan untuk mengurangi kecepatan respirasi. Respirasi menyebabkan kehilangan kadar air, sehingga hasil-hasil pertanian menjadi layu (Shakty, 2008).


(46)

Sayuran dan buah-buahan yang dipanen merupakan bentuk benda hidup. Oleh karena itu komposisinya dan mutunya mengalami perubahan-perubahan karena berlanjutnya kegiatan metabolisme setelah panen. Ketika masih terdapat pada tanaman hidup, kehilangan karena transpirasi dapat diganti oleh cairan tanaman yang mengandung air, mineral-mineral, dan bahan-bahan hasil fotosintesis. Sesudah panen dan tidak ada penggantian, maka kehilangan substrat dan air tidak dapat diganti dan mulailah proses kemunduran (Apandi, 1984).

2.6.1 Perubahan Berat

Aktivitas fisiologis pada buah-buahan dan sayuran dalam beberapa hal biasa menyebabkan kemunduran kualitas, dan dalam hal lain biasa menyebabkan derajat kematangan yang dikehendaki. Misalnya pengurangan air, tidak dikehendaki karena akan mengakibatkan kekeringan atau kelayuan (Apandi, 1984).

Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara di sekitarnya. Bila kadar air bahan rendah sedangkan RH di sekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari uadara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar airnya menjadi lebih tinggi. Bila suhu bahan lebih rendah (dingin) daripada sekitarnya akan terjadi kondensasi uap air udara pada permukaan bahan dapat dapat merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kapang atau perkembangbiakan bakteri (Winarno, dkk., 1980).

Hasil tanaman pertanian yang telah dipanen merupakan struktur-struktur hidup, oleh karena itu masih tetap melangsungkan berbagai aktivitas metabolisme. Aktivitas metabolisme tersebut antara lain proses respirasi, yaitu proses pemecahan


(47)

oksidatif dari buah-buahan yang kompleks seperti pati, gula dan asam-asam organik dalam sel menjadi molekul kecil seperti CO2, H2O, dan energi yang digunakan oleh sel itu sendiri dan proses transpirasi (penguapan air). Besarnya tingkat respirasi adalah petunjuk atau indikasi kecepatan perubahan-perubahan komposisi di dalam buah (Sitinjak, dkk., 1993).

Susut pascapanen dapat dibedakan menjadi tiga macam kategori yang masing-masing mempunyai implikasi ekonomis, yaitu :

a. susut fisik, yang diukur dengan berat.

b. susut kualitas, karena adanya perubahan wujud (appearance), cita rasa, warna, atau tekstur yang menyebabkan bahan menjadi kurang disukai oleh konsumen. c. susut nilai gizi.

Susut pascapanen karena proses fisiologis adalah akibat terjadinya proses transpirasi, respirasi dan reaksi-reaksi lain yang ditimbulkan oleh suhu tinggi, suhu rendah, atau kondisi lain yang tidak cocok (Purba, 1996).

Secara umum, penyusutan bahan hasil pertanian dibedakan atas penyusutan kuantitatif dan penyusutan kualitatif. Penyusutan kuantitatif dinyatakan dalam susut jumlah atau susut bobot. Penyusutan kualitatif berupa penyimpangan mutu bahan seperti adanya penyimpangan rasa, warna, bau, nilai gizi (Syarief danIrawati, 1988).

Proses respirasi dan transpirasi mengakibatkan kehilangan substrat dan air sehingga terjadi perubahan susut bobot. Berat buah senantiasa menurun selama pematangan dan penyimpanan buah (Winarno dan Aman, 1991).


(48)

Penurunan berat disebabkan karena masih berlangsungnya proses-proses pemecahan karbohidrat menjadi sukrosa dan akhirnya menjadi glukosa dan fruktosa yang kemudian akan dipecah menjadi CO2 dan H2O yang menguap sedangkan penggantian substansi tidak ada, karena tidak terjadi lagi sintesa seperti pada waktu hidup (Wills, et al., 1981).

2.6.2 Perubahan Kadar Vitamin C

Vitamin yang tergolong larut dalam air adalah vitamin C. Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat. Vitamin C disintesis secara alami baik dalam tanaman maupun hewan. Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Di samping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, dan oksidator. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau pada suhu rendah (Winarno, 1992).

2.6.3 Perubahan Tekstur

Tekstur buah-buahan dan sayuran bergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk, keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang, dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel, dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel. Vakuola itu mengandung berbagai asimilat dan metabolat terlarut, yang mengakibatkan konsentrasi osmotik dalam sel. Dalam osmosis zat-zat bergerak dari daerah dengan energi kinetik tinggi ke daerah dengan energi yang lebih rendah. Cairan sel mempunyai jenjang energi lebih rendah karena zat-zat yang


(49)

terlarut didalamnya; sebagai akibatnya air berdifusi ke dalam sel. Difusi terus-menerus meningkatkan jenjang energi sel dan berakibat naiknya tekanan, yang mendorong sitoplasma ke dinding sel, dan menyebabkan sel menjadi tegang (Pantastico, 1997).

Perubahan dari keras menjadi lunak disebabkan terjadinya perubahan senyawa kimia dinding sel buah yang terdiri dari selulosa, hemisellulosa, lignin dan juga pektin. Zat-zat pektin berfungsi sebagai perekat. Zat-zat tersebut merupakan derivat asam poligalakturonat dan terdapat dalam bentuk protopektin, asam-asam pektinat, pektin dan asam-asam pektat. Jumlah zat-zat bertambah selama perkembangan buah. Sewaktu buah matang, kandungan pektat seluruhnya menurun (Wills, et al., 1981).

Tingkat kekerasan seringkali dipertimbangkan dalam menilai mutu fisik buah-buahan dan biji-bijian serta hasil pertanian lainnya. Sifat kekerasan erat kaitannya dengan komposisi bahan dan tingkat kematangan khususnya buah-buahan (Syarief dan Irawati, 1988).

Tekstur merupakan segi penting dari mutu makanan, kadang-kadang lebih penting daripada bau, rasa, dan warna. Karena kebanyakan makanan merupakan sistem dispersi rumit, sangat sukar dalam menentukan kriteria objektif untuk pengukuran tekstur. Dalam banyak kasus sukar juga untuk mengaitkan hasil yang diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan instrumen dengan jenis tanggapan yang diperoleh dengan uji panel indra. Kerapuhan ialah sifat keretakan atau kepatahan (deMan, 1997).


(50)

Perubahan yang nyata pula pada pemasakan buah-buahan dan penyimpanan sayuran adalah menjadi lunaknya buah-buahan dan jaringan sayuran. Hal ini disebabkan terutama oleh perubahan yang terjadi pada dinding sel dan lain-lain substansi pektin, yaitu oleh larutnya dan depolimerisasi substansi pektin secara progresif. Yang termasuk substansi pektin adalah protopektin, pektin, asam pektinat, dan asam pektat. Struktur utama (basis) dari bahan-bahan pektin ini adalah rantai panjang dari asam poligalakturonat. Pektin yang tidak larut, dikenal dengan nama protopektin, terdapat di dalam buah-buahan yang mentah, kemudian diubah dengan pertolongan berbagai enzim menjadi pektin yang larut pada waktu terjadi pemasakan buah-buahan. Pektin yang larut ini kemudian didepolimerisasi lagi menjadi unit-unit yang lebih kecil dan mungkin akhirnya menjadi asam galakturonat. Enzim yang aktif ini adalah pektin esterase, poligalakturonase, dan mungkin protopektinase. Perubahan ini menyebabkan perubahan tekstur (Apandi, 1984).

Aktifnya enzim-enzim pektinmetilesterase dan poligalakturonase yaitu pada hasil tanaman (buah) berada dalam proses masak, ternyata telah melangsungkan pemecahan atau kerusakan pektin menjadi senyawa-senyawa lain, pemecahan/kerusakan tersebut menyebabkan berubahnya tekstur hasil tanaman, biasanya hasil tanaman yang tadinya keras akan berubah menjadi lunak. Perubahan tekstur akan berlangsung lebih cepat ketika hasil tanaman berada dalam penyimpanan (Kartasapoetra, 1994).


(51)

Saat ini pada cabai sudah ditemukan kandungan karotenoid (Capsanthin, capsorubin, carotene, dan lutein), lemak (9-17%), protein (12-15%), vitamin A dan C, serta sejumlah kecil minyak menguap (Santika, 2007).

Cabai mengandung kurang lebih 1,5% (biasanya antara 0,1-1%) rasa pedas. Rasa pedas tersebut terutama disebabkan oleh kandungan capsaicin dan dihidrocapsaicin. Kandungan homocapsaicin dan homodihidro capsaicin terdapat dalam konsentrasi sangat kecil (Santika, 2007).

Umur pemasaran buah cabai merah segar dapat diperpanjang dengan melakukan penyimpanan tepat dalam kondisi lingkungan yang dapat mempertahankan mutu. Kondisi lingkungan optimal bagi penyimpanan cabai merah adalah kondisi yang memungkinkan cabai merah dapat disimpan selama mungkin tanpa banyak kehilangan sifat-sifat mutu, misalnya cita rasa, warna, tekstur, dan kadar air (Rukmana dan Yuniarsih, 2005).

Menurut Andrew (1979), rasa pedas pada cabai ditimbulkan oleh Capsaicin. Zat ini kelarutannya rendah dalam air tetapi larut dalam lemak dan tidak mudah rusak oleh proses oksidasi. Capsaicin terdiri dari unit vanil amin dengan asam dekanoat yang mempunyai ikatan rangkap pada rantai bagian asam. Derajat kepedasan cabai biasanya diukur dengan satuan Scoville unit (SU).

2.7 Aspek Organoleptik

Mutu dan keamanan komoditas hasil pertanian adalah nilai yang ditentukan atas dasar kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah komoditas hasil


(52)

pertanian dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan keselamatan dan atau kesehatan manusia, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap komoditas hasil pertanian (Anonimous4, 2004).

Adapun beberapa atribut kualitas berdasarkan aspek organoleptis yaitu:

1. Penampilan dengan cara melihat, meliputi besar dan bentuknya, cacat, warna, dan kilap

2. Flavor dengan cara mencium dan merasa, meliputi bau dan rasa

3. Tekstur dengan cara merasa dan meraba, meliputi perasaan tangan dan perasaan di mulut

(Apandi, 1984).

Uji pembedaan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. Uji pembedaan dengan pembanding ( menggunakan acuan ), pengujian ini bertujuan untuk mengukur atau menilai pengaruh perlakuan

2. Uji pembedaan tanpa pembanding ( tanpa acuan ), pengujian ini bertujuan untuk menentukan ada atau tidak ada pebedaan antara dua atau lebih contoh yang disajikan ( Wagiyono, 2003).


(53)

Tabel 2. Standard Nasional Indonesia Cabai Merah Segar

Karakteristik Satuan Mutu I Mutu II Mutu III Keseragaman Warna % Merah > 95 Merah > 95 Merah > 95 Keseragaman Bentuk % 98 seragam 98 seragam 98 seragam Keseragaman Ukuran % 98 normal 96 normal 95 normal

Cabai Merah Besar

Panjang Buah cm 12-14 9-11 < 9

Garis tengah pangkal cm 1,5-1,7 1,3-1,5 < 1,3

Tingkat kerusakan buah % 0 1 2

Cabai Merah Keriting

Panjang Buah cm >12-17 10 - < 12 <10 Garis Tengah Pangkal cm >1,3-1,5 1,0- <1,3 <1,0

Tingkat kerusakan buah % 0 1 2

Kadar Kotoran % 1 2 5

Sumber : Pusat Standardisasi dan Akreditasi (PSA, Departemen Pertanian RI (2001). Catatan: Mutu II, 5 % dari jumlah buah atau panjang dan diameter buah tidak boleh tidak memenuhi syarat mutu I, tetapi masih memenuhi syarat mutu II. Mutu III dari jumlah buah atau panjang dan diameter boleh tidak memenuhi syarat mutu II, tetapi memenuhi syarat mutu III


(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Variabel Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menunjukkan hubungan antara dua variabel dalam bentuk hubungan pengaruh, untuk itu akan dijabarkan variabel yang akan digunakan, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Menurut Suryabrata (1983) variabel merupakan segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian atau dinyatakan variabel penelitian adalah faktor berperan dalam peristiwa yang akan diteliti.

Adapun variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a. Variabel bebas (independen) yaitu jenis bahan pengemas (P) dan lama penyimpanan (L).

b. Variabel terikat (dependen) yaitu kualitas cabai merah segar. Adapun indikator penelitian yang digunakan adalah:

a. Jenis bahan pengemas, yaitu: daun pisang, kertas stensil, kantong plastik LDPE (Low Density Poly Ethylene), dan Stretch film.

b. Lama penyimpanan, yaitu : 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu, dan 4 minggu. c. Kualitas cabai merah segar, yaitu: susut bobot, kadar air, kadar vitamin C, Nilai


(55)

d. Analisis eknonomi yaitu pertambahan nilai, yang akan dilakukan bila kualitas cabai merah segar dapat dipertahankan. Analisis ini disajikan dalam bentuk tabulasi.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Yousda (1993) populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti, baik berupa orang, benda, kejadian, dan nilai maupun hal-hal yang terjadi. Keseluruhan objek yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah petani cabai merah, pedagang cabai merah, cabai merah yang diperoleh dari area pemanenan, daun pisang, kertas stensil, LDPE, Stretch film, daftar harga barang-barang yang diperlukan dalam perhitungan analisis ekonomi, dan literatur. Jadi populasi sasaran dalam penelitian ini adalah cabai merah segar, daun pisang, kertas stensil, LDPE, dan

Stretch film. Kertas stensil digunakan dalam penelitian ini hanya sebagai pembanding jenis pengemas yang lain. Kertas stensil biasa digunakan masyarakat sebagai pengemas alternatif karena pengemas seperti daun pisang, LDPE, dan stretch film biasanya tidak selalu tersedia di rumah, sedangkan kertas stensil atau kertas koran selalu ada.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Menurut Riduwan (2005) bahwa purposive sampling dikenal juga dengan sampling pertimbangan, ialah teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu. Dalam penelitian ini adapun pertimbangan


(56)

yang diambil oleh peneliti yaitu asal cabai merah yaitu dari area pemanenan langsung, ukuran cabai merah ± 11 cm, berwarna merah kehitaman, bentuknya lurus, dan bebas dari penyakit/tidak rusak. Adapun alasan peneliti mengambil pertimbangan tersebut adalah berdasarkan data dari mutu cabai merah segar tingkat II sehingga mudah untuk memperolehnya di lapangan.

3.3 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cabai merah, yang mana diperoleh dari area pemanenan cabai merah yaitu daerah Berastagi. Diperkirakan bahwa waktu transportasi dari area pemanenan sampai ke tempat penelitian adalah 1 jam. Bahan lain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah daun pisang dan LDPE (Low Density Poly Ethylene) atau sering disebut sebagai plastik gula yang diperoleh dari pasar tradisional Pancur Batu; Kertas koran (yang belum dicetak) yang diperoleh dari perusahaan percetakan di Medan; dan Stretch film (yang biasanya diperdagangkan) yang diperoleh dari Hipermarket Carrefour Medan.

3.4 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2008 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Oleh karena itu penelitian ini bersifat penelitian eksperimen.


(57)

3.5 Alat Penelitian

a. Cawan petri b. Desikator

c. Termohigrometer d. Lemari pendingin e. Mortar dan Alu f. Oven

g. Pisau stainless steel

h. Timbangan i. Erlenmeyer

j. Kotak plastik bertirisan k. Beaker glass ( gelas piala ) l. Sendok Pengaduk

m. Isolasi n. Gunting o. Aluminium foil

3.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan perlakuan sebagai berikut (Bangun, 1991):

Faktor I : Jenis Bahan Pengemas terdiri dari 4 taraf, yaitu: P = Daun Pisang


(58)

P2 = Kertas Stencil P3 = LDPE

P4 = Stretch film

Faktor II : Lama Penyimpanan terdiri dari 4 taraf, yaitu: L1 = 1 minggu

L2 = 2 minggu L3 = 3 minggu L4 = 4 minggu

Sehingga kombinasi perlakuan (tc) adalah 4 x 4 = 16, dan banyaknya ulangan perlakuan (n) adalah :

tc ( n – 1 ) ≥ 15 16 ( n – 1 ) ≥ 15 16n – 16 ≥ 15 16n ≥ 31 n ≥ 1,94


(1)

Lampiran 12. Kuisioner Data Pengamatan Susut Bobot Tanggal Pengamatan : ___/___________/2008 Waktu Pengamatan : ____________________

Tempat Pengamatan : _________________________________________________ Produk : CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Segar Kemasan

Berat Awal  Berat Akhir  Susut Bobot  Perlakuan 

U1  U2  U1  U2  U1  U2 

Ket. 

P1L1              

P1L2              

P1L3              

P1L4              

P2L1              

P2L2              

P2L3              

P2L4              

P3L1              

P3L2              

P3L3              

P3L4              

P4L1              

P4L2              

P4L3              


(2)

Lampiran 13. Kuisioner Data Pengamatan Kadar Air Tanggal Pengamatan : ___/___________/2008 Waktu Pengamatan : ____________________

Tempat Pengamatan : _________________________________________________ Produk : CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Segar Kemasan

Berat Al Foil Berat Awal Berat akhir

(Tanpa Al Foil) KA (%) Perlakuan

U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2

P1L1                

P1L2                

P1L3                

P1L4                

P2L1                

P2L2                

P2L3                

P2L4                

P3L1                

P3L2                

P3L3                

P3L4                

P4L1                


(3)

Lampiran 14. Kuisioner Data Pengamatan Kadar Vitamin C Tanggal Pengamatan : ___/___________/2008

Waktu Pengamatan : ____________________

Tempat Pengamatan : _________________________________________________ Produk : CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Segar Kemasan

Berat Bahan  Berat Akhir  Susut Bobot  Perlakuan 

U1  U2  U1  U2  U1  U2 

Ket. 

P1L1              

P1L2              

P1L3              

P1L4              

P2L1              

P2L2              

P2L3              

P2L4              

P3L1              

P3L2              

P3L3              

P3L4              

P4L1              

P4L2              

P4L3              


(4)

Lampiran 15. Data Pendukung

Tabel 1 . Luas tanam, luas panen, dan produksi cabai per bulan tahun 1993.

Bulan Parameter

(Satuan) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Luas Panen (ha)

2.552 2.629 2.786 2.270 2.168 2.421 2.680 2.750 3.793 4.237 4.103 3.660

Produksi (ton)

8.391 86.250 18.386 6.895 6.384 6.816 17.928 9.352 13.765 13.934 13.519 12.900 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Utara, 1993.

Tabel 2.Perkiraan Jumlah penduduk dan kebutuhan konsumsi cabai tahun 2000-2006 di Provinsi Sumatera Utara

Tahun Jumlah penduduk (juta jiwa) Kebutuhan Konsumsi (Ton)

2000 11,48 33.062,4

2001 11,72 33.753,6

2002 11,85 34.128,0

2003 11,89 34.243,2

2004 12,12 34.905,6

2005 12,33 35.510,4

2006 12,57 36.201,6

Sumber: Badan Pusat Statistika Provinsi Sumatera Utara, 2006 (diolah) Keterangan: Dihitung berdasarkan konsumsi rata-rata 2,88 kg/tahun/kapita. Laju pertumbuhan penduduk rata-rata (2006) 1,41%/tahun.


(5)

Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Sayur-Sayuran Menurut Jenis Tanaman Tahun 2006 di Provinsi Sumatera Utara

Jenis Tanaman

Type of Plant

Luas Panen

Harvested Area

(Ha)

Produksi

Production

(Ton)

Rata-rata Produksi Yield Rate

(Kw/Ha)

(1) (2) (3) (4)

1. Bawang Merah/Shallots 1 081 8 666 80,20

2. Bawang Putih/Garlic 167 1 036 62,00

3. Bawang Daun/Leeks 2 757 25 509 92,50

4. Kentang/Potatoes 5 792 98 267 169,70

5. Kubis/Cabbage 5 461 138 533 253,70

6. Petsai/Sawi/Chinese Cabbage 5 506 73 008 132,60

7. Wortel/Carrots 1 773 40 949 231,00

8. Lobak/Chinese Radish 801 23 858 297,90

9. Kacang Merah/Red Beans 573 2 278 398,00

10. Kacang Panjang/Yard Long Beans 5 918 44 386 75,00

11. C a b e/Chili 14 628 117 591 80,38

12. T o m a t/Tomatoes 4 136 88 275 213,40

13. Terung/Egg Plant/Aubergin 3 794 35 124 92,60

14. Buncis/ French Beans 2 758 27 555 99,90

15. Ketimun/Cucumber 3 964 55 703 140,50

16. Labu Siam/Chajota 128 1 321 103,20

17. Kangkung/Swamp Cabbage 1 857 9 112 49,10

18. B a y a m/Spinach 2 729 8 996 33,00

19. E r c i s/Ercis - -

20. Kol Bunga/Flower Cabbage 2 052 37 240 181,50

Sumber/Source : BPS Provinsi Sumatera Utara/BPS-Statistics of Sumatera Utara Province


(6)

Lampiran 16. Spesifikasi Lemari Pendingin

Name of product

:

Sharp

Refrigerator-Freezer

Model

:

SJ-D55G-BL

Serial No.

:

Y

01062

Rated voltage

:

220/230/240

V

Rated frequency

:

50

Hz

Rated input

:

182/186/190

W

Rated input of heating elements

: 137/150/163 W

Rated total gross volume

: 550 L

Rated total storage volume

: 521 L

Refrigerant

:

HFC-134a

Mass of refrigerant

: 130 g

Net Weight

: 80 Kg

Adapun kapasitas cabai merah segar kemasan yang dapat disimpan dalam lemari

pendingin adalah:

80.000g = 400 buah kemasan/unit

200g