Pengaruh Kadar Kimia Tanah terhadap Kandungan Flavonoid Daun Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack.)
PENGARUH KADAR KIMIA TANAH TERHADAP
KANDUNGAN FLAVONOID DAUN TABAT
BARITO (Ficus deltoidea Jack.)
DEVI ARISTYANTI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kadar Kimia
Tanah terhadap Kandungan Flavonoid Daun Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack.)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Devi Aristyanti
NIM E34090056
ABSTRAK
DEVI ARISTYANTI. Pengaruh Kadar Kimia Tanah terhadap Kandungan
Flavonoid Daun Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack.). Dibimbing oleh SISWOYO
dan IRMANIDA BATUBARA.
Tabat barito (F.deltoidea) merupakan tumbuhan obat yang biasa digunakan
sebagai aprodisiak wanita dan diketahui pula bahwa tabat barito berpotensi
sebagai antitumor dikarenakan kandungan flavonoid yang dimilikinya. Tujuan
dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kadar flavonoid daun tabat barito
(F.deltoidea) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Penelitian terhadap kandungan
flavonoid daun tabat barito yang dilakukan di 2 lokasi berbeda, yaitu Kawah Ratu
(TNGHS) dan sekitar information center (TNGP) menunjukkan hasil yang
berbeda. Kawah ratu yang merupakan daerah berkawah memiliki kadar flavonoid
yang lebih rendah, yaitu 2.41% dibandingkan dengan kadar flavonoid yang berada
di TNGP, yaitu 3.54%. Perbedaan ini diduga karena perbedaan kadar kimia tanah
dari kedua lokasi tersebut.
Kata kunci: epifit, flavonoid, kimia tanah, tabat barito
ABSTRACT
DEVI ARISTYANTI. Chemical Soil Properties Effect to Flavonoids Content in
Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack.) Leaves. Supervised by SISWOYO and
IRMANIDA BATUBARA.
Tabat barito (F.deltoidea) is a herbal medicinal plant which usually used as
woman aphrodisiac and have known as antitumor because it contain flavonoids.
The objective of this research is to find the differences of flavonoids in tabat
barito’s leaves at Gede Pangrango National Park (TNGGP) and Halimun Salak
National Park (TNGHS). The result showed that flavonoids content of tabat
barito’s leaves at TNGGP and TNGHS are different. Kawah Ratu (TNGHS)
where crater area have lower flavonoids, 2.41% than TNGGP, 3.54%. This
difference suspected because the differentof soil chemical contents from both of
locations.
Keywords : ephifit, flavonoids, soil chemical elements, tabat barito (Ficus
deltoidea Jack.)
PENGARUH KADAR KIMIA TANAH TERHADAP
KANDUNGANFLAVONOID DAUN TABAT
BARITO (Ficus deltoidea Jack.)
DEVI ARISTYANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pengaruh Kadar Kimia Tanah terhadap Kandungan Flavonoid
Daun Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack.)
Nama
: Devi Aristyanti
NIM
: E34090056
Disetujui oleh
Ir Siswoyo, MSi
Pembimbing I
Dr Irmanida Batubara, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil penelitian yang berjudul
Pengaruh Kadar Kimia Tanah terhadap Kandungan Flavonoid Daun Tabat Barito
(F.deltoidea) di bawah bimbingan Ir Siswoyo, MSi dan Dr Irmanida Batubara,
MSi dengan baik dan lancar.
Pembuatan hasil penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
dasar mengenai pengaruh kadar kimia tanah terhadap kandungan flavonoid daun
tabat barito. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
untuk mengembangkan teknik budidaya tabat barito yang efisien terkait dengan
produktivitas dan kandungan flavonoid daun tabat barito yang dihasilkannya.
Penulis menyadari penulisan hasil penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan,sehingga saran dan kritik membangun sangat diharapkan demi
perkembangan penelitian selanjutnya.
Bogor, September 2014
Devi Aristyanti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Lokasi
2
Alat dan Bahan
2
Objek Penelitian
2
Prosedur Kerja
2
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Struktur Tubuh Tabat Barito
4
Kadar Kimia Tanah Tempat Tumbuh Tabat Barito
6
Kandungan Flavonoid Daun Tabat Barito
9
SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
14
DAFTAR TABEL
1 Kadar kimia tanah habitat tabat barito sampel
2 Unsur hara esensial dan sumbernya
3 Kadar flavonoid daun tabat barito
berdasarkan habitat tumbuh
7
8
10
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Seperangkat alat sokshlet
Pengeringan daun tabat barito dalam oven
Proses uji kuantitatif kadar flavonoid daun tabat barito
Struktur tubuh tabat barito di Kawah Ratu (TNGHS)
(a) semak (b) daun
Struktur tubuh tabat barito di sekitar pusat informasi (TNGGP)
(a) epifit (b) daun
Pengambilan tabat barito di TNGGP
Tanah di Kawah Ratu, TNGHS
Tanah di sekitar pusat informasi, TNGHS
Grafik perbedaan kadar flavonoid tabat barito berdasarkan
habitatnya
3
4
4
5
5
6
9
9
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur ekstraksi flavonoid dengan metode soxhletasi
2 Perhitungan kadar flavonoid di Kawah Ratu, TNGHS
3 Perhitungan kadar flavonoid di sekitar pusat informasi, TNGP
14
15
16
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tabat barito (Ficus deltoidea Jack.) merupakan tumbuhan obat tradisional
warisan leluhur Indonsia, tepatnya Kalimantan, dan biasa digunakan sebagai
aprodisiak wanita. Secara umum, tumbuhan ini tersebar di beberapa wilayah
Indonesia seperti Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan, dan Sulawesi. Tumbuhan ini
tergolong tumbuhan ekoton (tumbuhan yang dapat hidup secara optimal di daerah
peralihan dua ekosistem) dan tersebar di kisaran ketinggian tempat 450-2400
meter di atas permukaan laut (Sastrapadja dan Afrisiani 1984 diacu dalam
Siswoyo 1999). Tabat barito secara umum hidup sebagai tumbuhan epifit di dalam
hutan dan mulai diteliti manfaatnya secara mendalam akhir-akhir ini. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, hasil uji kuantitatif dengan metode isolasi
spesifik menunjukkan bahwa tabat barito mengandung zat ekstraktif utama berupa
triterpenoid dan flavonoid (Darusman et al. 2003).Dari kedua zat ekstraktif
tersebut, flavonoid merupakan bahan bioaktif yang dapat berfungsi sebagai
antioksidan,sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker di dalam tubuh
manusia. Adapun manfaat flavonoid antara lain melindungi struktur sel,
meningkatkan aktivitas vitamin C, anti-inflamasi, mencegah keropos tulang dan
sebagai antibiotik.
Secara umum, zat ekstraktif yang dihasilkan oleh suatu jenis tumbuhan
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor
instrinsik adalah faktor yang berasal dari proses fisiologis yang berlangsung di
dalam tubuh tumbuhan seperti sifat genetik, variasi harian, ontogenik dari variasi
musiman yang mempengaruhi pembungaan dan pembuahan pada tumbuhan.
Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan seperti
tanah dan iklim (Fluck 1963 diacu dalam Siswoyo 1999).
Berbagai jenis teknik budidaya terhadap tabat barito telah banyak dilakukan,
mulai teknik budidaya konvensional seperti penggunaan biji dan stek, hingga
teknik budidaya modern seperti kultur jaringan. Namun, dari keseluruhan teknik
budidaya tersebut belum banyak yang berorientasi terhadap zat ekstraktif yang
terkandung di dalam tabat barito dan baru berorientasi terhadap keberhasilan
tumbuh. Padahal, suatu jenis tumbuhan akan berkhasiat obat dikarenakan
kandungan zat ekstraktifnya. Selain itu, belum adanya data lapang yang
menginformasikan kondisi habitat teroptimal yang berkorelasi terhadap
pertumbuhan dan kandungan zat ekstraktif dari tabat barito turut berperan serta
dalam menghambat pengembangan teknik budidaya tabat barito yang bertujuan
konservasi. Berdasarkan informasi di atas maka perlu dilakukan suatu studi
mengenai kadar kimia tanah yang mempengaruhi pertumbuhan dan kandungan
flavonoid daun tabat barito.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kadar flavonoid
daun tabat barito (F.deltoidea) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(TNGGP) dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
2
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi
dasar mengenai kandungan flavonoid daun tabat barito (F.deltoidea) yang
berkaitan dengan kadar kimia tanah media tumbuhnya dan dapat digunakan
sebagai acuan dalam budidaya tabat barito dengan produktivitas dan kandungan
flavonoid yang optimal.
METODE
Waktu dan Lokasi
Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai Agustus 2013.
Adapun lokasi pengambilan sampel adalah Kawah Ratu di TNGHS dan areal di
sekitar pusat informasi TNGGP, sedangkan lokasi pengolahan sampel data adalah
Laboratorium Kimia Analisis FMIPA IPB dan Laboratorium Kesuburan Tanah,
Manajemen Sumberdaya Lahan IPB.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah daun tabat barito dan
tanah tempat tumbuh sampel tabat barito yang berasal dari Kawah Ratu (TNGHS)
dan pusat informasi (TNGGP), serta bahan-bahan yang digunakan untuk
menganalisis kandungan kimia tanah tempat tumbuh tabat barito yang dijadikan
sampel dan kandungan zat ekstraktif flavonoid daun tabat barito.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekop tanah, plastik
sampel, gunting tanaman, autoklaf, timbangan analitis, kamera, alat pengekstrak
(seperangkat alat sokshlet), alat analisis kadar flavonoid dan alat analisis
kandungan kimia tanah sampel.
Objek Penelitian
Jenis data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer meliputi kondisi fisik tumbuhan tabat barito yang dijadikan
sampel, kondisi kimia tanah habitat tabat barito yang dijadikan sampel dan kadar
flavonoid daun tabat barito, sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data
mengenai deskripsi umum tabat barito beserta pemanfaatannya.
Prosedur Kerja
Analisis Kandungan Kimia Tanah
Penelitian ini menganalisis pH dan kandungan kimia tanah sampel
penelitian yang terdiri atas N, P, K, Ca, Mg, dan S. Adapun langkah kerjanya
adalah sebagai berikut.
3
1
2
3
4
Menyiapkan alat dan bahan,
Membuat galian tanah di sekitar tajuk pohon sampel dengan kedalaman
sekitar 30 cm atau hingga horizon B tanah tampak. Penelitian ini
menggunakan sampel daun tabat barito yang berasal dari 1 semak (TNGHS)
dan berasal dari 1 epifit (TNGGP) sehingga sampel tanah yang diambil hanya
berasal dari 1 galian dari masing-masing lokasi penelitian tersebut. Sampel
tanah tabat barito yang berupa epifit merupakan sampel tanah yang berada di
sekitar tajuk pohon induk yang ditumpangi.
Mengambil tanah sebanyak kurang lebih 1 kg dari galian di setiap lokasi tabat
barito yang dijadikan sampel.
Menganalisis sampel di laboratorium.
Analisis dilakukan di Laboratorium Kesuburan Tanah MSL IPB.
Analisis Kandungan Bahan Bioaktif
Penelitian ini akan menganalisis kandungan bioaktif ekstrak daun tabat
barito, yaitu flavonoid. Adapun langkah kerjanya adalah :
1 Menyiapkan alat dan bahan (Gambar 1),
2 Mengambil daun tabat barito sebanyak 150 gram dari satu lokasi di setiap
lokasi penelitian,
3 Mengeringkan daun tabat barito dengan menggunakan oven pada suhu 34°C
selama 26 hari (Gambar 2),
4 Menghaluskan daun tabat barito yang telah dikeringkan hingga berukuran
homogen,
5 Melakukan uji kuantitatif kadar flavonoid pada daun tabat barito (Gambar 3).
Analisis dilakukan di Laboratorium Analisis Kimia FMIPA IPB. Adapun
metode yang digunakan untuk menganalisis kandungan flavonoid pada daun tabat
barito secara rinci disajikan pada Lampiran 1.
Gambar 1 Seperangkat alat soxhletasi
4
Gambar 2 Pengeringan daun tabat barito dalam oven
Analisis Data
Data kandungan zat ekstraktif flavonoid yang terdapat di dalam daun tabat
barito akan diolah dengan menggunakan rumus berikut.
[flavonoid]
=
ppm
%b/b
x 100%
=
Gambar 3 Proses uji kuantitatif kadar flavonoid daun tabat barito
Kemudian, data hasil perhitungan di atas akan dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Tubuh Tabat Barito
Tabat barito (F.deltoidea) adalah salah satu tumbuhan obat tradisional yang
banyak ditemukan dikawasan belukar tepi laut atau rimba di pegunungan tetapi
tidak tumbuh di kawasan hutan bakau (De Padua et al.1999 diacu dalam Suryati
5
2011). Tumbuhan ini berupa perdu dan hidup epifit pada tumbuhan lain (Brickell
dan Zuk, 1997 diacu dalam Suryati 2011).
Berdasarkan pengamatan visual yang dilakukan, tabat barito yang ditemui di
Kawah Ratu (TNGHS) memiliki struktur tubuh berupa semak (Gambar 4),
sedangkan tabat barito yang ditemui di sekitar pusat informasi (TNGGP) memiliki
struktur tubuh berupa epifit (Gambar 5 dan 6). Sifat morfologis dari tabat barito
yang berupa semak, yaitu batangnya mampu tumbuh dengan baik, memanjang
maupun bercabang. Selain itu, batang tabat barito sangat banyak mendukung daun
dan berukuran kecil sehingga tumbuhnya rebah, begitu batang bertemu dengan
media yang mengandung tanah atau humus segera berakar sehingga selalu
merumpun. Tabat barito yang tumbuh sebagai epifit adalah tumbuhan yang
menumpang pada tumbuhan lain. Namun, tabat barito yang berupa epifit epifit
tidak bergantung hidupnya pada bahan makanan yang berasal dari tumbuhan
lainnya yang ditempeli, karena dia mendapat unsur hara dari mineral-mineral yang
terbawa oleh udara, air hujan, atau aliran batang dan cabang tumbuhan lain
(Indriyanto, 2005 diacu dalam Arifin et al 2011).
(a)
(b)
Gambar 4 Struktur tubuh tabat barito di Kawah Ratu (TNGHS)
(a) semak (b) daun
(a)
(b)
Gambar 5 Struktur tubuh tabat barito di seitar pusat informasi (TNGGP)
(a) epifit (b) daun
6
Gambar 6 Pengambilan tabat barito di TNGGP
Perbedaan struktur tubuh tabat barito yang diperoleh di TNGGP dan
TNGHS dapat disebabkan oleh perbedaan susunan genetis yang berupa :
1 Tingkat keragaman geografis
2 Tingkat keragaman lokal
3 Tingkat keragaman antar pohon seperti bentuk batang, kecepatan tumbuh dan
daya tahan terhadap hama dan penyakit
Kadar Kimia Tanah Tempat Tumbuh Tabat Barito
Tabat barito secara alami ditemukan tumbuh di atas bebatuan dengan sedikit
tanah dan humus hasil guguran daun, atau sebagai epifit pada tumbuhan lain untuk
memperoleh intensitas cahaya yang cukup. F.deltoidea merupakan jenis
tumbuhan epifit atau semak yang hidupnya dapat pada kawasan hutan atau area
yang terbuka (Pige et al. 2002, Sodhi et al. 2008 dalam Arifin et al. 2011).
Berdasarkan analisis uji kuantitatif kandungan kimia tanah di habitat lokasi
tabat barito sampel tumbuh, kandungan kimia tanah makro yang berada di sekitar
pusat informasi (TNGGP) dan di kawah Ratu (TNGHS) berbeda. Secara
keseluruhan, kadar kimia tanah yang berada di sekitar pusat informasi (TNGGP)
lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan kimia tanah makro yang berada
di Kawah Ratu (TNGHS). Data mengenai kadar kimia tanah yang berada di
sekitar pusat informasi (TNGGP) dan Kawah Ratu (TNGHS) dapat dilihat pada
Tabel 1.
7
Tabel 1 Kadar kimia tanah habitat tabat barito sampel
Lokasi
TNGHS
TNGP
Kadar Kimia Tanah
pH 1:1
Kjehdhal
Bray I
HCl 25%
HCl 25%
N NH4OAC pH 7.0
H2O
N-Total
P
P
K
Ca
Mg
Ca
Mg
K
S tersedia
S-Total
(%)
(ppm)
(ppm)
(me/100g)
(me/100g)
4.20
0.08
8.80
81.10
61.43
0.79
1.18
0.26
0.23
0.10
7.65
78.54
6.00
0.60
21.50
197.10
240.35
16.99
6.45
25.23
0.31
0.56
10.20
94.25
Tabat barito merupakan salah satu spesies dari famili Moraceae. Tumbuhan
ini tergolong semak dan berakar tunggang. Batang tabat barito tegak, berkayu,
bercabang banyak, bergetah, dan berwarna coklat. Daun tabat barito tunggal,
tersusun zig zag, bertangkai panjang dengan ukuran 0,1-9 cm, tebal 1-5 mm,
berbentuk bulat telur hingga lanset dengan permukaan daun licin mengkilap dan
berwarna hijau kekuningan. Bunga tabat barito tunggal atau berpasangan dan
berwarna kuning kejinggaan hingga coklat kemerahan. Buah tabat barito bulat
hingga lonjong dengan biji berwarna coklat dan buahnya dapat dimakan setelah
masak.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tabat barito yang berada di Kawah
Ratu (TNGHS) memiliki warna daun yang lebih kuning dibandingkan dengan
tabat barito yang berada di TNGGP yang berwarna hijau lebih gelap. Selain itu,
tabat barito yang berada di TNGHS memiliki ketebalan daun yang lebih kecil
dibandingkan dengan tabat barito yang berada di TNGHS. Adapun salah satu
penyebab yang memungkinkan terjadinya perbedaan ini adalah kadar kimia tanah
yang terdapat pada kedua lokasi sampel diambil.
Unsur kimia tanah yang dibutuhkan dalam kadar banyak dikenal dengan
nama unsur hara makro sedangkan unsur hara yang hanya dibutuhkan dalam
jumlah sedikit jika dibandingkan dengan unsur hara makro dikenal dengan nama
unsur hara mikro. Adapun unsur kimia tanah makro yang paling banyak
menimbulkan gejala defisiensi adalah nitrogen, fosforus, dan kalium.Berikut ini
adalah yang termasuk ke dalam unsur hara makro dan mikro (Tabel 2).
8
Tabel 2 Unsur hara esensial dan sumbernya
diperlukan banyak
dari udara
dari tanah
C
N
H
P
O
K
Ca
Mg
S
diperlukan sedikit
dari tanah
Fe
Mn
B
Mo
Cu
Zn
Cl
Kandungan nitrogen yang berada di TNGHS lebih rendah jika dibandingkan
dengan kandungan nitrogen yang berada di TNGGP. Nitrogen berfungsi
membentuk zat hijau daun yang berguna dalam proses fotosintesis, pembentuk
lemak dan senyawa organik lainnya (Lingga 1991 diacu dalam Siswoyo 1999).
Oleh karena itu, kekurangan nitrogen dapat mengganggu proses pertumbuhan
tanaman dan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, menguning dan menurun
berat keringnya (Gardner et al. 1991 diacu dalam Siswoyo 1999).
Kadar fosforus yang berada di TNGHS juga lebih rendah jika dibandingkan
dengan kandungan fosforus yang berada di TNGGP. Kekurangan fosforus dapat
menyebabkan penimbunan gula dalam bentuk pigmentasi antosianin pada bagian
dasar batang dan daun (Gardner et al. 1991 diacu dalam Siswoyo 1999). Selain
itu, kandungan kalium yang berada di TNGHS juga lebih rendah dibandingkan
dengan kandungan kalium yang ada di TNGGP. Padahal, kalium merupakan
unsur kimia yang berperan dalam proses metabolisme dan berpengaruh khusus
dalam adsorbsi hara, pengaturan respirasi, transpirasi, kerja enzim dan dalam
translokasi karbohidrat (Hakim et al. 1986 diacu dalam Siswoyo 1999).
Dugaan kadar kimia tanah makro sebagai salah satu penyebab gejala
defisensi yang berupa warna daun yang lebih kuning dan ketebalan daun yang
lebih tipis pada tabat barito yang berada di Kawah Ratu (TNGHS) didukung oleh
suatu penelitian sebelumnya mengenai teknik budidaya tabat barito secara in vitro
di dalam rumah kaca yang menggunakan bibit tabat barito hasil cabutan dari alam
(stump). Stump tersebut kemudian ditumbuhkan pada dua media utama yang
berbeda, yaitu media topsoil dan media pasir. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tabat barito yang tumbuh dengan menggunakan media topsoil memiliki
pertambahan tinggi dan jumlah daun yang lebih besar dibandingkan dengan stump
tabat barito yang ditumbuhkan pada media pasir. Hal ini dikarenakan media
topsoil lebih mendukung pertumbuhan tabat barito karena lebih banyak
menyediakan unsur hara dan kelembaban dibandingkan media pasir meskipun di
dalam penelitian ini kedua media utama tersebut sama-sama diberi penambahan
pupuk organik cair NASA.
Menurut hukum minimum Liebig, untuk dapat bertahan hidup di dalam
keadaan tertentu, suatu organisme harus memiliki bahan-bahan yang penting yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan berkembangbiak. Keperluan-keperluan ini
bervariasi antara jenis dan keadaan. Selain itu, menurut hukum toleransi Shelford,
dikatakan bahwa kehadiran dan keberhasilan suatu organisme tergantung pada
9
lengkapnya kompleks-kompleks keadaan. Ketiadaan atau kegagalan suatu
organisme dapat dikendalikan oleh kekurangan atau kelebihan secara kualitatif
atau kuantitatif dari salah satu dari beberapa faktor yang mungkin mendekati
batas-batas toleransi organisme tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman tersebut kemudian dikenal dengan istilah faktor
lingkungan. Adapun faktor lingkungan tersebut adalah cahaya, tunjangan
mekanik, suhu, udara, air dan unsur hara. Beberapa faktor lingkungan di atas,
menunjukkan bahwa unsur hara merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan normal suatu tanaman. Berikut ini merupakan gambar tanah sampel
yang berasal dari TNGHS dan TNGGP (Gambar 7 dan 8)
Gambar 7 Tanah di TNGHS
Gambar 8 Tanah di TNGGP
Hasil uji kimia tanah berikutnya menunjukkan jika pH tanah di habitat
lokasi tumbuh tabat barito sampel memiliki perbedaan, yaitu 4.20 untuk di
TNGHS dan 6.00 untuk di TNGGP. Secara umum, pH berperan penting dalam
mengatur respirasi dan sistem-sistem enzim di dalam tubuh dan perbedaan kadar
yang sangat sedikit atas kebutuhan suatu komponen terhadap enzim dapat
membuat situasi yang cukup buruk. Perubahan pH berbanding dengan perubahan
CO2 dan hal inilah yang membuat pH menjadi indikator yang berguna bagi laju
metabolisme komunitas total (fotosintesis dan respirasi).
Kandungan Flavonoid Daun Tabat Barito
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Darusman et al. (2012)
diketahui bahwa ekstrak daun tabat barito mempunyai khasiat menghambat
pertumbuhan sel tumor dan mempunyai kemampuan inhibisi terhadap enzim
tirosin kinase yang lebih besar dari inhibitor enzim tersebut, yaitu genistein. Hasil
uji kuantitatif menunjukkan bahwa ekstrak daun tabat barito mengandung
senyawa triterpenoid (38.24%), flavonoid (16.00%), steroid (2.33%) dan alkaloid
(1,12%). Rendemen ekstrak bervariasi tergantung teknik ekstraksi masing-masing.
Untuk soxhletasi, refluks dan maserasi adalah 1.25%, 4.06% dan 0.73%.
10
Senyawa-senyawa yang berkhasiat tersebut bersifat tahan panas, terutama
golongan triterpenoid dan flavonoid.
Secara tradisional, tabat barito digunakan antara lain untuk pencegahan dan
penyembuhan terhadap penyakit paru-paru basah, diabetes, darah tinggi, diare,
melancarkan peredaran darah dan mencegah infeksi kulit. Selain itu juga
digunakan untuk pelancar haid, pengobat keputihan, serta merapatkan Rahim
setelah bersalin (Sulaiman et al. 2008 diacu dalam Suryati 2011). Getahnya dapat
digunakan untuk membasmi kutil dan membunuh ikan (Burkill 1966 diacu dalam
Suryati 2011).
Secara umum, tabat barito merupakan tumbuhan yang dapat dimanfaatkan
sebagai afrodiasak wanita. Selain itu, tabat barito juga bermanfaat sebagai
penghambat sel tumor (Mat akhir et al 2001 diacu dalam Kristina dan Syahid
2012) dan anti diabetes (Draman et al. 2012 diacu dalam Kristina dan Syahid
2012).Tabat barito dapat bermanfaat sebagai antitumor dikarenakan kandungan
flavonoid yang dimilikinya dan merupakan bahan bioaktif yang dapat berfungsi
sebagai antioksidan. Manfaat flavonoid antara lain melindungi struktur sel,
meningkatkan aktivitas vitamin C, anti-inflamasi, mencegah keropos tulang dan
sebagai antibiotik. Adapun bagian yang bermanfaat sebagai obat tradisional
menurut Rifai (1997) diacu dalam Siswoyo (1999) adalah daunnya. Flavonoid
berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom hidrogennya atau
melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida
(mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut
aglikon (Cuppet et al.,1954).
Penelitian terhadap kandungan zat ekstraktif flavonoid daun tabat barito
yang dilakukan di 2 lokasi berbeda, yaitu Kawah Ratu (TNGHS) dan sekitar pusat
informasi (TNGGP) menunjukkan hasil yang berbeda. Kawah ratu yang
merupakan daerah berkawah memiliki kadar flavonoid yang lebih rendah, yaitu
2.41% dibandingkan dengan kadar flavonoid yang berada di TNGP, yaitu 3.54%.
Data perbedaan kadar flavonoid daun tabat barito di TNGHS dan di TNGGP
dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 9.
Tabel 3 Kadar flavonoid daun tabat barito berdasarkan habitat tumbuh
Flavonoid (%)
Rata-rata (%)
Lokasi habitat tumbuh tabat barito sampel
TNGHS
TNGP
2.37
3.43
2.61
3.84
2.25
3.34
2.41
3.54
11
Kadar flavonoid (%)
5
4
3
TNGHS
2
TNGP
1
0
Ulangan I
Ulangan II
Ulangan III
Gambar 9 Grafik perbedaan kadar flavonoid tabat barito berdasarkan
habitatnya
Flavonoid merupakan salah satu dari banyak jenis metabolit sekunder.
Metabolit sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan atau disintesis pada sel
dan grup taksonomi tertentu pada tingkat pertumbuhan atau stress tertentu.
Senyawa ini diproduksi hanya dalam jumlah sedikit tidak terus menerus untuk
mempertahankan diri dari habitatnya dan tidak berperan penting dalam proses
metabolism utama (primer). Pada tanaman, senyawa metabolit sekunder memiliki
beberapa fungsi, diantaranya sebagai atraktan (menarik serangga penyerbuk),
melindungi dari stress lingkungan, pelindung dari serangan hama/penyakit
(phytoaleksin), pelindung terhadap sinar UV, sebagai zat pengatur tumbuh dan
untuk bersaing dengan tanaman lain (alelopati). Adapun faktor yang memengaruhi
produksi metabolit sekunder, yaitu :
1. Formulasi/komposisi media kultur
2. Faktor fisik (suhu, cahaya, kelembaban dll)
3. Faktor genetik (genotipa sel)
4. Faktor stress lingkungan (logam berat, elicitor, sinar UV)
Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada
seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus hingga angiospermae. Pada tumbuhan
tingkat tinggi, flavonoid terdapat pada bagian vegetatif maupun dalam bunga.
Flavonoid yang berfungsi sebagai pigmen bunga, flavonoid berperan dalam
menarik burung dan serangga penyerbuk bunga, sedangkan flavonoid yang tanpa
warna, yaitu flavonoid yang dapat menyerap sinar UV diindikasikan berfungsi
sebagai pengarah serangga untuk menuju area penyerbukan pada tumbuhan.
Fungsi lain yang memungkin dari flavonoid pada tumbuhan adalah pengatur
tumbuh, pengatur fotosintesis, antimikroba dan antivirus. Selain itu, beberapa
jenis flavonoid merupakan komponen abnormal yang hanya dibentuk sebagai
tanggapan terhadap infeksi atau luka dan kemudian menghambat jamur yang akan
menyerangnya (Robinson 1995). Menurut Markhan (1988) diacu dalam Siswoyo
(1999), flavonoid merupakan senyawa polar dan pada umumnya larut dalam
senyawa polar seperti
etanol, butanol, aseton,
dimetilsulfoksida,
12
dimetilformamida, air dan sebagainya, dikarenakan mempunyai beberapa gugus
hidroksil berupa gula.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siswoyo (1999),
diketahui bahwa tabat barito dengan variabel bebas yang berupa kalsium, pada
pemberian kalsium yang tertinggi daun tabat barito memiliki kandungan flavonoid
yang juga lebih tinggi. Hal ini dikarenakan fungsinya sebagai pengaktif enzim,
terutama yang berhubungan dengan protein sehingga akan lebih mendukung
proses terbentuknya metabolit sekunder yang merupakan reaksi spesifik,
menggunakan katalisator enzimatik dengan bahan dasar yang berasal dari
metabolisme primer untuk menghasilkan senyawa-senyawa kompleks, salah
satunya flavonoid, sehingga dapat dikatakan juga jika kalsium merupakan salah
satu faktor kunci selain N, P dan K yang menyebabkan kandungan flavonoid
tinggi pada daun tabat barito.
Perbedaan pH tanah dari kedua lokasi penelitian juga turut mempengaruhi
perbedaan kadar flavonoid yang terjadi pada ekstrak daun tabat barito. Hal ini
dikarenakan tanah dan perairan yang memiliki pH berkadar rendah pada
umumnya sering ditemui dalam kondisi kekurangan hara yang diikuti dengan
tingkat produktivitas yang rendah pula.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil uji kuantitatif kadar flavonoid diperoleh data bahwa
kandungan flavonoid daun tabat barito di sekitar pusat informasi (TNGGP) lebih
tinggi, yaitu sebesar 3.54% dibandingkan dengan yang tumbuh di Kawah
Ratu(TNGHS) yang hanya sebesar 2.41%. Hal ini diduga karena adanya
perbedaan kadar kimia tanah dari kedua lokasi tersebut. Kadar kimia tanah utama
yang mempengaruhi kadar flavonoid tabat barito, yaitu N, P, K, dan Ca.
Perbedaan ini mungkin saja dapat dijadikan penyebab perbedaan dikarenakan
fungsi dari unsur kimia tersebut meskipun tabat barito yang berada di TNGGP
berupa epifit. Hal ini dikarenakan sifat epifit yang tidak bergantung hidup pada
makanan yang berasal dari tanaman induknya.
Saran
Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah perlu dilakukannya penelitian
mengenai :
1 Pengaruh suhu, kelembaban dan kondisi fisik serta biologi tanah di TNGHS
dan TNGGP terhadap kandungan flavonoid daun tabat barito
2 Pengaruh struktur tubuh lainnya dari tabat barito (semak, epifit dan liana) pada
berbagai tipe ekosistem di TNGHS dan TNGPterhadap kandungan flavonoid
daun tabat barito
13
DAFTAR PUSTAKA
Arifin YF, Pujawati ED, Aqla M. 2011. Budidaya Tabat Barito (Ficus deltoidea
Jack.) secara Stump dengan Variasi Perlakuan Media Tanam dan Pupuk
Organik NASA. Jurnal Hutan Tropis. 12 : 125-131. [internet]. [diunduh 2014
Mei
14].
Tersedia
dari
:
http
://www.ejournal.unlam.ac.id/index.php/jht/…/346
Darusman LK, Iswantini D, Djauhari E, Heryanto R. 2003. Ekstrak Tabat Barito
Berkhasiat Anti Tumor : Kegunaan sebagai Jamu, Ekstrak Terstandar dan
Bahan Fitofarmaka. [internet]. [diunduh 2012 November 10]. Tersedia dari :
http://www.repository.ipb.ac.id/handle/123456789/4004
Kristina, Natalini N, Syahid S. 2012. Induksi Perakaran dan Aklimatisasi
Tanaman Tabat Barito setelah Konservasi In Vitro Jangka Panjang. [internet].
[diunduh
2012
November
10].
Tersedia
dari
:
http:
//www.balittro.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/tabatbarito.pdf
Mariska I. 2013. Metabolit Sekunder : Jalur Pembentukan dan Kegunaannya.
[internet].
[diunduh
2014
Mei
14].
Tersedia
dari
:
http://biogen.litbang.deptan.go.id/index.php/2013/08/metabolit-sekunderjalur-pembentukan-dan-kegunaannya
Odum E. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga, Yogyakarta (ID) : Gajah Mada
University Press.
Oktiyani Y. 2011. Pengaruh Paclobutrazol dan Arang Aktif pada Media Tanam
dalam Menghambat Pertumbuhan Tabat Barito (Ficus deltoidea) secara
Kultur In Vitro. [internet]. [diunduh 2012 November 12]. Tersedia dari : http
://www.repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/…/E03yok.pdf?...2
Redha A. 2010. Flavonoid : Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya dalam
Sistem Biologis. Jurnal Belian. 9 : 196-202. [internet]. [diunduh 2014 Mei
14]. Tersedia dari : http ://www.repository.polnep.ac.id/xmlui/handle/…/1
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi 6, Bandung (ID)
: ITB Press.
Siswoyo. 1999. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Tempuyung (Sonchus
arvensisL.) ke dalam Beberapa Media Tumbuh terhadap Pertumbuhan dan
Kandungan Bahan Bioaktif Daun Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack.)
[Thesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Suryati. 2011. Eludasi Struktur Steroid dari Daun Tabat Barito (Ficus deltoideus
Jack.). Jurnal Poli Rekayasa. 6. [internet]. [diunduh 2014 Mei 14]. Tersedia
dari : http ://www.ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JPR/…/297
14
Lampiran 1 Prosedur Ekstraksi Flavonoid dengan Metode Sokshletasi
A. Alat
1. Timbangan analitik
2. Soxhlet
B. Bahan
1. Etil asetat
2. Daun tabat barito yang telah dihomogenkan
C. Cara kerja
1. Labu Erlenmeyer yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet
yang akan digunakan, keringkan dalam oven, dinginkan dalam desikator
dan timbang
2. 5 gram sampel dalam bentuk serbuk ditimbang dan dibungkus dengan
kertas saring
3. Kertas saring yang berisi sampel tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi
soxhlet, kemudian pasang alat kondensor di atasnya dan labu Erlenmeyer
di bawahnya
4. Pelarut etil asetat dituangkan ke dalam labu erlenmeyer secukupnya (kirakira 300 mL) sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan
5. Refluks selama 5-6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu
Erlenmeyer berwarna jernih
6. Kadar kimia flavonoid diuji melalui ekstrak flavonoid yang diperoleh
15
Lampiran 2 Perhitungan Kadar Flavonoid di Kawah Ratu, TNGHS
[flavonoid]
=
=
%b/b
=
47.4930 ppm
=
=
=
[flavonoid]
=
=
%b/b
x 100%
x 100%
2.37 %
=
52.2817 ppm
x 100%
=
=
=
[flavonoid]
=
=
%b/b
x 100%
2.61 %
=
44.9577 ppm
x 100%
=
=
=
x 100%
2.25 %
16
Lampiran 3 Perhitungan Kadar Flavonoid di Kawah Ratu, TNGGP
[flavonoid]
=
=
%b/b
=
68.7606 ppm
x 100%
=
=
=
[flavonoid]
=
=
%b/b
x 100%
3.43 %
=
76.7887 ppm
x 100%
=
=
=
[flavonoid]
=
=
%b/b
x 100%
3.84 %
=
66.7887 ppm
x 100%
=
=
=
x 100%
3.34 %
17
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah putri pertama dari Bapak Ujang Samsudin dan Ibu
Supiyati, dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 2 April 1991. Penulis menyelesaikan
pendidikan TK Al Mujahidin pada tahun 1997, SD Negeri 01 Lubang Buaya pada
tahun 2003, SMP Negeri 81 Jakarta pada tahun 2006 dan SMA Negeri 48 Jakarta
pada tahun 2009. Kemudian melalui program PMDK, penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor, tepatnya di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama kuliah atau tepatnya sejak tingkat II,
penulis bekerja sebagai pengajar mata pelajaran eksak di bimbingan belajar
Primagama cabang Leuwiliang hingga tahun 2014. Selain itu, penulis merupakan
Senior Resident Asrama TPB IPB pada tahun 2010-2012.
KANDUNGAN FLAVONOID DAUN TABAT
BARITO (Ficus deltoidea Jack.)
DEVI ARISTYANTI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kadar Kimia
Tanah terhadap Kandungan Flavonoid Daun Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack.)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Devi Aristyanti
NIM E34090056
ABSTRAK
DEVI ARISTYANTI. Pengaruh Kadar Kimia Tanah terhadap Kandungan
Flavonoid Daun Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack.). Dibimbing oleh SISWOYO
dan IRMANIDA BATUBARA.
Tabat barito (F.deltoidea) merupakan tumbuhan obat yang biasa digunakan
sebagai aprodisiak wanita dan diketahui pula bahwa tabat barito berpotensi
sebagai antitumor dikarenakan kandungan flavonoid yang dimilikinya. Tujuan
dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kadar flavonoid daun tabat barito
(F.deltoidea) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Penelitian terhadap kandungan
flavonoid daun tabat barito yang dilakukan di 2 lokasi berbeda, yaitu Kawah Ratu
(TNGHS) dan sekitar information center (TNGP) menunjukkan hasil yang
berbeda. Kawah ratu yang merupakan daerah berkawah memiliki kadar flavonoid
yang lebih rendah, yaitu 2.41% dibandingkan dengan kadar flavonoid yang berada
di TNGP, yaitu 3.54%. Perbedaan ini diduga karena perbedaan kadar kimia tanah
dari kedua lokasi tersebut.
Kata kunci: epifit, flavonoid, kimia tanah, tabat barito
ABSTRACT
DEVI ARISTYANTI. Chemical Soil Properties Effect to Flavonoids Content in
Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack.) Leaves. Supervised by SISWOYO and
IRMANIDA BATUBARA.
Tabat barito (F.deltoidea) is a herbal medicinal plant which usually used as
woman aphrodisiac and have known as antitumor because it contain flavonoids.
The objective of this research is to find the differences of flavonoids in tabat
barito’s leaves at Gede Pangrango National Park (TNGGP) and Halimun Salak
National Park (TNGHS). The result showed that flavonoids content of tabat
barito’s leaves at TNGGP and TNGHS are different. Kawah Ratu (TNGHS)
where crater area have lower flavonoids, 2.41% than TNGGP, 3.54%. This
difference suspected because the differentof soil chemical contents from both of
locations.
Keywords : ephifit, flavonoids, soil chemical elements, tabat barito (Ficus
deltoidea Jack.)
PENGARUH KADAR KIMIA TANAH TERHADAP
KANDUNGANFLAVONOID DAUN TABAT
BARITO (Ficus deltoidea Jack.)
DEVI ARISTYANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pengaruh Kadar Kimia Tanah terhadap Kandungan Flavonoid
Daun Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack.)
Nama
: Devi Aristyanti
NIM
: E34090056
Disetujui oleh
Ir Siswoyo, MSi
Pembimbing I
Dr Irmanida Batubara, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil penelitian yang berjudul
Pengaruh Kadar Kimia Tanah terhadap Kandungan Flavonoid Daun Tabat Barito
(F.deltoidea) di bawah bimbingan Ir Siswoyo, MSi dan Dr Irmanida Batubara,
MSi dengan baik dan lancar.
Pembuatan hasil penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
dasar mengenai pengaruh kadar kimia tanah terhadap kandungan flavonoid daun
tabat barito. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
untuk mengembangkan teknik budidaya tabat barito yang efisien terkait dengan
produktivitas dan kandungan flavonoid daun tabat barito yang dihasilkannya.
Penulis menyadari penulisan hasil penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan,sehingga saran dan kritik membangun sangat diharapkan demi
perkembangan penelitian selanjutnya.
Bogor, September 2014
Devi Aristyanti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Lokasi
2
Alat dan Bahan
2
Objek Penelitian
2
Prosedur Kerja
2
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Struktur Tubuh Tabat Barito
4
Kadar Kimia Tanah Tempat Tumbuh Tabat Barito
6
Kandungan Flavonoid Daun Tabat Barito
9
SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
14
DAFTAR TABEL
1 Kadar kimia tanah habitat tabat barito sampel
2 Unsur hara esensial dan sumbernya
3 Kadar flavonoid daun tabat barito
berdasarkan habitat tumbuh
7
8
10
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Seperangkat alat sokshlet
Pengeringan daun tabat barito dalam oven
Proses uji kuantitatif kadar flavonoid daun tabat barito
Struktur tubuh tabat barito di Kawah Ratu (TNGHS)
(a) semak (b) daun
Struktur tubuh tabat barito di sekitar pusat informasi (TNGGP)
(a) epifit (b) daun
Pengambilan tabat barito di TNGGP
Tanah di Kawah Ratu, TNGHS
Tanah di sekitar pusat informasi, TNGHS
Grafik perbedaan kadar flavonoid tabat barito berdasarkan
habitatnya
3
4
4
5
5
6
9
9
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur ekstraksi flavonoid dengan metode soxhletasi
2 Perhitungan kadar flavonoid di Kawah Ratu, TNGHS
3 Perhitungan kadar flavonoid di sekitar pusat informasi, TNGP
14
15
16
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tabat barito (Ficus deltoidea Jack.) merupakan tumbuhan obat tradisional
warisan leluhur Indonsia, tepatnya Kalimantan, dan biasa digunakan sebagai
aprodisiak wanita. Secara umum, tumbuhan ini tersebar di beberapa wilayah
Indonesia seperti Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan, dan Sulawesi. Tumbuhan ini
tergolong tumbuhan ekoton (tumbuhan yang dapat hidup secara optimal di daerah
peralihan dua ekosistem) dan tersebar di kisaran ketinggian tempat 450-2400
meter di atas permukaan laut (Sastrapadja dan Afrisiani 1984 diacu dalam
Siswoyo 1999). Tabat barito secara umum hidup sebagai tumbuhan epifit di dalam
hutan dan mulai diteliti manfaatnya secara mendalam akhir-akhir ini. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, hasil uji kuantitatif dengan metode isolasi
spesifik menunjukkan bahwa tabat barito mengandung zat ekstraktif utama berupa
triterpenoid dan flavonoid (Darusman et al. 2003).Dari kedua zat ekstraktif
tersebut, flavonoid merupakan bahan bioaktif yang dapat berfungsi sebagai
antioksidan,sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker di dalam tubuh
manusia. Adapun manfaat flavonoid antara lain melindungi struktur sel,
meningkatkan aktivitas vitamin C, anti-inflamasi, mencegah keropos tulang dan
sebagai antibiotik.
Secara umum, zat ekstraktif yang dihasilkan oleh suatu jenis tumbuhan
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor
instrinsik adalah faktor yang berasal dari proses fisiologis yang berlangsung di
dalam tubuh tumbuhan seperti sifat genetik, variasi harian, ontogenik dari variasi
musiman yang mempengaruhi pembungaan dan pembuahan pada tumbuhan.
Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan seperti
tanah dan iklim (Fluck 1963 diacu dalam Siswoyo 1999).
Berbagai jenis teknik budidaya terhadap tabat barito telah banyak dilakukan,
mulai teknik budidaya konvensional seperti penggunaan biji dan stek, hingga
teknik budidaya modern seperti kultur jaringan. Namun, dari keseluruhan teknik
budidaya tersebut belum banyak yang berorientasi terhadap zat ekstraktif yang
terkandung di dalam tabat barito dan baru berorientasi terhadap keberhasilan
tumbuh. Padahal, suatu jenis tumbuhan akan berkhasiat obat dikarenakan
kandungan zat ekstraktifnya. Selain itu, belum adanya data lapang yang
menginformasikan kondisi habitat teroptimal yang berkorelasi terhadap
pertumbuhan dan kandungan zat ekstraktif dari tabat barito turut berperan serta
dalam menghambat pengembangan teknik budidaya tabat barito yang bertujuan
konservasi. Berdasarkan informasi di atas maka perlu dilakukan suatu studi
mengenai kadar kimia tanah yang mempengaruhi pertumbuhan dan kandungan
flavonoid daun tabat barito.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kadar flavonoid
daun tabat barito (F.deltoidea) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(TNGGP) dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
2
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi
dasar mengenai kandungan flavonoid daun tabat barito (F.deltoidea) yang
berkaitan dengan kadar kimia tanah media tumbuhnya dan dapat digunakan
sebagai acuan dalam budidaya tabat barito dengan produktivitas dan kandungan
flavonoid yang optimal.
METODE
Waktu dan Lokasi
Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai Agustus 2013.
Adapun lokasi pengambilan sampel adalah Kawah Ratu di TNGHS dan areal di
sekitar pusat informasi TNGGP, sedangkan lokasi pengolahan sampel data adalah
Laboratorium Kimia Analisis FMIPA IPB dan Laboratorium Kesuburan Tanah,
Manajemen Sumberdaya Lahan IPB.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah daun tabat barito dan
tanah tempat tumbuh sampel tabat barito yang berasal dari Kawah Ratu (TNGHS)
dan pusat informasi (TNGGP), serta bahan-bahan yang digunakan untuk
menganalisis kandungan kimia tanah tempat tumbuh tabat barito yang dijadikan
sampel dan kandungan zat ekstraktif flavonoid daun tabat barito.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekop tanah, plastik
sampel, gunting tanaman, autoklaf, timbangan analitis, kamera, alat pengekstrak
(seperangkat alat sokshlet), alat analisis kadar flavonoid dan alat analisis
kandungan kimia tanah sampel.
Objek Penelitian
Jenis data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer meliputi kondisi fisik tumbuhan tabat barito yang dijadikan
sampel, kondisi kimia tanah habitat tabat barito yang dijadikan sampel dan kadar
flavonoid daun tabat barito, sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data
mengenai deskripsi umum tabat barito beserta pemanfaatannya.
Prosedur Kerja
Analisis Kandungan Kimia Tanah
Penelitian ini menganalisis pH dan kandungan kimia tanah sampel
penelitian yang terdiri atas N, P, K, Ca, Mg, dan S. Adapun langkah kerjanya
adalah sebagai berikut.
3
1
2
3
4
Menyiapkan alat dan bahan,
Membuat galian tanah di sekitar tajuk pohon sampel dengan kedalaman
sekitar 30 cm atau hingga horizon B tanah tampak. Penelitian ini
menggunakan sampel daun tabat barito yang berasal dari 1 semak (TNGHS)
dan berasal dari 1 epifit (TNGGP) sehingga sampel tanah yang diambil hanya
berasal dari 1 galian dari masing-masing lokasi penelitian tersebut. Sampel
tanah tabat barito yang berupa epifit merupakan sampel tanah yang berada di
sekitar tajuk pohon induk yang ditumpangi.
Mengambil tanah sebanyak kurang lebih 1 kg dari galian di setiap lokasi tabat
barito yang dijadikan sampel.
Menganalisis sampel di laboratorium.
Analisis dilakukan di Laboratorium Kesuburan Tanah MSL IPB.
Analisis Kandungan Bahan Bioaktif
Penelitian ini akan menganalisis kandungan bioaktif ekstrak daun tabat
barito, yaitu flavonoid. Adapun langkah kerjanya adalah :
1 Menyiapkan alat dan bahan (Gambar 1),
2 Mengambil daun tabat barito sebanyak 150 gram dari satu lokasi di setiap
lokasi penelitian,
3 Mengeringkan daun tabat barito dengan menggunakan oven pada suhu 34°C
selama 26 hari (Gambar 2),
4 Menghaluskan daun tabat barito yang telah dikeringkan hingga berukuran
homogen,
5 Melakukan uji kuantitatif kadar flavonoid pada daun tabat barito (Gambar 3).
Analisis dilakukan di Laboratorium Analisis Kimia FMIPA IPB. Adapun
metode yang digunakan untuk menganalisis kandungan flavonoid pada daun tabat
barito secara rinci disajikan pada Lampiran 1.
Gambar 1 Seperangkat alat soxhletasi
4
Gambar 2 Pengeringan daun tabat barito dalam oven
Analisis Data
Data kandungan zat ekstraktif flavonoid yang terdapat di dalam daun tabat
barito akan diolah dengan menggunakan rumus berikut.
[flavonoid]
=
ppm
%b/b
x 100%
=
Gambar 3 Proses uji kuantitatif kadar flavonoid daun tabat barito
Kemudian, data hasil perhitungan di atas akan dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Tubuh Tabat Barito
Tabat barito (F.deltoidea) adalah salah satu tumbuhan obat tradisional yang
banyak ditemukan dikawasan belukar tepi laut atau rimba di pegunungan tetapi
tidak tumbuh di kawasan hutan bakau (De Padua et al.1999 diacu dalam Suryati
5
2011). Tumbuhan ini berupa perdu dan hidup epifit pada tumbuhan lain (Brickell
dan Zuk, 1997 diacu dalam Suryati 2011).
Berdasarkan pengamatan visual yang dilakukan, tabat barito yang ditemui di
Kawah Ratu (TNGHS) memiliki struktur tubuh berupa semak (Gambar 4),
sedangkan tabat barito yang ditemui di sekitar pusat informasi (TNGGP) memiliki
struktur tubuh berupa epifit (Gambar 5 dan 6). Sifat morfologis dari tabat barito
yang berupa semak, yaitu batangnya mampu tumbuh dengan baik, memanjang
maupun bercabang. Selain itu, batang tabat barito sangat banyak mendukung daun
dan berukuran kecil sehingga tumbuhnya rebah, begitu batang bertemu dengan
media yang mengandung tanah atau humus segera berakar sehingga selalu
merumpun. Tabat barito yang tumbuh sebagai epifit adalah tumbuhan yang
menumpang pada tumbuhan lain. Namun, tabat barito yang berupa epifit epifit
tidak bergantung hidupnya pada bahan makanan yang berasal dari tumbuhan
lainnya yang ditempeli, karena dia mendapat unsur hara dari mineral-mineral yang
terbawa oleh udara, air hujan, atau aliran batang dan cabang tumbuhan lain
(Indriyanto, 2005 diacu dalam Arifin et al 2011).
(a)
(b)
Gambar 4 Struktur tubuh tabat barito di Kawah Ratu (TNGHS)
(a) semak (b) daun
(a)
(b)
Gambar 5 Struktur tubuh tabat barito di seitar pusat informasi (TNGGP)
(a) epifit (b) daun
6
Gambar 6 Pengambilan tabat barito di TNGGP
Perbedaan struktur tubuh tabat barito yang diperoleh di TNGGP dan
TNGHS dapat disebabkan oleh perbedaan susunan genetis yang berupa :
1 Tingkat keragaman geografis
2 Tingkat keragaman lokal
3 Tingkat keragaman antar pohon seperti bentuk batang, kecepatan tumbuh dan
daya tahan terhadap hama dan penyakit
Kadar Kimia Tanah Tempat Tumbuh Tabat Barito
Tabat barito secara alami ditemukan tumbuh di atas bebatuan dengan sedikit
tanah dan humus hasil guguran daun, atau sebagai epifit pada tumbuhan lain untuk
memperoleh intensitas cahaya yang cukup. F.deltoidea merupakan jenis
tumbuhan epifit atau semak yang hidupnya dapat pada kawasan hutan atau area
yang terbuka (Pige et al. 2002, Sodhi et al. 2008 dalam Arifin et al. 2011).
Berdasarkan analisis uji kuantitatif kandungan kimia tanah di habitat lokasi
tabat barito sampel tumbuh, kandungan kimia tanah makro yang berada di sekitar
pusat informasi (TNGGP) dan di kawah Ratu (TNGHS) berbeda. Secara
keseluruhan, kadar kimia tanah yang berada di sekitar pusat informasi (TNGGP)
lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan kimia tanah makro yang berada
di Kawah Ratu (TNGHS). Data mengenai kadar kimia tanah yang berada di
sekitar pusat informasi (TNGGP) dan Kawah Ratu (TNGHS) dapat dilihat pada
Tabel 1.
7
Tabel 1 Kadar kimia tanah habitat tabat barito sampel
Lokasi
TNGHS
TNGP
Kadar Kimia Tanah
pH 1:1
Kjehdhal
Bray I
HCl 25%
HCl 25%
N NH4OAC pH 7.0
H2O
N-Total
P
P
K
Ca
Mg
Ca
Mg
K
S tersedia
S-Total
(%)
(ppm)
(ppm)
(me/100g)
(me/100g)
4.20
0.08
8.80
81.10
61.43
0.79
1.18
0.26
0.23
0.10
7.65
78.54
6.00
0.60
21.50
197.10
240.35
16.99
6.45
25.23
0.31
0.56
10.20
94.25
Tabat barito merupakan salah satu spesies dari famili Moraceae. Tumbuhan
ini tergolong semak dan berakar tunggang. Batang tabat barito tegak, berkayu,
bercabang banyak, bergetah, dan berwarna coklat. Daun tabat barito tunggal,
tersusun zig zag, bertangkai panjang dengan ukuran 0,1-9 cm, tebal 1-5 mm,
berbentuk bulat telur hingga lanset dengan permukaan daun licin mengkilap dan
berwarna hijau kekuningan. Bunga tabat barito tunggal atau berpasangan dan
berwarna kuning kejinggaan hingga coklat kemerahan. Buah tabat barito bulat
hingga lonjong dengan biji berwarna coklat dan buahnya dapat dimakan setelah
masak.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tabat barito yang berada di Kawah
Ratu (TNGHS) memiliki warna daun yang lebih kuning dibandingkan dengan
tabat barito yang berada di TNGGP yang berwarna hijau lebih gelap. Selain itu,
tabat barito yang berada di TNGHS memiliki ketebalan daun yang lebih kecil
dibandingkan dengan tabat barito yang berada di TNGHS. Adapun salah satu
penyebab yang memungkinkan terjadinya perbedaan ini adalah kadar kimia tanah
yang terdapat pada kedua lokasi sampel diambil.
Unsur kimia tanah yang dibutuhkan dalam kadar banyak dikenal dengan
nama unsur hara makro sedangkan unsur hara yang hanya dibutuhkan dalam
jumlah sedikit jika dibandingkan dengan unsur hara makro dikenal dengan nama
unsur hara mikro. Adapun unsur kimia tanah makro yang paling banyak
menimbulkan gejala defisiensi adalah nitrogen, fosforus, dan kalium.Berikut ini
adalah yang termasuk ke dalam unsur hara makro dan mikro (Tabel 2).
8
Tabel 2 Unsur hara esensial dan sumbernya
diperlukan banyak
dari udara
dari tanah
C
N
H
P
O
K
Ca
Mg
S
diperlukan sedikit
dari tanah
Fe
Mn
B
Mo
Cu
Zn
Cl
Kandungan nitrogen yang berada di TNGHS lebih rendah jika dibandingkan
dengan kandungan nitrogen yang berada di TNGGP. Nitrogen berfungsi
membentuk zat hijau daun yang berguna dalam proses fotosintesis, pembentuk
lemak dan senyawa organik lainnya (Lingga 1991 diacu dalam Siswoyo 1999).
Oleh karena itu, kekurangan nitrogen dapat mengganggu proses pertumbuhan
tanaman dan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, menguning dan menurun
berat keringnya (Gardner et al. 1991 diacu dalam Siswoyo 1999).
Kadar fosforus yang berada di TNGHS juga lebih rendah jika dibandingkan
dengan kandungan fosforus yang berada di TNGGP. Kekurangan fosforus dapat
menyebabkan penimbunan gula dalam bentuk pigmentasi antosianin pada bagian
dasar batang dan daun (Gardner et al. 1991 diacu dalam Siswoyo 1999). Selain
itu, kandungan kalium yang berada di TNGHS juga lebih rendah dibandingkan
dengan kandungan kalium yang ada di TNGGP. Padahal, kalium merupakan
unsur kimia yang berperan dalam proses metabolisme dan berpengaruh khusus
dalam adsorbsi hara, pengaturan respirasi, transpirasi, kerja enzim dan dalam
translokasi karbohidrat (Hakim et al. 1986 diacu dalam Siswoyo 1999).
Dugaan kadar kimia tanah makro sebagai salah satu penyebab gejala
defisensi yang berupa warna daun yang lebih kuning dan ketebalan daun yang
lebih tipis pada tabat barito yang berada di Kawah Ratu (TNGHS) didukung oleh
suatu penelitian sebelumnya mengenai teknik budidaya tabat barito secara in vitro
di dalam rumah kaca yang menggunakan bibit tabat barito hasil cabutan dari alam
(stump). Stump tersebut kemudian ditumbuhkan pada dua media utama yang
berbeda, yaitu media topsoil dan media pasir. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tabat barito yang tumbuh dengan menggunakan media topsoil memiliki
pertambahan tinggi dan jumlah daun yang lebih besar dibandingkan dengan stump
tabat barito yang ditumbuhkan pada media pasir. Hal ini dikarenakan media
topsoil lebih mendukung pertumbuhan tabat barito karena lebih banyak
menyediakan unsur hara dan kelembaban dibandingkan media pasir meskipun di
dalam penelitian ini kedua media utama tersebut sama-sama diberi penambahan
pupuk organik cair NASA.
Menurut hukum minimum Liebig, untuk dapat bertahan hidup di dalam
keadaan tertentu, suatu organisme harus memiliki bahan-bahan yang penting yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan berkembangbiak. Keperluan-keperluan ini
bervariasi antara jenis dan keadaan. Selain itu, menurut hukum toleransi Shelford,
dikatakan bahwa kehadiran dan keberhasilan suatu organisme tergantung pada
9
lengkapnya kompleks-kompleks keadaan. Ketiadaan atau kegagalan suatu
organisme dapat dikendalikan oleh kekurangan atau kelebihan secara kualitatif
atau kuantitatif dari salah satu dari beberapa faktor yang mungkin mendekati
batas-batas toleransi organisme tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman tersebut kemudian dikenal dengan istilah faktor
lingkungan. Adapun faktor lingkungan tersebut adalah cahaya, tunjangan
mekanik, suhu, udara, air dan unsur hara. Beberapa faktor lingkungan di atas,
menunjukkan bahwa unsur hara merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan normal suatu tanaman. Berikut ini merupakan gambar tanah sampel
yang berasal dari TNGHS dan TNGGP (Gambar 7 dan 8)
Gambar 7 Tanah di TNGHS
Gambar 8 Tanah di TNGGP
Hasil uji kimia tanah berikutnya menunjukkan jika pH tanah di habitat
lokasi tumbuh tabat barito sampel memiliki perbedaan, yaitu 4.20 untuk di
TNGHS dan 6.00 untuk di TNGGP. Secara umum, pH berperan penting dalam
mengatur respirasi dan sistem-sistem enzim di dalam tubuh dan perbedaan kadar
yang sangat sedikit atas kebutuhan suatu komponen terhadap enzim dapat
membuat situasi yang cukup buruk. Perubahan pH berbanding dengan perubahan
CO2 dan hal inilah yang membuat pH menjadi indikator yang berguna bagi laju
metabolisme komunitas total (fotosintesis dan respirasi).
Kandungan Flavonoid Daun Tabat Barito
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Darusman et al. (2012)
diketahui bahwa ekstrak daun tabat barito mempunyai khasiat menghambat
pertumbuhan sel tumor dan mempunyai kemampuan inhibisi terhadap enzim
tirosin kinase yang lebih besar dari inhibitor enzim tersebut, yaitu genistein. Hasil
uji kuantitatif menunjukkan bahwa ekstrak daun tabat barito mengandung
senyawa triterpenoid (38.24%), flavonoid (16.00%), steroid (2.33%) dan alkaloid
(1,12%). Rendemen ekstrak bervariasi tergantung teknik ekstraksi masing-masing.
Untuk soxhletasi, refluks dan maserasi adalah 1.25%, 4.06% dan 0.73%.
10
Senyawa-senyawa yang berkhasiat tersebut bersifat tahan panas, terutama
golongan triterpenoid dan flavonoid.
Secara tradisional, tabat barito digunakan antara lain untuk pencegahan dan
penyembuhan terhadap penyakit paru-paru basah, diabetes, darah tinggi, diare,
melancarkan peredaran darah dan mencegah infeksi kulit. Selain itu juga
digunakan untuk pelancar haid, pengobat keputihan, serta merapatkan Rahim
setelah bersalin (Sulaiman et al. 2008 diacu dalam Suryati 2011). Getahnya dapat
digunakan untuk membasmi kutil dan membunuh ikan (Burkill 1966 diacu dalam
Suryati 2011).
Secara umum, tabat barito merupakan tumbuhan yang dapat dimanfaatkan
sebagai afrodiasak wanita. Selain itu, tabat barito juga bermanfaat sebagai
penghambat sel tumor (Mat akhir et al 2001 diacu dalam Kristina dan Syahid
2012) dan anti diabetes (Draman et al. 2012 diacu dalam Kristina dan Syahid
2012).Tabat barito dapat bermanfaat sebagai antitumor dikarenakan kandungan
flavonoid yang dimilikinya dan merupakan bahan bioaktif yang dapat berfungsi
sebagai antioksidan. Manfaat flavonoid antara lain melindungi struktur sel,
meningkatkan aktivitas vitamin C, anti-inflamasi, mencegah keropos tulang dan
sebagai antibiotik. Adapun bagian yang bermanfaat sebagai obat tradisional
menurut Rifai (1997) diacu dalam Siswoyo (1999) adalah daunnya. Flavonoid
berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom hidrogennya atau
melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida
(mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut
aglikon (Cuppet et al.,1954).
Penelitian terhadap kandungan zat ekstraktif flavonoid daun tabat barito
yang dilakukan di 2 lokasi berbeda, yaitu Kawah Ratu (TNGHS) dan sekitar pusat
informasi (TNGGP) menunjukkan hasil yang berbeda. Kawah ratu yang
merupakan daerah berkawah memiliki kadar flavonoid yang lebih rendah, yaitu
2.41% dibandingkan dengan kadar flavonoid yang berada di TNGP, yaitu 3.54%.
Data perbedaan kadar flavonoid daun tabat barito di TNGHS dan di TNGGP
dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 9.
Tabel 3 Kadar flavonoid daun tabat barito berdasarkan habitat tumbuh
Flavonoid (%)
Rata-rata (%)
Lokasi habitat tumbuh tabat barito sampel
TNGHS
TNGP
2.37
3.43
2.61
3.84
2.25
3.34
2.41
3.54
11
Kadar flavonoid (%)
5
4
3
TNGHS
2
TNGP
1
0
Ulangan I
Ulangan II
Ulangan III
Gambar 9 Grafik perbedaan kadar flavonoid tabat barito berdasarkan
habitatnya
Flavonoid merupakan salah satu dari banyak jenis metabolit sekunder.
Metabolit sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan atau disintesis pada sel
dan grup taksonomi tertentu pada tingkat pertumbuhan atau stress tertentu.
Senyawa ini diproduksi hanya dalam jumlah sedikit tidak terus menerus untuk
mempertahankan diri dari habitatnya dan tidak berperan penting dalam proses
metabolism utama (primer). Pada tanaman, senyawa metabolit sekunder memiliki
beberapa fungsi, diantaranya sebagai atraktan (menarik serangga penyerbuk),
melindungi dari stress lingkungan, pelindung dari serangan hama/penyakit
(phytoaleksin), pelindung terhadap sinar UV, sebagai zat pengatur tumbuh dan
untuk bersaing dengan tanaman lain (alelopati). Adapun faktor yang memengaruhi
produksi metabolit sekunder, yaitu :
1. Formulasi/komposisi media kultur
2. Faktor fisik (suhu, cahaya, kelembaban dll)
3. Faktor genetik (genotipa sel)
4. Faktor stress lingkungan (logam berat, elicitor, sinar UV)
Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada
seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus hingga angiospermae. Pada tumbuhan
tingkat tinggi, flavonoid terdapat pada bagian vegetatif maupun dalam bunga.
Flavonoid yang berfungsi sebagai pigmen bunga, flavonoid berperan dalam
menarik burung dan serangga penyerbuk bunga, sedangkan flavonoid yang tanpa
warna, yaitu flavonoid yang dapat menyerap sinar UV diindikasikan berfungsi
sebagai pengarah serangga untuk menuju area penyerbukan pada tumbuhan.
Fungsi lain yang memungkin dari flavonoid pada tumbuhan adalah pengatur
tumbuh, pengatur fotosintesis, antimikroba dan antivirus. Selain itu, beberapa
jenis flavonoid merupakan komponen abnormal yang hanya dibentuk sebagai
tanggapan terhadap infeksi atau luka dan kemudian menghambat jamur yang akan
menyerangnya (Robinson 1995). Menurut Markhan (1988) diacu dalam Siswoyo
(1999), flavonoid merupakan senyawa polar dan pada umumnya larut dalam
senyawa polar seperti
etanol, butanol, aseton,
dimetilsulfoksida,
12
dimetilformamida, air dan sebagainya, dikarenakan mempunyai beberapa gugus
hidroksil berupa gula.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siswoyo (1999),
diketahui bahwa tabat barito dengan variabel bebas yang berupa kalsium, pada
pemberian kalsium yang tertinggi daun tabat barito memiliki kandungan flavonoid
yang juga lebih tinggi. Hal ini dikarenakan fungsinya sebagai pengaktif enzim,
terutama yang berhubungan dengan protein sehingga akan lebih mendukung
proses terbentuknya metabolit sekunder yang merupakan reaksi spesifik,
menggunakan katalisator enzimatik dengan bahan dasar yang berasal dari
metabolisme primer untuk menghasilkan senyawa-senyawa kompleks, salah
satunya flavonoid, sehingga dapat dikatakan juga jika kalsium merupakan salah
satu faktor kunci selain N, P dan K yang menyebabkan kandungan flavonoid
tinggi pada daun tabat barito.
Perbedaan pH tanah dari kedua lokasi penelitian juga turut mempengaruhi
perbedaan kadar flavonoid yang terjadi pada ekstrak daun tabat barito. Hal ini
dikarenakan tanah dan perairan yang memiliki pH berkadar rendah pada
umumnya sering ditemui dalam kondisi kekurangan hara yang diikuti dengan
tingkat produktivitas yang rendah pula.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil uji kuantitatif kadar flavonoid diperoleh data bahwa
kandungan flavonoid daun tabat barito di sekitar pusat informasi (TNGGP) lebih
tinggi, yaitu sebesar 3.54% dibandingkan dengan yang tumbuh di Kawah
Ratu(TNGHS) yang hanya sebesar 2.41%. Hal ini diduga karena adanya
perbedaan kadar kimia tanah dari kedua lokasi tersebut. Kadar kimia tanah utama
yang mempengaruhi kadar flavonoid tabat barito, yaitu N, P, K, dan Ca.
Perbedaan ini mungkin saja dapat dijadikan penyebab perbedaan dikarenakan
fungsi dari unsur kimia tersebut meskipun tabat barito yang berada di TNGGP
berupa epifit. Hal ini dikarenakan sifat epifit yang tidak bergantung hidup pada
makanan yang berasal dari tanaman induknya.
Saran
Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah perlu dilakukannya penelitian
mengenai :
1 Pengaruh suhu, kelembaban dan kondisi fisik serta biologi tanah di TNGHS
dan TNGGP terhadap kandungan flavonoid daun tabat barito
2 Pengaruh struktur tubuh lainnya dari tabat barito (semak, epifit dan liana) pada
berbagai tipe ekosistem di TNGHS dan TNGPterhadap kandungan flavonoid
daun tabat barito
13
DAFTAR PUSTAKA
Arifin YF, Pujawati ED, Aqla M. 2011. Budidaya Tabat Barito (Ficus deltoidea
Jack.) secara Stump dengan Variasi Perlakuan Media Tanam dan Pupuk
Organik NASA. Jurnal Hutan Tropis. 12 : 125-131. [internet]. [diunduh 2014
Mei
14].
Tersedia
dari
:
http
://www.ejournal.unlam.ac.id/index.php/jht/…/346
Darusman LK, Iswantini D, Djauhari E, Heryanto R. 2003. Ekstrak Tabat Barito
Berkhasiat Anti Tumor : Kegunaan sebagai Jamu, Ekstrak Terstandar dan
Bahan Fitofarmaka. [internet]. [diunduh 2012 November 10]. Tersedia dari :
http://www.repository.ipb.ac.id/handle/123456789/4004
Kristina, Natalini N, Syahid S. 2012. Induksi Perakaran dan Aklimatisasi
Tanaman Tabat Barito setelah Konservasi In Vitro Jangka Panjang. [internet].
[diunduh
2012
November
10].
Tersedia
dari
:
http:
//www.balittro.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/tabatbarito.pdf
Mariska I. 2013. Metabolit Sekunder : Jalur Pembentukan dan Kegunaannya.
[internet].
[diunduh
2014
Mei
14].
Tersedia
dari
:
http://biogen.litbang.deptan.go.id/index.php/2013/08/metabolit-sekunderjalur-pembentukan-dan-kegunaannya
Odum E. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga, Yogyakarta (ID) : Gajah Mada
University Press.
Oktiyani Y. 2011. Pengaruh Paclobutrazol dan Arang Aktif pada Media Tanam
dalam Menghambat Pertumbuhan Tabat Barito (Ficus deltoidea) secara
Kultur In Vitro. [internet]. [diunduh 2012 November 12]. Tersedia dari : http
://www.repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/…/E03yok.pdf?...2
Redha A. 2010. Flavonoid : Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya dalam
Sistem Biologis. Jurnal Belian. 9 : 196-202. [internet]. [diunduh 2014 Mei
14]. Tersedia dari : http ://www.repository.polnep.ac.id/xmlui/handle/…/1
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi 6, Bandung (ID)
: ITB Press.
Siswoyo. 1999. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Tempuyung (Sonchus
arvensisL.) ke dalam Beberapa Media Tumbuh terhadap Pertumbuhan dan
Kandungan Bahan Bioaktif Daun Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack.)
[Thesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Suryati. 2011. Eludasi Struktur Steroid dari Daun Tabat Barito (Ficus deltoideus
Jack.). Jurnal Poli Rekayasa. 6. [internet]. [diunduh 2014 Mei 14]. Tersedia
dari : http ://www.ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JPR/…/297
14
Lampiran 1 Prosedur Ekstraksi Flavonoid dengan Metode Sokshletasi
A. Alat
1. Timbangan analitik
2. Soxhlet
B. Bahan
1. Etil asetat
2. Daun tabat barito yang telah dihomogenkan
C. Cara kerja
1. Labu Erlenmeyer yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet
yang akan digunakan, keringkan dalam oven, dinginkan dalam desikator
dan timbang
2. 5 gram sampel dalam bentuk serbuk ditimbang dan dibungkus dengan
kertas saring
3. Kertas saring yang berisi sampel tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi
soxhlet, kemudian pasang alat kondensor di atasnya dan labu Erlenmeyer
di bawahnya
4. Pelarut etil asetat dituangkan ke dalam labu erlenmeyer secukupnya (kirakira 300 mL) sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan
5. Refluks selama 5-6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu
Erlenmeyer berwarna jernih
6. Kadar kimia flavonoid diuji melalui ekstrak flavonoid yang diperoleh
15
Lampiran 2 Perhitungan Kadar Flavonoid di Kawah Ratu, TNGHS
[flavonoid]
=
=
%b/b
=
47.4930 ppm
=
=
=
[flavonoid]
=
=
%b/b
x 100%
x 100%
2.37 %
=
52.2817 ppm
x 100%
=
=
=
[flavonoid]
=
=
%b/b
x 100%
2.61 %
=
44.9577 ppm
x 100%
=
=
=
x 100%
2.25 %
16
Lampiran 3 Perhitungan Kadar Flavonoid di Kawah Ratu, TNGGP
[flavonoid]
=
=
%b/b
=
68.7606 ppm
x 100%
=
=
=
[flavonoid]
=
=
%b/b
x 100%
3.43 %
=
76.7887 ppm
x 100%
=
=
=
[flavonoid]
=
=
%b/b
x 100%
3.84 %
=
66.7887 ppm
x 100%
=
=
=
x 100%
3.34 %
17
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah putri pertama dari Bapak Ujang Samsudin dan Ibu
Supiyati, dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 2 April 1991. Penulis menyelesaikan
pendidikan TK Al Mujahidin pada tahun 1997, SD Negeri 01 Lubang Buaya pada
tahun 2003, SMP Negeri 81 Jakarta pada tahun 2006 dan SMA Negeri 48 Jakarta
pada tahun 2009. Kemudian melalui program PMDK, penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor, tepatnya di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama kuliah atau tepatnya sejak tingkat II,
penulis bekerja sebagai pengajar mata pelajaran eksak di bimbingan belajar
Primagama cabang Leuwiliang hingga tahun 2014. Selain itu, penulis merupakan
Senior Resident Asrama TPB IPB pada tahun 2010-2012.