Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Higiene Perorangan Dengan Kejadian penyakit Cacing Pita (Taenia Solium) Pada Siswa SD Negeri 173545 di Desa Tambunan Kecamatan Balige Tahun 2014

(1)

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CACING PITA (Taenia Solium)

PADA SISWA SD NEGERI 173547 DI DESA TAMBUNAN KECAMATAN BALIGE KABUPATEN

TOBA SAMOSIR TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh :

Dewi Sartika Tambunan

NIM: 121021066

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CACING PITA (Taenia Solium)

PADA SISWA SD NEGERI 173547 DI DESA TAMBUNAN KECAMATAN BALIGE KABUPATEN

TOBA SAMOSIR TAHUN 2014

SKRIPSI

DITUJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR

SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

Oleh :

Dewi Sartika Tambunan NIM: 121021066

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi :HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CACING PITA (Taenia Solium) PADA SISWA SD NEGERI 173547 DI DESA TAMBUNAN KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2014

Nama mahasiswa : DEWI SARTIKA TAMBUNAN Nomor Induk Mahasiswa : 121021066

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminataan : Kesehatan Lingkungan Tanggal Lulus : 28 Januari 2015

Disahkan oleh Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Devi Nuraini Santi, Mkes dr. Taufik Ashar, MKM NIP. 19700219 199802 2 001 NIP. 19780331 200312 1 001

Medan, April 2015

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Infeksi kecacingan adalah penyakit yang berbasis lingkungan, salah satunya adalah Cacing pita (Taenia) dikenal dengan istilah Taeniasis. Taenia adalah penyakit akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus taenia yang dapat menular dari hewan kemanusia, maupun sebaliknya taeniasis pada manusia disebabkan oleh spesien taenia solium atau dikenal dengan cacing pita babi.

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 173547 di desa tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir dengan tujuan untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan sekolah dan rumah yaitu peyediaan air bersih dan pembuangan tinja, pemeliharan ternak babi dan higiene perorangan yaitu kebersihan kuku, kebiasaan cuci tangan, kebiasaan mengkonsumsi makanan, penggunaan alas kaki dengan infeksicacing pita. Jenis penelitian ini adalah survei analitik menggunakan rancangan Cross Sectional. Jumlah populasi sebanyak 76 orang siswadan sampel merupakan total populasi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan observasi. Metode analisa adalah Fisher’s Exact Test.

Hasil penelitian ini bahwa ditemukan infeksi telur cacing pita sebanyak 2 orang (2,6%) dan tidak terinfeksi cacing pita sebanyak 74 orang (97,4%). Berdasarkan observasi dan kuesioner bahwa sanitasi lingkungan rumah, lingkungan sekolah dan higiene perorangan tidak memenuhi syarat kesehatan dan ada hubungan pemeliharaan ternak babi, mencuci tangan dan mengkonsumsi makanan terhadap ditemukan telur cacing pita.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Balige dan Puskesmas, khususnya pengelola Usaha Kesehatan Sekolah agar menggalakkan program pemberantasan kecacingan, program promosi kesehatan dengan penyuluhan baik melalui pihak sekolah dan orang tua siswa dan untuk pihak sekolah disarankan menegakkan disiplin pada siswa seperti pemeriksaan kebersihan kuku setiap minggu.

Kata kunci : Sanitasi Lingkungan Sekolah, Sanitasi Lingkungan Rumah, Higiene Perorangan, telur Cacing Pita.


(5)

ABSTRACK

Taenia Solium infection is an environmental-based disease and one type of it is tapeworm (taenia) know for its term taeniasis. Taenia was due to illness of parasitic tapeworm belonging to the genus taenia that can spread from animals to human, or otherwise taenias is the human beings is network by larva forms taenia as inedible taenia solium the worm (taenia solium ).

The purpose of this analytical survey study with cross sectional design conducted in State Primary School no 173547 located in vilange Tambunan, the Toba Samosir Balige sub-district, is to examine the relationship between the school environmental sanitation, and housing such as fresh water supply and excreta disposal, kept pig and personal hygiene such as cleaning finger nails, habit of washing hand, consumption, habit of making contact with soil, habit of using foot wear and, and taenia solium infection. The population of this study is 76 people and throught total population. The data were collected through questionnaire-based interview and filed observation. The data obtained were analyzed by of Fisher’s Exact test.

This study found that two student’s taenia solium larva infection (2,6%) and responden who does not happen larva infection 74 student’s (97,4%). The result of observation and questioner in primary school environmental, houding environmental and personal hygiene does not meet health requirement, there are between such as habit kept pig, of washing hand,and consumption, so found taenia solium larva.

Balige district health office and primary health center, and especially of health business manager organizer are suggested to encourage the helminthic eradication program, to do health promotion program by elucidation both by school and parents accordance and the head of primary school are suggested to maintain the school discipline by doing a week check the cleaning of student’s finger nails.

Key words : School Environmental Sanitation, Housing Environmental Sanitation Personal hygiene, Taenia Solium larva.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dewi Sartika Tambunan Tempat/Tanggal Lahir : Tambunan, 02 Juli 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan Status Perkawinan : Belum Kawin Anak ke : 5 dari 6 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Pasar Tambunan No 1 Kabupaten Toba Samosir Riwayat Pendidikan

Tahun 1995-2001 : SD Negeri No. 173545 Tambunan Tahun 2001-2004 : SMP Negeri 3 Balige

Tahun 2004-2007 : SMA Negeri 1 Balige

Tahun 2008-2011 : DII-Kesehatan Gigi Politekes Kemenkes Medan RI Tahun 2012-2015 : S1 FKM- USU Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas Kasih dan Anugerah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Higiene Perorangan Dengan Kejadian penyakit Cacing Pita (Taenia Solium) Pada Siswa SD Negeri 173545 di Desa Tambunan Kecamatan Balige Tahun 2014”.

Penulis Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitasi Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada orang tua tercinta, Ayahanda M.Tambunan dan Ibunda R.Siahaan yang telah memberi dukungan baik moral dan material dalam membesarkan, mendidik, memotivasi dan selalu mendoakan penulis. Dalam penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik secara moril maupun materi. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Evi Naria, MKes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu dr. Devi Nuraini, MKes selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu dalam meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan dan


(8)

bimbingan dengan penuh kesabaran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak dr. Taufik Ashar, MKM selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu dalam meluangkan waktu untuk memberikan arahan, saran, arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Ir . Evi Naria, MKes telah bersedia menjadi penguji I pada sidang skripsi dan memberi masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Dra. Nurmaini, MKM,Ph.D telah bersedia menjadi penguji II pada sidang skripsi dan memberi masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Ibu dr. Rusmalawaty, MKes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran kepada penulis selama diperkuliahan. 8. Untuk seluruh keluargaku, Buha Tambunan S.Pi, Marcel SE, Ferry Tambunan

Amd, Flora Simanjuntak, Brigadir Boby Tambunan SH, Roida Sirait SKM, Helmina Tambunan Amkeb, Juanda Hutapea SST, dan Tugo Alexander Tambunan yang telah banyak memberikan dukungan doa, perhatian, kasih sayang, semangat, motivasi, inspirasi, dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Bapak dr.Candra Siagian selaku Kepala UPTD Puskesmas Balige, beserta seluruh staf pegawai yang telah memberikan bantuan, izin penelitian dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.


(9)

10. Ibu R.Siahaan Spd selaku Kepala Sekolah di SD Negeri 173547 Tambunan, beserta seluruh staf pegawai yang telah memberikan bantuan, izin penelitian dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Bapak dan Ibu staff pegawai di FKM USU yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan semangat, dan dukungan doa dalam penyelesaian skripsi ini

12. Teman-teman yang di FKM USU yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan semangat, dan dukungan doa dalam penyelesaian skripsi ini

13. Teman-teman satu perjuangan di Peminatan Kesehatan Lingkungan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan semangat, dan dukungan doa dalam penyelesaian skripsi ini

Medan, Februari 2015 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan dan Sanitasi Lingkungan ... 7

2.1.1 Lingkungan ... 7

2.1.1.1 Lingkungan Sekolah ... 11

2.1.1.2 Lingkungan Rumah ... 13

2.1.2 Sanitasi lingkungan ... 15

2.1.2.1 Penyediaan Air bersih ... 16

2.1.2.2 Pembuangan Tinja (Jamban) ... 20

2.1.2.3 Sampah ... 24

2.1.2.4 Sarana Pembangan Air limbah ... 26

2.2 Higiene perorangan ... 28

2.2.1.Pengertian Higiene Perorangan ... 28

2.2.2.Jenis-Jenis Higiene Perorangan ... 30

2.2.3.Faktor-Faktor Higiene Perorangan ... 32

2.3 Cacing pita (taenia) ... 34

2.3.1 cacing pita babi (taenia solium) ... 35

2.3.2 siklus hidup ... 36

2.3.3 Sumber dan cara penularan ... 37

2.3.4 Gejala klinis dan diagnosis ... 37

2.4 Epidemiologi ... 38

2.5 Upaya pencegahan, pengendalian dan pemberantasan Infeksi Kecacingan ... 39


(11)

2.7 Hipotesis penelitian ... 41

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian ... 42

3.2 Lokasi dan Waktu penelitian ... 42

3.2.1 Lokasi penelitian ... 42

3.2.2 Waktu penelitian ... 42

3.3 Populasi dan Sampel ... 42

3.3.1 Populasi ... 42

3.3.2 Sampel ... 43

3.4 Metode pengumpulan data ... 43

3.4.1 Data Primer ... 43

3.4.2 Data Sekunder ... 43

3.4.3 Metode Pemeriksaan Tinja (faeces) ... 43

3.5 Defenisi Operasional ... 45

3.6 Aspek pengukuran ... 47

3.6.1 Variabel Independen ... 47

3.6.2 Variabel Dependen ... 50

3.7 Analisia data ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 51

4.1.1 Kecamatan Balige ... 51

4.1.1.1 Kondisi Geografis ... 51

4.1.1.2 Demografi ... 52

4.1.2 SDN 173547 Tambunan Kecamatan Balige ... 54

4.2 Hasil Penelitian Analisis Statstik (Univariat) ... 55

4.2.1 Karakterisrik Responden ... 56

4.2.2 Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah ... 56

4.2.2.1 Hasil Observasi Sanitasi Lingkungan Rumah (Penyediaan Air bersih,Pembuangan tinja dan pemeliharaan ternak babi ) ... 56

4.2.3 Hasil Observasi Sanitasi Lingkungan Sekolah ... 60

4.2.4 Higiene Perorangan ... 61

4.2.4.1 Hasil Observasi Higiene Perorangan berdasarkan Kebersihan Kuku siswa ... 62

4.2.5 Hasil Pemeriksaan Tinja ... 66

4.2.5.1 Hasil Pemeriksaan Tinja di Laboratorium Puskesmas Balige... 67

4.3 Hasil Penelitian Analisis Statistik (Bivariat) ... 67

4.3.1 Hasil Pemeriksaan ditemukan telur cacing pita pada Karakteristik Responden (Siswa) ... 67

4.3.2 Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan ditemukan telur Cacing Pita SD 173547 ... 68


(12)

4.3.3 Hubungan Higiene Perorangan dengan ditemukan telur

cacing pita pada Siswa SDN 173547 Tambunan ... 70

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sanitasi Lingkungan ... 73

5.1.1 Sanitasi Lingkungan Sekolah ... 73

5.1.2 Sanitasi Lingkungan Rumah ... 75

5.2. Higiene Perorangan ... 78

5.3 Hasil Pemeriksaan (feses tinja) di Laboratorium Puskesmas Balige ... 79

5.4 Hubungan Sanitasi lingkungan rumah (penyediaan air bersih, Pembuangan tinja dan pemeliharaan ternak babi ) dengan ditemukan telur cacing pita ... 80

5.5 Hubungan Higiene perorangan dengan ditemukan telur cacing pita pada Siswa negeri 173547 ... 81

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 85

6.2 Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN : Lampiran 1. Lembar Karakteristik Responden

Lampiran 2. Lembar Observasi Sanitasi Lingkungan Rumah Lampiran 3. Lembar Pertanyaaan / Kuesioner Personal Higiene Lampiran 4. Lembar Observasi Sanitasi Lingkungan Sekolah Lampiran 5. Laporan Hasil Pemeriksaan Tinja

Lampiran 6. Master Data

Lampiran 7. Hasil Pengolahan Statistik Lampiran 8. Foto Penelitian

Lampiran 9. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 10. Surat Keterangan Selesai Penelitian


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Jenis spesies cacing yang mempunyai pejamu manusia ... 22 Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Dan

Jenis Kelamin di Kecamatan Balige Tahun 2014 ... 52 Tabel 4.2. Distribusi Sarana Kesehatan dI Kecamatan Balige tahun

2010 ... 53 Tabel 4.3. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tandang

Buhit Kecamatan Balige Kota tahun 2007 ... 54 Tabel 4.4. Distribusi Karakteristik Responden/Siswa SDN yang diteliti

di Kelurahan Aek Parombunan Berdasarkan Kelompok Umur Siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 55 Tabel 4.5. Distribusi Sanitasi lingkungan rumah siswa berdasarkan

Penyediaan air bersih pada Siswa Siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 56 Tabel 4.6. Distribusi Sanitasi lingkungan Rumah berdasarkan

pembuangan tinja siswa Siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 57 Tabel 4.7. Distribusi Sanitasi lingkungan Rumah berdasarkan

pemeliharaan ternak babi pada siswa Siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 58 Tabel 4.8. Distribusi Sanitasi lingkungan Rumah siswa (Penyediaan air

bersih dan pembuangan tinja dan pemeliharaan ternak babi ) Berdasarkan Kategori pada Siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 59 Tabel 4.9 Hasil Observasi Sanitasi lingkungan Sekolah Siswa SD

173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 60 Tabel 4.10. Distribusi Hasil Observasi Higiene Perorangan Siswa

Berdasarkan Kebersihan Kuku Siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 62 Tabel 4.11. Distribusi Hasil Kuesioner Higiene Perorangan

berdasarkan Kebersihan Kuku Siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 62


(14)

Tabel 4.12. Distribusi hasil observasi Higiene Perorangan berdasarkan Kebiasaan Cuci Tangan pada Siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 63 Tabel 4.13. Distribusi Hasil Kuesioner Higiene Perorangan

berdasarkan Kebiasaan pada Kebiasaan Cuci Tangan siswa Siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 63 Tabel 4.14. Distribusi Higiene Perorangan berdasarkan kontak dengan

tanah pada siswa Siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 64 Tabel 4.15. Distribusi Higiene Perorangan berdasarkan penggunaan

alas kaki pada siswa Siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 65 Tabel 4.16. Distribusi hasil observasi Higiene Perorangan berdasarkan

mengkonsumsi makanan siswa Sekolah pada siswa Siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 66 Tabel 4.17. Distribusi Higiene Perorangan berdasarkan mengkonsumsi

makanan siswa Sekolah pada siswa Siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 66

Tabel 4.18. Distribusi Hasil Pemeriksaan telur cacing pita di Laboratorium Puskesmas Balige ... 66 Tabel 4.19. Tabulasi Silang Karakteristik responden berdasarkan umur

dan jenis kelamin terhadap ditemukan telur cacing pita pada siswa Siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014 ... 67 Tabel 4.20. Tabulasi Silang Hubungan Sanitasi lingkungan rumah

ketersedian air bersih terhadap Hasil laboratorium dijumpai telur cacing pita pada siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014. ... 68 Tabel 4.21. Tabulasi Silang Hasil Kuesioner Hubungan sanitasi rumah

ketersedian jamban terhadap Hasil laboratorium ditemukan telur cacing pita pada siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014… ... 69


(15)

Tabel 4.22. Tabulasi Silang Hubungan sanitasi lingkungan rumah berdasarkan pemeliharaan ternak babi terhadap Hasil laboratorium ditemukan telur pada siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014. ... 69 Tabel 4.23. Tabulasi Silang Hasil Observasi Hubungan Higiene

Perorangan berdasarkan Kebersihan kuku terhadap Hasil laboratorium ditemukan telur cacing pita pada siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014. ... 70 Tabel 4.24. Tabulasi Silang Hasil Observasi Hubungan Higiene

Perorangan berdasarkan cuci tangan terhadap Hasil laboratorium ditemukan telur cacing pita pada siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014. ... 71 Tabel 4.25. Tabulasi Silang Hasil Observasi Hubungan berdasarkan

mengkonsumsi makanan terhadap ditemukan telur cacing pita pada siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014. ... 71 Tabel 4.26. Tabulasi Silang Hasil Observasi Hubungan berdasarkan

pemakaian alas kaki terhadap ditemukan telur cacing pita pada siswa SD 173547 Tambunan Kecamatan Balige 2014. .. 72


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Cacing Pita ... 35 Gambar 2.2 Siklus kejadian penyakit cacing pita (Taenia Solium) ... 36


(17)

ABSTRAK

Infeksi kecacingan adalah penyakit yang berbasis lingkungan, salah satunya adalah Cacing pita (Taenia) dikenal dengan istilah Taeniasis. Taenia adalah penyakit akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus taenia yang dapat menular dari hewan kemanusia, maupun sebaliknya taeniasis pada manusia disebabkan oleh spesien taenia solium atau dikenal dengan cacing pita babi.

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 173547 di desa tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir dengan tujuan untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan sekolah dan rumah yaitu peyediaan air bersih dan pembuangan tinja, pemeliharan ternak babi dan higiene perorangan yaitu kebersihan kuku, kebiasaan cuci tangan, kebiasaan mengkonsumsi makanan, penggunaan alas kaki dengan infeksicacing pita. Jenis penelitian ini adalah survei analitik menggunakan rancangan Cross Sectional. Jumlah populasi sebanyak 76 orang siswadan sampel merupakan total populasi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan observasi. Metode analisa adalah Fisher’s Exact Test.

Hasil penelitian ini bahwa ditemukan infeksi telur cacing pita sebanyak 2 orang (2,6%) dan tidak terinfeksi cacing pita sebanyak 74 orang (97,4%). Berdasarkan observasi dan kuesioner bahwa sanitasi lingkungan rumah, lingkungan sekolah dan higiene perorangan tidak memenuhi syarat kesehatan dan ada hubungan pemeliharaan ternak babi, mencuci tangan dan mengkonsumsi makanan terhadap ditemukan telur cacing pita.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Balige dan Puskesmas, khususnya pengelola Usaha Kesehatan Sekolah agar menggalakkan program pemberantasan kecacingan, program promosi kesehatan dengan penyuluhan baik melalui pihak sekolah dan orang tua siswa dan untuk pihak sekolah disarankan menegakkan disiplin pada siswa seperti pemeriksaan kebersihan kuku setiap minggu.

Kata kunci : Sanitasi Lingkungan Sekolah, Sanitasi Lingkungan Rumah, Higiene Perorangan, telur Cacing Pita.


(18)

ABSTRACK

Taenia Solium infection is an environmental-based disease and one type of it is tapeworm (taenia) know for its term taeniasis. Taenia was due to illness of parasitic tapeworm belonging to the genus taenia that can spread from animals to human, or otherwise taenias is the human beings is network by larva forms taenia as inedible taenia solium the worm (taenia solium ).

The purpose of this analytical survey study with cross sectional design conducted in State Primary School no 173547 located in vilange Tambunan, the Toba Samosir Balige sub-district, is to examine the relationship between the school environmental sanitation, and housing such as fresh water supply and excreta disposal, kept pig and personal hygiene such as cleaning finger nails, habit of washing hand, consumption, habit of making contact with soil, habit of using foot wear and, and taenia solium infection. The population of this study is 76 people and throught total population. The data were collected through questionnaire-based interview and filed observation. The data obtained were analyzed by of Fisher’s Exact test.

This study found that two student’s taenia solium larva infection (2,6%) and responden who does not happen larva infection 74 student’s (97,4%). The result of observation and questioner in primary school environmental, houding environmental and personal hygiene does not meet health requirement, there are between such as habit kept pig, of washing hand,and consumption, so found taenia solium larva.

Balige district health office and primary health center, and especially of health business manager organizer are suggested to encourage the helminthic eradication program, to do health promotion program by elucidation both by school and parents accordance and the head of primary school are suggested to maintain the school discipline by doing a week check the cleaning of student’s finger nails.

Key words : School Environmental Sanitation, Housing Environmental Sanitation Personal hygiene, Taenia Solium larva.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya. Pembagunan kesehatan dalam pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010- 2014 “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”, dilaksanakan melalui peningkatan : upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan,sumber daya manusia, sediaan farmasi, dan alat kesehatan serta makanan, manajemen dan informasi kesehatan, pemberdayaan masyarakat (Kepmenkes RI,2010).

Lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia beserta perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Bila ditinjau lebih jauh mengenai Undang-Undang tersebut, maka manusia dengan lingkungan sebenarnya tidak dapat dipisahkan. Keadaan sanitasi lingkungan yang belum memadai, keadaan sosial ekonomi yang masih rendah didukung oleh iklim yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan cacing merupakan beberapa faktor penyebab tingginya prevalensi infeksi cacing usus yang ditularkan di Indonesia (Zit, 2006).


(20)

Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus (cacing perut), yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat. Diantara cacing perut terdapat sejumlah species yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths). Diantara cacing tersebut yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris

lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus),

cacing cambuk(Trichuris trichiura) dan cacing pita (Taeniasis) (Behrman, 2000). Berdasarkan hasil penelitian pada anak sekolah dasar dari beberapa Kabupaten di Sumatera Utara yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun 2005, diperoleh hasil persentase kecacingan tertinggi di Kabupaten Tapanuli Utara (66,67%), Tapanuli Selatan (55%), Nias (52,1%), labuhan Batu (45,59%), Asahan (45,58%), Tapanuli Tengah (45,33%), dan Padangsidimpuan (34,23) (Dinkes Prop.Sumut, 2005).

Cacing pita Taenia terbesar secara luas di Indonesia. Penyebaran taenia dan kasus infeksi akibat taenia lebih banyak terjadi di daerah tropis karena daerah tropis memiliki curah hujan yang tinggi dan iklim yang sesuai untuk perkembangan parasit ini. Taeniasis dan sistiserkosis akibat infeksi cacing pita babi (Taenia Solium) merupakan salah satu zoonosis di daerah yang penduduknya banyak mengkonsumsi daging babi dan tingkat sanitasi lingkungan masih rendah, seperti Indonesia yaitu Taeniasis/sistiserkosis ditemukan di Papua, Bali, sumatera Utara, NTT, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Jawa Barat. (Satrija, 2005).

Hasil survei kecacingan taeniasis sistiserkosis pada manusia berdasarkan pemeriksaan serologis pada masyarakat Bali sangat tinggi yaitu 5,2% sampai 21%,


(21)

sedangkan prevalensi taeniasis di provinsi Bali berkisar antara 0,4%-23%. Sebanyak 13,5% (10 dari 74 orang) pasien yang mengalami epilepsi di Bali didiagnosa menderita sistiserkosis di otak. Prevalensi taeniasis di Sumatera Utara berkisar 1,9%-20,7%. Kasus Taeniasis di Provinsi ini umumnya disebabkan oleh konsumsi daging babi setengah matang. (ditjend PPM-PL, 2010).

Kecacingan dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, kecerdasan, produktivitas, dan kualitas sumber daya manusia, sehingga secara ekonomi mengalami kerugian karena kehilangan karbihidrat, protein, darah, dan dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya (Kepmenkes No. 424/Menkes/SK/VI/2006). Dalam mencegah dan mengobati infeksi kecacingan, pemerintah dan masyarakat telah bersama-sama melaksanakan berbagai program pemberantasan kecacingan terutama di Sekolah Dasar yang meliputi penyuluhan kesehatan yang baik dan tepat guna, higiene keluarga dan higiene pribadi (Depkes RI, 2004).

Sanitasi lingkungan sangat penting dilakukan untuk menurunkan kesakitan akibat infeksi kecacingan, baik sanitasi lingkungan sekolah maupan lingkungan rumah (Zit, 2006). Selain sanitasi lingkungan, higiene perorangan juga sangat perlu diperhatikan terutama pada anak sekolah dasar seperti kebiasaan cuci tangan, kebiasaan kontak dengan tanah, penggunaan alas kaki, kebersihan kuku, jika tidak di pelihara dengan baik akan menimbulkan kecacingan (Mahzumi, 2007).

Berdasarkan observasi, sanitasi lingkungan Sekolah Dasar Negeri 173547 Tambunan kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir masih perlu diperhatikan


(22)

karena belum mencapai kelayakan sanitasi lingkungan. Selain melihat kondisi lingkungan sekolah, lingkungan rumah juga kurang baik karena sebagian masih memelihara ternak babi disekitar rumah, dimana masih ada dijumpai perumahan/pemukiman yang belum mencapai kelayakan sanitasi lingkungan. Adapun yang menjadi faktor utama sanitasi lingkungan sekolah dan lingkungan rumah yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan adalah penyediaan air bersih dan pembuangan tinja (jamban) rumah tangga yang belum tertata dengan baik, tempat pemeliharaan ternak tidak sesuai serta faktor lain seperti kondisi geografis (iklim dan cuaca). Pada higiene perorangan siswa, sebagian besar siswa memakai waktu jam istirahat di halaman sekolah, membuka sepatu dan bermain ditanah, dan kebiasaan mengkonsumsi daging babi setelah itu tidak mencuci tangan sebelum makan makanan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil observasi, pada siswa Sekolah Dasar Negeri 173547 Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir tahun 2014 belum mencapai kelayakan sanitasi lingkungan. Selain melihat kondisi lingkungan rumah juga kurang baik karena sebagian masih memelihara ternak babi disekitar rumah, dan kebiasaan mengkonsumsi daging babi setengah matang setelah itu tidak mencuci tangan sebelum makan makanan. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dilakukan penelitian ini bahwa apakah ada hubungan sanitasi lingkungan dan higiene perorangan dengan kejadian penyakit cacing pita (Taenia Solium) pada Siswa Dasar


(23)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Higiene perorangan dengan kejadian penyakit cacing pita ( Taenia Solium) pada siswa Sekolah Dasar Negeri 173547 Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir tahun 2014. 1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik ( umur dan jenis kelamin) pada siswa Sekolah Dasar Negeri 173547 Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir tahun 2014.

2. Mengetahui kondisi sanitasi lingkungan Rumah (penyediaan air bersih, pembuangan tinja dan tempat pemeliharaan ternak babi disekitar rumah ) pada siswa Sekolah Dasar Negeri 173547 Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir tahun 2014.

3. Mengetahui higiene perorangan (kebersihan kuku, kebiasaan cuci tangan, penggunaan alas kaki dan mengkonsumsi makanan) pada siswa SD Negeri 173547 Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir tahun 2014. 4. Mengetahui kondisi sanitasi lingkungan Sekolah Dasar Negeri 173547

Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir tahun 2014.

5. Mengetahui angka kejadian cacing pita (taenia Solium) pada siswa Sekolah Dasar Negeri 173547 Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir melalui Pemeriksaan Laboratorium di Puskesmas Balige tahun 2014.


(24)

6. Mengetahui hubungan sanitasi lingkungan rumah (Penyediaan air bersih, Pembuangan tinja dan pemeliharaan ternak disekitar rumah) dengan infeksi kejadian cacing pita pada siswa Sekolah Dasar Negeri 173547 Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir tahun 2014.

7. Mengetahui hubungan higiene perorangan (kebersihan kuku, kebiasaan cuci tangan, kebiasaan kontak dengan tanah, penggunaan alas kaki) dengan infeksi kejadian cacing pita pada siswa Sekolah Dasar Negeri 173547 Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Balige dan Puskesmas setempat khususnya Pengelola Program Usaha Kesehatan Sekolah dalam program pemberantasan infeksi cacing pita (taenia Solium) dan meningkatkan promosi kesehatan pada siswa Sekolah Dasar Negeri 173547 Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir tahun 2014..

2. Sebagai bahan masukan bagi siswa Sekolah Dasar Negeri 173547 Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2014 sehingga mereka memperhatikan sanitasi lingkungan, baik di sekolah maupun di rumah, higiene perorangan agar terhindar dari infeksi kecacingan.

3. Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah (Kepala sekolah dan Staf pengajar) agar bekerja sama dalam memperhatikan kebersihan lingkungan serta memberikan informasi bagi para siswa tentang infeksi kecacingan.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lingkungan dan Sanitasi Lingkungan 2.1.1 Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik (Slamet, 2009). Lingkungan menentukan baik buruknya status derajat kesehatan (Profil kesehatan Indonesia, 2009).

Bagi manusia, lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitarnya baik berupa benda hidup, benda tak hidup, benda nyata ataupun abstrak, termasuk manusia, serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemen-elemen di alam (Slamet, 2009).

Lingkungan di sekitar kita dapat dikelompokkan di dalam tiga kategori, sebagai berikut (Widyati, 2005) :

1. Lingkungan biologis, yaitu : lingkungan yang terdiri dari semua organisasi hidup, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun mikroorganisme yang berada disekitar manusia.

2. Lingkungan fisik, yaitu : lingkungan yang terdiri dari benda-benda yang tidak hidup (mati), tetapi berhubungan dengan kehidupan atau kelangsungan hidup manusia.


(26)

3. Lingkungan sosial budaya, yaitu : interaksi antara manusia dengan makhluk sesamanya. Lingkungan sosial budaya yang erat kaitannya dengan masalah kesehatan harus dilihat dari kehidupan masyarakat secara luas.

Achmadi (2008) mengelompokkan komponen – komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit, yaitu:

a. Golongan fisik : kebisingan, radiasi, cuaca, panas, dan lain-lain b. Golongan kimia : pestisida dalam makanan, asap rokok, limbah pabrik c. Golongan biologi : spora, jamur, cacing, bakteri, virus

d. Golongan sosial : atasan , pesaing, tetangga, dan lain-lain

Komponen-komponen tersebut berinteraksi dengan manusia melaui media/wahana, udara, air, tanah, makanan, atau vektor penyakit, seperti diagram dibawah ini membahas mengenai patogenesis Infeksi cacing pita yang ditularkan melalui peliharaan:

Media Transmisi

Sumber. Achmadi, 1991

Gambar 2.1. Diagram Skematik Patogenesis Penyakit Sumber

agen penyakit

-Tanah,udara, manusia, (komponen lingkungan)

(Iklim, topografi, temperatur, dan kelembapan tanah, curah hujan, dll (Variabel lain yang berpengaruh)

Sakit/Sehat Komunitas :

-Jenis Kelamin -Umur (perilaku pemajanan)


(27)

Dengan mengacu pada gambaran Diagram Skematik Patogenesis Penyakit tersebut, maka proses terjadinya penyakit dapat diuraikan ke dalam 5 simpul, yakni :

A. Simpul 1 : Sumber Penyakit

Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agent. Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (komponen lingkungan). Berbagai agent penyakit yang baru maupun yang lama dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu : Mikroba (misalnya virus, amuba, jamur, bakteri, parasit), Kelompok fisik (misalnya kekuatan radiasi, energi kebisingan, kekuatan cahaya), dan Kelompok bahan kimia toksik (misalnya pestisida, merkuri, cadmium, CO)

Sumber penyakit dapat di kelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yakni :

a. Sumber penyakit alamiah, misalnya gunung berapi yang mengeluarkan gas-gas dan debu beracun.

b. Hasil kegiatan manusia, seperti industri, rumah tangga, knalpot kenderaan bermotor, atau penderita penyakit menular. (Achmadi, 2008).

Sumber penyakit infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah dan makanan adalah telur cacing.

B. Simpul 2 : Media Transmisi

Komponen lingkungan yang dapat memindahkan agent penyakit pada hakikatnya komponen yang lazim dikenal sebagai media transmisi penyakit, yakni udara, air, tanah/pangan, binatang/serangga, dan manusia/langsung. Media tansmisi tidak akan memiliki potensi penyakit kalau di dalamnya tidak mengandung bibit


(28)

penyakit. Seperti Infeksi kecacingan yang dapat ditularkan melalui tanah dan pangan (Achmadi, 2008). Media transmisi terjadinya infeksi cacingan adalah tanah yang terkontaminasi oleh tinja yang infeksius.

C. Simpul 3 : Perilaku Pemajanan (Behavioural Exposure)

Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit. Jumlah kontak pada setiap orang berbeda satu sama lain karena di tentukan oleh perilakunya. Masing-masing agent yang masuk ke dalam tubuh dengan cara-cara yang khas atau route of entry yakni melalui : sistem pernafasan, sistem pencernaan, dan permukaan kulit (Achmadi, 2008). Perilaku pemajanan yang menimbulkan infeksi kecacingan adalah, pekerjaan berkebun, bercocok tanam, kebersihan perorangan misalnya kebersihan kuku dan kaki, tidak menggunakan alas kaki saat berjalan diatas tanah, tidak mencuci tangan sebelum makanan dan setelah BAB, sanitasi dasar misalnya air bersih, jamban, sampah, dan saluran pembuangan air limbah.

D. Simpul 4 : Kejadian Penyakit

Kejadian penyakit merupakan Outcome hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Outcome dari infeksi kecacingan adalah sakit.

E. Simpul 5 : Variabel Suprasistem

Kejadian penyakit itu sendiri masih dipengaruhi variabel iklim, topografi, temperatur, dan kelembapan tanah.


(29)

2.1.1.1 Lingkungan Sekolah

Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (murid) di bawah pengawasan guru. Proses belajar mengajar memerlukan ruang dan lingkungan untuk dapat membatu siswa dan guru dalam belajar. Prestasi belajar di sekolah tidak hanya dipengaruhi oleh bagaimana anak-anak giat belajar dan dapat memahami pelajaran di sekolah, tapi juga kondisi lingkungan sekolahnya yang mendukung. Lingkungan sekolah yang nyaman dan bersih dapat mendukung tumbuh kembang anak secara optimal, anak-anak menjadi lebih sehat dan dapat berpikir secara jernih, sehingga dapat menjadi anak-anak yang cerdas dan kelak menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

Lingkungan sekolah secara tidak langsung memberikan konstribusi terhadap terjadinya penularan penyakit infeksi cacingan. Sebagian besar waktu anak sekolah dasar dihabiskan dengan

bermain dirumah maupun disekolah sehingga anak sekolah dasar mempunyai potensi untuk terjangkit infeksi cacingan. Lingkungan fisik sekolah yang baik sebaiknya gedung sekolah dengan keadaan lantai kering, langit-langit yang kuang bersih dan ventilasi yang baik. Adapun faktor lingkungan yang berhubungan dengan infeksi kecacingan adalah tersedianya air bersih, tempat pembuangan tinja (jamban) dan sumber air minum yang memenuhi syarat kesehatan, kebersihan halaman sekolah, ketersediaan warung atau tempat jajan, ketersediaan tempat pembuangan sampah dan limbah (Watkings dan Pollit dalam Poespoprojo dan Sadjimin, 2006).


(30)

Dalam buku Pedoman Penanggulangan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Indikator PHBS adalah suatu alat ukur untuk menilai keadaan atau permasalahan kesehatan di institusi pendidikan. Indikator institusi pendidikan adalah Sekolah Dasar Negeri maupun Swasta (SD/MI). Indikator ini meliputi:

1. Tersedianya jamban yang bersih dan mencukupi jumlah siswa yakni 1 jamban untuk 76 orang (Kalbermatten john M, 1987).

2. Tersedia air bersih atau keran yang mengalir disetiap kelas

3. Tersedia air bersih dan mencukupi minimal 60 liter/orang/hari (PPM dan PL Depkes R.I, 1993)

4. Tidak ada sampah yang berserakan dan lingkungan sekolah yang bersih 5. Tersedianya sarana pembuangan air limbah

6. Warung/jajanan yang bersih

7. Ketersediaan UKS yang berfungsi dengan baik

8. Siswa menjadi anggota dana sehat atau jasa pelayanan kesehatan masyarakat 9. Siswa ada yang menjadi dokter kecil atau promosi kesehatan sekolah (minimal

10 orang) ( Dinkes Prop. Sulsel, 2006).

Sejalan dengan upaya hidup sehat, di lingkungan sekolah terdapat program usaha kesehatan sekolah (UKS) sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pendidikan kesehatan sekolah. Salah satu program dari UKS ini adalah kegiatan penanggulangan cacingan. Program pemberantasan dan pencegahan infeksi kecacingan misalnya melalui penyuluhan dan promosi kesehatan secara otomatis telah dimasukkan dalam kegiatan UKS tersebut ( Depkes RI, 2004 ).


(31)

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, Sekolah Dasar Negeri 173547 Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir memiliki gedung yang sudah lama dan sebagian baru dibangun, namun sebagian kontruksinya sudah ada yang kurang baik. Selain itu, kondisi lingkungan sekolah yang masih perlu diperhatikan seperti, kecukupan jamban sesuai dengan jumlah siswa, kecukupan air bersih sesuai dengan jumlah siswa, kebersihan halaman sekiolah, kebersihan warung/jajanan makanan, ketersediaan tempat sampah, dan lain sebagainya sesuai syarat kesehatan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan penelitian Mudmainah (2003), penyediaan air bersih dan pembuangan tinja yang belum memenuhi syarat kesehatan memberi peluang besar untuk terjadinya penyakit seperti kecacingan. Pada siswa sekolah ini, masih ditemukan siswa yang setelah BAB kondisi jamban (kakus) tersebut kurang bersih disiram. Selain itu, penyediaan air bersih kurang memenuhi yakni air bersih dan mencukupi minimal 60 liter/orang/hari (PPM dan PL Depkes R.I, 1993)

2.1.1.2 Lingkungan Rumah

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi sebagai tempat tinggal dan digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim, serta makhluk hidup lainnya. Selain itu, rumah juga merupakan tempat berkumpulnya anggota keluarga untuk menghabiskan sebagian besar waktunya (Notoatmodjo 2007).

Kriteria Rumah sehat menurut Depkes R.I PPM dan PL (2002), antara lain sebagai berikut :


(32)

1. Tersedianya sarana kesehatan lingkungan (sebagai sanitasi dasar) meliputi air bersih, jamban, sampah, saluran pembuangan air limbah.

2. Memenuhi kebutuhan fisiologi, meliputi pencahayaan, ventilasi, bebas bising, tersedian tempat bermain anak.

3. Memenuhi kebutuhan psikologi, meliputi hubungan serasi orang tua dan anak, kepadatan hunian, luas ruang tidur 8 m2 untuk dua orang, kehidupan keluarga yang normal.

4. Memberi pencegahan dan perlindungan terhadap penularan penyakit.

5. Perlindungan terhadap bahaya kecelakaan rumah, meliputi kontruksi rumah yang kuat, menghindari bahaya kebakaran, meminmalkan kemungkinan bahaya kecelakaan.

Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan layak dihuni. Adapun faktor lingkungan rumah seperti penyediaan air bersih, pembuangan tinja, pembuangan sampah, pembuangan air limbah yang kurang memenuhi syarat kesehatan yang telah ditetapkan sangat mudah untuk menimbulkan penyakit seperti infeksi kecacingan. (PPM dan PL Depkes R.I, 2002).

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, keadaan lingkungan rumah di Kecamatan Balige masih ada yang belum memenuhi syarat kesehatan. Masarakat memperoleh sumber air bersih dari PAM dan juga sumur. Masyarakat yang menggunakan sumur sebagai sumber air bersih, ada yang belum memenuhi syarat sumur yang sehat seperti jarak sumur dari sumber pencemaran (tinja, sampah, dan


(33)

lain-lain) yang seharusnya >10 meter, dinding sumur harus kedap air dengan kedalaman 3 meter dari permukaan tanah. Apabila dilihat dari pembuangan tinja, masyarakat memakai jamban leher angsa namun tidak memiliki septic tank dan langung dialirkan ke sungai, ada yang memakai jamban cemplung namun kondisi jamban memenuhi syarat kesehatan, ada yang belum memakai jamban dan melakukan defekasi di tanah, namun yang melakukan defekasi di tanah adalah anak-anak usia sekolah, ada yang jarak pembuangan tinja (jamban) <10 meter dar sumber air bersih. Hal ini disesuaikan dengan penelitian Hidayat (2007), menunjukkan adanya hubungan erat antara interaksi faktor lingkungan tempat tinggal dengan prevalensi cacing pada anak sekolah dasar. Tingginya angka prevalensi kecacingan pada anak sekolah dasar didesa dibanding dengan di kota menunjukkan adanya perbedaan higiene dan sanitasi lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan pedesaan merupakan faktor predisposisi untuk anak sekolah dasar didesa (Hidayat, 2007).

2.1.2 Sanitasi Lingkungan

Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia (Ensiklopedia, 2009).

Sanitasi merupakan suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Pada hakikatnya sanitasi lingkungan atau kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan


(34)

yang optimum sehingga berpengaruh positf terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula (Widyati, 2005).

Menurut WHO (2009), munculnya kembali penyakit menular seperti infeksi kecacingan sebagai akibat dari semakin besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan masalah sanitasi, yakni cakupan air bersih dan jamban keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat, pencemaran makanan oleh mikroba, telur cacing dan bahan kimia, penanganan sampah dan limbah yang belum memenuhi syarat kesehatan, pemaparan akibat kerja (penggunaan pestisida di bidang pertanian, industri kecil dan sektor informal lainnya), bencana alam, serta perilaku masyarakat yang belum mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat.

Sanitasi lingkungan yang baik tergantung dari peningkatan kualitas lingkungan dengan memperbaiki sanitasi lingkungan yaitu penyediaan air bersih, penyediaan jamban, pembuangan tinja (jamban) yang baik, pengelolaan air limbah dan pengelolaan sampah. Terciptanya sanitasi lingkungan yang baik akan menurunkan atau mengurangi kejadian kecacingan pada masyarakat (Armanji, 2011).

2.1.2.1 Penyediaan Air Bersih

Air sangat penting bagi kehidupan manusia, karena manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekuangan makanan. Dalam tubuh manusia sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 50-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80% terdiri dari air. Dalam perkembangan peradaban serta semakin bertambahnya jumlah


(35)

penduduk di dunia ini, dengan sendirinya menambah aktivitas kehidupan, dimana mau tidak mau menambah pengotoran atau pencemaran (Notoatmodjo, 2007).

Adapun air memiliki kegunaan yang sangat penting, yaitu sebagai berikut (Widyati 2007):

1. Untuk keperluan rumah tangga, dimana air harus memenuhi syarat :

1) Syarat fisik, yaitu air dilihat dari fisiknya antara lain jernih, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau

2) Syarat kimiawi, yaitu air yang tidak mengandung zat-zat berbahaya untuk kesehatan

3) Syarat bakteriologis, yaitu air yang tidak mengandung penyakit

Selain mengetahui kegunaan air, penyakit yang dapat ditularkan melalui air juga dapat diketahui, yaitu kolera, disentri, cacingan, infeksi hepatitis, dan penyakit kulit. Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk masyarakat. Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu sumur gali, sumur pompa tangan dangkal, sumur pompa tangan dalam, tempat penampungan air hujan, mata air, dan perpipaan.

Air sumur merupakan sumber air yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia. Sumur gali yang dipandang memenuhi syarat kesehatan adalah (Sanropie, 1986) :


(36)

a. Jarak minimal 10 meter dari sumber pencemaran, misalnya jamban, tempat pembuangan air kotor, lubang resapan, tempat pembuangan sampah, kandang ternak dan tempat-tempat pembuangan kotoran lainnya.

b. Pada tempat-tempat yang miring, misalnya pada lereng pegunungan letak sumur gali di atas sumber pencemaran

c. Lokasi sumur gali harus pada daerah yang lapisan tanahnya mengandung air sepanjang musim.

d. Lokasi sumur gali diusahakan pada daerah yang bebas banjir 2. Kontruksi

a. Dinding sumur harus kedap air sedalam 3 meter dari permukaan tanah untuk mencegah rembesan dari air permukaan

b. Bibir sumur harus kedap air minimal setinggi 0,7 meter dari permukaan tanah untuk mencegah rembesan air bekas pemkaian ke dalam sumur.

c. Lantai harus kedap air dengan jarak antara tepi lantai dengan tepi luar dinding minimal 1 meter dengan kemiringan ke arah tepi lantai.

d. Saluran pembuangan air kotor atau bekas harus kedap air sepanjang minimal 10 meter dihitung dari tepi sungai

e. Dilengkapi dengan sumur atau lubang resapan air limbah bagi daerah yang tidak mempunyai saluran penerimaaan air imbah.

Sumber air di alam dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian, antara lain : 1. Air di dalam tanah, yaitu mata air, air sumur


(37)

3. Air dari angkasa, yaitu air hujan, air embun).

Air yang bersih mempunyai pH = 7, dan Oxygen Terlarut (DO) jenuh pada 9 mg/l. Berdasarkan profil kesehatan provinsi tahun 2009, dapat diketahui persentase keluarga menurut jenis sarana yang digunakan secara nasional. Persentase tertinggi pada jenis sarana air bersih yang digunakan adalah sumur gali (45,41%), diikuti ledeng (27,30%), sumur pompa tangan (10,11%), penampungan air hujan (3,49%), dan air kemasan (2,29%) (DepKes RI, Profil Kes.Indonesia, 2009).

Berikut penggolongan penyakit yang berhubungan dengan air menurut bentuk infeksi dan rute transmisi oleh Bradley (Hasyim, 2007).

1. Water Borne Disease, Jenis penyakit yang ditularkan atau disebarkan akibat

kontaminasi air oleh kotoran manusia atau air seni, yang kemudian airnya dikonsumsi oleh manusia yang tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut antara lain : cholera, thypoid, basillary dysentry, weil’s disease.

2. Water Washed Disease, Jenis penyakit yang ditransmisikan dengan masuknya air

yang tercemar kotoran ke dalam tubuh secara langsung (fecal oral) akibat penyedian air bersih dan untuk pencucian alat atau benda yang digunakan kurang secara kuantitas maupun kualitas. Jenis penyakit pada kelompok ini adalah : Bacterial Ulcers (bisul), Scabies (kudis), Trachoma (terserang pada mata).

3. Water Based Disease, Penyakit akibat organisme patogen yang sebagian siklus

hidupnya dalam air atau host sementara yang hidup dalam air. Penyakit yang masuk dalam golongan ini adalah Schistosimiasis, cacing Guinea.


(38)

4. Insect Water Related, Penyakit yang disebabkan oleh insekta yang berkembangbiak atau memperoleh makanan di sekitar air sehingga insiden – insidennya dapat dihubungkan dengan dekatnya sumber air yang cocok, misalnya penyakit malaria dan oncohocersiasis (river blindness).

Hasil penelitian Mudmainah (2003), menunjukkan bahwa ada hubungan penyediaan air bersih dengan infeksi kecacingan dengan prevalensi kecacingan lebih banyak ditemukan pada siswa Sekolah Dasar yang penyediaan air bersihnya kurang (57%). Kurangnya penyediaan air bersih terutama sebagai penggelontor kotoran, air untuk cebok serta cuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah BAB (buang air besar) menimbulkan infeksi kecacingan. Kecacingan juga dapat terjadi jika mengkonsumsi air yang telah tercemar kotoran manusia atau binatang karena di dalam kotoran tersebut terdapat telur cacing (PHBS dan Penyakit berbasis lingkungan).

2.1.2.2 Pembuangan Tinja (Jamban)

Tinja manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari tubuh berbentuk tinja, air seni, dan CO2. Pembuangan tinja dalam kesehatan lingkungan dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja, pada umumnya disebut latrin, jamban atau kakus. Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan tinja merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi, karena tinja adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui berbagai macam jalan


(39)

atau cara, selain itu dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area permukiman, maka masalah pembuangan tinja manusia meningkat.

Hal ini dapat dilihat seperti gambar berkut ini :

Sumber. Notoatmodjo, 2007

Gambar 2.2. Mata rantai transmisi penyakit dari tinja

Dari gambar 2.2. mata rantai transmisi penyakit dari tinja, nampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Disamping itu, dapat dilihat lansung, tinja mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, juga air, tanah, serangga dan bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Dalam hubungannya dengan penyakit-penyakit yang ditularkan melalui tinja, organisme penyebab dapat digolongkan dalam empat golongan, yaitu virus, bakteri, protozoa, cacing. Disamping itu, pembuangan tinja meruakan tempat berkembangbiaknya serangga terutama nyamuk, lalat, dan kecoa yang selalu memberikan dampak yang merugikan bahkan mungkin dapat bertindak sebagai

Tinja

Air

Mati

Pejamu

Sakit Tangan

Lalat Tanah

Makanan Minuman Sayuran Dll


(40)

vektor penyakit kepada manusia. Berbagai macam spesies dari cacing mempunyai pejamu manusia, hal ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut (Haryoto (1997) : Tabel 2.1. Jenis spesies cacing yang mempunyai pejamu manusia

No Cacing Penyakit Transmisi

1 Ancylostoma duodenale Ancylostomiasis Manusia –tanah – manusia 2 Ascaris lumbricoides Ascaris Manusia – tanah – manusia 3 Schistosoma Japonicum Shistosomiasis Manusia dan hewan – siput – air

– manusia

4 Taenia Saginata Taeniasis Manusia – sapi – manusia 5 Taenia solium Taeniasis Manusia – babi – manusia 6 Trichuris trichiura Trichuriasis Manusia – tanah – manusia Sumber: Faecham, et al (1983)

Ada tujuh kriteria yang telah ditetapkan serta harus diperhatikan untuk membuat jamban sehat dalam rangka mencegah penularan penyakit (Chandra, 2007), yaitu :

1. Tidak mencemari air a. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter

b. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.

c. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar kedalam selokan, empang, danau, sungai, dan laut.

2. Tidak mencemari tanah permukaan

a. Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan

b. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras kemudian ditimbun di lubang galian.


(41)

3. Bebas dari serangga

a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu, untuk mencegah nyamuk aedes aegypti bersarang.

b. Lantai jamban harus diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang dapat menjadi tempat bersarangnya kecoa atau serangga lainnya.

c. Lantai jamban harus selalu kering dan bersih 4. Tidak menimbukan bau dan nyaman digunakan

a. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin, pembersihan harus dilakukan secara periodik.

5. Aman digunakan oleh pemakainya

6. Mudah dibersihkan dan tidak meimbulkan gangguan bagi pemakainya 7. Tidak menimbulkan pandangan kurang sopan

a. Dianjurkan agar jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan.

b. Jumlah toilet/jamban sebanyak satu buah untuk 50 orang (Kalbermatten john M, 1987)

Suatu jamban keluarga disebut sehat apabila memenuhi syarat sebagai berikut, yaitu tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak dapat dijangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dirawat, desainnya sederhana, murah, dapat diterima oleh pemakainnya (Notoatmodjo, 2007).


(42)

Hal-hal yang perlu diperhatikan jika ingin memenui syarat-syarat jamban sehat yaitu jamban sebaiknya tertutup agar terlindung dari sinar matahari/panas dan hujan, serangga, dan terlindung dari pandangan orang, jamban terdiri dari lantai yang luas, serta tempat berpijak yang kuat, tidak menimbulkan bau, tersedia alat pembersih, seperti air, kertas pembersih. Pembuangan kotoran (jamban) untuk daerah pedesaan berbeda dengan daerah perkotaan. Daerah pedesaan harus memenuhi syarat jamban sehat seperti yang telah dibahas, dan didasarkan pada sosial budaya dan ekonomi masyarakat pedesaan.

Hasil penelitian Mudmainah (2003) menunjukkan bahwa ada hubungan antara pembuangan kotoran dengan infeksi kecacingan. Pembuangan tinja sembarangan dapat menimbulkan infeksi kecacingan. Tinja yang dibuang sembarangan tempat memberi peluang besar untuk cacing berkembangbiak.

Adanya telur cacing pada tinja penderita yang melakukan defekasi di tanah terbuka semakin memperbesar peluang penularan infeksi cacingan pada masyarakat di sekitarnya (Sumanto, 2010).

Pembuangan tinja/kotoran manusia yang buruk sering sekali berhubungan dengan kurangnya penyediaan air bersih dan fasilitas kesehatan lainnya (Yusnitawati, 2005).

2.1.2.3 Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak di pakai lagi oleh manusia, atau benda yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang (Slamet, 2009). Sampah erat kaitannya dengan kesehatan


(43)

masyarakat, karena dari sampah tersebut akan hidup berbaga mikroorgansme penyebab penyakit (bakteri patogen) dan juga binatang serangga sebagai pemindah /penyebar penyakit (vektor), oleh sebab itu sampah harus dikelola dengan baik, bukan hanya untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan. Yang dimaksud dengan pengelolaan sampah disini adalah meliputi pengumpulan, pengangkutan sampah dengan pemusnahan sehingga tidak menjadi gangguan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Cara pengelolaan sampah sebagai berikut :

a. Pengumpulan dan pengangkutan sampah

Pengumpulan dan pengangkutan sampah adalah menjadi tanggung jawab dari masing-masing institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu setiap institusi arus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah sampah, kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS) sampah dan selanjutnya ke tempat pembuangan akhir (TPA). Sampah baik kuantitas maupun kualitas sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain : jumlah penduduk, kepadatan sosial ekonomi, kemajuan teknologi (Slamet, 2009).

b. Pemusnahan dan pengolahan sampah

1. Ditanam (landfill) : pemusnahan sampah dengan cara membuat lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah


(44)

2. Dibakar (incenerator) : memusnakan sampah dengan cara membakar di dalam tungku pembakaran

3. Dijadikan pupuk (composting) : pengolahan sampah menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organik; misalnya daun-daunan, sisa makanan dan sampah lainnya yang mudah membusuk.

Sampah organik dan an-organik dapat menjadi tempat berkembangbiaknya mikroorganisme, karena di dalam sampah banyak terdapat kuman atau bakteri. Sampah organik lama-kelamaan di tanah akan membusuk, sedangkan sampah an-organik yang wujudnya sulit didekomposisi menjadi peluang bagi mikroorganisme hidup bertahan. Jika sampah tidak dikelola dengan baik maka akan merugikan kesehatan, dan merusak keindahan lingkungan. Ketika anak sekolah dasar bermain di tanah dengan tidak memakai alas kaki, kuku kotor, tidak mencuci tangan sewaktu makan setelah bermain kontak dengan tanah memberikan kontribusi yang besar timbulnya penyakit, karena kuman atau bakteri tersebut ada yang membahayakan kesehatan manusia, yakni infeksi kecacingan yang dapat menjadi sumber penularan penyakit (Slamet, 2009).

2.1.2.4 Sarana Pembuangan Air limbah

Air limbah atau air buangan adalah semua air / zat cair yang tidak lagi dipergunakan, sekalipun kualitasnya mungkin baik. Air buangan berasal dari rumah tangga, industri, maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Air yang digunakan untuk kegiatan manusia


(45)

sehari-hari pada akhirnya akan mengalir ke sungai dan akan digunakan lagi oleh manusia. Oleh sebab itu, air limbah ini harus dikelola dengan baik apalagi air limbah yang berasal dari air bekas mandi, bekas cuci pakaian, bekas cuci perabotan dan lain- lain. Air ini sering disebut sullage atau gray water. (Slamet, 2009).

Secara garis besar air limbah memiliki karakteristik, sebagai berikut : 1. Karakteristik Fisik

Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan padat dan suspensi. Air limbah rumah tangga biasanya berwarna suram, seperti larutan sabun, sedikit berbau, kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas berwarna, bekas cucian beras dan sayuran, tinja, dan lain-lain.

2. Karakteristik Kimiawi

Air mengandung campuran bahan-bahan kimia an-organik yang berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian tinja, urine, sampah.

3. Karakteristik Bakteriologis

Kandungan bakteri patogen serta organisme golongan Coli terdapat dalam air limbah, namun tergantung sumbernya. Kandungan keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air buangan.

Syarat dan upaya untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk dari air limbah, yaitu :

a. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber air minum b. Tidak menyebabkan pencemaran air


(46)

c. Tidak mengakibatkan pencemaran terhadap permukaan tanah d. Tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit dan vekor

e. Kondisi tidak terbuka karena jika terbuka saat tidak diolah terkena udara luar akan mengangu pernafasan, terutama anak-anak (Notoatmodjo, 2007).

Sarana pembuangan air limbah baik di sekolah maupun di rumah sangat penting untuk mencegah penularan penyakit. Air limbah yang dibuang dengan cara yang tidak saniter menjadi tempat bekembangbiaknya mikroorganisme pathogen, seperti kecacingan dan akan berakibat buruk bagi kesehatan manusia, terutama anak usia sekolah. Kecacingan dapat terjadi karena anak usia sekolah bermain-main di tempat pembuangan air limbah kemudian makan dengan tangan tanpa cuci tangan dengan sabun terlebih dahulu atau bermain di tempat pembuangan air limbah tanpa alas kaki sehingga larva cacing masuk ke dalam tubuh melalui kaki (Field Book, 2009).

2.2 Higiene Perorangan

2.2.1 Pengertian Higiene Perorangan

Higiene merupakan suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perorangan atau manusia beserta tempat manusia berada (Widyawati, 2005).

Higiene perorangan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama pada masa-masa perkembangan dengan kesehatan pribadi yang buruk pada masa tersebut akan dapat mengganggu perkembangan kualitas sumberdaya manusia. Higiene yang belum baik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi kecacingan (Azwar 2006).


(47)

Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di antaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan.

Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani yang berarti Personal yang artinya perorangan dan Hygiene berarti sehat. Personal Hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Wartonah, 2004). Personal Hygiene adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Direja, 2011).

Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya

perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka. Kebersihan perorangan sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan kebersihan perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu , keamanan dan kesehatan ( Potter, 2005).

2.2.2 Jenis-jenis Higiene Perorangan Kebersihan perorangan meliputi :


(48)

Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberi kesan, oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-sebaiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan , makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari – hari. Untuk selalu memelihara kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu memperhatikan seperti : 1. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri

2. Mandi minimal 2x sehari 3. Mandi memakai sabun 4. Menjaga kebersihan pakaian

5. Makan yang bergizi terutama sayur dan buah 6. Menjaga kebersihan lingkungan.

b. Kebersihan rambut

Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat membuat terpelihara dengan subur dan indah sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan tidak berbau apek. Dengan selalu memelihara kebersihan kebersihan rambut dan kulit kepala, maka perlu ndiperhatikan sebagai berikut :

1. Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurangkurangnya 2x seminggu.

2. Mencuci ranbut memakai shampoo atau bahan pencuci rambut lainnya. 3. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.


(49)

Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan membersihkan gigi sehingga terlihat cemerlang.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan gigi adalah :

1. Menggosok gigi secara benar dan teratur dianjurkan setiap sehabis makan 2. Memakai sikat gigi sendiri

3. Menghindari makan-makanan yang merusak gigi

4. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi 5. Memeriksa gigi secara teratur

d. Kebersihan mata

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan mata adalah : 1. Membaca di tempat yang terang

2. Memakan makanan yang bergizi 3. Istirahat yang cukup dan teratur

4. Memakai peralatan sendiri dan bersih ( seperti handuk dan sapu tangan) 5. Memlihara kebersihan lingkungan.

e. Kebersihan telinga

Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah : 1. Membersihkan telinga secara teratur

2. Jangan mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam. 3. Kebersihan tangan, kaki dan kuku

Seperti halnya kulit, tangan,kaki dan kuku harus dipelihara dan ini tidak terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari. Selain


(50)

indah dipandang mata, tangan, kaki, dan kuku yang bersih juga menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu.

Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diperhatikan sebagai berikut : 1. Membersihkan tangan sebelum makan

2. Memotong kuku secara teratur 3. Membersihkan lingkungan 4. Mencuci kaki sebelum tidur

Faktor hygiene yang mempengaruhi gangguan kulit adalah : 1. Kebersihan kulit

2. Kebersihan tangan, kaki dan kuku 3. Kebersihan rambut

2.2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi higiene perorangan

Menurut Depkes (2000) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:

1. Citra tubuh ( Body Image)

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

2. Praktik Sosial

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene .


(51)

3. Status Sosial Ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. 4. Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

5. Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan. 6. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.

7. Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Higiene perorangan juga sangat berhubungan dengan sanitasi lingkungan, artinya apabila melakukan higiene perorangan harus diikuti atau didukung oleh sanitasi lingkungan yang baik, kaitan keduanya dapat dilihat, misalnya pada saat mencuci tangan sebelum makan dibutuhkan air bersih, yang harus memenuhi syarat kesehatan (Jalalluddin, 2008).

Higiene perorangan berbeda dengan Karakteristik responden. Karakteristik responden meliputi umur dan jenis kelamin siswa sekolah dasar yang akan diteliti.


(52)

Umur responden dimaksud disini adalah usia anak mulai dari lahir sampai ada penelitian dilakukan, dan jenis kelamin adalah tanda yang membedakan antara perempuan dan laki-laki. Sedangkan higiene adalah perorangan membahas mengenai perilaku siswa dalam menjaga kebersihan diri.

2.3 Cacing Pita (Taenia)

Dalam Behrman (2000) dikatakan bahwa hospes parasit cacing pita adalah manusia. Macam-macam dari cacing pita adalah cacing pita sapi (Taenia saginata), cacing pita babi (Taenia solium), dan cacing pita ikan (Diphyllobothrium latum). ukurannya berkisar dari 4-10 meter. Beribu-ribu segmen pipih (proglotid) membentuk tubuh cacing dewasa. Proglotid cacing pita sapi dan babi biasanya keluar utuh dalam tinja. Sebaliknya, proglotid cacing pita ikan sering pecah dalam usus, karena sampai 1 juta telur dapat dilepaskan perhari, telur-telur tersebut dapat diamati dalam tinja. Cacing pita babi adalah patogen yang paling serius pada kelompok ini. Manusia terinfeksi dengan bentuk dewasa bila mereka mengkonsumsi daging babi mentah atau setengah masak yang mengandung kista parasit. Cacing akan melekat pada lumen usus halus. Cacing pita babi satu-satunya cacing pita yang skoleksnya dilengkapi dengan kait disamping pengisap. Manusia dapat terinfeksi dengan cara menelan makanan atau air yang terkontaminasi dengan telur-telur cacing lalu masuk ke mukosa usus dan menyebar secara hematogen ke banyak jaringan terutama otak dan otot. Telur cacing pita ikan menetas dalam air segar pada pemajanan terhadap cahaya, kemudian parasit yang baru lepas tertelan pada ikan air tawar dan ikan air


(53)

tawar bermata besar sejenis ikan salmon. Konsumsi ikan mentah atau tidak dimasak menyebabkan infeksi cacing pita.

2.3.1. Cacing Pita Babi (Taenia Solium )

Cacing pita (taenia ) dikenal dengan istilah Taeniasis dan Sistiserkosis. Taenia adalah penyakit akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus Taenenia yang dapat menular dari hewan ke manusia, maupun sebaliknya taeniasi pada manusia disebabkan oleh spesies taenia Solium atau dikenal dengan cacing pita babi. Sistiserkosis pada manusia adalah infeksi jaringan oleh bentuk larva taenia akibat termakan telur cacing taenia solium (cacing pita babi). Manusia terkena taeniasis apabila memakan daging mentah.

Klasifikasi : Kerajaan : Animlia

Filum : Platyhelminthes Kelas : Cestod

Ordo : Cyclopyllidea Famili : Taeniidae Genus : Taenia

Spesies : Taenia Solium


(54)

2.3.2. Siklus Hidup

Cacing pita taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan induk semang definitive, telur atau proglotid gravid dalam feses dilepaskan dalam lingkungan babi terinfeksi karena termakantelur taenia telur menetas akan mengeluarkan embrio cacing (onchospere)yang kemudian menembus dinding usus dan beredar diotot-embrio cacing (onchospere) berkembang menjadi sistiserkus otot manusia terinfeksi karena memakan makan mentah atau setengah matang yang mengandung sistiserkus atau telur taenia.( Helmintologi.2007).


(55)

2.3.3. Sumber dan Cara Penularan cacing pita

Sumber penularan cacing pita (Taenia Solium) pada manusia yaitu :

1. Penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau segmen tubuh (proglotid) cacing pita.

2. Hewan terutama babi yang mengandung larva cacing pita (sistiserkosis). 3. Makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita. (Departemen RI.2010).

Faktor- factor cara penularan dapat menyebabkan pada resiko yang lebih besar terinfeksi cacing pita termasuk :

1. Kebersihan yang buruk jarang mencuci tangan mengakitkan resiko terkontaminasi cacing pita yang masuk dari mulut saat makan.

2. Paparan ternak, hal ini bermasalah jika kotoran ternak hewan ternak tidak dbuang dengan benar.

3. Berpergian kedaerah terpenci, infeksi terjadi lebih sering pada daerah dengan praktik sanitasi yang buruk.

4. Makan daging mentah atau setengah matang, masakan kurang matang mungkin tidak membunuh telur cacing pita dan larva yang terdapat dalam daging yang terkontaminasi.

2.3.4. Gejala Klinik dan Diagnosis

Gejala klinik pada cacing pita sapi akan menimbulkan gatal pada anus. Gejala yang ditimbulkan cacing pita babi akan menimbulkan gangguan neurologis, kognitif atau gangguan kepribadian individu. Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit


(56)

yang disebut taeniasis dan sistiserkosis. Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan adalah: Pengeluaran segmen tubuh cacing dalam fesesnya, Gatal-gatal pada anus, mual, pusing, penngkatan nafsu makan,sakit kepala,diare,lemah,merasa lapar, sembelit, enurunan berat badan,rasa tidak enak dilambung, letih, muntah,pegal-pegal pada otot. Sistiserkosis menimbulkan gejala dan efek yang beragam sesuai dengan lokasi parasit dalam tubuh Manusia dapat terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di jaringan tubuh yang berbeda-beda. Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan di otak (disebut neurosistiserkosis), mata, otot dan lapisan bawah kulit. (Behrman, 2000).

Untuk mendiagnosa cacing pita adalah menganalisis sampel tinja, untuk infeksi cacing pita di usus yaitu memeriksa tinja didalam laboratorium untuk pengujian. Labaoratorium mengunakan teknik identifikasi mikroskopis untuk segmen cacing pita.

2.4. Epidemiologi

Cacing pita sapi dan babi tersebar di seluruh dunia. Meskipun beberapa penyebaran dari orang ke orang telah didokumentasi di Amerika Serikat, penyebaran ini tidak lazim. Risiko kecacingan jauh lebih tinggi di Amerika Tengah, Afrika, India, Indonesia, dan Cina. Cacing pita ikan lebih sering dijumpai di Eropa dan Asia yang beriklim sedang, tetapi dapat ditemukan di danau dingin pada tempat yang tinggi di Amerika Selatan dan Afrika. Kasusnya banyak ditemukan di daerah pedesaan, khususnya pada orang yang suka makan daging mentah atau setengah masak


(57)

(Behrman, 2000).. Cacing pita menghisap darah dan luka-luka gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat (Behrman, 2000).

2.5. Upaya Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Infeksi Kecacingan Adapun yang menjadi upaya pencegahan, pengendalian dan pemberantasan Infeksi kecacingan adalah sebagai berikut ;

1. Memutuskan daur hidup dengan cara

a. Defekasi jamban, menjaga kebersihan, cukup air bersih di jamban, untuk mandi dan cuci tangan secara teratur, penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan cara menghindari infeksi cacing, dan memberikan pengobatan massal dengan obat antihelmintik yang efektif, terutama pada golongan rawan (Utama, 2009)

b. Kebersihan perorangan terutama tidak kontak dengan tinja, tidak BAB di tanah, menggunakan sarung tangan apabila hendak berkebun, mengkonsumsi makanan dan minuman yang dimasak, pendidikan kesehatan, dan sanitasi lingkungan (Ideham, 2007)

c. Mengendalikan ketentuan-ketentuan sanitasi jamban dan pembuangan tinja, menggunakan pelindung alas kaki, mencuci sayuran yang kemungkinan terkontaminasi larva, menghindari sayuran lalapan seperti salad, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk, dan perbaikan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Zaman, 2008)

d. Obat untuk infeksi cacing pita adalah Niklosamid atau Prziquante. Pencegahankecacingan harus memasak daging sapi, babi dan ikan. Perhatian


(58)

terhadap kebersihan seseorang, menghindari buah-buahan dan sayuran segar.semua anggota keluarga harus diperiksa mengenai adanya telur dan tanda-tanda penyakit.

Penyuluhan kepada masyarakat penting sekali dan dititikberatkan pada perubahan kebiasaan dan mengembangkan sanitasi lingkungan yang baik dimana pada pengobatan massal sulit dilaksanakan mekipun ada obat yang ampuh karena harus di lakukan 3−4 kali setahun dan harga obat tidak terjangkau. Dengan demikian keadaan endemi dapat dikurangi sampai angka kesakitan (morbiditas) yang tinggi diturunkan (Utama, 2009).

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variable Dependen Karakteristik Responden

- Umur

- Jenis Kelamin

Sanitasi lingkungan Rumah: - penyedian air bersih - pembuangan tinja

- kondisi tempat pelihara ternak babi

Hygiene Perorangan : - Kebersihan kuku - Kebiasaan cuci

tangan

- Mengkonsumsi makanan

- Pemakaian alas kaki

Kejadian penyakit Cacing pita

Pemeriksaan Tinja (Faeces) di Laboratorium Sanitasi lingkungan Sekolah


(59)

2.7 Hipotesa Penelitian

1. Ho : Tidak ada hubungan umur terhadap kejadian cacing pita. Ha : Ada hubungan umur terhadap kejadian cacing pita.

2. Ho : Tidak ada hubungan jenis kelamin terhadap kejadian cacing pita Ha : Ada hubungan jenis kelamin terhadap kejadian cacing pita.

3. Ho : Tidak ada hubungan penyediaan air bersih terhadap kejadian cacing pita. Ha : Ada hubungan penyedian air bersih terhadap kejadian cacing pita. 4. Ho : Tidak ada hubungan pembuangan tinja terhadap kejadian cacing pita. Ha : Ada hubungan pembuangan tinja terhadap kejadian cacing pita.

5. Ho : Tidak ada hubungan kondisi tempat pemeliharaan ternak babi terhadap kejadian cacing pita.

Ha : Ada hubungan kondisi tempat pemeliharaan ternak babi terhadap kejadian cacing pita.

6. Ho : Tidak ada hubungan kebersihan kuku terhadap kejadian cacing pita. Ha : Ada hubungan kebersihan kuku terhdap kejadian cacing pita.

7. Ho : Tidak ada hubungan kebiasaan cuci tangan terhadap kejadian cacing pita. Ha : Ada hubungan kebiasaan cuci tangan terhadap kejadian cacing pita. 8. Ho : Tidak ada hubungan mengkonsumsi makanan terhadap kejadian cacing pita.

Ha : Ada hubungan mengkonsumsi makanan terhadap kejadian cacing pita. 9. Ho : Tidak ada hubungan memakai alas kaki terhadap penyakit cacing pita. Ha : Ada hubungan memakai alas kaki terhadap penyakit cacing pita.


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Survei Analitik dengan rancangan Cross Sectional

Study yaitu melihat hubungan sanitasi lingkungan dan personal higiene dengan

kejadian penyakit cacing pita (Taenia Solium) pada Siswa Dasar Negeri 173547 Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir 2014.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Lingkungan SD Negeri 173547 Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir, dengan alasan :

1. Belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya baik di Lingkungan SD Negeri 173547 Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir.

2. Keadaan Sanitasi lingkungan sekolah kurang baik 3. Keadaan Sanitasi lingkungan rumah kurang baik

4. Sebagian besar kebiasaan siswa dalam Higiene Perorangan kurang baik 3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2014- Januari 2015. 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa- siswi sekolah dasar 173547 Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2014 yang berjumlah 76 orang.


(61)

3.3.2 Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi, sedangkan menurut Suharsini Arikunto (1998:120) menyatakan “ Apabila subyek penelitian kurang dari 100 maka lebih baik diambil semua, bila subjek lebih dari 100 dapat diambil 10-15% atau 20-15% atau lebih. Jadi sampel yang akan di teliti sebanyak 76 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data diperoleh dengan cara wawancara melalui observasi dan kuesioner, serta hasil pemeriksaan laboratorium infeksi cacing pita di Laboratorium Puskesmas Kota Balige.

3.4.2 Data Sekunder

Data yang diperoleh dari Puskesmas Balige yang berhubungan dengan Penelitian, dan Sekolah Dasar Negeri 173547 Tambunan.

3.4.3 Metode Pemeriksaan Tinja (faeces)

Sebelum pemeriksaan tinja dilakukan, terlebih dahulu Pot tinja dibagikan kepada Responden sehari sebelum pemerikasaan laboratorium, kemudian besok paginya tinja dibawa ke laboratorium. Spesimen harus segera diperiksa pada hari yang sama, sebab jika tidak telur cacing khususnya telur cacing pita akan rusak atau menetas menjadi larva. Jika tidak memungkinkan tinja harus diberi formalin 5-10% sampai terendam. Pemeriksaan tinja (Depkes RI, 1992) dapat dilakukan sebagai berikut):


(62)

Dengan penmbahan Zat Eosin/lusol maka mikroorganisme dan unnsur-unsur lain dalam tinja akan kelihatan lebih jelas

2. Tujuan

Melihat adanya kelainan-kelainan dalam tinja baik secara makroskopis maupun mikroskopis

3. Cara Pemeriksaan Tinja A. Makroskopis

1. Spesimen diperiksa di tempat yang terang B. Mikroskopis

1). Alat yang diperlukan a. Masker

b. Sarung tangan karet c. Lidi/tusuk gigi

d. Pot plastik ukuran 10-15 cc atau kantong plastik obat e. Kaca objek

f. Kaca penutup g. Spidol

h. Kertas saring/tissue i. Mikroskop

2). Reagen


(63)

3). Cara pembuatan

a. Pakailah sarung tangan untuk mencegah kemungkinan infeksi berbagai penyakit dari tinja

b. Tuliskan nomor kode/nama responden pada pot plastik/ kantong plastik obat c. Ambil tinja dengan lidi/tusuk gigi dibagian tengah permukaan tinja seujung

lidi, kemudian letakkan di atas kaca objek d. Teteskan larun Eosin 2% di atas kaca objek e. Aduk sampai rata pada masing-masing larutan f. Tutup dengan kaca penutup

g. Lihat dibawah mikroskop mula-mula dengan pembesaran 10x kemudian dengan pembesaran 40x

h. Hasil pemeriksaan tinja berupa positif atau negatif tiap jenis telur cacing. 4. Interpretasi

- Positif Infeksi Kecacingan : bila ditemukan dari hasil pemeriksaan laboratorium ada telur cacing pita di dalam tinja, yang mengandung telur atau segmen tubuh (proglotid) cacing pita.

- Negatif Infeksi Kecacingan : bila tidak ditemukan dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak ada telur cacing di dalam tinja.

3.5 Defenisi Operasional

1. Umur adalah lama waktu hidup atau ada ( sejak dilahirkan atau diadakan)

2. Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki – lakisecara biologis seak seseorang lahir.


(64)

3. Sanitasi lingkungan rumah adalah kondisi kesehatan lingkungan rumah yang berhubungan dengan penularan infeksi kecacingan dengan indikator penyediaan air bersih, pembuangan tinja dan tempat pemelihaan ternak babi disekitar rumah.

4. Penyediaan air bersih adalah ketersediaan air bersih yang dapat digunakan setiap kegiatan di Rumah siswa dan di SD Negeri 173547 Tambunan Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir, meliputi kualitas fisik air, kuantitas air, kontinuitas air.

5. Pembuangan tinja (jamban) adalah ketersediaan jamban yang digunakan untuk keperluan membuang hajat/kotoran, meliputi kapasitas jamban, kondisi jamban, jenis jamban, jarak jamban dengan sumber air bersih, jamban disertai septik tank, kebersihan jamban.

6. Kondisi tempat pemeliharaan ternak babi adalah jarak kandang ternak dengan rumah dan kondisi tempat pembuangan kotoran ternak.

7. Higiene perorangan adalah kegiatan/usaha kebersihan setiap siswa dalam menjaga kesehatan agar terhindar dari infeksi kecacingan.

8. Kebersihan kuku adalah kebiasaan kebiasaan yang dilakukan oleh siswa untuk memelihara kebersihan kuku dengan memotong kuku sampai bersih secara teratur.

9. Kebiasaan cuci tangan adalah cara yang dilakukan oleh siswa untuk mencuci tangan dengan menggunakan sabun secara teratur baik sebelum dan setelah makan, setelah buang air besar (BAB), setelah bermain di tanah


(65)

10. Cara mengkonsumsi makanan adalah menghindari makanan setengah matang. 11.Penggunaan alas kaki adalah kebiasaan siswa memakai sandal/sepatu ketika

bermain di pekarangan rumah/sekolah terutama saat berjalan di tanah.

12.Sanitasi lingkungan sekolah adalah fisik sekolah dengan indikator penyediaan air bersih, pembuangan tinja, warung jajanan, pekarangan/halaman Sekolah, sumber air bersih.

13.cacing pita adalah ditemukannya telur cacing usus dan jenis cacingnya pada siswa sekolah dasar melalui pemeriksaan tinja yang dilakukan sehari setelah pembagian pot tinja pada siswa, di laboratorium Puskesmas Kota Balige

3.6 Aspek Pengukuran 3.6.1 Variabel Independen

1. Pengukuran variabel Sanitasi lingkungan rumah berdasarkan observasi yaitu menggunakan form cheklist. Sanitasi lingkungan rumah yang diamati ada 3 indikator yaitu penyedian air bersih, pembuangan tinja (jamban) dan kondisi tempat pemeliharan ternak babi. Jika responden menjawab ”Ya” skornya 1, dan jika responden menjawab ”Tidak” skornya 0. Menurut Peraturan bersama Menteri dalam negeri dan Menkes No.34 tahun 2005 Nomor 1138/Menkes/PB/VII/2005 tentang penyelenggaraan Kabupaten/ Kota sehat Cakupan Program >70%, artinya :

a. Penyediaan air bersih yang terdiri dari 21 item pertanyaan dengan total skor 21. penyediaan air bersih dikatakan “Memenuhi syarat kesehatan” apabila mencapai >70% dari total skor >15, dan dikatakan “Tidak memenuhi syarat kesehatan” apabila mencapai <70% dari total skor <15.


(1)

Lampiran 8 .

FOTO PENELITIAN

Gambar 1. Kondisi Lingkungan Rumah


(2)

Gambar 2. Sumber air bersih dari Sumur


(3)

Gambar 4 : Pembuangan tinja di lingkungan Rumah

Gambar 5: Kondisi tempat Ternak Babi


(4)

Gambar Lampiran 7: Pembuangan tinja dan sumber air bersih di Sekolah

Gambar 8 : Sediaan tinja di atas kaca objek yang telah diberi kode/nama siswa di Laboratorium Puskesmas Balige


(5)

Gambar 9 : Larutan Eosin/lusol 2% yang sudah diteteskan diatas kaca obek dan ditutup dengan kaca penutup di Laboratorium Puskesmas Balige

Gambar Lampiran 10 :Pemeriksaan tinja menggunakan Mikroskop dengan pembesaran 10x – 40x di Laboratorium Puskesmas Balige


(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dan Higiene Perorangan dengan Kejadian Kecacingan di SD Negeri 101200 Desa Perkebunan Hapesong dan SD Negeri 101300 Desa Napa Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2015

5 77 140

Hubungan Perilaku tentang Higiene Perorangan dengan Infeksi Kecacingan pada Pengrajin Batu Bata di Desa Tanjung Mulia Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2005

1 55 91

Hubungan Higiene Perorangan Siswa Dengan Infeksi Kecacingan Anak SD Negeri Di Kecamatan Sibolga Kota Kota Sibolga

5 31 138

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN ANGKA KEJADIAN TIFOID DI KELURAHAN DINOYO KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG TAHUN 2014

3 14 21

Hubungan Higiene Perorangan dengan Kejadian Kecacingan pada Murid SD Negeri Abe Pantai Jayapura

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi - Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dan Higiene Perorangan dengan Kejadian Kecacingan di SD Negeri 101200 Desa Perkebunan Hapesong dan SD Negeri 101300 Desa Napa Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun

0 0 34

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN KECACINGAN PADA SISWA SDN 101200 DESA PERKEBUNAN HAPESONG DAN SDN 101300 DESA NAPA KECAMATAN BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2015 SKRIPSI

0 0 14

Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Higiene Perorangan Dengan Kejadian penyakit Cacing Pita (Taenia Solium) Pada Siswa SD Negeri 173545 di Desa Tambunan Kecamatan Balige Tahun 2014

0 0 48

Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Higiene Perorangan Dengan Kejadian penyakit Cacing Pita (Taenia Solium) Pada Siswa SD Negeri 173545 di Desa Tambunan Kecamatan Balige Tahun 2014

0 1 35

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CACING PITA (Taenia Solium) PADA SISWA SD NEGERI 173547 DI DESA TAMBUNAN KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN 2014

0 0 16