Bakteri Enteropatogen pada Penderita Diare dan Kondisi Higiene Sanitasi Lingkungan Inang di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor

BAKTERI ENTEROPATOGEN PADA PENDERITA DIARE
DAN KONDISI HIGIENE SANITASI LINGKUNGAN INANG
DI KECAMATAN CIGUDEG KABUPATEN BOGOR

BOB EDWIN NORMANDE

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Bakteri Enteropatogen
pada Penderita Diare dan Kondisi Higiene Sanitasi Lingkungan Inang di
Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Bob Edwin Normande
NIM G34090101

ABSTRAK
BOB EDWIN NORMANDE. Bakteri Enteropatogen pada Penderita Diare dan
Kondisi Higiene Sanitasi Lingkungan Inang di Kecamatan Cigudeg Kabupaten
Bogor. Dibimbing oleh SRI BUDIARTI dan SULISTIJORINI.
Diare masih merupakan salah satu dari sepuluh besar penyakit yang terjadi
di Indonesia. Beberapa bakteri enteropatogen merupakan bakteri penyebab diare,
diantaranya adalah Salmonella sp., Shigella sp., dan Vibrio cholerae. Penyebaran
penyakit diare disebabkan oleh buruknya higiene perorangan dan sanitasi di
lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keberadaan bakteri
enteropatogen, higiene perorangan, dan sanitasi lingkungan penderita diare di
Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor Jawa Barat. Sampel feses dari 50 penderita
diare telah diidentifikasi keberadaan bakteri enteropatogennya. Pengamatan
higiene perorangan dilakukan terhadap 50 penderita diare beserta keadaan sanitasi
lingkungan pemukimannya. Hasil identifikasi terhadap feses penderita diare

menunjukkan terdapat 2 isolat Salmonella sp. dan 2 isolat Shigella sp., namun
tidak ditemukan adanya V. cholerae. Analisis higiene perorangan sebanyak 60.1%
responden tidak mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan. Data
higiene perilaku sanitasi makanan dan minuman menunjukkan bahwa sebanyak
85.1% responden mengonsumsi makanannya 1-12 jam setelah dimasak. Hasil
pengamatan sanitasi lingkungan memperlihatkan keadaan sanitasi terkait saluran
pembuangan air limbah yang tidak baik.
Kata kunci: Diare, Salmonella sp., sanitasi, Shigella sp., V. cholerae

ABSTRACT
BOB EDWIN NORMANDE. Enteropathogen Bacteria in Diarrheal Patients and
The Conditions of Environmental-Sanitation Hygiene’s Host in Cigudeg District
of Bogor Regency. Supervised by SRI BUDIARTI and SULISTIJORINI.
Diarrhea is still be one of the top ten disease that occur in Indonesia. Some
bacterial enteropathogens are diarrhea-causing bacteria, such as Salmonella sp.,
Shigella sp., and Vibrio cholerae. The spread of diarrheal diseases caused by poor
personal hygiene and environmental sanitation. This study aims to assess the
presence of bacterial enteropathogens, personal hygiene, and environmental
sanitation of diarrheal patients in Cigudeg District of Bogor Regency West Java.
Stool samples from 50 diarrheal patients have been identified the presence of its

bacterial enteropathogen. Personal hygiene observations conducted on 50
diarrheal patients and its settlements environmental-sanitation. The results of the
stool’s identification of diarrheal patients showed 2 isolates of Salmonella sp., and
2 isolates of Shigella sp., but there were no V. cholerae. Analysis of personal
hygiene showed as much as 60.1% of respondents did not wash their hands with
soap before eating. Hygiene’s data of food and beverage sanitation behavior
suggested that as many as 85.1% of respondents eat their food about 1-12 hours
after it been cooked. Observations showed the state of environmental sanitation
related sanitary sewer waste water was not good.
Key words: Diarrhea, Salmonella sp., sanitation, Shigella sp., V. cholerae

BAKTERI ENTEROPATOGEN PADA PENDERITA DIARE
DAN KONDISI HIGIENE SANITASI LINGKUNGAN INANG
DI KECAMATAN CIGUDEG KABUPATEN BOGOR

BOB EDWIN NORMANDE

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains

pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Bakteri Enteropatogen pada Penderita Diare dan Kondisi Higiene
Sanitasi Lingkungan Inang di Kecamatan Cigudeg Kabupaten
Bogor
Nama
: Bob Edwin Normande
NIM
: G34090101

Disetujui oleh

Dr dr Sri Budiarti

Pembimbing I

Dr Ir Sulistijorini, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Bakteri Enteropatogen pada Penderita Diare dan Kondisi Higiene
Sanitasi Lingkungan Inang di Kecamatan Cigudeg Kabupaten
Bogor
Nama
: Bob Edwin Normande
: G34090101
NIM


Disetujui oleh

Dr dr Sri Budiarti
Pembimbing I

TanggalLulus:

2 9 NOV 2013

dイャs セ

msゥ@

Pembimbing II

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
karunia dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
yang berjudul “Bakteri Enterik Patogen pada Penderita Diare dan Kondisi Higiene

Sanitasi Lingkungan Inang di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor”. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Oktober 2013, bertempat di
Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat dan Laboratorium
Bioteknologi Hewan dan Biomedis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr dr Sri Budiarti dan Dr Ir
Sulistijorini, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
saran, dan ilmu yang bermanfaat selama melaksanakan penelitian dan penulisan
karya ilmiah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Yuliana Maria
Diah Ratnadewi selaku penguji karya ilmiah atas saran dan motivasinya dalam
pelaksanaan pengujian karya ilmiah. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua
orang tua tercinta Ayah Edison Lubis dan Ibu Normauli yang telah memberikan
semangat, doa, dan dukungan, Adik Iqbal dan Adik Ika yang selalu menjadi
penyemangat, Uda Ardion Lubis dan keluarga atas segala dukungan yang tak
terhingga, serta seluruh keluarga besar yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Terima kasih kepada Dewi Ajeng RKN dan Bunda Herlina Arifin beserta keluarga
atas segala bantuan dan semangatnya.
Terima kasih kepada 50 Pasien yang telah bersedia terlibat dalam
penelitian ini. Terima kasih kepada keluarga besar Surveilans Epidemiologi dan
Laboratorium Biologi BBTKLPP Jakarta, dr Nelly Puspandari (Laboratorium

Bakteriologi-Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Litbang Kemenkes
RI), dan dr Syahruddin beserta keluarga besar UPT Puskesmas Cigudeg. Terima
kasih kepada Bu Dewi, Teh Ipit, Pak Jaka, Bu Heny, Mas Aldian dan seluruh
rekan-rekan di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis PPSHB IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Annisa Sarwidya Ansar Ahmad beserta
keluarga atas kebaikan dan segala dukungan. Terima kasih kepada Kak Ipit, Ari,
Kak Fidya, Kak Ica, (alm) Mas Yuli, Kak Eva, Eka Destina, Dekha, dan Wengky
yang selalu mewarnai hidup. Terima kasih krak-kruk family Mbak Puput, Mirah,
Wulan, dan Fadhil yang penuh cerita. Terima kasih kepada seluruh sahabat,
teman-teman di Institut Pertanian Bogor, Mbak Novita, dan teman-teman Biologi
angkatan 46 atas kebersamaannya. Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai
pihak yang telah memberikan dukungan, doa, semangat dan bantuan selama
penulis melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi yang berguna dan
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, November 2013
Bob Edwin Normande

DAFTAR ISI


DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
METODE


1
2
2

Waktu dan Tempat
Metode Penelitian
Pengumpulan Sampel
Pengambilan Sampel feses
Pengambilan Informasi Higiene
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Enteropatogen
Pengumpulan Data Kesehatan Lingkungan
HASIL DAN PEMBAHASAN

2
2
2
2
2
3
3

3

Data Pasien Diare
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Salmonella sp.
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Shigella sp.
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Vibrio cholerae
Informasi Higiene Perorangan Pasien Diare
Data Keadaan Kesehatan Lingkungan
SIMPULAN DAN SARAN

3
4
6
8
11
13
15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

26

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5

Hasil uji biokimia isolat-isolat yang diduga Salmonella
Hasil uji biokimia isolat-isolat yang diduga Shigella
Hasil uji biokimia isolat-isolat yang diduga V. cholerae
Data inspeksi sanitasi lingkungan Kecamatan Cigudeg
Identifikasi isolat bakteri enteropatogen dari sampel lingkungan

6
7
10
13
14

DAFTAR GAMBAR

1

2

3

4
5

6

Koloni bakteri yang diduga Salmonella pada media SSA (a), koloni
bakteri yang diduga Shigella pada media SSA (b), dan koloni bakteri
yang diduga Vibrio cholerae pada media TCBSA (c)
Hasil pewarnaan gram isolat bakteri (perbesaran 1000x) isolat yang
diduga Salmonella (a), isolat yang diduga Shigella (b), isolat yang
diduga V. cholerae (hasil pewarnaan gram negatif basil) (c), dan
isolat yang diduga V. cholerae (hasil pewarnaan gram positif kokus)
(d)
Hasil uji biokimia isolat yang diduga Salmonella kontrol (K), hasil
positif (+), hasil negatif (-), dan hasil positif disertai terbentuknya
H S (+H S)
Hasil uji biokimia isolat yang diduga Shigella kontrol (K), hasil
positif (+), dan hasil negatif (-)
Hasil uji biokimia isolat yang diduga V. cholerae kontrol (K), hasil
positif (+), hasil negatif (-), reaksi alkali asam (K/A), reaksi asam
asam (A/A), dan reaksi alkali asam disertai terbentuknya H S
(K/ A H S)
Keadaan sanitasi lingkungan: sumur pompa di Desa Cigudeg yang
berdekatan dengan SPAL dan banyak sampah di sekitarnya (a), aliran
air di Desa Sukaraksa yang digunakan penduduk untuk mencuci (b),
lahan kosong dijadikan tempat membuang sampah penduduk Desa
Wargajaya (c)

4

5

5
7

9

13

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4

Data dan manifestasi klinis pasien diare
Data jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin dan usia
Peta wilayah Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor Jawa Barat
Surat pernyataan kesediaan pasien

18
22
23
24

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kejadian penyakit diare menunjukkan peningkatan setiap tahun dari tahun
2000 sampai 2010 berdasarkan survei Subdit diare Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (Kemenkes RI 2011b). Jumlah pasien diare di UPT
Puskesmas Cigudeg Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor bertambah setiap
tahun dari tahun 2010 sampai tahun 2012 (UPT Puskesmas Cigudeg 2012).
Diare adalah defekasi berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat)
dengan kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya (lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam). Definisi lain menjelaskan kriteria frekuensi yaitu buang air besar
encer lebih dari 3 kali per hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi.
Diare infeksi disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit (Lung 2003).
Bakteri enteropatogen diantaranya Salmonella sp., Shigella sp., dan Vibrio
cholerae merupakan penyebab diare karena infeksi bakteri (Black 2004). Bakteri
Shigella menduduki urutan pertama sebagai penyebab diare bakterial di Indonesia
diikuti Salmonella dan V. cholerae pada lima tahun terakhir (Surjawidjaja et al.
2007). Penelitian yang dilakukan Wasito dan Bagus (2003) menunjukkan
Salmonella sp. (2.73%), V. cholerae (1.82%), dan Shigella sp. (0.91%) diperoleh
dari feses diare pada anak rawat inap di bawah umur 2 tahun.
Bakteri enteropatogen menimbulkan gangguan pencernaan melalui
berbagai mekanisme misalnya mengeluarkan enterotoksin, berkembang biak di
dalam lapisan mukus yang menutupi epitel usus dan mengeluarkan eksotoksin,
menginvasi dan merusak mukosa dan lamina propria usus sehingga terjadi
peradangan dan pendarahan, dan dapat masuk ke dalam aliran darah sehingga
menyebabkan infeksi sistemik (Kumar et al. 2007). Epidemiologi penyakit diare
ditentukan dengan penyebaran kuman penyebab diare, faktor inang yang rentan
terhadap diare, serta faktor lingkungan dan perilaku inang (Depkes RI 2005).
Penyakit diare dapat terjadi melalui transmisi fecal oral, sumber patogen
berasal dari feses manusia atau hewan dan sampai kepada manusia secara tidak
langsung melalui makanan atau minuman. Transmisi dapat terjadi melalui tangan,
lalat, tanah, air permukaan, air tanah, tempat sampah, saluran pembuangan air
limbah, pembuangan feses hingga makanan dan minuman yang tercemar feses
(Kemenkes RI 2011a).
Infeksi enteropatogen pada umumnya terjadi melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi (foodborne disease) (Chomvarin et al. 2006).
Paparan terhadap penyebab penyakit diare dapat terjadi melalui kebiasaan
mengonsumsi makanan dari penjaja atau higiene lingkungan yang kurang baik.
Keadaan ini dapat dilihat dari Shigella sp. menduduki urutan pertama sebagai
penyebab diare diikuti Salmonella sp. pada tempat ke dua sebagai penyebab diare
menurut penelitian Bukitwetan et al. (2001). Bakteri V. cholerae banyak ditemui
di permukaan air yang terkontaminasi feses yang mengandung bakteri tersebut,
oleh karena itu penularan penyakit kolera (diare karena toksin kolera) dapat
melalui air, makanan, dan sanitasi yang buruk (Amelia 2005).

2
Semakin meningkatnya kejadian diare di Kecamatan Cigudeg Kabupaten
Bogor, menimbulkan keingintahuan terhadap bakteri enteropatogen pada
penderita diare dan hubungannya dengan keadaan kesehatan lingkungan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri
enteropatogen (Salmonella sp., Shigella sp., dan V. cholerae) pada penderita diare,
serta mengamati keadaan kesehatan lingkungan inang di Kecamatan Cigudeg.

METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Oktober 2013. Isolasi
bakteri dilakukan di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Identifikasi isolat bakteri dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan
Biomedis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Institut
Pertanian Bogor.

Metode Penelitian
Pengumpulan Sampel
Sampel feses pasien diare digunakan untuk keperluan isolasi bakteri
enteropatogen pada penderita diare. Sampel air (air minum dan sumber air bersih)
dan sampel makanan (nasi) digunakan untuk isolasi dan identifikasi bakteri
enteropatogen di lingkungan. Sampel feses hanya diambil dari 50 pasien diare
(berbagai usia dan jenis kelamin) dari total keseluruhan pasien diare yang
mendapatkan penanganan medis di UPT Puskesmas Cigudeg Kecamatan Cigudeg
dari bulan Mei sampai Juli tahun 2013. Amies medium collection swab digunakan
untuk apusan rektal (rectal swab) dan sebagai media transport sampel feses, serta
alkali peptone water (APW) dan buffered peptone water (BPW) untuk
pengumpulan sampel air dan makanan.
Pengambilan Sampel Feses
Data manifestasi pasien diare dicatat pada lembaran data pasien diare
(Lampiran 1). Sampel feses diperoleh dengan cara apusan rektal (PLK 1991)
menggunakan media Amies medium collection swab.
Pengambilan Informasi Higiene
Informasi higiene perorangan diperoleh dari setiap pasien atau keluarga
pasien diare saat dilakukan pengambilan sampel feses di UPT Puskesmas Cigudeg
menggunakan kuisioner yang mengacu pada Balai Besar Teknik Kesehatan

3
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Kementerian Kesehatan RI
Jakarta.
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Enteropatogen
Bakteri enteropatogen yang diisolasi dan diidentifikasi adalah Salmonella
sp., Shigella sp., dan Vibrio cholerae. Sampel feses dari media Amies dikulturkan
pada media pengayaan APW dan BPW. Media pengayaan APW digunakan untuk
memperoleh isolat bakteri V. cholerae, sedangkan media pengayaan BPW
digunakan untuk memperoleh isolat bakteri Salmonella sp. (Suwito 2010) dan
Shigella sp. Bagian cottonbud media Amies yang berisi sampel feses dikulturkan
ke dalam botol bertutup ulir yang berisi BPW sebanyak 5 ml dan diinkubasi pada
suhu 37 °C selama 24 jam. Tabung media Amies diisi dengan APW sebanyak 5
ml dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Bakteri Salmonella sp. dan
Shigella sp. diisolasi menggunakan media selektif Salmonella Shigella Agar
(SSA). Koloni murni digoreskan pada media agar miring SSA untuk stok.
Identifikasi bakteri Salmonella sp. dan Shigella sp. didahului dengan pewarnaan
gram. Setelah dilakukan pewarnaan gram dilanjutkan dengan uji biokimia untuk
bakteri yang diduga Salmonella atau Shigella (Madigan et al. 2009). Bakteri
Vibrio cholerae diisolasi menggunakan media selektif thiosulfat citrate bilesalt
sucrose (TCBS) agar. Koloni murni digoreskan pada media agar miring TCBS
Agar (TCBSA) untuk stok. Identifikasi bakteri V. cholerae didahului dengan
pewarnaan gram. Setelah dilakukan pewarnaan gram dilanjutkan dengan uji
biokimia menurut Lesmana (2003) untuk bakteri yang diduga V. cholerae
(Puspandari et al. 2010).
Pengumpulan Data Kesehatan Lingkungan
Pasien diare yang diambil sampel fesesnya dikelompokkan berdasarkan
desa tempat tinggal. Data kesehatan lingkungan diambil dari tiga desa dengan
jumlah pasien diare terbanyak, yaitu Desa Cigudeg, Desa Sukaraksa, dan Desa
Wargajaya. Data kesehatan lingkungan meliputi analisis sanitasi lingkungan
pemukiman dan pengambilan sampel dari lingkungan (berupa sampel sumber air
bersih, sampel air minum, dan sampel nasi) untuk mengisolasi bakteri
enteropatogen. Pengamatan terhadap sanitasi lingkungan pemukiman merujuk
pada lembaran inspeksi sanitasi lingkungan BBTKLPP Kementerian Kesehatan RI
Jakarta. Sampel lingkungan terdiri dari sampel air (sampel air dari sumber air
bersih dan sampel air minum) dan sampel nasi (sampel makanan) yang diambil
berdasarkan prosedur Kemenkes RI (2011a).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Pasien Diare
Sebanyak 50 pasien diare di UPT Puskesmas Cigudeg yang diambil
sampel fesesnya terdiri dari 28 orang berjenis kelamin laki-laki dan 22 orang
berjenis kelamin perempuan (Lampiran 2). Berdasarkan usia, jumlah pasien
terbanyak adalah anak berusia 1 sampai di bawah 3 tahun sebanyak 27 pasien

4
(Lampiran 2). Berdasarkan desa tempat tinggal (Lampiran 3), tiga desa dengan
jumlah pasien diare terbanyak secara berurutan adalah Desa Cigudeg (52%), Desa
Sukaraksa (20%), dan Desa Wargajaya (8%). Diperolehnya data bahwa jumlah
pasien diare terbanyak berasal dari Desa Cigudeg dapat terjadi karena UPT
Puskesmas Cigudeg terletak di Desa Cigudeg, sehingga masyarakat lebih mudah
mengakses pelayanan medis di Puskesmas.

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Salmonella sp.
Sebanyak 9 isolat yang diduga Salmonella diperoleh dari 50 sampel feses
dan keadaan manifestasi klinis pasien disajikan pada Lampiran 1, serta diperoleh 1
isolat diduga Salmonella (C01) dari sembilan sampel lingkungan. Isolat yang
diduga Salmonella tumbuh pada SSA cawan kuadran dengan ciri koloni berwarna
hitam pada pusatnya dan warna kusam pada tepi (Gambar 1a), hal ini sesuai
dengan penelitian Bopp et al. (2003).

Gambar 1 Koloni bakteri yang diduga Salmonella pada media SSA (a), koloni bakteri
yang diduga Shigella pada media SSA (b), dan koloni bakteri yang diduga
Vibrio cholerae pada media TCBSA (c)

Isolat bakteri yang diduga Salmonella diidentifikasi dengan didahului
pewarnaan gram. Hasil pewarnaan gram menunjukkan 10 isolat terduga
Salmonella merupakan bakteri gram negatif dengan sel berbentuk batang (Gambar
2a). Identifikasi dilanjutkan dengan uji biokimia untuk mengidentifikasi isolat
yang diduga Salmonella dan media tanpa isolat bakteri digunakan sebagai kontrol.
Uji biokimia mengacu pada Madigan et al. (2009). Bakteri Salmonella
memperlihatkan hasil positif pada uji methyl red (MR) dan sitrat; hasil negatif
pada uji Voges-Proskauer (VP), indol, dan potassium cyanide (KCN); hasil positif
pada uji triple sugar iron agar (TSIA) dan menghasilkan H S; dan hasil negatif
pada uji urea tetapi terdapat pengecualian untuk beberapa jenis bakteri Salmonella,
karena dijumpai spesies yang dapat memecah urea menurut penelitian yang
dilakukan Farmer et al. (1975) dan Lewis dan Rosen (1973). Hasil uji biokimia
diperlihatkan pada Gambar 3.

5

Gambar 2 Hasil pewarnaan gram isolat bakteri (perbesaran 1000x) isolat yang diduga
Salmonella (a), isolat yang diduga Shigella (b), isolat yang diduga V.
cholerae (hasil pewarnaan gram negatif basil) (c), dan isolat yang diduga V.
cholerae (hasil pewarnaan gram positif kokus) (d)

Gambar 3 Hasil uji biokimia isolat yang diduga Salmonella kontrol (K), hasil positif (+),
hasil negatif (-), dan hasil positif disertai terbentuknya H S (+H S )

Hasil uji biokimia (Tabel 1) menunjukkan 2 isolat yaitu nomor A30 dan
A31 memenuhi syarat uji biokimia untuk bakteri genus Salmonella. Delapan isolat
yang tidak menunjukkan syarat uji biokimia Salmonella diperkirakan Citrobacter
spp.. Miller dan Mallinson (2010) menyatakan Citrobacter spp. ditemukan di
dalam media SSA dengan membentuk koloni hitam dengan pinggiran kusam dan
mengeluarkan gas H S persis seperti penampakan Salmonella pada media SSA.

6
Tabel 1 Hasil uji biokimia isolat-isolat yang diduga Salmonella
No
isolat
A06
A11
A13
A14
A15
A17
A30
A31
A44
C01

Gram
stain
-*
-*
-*
-*
-*
-*
-*
-*
-*
-*

MR
+
+
+
+

VP
+
+
-

Urea
+
+
+
+
+
+
+
+
+

Uji biokimia
TSIA
KCN
+
+
+H S
+
+
+H S
+H S
-

Indol
-

Sitrat
+
+
+
+
-

Keterangan: -*: gram negatif
+ : reaksi positif
- : reaksi negatif
: A30 dan A31 adalah isolat positif Salmonella sp.

Bakteri Salmonella sp. berbentuk batang, tidak berspora, gram negatif,
besar koloni pada media rata-rata 2–4 mm, pada umumnya berflagel, bakteri aerob
dan fakultatif anaerob, tumbuh pada suhu 15–41 °C (suhu optimum ± 37 °C), dan
pH pertumbuhan 6–8 (Percival et al. 2004; Staf pengajar FK UI 2010). Bakteri
Salmonella menghasilkan enterotoksin dan invasif (Zein et al. 2004). Bakteri
Salmonella dapat menyebabkan infeksi yang dikenal dengan istilah salmonellosis.
Manifestasi klinis salmonellosis terdiri dari sindrom gastroenteritis (keracunan
makanan) yang disertai diare, demam tifoid, bakteremia-septikemia, dan carrier
yang asimptomatik (Staf pengajar FK UI 2010).
Bakteri Salmonella menginfeksi dengan jalur fecal oral melalui konsumsi
makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh Salmonella sehingga
menyebabkan diare infeksi (Ohl dan Miller 2001). Mekanisme invasif Salmonella
dapat merangsang sistem kekebalan berupa peningkatan jumlah leukosit (Carlos
dan Saniel 1990). Pasien diare karena infeksi Salmonella akan mengalami
peningkatan frekuensi pengeluaran feses dengan konsistensi lebih encer.
Enterotoksin yang dimiliki Salmonella dapat merusak mukosa yang dapat
menyebabkan ulkus sehingga feses yang dihasilkan tidak hanya lebih encer tetapi
disertai dengan darah (Eppy 2009).
Bakteri Salmonella diperoleh pada feses 2 orang pasien (A30 dan A31)
dari 50 pasien yang mengalami diare. Keadaan manifestasi klinis kedua pasien
(Lampiran 1) menunjukkan hal yang sama dengan gejala diare karena infeksi
Salmonella.

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Shigella sp.
Sebanyak 6 isolat yang diduga Shigella diperoleh dari 50 sampel feses dan
keadaan manifestasi klinis pasien disajikan pada Lampiran 2, serta diperoleh 1
isolat diduga Shigella (C02) dari sembilan sampel lingkungan. Isolat yang diduga
Shigella tumbuh pada SSA cawan kuadran (Gambar 1b) dengan ciri koloni tidak
berwarna (bening), hal ini sesuai dengan penelitian Bopp et al. (2003). Isolat
bakteri yang diduga Shigella diidentifikasi dengan didahului pewarnaan gram.

7
Hasil dari pewarnaan gram menunjukkan 7 isolat terduga Shigella merupakan
bakteri gram negatif dengan sel berbentuk batang (Gambar 2b).
Identifikasi dilanjutkan dengan uji biokimia (Gambar 4) untuk
mengidentifikasi isolat yang diduga Shigella dan media tanpa isolat bakteri
sebagai kontrol; uji biokimia mengacu pada Madigan et al. (2009). Menurut
Madigan et al. (2009) Shigella menghasilkan reaksi positif uji MR dan uji
fermentasi glukosa (tanpa menghasilkan gas); reaksi negatif pada uji VP, urea,
dan sitrat; memfermentasikan glukosa dan tidak dapat menghasilkan H S pada
media TSIA; dan hasil bervariasi pada uji indol. Hasil uji biokimia (Tabel 2)
menunjukkan 2 isolat yaitu A03 dan A26 memenuhi syarat uji biokimia untuk
bakteri genus Shigella.

Gambar 4 Hasil uji biokimia isolat yang diduga Shigella kontrol (K), hasil positif (+),
dan hasil negatif (-)

Tabel 2 Hasil uji biokimia isolat-isolat yang diduga Shigella
No
isolat

Gram
stain

MR

VP

Urea

A03
A26
A29
A33
A34
A50
C02

-*
-*
-*
-*
-*
-*
-*

+
+
-

+
+
-

+
+
+
+
+

Keterangan:

Uji biokimia
Fermentasi
TSIA
glukosa
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-

-*: gram negatif + : reaksi positif - : reaksi negatif
: A03 dan A26 adalah isolat Shigella sp.

Indol

Sitrat

+

+
+
+
-

8
Bakteri Shigella sp. berbentuk batang, tidak berspora, gram negatif, tidak
berflagel, bakteri aerob dan fakultatif anaerob, tumbuh pada suhu optimum ±
37 °C, dan pH pertumbuhan 6.4–7.8. Bakteri Shigella dapat menyebabkan infeksi
yang dikenal dengan istilah shigellosis (disentri basiler). Shigellosis dapat
menyebabkan tiga bentuk diare yaitu disentri klasik (dengan tinja konsisten
lembek, disertai darah, mukus, dan pus), wattery diarrhea, dan kombinasi
keduanya (Staf pengajar FK UI 2010).
Bakteri Shigella menghasilkan enterotoksin (toksin shiga) dan invasif.
Shigellosis ditularkan melalui makanan atau air. Secara klasik shigellosis timbul
dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, buang air besar (BAB) berdarah,
dan feses berlendir. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang
menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala
sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri (Zein et al.
2004).
Bakteri Shigella diperoleh pada feses 2 orang pasien (A03 dan A26) dari
50 pasien yang mengalami diare. Keadaan manifestasi klinis kedua pasien
(Lampiran 1) menunjukkan hal yang sama dengan gejala diare karena infeksi
Shigella. Adanya pasien dengan gejala manifestasi klinis infeksi Shigella tetapi
hasil pemeriksaan bakteri dari biakan fesesnya menunjukkan hasil negatif Shigella
diduga karena kurang efektifnya penggunaan media SSA dalam membiakkan
bakteri Shigella. Surjawidjaja et al. (2007) menyatakan bahwa kombinasi
MacConkey Agar (MAC) + xylose-lysine-deoxycholate (XLD) agar merupakan
sistem kombinasi media biakan yang paling sensitif untuk isolasi Shigella dengan
derajat isolasi sebesar 96.5%.

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Vibrio cholerae
Sebanyak 10 isolat yang diduga V. cholerae diperoleh dari 50 sampel feses
dan keadaan manifestasi klinis pasien disajikan pada Lampiran 1, serta diperoleh 3
isolat yang diduga V. cholerae (C03, E01, dan E02) dari sembilan sampel
lingkungan. Isolat yang diduga V. cholerae (Gambar 1c) tumbuh pada TCBSA
cawan kuadran dengan ciri koloni berwarna kuning, hal ini mengacu pada Amelia
(2005). Sebanyak 13 isolat bakteri yang diduga V. cholerae diidentifikasi dengan
didahului pewarnaan gram. Hasil pewarnaan gram menunjukkan 3 isolat yaitu
A01, E01, dan E02 merupakan bakteri gram negatif dengan sel berbentuk batang
(Gambar 2c), 10 isolat lainnya merupakan bakteri gram positif dengan sel
berbentuk bulat (kokus) (Gambar 2d).
Identifikasi dilanjutkan dengan uji biokimia (Gambar 5) yang mengacu
pada Lesmana (2003). Uji biokimia dilakukan terhadap 13 isolat dan digunakan
media tanpa isolat bakteri sebagai kontrol. Uji biokimia dilakukan terhadap semua
isolat (13 isolat) walaupun dari hasil pewarnaan gram telah menunjukkan adanya
isolat dengan hasil pewarnaan gram dan bentuk sel yang tidak memenuhi
ketentuan sebagai bakteri V. cholerae. Menurut Lesmana (2003) bakteri V.
cholerae akan memperlihatkan hasil positif pada uji oksidase; mampu hidup pada
media dengan NaCl 0% dan NaCl 6.5%; pada media Kligler iron agar (KIA)
memperlihatkan hasil alkali asam (K/A) tanpa adanya pembentukan gas dan H S;
hasil positif untuk semua uji pada media motility indol ornithine (MIO) dan

9
hasilnya dilaporkan sebagai +++; pada uji reaksi lysine decarboxylase (LDC)
memperlihatkan hasil positif, arginine dehydrogenase (ADH) memperlihatkan
hasil negatif, dan ornithine decarboxylase (ODC) memperlihatkan hasil positif;
bersifat motil, sehingga untuk uji sucrose semi solid (SSS) memperlihatkan hasil
positif; dan mampu memfermentasikan maltosa tetapi tidak untuk arabinosa.

Gambar 5 Hasil uji biokimia isolat yang diduga V. cholerae kontrol (K), hasil positif (+),
hasil negatif (-), reaksi alkali asam (K/A), reaksi asam asam (A/A), dan reaksi
alkali asam disertai terbentuknya H S (K/A H S )

Hasil uji biokimia (Tabel 3) menunjukkan tidak ada isolat yang memenuhi
syarat uji biokimia sebagai bakteri V. cholerae. Sehingga disimpulkan bakteri V.
cholerae tidak ditemukan pada sampel feses 50 pasien diare dan sampel
lingkungan. Hasil uji biokimia memperlihatkan hasil yang sama untuk beberapa
isolat, sehingga dapat disimpulkan isolat A24, A38, dan A48 merupakan jenis
bakteri yang sama; A42 dan A49 merupakan jenis bakteri yang sama; dan E01 dan
E02 merupakan jenis bakteri yang sama.

10
Tabel 3 Hasil uji biokimia isolat-isolat yang diduga V. cholerae
Uji biokimia
No
isolat
A01
A19
A22
A24
A25
A38
A40
A42
A48
A49
C03
E01
E02

Gram
stain

-*
+*
+*
+*
+*
+*
+*
+*
+*
+*
+*
-*
-*

Bentuk
sel

Basil
Kokus
Kokus
Kokus
Kokus
Kokus
Kokus
Kokus
Kokus
Kokus
Kokus
Basil
Basil

O NaCl
x 0
6.5
i % %
- - +
- +
- +
+
- - +
+
- +
- +
- +
+
- +
- +
- +
+
- +
+

KIA
A/A
A/A
A/A
A/A
A/A
A/A
A/A
A/A
A/A
A/A
K/A
K/A H S
K/A H S

L
D
C

A
D
H

O
D
C

MIO

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

+0+
+0+
+0+
00+
+0+
00+
+0+
+0+
00+
+0+
+0+
0++
0++

Fermentasi

SSS
+
+
+
+
+
+
+
+
-

Mal

Ara

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+
+

Keterangan: -*: gram negatif +*: gram positif + : reaksi positif - : reaksi negatif 0: reaksi negatif
Oxi: oxidase KIA: Kligler iron agar LDC: lysine decarboxylase
ADH: arginine dehydrogenase ODC: ornithine decarboxylase
SSS: sucrose semi solid Mal: maltosa Ara: arabinosa

Hasil identifikasi 13 isolat yang diduga V. cholerae digunakan untuk
mengetahui kemungkinan genus dari isolat tersebut menggunakan buku Bergey’s
Manual of Determinative Bacteriology (Holt et al. 1994). Identifikasi manual
memperlihatkan dugaan bahwa isolat A24, A38, dan A48 merupakan genus
Gemella atau Streptococcus; isolat A42, A49, dan A22 merupakan genus
Vagococcus atau Micrococcus; isolat E01 dan E02 merupakan genus
Haemophilus; isolat A01 merupakan Enterobacter aerogenes; isolat A19, A25,
dan A40 merupakan genus Enterococcus; dan isolat C03 merupakan genus
Enterococcus atau Vagococcus.
Bakteri V. cholerae berbentuk batang bengkok seperti koma tetapi pada
biakan yang lama dapat berbentuk batang lurus, gram negatif, bergerak sangat
aktif dengan adanya flagel monotrikh, tidak berspora, koloni cembung (konveks),
bulat-smooth-keruh (opaque), dan bergranul, bersifat aerob dan fakultatif anaerob,
tumbuh pada suhu 18–37 °C (suhu optimum ±37 °C), dan pH pertumbuhan
optimum 8.5-9.5 (tidak tahan asam) (Percival et al. 2004; Staf Pengajar FK UI
2010).
Berdasarkan antigen O, V. cholerae dibedakan atas V. cholerae O1, V.
cholerae non-O1, dan V. cholerae O139. V. cholera serogrup O1 terdiri atas dua
biotipe, yaitu Vibrio klasik dan Vibrio El Tor yang masing-masing terdiri atas
serotipe Inaba, Ogawa, dan Hikojima (jarang ditemui). Pada setiap wabah atau
KLB, tipe organisme tertentu cenderung dominan. Saat ini biotipe El Tor yang
paling sering ditemukan (Ditjen PP dan PL Depkes RI 2009).
Bakteri V. cholerae melepaskan toksin kolera (enterotoksin) namun tidak
bersifat invasif. Keberadaan toksin kolera yang dikeluarkan V. cholerae
membuat diare ini dikenal dengan istilah kolera. Kolera dimulai dengan
munculnya diare (tinja yang encer dan berlimpah), tanpa didahului oleh rasa

11
mulas dan tanpa adanya tenesmus. Dalam waktu singkat, tinja yang semula
berwarna dan berbau feses berubah menjadi cairan putih keruh yang mirip air
cucian beras (rice water stool) dan berbau khas (Amelia 2005).

Informasi Higiene Perorangan Pasien Diare
Penyakit diare dapat terjadi melalui transmisi fecal oral. Sumber patogen
berasal dari kotoran manusia atau hewan dan sampai kepada manusia secara tidak
langsung melalui makanan atau minuman. Kejadian diare tidak dapat dipisahkan
dari kesehatan lingkungan, hal ini menjadikan faktor kesehatan lingkungan juga
menjadi perhatian pada penelitian kali ini. Data kesehatan lingkungan yang
diamati adalah higiene dan sanitasi lingkungan pasien penderita diare yang
diambil sampel fesesnya.
Higiene adalah upaya melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat
kesehatan manusia (perorangan dan masyarakat), sehingga berbagai faktor
lingkungan yang tidak menguntungkan tidak menimbulkan penyakit. Sanitasi
didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau
mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan
penyakit tersebut (Purnawijayanti 2001). Higiene lebih banyak membicarakan
masalah bakteri sebagai penyebab timbulnya penyakit, sedangkan sanitasi lebih
banyak memperhatikan masalah kebersihan untuk mencapai kesehatan.
Data higiene perorangan diperoleh dari 50 responden dan disimpulkan
sebagai keadaan higiene pasien diare di Kecamatan Cigudeg. Data higiene cuci
tangan yang diperoleh menunjukkan 39.39% responden mencuci tangan
menggunakan sabun sebelum makan dan sebanyak 47.61% responden mencuci
tangan menggunakan sabun sebelum menyiapkan makanan. Higiene perorangan
untuk perilaku cuci tangan ini masih kurang baik dan harus diedukasi. Menurut
baseline survey report (BHS) tahun 2006 jalur masuknya virus, bakteri, atau
patogen penyebab diare ke tubuh manusia dikenal dengan 4F yaitu fluids (cairan),
fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (tangan). Tahapannya dimulai dari cemaran
yang berasal dari kotoran manusia (feses) kemudian mencemari 4F dan cemaran
itu berpindah ke makanan (Listiono 2010). Praktek cuci tangan dengan sabun
secara konsisten menurunkan kematian karena diare pada anak. Perilaku cuci
tangan dengan air saja atau menggunakan sabun sebelum menyiapkan makanan
dapat mengurangi insiden diare sebesar 53% (Luby 2005).
Sebanyak 86% responden telah mencuci tangan menggunakan sabun
setelah BAB dan sebanyak 85.7% responden mencuci tangan menggunakan sabun
setelah menceboki anak. Perilaku kurang baik ditunjukkan data responden yang
mencuci tangan setelah memegang unggas dan hewan karena hanya 21.4%
responden mencuci tangan menggunakan sabun. Kebiasaan ini kurang baik karena
cuci tangan setelah memegang hewan atau unggas sangat penting untuk mencegah
penularan penyakit dari hewan (zoonosis).
Perilaku cuci tangan sangat penting. Makanan yang diolah dengan higienis
jika dijamah dengan tangan yang kotor menyebabkan makanan terkontaminasi
oleh bibit penyakit termasuk penyebab diare. Perilaku cuci tangan merupakan
kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan dan penting untuk
pencegahan penularan kuman infeksi penyebab penyakit. Membersihkan tangan

12
dilakukan dengan air bersih serta menggunakan sabun, sebelum menjamah
makanan, memegang peralatan makan, sebelum makan, setelah keluar dari kamar
kecil atau WC, serta sesudah membuang tinja anak (Kemenkes RI 2011a).
Berdasarkan penelitian Bid SE BBTKLPP Jakarta (2012) hasil analisis multivariat
menunjukkan bahwa variabel perilaku cuci tangan berhubungan secara bermakna
dengan kejadian diare.
Data higiene perilaku sanitasi makanan dan minuman menunjukkan
sebanyak 94% responden memasak sendiri untuk konsumsi sehari-hari. Sebanyak
85.1% responden memilih makanan tidak langsung disajikan atau dikonsumsi
setelah dimasak, melainkan dengan rentang waktu 1 sampai 12 jam setelah
makanan dimasak hingga dimakan. Hal ini kurang baik dikarenakan makanan
yang dimasak kemudian dibiarkan tanpa dimakan akan menjadi tempat yang baik
bagi tumbuh kembang mikroba, apalagi jika media atau suhu cocok untuk
pertumbuhannya. Makanan harus dimasak hingga mencapai suhu minimal 70 ºC
dan segera dimakan, sebab makanan yang dibiarkan pada suhu ruang
mempercepat pertumbuhan bakteri (Kemenkes RI 2010). Menurut penelitian Bid
SE BBTKLPP Jakarta (2012) hasil analisis multivariat menunjukkan higiene
sanitasi makanan minuman berhubungan signifikan dengan kejadian diare.
Data perilaku akses sarana air bersih menunjukkan responden dominan
menggunakan sumur gali sebagai sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari,
dimana sebanyak 54% responden menggunakan sumur gali sebagai sumber air
bersih untuk air minum. Data perilaku akses penggunaan pembuangan tinja
menunjukkan sebanyak 82% responden menggunakan jamban sebagai tempat
BAB. Higiene untuk akses sarana air bersih dan akses penggunaan pembuangan
tinja sudah cukup baik dan memegang peranan penting dalam memutus mata
rantai penularan diare. Tumwine (2002) menjelaskan bahwa sumber air bersih
yang tidak aman dan sanitasi tidak memadai berkontribusi 88% terhadap kejadian
diare, sedangkan kejadian diare berkurang sebanyak 22% dengan adanya
perbaikan pembuangan tinja.
Data perilaku penanganan sampah menunjukkan sebanyak 80% responden
membuang sampah di tempat sampah. Sebanyak 66.6% responden memiliki
tempat sampah di dalam rumah dengan keadaan tidak tertutup dan sebanyak
87.5% responden memiliki tempat sampah di luar rumah dalam keadaan tidak
tertutup. Sebanyak 65% responden membuang ke kebun atau tanah terbuka
sebagai cara penanganan sampah apabila tempat sampah telah penuh. Keadaan ini
butuh perhatian dan edukasi lebih lanjut karena tempat sampah yang tidak tertutup
dapat menjadi sumber penularan penyakit. Tidak tersedianya tempat sampah
higienis dapat menjadi tempat yang baik untuk berkembang biaknya lalat, kecoa,
tikus, serangga yang dapat menimbulkan penyakit. Penanganan sampah
berhubungan dengan kejadian diare, sampah dari rumah tangga yang dibuang di
lubang atau dibakar lebih kecil memungkinan terjadinya diare dibanding sampah
yang dibuang di lapangan terbuka (Girma 2008).

13
Data Keadaan Kesehatan Lingkungan
Menyadari pentingnya faktor lingkungan sebagai mata rantai penularan
penyakit diare, penelitian ini juga mengamati keadaan kesehatan lingkungan
Kecamatan Cigudeg terkait sanitasi dengan cara inspeksi sanitasi lingkungan
terhadap tiga desa tempat tinggal pasien diare. Pengamatan terhadap tiga desa
(Gambar 6) didasari jumlah pasien diare (yang diambil sampel fesesnya) paling
banyak yaitu berasal dari Desa Cigudeg, Desa Sukaraksa, dan Desa Wargajaya.
Data inspeksi sanitasi lingkungan disajikan pada Tabel 4.

Gambar 6 Keadaan sanitasi lingkungan: sumur pompa di Desa Cigudeg yang berdekatan
dengan SPAL dan banyak sampah di sekitarnya (a), aliran air di Desa
Sukaraksa yang digunakan penduduk untuk mencuci (b), lahan kosong
dijadikan tempat membuang sampah penduduk Desa Wargajaya (c)

Tabel 4 Data inspeksi sanitasi lingkungan Kecamatan Cigudeg
Komponen pengamatan
Ada tidaknya wabah penyakit diare setahun
terakhir
Ada tidaknya bencana banjir
Letak geografis pemukiman desa

Keluarga yang bertempat tinggal di bantaran
sungai
Jenis lantai rumah yang paling dominan
Tempat buang sampah sebagian besar keluarga
Tempat BAB sebagian besar keluarga
Keadaan sebagian besar Saluran Pembuangan
Air Limbah (SPAL)
Sumber air untuk minum atau memasak

Hasil dominan
Tidak ada
Tidak ada
Lereng atau punggung bukit (Wargajaya),
dataran (Cigudeg), dan lembah atau daerah
aliran sungai (Sukaraksa)
Ada
Ubin atau keramik
Sungai
Jamban pribadi
Tidak lancar

Sumur (Wargajaya), Air isi ulang (Cigudeg),
dan Sungai (Sukaraksa)
Sumber air untuk mandi atau mencuci
Sumur
Analisis sanitasi sumber air sumur pompa
Pencemaran rendah (Cigudeg)
Analisis sanitasi sumber air sumur gali
Pencemaran rendah (Wargajaya) dan
Pencemaran tinggi (Sukaraksa)
Keterangan:
: keadaan sanitasi lingkungan yang tidak baik (hasil pengumpulan data kesehatan
lingkungan berdasarkan lembaran inspeksi sanitasi lingkungan)

Data inspeksi sanitasi lingkungan yang perlu diperhatikan adalah
dijumpainya sungai sebagai tempat pembuangan sampah dari ketiga desa. Di sisi
lain, warga Desa Sukaraksa menggunakan air yang berasal dari sungai sebagai
sumber air untuk minum atau memasak. Hal ini sangat berbahaya apabila sampah
yang dibuang ke sungai mengandung bibit penyakit akan menyebabkan warga di

14
Desa Sukaraksa terserang penyakit atau wabah misalnya saja diare yang erat
hubungannya dengan sanitasi sumber air bersih.
Pada pengamatan juga dijumpai keadaan sebagian besar saluran
pembuangan air limbah (SPAL) tidak lancar, hal ini harus menjadi perhatian
serius. Ditinjau dari sisi lingkungan, saluran air tidak lancar dapat menyebabkan
banjir, sedangkan jika ditinjau dari sisi kesehatan lingkungan, air SPAL yang
tergenang dan memiliki jarak kurang dari 10 m dari sumber air bersih, dan tidak
terbuat dari bahan kedap air maka air limbah tersebut akan meresap menembus ke
dalam tanah.
Data analisis sanitasi sumber air sumur memperlihatkan adanya
pencemaran rendah untuk sumber air sumur gali di Desa Wargajaya dan sumber
air sumur pompa di Desa Cigudeg. Pencemaran tinggi terjadi pada sumber air
sumur gali di Desa Sukaraksa. Adanya pencemaran pada sumber air bersih harus
dijadikan perhatian serius, mengingat banyak di antara warga yang menggunakan
sumur sebagai sumber air bersih. Keadaan sumber air bersih dengan sanitasi yang
baik dapat mencegah terjadinya wabah penyakit khususnya diare. Keadaan
sanitasi lingkungan yang baik merupakan prosedur penilaian dan persetujuan
pembangunan perumahan dan lingkungan pemukiman, karena harus memastikan
tentang ketersediaan jaringan suplai air bersih, saluran pembuangan air limbah,
pengumpulan dan pembuangan sampah (Keman 2005).
Tabel 5 Identifikasi isolat bakteri enteropatogen dari sampel lingkungan
Jenis sampel

Sampel air
sumber air
bersih

Sampel air
minum

Sampel
makanan

Desa asal

Sumber
sampel

Cigudeg

Air sumur
pompa

Sukaraksa

Air sungai

Wargajaya

Mata air

Salmonella sp.
Suspect
(hasil negatif)

Jenis bakteri
Shigella sp.
V. cholerae
Suspect
Suspect
(hasil
(hasil negatif)
negatif)
-

-

-

-

-

-

-

Suspect (hasil
negatif)
Suspect
(hasil negatif)

Sukaraksa
Wargajaya
Cigudeg

Air galon isi
ulang
Air sungai
Mata air
Nasi

Sukaraksa

Nasi

-

-

Wargajaya

Nasi

-

-

Cigudeg

Keterangan: - : tidak dijumpai

Suspect: terdapat isolat yang diduga

Pemeriksaan sampel lingkungan dilakukan untuk melihat keberadaan
bakteri Salmonella sp., Shigella sp., dan V. cholera (Tabel 5). Diperoleh 5 dugaan
isolat bakteri yang dijumpai dari sampel lingkungan. Dugaan bakteri Salmonella
sp. (C01) dijumpai pada sampel air dari sumber air bersih di Desa Wargajaya.
Setelah dilakukan identifikasi, isolat tersebut bukan bakteri Salmonella sp.. Pada
sampel air dari sumber air bersih di Desa Cigudeg dijumpai adanya dugaan bakteri
Shigella sp. (C02). Hasil identifikasi menunjukkan isolat tersebut bukan bakteri
Shigella sp.. Dugaan bakteri V. cholerae dijumpai pada sampel air dari sumber air
bersih di Desa Cigudeg (C03) serta sampel nasi dari Desa Wargajaya (E01) dan

15
Desa Sukaraksa (E02). Hasil identifikasi menunjukkan isolat tersebut bukan
bakteri V. cholerae. Pengambilan jumlah sampel yang terbatas pada penelitian ini
belum dapat menunjukkan keberadaan isolat bakteri enteropatogen di lingkungan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Sebanyak 2 isolat Salmonella sp. dan 2 isolat Shigella sp. diperoleh dari
feses pasien diare, dan tidak ditemukan adanya bakteri V. cholerae pada feses
pasien diare di Kecamatan Cigudeg. Bakteri Salmonella sp., Shigella sp., dan V.
cholerae tidak ditemukan pada sampel lingkungan. Selain itu, diperoleh data
perilaku higiene dan sanitasi lingkungan yang kurang baik dapat dijadikan
perhatian yang lebih serius untuk penanggulangan penyakit diare. Adanya
bakteri enteropatogen pada penderita diare dan dugaannya di lingkungan dapat
menunjukkan keadaan kesehatan lingkungan kurang baik.

Saran
Keadaan kesehatan lingkungan yang kurang baik dapat menyebabkan
timbulnya penyakit diare bahkan wabah atau kejadian luar biasa (KLB) karena
penyakit diare erat hubungannya dengan lingkungan. Adapun cara yang dapat
dilakukan untuk memutus mata rantai penyakit diare adalah dengan
memperhatikan higiene dan sanitasi yang merupakan bagian dari kesehatan
lingkungan serta upaya peningkatan mutu kesehatan individu dan kesehatan
masyarakat secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia S. 2005. Vibrio cholerae. Medan (ID): Departemen Mikrobiologi-Fakultas
Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
[Bid SE BBTKLPP Jakarta] Bidang Surveilans Epidemiologi Balai Besar Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Jakarta. 2012.
Surveilans Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare di
Kabupaten Bogor. Jakarta (ID): Bidang Surveilans Epidemiologi
BBTKLPP Jakarta.
Black JG. 2004. Microbiology: Principles and Explorations. 6th ed. Virginia
(US): J Wiley.
Bopp CA, Brenner FW, Fields PJ, Wells JG, Strockbine NA. 2003. Manual of
Clinical Microbiology. 8th ed. Murray PR, Baron EJ, Jorgensen JH, Pfaller
MA, Yolken RH, editors. Washington DC (US): American Society for
Microbiolog.

16
Bukitwetan P, Surjawidjaja JE, Salim OC, Aidilfit M, Lesmana M. 2001. Diare
bakterial: etiologi dan kepekaan antibiotika di dua pusat kesehatan
masyarakat di Jakarta. J Kedokter Trisakti. 20(2):57-65.
Carlos CC, Saniel MC. 1990. Etiology and epidemiology of diarrhea. Phil J
Microbiol Infect Dis. 19(2):51-53.
Chomvarin C, Chantarasuk Y, Srigulbutr S, Chareonsudjai S, Chaicumpar K.
2006. Enteropathogenic bacteria and enterotoxinproducing Staphylococcus
aureus isolated from ready-to-eat foods in Khon Kaen, Thailand. Southeast
Asian J Trop Med Public Health. 37(5):983-990.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman
Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta (ID): Ditjen PPM dan PL.
[Ditjen PP dan PL Depkes RI] Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia]. 2009.
Vibrio cholerae serogrup O1 dan O139 [Internet]. [diunduh 2013 Sep 15].
Tersedia pada: http//www.pppl.depkes.go.id.
Eppy. 2009. Diare akut. Medicinus. 22(3):91-98.
Farmer JJ et al. 1975. Unsual Enterobacteriaceae: a Salmonella cubana that is
urease positive. J Clin Microbiol. 1(1):106-107.
Girma R. 2008. Environmental determinants of diarrhea among under five
children. Ethiop J Health Sci [Internet]. [diunduh 2013 Sep 16]; 18(2).
Tersedia pada: http//www.ejhs.ju.edu.et.
Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bergey’s Manual
of Determinative Bacteriology. 9th ed. Hensyl WR, editor. Baltimore (US):
Lippincott Williams & Wilkins.
Keman S. 2005. Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. 2: 29-42.
[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Kumpulan
Modul Kursus Higiene Sanitasi Makanan & Minuman. Jakarta (ID):
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan RI.
[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011a. Buku
Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. Jakarta (ID): Kementerian
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.
[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011b. Situasi diare
di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Triwulan.
2:1-25.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Ed ke-7.
Volume ke-1. Prasetyo A, Pendit BU, Priliono N, penerjemah; Asroruddin
M, Hartanto H, Darmaniah N, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari:
Robbins Basic Pathology. 7th ed.
Lesmana M. 2003. Vibrio & Campylobacter. Jakarta (ID): Universitas Trisakti.
Lewis AD, Rosen IG. 1973. Characterization of a Proteus rettgeri that transfers
genes for urease production and lactose fermentation. Di dalam: Annual
Meeting of the American Society for Microbiology; 1973 Mei 6-11; Miami.
Washington (US): American Society for Microbiology. hlm 62. G218.
Listiono. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare di wilayah
kerja Puskesmas Lebakwangi Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor tahun

17
2009 [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Luby SP. 2005. Effect of handwashing on child health: a randomized controlled
trial [Internet]. [diunduh 2013 Sep 15]. Tersedia pada:
http//www.globalhandwashing.org.
Lung E. 2003. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd ed.
Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors. New York (US): Lange
Medical Books.
Madigan MT, John MM, Paul VD, David PC. 2009. Brock (Biology of
Microorganisms). Ed ke-12. San Fransisco (US): Pearson Benjamin
Cummings.
Miller RG, Mallinson ET. 2010. An improved medium for the detection of
Salmonella and Shigella species. Clinical Microbiology Newsletter. 32:5.
Ohl ME, Miller SI. 2001. A model of bacterial pathogenesis. Annu Rev Med.
52:259-274.
Percival S, Chalmers R, Embrey M, Hunter P, Sellwood J, Wyn-Jones P. 2004.
Microbiology of Waterborne Diseases. London (UK): Elsevier Academic
Press.
[PLK] Pusat Laboratorium Kesehatan. 1991. Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium
Puskesmas. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pruss A. 2002. Estimating the burden of disease from water, sanitation, and
hygiene at global level [Internet]. [diunduh 2013 Sep 14]. Tersedia pada:
http//www.who.int.
Purnawijayanti HA. 2001. Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Puspandari N, Sariadji K, Wati M. 2010. Identifikasi penyebab kejadian luar biasa
kolera di Papua terkait kontak jenazah dan sanitasi. Widya Riset. 13(2):6974.
Staf pengajar FK UI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia). 2010. Buku
Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta (ID): Binarupa Aksara.
Surjawidjaja JE, Salim OC, Bukitwetan P, Lesmana M. 2007. Perbandingan agar
MacConkey, Salmonella-Shigella, dan xylose lysine deoxycholate untuk
isolasi Shigella dari usap dubur penderita diare. Universa Medicina.
26(2):57-63.
Suwito W. 2010. Monitoring Salmonella sp. dan Escherichia coli dalam bahan
pakan ternak. Buletin Peternakan. 3:165-168.
Tumwine JK. 2002. Diarrhoea and effects of different water sources,

Dokumen yang terkait

Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dan Higiene Perorangan dengan Kejadian Kecacingan di SD Negeri 101200 Desa Perkebunan Hapesong dan SD Negeri 101300 Desa Napa Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2015

5 77 140

Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Higiene Perorangan Dengan Kejadian penyakit Cacing Pita (Taenia Solium) Pada Siswa SD Negeri 173545 di Desa Tambunan Kecamatan Balige Tahun 2014

5 87 152

Kondisi Higiene Dan Sanitasi Penyelenggaraan Makanan Dan Minuman Pada Kantin SMA Di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013

21 128 123

Kajian Pengembangan Usahaternak Domba Di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor

0 7 90

Pengaruh penguasaan lahan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat (kasus: kampung Cijengkol, desa Cigudeg, kecamatan Cigudeg, kabupaten Bogor, provinsi Jawa Barat)

0 13 200

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA PULOSARI KEBAKKRAMAT KECAMATAN Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Pulosari Kebakkramat Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.

0 1 13

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA PULOSARI KEBAKKRAMAT KECAMATAN Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Pulosari Kebakkramat Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.

0 1 10

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KECAMATAN JATIPURO KABUPATEN KARANGANYAR.

0 0 82

ANALISIS SPASIAL KONDISI HIGIENE SANITASI MAKANAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DIARE PADA BALITA ipi200978

0 1 10

GAMBARAN SANITASI LINGKUNGAN PEMUKIMAN PADA BALITA PENDERITA DIARE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BONTOSUNGGU KECAMATAN BONTOHARU KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR TAHUN 2013

0 1 105