Keadilan sebagai Wujud Ketakwaan kepada Allah SWT

120

BAB IV KONSEP KEADILAN SOSIAL MENURUT SAYYID QUTHB

A. Keadilan sebagai Wujud Ketakwaan kepada Allah SWT

Diantara perjanjian Allah dengan umat Islam ialah untuk menegakkan keadilan pada manusia. Keadilan yang bersumber dari pelaksanaan ketaatan kepada Allah, yang bebas dari segala pengaruh, dan bersumber dari perasaan dan kesadaran terhadap pengawasan Allah yang mengetahui segala yang tersembunyi dalam hati.                                Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. QS. Al- Maidah5:8 233 “...Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Sayyid Quthb selanjutnya: Quthb menjelaskan dalam tafsirnya bahwa jiwa manusia tidak akan dapat mencapai tingkatan ini, kecuali kalau di dalam urusan ini manusia bermuamalah dengan Allah. Yakni, ketika 233 Departemen Agama, Al- Qur’an..., h. 159. 121 manusia menegakkan kebenaran karena Allah, lepas dari segala sesuatu selain Dia. Juga ketika ia merasakan ketakwaan kepada-Nya, dan menyadari bahwa pandangan-Nya selalu mengawasi segala sesuatu yang tersembunyi di dalam hati. 234 Maka berbuat adil adalah suatu kewajiban bagi umat Islam, yang harus ditegakkan karena Tuhannya, walaupun timbul kebencian dan ketidaksenangan dari orang lain. “Hai orang -orang yang beriman, bertakwalah ke pada Allah...” al- Maidah5:35. Takut itu hanya kepada Allah saja, karena takut kepada Allah inilah yang sesuai dengan martabat manusia. Karena, takwa kepada Allah itulah yang menyertai hati ketika sedang sendirian atau di hadapan orang lain. Takwa kepada Allah itu pula yang mencegah manusia dari melakukan kejahatan meskipun tidak ada orang lain yang melihatnya. 235 Apapun undang-undang yang dibuat manusia, tetapi apabila tidak ada kesadaran taqwa dan moral yang tinggi maka undang-undang itu pun tidak akan terlaksanakan. “...Dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada Allah...” agar apapun tindakan manusia atas ketundukan kepada Allah SWT. Maka takwa bagi Quthb adalah perasaan di dalam hati, kondisi dan nurani, sumber arah perjalanan dan amalan, penyatu perasaan batin dan tindakan lahir, yang menghubungkan manusia dengan Allah baik secara sembunyi maupun terang-terangan. Ketika sedang sendirian maupun dihadapan banyak orang. 234 Sayyid Quthb, F̂ Zhil̂l al-Qur’̂n, Jilid III, h. 182. 235 Ibid, h. 217. 122 Takwa juga menjernihkan roh, hingga menghilangkan hijab-hijab dinding antara manusia dan segala sesuatu yang meliputi alam gaib dan alam nyata, dan didalamnya bertemu yang dikenal dan yang tidak dikenal, yang diketahui dan yang tidak diketahui. Dan apabila roh telah jernih, maka hilanglah sekat-sekat antara yang lahir dan yang batin. 236 Allah swt., ketika berpesan kepada manusia supaya bertakwa kepada-Nya, tidak mempunyai kepentingan apa-apa dan tidak merugi sedikit pun seandainya mereka tidak mau mendengar atau mengingkari pesan dan perintah-Nya itu. Kekufuran mereka tidak mengurangi kekuasaan-Nya sedikit pun, karena “Kepunyaan Allah - lah apa yang dilangit dan yang di bumi”, dan Dia berkuasa untuk memusnahkan mereka dan menggantinya dengan orang lain. Sesungguhnya Dia memerintahkan mereka bertakwa adalah untuk kepentingan mereka sendiri, dan untuk memperbaiki keadaan mereka sendiri pula. 237 “Bertakwalah kepada Allah dan dengarkanlah perintah -Nya. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang- orang fasik.” al-M̂idah: 108 Bukti ke-esaan Allah banyak dijelaskan dalam ayat-ayat al- Qur’an, dan sebagai bukti keyakinan tersebut adalah adanya ketakwaan yang diwujudkan manusia dalam bentuk ibadah dan muamalah. Salah satu bentuk muamalah tersebut adalah menegakkan keadilan bagi sesama manusia.                            236 Ibid, h. 49. 237 Ibid, h. 94. 123 Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuha nmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang- orang yang bertakwa. yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang- orang yang berbuat kebajikan. QS. Ali Imran3:133-134 238 Menurut Quthb, sifat pertama dari orang bertakwa adalah, “Yaitu, orang - orang yang menafkahkan hartanya, baik pada waktu lapang maupun sempit .” Dan sifat selanjutnya ialah “Dan orang -orang yang menahan marahnya dan memaafkan kesalahan orang.” Sehingga ketakwaan itu bisa memancarkan sifat kebaikan pada manusia, karena “Allah menyukai orang -orang yang berbuat kebajikan”. 239 Menurut Fazlur Rahman, kata takwa adalah hal yang sentral didalam konsep yang Rahman sebut dengan etika al- Qur’an, yang mana ada 3 hal yang menurut Rahman sebagai landasan etika tersebut yaitu ̂m̂n, Isl̂ m, lalu Taqŵ. Walaupun kata tawa disebutkan terakhir, tetapi menurut Rahman, ̂m̂ n kepercayaan berhubungan dengan kehidupan batin, dan Isl̂ m kepasrahan kepada hukum Allah berhubungan dengan perilaku lahiriah, maka Taqŵ mencakup keduanya keimanan dan penyerahan diri. Dan ayat-ayat al- Qur’an mendukung pandangan bahwa taqwa adalah suatu ideal yang harus dituju. Kerangka positif yang dihasilkan dari taqwa ini ialah untuk memaksimalkan energi moral dalam hubungan masyarakat. 240

B. Keadilan untuk Penegakan Hak Manusia