Kondisi Higiene Dan Sanitasi Penyelenggaraan Makanan Dan Minuman Pada Kantin SMA Di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013

(1)

KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARAAN MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SMA DI KECAMATAN

PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh:

Lidya Natalia Hutagalung NIM : 091000260

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARAAN MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SMA DI KECAMATAN PERBAUNGAN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh

LIDYA NATALIA HUTAGALUNG NIM. 091000260

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Kondisi Higiene Dan Sanitasi Penyelenggaraan Makanan Dan Minuman Pada Kantin Sma Di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013

Nama Mahasiswa : LIDYA NATALIA HUTAGALUNG No Induk Mahasiswa : 091000260

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan : Kesehatan Lingkungan Tanggal Lulus : 11 September 2013

Disahkan Oleh Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. Surya Dharma, MPH Prof. Dr.Dra.Irnawati Marsaulina, MSi NIP. 19700219 199802 2 001 NIP.19681101 199303 2 005

Medan, April 2014 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,


(4)

ABSTRAK

Kantin sekolah adalah sebuah ruangan dalam sebuah sekolah yang dapat digunakan pengunjung untuk makan, baik makanan yang dibawa sendiri maupun yang dibeli di sana. Kantin sendiri harus mengikuti prosedur tentang cara mengolah dan menjaga kebersihan kantin. Makanan yang disediakan kantin haruslah bersih dan halal. Kebersihan makanan dan sanitasi penting untuk diingat bahwa makanan disajikan kepada konsumen harus dijaga dan dijamin kualitas demi keamanan pangan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi higiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan dan minuman pada kantin sekolah menengah atas (SMA) di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.

Penelitian ini adalah penelitian survai yang bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran kondisi higiene sanitasi penyelenggaraan makanan pada kantin sekolah menengah atas (SMA). Populasi berjumlah 15 sekolah dan sampel yang diambil sama dengan jumlah populasi yaitu 15 kantin sekolah. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi dan fly grill untuk pengukuran tingkat kepadatan lalat. Hasil akan disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi.

Dari hasil penelitian kondisi higiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan diperoleh kondisi fisik lokasi dan bangunan, serta 6 prinsip higiene sanitasi pengelolaan makanan sudah baik tetapi dari segi fasilitas kantin, proses pengolahan makanan dan penyajian tergolong kurang baik. Tingkat kepadatan lalat dalam kategori sedang (3-5) dan rendah (0-2).

Kesimpulan penelitian ini adalah kondisi fisik lokasi dan bangunan serta 6 prinsip higiene sanitasi ke-15 kantin sekolah sudah baik. Tingkat kepadatan lalat dalam kategori sedang dan rendah. Diharapkan kepada pihak kantin agar lebih meningkatkan lagi 6 prinsip higiene sanitasi pengelolaan makanan dan fasilitas sanitasi yang menunjang higiene sanitasi pengelolaan makanan. Dan kepada pihak sekolah agar memperhatikan kondisi kantin yang ada di lingkungan sekolah.


(5)

Abstract

School canteen is a room in a school that can be used the visitors to eat, both brought their own food or bought there. Canteen itself must follow the procedures on how to cultivate and maintain the cleanliness canteen. The food provided should be clean and kosher. Food hygiene and sanitation is important to remember that food presented to the consumer must be maintained and guaranteed quality for the sake of food safety.

The purpose of this reseach is to know the condition of hygiene and sanitation implementation of food and beveranges in the school canteen of high schools in the district of Perbaungan Serdang Bedagai.

The research was a descriptive survey in order to get an description of condition hygiene and sanitation implementation of food in the school canteen of high schools. The population of research same with the sample of research was 15 school canteens. The data gathering was done by the observation sheet and fly grill for density measurementsof flies . The results will be presented in the form of a frequency distribution table.

The results of research obtained the location and physical condition of buildings, and the 6 principles of food hygiene and sanitation management are good but in terms of school canteen facilities, the food cultivation and serving proses is not so goot yet. The amount of flies in the medium category (3-5 ) and low (0-2 ).

The conclusion of this reseach is the physical condition and the location of buildings and the 6 principles of hygiene and sanitation to-15 school canteen has been well.The density of flies in the medium and low categories. Expected to be more attention to the school canteen in order to further improve 6 principles management of hygiene and sanitation and further improve sanitation facilities that support the management of food hygiene and sanitation. To the school to pay attention to the atmosphere of school canteen that exist in the school environment.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Lidya Natalia Hutagalung Tempat/Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 08 Juni 1987

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Anggota Keluarga : 8 orang

Anak ke : 2 (dua) dari 6 (enam) bersaudara Alamat Rumah : Desa Limbong, Kec.Dolok Merawan

Kab. Serdang Bedagai.

Riwayat Pendidikan

1. 1991-1993 : TK Tunas Harapan Gunung Para

2. 1993-1999 : SDN No.102124 Dolok Merawan

3. 1999-2002 : SMP Swasta YPAK PTPN-3 Gunung Para

4. 2002-2005 : SMA Swasta Katolik Cinta Kasih Tebing Tinggi

5. 2005-2008 : Akademi Kesehatan Lingkungan Depkes Jakarta II


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana atas rahmat dan Kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kesehatan masyarakat di Universitas Sumatera Utara, dengan judul “KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARAAN MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2013”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam memperkaya isi skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga khususnya kepada Bapak dr. Surya Dharma, MPH selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina MSi selaku Dosen Pembimbing Skripsi II, yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, saran serta petunjuk sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr.Drs.Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, MKes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dra. Nurmaini, MKM dan dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

4. dr. Yusniwarti Yusad, MSi, selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis. 5. Seluruh Dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

khususnya Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Bapak dan Ibu Kepala Sekolah SMA yang ada di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.


(8)

7. Teman-teman seperjuangan stambuk 2009 yang telah bersama-sama menghadapi berbagai dinamika baik suka maupun duka selama di FKM. 8. Abang yang selalu memberi semangat dan doa dalam penyusunan skripsi ini.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Ayahanda L. Hutagalung dan Ibunda L. Manik SPd yang selalu mendoakan dan memberi semangat pada anaknya.

2. Kakakku Lady dan Adik- adikku tercinta Leo, Lauren, Luther, Lilis yang selalu memberikan dorongan dan semangat.

Demikian kata pengantar dari penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang banyak. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan karuania-Nya bagi kita semua.

Medan, September 2013


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... ii

Abstrak ... iii

Riwayat Hidup Penulis ... .... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Lampiran ... xi

Daftar Tabel ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pengertian Makanan ... 9

2.2. Pengertian Higiene dan Sanitasi Makanan ... 12

2.3. Tujuan Higiene dan Sanitasi Makanan ... 14

2.4. Pengertian Penyelenggaraan Makanan ... 14

2.5. Jenis Penyelenggaraan Makanan ... 15

2.6. Upaya Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan ... 15

2.6.1. Pemilihan Bahan Makanan ... 16

2.6.2. Penyimpanan Bahan Makanan ... 17

2.6.3. Pengolahan Makanan ... 20

2.6.4. Penyimpanan Makanan ... 30

2.6.5. Pengangkutan Makanan ... 31

2.6.6. Penyajian Makanan ... 32

2.7. Aspek Higiene Sanitasi Makanan ... 33

2.8. Pengaruh Makanan Terhadap Kesehatan ... 37

2.9. Penjamah Makanan ... 38

2.10. Kantin Sekolah ... 40

2.11. Lalat ... 48

2.12. Kepadatan Lalat ... 49


(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

3.1. Jenis Penelitian ... 54

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 54

3.2.2. Waktu Penelitian ... 54

3.3. Populasi dan Sampel ... 54

3.3.1. Populasi ... 54

3.3.2. Sampel ... 54

3.4. Metode Pengambilan Data ... 55

3.4.1. Data Primer ... 55

3.4.2. Data Sekunder ... 55

3.5. Defenisi Operasional ... 55

3.6. Aspek Pengukuran ... 57

3.6.1. Observasi ... 59

3.7. Analisis Data ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 60

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 60

4.2. Hasil Observasi Higiene Sanitasi Kantin ... 61

4.2.1. Observasi Lokasi dan Bangunan ... 61

4.2.2. Observasi Fasilitas Sanitasi ... 62

4.2.3. Observasi Dapur, Ruang Makan, dan Gudang Bahan Makanan ... 63

4.2.4. Observasi Pemilihan Bahan Makanan ... 65

4.2.5. Observasi Penyimpanan Bahan Makanan ... 66

4.2.6. Observasi Pengolahan makanan ... 67

4.2.7. Observasi Tempat penyimpanan makanan jadi ... 68

4.2.8. Observasi Pengangkutan dan Penyajian makanan ... 69

4.2.9. Observasi Peralatan ... 70

4.2.10. Observasi Tenaga kerja ... 71

4.3. Tingkat Kepadatan Lalat ... 72

BAB V PEMBAHASAN ... 74

5.1. Higiene Sanitasi Pengelolaan Makanan Di Kantin Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Perbaungan ... 74

5.1.1. Lokasi dan Bangunan ... 74

5.1.2. Fasilitas Sanitasi ... 75

5.1.3. Dapur,Ruang Makan, dan Gudang Bahan Makanan ... 78

5.1.4. Pemilihan Bahan Makanan ... 78

5.1.5. Penyimpanan Bahan Makanan ... 80

5.1.6. Pengolahan Bahan Makanan ... 81


(11)

5.1.8. Pengangkutan dan Penyajian Makanan ... 83

5.1.9. Peralatan ... 83

5.1.10. Tenaga Kerja ... 85

5.2. Tingkat Kepadatan Lalat ... 85

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1. Kesimpulan ... 87

6.2. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Observasi Higiene Dan Sanitasi Penyelenggaraan Makanan Dan Minuman Pada Kantin Sekolah Menengah Atas (SMA)

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.

Lampiran 3. Balasan Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kabupaten Serdang Bedagai.


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 4.1 Kondisi Lokasi dan Bangunan di Kantin Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun

2013 ... .... 61 Tabel 4.2 Kondisi Fasilitas Sanitasi di Kantin Sekolah Menengah Atas

di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun

2013 ... ... ... 62 Tabel 4.3 Kondisi Dapur, Ruang Makan, dan Gudang bahan Makanan

di Kantin Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Perbaungan

Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013 ... ... ... 64 Tabel 4.4 Kondisi Pemilihan Bahan Makanan di Kantin Sekolah

Menengah Atas di Kecamatan Rantau Perbaungan Kabupaten

Serdang Bedagai Tahun 2013 ... 65 Tabel 4.5 Kondisi Tempat Penyimpanan Bahana Makanan di Kantin

Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Perbaungan

Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013 ... ... ... 66 Tabel 4.6 Kondisi Pengolahan Makanan di Kantin Sekolah Menengah Atas

di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun

2013 ... …... 67 Tabel 4.7 Kondisi Tempat Penyimpanan Makanan Jadi di Kantin

Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Perbaungan Kabupaten


(14)

Tabel 4.8 Kondisi Penyajian Makanan di Kantin Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun

2013 ...……. 69 Tabel 4.9 Kondisi Peralatan di Kantin Sekolah Menengah Atas

di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun

2013 ... ... ... 70 Tabel 4.10 Kondisi Tenaga Kerja di Kantin Sekolah Menengah Atas

di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun

2013 ... ... 71 Tabel 4.11 Kepadatan Lalat Dihitung Dengan Fly Grill Pada Kantin

Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Perbaungan Kabupaten


(15)

ABSTRAK

Kantin sekolah adalah sebuah ruangan dalam sebuah sekolah yang dapat digunakan pengunjung untuk makan, baik makanan yang dibawa sendiri maupun yang dibeli di sana. Kantin sendiri harus mengikuti prosedur tentang cara mengolah dan menjaga kebersihan kantin. Makanan yang disediakan kantin haruslah bersih dan halal. Kebersihan makanan dan sanitasi penting untuk diingat bahwa makanan disajikan kepada konsumen harus dijaga dan dijamin kualitas demi keamanan pangan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi higiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan dan minuman pada kantin sekolah menengah atas (SMA) di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.

Penelitian ini adalah penelitian survai yang bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran kondisi higiene sanitasi penyelenggaraan makanan pada kantin sekolah menengah atas (SMA). Populasi berjumlah 15 sekolah dan sampel yang diambil sama dengan jumlah populasi yaitu 15 kantin sekolah. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi dan fly grill untuk pengukuran tingkat kepadatan lalat. Hasil akan disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi.

Dari hasil penelitian kondisi higiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan diperoleh kondisi fisik lokasi dan bangunan, serta 6 prinsip higiene sanitasi pengelolaan makanan sudah baik tetapi dari segi fasilitas kantin, proses pengolahan makanan dan penyajian tergolong kurang baik. Tingkat kepadatan lalat dalam kategori sedang (3-5) dan rendah (0-2).

Kesimpulan penelitian ini adalah kondisi fisik lokasi dan bangunan serta 6 prinsip higiene sanitasi ke-15 kantin sekolah sudah baik. Tingkat kepadatan lalat dalam kategori sedang dan rendah. Diharapkan kepada pihak kantin agar lebih meningkatkan lagi 6 prinsip higiene sanitasi pengelolaan makanan dan fasilitas sanitasi yang menunjang higiene sanitasi pengelolaan makanan. Dan kepada pihak sekolah agar memperhatikan kondisi kantin yang ada di lingkungan sekolah.


(16)

Abstract

School canteen is a room in a school that can be used the visitors to eat, both brought their own food or bought there. Canteen itself must follow the procedures on how to cultivate and maintain the cleanliness canteen. The food provided should be clean and kosher. Food hygiene and sanitation is important to remember that food presented to the consumer must be maintained and guaranteed quality for the sake of food safety.

The purpose of this reseach is to know the condition of hygiene and sanitation implementation of food and beveranges in the school canteen of high schools in the district of Perbaungan Serdang Bedagai.

The research was a descriptive survey in order to get an description of condition hygiene and sanitation implementation of food in the school canteen of high schools. The population of research same with the sample of research was 15 school canteens. The data gathering was done by the observation sheet and fly grill for density measurementsof flies . The results will be presented in the form of a frequency distribution table.

The results of research obtained the location and physical condition of buildings, and the 6 principles of food hygiene and sanitation management are good but in terms of school canteen facilities, the food cultivation and serving proses is not so goot yet. The amount of flies in the medium category (3-5 ) and low (0-2 ).

The conclusion of this reseach is the physical condition and the location of buildings and the 6 principles of hygiene and sanitation to-15 school canteen has been well.The density of flies in the medium and low categories. Expected to be more attention to the school canteen in order to further improve 6 principles management of hygiene and sanitation and further improve sanitation facilities that support the management of food hygiene and sanitation. To the school to pay attention to the atmosphere of school canteen that exist in the school environment.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah dijelaskan bahwa upaya penyelenggaraan kesehatan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, kesehatan jiwa, pemberantasan penyakit, pemulihan kesehatan, penyuluhan kesehatan masyarakat, pengawasan farmasi dan alat kesehatan, pengawasan zat aditif, kesehatan sekolah, kesehatan olahraga, pengobatan tradisional dan kesehatan mata. Upaya-upaya tersebut telah dilaksanakan dalam pembangunan kesehatan namun hasilnya masih perlu ditingkatkan lagi agar derajat kesehatan masyarakat dapat lebih baik dan sesuai dengan arah dan kebijakan kesehatan yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1992).

Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan dari kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantiítas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna (Cahyadi, 2009).

Makanan merupakan salah satu kebutuhan utama dan paling mendasar bagi manusia. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas makanan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi sekedar untuk


(18)

menghilangkan rasa lapar, tetapi semakin kompleks. Masyarakat semakin sadar bahwa makanan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk menjaga kesehatan tubuh (Purnawijayanti, 2001).

Makanan jajanan adalah makanan atau minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasaboga, rumah makan/restoran dan hotel (Kepmenkes RI No 942/Menkes/SK/VII/2003).

Menurut Fardiaz & Fardiaz (1994), pangan jajanan adalah makanan siap makan atau diolah di lokasi jualan seperti di daerah pemukiman, pertokoan, terminal, pasar, atau dijajakan dengan cara berkeliling. Selain berkontribusi positif di bidang ekonomi, pangan jajanan juga mengandung risiko terhadap kesehatan akibat kontaminasi mikroba, bahan kimia dan pemakaian bahan tambahan non pangan. Persoalan ini timbul mulai dari proses persiapan, pengolahan, dan saat penyajian makanan di lokasi jualan.

Kontaminasi yang terjadi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan makanan tersebut dapat menjadi media bagi suatu penyakit. Makanan yang sudah tercemar biasanya secara visual tidak terlihat atau tampak tidak membahayakan, misalnya dari segi warna, rasa dan penampakannya normal dan tidak ada tanda-tanda kerusakan. Karena itu kita sering terkecoh dan mengkonsumsi makanan tersebut tanpa ada rasa curiga sedikit pun.Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan (food-borned diseases) (Susanna, 2003).


(19)

Dewasa ini masalah keamanan makanan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit akibat makanan (foodborne disease) dan kejadian-kejadian pencemaran makanan terjadi tidak hanya di berbagai negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-negara maju.

Ditahun 1993, WHO melaporkan bahwa sekitar 70 % kasus diare yang terjadi di Negara berkembang disebabkan oleh makanan yang telah tercemar. Pencemaran ini sebagian besar berasal dari industri boga dan rumah makan. Berdasarkan hasil survey di Amerika Serikat, 20 % kasus terjadi di rumah makan dan3 % ditemukan di Industri pangan. Sementara di Eropa, sumber kontaminasi terbesar justru berasal dari rumah (46 %), restoran/hotel (15 %), jamuan makan (8%), fasilitas kesehatan dan kantin ( masing-masing 6%) dan sekolah (5 %) (Arisman, 2009).

Di Indonesia sendiri kasus keracunan makanan sering kita temui seperti kasus yang belakangan ini terjadi yaitu sebanyak 65 orang warga kampung Bantarkalong mengalami keracunan makanan akibat hidangan yang telah disajikan (pikiran-rakyat, 27/2/2011).

Hasil monotoring dan verifikasi profil keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) nasional tahun 2008 oleh SEAFAST, PT. Sucofindo dan Badan POM RI menunjukkan (71.4%) penjaja pangan jajanan anak sekolah ( PJAS ) menyatakan bahwa pangan jajanan yang mereka jual aman dan 14.3% mempunyai presepsi bahwa PJAS yang dijual tidak aman, untuk praktek keamanan pangan (>70.0%) penjaja PJAS menerapkan praktek keamanan pangan yang kurang baik, dan (<53.0%) penjaja


(20)

PJAS yang mengaku menambahkan BTP ke dalam produk minuman. Kondisi usaha makanan jajanan yang belum dibarengi dengan perhatian khusus terhadap aspek fisik, lokalisasi, kontrol higiene, pembinaan manajemen, ketiadaan pengaturan dan ketidakpastian keamanan dalam berusaha akan menimbulkan ketiadaan kontrol dan pengarahan terhadap kualitas makanan yang dijual dan pengolahan makanan yang higiene menyebabkan penjaja PJAS menangani pengolahan makanan menurut pengetahuan yang mereka miliki (Fardiaz & Fardiaz, 1994).

Pada tahun 2006 Badan POM menguji makanan jajanan anak sekolah di 195 Sekolah Dasar di 18 provinsi. Diantaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar dan Padang. Jumlah makanan yang di sajikan sampel sebanyak 861 contoh. Dari hasil uji didapatkan, 39,95% atau 344 contoh tidak memenuhi syarat keamanan pangan, untuk es sirup atau buah sebesar 48,19% dan minuman ringan, 62,50% juga mengandung bahan berbahaya (Naiboho, 2005).

Menurut Linda dan Venter (2003), faktor yang berkontribusi terhadap kejadian outbreaks dikarenakan oleh penyakit akibat makanan yang tercemar oleh bakteri dapat dipengaruhi oleh bahan makanan yang tidak baik, penyimpanan makanan, higiene perorangan yang kurang, sanitasi dapur dan peralatan yang tidak baik, pengolahan yang tidak memenuhi syarat, penyimpanan yang tidak memenuhi syarat dan lamanya makanan sejak disajikan sampai dengan dikonsumsi.

Penelitian Yunaenah (2009) di kantin sekolah dasar wilayah Jakarta Pusat menunjukkan bahwa ada hubungan antara fasilitas sanitasi dengan kontaminasi E. coli pada makanan jajanan anak sekolah dasar (p=0,000, OR=9,214), dan variabel tenaga penjamah makanan juga memiliki hubungan dengan kontaminasi E. coli pada


(21)

makanan jajanan anak sekolah dasar ( p=0,001, OR=7,404). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penyimpanan makanan matang yang tidak memenuhi syarat beresiko 6,78 kali untuk terkontaminasi E. coli dibandingkan dengan penyimpanan makanan yang memenuhi syarat. Penyajian makanan juga memiliki hubungan yang signifikan terhadap kontaminasi E. coli pada makanan jajajanan anak sekolah dasar (p=0,003, OR=6,118).

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Arisman (2000) di Kota Palembang didapatkan hasil bahwa hanya 6,6% penjamah makanan yang mengenakan celemek pada saat bekerja dan ditemukan 11,1% penjamah makanan yang mempunyai perilaku suka menggaruk kepala dan hidung pada saat sedang bekerja.

Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa di Palembang, sarana penjaja makanan berupa lemari makanan yang dipajang di warung dan kantin sebagian besar dalam keadaan tidak tertutup. Kalaupun ada, penutup itu hanya berupa kain bekas gorden tipis yang jarang sekali dirapatkan terutama ketika tamu sedang ramai. Oleh karena itu, beberapa lalat dapat dengan mudah mencemari makanan yang dijajakan.

Penelitian Swandatitak (2008) menyebutkan bahwa sanitasi kantin di lingkungan Universitas Airlangga yang terdiri dari 12 kantin belum memenuhi syarat kesehatan. Dan indeks kepadatan lalat tertinggi adalah kantin FKM dengan nilai 18,8 dan termasuk dalam kategori populasi padat dan perlu dilakukan pengamanan.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan penulis di Puskesmas Perbaungan, penulis memperolah data penyakit yang berhubungan dengan penyelenggaraan makanan dan minuman di kecamatan tersebut yaitu : Diare ( ± rata-rata 90 kasus ) per tahun. Selain itu penulis juga masih banyak menjumpai di beberapa kantin Sekolah


(22)

Menengah Atas ( SMA ) kurangnya kebersihan penjamah makanan dalam penyelenggaraan makanan dan minuman, masih adanya penjual tidak menutup lemari makanannya, dan kondisi kantin yang kurang bersih. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran mengenai kondisi higiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan dan minuman pada kantin SMA di Kecamatan Perbaungan dan hasil yang didapat akan penulis sesuaikan dengan Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003.

Peneliti memilih Sekolah Menengah Atas ( SMA ) di Kecamatan Perbaungan sebagai objek penelitian dikarenakan Kecamatan Perbaungan merupakan wilayah dengan jumlah Sekolah Menengah Atas dan sederajat terbanyak dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di kabupaten serdang bedagai, dan masing-masing sekolah memiliki kantin.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana kondisi higiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan dan minuman pada kantin Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Perbaungan tahun 2013”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran Kondisi Higiene dan Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Minuman di Kantin Sekolah Menengah Atas ( SMA ) di Kecamatan Perbaungan Tahun 2013.


(23)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui keadaan Lokasi dan Bangunan di Kantin Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Perbaungan Tahun 2013.

2. Untuk mengetahui fasiltas sanitasi di kantin Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Perbaungan Tahun 2013.

3. Untuk mengetahui 6 prinsip higiene sanitasi mulai dari pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan jadi, pengangkutan makanan, dan penyajian makanan di Kantin Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Perbaungan Tahun 2013.

4. Untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat pada kantin Sekolah Menengah Atas ( SMA ) di Kecamatan Perbaungan Tahun 2013.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam upaya pencegahan, pengurangan dan penanggulangan keracunan makanan dan minuman pada anak sekolah di Kecamatan Perbaungan kabupaten Serdang Bedagai.

2. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi para pemilik kantin.

3. Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam melakukan kegiatan penelitian.

4. Sebagai informasi dan bahan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya pada bidang ilmu kesehatan lingkungan.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Makanan

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan memerlukan pengolahan yang baik dan bener agar bermanfaat bagi tubuh, karena makanan sangat diperlukan untuk tubuh. Menurut Departemen Kesehatan RI (2000:3) Makanan adalah semua bahan dalam bentuk olahan yang dimakan manusia kecuali air dan obat-obatan.

Makanan menurut Permenkes No.329 tahun 1976 adalah barang yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia, termasukpermen karet dan sejenisnya tetapi bukan obat. Makanan penting untuk pertumbuhan karena sebagai bahan yang diperlukan untuk membangun dan mengganti jaringan tubuh, untuk memelihara pertahanan tubuh terhadap penyakit dan memberikan energi untuk bekerja.

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan ataupembuatan makanan dan minuman ( UU No. 7 Th. 1996 ).

Makanan dapat juga terkontaminasi oleh mikroba. Beberapa mikroba pembuat racun baik exotoxin maupun endotoxin, adalah yang tergolong Salmonella, Staphylococcus, Clostridium, Bacillus cocovenans, Bacillus cereus, dan lain-lainnya. Di Indonesia, dimana sanitasi makanan masih sangat rawan, keracunan akibat


(25)

mikroba yang menimbulkan gejala gastero-intestinal ( GI ) masih sering didapat. (Soemirat,2009)

Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan secara nyata dari penyakit bawaan air. Yang dimaksud dengan penyakit bawaan makanan adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi mikroba patogen, kecuali keracunan.

Makanan dapat terkontaminasi mikroba karena beberapa hal : 1. Mengolah makanan atau makan dengantangan kotor 2. Memasak sambil bermain dengan hewan peliharaan

3. Menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja, perabotaqn bersih, dan lain-lainnya

4. Dapur, alat masak dan makanan yang kotor

5. Makanan yang sudah jatuh ke tanah masih dimakan

6. Makanan disimpan tanpa tutup sehingga serangga dan tikus dapat menjangkaunya

7. Makanan mentah dan matang disimpan bersama-sama 8. Makanan dicuci dengan air kotor

9. Makanan terkontaminasi kotoran akibat hewan yang berkeliaran di sekitarnya

10. Sayuran dan buah-buahan yang ditanam pada tanag yang terkontaminasi 11. Memakan sayuran dan buah-buahan yang terkontaminasi

12. Pengolah makanan yang sakit


(26)

Cara-cara intervensi kontaminasi sehingga kontaminasi penyakit bawaan makanan dapat dicegah :

1. Pemilihan bahan baku yang sehat, tidak busuk, warna yang segar

2. Penyimpanan bahan baku jangan sampai terkena serangga, tikus atau jangan sampai membususk

3. Pengolahan makanan yang higienis serta prosesnya dapat mematikan penyebaba penyakit, peralatan masak harus bersih

4. Pengolahan makanan bukan pembawa penyakit, dan tidak sakit

5. Penyajian makanan tidak terkena lalat, debu, dan udara kotor, peralatan makan yang higienis ( terutama di tempat umum )

6. Penyaji makanan harus mendapat surat keterangan sehat

7. Penyimpanan makanan matang jangan samapai terkontaminasi dan membusuk

Terjadinya pencemaran dapat dibagi dalam 2 (dua) cara, yaitu :

1. Pencemaran langsung, yaitu adanya bahan pencemar yang masuk ke dalam makanan secara langsung, baik disengaja maupun tidak disengaja.

Contoh : masuknya rambut ke dalam nasi, penggunaan zat pewarna makanan, dan sebagainya.

2. Pencemaran silang, yaitu pencemaran yang terjadi secara tidak langsung sebagai akibat ketidaktahuan dalam pengolahan makanan.


(27)

Contoh : makanan bercampur dengan pakaian atau peralatan kotor, menggunakan pisau pada pengolahan bahan mentah untuk bahan makanan jadi (makanan yang sudah terolah) (Depkes RI, 1994).

2.2 Pengertian Higiene dan Sanitasi Makanan

Higiene dan sanitasi merupakan suatu tindakan atau upaya untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan melalui pemeliharaan dini setiap individu dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya, agar individu terhindar dari ancaman kuman penyebab penyakit ( Depkes RI, 1994 ).

Menurut Depkes RI (2004) higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subjeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.

Menurut Azrul Azwar, sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat (Azwar, 2000).

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah


(28)

penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan ( WHO, 2007 ).

Langkah penting dalam mewujudkan higiene dan sanitasi makanan (Depkes, 2007), adalah :

a. Mencapai dan mempertahankan hasil produksi yang sesuai dengan suhu hidangan (panas atau dingin)

b. Penyajian, penanganan yang layak terhadap penanganan makanan yang dipersiapkan lebih awal

c. Memasak tepat waktu dan suhu

d. Dilakukan oleh pekerja dan penjamah makanan yang sehat mulai dari penerimaan hingga distribusi

e. Memantau setiap waktu suhu makanan sebelum dibagikan

f. Inspeksi teratur terhadap bahan makanan mentah dan bumbu-bumbu sebelum dimasak

g. Panaskan kembali suhu makanan menurut suhu yang tepat (74 ºC)

h. Menghindari kontaminasi silang antara bahan makanan mentah, makanan masak melalui orang (tangan), alat makan, dan alat dapur

i. Bersihkan semua permukaan alat/ tempat setelah digunakan untuk makanan j. Perhatikan semua hasil makanan yang harus dibeli dari sistem khusus


(29)

2.3 Tujuan Higiene Dan Sanitasi Makanan

Menurut Prabu (2008) sanitasi makanan bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan/pemborosan makanan. Higiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.

Tujuan Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman (Depkes RI, 2007) : 1. Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan konsumen 2. Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan melalui

makanan

3. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan di institusi

2.4 Pengertian Penyelenggaraan Makanan

Menurut Moehyi (1992) penyelenggaraan makanan adalah suatu proses menyediakan makanan dalam jumlah besar dengan alasan tertentu. Sedangkan Depkes (2003) menjelaskan bahwa penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi bertujuan untuk mencapai status kesehatan yang optimal melalui pemberian makan yang tepat.


(30)

2.5 Jenis Penyelenggaraan Makanan

Menurut Moehyi (1992) penyelenggaraan makanan berdasarkan waktu dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Penyelenggaraan makanan hanya satu kali saja, baik berupa makanan lengkap atau hanya berupa makanan kecil (snack food). Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah penyelenggaraan untuk pesta atau jamuan makan atau snack pada acara tertentu.

2. Penyelenggaraan makanan secara tetap untuk jangka waktu tidak terbatas, biasanya adalah makanan lengkap, baik untuk satu kali makan atau setiap hari seperti penyelenggaraan makanan untuk asrama, panti asuhan, rumah sakit dan kampus.

3. Penyelenggaraan makanan dalam keadaan darurat yang persediannya dilakukan untuk jangka waktu tertentu seperti kebakaran, tsunami, dll. 2.6 Upaya Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan

Makanan yang sehat adalah makanan yang tidak tercemar oleh bakteri ataupun benda lain yang masuk kedalam makanan itu sendiri. Untuk mendapatkan makanan yang sehat kita harus memperhatikan higiene dan sanitasi dalam penyelenggaraan makanan. Untuk mencapai tujuan tersedianya makanan yang sehat maka upaya tersebut harus berdasarkan prinsip HSM ( Higiene Sanitasi makanan). Menurut Depkes RI (1994) prinsip-prinsip higiene sanitasi makanan antara lain :

1. Pemilihan bahan makanan 2. Penyimpanan bahan makanan 3. Pengolahan makanan


(31)

4. Penyimpanan makanan masak 5. Pengangkutan makanan 6. Penyajian makanan

2.6.1. Pemilihan Bahan Makanan

Pemilihan bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003). Bahan makanan perlu dipilih yang sebaik-baiknya dilihat dari segi kebersihan, penampilan dan kesehatan. Penjamah makanan dalam memilih bahan yang akan diolah harus mengetahui sumber-sumber makanan yang baik serta memperhatikan ciri-ciri bahan yang baik.

Beberapa hal yang harus diingat tentang pemilihan bahan makanan :

1. Hindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang tidak jelas.

2. Gunakan catatan tempat pembelian bahan makanan.

3. Mintalah informasi atau keterangan asal-usul bahan yang dibeli.

4. Belilah bahan di tempat penjualan resmi dan bermutu seperti : rumah potong pemerintah atau tempat potong resmi yang diawasi pemerintah, tempat pelelangan ikan resmi dan pasar bahan dengan sistem pendingin. 5. Tidak membeli bahan makanan yang sudah kadaluwarsa atau membeli

daging/unggas yang sudah terlalu lama disimpan, khususnya organ dalam (jeroan) yang potensial mengandung bakteri.

6. Membeli daging dan unggas yang tidak terkontaminasi dengan racun/toksin bakteri pada makanan.


(32)

Pemilihan bahan makanan dibagi menjadi 3 (Depkes, 2007) yaitu;

a. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan seperti daging, beras, kentang dan sebagainya. b. Bahan makanan terolah (pabrikan) yaitu bahan makanan yang sudah

dapat langsung dimakan tetapi harus menggunakan proses pengolahan lebih lanjut seperti tempe, ikan kaleng, nugget, kornet.

c. Bahan makanan siap santap yaitu bahan makanan yang dapat langsung dimakan tanpa pengolahan seperti bakso, soto dsb.

Menurut Depkes RI (2004) pemilihan bahan makanan dianjurkan membeli bahan makanan di tempat yang telah diawasi oleh pemerintah seperti pasar swalayan, rumah potonghewan atau supplier bahan makanan yang telah berijin. Makanan yang kering seperti herbal, kacang – kacangan dan rempah – rempah sering kali terkontaminasi oleh spora dalam jumlah banyak walaupun aman karena dalam keadaan kering, akan tetapi jika direhidrasi maka harus diperlakukan seperti halnya makanan sehat.

2.6.2. Penyimpanan Bahan Makanan

Setelah bahan makanan dibeli, hendaknya disimpan dalam penyimpanan bahan makanan. Departemen Kesehatan (2006) mensyaratkan tersedianya ruang atau gudang untuk menyimpan bahan makanan dan terdapat sarana untuk penyimpanan bahan makanan dingin. Menurut Betty C dalam Depkes (2006) ada 4 cara penyimpanan bahan makanan yaitu

a. Penyimpanan sejuk (cooling) yaitu penyimpanan pada suhu 100ºC-150ºC untuk jenis minuman, buah dan sayuran.


(33)

b. Penyimpanan dingin (chilling) penyimpanan pada suhu 40ºC-100ºC untuk bahan makanan berprotein yang akan segera diolah kembali.

c. Penyimpanan dingin sekali (Freeezing), penyimpanan pada suhu 0ºC-40ºC untuk jenis bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

d. Penyimpanan beku (frozen), yaitu penyimpanan pada suhu < 0ºC untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam. Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah:

1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih

2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi.

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan yaitu :

a. Dalam suhu yang sesuai.

b. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm. c. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80-90%.

4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm. b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm. c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.


(34)

5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri), sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan. Pengambilan dengan cara seperti ini disebut cara First In First Out (FIFO). Sedangkan menurut Depkes RI (2004) dalam penyimpanan bahan makanan hal-hal yang diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan memenuhi syarat.

2. Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga mudah untuk mengambilnya, tidak menjadi tempat bersarang/bersembunyi serangga dan tikus, tidak mudah membusuk dan rusak, dan untuk bahan-bahan yang mudah membusuk harus disediakan tempat penyimpanan dingin.

3. Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat digunakan untuk riwayat keluar masuk barang dengan sistem FIFO (First In First Out).

2.6.3. Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan yang baik adalah pengolahan yang mengikuti prinsip hygiene dan sanitasi. Menurut Dewi yang mengutip dari Anwar dkk (1997) pengolahan makanan menyangkut 4 (empat) aspek, yaitu :


(35)

Penjamah makanan adalah seorang tenaga yang menjamah makanan mulai dari mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun dalam penyajian makanan. Pengetahuan, sikap dan perilaku seorang penjamah mempengaruhi kualitas makanan yang dihasilkan.

Penjamah juga dapat berperan sebagai penyebar penyakit, hal ini bisa terjadi malalui kontak anatara penjamah makanan yang menderita penyakit menular dengan konsumen yang sehat, kontaminasi terhadap makanan oleh penjamah yang membawa kuman.

Kriteria penjamah makanan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan adalah (Depkes RI, 2003) :

1. Seorang penjamah makanan harus mempunyai temperamen yang baik 2. Seorang penjamah makanan harus mengetahui hIgiene perorangan

(Personal Hygiene) yang terdiri dari kebersihan panca indera, kebersihan kulit, kebersihan tangan, kebersihan rambut dan kebersihan pakaian pekerja.

3. Harus berbadan sehat dengan mempunyai surat keterangan kesehatan. 4. Memiliki pengetahuan tentang higiene perorangan dan sanitasi makanan. 2. Cara Pengolahan Makanan

Ada 4 hal pokok yang harus diperhatikan dalam pengolahan makanan (Depkes RI, 2005) :

1. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dan kontak langsung dengan tubuh.


(36)

2. Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dapat dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok garpu, dan sejenisnya.

3. Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai celemek/apron, tutup rambut, sepatu dapur, tidak merokok, tidak makan atau menguyah, tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin yang tidak berhias, tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluan, selalu mencuci tangan sebelum bekerja, selalu mencuci tangan sebelum dan setelah keluar dari kamar mandi, selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar rumah sakit.

4. Tenaga pengolah makanan harus memiliki sertifikat vaksinasi chotypa dan baku kesehatan yang berlaku.

3. Tempat Pengolahan Makanan

Tempat pengolahan makanan, dimana makanan diolah sehingga menjadi makanan jadi biasanya disebut dengan dapur, menurut Depkes RI (1994) yang perlu diperhatikan kebersihan tempat pengolahan tersebut serta tersedianya air bersih yang cukup.

Menurut Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 persyaratan tempat pengolahan makanan terdiri dari :

1. Lantai yang memenuhi persyaratan kesehatan adalah sebagai berikut :

a. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air,rata, tidak licin dan mudah dibersihkan


(37)

b. Semua sudut-sudut antara lantai dan dinding harus melengkung bulat dengan jari-jari tidak kurang dari 7,62 cm dari lantai dan tidak boleh membuat sudut mati.

c. Lantai harus selalu dalam keadaan bersih, terpelihara sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan.

2. Dinding yang memenuhi persyaratan kesehatan :

a. Permukaan dalam dinding harus rata, tidak menyerap dan mudah dibersihkan.

b. Kontruksi dinding tidak boleh di buat rangkap.

c. Dinding yang selalu menerima kelembaban atau percikan air harus rapat air dan atau dilapisi dengan perselen setinggi 2 m dari lantai.

3. Atap dan langit-langit yang sesuai dengan persyaratan kesehatan adalah : a. Atap terbuat dari bahan rapat air dan tidak bocor.

b. Mudah dibersihkan.

c. Tinggi langit – langit sekurang – kurangnya 2,4 meter.

4. Penerangan atau pencahayaan yang sesuai dengan persyaratan kesehatan adalah :

a. Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk melakukan pekerjaan pengolahan makanan secara efektif dan kegiatan pembersihan ruang.

b. Di setiap ruangan kerja seperti gudang, dapur, tempat cuci peralatan dan tempat pencuci tangan, intensitas pencahayaan sedikitnya 10 foot candle.


(38)

c. Pencahayaan/penerangan harus tidak menyilaukan dan tersebar merata sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan bayangan yang nyata. 5. Ventilasi yang dianjurkan adalah :

Harus cukup mencegah udara yang melampui batas, mencegah pengembunan dan pembentukan kelembaban pada dinding serta bau tidak sedap.

6. Pintu yang di anjurkan adalah:

a. Pintu dibuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan. b. Pintu dapat ditutup dengan baik dan membuka ke arah luar. c. Setiap bagian bawah pintu setinggi 36 cm dilapisi logam. d. Jarak antara pintu dan lantai tidak lebih dari 1 cm.

7. Harus ada persediaan air yang cukup untuk memenuhi syarat-syarat kesehatan.

8. Harus ada tempat sampah yang memenuhi persyaratan kesehatan

a. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat. mempunyai tutup dan memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk.

b. Jumlah dan volume tempat sampah disesuaikan dengan produk sampah yang dihasilkan pada setiap tempat kegiatan.

c. Tersedia pada setiap tempat/ruang yang memproduksi sampah.

d. Sampah sudah harus dibuang dalam waktu 24 jam dari rumah makan dan restoran.


(39)

e. Disediakan tempat pengumpul sementara yang terlindung dari seranga, tikus atau hewan lain dan terletak di tempat yang mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah.

9. Harus ada pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan. 10.Tersedia tempat pencuci tangan dan alat-alat dapur.

11.Perlindungan dari serangga dan tikus.

12.Barang-barang yang mungkin dapat menimbulkan bahaya tidak diperbolehkan disimpan di dapur, seperti racun hama, peledak, dan lain-lain.

13.Tersedia alat pemadam kebakaran.

Untuk persyaratan Dapur, ruang makan, dan gudang makanan adalah sebagai berikut:

a. Dapur.

1. Luas dapur sekurang-kurangnya 40% dari ruang makan atau 27% dari luas bangunan.

2. Permukaan lantai dibuat cukup landai ke arah saluran pembuangan air limbah.

3. Permukaan langit-langit harus menutup seluruh atap ruang dapur, permukaan rata, berwarna terang dan mudah dibersihkan.

4. Penghawaan dilengkapi dengan alat pengeluaran udara panas maupun bau-bauan/exhauster yang dipasang setinggi 2 (dua) meter dari lantai dan kapasitasnya disesuaikan dengan luas dapur.

5. Tungku dapur dilengkapi dengan sungkup asap (hood), alat perangkap asap, cerobong asap, saringan dan saluran serta pengumpul lemak.


(40)

6. Semua tungku terletak di bawah sungkup asap (hood).

7. Pintu yang berhubungan dengan halaman luar dibuat rangkap, dengan pintu bagian luar membuka ke arah luar.

8. Daun pintu bagian dalam dilengkapi dengan alat pencegah masuknya serangga yang dapat menutup sendiri.

9. Ruangan dapur terdiri dari : 1). Tempat pencucian peralatan

2). Tempat penyimpanan bahan makanan 3). Tempat pengolahan

4). Tempat persiapan 5). Tempat administrasi

10.Intensitas pencahayaan alam maupun buatan minimal 10 foot candle (fc).

11.Pertukaran udara sekurang-kurangnya 15 kali per jam untuk menjamin kenyamanan kerja di dapur, menghilangkan asap dan debu.

12.Ruang dapur harus bebas dari serangga, tikus dan hewan lainnya. 13.Udara di dapur tidak boleh mengandung angka kuman lebih dari

5juta/gram.

14.Tersedia sedikitnya meja peracikan, peralatan, lemari/fasilitas penyimpanan dingin, rak-rak peralatan, bak-bak pencucian yang berfungsidan terpelihara dengan baik.

15.Harus dipasang tulisan “Cucilah tangan anda sebelum menjamah makanandan peralatan” di tempat yang mudah dilihat.


(41)

16. Tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban/WC, peturasan/urinoirkamar mandi dan tempat tinggal.

b. Ruang Makan

1. Setiap kursi tersedia ruangan minimal 0,85m².

2. Pintu yang berhubungan dengan halaman dibuat rangkap, pintu bagian luar membuka ke arah luar.

3. Meja, kusi dan taplak meja harus dalam keadaan bersih.

4. Tempat untuk menyediakan//peragaan makanan jadi harus dibuat fasilitas khusus yang menjamin tidak tercemarnya makanan.

5. Rumah makan dan restoran yang tidak mempunyai dinding harus terhindar dari pencemaran.

6. Tidak boleh mengandung gas-gas beracun sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

7. Tidak boleh mengandung angka kuman lebih dari 5 juta/gram.

8. Tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban/WC, peturasan/urinoir,kamar mandi dan tempat tingal.

9. Harus bebas dari serangga, tikus dan hewan lainnya.

10.Lantai, dinding dan langit-langit harus selalu bersih, warna terang 11.Perlengkapan set kursi harus bersih

12.Perlengkapan set kursi tidak boleh mengandung kutu busuk/kepinding dan serangga pengganggu lainnya.


(42)

1. Jumlah bahan makanan yang disimpan disesuaikan dengan ukuran gudang.

2. Gudang bahan makanan tidak boleh untuk menyimpan bahan lain selain makanan.

3. Pencahayaan gudang minimal 4 foot candle pada bidang setinggi lutut. 4. Gudang dilengkapi dengan rak-rak tempat penyimpanan makanan. 5. Gudang dilengkapi dengan ventilasi yang menjamin sirkulasi udara. 6. Gudang harus dilengkapi dengan pelindung serangga dan tikus. 4. Perlengkapan/Peralatan dalam Pengolahan Makanan

Menurut Anwar (1997) Prinsip dasar persyaratan perlengkapan/peralatan dalam pengolahan makanan adalah aman sebagai alat/perlengkapan pengolahan makanan. Aman ditinjau dari bahan yang digunakan dan juga desain perlengkapan tersebut. Syarat bahan perlengkapan mencakup :

1. Persyaratan umum, terdiri dari bahan yang digunakan untuk membuatnya atau bahan yang digunakan untuk perbaikan harus anti karat, kedap air, halus, mudah dibersihkan, tak berbau dan tak berasa. Hindari bahan-bahan Antimon (An), Cadmium (Cd), Timah hitam (Pb).

2. Bila digunakan sambungan, gunakan bahan yang anti karat dan aman. 3. Bila digunakan plastik, dianjurkan yang aman dan mudah dibersihkan

Berdasarkan petunjuk pelaksanaan dalam pengumpulan data alat usap makanan oleh Kepmenkes Nomor.1098/Menkes/SK/VII/2003 yang disajikan dalam persyaratan peralatan makanan bahwa tidak boleh bakteri lebih dari 100


(43)

koloni/cm² permukaan alat dan tidak mengandung E.coli. Persyaratan Peralatan Makan adalah sebagai berikut:

1. Peralatan tidak rusak,retak dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan.

2. Permukaan yang kontak langsung dengan makanan harus tidak ada sudut mati, rata halus dan mudah dibersihkan.

3. Peralatan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan.

4. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak boleh mengandung angka kuman yang melebihi ambang batas, dan tidak boleh mengandung E.coli.

5. Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan :

a. Pencucian peralatan harus menggunakan sabun atau deterjen, air dingin,air panas sampai bersih.

b. Dibebas hamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm, air panas 80°C selama 2 menit.

6. Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau buatan dan tidak boleh dilap dengan kain.

7. Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam keadaan kering dan bersih, ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari sumber pengotoran/kontaminasi binatang perusak (Depkes RI,2003).


(44)

Menurut Depkes RI (2003) teknik pencucian yang benar akan memberikan hasil pencucian yang sehat dan aman. Tahapan-tahapan pencucian yang perlu diikuti agar hasil pencucian sehat dan aman sebagai berikut :

1. Scraping (membuang sisa kotoran), yaitu memisahkan kotoran dan sisa-sisa makanan yang terdapat pada peralatan yang akan dicuci, seperti sisa-sisa makanan diatas piring,gelas,sendok,garpu dan lain-lain.Kotoran tersebut dikumpulkan di tempat sampah (kantong plastik) selanjutnya diikat dan dibuang di tempat yang kedap air.

2. Flusing (merendam dalam air ), yaitu mengguyur air ke peralatan yang akan dicuci sehingga terendam seluruh permukaan peralatan.

3. Washing ( mencuci dengan deterjen ), yaitu mencuci peralatan dengan cara menggosok dan melarutkan sisa makanan dengan zat pencuci atau deterjen.

4. Rinsing ( membilas dengan air bersih ), yaitu mencuci peralatan yang telah digosok deterjen sampai bersih dengan cara dibilas dengan air bersih. Setiap peralatan yang dibersihkan dibilas dengan cara menggosok-gosok dengan tangan sampai terasa kesat, tidak licin.

5. Sanitizing/Desinfection (membebashamakan),yaitu membebashamakan peralatan setelah proses pencucian. Peralatan yang selesai dicuci perlu dijamin aman dari mikroba dengan cara desinfeksi.

6. Towelling (Mengeringkan), yaitu mengusap kain lap bersih atau mengeringkan dengan menggunakan kain atau handuk dengan maksud untuk menghilangkan sisa- sisa kotoran yang mungkin masih menempel


(45)

sebagai akibat proses pencucian seperti noda deterjen, noda klor dan sebagainya.

2.6.4. Penyimpanan Makanan Masak

Makanan masak sangat disukai oleh bakteri karena suasananya cocok untuk tempat berkembang biaknya bakteri. Oleh karena itu, cara penyimpannya harus memperhatikan wadah penyimpanan makanan masak (setiap makanan yang masak memiliki wadah yang terpisah, pemisah didasarkan pada jenis makanan dan setiap wadah harus memiliki tutup tetapi tetap berventilasi) (Depkes, 2007).

Menurut Depkes RI (1994) penyimpanan makanan dimaksudkan untuk mengusahakan makanan agar dapat awet lebih lama. Kualitas makanan yang telah diolah sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana terdapat titik-titik rawan untuk perkembangbiakan bakteri patogen dan pembusuk pada suhu yang sesuai dengan kondisinya.

Dalam Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, penyimpanan makanan jadi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, tikus dan hewan lainnya.

2. Disimpan dalam ruangan bertutup dan bersuhu dingin (10º-18ºC).

3. Makan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5 ºC atau lebih, atau disimpan dalam suhu dingin 4 ºC atau kurang.

4. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam) disimpan dalam suhu -5 ºC sampai dengan 1 ºC.


(46)

5. Tidak tercampur antara makanan yang siap untuk dimakan dengan bahan makanan mentah dan tidak disajikan ulang.

2.6.5. Pengangkutan Makanan

Makanan yang telah selesai diolah di tempat pengolahan, memerlukan pengangkutan untuk selanjutnya disajikan atau disimpan. Bila pengangkutan makanan kurang tepat dan alat angkutnya kurang baik kualitasnya, kemungkinan pengotoran dapat terjadi sepanjang pengangkutan (Depkes Rim 1994).

Menurut Depkes RI (2000) Makanan perlu diperhatikan dalam cara pengangkutannya, yaitu sebagai berikut :

1. Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan mentah 2. Makanan diangkut dalam wadah tertutup sendiri-sendiri

3. Pengisian wadah tidak sampai penuh agar tersedia udara untuk ruang gerak 4. Penempatan wadah dalam kendaraan harus tidak saling mencemari atau

menumpahi

5. Alat pengangkut yang tertutup khusus dan permukaan dalamnya mudah dibersihkan

2.6.6. Penyajian Makanan

Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, persyaratan penyajian makanan adalah sebagai berikut :

1. Harus terhindar dari pencemaran.

2. Peralatan untuk penyajian harus terjaga kebersihannya. 3. Harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan yang bersih.


(47)

5. Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : b. Di tempat yang bersih.

c. Meja ditutup dengan kain putih atau plastik d. Asbak tempat abu rokok setiap saat dibersihkan

e. Peralatan makan dan minum yang telah dipakai paling lambat 5 menit sudah dicuci.

Prinsip penyajian makanan harus memperhatikan (Depkes, 2005) :

1. Prinsip pewadahan yaitu setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah yang terpisah dan memiliki tutup untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. 2. Prinsip kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi baru

dicampur menjelang penyajian untuk menghindari makanan cepat basi.

3. Prinsip edible part yaitu setiap bahan yang disajikan merupakan bahan yang dapat dimakan hal ini bertujuan untuk menghindari kecelakaan salah makan. 4. Prinsip pemisah yaitu makanan yang disajikan dalam dus harus tetap terpisah

satu sama lain.

5. Prinsip panas yaitu penyajian makanan yang harus disajikan dalam keadaan panas. Hal ini bertujuan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan meningkatkan selera makan.

6. Prinsip bersih yaitu setiap wadah yang digunakan harus dalam keadaan bersih dan baik.

7. Prinsip handling yaitu setiap penanganan makanan tidak boleh kontak langsung dengan anggota tubuh.


(48)

8. Prinsip tempat penyajian yaitu tempat penyajian harus disesuaikan dengan kelas perawatan.

2.7 Aspek Higiene Sanitasi Makanan

Menurut Depkes RI (2004) aspek higiene sanitasi makanan adalah aspek pokok dari higiene sanitasi makanan yang mempengaruhi terhadap keamanan makanan. Aspek higiene sanitasi makanan terdiri dari 4 bagian,yaitu :

1. Kontaminasi.

Kontaminasi atau pencemaran adalah masuknya zat asing ke dalam makanan yang tidak dikehendaki, yang dikelompokkan dalam 4 (empat) macam yaitu :

1. Pencemaran mikroba, seperti bakteri, jamur, cendawan dan virus.

2. Pencemaran fisik, seperti rambut, debu, tanah, serangga dan kotoran lainnya 3. Pencemaran kimia, seperti pupuk, pestisida, Mercury, Cadmium, Arsen, HCN 4. Pencemaran radioaktif, seperti radiasi, sinar alfa, sinar gamma, radioaktif. Terjadinya pencemaran dapat dibagi dalam 3 (tiga) cara, yaitu : (Depkes RI,2001)

1. Pencemaran langsung (direct contamination) yaitu adanya bahan pencemar yang masuk ke dalam makanan secara langsung, baik disengaja maupun tidak disengaja. Contoh : masuknya rambut ke dalam nasi, penggunaan zat pewarna makanan dan sebagainya.

2. Pencemaran silang (cross contamination), yaitu pencemaran yang terjadi secara tidak langsung sebagai akibat ketidaktahuan dalam pengolahan makanan. Contoh: makanan bersentuhan dengan pakaian atau peralatan kotor, menggunakan pisau pada pengolahan bahan mentah untuk bahan makanan jadi (makanan yang sudah terolah).


(49)

3. Pencemaran ulang (recontamination), yaitu pencemaran yang terjadi terhadap makanan yang telah dimasak sempurna. Contoh : nasi yang tercemar dengan debu atau lalat karena tidak dilindungi dengan tutup.

2. Keracunan

Keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis suatu penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak hygienis. Makanan yang menjadi penyebab keracunan biasanya telah tercemar oleh unsur-unsur fisika, mikroba ataupun kimia dalam dosis yang membahayakan. Adapun yang menjadi penyebabnya adalah :

1. Bahan makanan alami, yaitu makanan yang secara alami telah mengandung racun, seperti jamur beracun, ikan, buntel, ketela hijau, gadung atau umbi racun.

2. Infeksi mikroba (Bacterial Food Infection), yaitu disebabkan bakteri pada saluran pencernaan makanan yang masuk ke dalam tubuh atau tertelannya mikroba dalam jumlah besar, yang kemudian hidup dan berkembang biak, seperti Salmonellosis dan Streptoccocus.

3. Racun/toxin mikroba (Bacterial Food Poisoning), yaitu racun atau toksin yang dihasilkan oleh mikroba dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan jumlah yang membahayakan, seperti racun Botulism yang disebabkan oleh Clostridium botulism, Staphylococcus dan keracunan tempe bongkrek, disebabkan oleh Pseudomonas cocovenenas.


(50)

4. Kimia, yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang membahayakan, seperti arsen, antimon, cadmium, pestisida dengan gejala depresi pernafasan sampai koma dan dapat meninggal. 5. Alergi, yaitu bahan allergen di dalam makanan yang menimbulkan reaksi

sensitif kepada orang-orang yang rentan, seperti histamin pada udang, tongkol, bumbu masak dan sebagainya.

3. Pembusukan

Pembusukan adalah proses perubahan komposisi (dekomposisi) makanan, baik sebagian atau seluruhnya pada makanan dari keadaan yang normal menjadi keadaan yang tidak normal yang tidak dikehendaki sebagai akibat pematangan alam (maturasi), pencemaran (kontaminasi), sengaja dipelihara (fermentation) atau sebab lain (Depkes RI, 2004).

Pembusukan dapat terjadi karena :

1. Fisika, yaitu pembusukan makanan karena kekurangan air (layu, mengkerut), karena benturan/tekanan (pecah) atau diganggu hewan/serangga (berlubang, bekas gigitan).

2. Enzym, yaitu pembusukan akibat aktivitas zat kimia pada proses pematangan buah-buahan sehingga makanan menjadi rusak karena terlalu/kelewat matang. Contohnya enzym amilase pemecah tepung, enzym lipase pemecah lemak dan enzym protease pemecah peotein.

3. Mikroba, yaitu bakteri atau cendawan yang tumbuh dan berkembang biak di dalam makanan serta merusak komposisi makanan, sehingga makanan


(51)

menjadi basi, merusak rasa, bau dan warnanya. Khusus pada fermentasi akan terjadi perubahan zat gizi.

4. Pemalsuan

Pemalsuan adalah upaya perubahan tampilan makanan dengan cara menambah, mengurangi atau mengganti bahan makanan yang disengaja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya yang dapat berdampak buruk kepada konsumen.

2.8 Pengaruh Makanan Terhadap Kesehatan

Menurut Chandra (2007) penyakit – penyakit yang dapat ditularkan melalui makanan dan minuman disebut sebagai food-and milk-borne disease (penyakit bawaan makanan dan susu). Penyakit- penyakit tersebut dapat disebabkan oleh :

1. Parasit, parasit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan pada manusia antara lain : T.saginata, T.solium, D.latum,dan sebagainya. Parasit ini masuk kedalam tubuh melalui daging sapi,daging babi, atau ikan yang terinfeksi yang dikonsumsi manusia.

2. Mikroorganisme, misalnya S.typhii, Sh.dysentry, Richettsia,dan virus hepatitis yang menggunakan makanan sebagai media perantaranya. Pencegahan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme adalah dengan memasak semua bahan makanan sampai matang, melindungi makanan dari kontaminasi binatang pengerat, menyimpan makanan pada <15ºC dan memanaskan makanan pada suhu lebih dari 60ºC.


(52)

3. Toksin, misalnya bakteri stafilokokus memproduksi enterotoksin, clostrodium memproduksi eksotoksin. Disini makanan berfungsi sebagai media pembiakan.

4. Zat-zat yang membahayakan kesehatan yang secara sengaja (karena ketidaktahuan) dimasukkan kedalam makanan, misalnya zat pengawet dan zat pewarna, ataupun yang secara tidak sengaja, misalnya insketisida (suatu bahan yang beracun yang sering dikira gula/tepung)

5. Penggunaaan makanan yang sudah beracun, misalnya jamur, singkong, tempe bongkrek,dan jengkol.

Adapun penyakit bersumber dari makanan dapat digologkan sebagai berikut: 1. Foodborne disease

Suatu gejala penyakit yang terjadi akibat mengonsumsi makanan yang mengandung mikroorganisme dan toksin baik yang berasal dari tumbuhan, bahan kimia, kuman maupun binatang.

2. Food infection

Suatu gejala penyakit yang muncul akibat masuk dan berkembangbiaknya mikroorganisme dalam tubuh manusia (usus) melalui makanan yang dikonsumsinya.

3. Food intoxication

Suatu gejala penyakit yang muncul akibat mengkonsumsi yang ada dalam makanan.


(53)

Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian. Peran makanan, higiene perorangan dan mempunyai kebiasaan bekerja, minat maupun perilaku sehat (WHO dan Depkes RI, 2004). Penjamah makanan sangat penting dan merupakan salah satu faktor dalam penyediaan makanan/minuman yang memenuhi syarat kesehatan. Personal higiene dan perilaku sehat penjamah makanan harus diperhatikan. Seorang penjamah makanan harus beranggapan bahwa sanitasi makanan harus merupakan pandangan hidupnya serta menyadari akan pentingnya sanitasi.

Syarat-syarat penjamah makanan (Depkes RI, 2003) :

1. Tidak menderita penyakit mudah menular, missal : batuk, pilek,influenza, diare, penyakit perut sejenisnya.

2. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya). 3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian. 4. Memakai celemek dan tutup kepala.

5. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

6. Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas tangan. Persyaratan higiene perilaku penjamah makanan, khususnya pada kantin sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 meliputi, antara lain :

1. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.


(54)

2. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan : sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok garpu dan sejenisnya.

3. Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai celemek dan penutup rambut.

4. Setiap tenaga penjamah makanan pada saat bekerja harus berperilaku : a. Tidak makan atau mengunyah makanan kecil/permen. b. Tidak memakai perhiasan (cincin).

c. Tidak bercakap-cakap.

d. Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil.

e. Tidak memanjangkan kuku.

f. Selalu memakai pakaian yang bersih. 2.10 Kantin Sekolah

Kantin adalah tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Kantin merupakan salah satu bentuk fasilitas umum, yang keberadaannya selain sebagai tempat untuk menjual makanan dan minuman juga sebagai tempat bertemunya segala macam masyarakat dalam hal ini anak sekolah maupun guru yang berada di lingkungan sekolah, dengan segala penyakit yang mungkin dideritanya (Depkes RI, 2003).

Kantin atau warung sekolah merupakan salah satu tempat jajan anak sekolah selain penjaja pangan jajanan anak sekolah (PJAS) diluar sekolah. Kantin sekolah mempunyai peranan penting dalam mewujudkan pesan-pesan kesehatan dan dapat menentukan perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan pangan jajanan di


(55)

sekolah. Kantin sekolah dapat menyediakan makanan sebagai pengganti makan pagi dan makan siang di rumah serta cemilan dan minuman yang sehat, aman dan bergizi. Keberadaan kantin sekolah memberikan peranan penting karena mampu menyediakan ± ¼ konsumsi makanan keluarga karena keberadan peserta didik di sekolah yang cukup lama (Nuraida, et al. 2009).

Menurut Moehyi (1992) Kantin adalah setiap bangunan yang menetap dengan segala peralatan yang dipergunakan untuk proses pembuatan dan penjualan atau penyajian makanan dan minuman bagi umum, dimana proses pembuatan dan penjualan atau penyajian makanan diperuntukan bagi masyarakat tertentu ( khusus ) dan cara penyajiannya pada waktu-waktu tertentu.

Menurut Putri (2008) Kantin yang sehat secara fisik tentunya harus mempunyai sarana dan prasarana yang memadai. Berdasarkan fisiknya tersebut, kantin sehat dapat dibedakan menjadi kantin dengan ruangan tertutup dan kantin dengan ruangan terbuka seperti di koridor atau di halaman sekolah. Meskipun kantin berada di ruang terbuka, namun ruang pengolahan dan tempat penyajian makanan harus dalam keadaan tertutup. Kedua jenis kantin tersebut harus memiliki sarana dan prasana sebagai berikut:

1. Sumber air bersih.

Kedua jenis kantin harus mempunyai suplai air bersih yang cukup, baik untuk kebutuhan pengolahan maupun untuk kebutuhan pencucian dan pembersihan. Sumber air dapat diperoleh dari PAM maupun dari air tanah (sumur). Air yang akan digunakan memasak dan disimpan dalam ember, harus menggunakan gayung bertangkai panjang untuk mengeluarkan air dari


(56)

ember/wadah air, jangan mengotori air dengan mencelupkan tangan ke dalam ember/wadah air. Ember/wadah air harus selalu tertutup. Syarat-syarat air yang digunakan adalah air harus bebas dari mikroba dan bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan seseorang, tidak berwarna dan berbau, memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan atau air minum dan untuk air yang akan digunakan untuk memasak atau mencuci bahan pangan harus memenuhi persyaratan bahan baku air minum.

2. Tempat penyimpanan

Baik kantin tertutup maupun kantin terbuka mempunyai persyaratan tempat penyimpanan yang sama. Keduanya harus mempunyai tempat penyimpanan bahan baku, tempat penyimpanan makanan jadi yang akan disajikan, tempat penyimpanan bahan bukan pangan dan tempat penyimpanan peralatan. Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung, atau mikroba dan ada sirkulasi udara. Penyimpanan bahan baku dan produk pangan harus sesuai dengan suhu penyimpanan yang dianjurkan. Untuk bahan mentah termasuk bumbu dan bahan tambahan pangan (BTP) tempat penyimpanannya harus terpisah dengan produk atau makanan yang siap disajikan. Kedua jenis kantin tersebut pun harus menyediakan tempat khusus untuk menyimpan bahan-bahan bukan pangan seperti bahan-bahan pencuci dan minyak tanah. Bahan berbahaya seperti pemberantas serangga, tikus, kecoa, bakteri dan bahan berbahaya lainnya tidak boleh disimpan di kantin. Kantin juga mempunyai tempat penyimpanan peralatan makan yang bebas pencemaran (lemari).


(57)

Peralatan harus mudah dibersihkan, kuat dan tidak mudah berkarat. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah, tidak mengelupas, dan tidak menyerap air Peralatan bermotor seperti pengaduk dan blender hendaknya dapat dibongkar agar bagian-bagiannya mudah dibersihkan.

3. Tempat pengolahan.

Ruang pengolahan atau persiapan makanan mempunyai persyaratan yang sama, baik untuk kantin ruang tertutup maupun kantin ruang terbuka. Ruangan ini harus selalu dalam keadaan bersih dan terpisah dari ruang penyajian dan ruang makan dan harus tertutup. Terdapat tempat/meja yang permanen dengan permukaan halus, tidak bercelah dan mudah dibersihkan. Ruang pengolahan tidak berdesakan sehingga setiap karyawan yang sedang bekerja dapat leluasa bergerak. Ventilasi yang cukup harus tersedia agar udara panas dan lembab di dalam ruangan pengolahan dapat dibuang keluar dan diganti dengan udara segar. Terdapat lampu penerangan yang cukup terang sehingga karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan baik, teliti dan nyaman. Lampu penerangan tidak berada langsung di atas meja pengolahan pangan. Jika lampu berada langsung di atas tempat pengolahan, lampu tersebut harus diberi penutup/pelindung.

4. Tempat penyajian dan ruang makan.

Kantin ruang tertutup maupun kantin ruang terbuka harus mempunyai tempat penyajian makanan seperti lemari display, etalase atau lemari kaca yang memungkinkan konsumen dapat melihat makanan yang disajikan dengan


(58)

jelas. Tempat penyajian atau display makanan ini harus selalu tertutup untuk melindungi makanan dari debu, serangga dan hama lainnya.

Makanan camilan harus mempunyai tempat penyajian yang terpisah dari tempat penyajian makanan sepinggan. Makanan camilan yang dikemas dapat digantung atau ditempatkan dalam wadah dan disajikan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung atau debu. Khusus untuk buah potong harus mempunyai tempat display tersendiri dan dijaga kebersihannya, terhindar dari kontaminasi debu, serta sedapat mungkin dalam keadaan dingin/didinginkan.

Ruang makan di kantin menyediakan meja dan kursi dalam jumlah yang cukup dan nyaman. Meja dan kursi tersebut harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdesakan sehingga setiap konsumen dapat leluasa bergerak. Permukaan meja harus mudah dibersihkan. Ruang makan pada kantin ruang tertutup harus mempunyai ventilasi yang cukup agar udara panas dan lembab di dalam ruangan pengolahan dapat dibuang keluar dan diganti dengan udara segar sedangkan untuk kantin yang menggunakan koridor, taman atau halaman sekolah sebagai tempat makan, tempat tersebut harus selalu dijaga kebersihannya, rindang (tidak terkena matahari langsung jika tidak ada atap), ada pertukaran udara, serta jauh dari tempat penampungan sampah, WC dan pembuangan limbah (jarak minimal 20 m).

5. Fasilitas sanitasi.

Fasilitas sanitasi pada kantin tertutup maupun kantin di ruang terbuka mempunyai persyaratan yang sama yaitu: tersedia bak cuci piring dan


(59)

peralatan dengan air mengalir serta rak pengering, tersedia wastafel dengan sabun/detergen dan lap bersih atau tisue di tempat makan dan di tempat pengolahan/persiapan makanan, tersedia suplai air bersih yang cukup, baik untuk kebutuhan pengolahan maupun untuk kebutuhan pencucian dan pembersihan dan tersedia alat cuci/pembersih yang terawat baik seperti sapu lidi, sapu ijuk, selang air, kain lap, sikat, kain pel, dan bahan pembersih seperti sabun/deterjen dan bahan sanitasi.

6. Perlengkapan kerja dan penyimpanan uang di kasir.

Perlengkapan kerja karyawan kantin yang harus disediakan antara lain baju kerja, tutup kepala, dan celemek berwarna terang, serta lap yang bersih. Jika tidak memungkinkan menggunakan tutup kepala, rambut harus tertata rapi dengan dipotong pendek atau diikat. Berkenaan dengan tempat penyimpanan uang, maka uang harus mempunyai tempat penyimpanan khusus yang terpisah dan berada jauh dari tempat penyajian atau display makanan siap saji karena uang merupakan sumber kontaminasi mikroba yang sering tidak kita sadari. Sebaiknya orang yang menerima pembayaran (kasir) tidak merangkap sebagai pengolah dan/atau penyaji makanan, agar tidak terjadi pemindahan mikroba melalui uang.

7. Tempat pembuangan limbah.

Baik kantin yang tertutup maupun kantin di ruang terbuka mempunyai persyaratan pembuangan limbah yang sama, antara lain :

1. Tempat sampah atau limbah padat di kantin harus tersedia dan jumlahnya cukup serta selalu tertutup, di dalam maupun di luar kantin harus bebas


(60)

dari sampah. Jarak kantin dengan tempat penampungan sampah sementara minimal 20 meter. Sampah harus dibuang secara berkala dan teratur dan dibuang pada tempatnya.

2. Terdapat selokan atau saluran pembuangan air (termasuk air limbah dan berfungsi dengan baik serta mudah dibersihkan bila terjadi penyumbatan) 3. Terdapat lubang angin yang berfungsi untuk mengalirkan udara segar dan

membuang limbah gas hasil pemasakan makanan.

Saat ini jumlah tempat pengolahan makanan terjadi peningkatan,tempat pengolahan makanan telah dikategorikan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI NO.1096/MENKES/PER/VI/2011. Jasaboga dikelompokan dalam 3 golongan yakni, golongan A, golongan B, dan golongan C.

1. Golongan A a.Golongan A1

Jasaboga yang jangkauan penyajiannya terbatas dan dapur pengolahan makanannua masih merupakan dapur rumah tangga, serta tidak mempunyai karyawan yang membantu. Hal ini seperti usaha sambilan yang hanya beroperasi pada waktu-waktu tertentu. Contoh golongan ini adalah kantin. b.Golongan A2

Pada golongan ini walupun penyajiannya masih terbatas dan masih merupakan dapur yang pengolahan makanannya masih bercampur dengan dapur rumah tangga tetapi sudah memperkerjakan karyawan dan seringkali masih merupakan usaha indidentil.


(61)

c.Golongan A3

Dapur golongan ini sudah terpisah dengan dapur rumah tangga dan sudah memperkerjakan karyawan yang merupakan bentuk usaha penuh yang bersifat bisnis perusahaan. Untuk jenis pelayanan ini makanan yang dihidangkan banyak sekali tergantung dari menu yang ditawarkan, sehingga konsumen dapat memilih makanan yang diinginkan sesuai selera. Contohnya adalah restoran yang menyediakan masakan yang sudah matang dan siap saji, tetapi ada juga restoran yang menunggu pesanan konsumen baru dimasak.

2. Golongan B

Jasa boga golongan B ini melayani kebutuhan khusus untuk : a) Asrama penampungan Jemaah haji b) Asrama transito atau asrama lainnya c) Perusahaan

d) Pengeboran lepas pantai e) Angkutan umum dalam negeri

f) Sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit.

Dengan pengolahan makanannya menggunakan dapur khusus dan mewmperkerjakan karyawan.

3. Golongan C

Jasa boga yang melayani kebutuhan alat angkutan umum internasional dan pesawat udara . jasa boga golongan C ini sudah menngunakan dapue khusus dan memperkerjakan karyawan atau tenaga kerja.


(62)

2.11 Lalat

Lalat merupakan serangga dari Ordo Diptera yang mempunyai sepasang sayap biru berbentuk membran. Semua bagian tubuh lalat rumah bisa berperan sebagai alat penular penyakit (badan, bulu pada tangan dan kaki, feces dan muntahannya). Kondisi lingkungan yang kotor dan berbau dapat merupakan tempat yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bagi lalat rumah (Ahmad, 2002).

Siklus hidup Lalat dalam kehidupan lalat dikenal ada 4 (empat) tahapan yaitu mulai dari telur, larva, pupa, dan dewasa. Lalat berkembang biak dengan bertelur, berwarna putih dengan ukuran lebih kurang 1 mm panjangnya. Setiap kali bertelur akan menghasilkan 120–130 telur dan menetas dalam waktu 8–16 jam. Pada suhu rendah telur ini tidak akan menetas (dibawah 12 –13 ºC). Telur yang menetas akan menjadi larva berwarna putih kekuningan, panjang 12-13 mm. Akhir dari phase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makan ke tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya, setelah itu berubah menjadi kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Phase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur 30–35 º C, kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara 450–900 meter. Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa 6-20 hari Lalat dewasa panjangnya lebih kurang ¼ inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam dipunggungnya. Beberapa hari kemudian sudah siap untuk berproduksi, pada kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5 (lima) kali. Umur lalat pada umumnya sekitar 2-3 minggu, tetapi pada kondisi yang lebih sejuk biasa sampai 3 (tiga) bulan Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin (Rudianto, 2002).


(63)

Populasi lalat kantin yang banyak akan menyebabkan gangguan kepada manusia dan dapat menjadi vektor pembawa penyakit kepada manusia seperti penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Menurut Rudianto (2002), penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat antara lain: Desentri, Diare, Typhoid, dan Cholera.

2.12 Kepadatan Lalat

Salah satu cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa tepat dan biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.

Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tentang :

a. Tingkat kepadatan lalat

b. Sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat c. Jenis-jenis lalat

Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan kehidupan/ kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia, antara lain ( Depkes RI, 1992 ) :

a. Pemukiman penduduk

b. Tempat-tempat umum ( pasar, terminal, rumah makan, hotel, dan sebagainya ) c. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah yang


(64)

d. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan dengan pemukiman

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan lalat antara lain :

a. Fly Grill

Fly grill dipakai apabila lalat yang dijumpai pada daerah yang disurvei secara alamiah tertarik untuk hinggap pada alat tersebut. Jadi pemakaian fly grill ini didasarkan pada sifat lalat yang cenderung hinggap pada tepi-tepi alat tersebut yang bersudut tajam.

Cara pengoperasian fly grill adalah sebagai berikut :

1. Letakan fly grill di tempat yang akan dihitung kepadatan lalatnya

2. Dipersiapkan stopwatch untuk menentukan waktu perhitungan selama 30 detik

3. Dihitung banyaknya lalat yang hinggap selama 30 detik dengan menggunakan counter. Lalat yang terbang dan hinggap lagi dalam waktu 30 detik tetap dihitung.

4. Jumlah lalat yang hinggap dicatat

5. Lakukan perhitungan secara berulang sampai 10 kali dengan cara yang sama

6. Dari lima kali perhitungan yang mendapatkan nilai tertinggi dihitung rata-ratanya, maka diperoleh angka kepadatan lalat pada tempat tersebut.


(65)

Menurut buku petunjuk pemberantasan lalat penghitungan kepadatan lalat menggunakan fly grill sudah mempunyai angka recommendation control yaitu :

0-2 : tidak menjadi masalah ( rendah )

3-5 : perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat-tempat berkembang biak lalat (tumpukan sampah, kotoran hewan, dll) ( sedang )

6-20 : populasi padat dan perlu pengamatan lalat dan bila mungkin direncanakan tindakan pengendalian ( tinggi )

>21 : populasi sangat padat dan perlu diadakan pengamanan terhadap tempat berkembiaknya lalat dan tindakan pengendalian ( sangat tinggi ) ( Depkes RI, 1995 ).

b. Scudder Grille

Scudder grille dapat dipakai untuk mengukur tingkat kepadatan lalat dengan cara diletakkan di atas umpan, misalnya sampah atau kotoran hewan, lalu dihitung jumlah lalat yang hinggap dengan menggunakan hand counter ( alat penghitung ).

c. Sticky Trap

Pemasangan sticky trap dilakukan untuk menjebak lalat dalam pemantauan populasi dan keberadaan lalat di lapangan. Pemasangan sticky trap dilakukan selama 24 jam. Populasi lalat yang tertangkap dihitung dengan menggunakan hand counter ( alat penghitung ).


(66)

2.13 Kerangka Konsep

-Lokasi dan Bangunan -Fasilitas sanitasi

-Enam (6) prinsip hygiene sanitasi makanan adalah: 1. Upaya Pemilihan Bahan

Makanan.

2. Upaya Penyimpanan Bahan Makanan.

3. Upaya Pengolahan Makanan. 4. Upaya Penyimpanan

Makanan Jadi. 5. Upaya Pengangkutan

Makanan.

6. Upaya Penyajian Makanan.

Kepmenkes RI No.1098/Menkes/ SK /VII/2003

Memenuhi syarat

Tidak memenuhi

syarat

Tingkat Kepadatan Lalat

Rendah (0-2)

Sedang (3-5) Tinggi (6-20)


(67)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei yang bersifat deskriptif, dengan melihat kondisi higiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan dan minuman pada kantin sekolah yang ada di Kecamatan Perbaungan serta membandingkan dengan Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 15 Sekolah Menengah Atas ( SMA ) di Kecamatan Perbaungan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Perbaungan banyak terdapat SMA yang belum memiliki kantin sekolah yang memenuhi persyaratan penyelenggaraan makanan dan minuman yang baik.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2012 sampai dengan bulan Agustus 2013.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah kantin Sekolah Menengah atas (SMA) yang berjumlah 15 kantin sekolah.

3.3.2 Sampel


(68)

3.4. Metode Pengambilan Data 3.4.1 Data Primer

Diperoleh peneliti dari hasil observasi langsung dan dari hasil penghitungan kepadatan lalat dengan fly grill.

3.4.2 Data Sekunder

Diperoleh dari instansi terkait dan kepustakaan lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

3.5. Defenisi Operasional

1. Lokasi dan bangunan adalah letak dan bentuk dari suatu banguan.

2. Fasilitas sanitasi adalah sarana fisik, bangunan dan perlengkapan yang berguna untuk memelihara kualitas lingkungan dan mengendalikan faktor- faktor lingkungan yang dapat merugikan kesehatan manusia yaitu sarana air bersih, jamban, saluran air limbah, tempat cuci tangan, bak sampah, dan kamar mandi.

3. Higiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya, yang terdiri dari • Pemilihan bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun

tidak termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong.

• Penyimpanan bahan makanan adalah meletakkan bahan makanan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Fasilitas Air Limbah Fasilitas Jamban

Fasilitas Pendingin


(6)

Dokumen yang terkait

Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan di Lingkungan Kantin Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

16 181 92

Konflik Pemekaran Wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai (Studi Kasus:Konflik Horisontal yang Bersifat Laten di Desa Pagar Manik, Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai)

8 84 101

Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan di Lingkungan Kantin Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 2

Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan di Lingkungan Kantin Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 19

Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan di Lingkungan Kantin Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 18

Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan di Lingkungan Kantin Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 2

Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan di Lingkungan Kantin Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 6

Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan di Lingkungan Kantin Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

0 1 36

Higiene Sanitasi Makanan di Kantin FEB

1 1 30

HIGIENE SANITASI MAKANAN, MINUMAN DAN SARANA SANITASI TERHADAP ANGKA KUMAN PERALATAN MAKAN DAN MINUM PADA KANTIN

1 2 7