3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Selat Alas, Nusa Tenggara Barat. Selat Alas
merupakan perairan yang memisahkan dua pulau, yaitu Lombok dan Sumbawa. Secara administratif, Selat Alas merupakan wilayah pengelolaan dari dua
Kabupaten, yaitu Lombok Timur Lotim dan Kabupaten Sumbawa Barat KSB. Sebelumnya wilayah perairan ini merupakan wilayah pengelolaan dari dua
Kabupaten, yaitu Lombok Timur dan Kabupaten Sumbawa. Di wilayah ini terdapat beberapa lokasi utama kampung nelayan yaitu Tanjung Luar, Labuhan
Lombok, dan Labuhan Haji di Kabupaten Lombok Timur. Sementara itu, desa pantai di Kabupaten Sumbawa Barat adalah Poto Tano, Labuhan Lalar dan
Benete. Dari beberapa kampung nelayan yang disebutkan di atas, konsentrasi
terbesar nelayan terdapat di Tanjung Luar dan Labuhan Lombok. Semua jenis alat tangkap yang dioperasikan nelayan di Selat Alas dapat dijumpai di kedua lokasi
ini. Kondisi di lapangan menunjukkan adanya kekhasan dari aktivitas perikanan tangkap di Labuhan Lombok dan Tanjung Luar. Di wilayah Labuhan Lombok,
yang terletak di bagian utara Selat Alas, dioperasikan alat tangkap yang tidak dioperasikan oleh nelayan di Tanjung Luar dan sekitarnya di bagian selatan, yaitu
bagan perahu. Sementara di Tanjung Luar nelayan mengoperasikan alat tangkap lain yang tidak dioperasikan nelayan di bagian utara yaitu bagan tancap. Atas
dasar ini maka pengambilan data primer dalam penelitian ini dilakukan di kedua lokasi ini Gambar 4. Keseluruhan waktu efektif pelaksanaan penelitian ini
berlangsung selama 9 sembilan bulan yaitu Nopember 2011 – Juli 2012.
3.2 Teknik pengumpulan data Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji secara intensif
kondisi terkini dari perikanan tangkap di Selat Alas dan interaksi antara berbagai unit yang ada di dalamnya. Dengan demikian metode penelitian ini tergolong
metode penelitian kasus dan lapangan case and field research terhadap pengelolaan perikanan tangkap di Selat Alas
– Nusa Tenggara Barat. Hal ini sesuai dengan Rianse dan Abdi 2008 yang mengatakan bahwa tujuan penelitian
34
Gambar 4 Peta lokasi Selat Alas dan beberapa lokasi pendaratan ikan sebagai lokasi penelitian
35 kasus dan penelitian lapangan adalah untuk mempelajari secara intensif tentang
latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial: individu, kelompok, dan lembaga, atau masyarakat.
Untuk mencapai tujuan penelitian ini maka jenis data yang diperlukan terdiri dari data sekunder dan primer.
1 Data sekunder Data skunder yang dibutuhkan meliputi data statistik perikanan tangkap
yang meliputi perkembangan jumlah nelayan dan rumah tangga perikanan RTP; jumlah kapalperahu penangkapan, jumlah dan jenis alat tangakp, jumlah trip alat
tangkap, jumlah produksi setiap jenis alat tangkap yang dioperasikan di wilayah studi; nilai produksi setiap jenis ikan tangkapan; komoditas ekspor dan daerah
pemasaran hasil tangkapan; kebijakan pemerintah daerah dalam bidang perikanan tangkap; serta prasarana pendukung perikanan tangkap Pelabuhan Perikanan dan
Pangkalan Pendaratan Ikan. Data sekunder yang digunakan adalah data 5 lima tahun terakhir 2006-
2010. Pemilihan penggunaan data dalam periode ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa data perikanan tangkap di Selat Alas pada tahun sebelumnya
tidak dapat diperoleh secara spesifik. Data perikanan Selat Alas sebelum periode tersebut masih tergabung dengan data perikanan tangkap dari Laut Flores dan
Teluk Saleh yang menjadi wilayah pengelolaan Kabupaten Sumbawa. Dalam Statistik Perikanan Tangkap yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat, data perikanan tangkap yang disajikan adalah data per kabupaten. Sebagaimana diketahui bahwa perairan Selat
Alas adalah perairan yang memisahkan antara dua kabupaten, Lombok Timur dan Sumbawa Barat. Nelayan yang melakukan penangkapan ikan di perairan ini
berasal dari dua kabupaten ini. Dengan demikian, data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data gabungan dari dua kabupten, Lombok Timur dan
Sumbawa Barat.
36 2 Data primer
Data primer terdiri dari data aspek teknis, sosial, lingkungan, dan finansial setiap unit penangkapan yang dioperasikan di Selat Alas. Data aspek teknis
ditekankan kepada kemampuan suatu alat untuk menjangkau daerah penangkapan ikan yang didukung oleh data sekunder yang tersedia. Aspek lingkungan meliputi
posisi pengoperasian, ukuran hasil tangkapan, dan dampak lingkungan. Sedangkan aspek sosial meliputi jumlah tenaga kerja yang dilibatkan, tingkat
penguasaan teknologi, dan dampak sosial; sedangkan aspek finansial ditekankan kepada biaya investasi dan biaya operasional.
Dalam penelitian ini, biaya investasi yang dimaksudkan adalah biaya yang diluarkan oleh nelayan sehingga nelayan tersebut dapat memiliki suatu unit
penangkapan tertentu yakni sarana apung perahu, mesin pendorong, unit lampu penerangan seperti petromaks atau genset, dan alat tangkap. Sementara itu, biaya
operasional yang dimaksud adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh nelayan dalam mengoperasikan suatu unit penangkapan sampai mendapatkan
hasil yang meliputi biaya tetap pemeliharaan, bahan bakar, pelumas oli, oli campur oli 2T, minyak tanah, es batu, dan spiritus.
Data primer diperoleh dari nelayan responden terpilih dari nelayan populasi yang beroperasi di Selat Alas, Nusa Tenggara Barat. Populasi yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah nelayan penuh yang memiliki unit penangkapan ikan dan beroperasi di Selat Alas. Jika diasumsikan bahwa setiap jenis unit
penangkapan dimiliki oleh seorang nelayan, maka jumlah suatu jenis unit penangkapan dapat dianggap sebagai jumlah nelayan pemilik sekaligus sebagai
jumlah populasi nelayan pada suatu jenis unit penangkapan tertentu. Dari 13 jenis unit penangkapan yang tercatat di Dinas Kelautan dan
Perikanan NTB, 4 diantaranya yaitu pukat pantai, jaring lingkar, rawai hanyut, dan pancing ulur tidak dimasukkan sebagai populasi penelitian. Ini dilakukan
dengan pertimbangan bahwa : pukat pantai dikategorikan sebagai alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, jaring lingkar tidak lagi dioperasikan di lokasi
penelitian, rawai hanyut tidak dioperasikan lagi di Selat Alas melainkan di laut terbuka, dan alat tangkap yang dikelompokkan sebagai pancing lainnya sangat
37 bervariasi sehingga ditetapkan untuk tidak dimasukkan sebagai populasi
penelitian. Salah satu sifat yang unik masyarakat nelayan di wilayah penelitian adalah
nelayan yang bertempat tinggal dalam satu kampung biasanya memiliki dan mengoperasikan unit penangkapan yang sama. Kondisi ini memudahkan peneliti
untuk menentukan responden penelitian. Populasi yang ada dikelompokkan menjadi beberapa sub-populasi berdasarkan jenis alat yang dioperasikannya.
Selanjutnya, dengan mempertimbangkan kondisi, terutama besarnya usaha yang ada pada sub-populasi ini, maka penentuan sampel dilakukan berdasarkan prinsip
snowball sampling . Dalam hal ini, nelayan sampel berikutnya ditentukan
berdasarkan petunjuk responden sebelumnya. Dengan teknik sampling di atas, mula-mula peneliti mencari responden
yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu dari populasi nelayan yang dipilah berdasarkan kepemilikan jenis unit penangkapan yang
dioperasikan, kemudian responden tersebut menunjuk nelayan sejenis untuk dijadikan sampel berikutnya. Dengan memperhatikan keseragaman informasi
yang diperoleh pada saat pengumpulan data dilakukan, maka jumlah sampel dari setiap sub-populasi bervariasi, yaitu antara 9
– 30 orang nelayan sampel sehingga berjumlah 155 orang Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah populasi dan nelayan responden penelitian
Jenis alat Jumlah orang
Jenis alat Jumlah orang
Populasi Responden
Populasi Responden
Payang 410
30 Bagan Perahu rakit 30
10 Pukat Cincin
49 15 Bagan Tancap
70 10
Jaring Insang hanyut 339
21 Pancing Tonda 1.094
20 Jaring KlitikTasik
1.213 20 Pancing Ulur
901 20
Jaring Insang tetap 622
9
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik, diantaranya wawancara, pengamatan dan pengukuran, dan studi literaturdokumentasi.
1 Wawancara Pada penelitian ini metode wawancara mendalam merupakan salah satu
teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data primer. Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alasan, Pertama, dengan wawancara, peneliti dapat menggali
38 tidak saja apa yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi juga apa yang
tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan kepada responden bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang
berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang. Metode ini dilakukan untuk menggali informasi secara lebih komprehensif.
Interviewwawancara, digunakan dengan cara tanya jawab secara langsung dengan responden mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian.
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara
langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan Narbuko dan Achmadi 2005.
Peneliti melakukan tanya jawab dengan semua nelayan responden yang sudah dipilih di semua wilayah penelitian berdasarkan daftar pertanyaan yang
sudah disiapkan. Untuk melengkapi informasi yang didapatkan, target wawancara juga akan arahkan kepada beberapa informan kunci key informan baik yang ada
tingkat bawah masyarakat nelayan maupun pada tingkat atas pihak regulator pengelolaan perikanan tangkap di Selat Alas seperti Dinas atau instansi terkait
dengan pengelolaan perikanan tangkap di Selat Alas, Nusa Tenggara Barat. 2 Studi dokumentasi
Teknik dokumentasi yang dimaksud dalam studi ini adalah proses pengumpulan dan pengkajian informasi data sekunder yang telah tersedia,
misalnya terbitan berkala, bukuliteratur, informasi di internet, dokumen, surat kabar, dan referensi statistik terutama Statistik Perikanan Tangkap Provinsi lokasi
penelitian. Dokumen-dokumen yang ada dikaji untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan.
3.3 Metode Analisis Data 3.3.1 Analisis sumber daya ikan unggulan
Kajian terhadap sumber daya ikan unggulan meliputi identifikasi, pendugaan potensi, dan tingkat pemanfaatan terhadap potensi sumber daya ikan
unggulan tujuan 1, 2, dan 3. Untuk mengidentifikasi komoditas sumber daya
39 ikan ungulan digunakan metode skoring. Standarisasi nilai dilakukan dengan
menggunakan fungsi nilai Haluan dan Nurani 1988 dengan rumus sebagai berikut :
[ ] ∑ Untuk i = 1, 2, 3 ..., n
Vx = fungsi nilai dari variabel x;
x = variabel x;
xo = nilai terburuk kriteria x;
x1 = nilai terbaik pad kriteria x
VA = Fungsi nilai dari alternatif A;
ViXi = fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i.
xi = kriteria ke-i.
Sebelum melakukan analisis skoring, terlebih dahulu dilakukan pra analisis terhadap sumber daya ikan yang akan dianalisis. Pra analisis yang dimaksudkan
adalah jenis ikan yang akan dianalisis terlebih dahulu diperiksa kontinuitas produksinya selama 5 lima tahun. Hal ini dilakukan karena terkait dengan
analisis yang akan dilakukan berikutnya terhadap sumber daya ikan unggulan yaitu menentukan potensi lestari maksimum MSY. Analisis ini memerlukan data
berseri selama minimal 5 lima tahun. Selain itu, jenis ikan yang dianalisis adalah jenis ikan yang diyakini
ditangkap di Selat Alas. Seperti diketahui bahwa tidak semua jenis ikan yang didaratkan di lokasi penelitian ditangkap di Selat Alas. Sebagai contoh adalah
ikan tuna yang didaratkan di PPI Tanjung Luar merupakan jenis ikan yang ditangkap di perairan Samudera Hindia.
Dalam penelitian ini, keunggulan sumber daya ikan didasarkan pada 5 lima kriteria yaitu produksi, nilai produksi, harga, wilayah pemasaran, dan nilai
tambah. Pemberian skor skoring untuk wilayah pemasaran dan nilai tambah akan menggunakan metode, yaitu untuk wilayah pemasaran ditetapkan : 1 = lokal,
2 = nasional, 3 = luar negeri, sedangkan skoring untuk nilai tambah digunakan : 1 = rendah, 2 = tinggi, 3 = sangat tinggi.
40 Sementara itu, pendugaan potensi lestari sumber daya ikan dilakukan
dengan pend ekatan “Model Surplus Produksi” dari Schaefer Pauly 1983. Model
ini diterapkan berdasarkan asumsi model keseimbangan equilibrium model. Dalam model ini, keseluruhan stok diasumsikan mengikuti kurva pertumbuhan
logistik logistic growth curve, dan laju pertumbuhan surplus dinyatakan sebagai berikut:
dimana FX merupakan pertumbuhan alami; X adalah ukuran stok; K merupakan daya tampung carrying capacity, suatu parameter berkaitan dengan
keseimbangan alami ukuran stok ikan; dan r merupakan laju pertumbuhan intrinsik intrinsic growth rate ikan. Persamaan ini merupakan kurva
pertumbuhan yang parabolik. Untuk mendapatkan pertumbuhan alami maksimum tersebut dan sesuai dengan ukuan stok secara matematis, turunan derivat
pertama dari persamaan 1 “diset” diberi nilai sama dengan 0 nol sebagai berikut:
Ukuran stok mximum sustainable yield MSY adalah K2. Persamaan Schaefer merupakan fungsi pemanenan jangka pendek yang bilinear bilinear short-term
harvest function dan diasumsikan bahwa setiap upaya effort selalu berhasil
menangkap removes stok ikan secara konstan.
dimana H = tangkapan yang diukur dalam bentuk biomassa; E = upaya penangkapan fishing effort dan q merupakan koefisien konstanta penangkapan.
Keberlanjutan atau keseimbangan produksi yield akan terjadi ketika laju penangkapan sama dengan laju pertumbuhan alami, misalnya ketika laju
perubahan biomassa, dXdt = FX-HE,X = 0. Ini berarti bahwa berdasarkan persamaan 1 dan persamaan 3. Biomassa dalam
kondisi setimbang dinyatakan dengan:
Dengan memasukkan persamaan 4 ke persamaan 3 didapatkan:
41
Parameter fungsi penangkapan harvest jangka panjang ini dapat diduga melalui regresi linear terhadap data tangkapan catch dan upaya effort, dan dapat
diekspresikan sebagai berikut Berachi 2003 :
dimana : a = qK dan . Regresi linear dapat dilakukan dengan
mengubah persamaan 6 ke persamaan linear:
Upaya effort maximum sustainable yield E
MSY
dapat diperoleh dari persamaan 6 dengan menurunkan secara parsial partial derivates H terhadap E
yang ditentukan nilainya sama dengan 0 nol sebagai berikut:
Perhitungan nilai potensi lestari MSY menjadi :
MSY = a
2
4b . Selanjutnya untuk mengetahui tingkat pemanfaatan masing sumber daya
ikan unggulan diperoleh dengan mempersenkan julah hasil tangkapan pada tahun tertentu dengan nilai produksi maksimum lestari MSY sebagai berikut :
Dimana C
i
= jumlah hasil tangkapan ikan pada tahun ke-i MSY
= Maximum sustainable yield.
3.3.2 Analisis unit penangkapan sumber daya ikan unggulan Jenis alat penangkapan yang tepat tujuan 4 ditentukan dengan metode
skoring gabungan dari 4 empat aspek utama yakni aspek teknis, finansial, lingkungan dan sosial. Sebelum dilakukan analisis terhadap jenis unit
penangkapan, terlebih dahulu dilakukan elilminasi terhadap alat tangkap yang tidak dioperasikan di Selat Alas, seperti pancing rawai, dan alat tangkap yang
terbukti tidak ramah lingkungan, seperti pukat pantai.
42 1 Aspek teknis
Telah diketahui bahwa di setiap daerah, termasuk Selat Alas, jenis alat yang dioperasikan oleh nelayan sangat beragam. Oleh karena itu, penilaian alat tangkap
pilihan dari aspek teknis ditentukan berdasarkan produktivitas dari alat tersebut dalam setiap trip CPUE, produktivitas alat per tahun, dan jarak jangkauan
pengoperasian.Mengingat aktivitas perikanan tangkap di wilayah penelitian termasuk dalam kategori perikanan multi alat multigears dan alat tangkap yang
dioperasikan tersebut sangat bervariasi, maka nilai produktivitas setiap jenis alat tersebut perlu distandarisasikan. Dengan demikian fungsi standarisasi adalah
untuk menyeragamkan satuan upaya tangkap terhadap upaya standar. Dalam standarisasi harus ditentukan alat tangkap standard. Total usaha
tangkap merupakan penjumlahan usaha tangkap dari masing masing usaha tangkap yang telah di koreksi. Standarisasi upaya penangkapan yang digunakan
mengikuti persamaan Gulland 1983 :
Dimana : E
At
: Usaha tangkap alat A yang sudah terkoreksi E
A
: Usaha tangkap alat A CPUE
A
: CPUE alat tangkap A CPUE
s
: CPUE alat tangkap standar 2 Aspek finansial
Kadariah et al. 1999 menjelaskan bahwa analisa finansial menyangkut perbandingan antara pengeluaaran uang dengan revenue earning proyek, apakah
proyek itu akan menjamin dananya yang diperlukan, apakah proyek akan mempu membayar kembali dana tersebut dan apakah berkembang sehingga secara
finansial akan mampu berdiri sendiri. Berdasarkan konsep tersebut suatu usaha dikatakan mempunyai keuntungan profit apabila penerimaan total lebih besar
daripada biaya total. A
xE s
CPUE A
CPUE At
E
43 Kegiatan perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi penting
yang memerlukan investasi yang bernilai relatif cukup besar. Sebagaimana diketahui bahwa setiap kegiatan ekonomi memiliki risiko. Tujuan analisis
finansial terhadap kegiatan perikanan tangkap ini adalah untuk menilai apakah suatu usaha yang dilakukan pantas untuk dilaksanakan atau tidak. Hal ini
dikarenakan tujuan umum seseorang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan yang memadai dari apa yang dilakukannya. Untuk dapat
mengembangkan usaha perikanan tangkap secara lebih baik, maka analisis finansial terhadap usaha ini yang meliputi analisis usahakeuntungan dan analisis
kelayakan usaha sangat perlu dilakukan. a. Analisis usahakeuntungan
Biaya yang diperlukan dalam usaha perikanan tangkap dapat bervariasi tergantung pada jenis perahu dan alat yang dioperasikan. Untuk menganalisis
kelayakan usaha dari setiap jenis usaha penangkapan ikan akan digunakan analisis perbandingan antara penerimaan revenue, R dan biaya cost, C yang dinyatakan
dengan rumus sebagai berikut :
Untuk keperluan analisis ini diperlukan data total biaya dan total penerimaan. Total biaya didapatkan dari total biaya penyusutan alat dan biaya
variabel. Penyusutan merupakan pengalokasian biaya investasi suatu proyek pada setiap tahun sepanjang umur ekonomis proyek tersebut Choliq et al. 1994. Biaya
penyusutan suatu alat ditentukan dengan rumus :
Nilai sisa merupakan harga yang dapat diberikan dari suatu komponen investasi, misalnya perahu, jaring, dan mesin penggarak, setelah umur teknisnya
berakhir. Sementara itu, total biaya variabel identik dengan modal kerja yang dimaksudkan adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
penangkapan ikan yang meliputi bahan bakar, pelumas, minyak tanah, spiritus, dan es batu. Dalam analisis ini, biaya pemeliharaan dimasukkan sebagai biaya
variabel. Data total penerimaan didapatkan dari total nilai produksi dari semua jenis ikan yang ditangkap dengan unit penangkapan yang dianalisis.
44 Kriteria kelayakan usaha:
Jika RC Ratio 1, maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan atau layak untuk dikembangkan,
Jika RC Ratio 1, maka usaha tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan, dan
Jika RC Ratio = 1, maka usaha perikanan berada pada titik impas Break Event Point
. b. Analisis kelayakan invenstasiusaha
Untuk mengkaji kelayakan suatu usaha dari suatu unit penangkapan yang digunakan untuk mengeksploitasi sumber daya ikan unggulan berdasarkan aspek
finansial maka perlu dilakukan analisis kelayakannya. Dalam menilai kelayakan finansial, umumnya digunakan tiga kriteria yaitu : Net Present Value NPV,
Internal Rate of Return IRR, Net-Benefit
– Cost Ratio BC Ratio. Perhitungan masing-masing kriteria tersebut dilakukan dengan menggunakan formula sebagai
berikut Gray et al. 1992, Kuswadi 2006. 1 Perhitungan Net Present Value NPV
NPV = ∑
Dimana : Bt = benefit pada tahun ke – t,
Ct = Biaya pada tahun ke-t, i
= tingkat bunga n
= umur ekonomis proyek t
= 1, 2, 3, ...., n. Kriteria :
NPV 0, usaha layak menguntungkan, NPV = 0, usaha mengembalikan sebesar biaya yang dikeluarkan,
NPV 0, usaha tidak layak merugi. 2 Perhitungan Internal Rate of Return IRR
Dimana : i
1
= tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif i
2
= tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif
45 NPV
1
= NPV pada tingkat bunga i
1
NPV
2
= NPV pada tingkat bunga i
2
Apabila IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku, maka usaha layak untuk dilaksanakan.
3 Perhitungan Net Benefit Cost Ratio Net BC ∑
∑ Kriteria :
BC 1 = usasha layak untuk dilaksanakan feasible
BC = 1 = usaha layak dalam kondisi break event point.
BC 1 = usaha tidak layak untuk dilaksanakan.
Selanjutnya, berdasarkan nilai kriteria yang diperoleh tersebut akan dilakukan skoring untuk menentukan jenis alat tangkap mana yang paling baik
untuk dikembangkan ditinjau dari aspek finansial. 3 Aspek lingkungan
Pemilihan alat tangkap unggulan yang dioperasikan di Selat Alas berdasarkan aspek lingkungan akan dilakukan dengan metode skoring. Untuk ini,
kriteria yang akan digunakan meliputi posisi pengoperasian alat tangkap, ukuran hasil tangkapan, dan dampak pengoperasian terhadap lingkungan.
Kriteria skor yang diberikan adalah dari kecil ke besar yang berarti bahwa unit penangkapan yang memiliki skor 1 lebih buruk dari pada unit penangkapan
yang memiliki skor lebih tinggi untuk setiap kriteria. Kriteria pengoperasian alat tangkap diberi skor 1-5. Suatu alat tangkap akan diberi skor 1 bila alat tangkap
tersebut dikategorikan sebagai alat tangkap ayng dioperasikan di semua kedalaman, dari dasar sampai dengan permukaan, skor 2 bila alat tangkap hanya
dioperasikan di dasar perairan, skor 3 bila alat dioperasikan di permukaan dan di dasar perairan, skor 4 bila alat tangkap dioperasikan di permukaan dan kolom
perairan, dan skor 5 bila alat tangkap hanya dioperasikan permukaan perairan saja. Alat tangkap yang dioperasikan di semua kedalaman dasar, kolom air, dan
46 permukaan adalah alat tangkap yang paling banyak memberikan dampak terhadap
ekosistem dimana alat tersebut dioperasikanl. Dari sisi ukuran hasil tangkapan, skor yang diberikan adalah dari 1-3
dimana skor 1 berarti alat tangkap tersebut tidak selektif. Alat tangkap yang masuk kategori ini menangkap ikan dengan segala ukuran. Hal ini terkait dengan
ukuran mata jaring yang sangat kecil 0,5cm seperti yang dijumpai pada bagan, baik bagan perahu maupun bagan tancap. Skor 2 berarti cukup selektif, yang
berarti ala tangkap yang termasuk kategori ini hanya bisa digunakan untuk menangkap ikan pada ukuran tertentu sesuai dengan ukuran mata jaring yang
digunakan. Ikan-ikan yang ukuran tubuhnya lebih kecil dari mata jaring alat ini tidak akan tertangkap sehingga menjadikannya lebih selektif jika dibandingkan
dengan ala tangkap yang memiliki skor 1. Contoh alat ini adalah jaaring kliltik dengan ukuran mata jaring yang lebih besar. skor 3 berarti paling selektif. Contoh
alat tangkap yang masuk kategori ini adalah pancing. Ukuran mata pancing biasanya terkait dengan jenis dan ukuran ikan yang menjadi terget penangkapan.
Sementara itu, untuk kriteria dampak lingkungan pengoperasian suatu jenis alat tangkap diberikan skor dari 1-5. Dampak lingkungan yang dimaksudkan
adalah dampak fisik langsung yang ditimbulkan dari pengoperasian alat tangkap. Suatu jenis alat tangkap yang diberi skor 1 berarti dampak pengoperasian alat
tangkap ini dapat dilihat secara langsung. Pukat pantai beach seine adalah salah satu contoh dari alat tangkap yang dampaknya secara langsung dapat dilihat.
Pengoperasian alat ini dapat merusak substrat dasar perairan. Alat tangkap yang pengoperasiannya berdampak sangat kecil adalah alat tangkap yang dioperasikan
di bagian permukaan, seperti pancing tonda dapat diberikan skor 5. Dari kriteria yang ditentukan di atas diharapkan bahwa unit penangkapan
yang memiliki skor tinggi merupakan unit penangkapan terpilih yang dapat dikategorikan sebagai unit penangkapan ikan ramah lingkungan.
4 Apek sosial Sama halnya dengan aspek lingkungan, identifikasi alat tangkap pilihan
bedasarkan aspek sosial jenis alat tangkap di perairan Selat Alas ini akan
47 menggunakan metode skoring. Kriteria yang digunakan meliputi jumlah tenaga
kerja yang terlibat, tingkat penguasaan teknologi yang diperlukan, dan dampak sosialnya.
Sama halnya dengan aspek lingkungan, skor yang diberikan adalah dari kecil ke besar, yang berarti bahwa semakin tinggi skor yang diperoleh
berdasarkan aspek sosial maka unit tangkapan tersebut memberikan dampak positif terhadap kehidupan sosial masyarakat dimana alat tangkap tersebut
dioperasikan. Dengan kata lain, pengoperasian alat itu dapat diterima oleh masyarakat. Jumlah tenaga kerja yang terlibat menggunakan data aktual,
sedangkan tingkat penguasaan teknologi dan dampak sosial menggunakan data hasil skor. Skor 1 untuk penguasaan teknologi berarti teknologi tersebut sangat
sukar untuk dioperasikan nelayan, 2 = sukar, 3= mudah, 4 = sangat mudah. Sementara itu, skor 1 untuk kriteria dampak sosial berarti pengoperasian alat
tangkap di wilayah tersebut memberikan dampak negatif sangat tinggi, misalnya sebagian besar masyarakat menolak untuk dioperasikan, 2 = tinggi, 3 = sedang, 4=
rendah, dan 5 = tidak ada dampak sosial yang timbul atas pengoperasian alat tangkap. jika suatu jenis alat yang dioperasikan di suatu perairan ditolak oleh
sebagian masyarakat setempat, misalnya karena kapasitas tangkapnya yang besar, maka sebaiknya jenis alat ini tidak dioperasikan di tempat itu karena dapat
menjadi pemicu terjadinya koflik sosial. Setelah hasil analisis keempat aspek teknis, finansial, lingkungan, dan
sosial diperoleh, selanjutnya dilakukan skoring kembali untuk menetapkan teknologi penangkapan pilihan yang tepat untuk dioperasikan dalam penangkapan
komoditas ikan unggulan. Data yang digunakan adalah data rata-rata yang didapatkan dari setiap aspek.
3.3.3 Analisis jumlah optimal unit penangkapan sumber daya ikan unggulan Keberlanjuan kegiatan penangkapan ikan di suatu wilayah sangat
dipengaruhi oleh jenis dan jumlah unit penangkapan yang dioperasikan. Mengingat sifat sumber daya ikan memiliki daya pulih yang terbatas, maka
jumlah unit penangkapan ikan yang dioperasikan di suatu perairan harus sesuai dengan potensi yang ada.
48 Untuk menentukan jumlah optimal masing-masing jenis alat tangkap
terpilih untuk mengeksploitasi sumber daya unggulan di Selat Alas tujuan 5 akan digunakan pendekatan Linear Goal Programming LGP. Dalam goal
programming terdapat variabel deviasional dalam fungsi kendala. Variasi tersebut
berfungsi untuk menampung penyimpangan hasil penyelesaian terhadap sasaran yang hendak dicapai, dimana dalam proses pengolahan model tersebut jumlah
variabel deviasional akan diminimumkan di dalam fungsi tujuan Siswanto 1990. Model goal programming untuk optimasi jenis armada penangkapan
menggunakan model matematik: Fungsi tujuan:
∑ Fungsi kendala :
a
11
x
1
+ a
12
x
2
+ … + a
1n
x
n
+ DB
1
– DA
1
= b
1
a
2
x
1
+ a
22
x
2
+ … + a
2n
x
n
+ DB
2
– DA
2
= b
2
. .
. a
m1
x
1
+ a
m2
x
2
+ … + a
mn
x
n
+ DB
m
– DA
m
= b
m
dimana: Z
= fungsi tujuan total deviasi yang akan diminimumkan DB
i
= deviasi bawah kendala ke-i DA
i
= deviasi atas kendala ke-i B
i
= kapasitasketersediaan kendala ke-i a
ij
= parameter fungsi kendala ke-I pada variabel keputusan ke-j
Kendala ke-i = JTB, jumlah nelayan ABK, bahan bakar minyak premium, minyak tanah, oli mesin, oli campur oli 2T,
spiritus, es batu, dan keuntungan yang diperoleh. X
j
= variabel putusan ke-j jumlah alat tangkap X
j
, DA
i
dan DB
i
0, untuk i = 1, 2, …, m dan j = 1,2, …, n.
Tujuan yang ingin dicapai dari optimalisasi jumlah unit penangkapan terpilih ini adalah:
49 1 Mengoptimalkan pemanfaatkan setiap sumber daya ikan unggulan yang ada
sesuai dengan JTB, 2 Memaksimalkan jumlah penyerapan tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan
penangkapan ikan, 3 Menghemat penggunaan bahan bakar minyak premium dan minyak tanah,
oli mesin, oli 2T, dan spiritus dalam operasi penangkapan ikan, 4 Mengoptimalkan penggunaan es batu dalam menjaga kualitas hasil
tangkapan, 5 Mengoptimalkan keuntungan nilai produksi penangkapan sumber daya ikan
unggulan. Proses analisis dilakukan dengan alat bantu berupa paket program
komputer dengan perangkat lunak LINDO Linear, Interactive, and Discrete Optimizer
.
50
4. HASIL DAN PEMBAHASAN