Identifikasi Keterlibatan dan Peran Stakeholder
Untuk menganalisis konflik pemanfaatan ruang dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan untuk merumuskan arahan pengembangan kegiatan
perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur dilakukan dengan metode participatory oleh stakeholder yang terkait agar diperoleh hasil yang partisipatif,
integratif, dan akomodatif. Berdasarkan hasil identifikasi stakeholders, maka stakeholders yang terkait
dengan pengembangan kegiatan perikanan budidaya di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur adalah sebagaimana yang disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 . Stakeholder yang Terkait dengan Kegiatan Perikanan Budidaya di
Pesisir Kabupaten Kutai Timur. Kelompok
Stakeholders Stakeholders
Pemerintah Daerah
1. DPRD KabupatenKutim
2. Dinas Kelautan dan Perikanan,
3. Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur,
4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,
5. Dinas Pariwisata Kabupaten Kutai Timur,
6. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Timur, dan
7. Taman Nasional Kutai Timur,
LSM 8. Yayasan BIKAL
Swasta Masyarakat
Pesisir 9.
Masyarakat Pembudidaya, 10.
Masyarakat Nelayan, 11.
Masyarakat Wisatawan, 12.
PT Kaltim Prima Coal, 13.
PT Pertamina 14.
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia HNSI, dan 15.
Koperasi Perikanan Akademisi
16. Stiper Kutai Timur
Sumber: Analisis Data Primer Lebih lanjut, stakeholders yang telah diidentifikasi tersebut
dikelompokkandipetakan dalam suatu kriteria sesuai dengan tingkat kepentingan, kapasitas, dan relevansinya atas pembangunan.
Dengan pemetaan stakeholder, maka akan didapat profil stakeholder yang diperlukan. Sebagai suatu alternatif, secara lebih rinci pemetaan stakeholder bisa
dilakukan dengan memberi skor dengan melihat peran, pengaruh stakeholders pada perencanaan daerah. Tabel 15 berikut ini menunjukkan matrik analisis
pengaruh stakeholders terhadap pengembangan perikanan di pesisir Kabupaten Kutai Timur.
Tabel 15 . Matriks Analisis Pengaruh Stakeholders Terhadap Pengembangan
Kegiatan Perikanan di Pesisir Kabupaten Kutai Timur Stakeholders Peran
dalam Kegiatan
• Pembuat Keputusan
• Pengorganisir • Pelaksana
• Pemanfaat • Pengontrol
• Pendukung • Penentang
Pengaruh Kegiatan Terhadap Kepentingan
Stakeholders T= tidak dikenal
1 = tidak penting 2 = agak penting
3 = sedang 4 = sangat penting
5 = pemain kunci Pengaruh Stakeholders
Terhadap Keberhasilan Kegiatan
T= tidak dikenal 1 = tidak penting
2 = agak penting 3 = sedang
4 = sangat penting 5 = pemain kunci
Tahap Perencanaan
Tahap Pelaksanaan
DPRD Kab. Pembuat
Keputusan 4 5
3 Pemda Kutim
Pengorganisir 4
5 3
Bappeda Kutim
Pengorganisir 4 5 2
DKP Kutim • Pelaksana
• Pengontrol 5 5
5 Dis Lingkungan
Hidup Kutim • Pelaksana
• Pengontrol 3 4
2 Taman Nasional
Kutai • Pelaksana
• Pengontrol 5 4
3 LSM BIKAL
• Pendukung • Pengontrol
5 2 4
HNSI Kutim Pemanfaat
4 2
5 Kop Perikanan
Pemanfaat 4
2 5
Stiper Kutim • Pendukung
• Pengontrol 2 3
2 PT KPC
Pemanfaat 5
3 4
PT Pertamina
Pemanfaat 5 3
3 Masyarakat Pemanfaat
5 1
5 Sumber: Analisis Data Primer
Sumber format : LGA Romania, RTI Chetwynd et al., 2001 Keterangan : Stakeholder Utama
Stakeholder Kunci Stakeholder
Sekunder
Berdasarkan stakeholders yang berhasil diidentifikasi tersebut, diambil 12 orang responden yang merupakan tokoh kunci
key persons untuk mewakili tiap-tiap kelompok stakeholders tersebut. Dari ke-12
responden ini dimintai informasi tentang keterlibatan dan pengaruh mereka dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan wilayah pesisir
Kabupaten Kutai Timur. Selanjutnya dari informasi yang diperoleh dibuat skoring, seperti yang telah disajikan dalam tabel di atas. Selain dilakukan
wawancara untuk identifikasi stakeholders, ke-12 responden tersebut juga dimintai pendapat untuk memberikan skor pada analisis hierarki untuk
menentukan kegiatan budidaya yang paling diprioritaskan dalam pengembangan perikanan budidaya di pesisir Kabupaten Kutai Timur.
Dari semua stakeholders yang telah diidentifikasi tersebut, belum semua terlibat dalam perencanaan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang
untuk pengembangan kegiatan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur. Di samping itu, dari stakeholders yang telah memberikan
masukan dan keinginan mereka, belum semuanya dapat terealisasi dalam pelaksanaan pembangunan wilayah pesisir.
Berdasarkan matriks analisis stakeholders Tabel 15 peran masing- masing kelompok stakeholders dalam pengembangan perikanan budidaya
laut adalah sebagai berikut:
a Masyarakat dan pengusaha setempat merupakan stakeholder utama yang
memiliki kepentingan secara langsung, yakni sebagai pelaku dan pemanfaat dari kegiatan budidaya di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur ini.
b Pemerintah Daerah, Bappeda Kabupaten Kutai Timur dan Dinas Kelautan
Perikanan Kabupaten Kutai Timur merupakan stakeholder kunci yang memiliki kewenangan langsung dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan perikanan budidaya laut di kawasan ini. Bappeda Kabupaten Kutai Timur dan Dinas Kelaut Perikanan Kabupaten Kutai Timur, selain berperan
sebagai pengorganisir juga sebagai pengambil keputusan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan perikanan budidaya laut di kawasan ini. Hal
ini karena sejak diberlakukannya otonomi daerah, Dinas Kelautan Perikanan
Kabupaten Kutai Timur adalah sebagai penanggung jawab kegiatan perikanan di seluruh wilayah Kabupaten Kutai Timur.
c Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Timur, Dinas Pariwisata
Kabupaten Kutai Timur, Taman Nasional Kutai TNK, instansi pemerintah lainnya, Community Development PT KPC, dan Akademisi Stiper Kutai
Timur, serta LSM merupakan stakeholder sekunder, karena tidak memiliki kepentingan secara langsung namun memiliki kepedulian terhadap kegiatan
perikanan laut di kawasan ini. Kelompok stakeholders ini hanya berperan sebagai pendukung kegiatan perikanan. Sementara itu pihak Community
Development PT KPC berperan sebagai sumber dana yang memberikan
subsidi bagi masyarakat dalam mengembangkan kegiatan perikanan budidaya laut di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur.
Proses Hierarki Analitik untuk Konflik Pemanfaatan Lahan
Komponen dalam analisis PHA didasarkan pada tujuan pengembangan wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur yang berkelanjutan sustainable
development , yang dibangun oleh tiga dimensi, yang merupakan pilar dasar
pembangunan berkelanjutan, yaitu dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya, dan dimensi kelestarian lingkungan.
Dimensi pembangunan ekonomi disusun oleh tiga sub kriteria yang menyusun tujuan pembangunan ekonomi, yaitu peningkatan Pendapatan Asli
daerah PAD, peningkatan pendapatan masyarakat pesisir, serta adanya penyerapan tenaga dan terbukanya kesempatan berusaha. Dimensi pembangunan
sosial budaya di pesisir Kabupaten Kutai Timur dicirikan dengan adanya penurunan konflik dalam pemanfaatan ruang pesisir, baik konflik antar pelaku
maupun konflik antar ruang. Sedangkan dari komponen kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup faktor-faktor yang ikut menentukan prioritas
pengembangan kawasan budidaya di pesisir Kabupaten Kutai Timur adalah kegiatan yang memanfaatkan sumberdaya alam yang bersifat dapat pulih
renewable resources, kegiatan yang memanfaatkan sumberdaya alam yang tidak dapat pulih unrenewable resources, dan pemanfaatan sumberdaya untuk jasa-
jasa lingkungan Gambar 4.
Berdasarkan metode Proses Hierarki Analitik PHA, diperoleh hasil prioritas sebagai berikut:
Tabel 16. Matriks Prioritas Kriteria dalam Mencapai Tujuan Pengembangan
Perikanan di Wilayah Pesisir Kabupaten Kutai Timur
Kriteria Bobot Prioritas
Ekonomi 0,211
P3
Penurunan Konflik 0,264
P2
Pelestarian Sumberdaya Alam dan Lingkungan 0,526
P1
Sumber: Analisis Data Primer Dari
Tabel 16
di atas diketahui bahwa pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan merupakan kriteria yang menempati prioritas pertama untuk mencapai
tujuan pengembangan perikanan yang berkelanjutan, prioritas kedua adalah kriteria sosial yang berupa penurunan konflik dalam pemanfaatan ruang, dan
prioritas terakhir adalah kriteria pencapaian ekonomi. Merupakan pilihan yang sangat logis bila pelaku usaha stakeholders di
pesisir Kabupaten Kutai Timur memilih untuk memprioritaskan pelestarian SDA dibanding kriteria lainnya, karena pembangunan yang berkelanjutan baru dapat
terlaksana bila sumberdaya masih tersedia dengan baik. Sumberdaya alam akan lestari bila pemanfaatannya dilakukan sesuai dengan kemampuan daya dukung
lingkungan. Pengalaman pembangunan pesisir dan lautan selama periode Pembangunan Jangka Panjang I cenderung menuju ke arah yang tidak
berkelanjutan, akhirnya berakibat pada terjadinya: pencemaran lingkungan; overeksploitasi sumberdaya alam; degradasi fisik habitat pesisir : mangrove,
terumbu karang, pantai berpasir, estuaria, dll; konflik pemanfaatan ruang; dan kemiskinan.
Penyelesaian masalah sosial yang berupa konflik pemanfaatan ruang juga merupakan kriteria yang harus diprioritaskan, karena pengalaman dari banyak
daerah, konflik akan menyebabkan kondisi daerah menjadi tidak kondusif untuk perekonomian. Oleh karena itu sedini mungkin hendaknya ada rencana tata ruang
pesisir yang dapat mengakomodir sebanyak mungkin kebutuhan pelaku usaha di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur. Dengan adanya rencana tata ruang akan
dapat dicapai keharmonisan spasial pada wilayah pesisir dan laut, sehingga para pelaku usaha lebih terjamin kepastian usahanya di wilayah tersebut.
Pembangunan ekonomi merupakan prioritas terakhir dalam pengembangan wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur yang berkelanjutan. Namun hal ini tidak
berarti bahwa pembangunan ekonomi bukan masalah penting. Selama ini, menurut teori ekonomi konvensional, pembangunan ekonomi diukur dari
pertumbuhan ekonomi, yang didasarkan pada angka PDRB Pendapatan Domestik Regional Bruto atau secara nasional berdasarkan angka GNP Gross National
Product per kapita.
Tolok ukur keberhasilan pembangunan hendaknya tidak hanya didasarkan pada pertumbuhan GNP perkapita, tetapi harus memasukkan tiga kriteria lainnya:
1 berkurangnya kemiskinan absolut, 2 menurunnya ketimpangan distribusi pendapatan, dan 3 mengecilnya tingkat pengangguran.
Pembangunan yang berhasil paling tidak harus dapat memenuhi basic human needs
pangan, sandang, perumahan, kesehatan dan pendidikan seluruh rakyatnya ILO, 1976.
Keberhasilan pembangunan ekonomi harus dapat menciptakan: meluasnya pemilikan aset-aset ekonomi produktif oleh rakyat, pertumbuhan ekonomi,
pemerataan dan peningkatan kreativitas rakyat, peningkatan keseluruhan sistem sosial, dan terjaminnya harga diri dan kebebasankemerdekaan rakyat.
Dimensi pembangunan ekonomi disusun oleh tiga sub kriteria yang menyusun tujuan pembangunan ekonomi, yaitu peningkatan Pendapatan Asli
daerah PAD, peningkatan pendapatan masyarakat pesisir, serta adanya penyerapan tenaga dan terbukanya kesempatan berusaha.
Hasil analisis hierarki untuk sub kriteria ekonomi dalam pengembangan wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur adalah sebagaimana yang disajikan dalam
Tabel 17. Dalam kriteria ekonomi, kegiatan perikanan yang terlebih dahulu harus
diprioritaskan untuk dikembangkan adalah kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Selanjutnya kegiatan yang perlu dikembangkan adalah
kegiatan yang dapat menyerap tenaga kerja dan membuka kesempatan usaha
seluas-luasnya bagi masyarakat, dan kegiatan yang terakhir perlu dilakukan adalah kegiatan yang dapat meningkatkan pemasukan daerah melalui PAD.
Tabel 17. Matriks Prioritas Kriteria Ekonomi dalam Mencapai Tujuan
Pengembangan Perikanan di Wilayah Pesisir Kabupaten Kutai Timur
Sub Kriteria Ekonomi Bobot Prioritas
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah PAD 0,165
P3
Peningkatan pendapatan masyarakat 0,497
P1
Penyerapan Tenaga Kerja dan Peluang Kesempatan Usaha 0,338
P2
Sumber: Analisis Data Primer Dengan memprioritaskan kegiatan yang lebih meningkatkan pendapatan
masyarakat pesisir dan dapat menyerap tenaga kerja, serta membuka kesempatan usaha bagi masyarakat, diharapkan dapat lebih meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pesisir Kabupaten Kutai Timur, sehingga kesenjangan kesejahteraan antara masyarakat nelayan dengan kelompok masyarakat lain, seperti pekerja
pertambangan PT KPC dan pekerja di bidang kehutanan dan perkebunan, dapat berkurang. Berkurangnya kesenjangan ini akan mengurangi potensi konflik antar
kelompok masyarakat. Dimensi pembangunan sosial budaya di pesisir Kabupaten Kutai Timur
dicirikan dengan adanya penurunan konflik dalam pemanfaatan ruang pesisir, baik konflik antar pelaku maupun konflik antar ruang. Proses hierarki analitik
menunjukkan hasil sebagai berikut:
Tabel 18. Matriks Prioritas Kriteria Penurunan Konflik dalam Mencapai Tujuan
Pengembangan Perikanan di Pesisir Kabupaten Kutai Timur
Sub Kriteria Penurunan Konflik Bobot Prioritas
Konflik antar Pelaku 0,542
P1
Konflik antar Ruang 0,458
P2
Sumber: Analisis Data Primer Kegiatan yang mencegah adanya konflik antar pelaku usaha merupakan
kegiatan yang lebih diprioritaskan dibandingkan kegiatan yang dapat mencegah konflik antar ruang. Konflik antar pelaku merupakan isu yang cukup sensitif
dalam kehidupan sosial budaya masyarakat, sehingga pencegahan terhadap timbulnya konflik akan membuat kondisi kegiatan perikanan menjadi lebih
kondusif bagi para pelaku usaha. Sementara itu untuk mengatasi konflik antar ruang, seperti yang pernah
terjadi pada tahun 2005 di Kabupaten Kutai Timur antara perusahaan pertambangan dengan petani karamba, solusi yang bisa ditempuh antara lain
dengan menyusun tata ruang pesisir yang sesuai dengan peruntukannya, dan menjalankan konsep tersebut dengan benar.
Dari komponen kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup faktor- faktor yang ikut menentukan prioritas pengembangan wilayah pesisir Kabupaten
Kutai Timur adalah kegiatan yang memanfaatkan sumberdaya alam yang bersifat dapat pulih renewable resources, kegiatan yang memanfaatkan sumberdaya
alam yang tidak dapat pulih unrenewable resources, dan pemanfaatan sumberdaya untuk jasa-jasa lingkungan.
Tabel 19. Matriks Prioritas Kriteria Pelestarian Sumberdaya Alam dan
Lingkungan dalam Mencapai Tujuan Pengembangan Perikanan
Sub Kriteria SDA dan Lingkungan Bobot Prioritas
Sumberdaya Alam pulih 0,486
P1
Sumberdaya Alam tidak pulih 0,280
P2
Jasa-jasa Lingkungan 0,234
P3
Sumber: Analisis Data Primer Hasil analisis hierarki menunjukkan bahwa kegiatan perikanan yang
memanfaatkan sumberdaya dapat pulih renewable resources adalah kegiatan yang lebih penting dilakukan dibanding kegiatan yang memanfaatkan sumberdaya
alam tidak pulih dan pemanfaatan jasa-jasa lingkungan. Dalam RTRW Kabupaten Kutai Timur dinyatakan bahwa permasalahan
perekonomian kawasan disini adalah perekonomian yang bersifat dualistis, dimana kegiatan ekonomi utama yang berlangsung saat ini sangat bergantung
pada sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui dan memberikan pengaruh besar terhadap masalah-masalah lingkungan, seperti kegiatan pertambangan
batubara dan eksploitasi hutan logging, serta tidak memberikan dampak pada kegiatan ekonomi lokal.
Pemanfaatan sumberdaya dapat pulih, seperti kegiatan penangkapan dan budidaya ikan, bila dilakukan sesuai dengan kapasitas daya dukungnya akan lebih
bersifat lestari dibanding pemanfaatan sumberdaya tidak pulih, seperti bahan- bahan tambang yang pada suatu saat akan habis. Sumberdaya pulih dapat segera
diperbaharui bila rusak, namun biaya untuk perbaikan mungkin akan sangat besar bila dibandingkan hilangnya keuntungan bila memanfaatkan sumberdaya tersebut
secara lestari sesuai daya dukungnya. Sementara itu jasa-jasa lingkungan merupakan prioritas terakhir, karena
pada saat ini di pesisir Kabupaten Kutai Timur belum banyak kegiatan perikanan yang memanfaatkan pesisir untuk jasa-jasa lingkungan. Pemanfaatan pesisir untuk
jasa lingkungan yang sudah ada saat ini adalah Tempat Pelelangan Ikan di Muara Sungai Kenyamukan. Namun sampai saat ini belum dipakai untuk pelelangan.
Alternatif kegiatan budidaya yang diprioritaskan untuk pengembangan wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur berdasarkan hasil analisis hierarki adalah
sebagai mana disajikan dalam Tabel 20. Budidaya karamba merupakan kegiatan yang dianggap paling penting oleh
stakeholders untuk diprioritaskan, karena komoditas ikan kerapu sangat tinggi nilainya di pasar eksport.
Tabel 20.
Bobot dan Prioritas Kegiatan Budidaya untuk Pengembangan Perikanan di Wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur
Alternatif Kegiatan Bobot Prioritas
Budidaya Tambak 0,122
P3
Budidaya Karamba 0,442
P1
Budidaya Rumput laut 0,436
P2
Sumber: Analisis Data Primer Walaupun budidaya karamba mempunyai prioritas lebih penting daripada
budidaya rumput laut, namun nilai bobotnya tidak terlalu berbeda jauh, sehingga dapat dikatakan tingkat kepentingan antara karamba dan rumput laut tidak
berbeda jauh.
Peta Komposit Kesesuaian Lahan
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur, untuk ketiga jenis kegiatan budidaya seperti diuraikan di bagian
sebelumnya, diperoleh adanya lokasi yang memiliki kesesuaian lahan untuk lebih dari satu peruntukan. Dengan melakukan overlay terhadap peta-peta kesesuaian
tersebut dengan menggunakan bobot prioritas yang diperoleh dari hasil Analisis Hierarki Proses AHP, maka akan diperoleh hasil berupa peta komposit, yang
disajikan dalam Gambar 8. Peta komposit menunjukkan bahwa terjadi perpotongan lokasi lokasi
yang sama antara budidaya karamba dengan budidaya rumput laut, dan tidak terjadi perpotongan antara budidaya tambak dengan budidaya karamba maupun
rumput laut karena budidaya tambak menggunakan lahan di daratan. Namun demikian kedepannya perlu dilakukan suatu pengelolaan agar tidak terjadi konflik
yang diakibatkan oleh pencemaran limbah tambak terhadap budidaya karamba dan rumput laut.
Perpotongan lokasi antara kesesuaian lahan budidaya karamba dan budidaya rumput laut terjadi di: Teluk Sangkulirang, perairan di sekitar P. Miang,
Teluk Lombok, dan Perairan Desa Sangkima. Namun dengan pembobotan kembali menggunakan nilai dari hasil analisis hierarki, maka diperoleh kesesuaian
lahan sebagai berikut: Sangat Sesuai Budidaya Karamba: terdapat di Teluk Golok Kec. Kaliorang,
Perairan P. Miang, Perairan Desa Bual-bual, Perairan Desa Sempayau dan Desa Benua Baru Kec. Sangkulirang
Sangat Sesuai Budidaya Rumput laut: terdapat di sepanjang pesisir Kecamatan Kaliorang, Teluk Sangkulirang, Teluk Lombok dan Sangkima
Kec. Sangatta, dan perairan Tanjung Pagar dan Teluk Nepa Kec. Sandaran.
86
Gambar 8. Peta Komposit Kesesuaian Lahan Budidaya Tambak, Karamba, dan Rumput Laut di Wilayah Pesisir KabupatenKutai Timur
Luasan area untuk tiap peruntukan yang dihitung berdasarkan peta komposit kesesuaian lahan adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21. Luas Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tambak, Karamba dan
Rumput Laut Berdasarkan Peta Komposit di Kabupaten Kutai Timur No.
Kegiatan Budidaya Luas ha
1 Sangat Sesuai Karamba
544,811 2
Sangat Sesuai Rumput Laut 3.197,335
3 Sangat Sesuai Tambak
2.572,220 4
Sesuai Karamba 659,959
5 Sesuai Rumput Laut
6.312,365 6 Sesuai
Tambak 7.154,573
Sumber: hasil analisis data spasial Berdasarkan luas kesesuaian lahan untuk budidaya tersebut dapat dilihat
bahwa pesisir Kabupaten Kutai Timur memiliki potensi yang paling besar untuk pengembangan budidaya rumput laut, berikutnya adalah pengembangan budidaya
tambak dan karamba. Kemungkinan pengembangan perikanan dari tiap-tiap kecamatan pantai
yang ada di Kabupaten Kutai Timur dapat dilihat berdasarkan pemusatan aktifitas dan potensi luas kesesuaian lahan pada tiap-tiap kecamatan yang disajikan pada
Tabel 24.
Pengembangan Perikanan Budidaya di Wilayah Kecamatan
Pengembangan perikanan budidaya di wilayah kecamatan dilihat berdasarkan pemusatan aktifitas dan potensi kesesuaian lahan untuk budidaya di
wilayah kecamatan tersebut. Pusat aktifitas wilayah dianalisa dengan menggunakan analisis LQ Location Quotient. Dengan menggunakan LQ dapat
dianalisa peranan suatu sektor pada wilayah, sehingga dapat diketahui potensi ekonomi suatu wilayah berdasarkan aktifitas ekonomi wilayah tersebut. Analisis
LQ menggunakan indikator nilai produksi menurut jenis budidaya pada tahun 2005 di wilayah kecamatan pantai Kabupaten Kutai Timur Lampiran 3. Nilai
LQ dari sektor-sektor budidaya di wilayah kecamatan pantai di pesisir Kabupaten Kutai Timur dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 . Nilai LQ Kecamatan Pantai di Pesisir Kabupaten Kutai Timur
Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder Keterangan: LQ suatu sektor 1, sektor tersebut merupakan sektor non-basis
LQ suatu sektor ≥ 1, maka sektor tersebut merupakan sektor basis
Luas kesesuaian lahan budidaya diperoleh dari hasil analisis spasial terhadap peta komposit. Namun karena belum ada pembagian wilayah
administratif di perairan, untuk menentukan garis batas wilayah perairan yang membagi dua kecamatan dilakukan dengan cara menarik garis yang tegak lurus
dengan garis pantai. Cara ini seperti yang dilakukan untuk membagi wilayah perairan antar provinsi informasi dari Bp. Dr. Sapta Putra Ginting. Hasil
penghitungan luas kesesuaian lahan perikanan budidaya di pesisir tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23
. Luas Kesesuaian Lahan Perikanan budidaya di Pesisir Kecamatan Pantai Kabupaten Kutai Timur ha
Sumber: Hasil Analisis Data Spasial Sektor
Kecamatan Perikanan
pesisir Perikanan
Darat Tambak Kolam Karamba
Kerapu Rumput
Laut Sangatta 0,47
1,67 0,26
2,51 2,50
0,88 Sangkulirang 1,07
2,90 1,21 0,00 0,00 2,65 Kaliorang 1,66 0,00
1,48 0,00
0,00 1,07
Bengalon 0,47
0,00 1,72
0,00 0,00
0,00 Sandaran 50,26 0,00 0,00
0,00 0,00
0,00
Kecamatan Sangatta Bengalon
Kaliorang Sangkulirang
Sandaran Kesesuaian
Lahan Luas ha
Luas ha Luas ha
Luas ha Luas ha
Total Ha
S1 Karamba
- 0,00 - 0,00 38,610 7,09
506,201 92,91 - 0,00
544,811 S1 Rumput
Laut 265,698
8,31 56,660
1,77 524,648 16,41
1.766,032 55,23 584,297 18,27 3.197,335
S1 Tambak 828,317 32,20
386,226 15,02 72,731 2,83
1.142,400 44,41 142,546 5,54 2.572,220
S2 Karamba
6,616 1,00
8,920 1,35 22,497
3,41 177,607 26,91
444,319 67,33 659,959 S2 Rumput
Laut 1.626,786 25,77
888,485 14,08 1.204,185 19,08 764,047 12,10 1.828,862 28,97 6.312,365
S2 Tambak 1.709,640 23,90
763,777 10,68 823,446 11,51
2.277,259 31,83 1.580,451 22,09
7.154,573
Kecamatan Sangatta Analisis nilai LQ menunjukkan bahwa di Kecamatan Sangatta, yang
merupakan ibukota kabupaten, sektor budidaya karamba LQ = 2,50 merupakan sektor basis di kecamatan ini. Sedangkan sektor budidaya tambak dan rumput laut
bukan sektor basis karena nilai LQ kurang dari 1. Budidaya karamba mungkin dapat dikembangkan di Kecamatan Sangatta, karena telah menjadi sektor yang
diandalkan untuk saat ini, namun hasil analisis spasial menunjukkan bahwa kesesuaian lahan untuk budidaya karamba tidak ada yang masuk pada kelas sangat
sesuai, sehingga mungkin keberlanjutan usaha budidaya akan terbatas karena dipengaruhi oleh faktor-faktor pembatas budidaya, antara lain karena sifat fisik
hidro-oseanografi yang kurang mendukung. Pada musim selatan tahun 2006 sekitar bulan Agustus ada beberapa unit
karamba tancap yang hancur diterjang ombak di pesisir Tanjung Bara. Oleh sebab itu akan lebih baik bila yang dikembangkan di Kecamatan Sangatta adalah
budidaya rumput laut, karena budidaya rumput laut tidak memerlukan bangunan kayu yang permanen dan mahal seperti karamba, sehingga bila tiba musim selatan
pembudidaya hanya cukup mengangkat tali biangtali ris dan tidak menanam rumput laut untuk menghindarkan kerugian. Sementara untuk budidaya karamba,
karamba yang telah ditancapkan tidak dapat dengan mudah dicabut dan diangkat ke daratan.
Menurut hasil analisis spasial, perikanan budidaya yang mungkin dikembangkan di pesisir Kecamatan Sangatta adalah budidaya tambak dan
budidaya rumput laut. Kecamatan Bengalon
Kecamatan Bengalon, sektor yang menjadi sektor basis hanya budidaya tambak. Saat ini perairan pesisir di Kecamatan Bengalon belum dimanfaatkan
sama sekali untuk perikanan budidaya pesisir, sehingga nilai LQ sektor lain masih nol. Namun sektor budidaya tambak merupakan andalan, bahkan di tingkat
kabupaten nilai basisnya paling besar, sehingga ke depannya Kecamatan Bengalon dapat dijadikan sentra budidaya tambak di Kabupaten Kutai Timur. Hal
ini didukung dengan luas potensial kesesuaian lahan untuk budidaya tambak yang
cukup luas. Luas potensial kesesuaian lahan untuk tiap-tiap sektor budidaya di tiap kecamatan disajikan pada Tabel 23.
Lahan yang sangat sesuai untuk budidaya rumput laut juga ada di Kecamatan Bengalon, namun potensinya kecil sehingga untuk pengembangannya
kurang menguntungkan, karena tidak sesuai antara biaya untuk pembangunan sarana dan infrastruktur dibandingkan perolehan keuntungan dari budidaya. Selain
itu, bila Bengalon dijadikan sebagai sentra budidaya tambak, maka kualitas perairan di pesisir akan cenderung menurun karena limbah dari tambak dan
mungkin menjadi tidak sesuai lagi untuk budidaya rumput laut dan karamba. Kecamatan Sangkulirang
Kecamatan Sangkulirang mempunyai sektor basis pada budidaya tambak LQ=1,21 dan rumput laut LQ=2,65. Budidaya rumput laut mempunyai nilai
basis yang paling besar di tingkat kabupaten, sehingga Kecamatan Sangkulirang dapat dijadikan sebagai sentra produksi rumput laut, karena berdasarkan hasil
analisis spasial, kesesuaian lahan potensial untuk budidaya rumput laut di Teluk Sangkulirang cukup luas.
Selain budidaya rumput laut Kecamatan Sangkulirang juga potensial untuk budidaya karamba, karena mempunyai perairan yang sangat sesuai untuk
pengembangan budidaya karamba cukup luas. Secara umum Kecamatan Sangkulirang merupakan kecamatan di Kabupaten Kutai Timur yang memiliki
kesesuaian lahan potensial yang paling luas untuk semua jenis peruntukan budidaya, baik budidaya tambak, karamba, maupun rumput laut Tabel 23.
Sehingga Kecamatan Sangkulirang dapat dijadikan wilayah pusat nodal dalam pengembangan perikanan budidaya pesisir di Kabupaten Kutai Timur. Hal ini
didukung dengan adanya Desa Maloy yang dijadikan sebagai pusat Kawasan Agropolitan. Selain itu di kawasan Maloy juga direncanakan akan dibangun
pelabuhan umum. Adanya pusat kawasan Agropolitan ini karena Pemerintah daerah
Kabupaten Kutai Timur menyandarkan bidang ekonomi dengan sektor pertanian sebagai tumpuan di masa depan, dengan melakukan program yang disebut
GERDABANGAGRI Gerakan Daerah Pembangunan Agribisnis. Tujuan dari
program ini adalah mendorong strategi pembangunan wilayah dengan menciptakan titik-titik pertumbuhan Growth Point dalam rangka menyebarkan
efek Pemerataan Pembangunan Equity Development Bappeda Kutai Timur, 2004.
Kecamatan Kaliorang Kecamatan Kaliorang mempunyai sektor basis pada budidaya tambak
LQ=1,48 dan rumput laut LQ=1,07. Namun bila didasarkan pada hasil analisis spasial, Kecamatan Kaliorang mempunyai potensi untuk pengembangan budidaya
karamba, karena di perairan Teluk Golok terdapat lokasi yang sangat sesuai untuk budidaya karamba.
Dalam RTRW Kabupaten Kutai Timur Tahun 2004, Kecamatan Kaliorang termasuk dalam Kawasan II sebagai sentra produksi dalam pengembangan
kawasan pedesaan, bersama-sama dengan Kecamatan Sangkulirang, Bengalon dan Sandaran. Orientasi aliran produksi dari kawasan ini adalah keluar dari Kabupaten
Kutai Timur melalui pelabuhan Maloy yang terdapat di Kecamatan Sangkulirang. Kecamatan Sandaran
Bila dilihat dari nilai LQ, Kecamatan Sandaran tidak memiliki sektor yang menjadi basis pengembangan perikanan budidaya. Saat ini yang menjadi sektor
basis di Kecamatan Sandaran hanyalah sektor perikanan pesisir tangkap LQ=50,26. Hal ini terjadi karena saat ini akses jalan ke Kecamatan Sandaran
belum terbuka, sarana transportasi dari kota kabupaten hanya melalui laut, sehingga perkembangan wilayah juga masih sangat terbatas. Namun demikian bila
dilihat dari hasil analisis kesesuaian lahan Kecamatan Sandaran mempunyai potensi sangat sesuai untuk pengembangan budidaya rumput laut, dan sangat
sesuai untuk budidaya tambak. Pengembangan budidaya rumput laut mempunyai potensi yang sangat
besar di Kecamatan Sandaran, karena potensinya sangat luas. Selain itu hasil pascapanen berupa produk rumput laut kering masih memungkinkan disimpan
selama beberapa saat sebelum dijual. Hal ini mengingat kondisi transportasi ke kecamatan Sandaran masih sangat terbatas, sehingga pemasaran rumput laut tidak
dapat dilakukan setiap saat. Sedangkan pengembangan budidaya tambak masih agak sulit dilakukan,
sebelum akses jalan ke kecamatan ini dibuka. Produk tambak menghendaki dijual dalam keadaan segarbeku. Kondisi transportasi yang terbatas akan menghambat
suplai sarana produksi dan proses pemasaran produk di kecamatan Sandaran. Matriks arahan pengembangan perikanan budidaya pesisir di tiap
kecamatan berdasarkan nilai LQ budidaya dan potensi luas kesesuaian lahannya dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Matrik Arahan Pengembangan Perikanan budidaya Pesisir di
Kecamatan Pantai Kabupaten Kutai Timur
Kecamatan Pantai
LQ Budidaya Sektor Basis
Potensi Kesesuaian Lahan
Arahan Pengembangan
Kawasan Budidaya
Sangatta Karamba
Kerapu LQ= 2,50
♦ S1 Tambak 828,317 ha ♦ S1 Rumput Laut 265,698 ha
¾ Budidaya Tambak ¾ Budidaya Rumput Laut
Sangkulirang Tambak
LQ=1,21 Rumput Laut
LQ=2,65 ♦ S1 Tambak 1.142,400 ha
♦ S1 Rumput Laut 1.766,032 ha ♦ S1 Karamba 506,201 ha
¾ Budidaya Tambak ¾ Budidaya Rumput Laut
¾ Budidaya Karamba
Kaliorang Tambak
LQ=1,48 Rumput laut
LQ=1,07 ♦ S1 Tambak 72,731 ha
♦ S1 Rumput Laut 524,648 ha ♦ S1 Karamba 38,610 ha
¾ Budidaya Tambak ¾ Budidaya Rumput Laut
¾ Budidaya Karamba
Bengalon Tambak
LQ=1,72 ♦ S1 Tambak 386,226 ha
♦ S1 Rumput Laut 56,660 ha ¾ Budidaya Tambak
Sandaran Tidak ada
sektor Basis ♦ S1 Rumput Laut 584,297 ha
♦ S1 Tambak 142,546 ha ¾ Budidaya Rumput Laut
Luas Efektif Lahan untuk Perikanan Budidaya
Luas efektif lahan diartikan sebagai luasan lahan perairan dan daratan pesisir yang dapat dimanfaatkan untuk suatu kegiatan budidaya yang secara sosial
tidak menimbulkan konflik, secara ekologi tidak mengganggu ekosistem pesisir, sehingga secara ekonomi dapat menguntungkan dan berkelanjutan.
Luas efektif lahan untuk budidaya ini ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu:
- Wilayah pantai daratan pesisir di Kabupaten Kutai Timur merupakan
wilayah yang multiguna untuk berbagai pemanfataan, seperti pemukiman;
industri pertambangan; hutan lindung Taman Nasional Kutai TNK; Pusat Pendaratan Ikan PPI; pelabuhan; kawasan wisata; hutan tanaman industri
dan perkebunan rakyat; dan lain-lain -
Perairan dangkal di Kabupaten Kutai Timur merupakan lokasi yang dekat dengan garis pantai dekat dengan tempat kehidupan masyarakat, sehingga
merupakan kawasan yang multiguna untuk berbagai pemanfaatan oleh masyarakat disekitarnya, misalnya untuk alur pelayaran transportasi, baik
transport penumpang maupun barang produksi tambang, hutan, perkebunan; penangkapan ikan tradisional; bagan ikan; kawasan pelabuhan; wisata bahari
dan wisata pantai; kebutuhan ruang bagi operasional budidaya; dan lain-lain -
Perairan dangkal terdiri dari berbagai ekosistem yang memiliki beragam komunitas biota, seperti estuaria, lamun, dan terumbu karang, sehingga secara
ekologis penting dipertahankan untuk kawasan konservasi, dan kawasan penyangga buffer zone.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, dapat dilakukan analisis kebutuhan lahan untuk seluruh aktivitas pemanfaatan yang ada. Analisis
kebutuhan lahan ini akan lebih baik hasilnya bila untuk setiap pemanfaatan tersebut, dilakukan analisis kesesuaian lahan sesuai dengan kriteria biofisiknya.
Namun karena pada penelitian ini tidak dilakukan analisis kesesuaian lahan untuk pemanfataan selain budidaya, maka kebutuhan lahan untuk pemanfaatan selain
budidaya dilakukan dengan menggunakan rencana pola pemanfataan ruang yang ada dalam RTRW KabupatenKutai Timur dan asumsi-asumsi berdasarkan
kebutuhan penduduk di wilayah tersebut. Analisis kebutuhan lahan berdasarkan asumsi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 12.
Dari hasil analisis tersebut dapat ditentukan luas efektif lahan perairan untuk budidaya yaitu:
¾ Budidaya tambak = 3.913,47 ha ¾ Budidaya karamba jaring tancap =
411,13
ha ¾ Budidaya rumput laut long line =
3.246,62
ha Luas efektif lahan untuk perikanan budidaya dan perkiraan jumlah unit
budidaya yang boleh dibangun dapat dilihat pada Tabel 25 berikut.
Tabel 25.
Luas Efektif Lahan Perikanan Budidaya dan Jumlah Unit Budidaya yang Dapat Dilakukan di Wilayah Pesisir Kabupaten Kutai Timur
NO Budidaya
Luas Potensial Lahan ha
Luas Efektif Lahan ha
Jumlah Unit Budidaya unit
1. Tambak
unit 1 ha 9.726,79
3.913,34 3.913
2. Karamba
unit 144 m
2
1.204,77 411,13 28.550
3. Rumput Laut
unit 2400 m
2
9.509,71 3.246,62
13.528 Sumber: hasil analisis data primer
Berdasarkan hasil perhitungan luas efektif lahan perikanan budidaya dan arahan pengembangan budidaya di setiap kecamatan pantai, maka dapat
digambarkan peta zonasi pengembangan perikanan budidaya di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur. Zonasi perikanan budidaya ini diharapkan dapat
memberikan arah bagi pengembangan budidaya yang berkelanjutan secara sosial ekonomi dan secara ekologis aman bagi lingkungan, karena telah
mempertimbangkan kawasan-kawasan yang merupakan daerah konservasi, baik kawasan mangrove maupun terumbu karang, maupun pemanfataan oleh sektor
lainnya. Peta zonasi pengembangan perikanan budidaya di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur dapat dilihat pada Gambar 9.
Kelayakan Usaha Pengembangan Perikanan budidaya
Kelayakan usaha merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kawasan untuk usaha perikanan budidaya, agar usaha
budidaya tersebut dapat berkelanjutan. Untuk mengetahui kelayakan usaha perikanan budidaya pesisir dihitung
dari besarnya nilai investasi, biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan, pendapatan yang diperoleh dari nilai jual hasil panen, dan kewajiban membayar
pinjaman bank dengan bunga 24 per tahun selama 3 tahun. Kelayakan usaha tersebut digambarkan berdasarkan kriteria nilai Revenue
Cost Ratio RC dan keuntungan π untuk mengetahui kelayakan pada saat ini
tanpa memasukkan fakor nilai uang di masa mendatang undiscounted criteria.
95
Gambar 9. Peta Zonasi Pengembangan Perikanan Budidaya di Wilayah Pesisir Kabupaten Kutai Timur
Sedangkan untuk mengetahui kelayakan usaha dimasa mendatang dengan memasukkan faktor nilai uang discounted criteria digunakan kriteria Net Present
Value NPV, dan Net Benefit Cost Net BC. Tingkat discount rate diasumsikan sebesar 12 mengacu pada kisaran suku bunga kredit pada saat ini, perhitungan
rentang usaha selama 5 tahun, umur ekonomis peralatan 3 tahun, dan usaha budidaya dioperasikan mulai tahun pertama.
Usaha budidaya yang dianalisis kelayakan usahanya adalah budidaya tambak udang tradisional, budidaya kerapu pada karamba jaring tancap, dan
budidaya rumput laut long line. Rincian biaya dan manfaat pada analisis kelayakan usaha dapat dilihat
pada lampiran 6-11, dan hasil perhitungan nilai π, RC, NPV, dan Net BC dapat
dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Analisis Kelayakan Usaha Perikanan Budidaya di Pesisir Kutai Timur
No. KRITERIA TAMBAK UDANG
TRADISIONAL
Rphath
RUMPUT LAUT LONG LINE
Rpunitth
KARAMBA TANCAP KERAPU
Rpunitth
1. Keuntungan
π tahun ke-1 Rp
12.087.500 10.661.667 31.971.500
2. RC tahun
ke-1
1,37 1,39 1,71
3. NPV Rp
21.968.175,82 28.307.279
61.057.824,20
4. Net BC
1,64 2,92
2,20
5. PbP tahun
3,94 3,78
3,65
Sumber: Hasil Analisis Data Primer Tambak Udang Tradisional
Budidaya tambak udang yang dianalisis adalah tambak udang tradisional, karena menurut Garcia Garcia l985 yang diacu oleh Widigdo 2002, di
Philipina produksi tambak tradisional plus sebesar 600-750 kghamusim tanam akan lebih lestari bila dibandingkan dengan tambak intensif. Sedangkan menurut
Poernomo 1992, di Indonesia tambak yang dikelola dengan sistem ekstensif tradisional dengan produksi secara alami antara 500-750 kghamusim tanam
akan memberikan kelangsungan produksi yang lebih lestari dibanding sistem semi intensif.
Asumsi usaha pada budidaya tambak tradisional plus adalah: padat penebaran 2-5 ekorm
2
, pakan campuran antara pelet dan ikan rucah, ukuran tambak 1 ha, dengan teknologi pompa air dan pemupukan, masa pemeliharaan 6
97 bulan 2 musim per tahun, ukuran udang dipanen 20-30 gr dengan rata-rata
produksi 500 kgha. Dari hasil analisis Tabel 25, diperoleh nilai rasio penerimaan dengan
biaya RC pada tambak udang tradisional seluas 1 ha per tahun sebesar 1,37. Nilai RC 1,37 bermakna bahwa setiap Rp 1.000.000,- uang yang dipakai untuk
pembiayaan tambak akan memperoleh manfaat sebesar Rp. 1.370.000,-. Waktu pengembalian investasi payback periode selama 3 tahun 9 bulan. Nilai NPV
sebesar Rp 21.968.175,82,- menunjukkan keuntungan bersih yang akan diperoleh selama 10 tahun yang dihitung berdasarkan nilai uang saat ini. Nilai Net BC yang
diperoleh sebesar 1,64 Net BC 1 bermakna bahwa manfaat yang diperoleh adalah sebesar 1,64 kali lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Sehingga
berdasarkan semua kriteria tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa usaha budidaya tambak udang dengan teknologi tradisional plus layak
direkomendasikan untuk dikembangkan di pesisir Kabupaten Kutai Timur. Budidaya Rumput Laut Long Line
Budidaya rumput laut yang dianalisis adalah budidaya rumput laut Eucheuma cottonii
sistem long line, dengan asumsi usaha menurut Anggadireja 2006 sebagai berikut: berat benih 100 gr per simpul, jarak simpul 25x100 cm,
ukuran tiap unit long line 2.400 m², masa pemeliharaan 3 bulan 4 musim tiap tahun, dan produksi rata-rata 2.375 kg rumput laut keringunit.
Dari hasil analisis Tabel 25, diperoleh nilai rasio penerimaan dengan biaya RC pada budidaya rumput laut long line seluas 2.400 m² per tahun
sebesar 1,39. Nilai RC 1,39 bermakna bahwa setiap Rp 1.000.000,- uang yang dipakai untuk pembiayaan rumput laut akan memperoleh manfaat sebesar Rp.
1.390.000,-. Waktu pengembalian investasi payback periode selama 3 tahun 7 bulan. Nilai NPV sebesar Rp 28.307.279,- menunjukkan keuntungan bersih yang
akan diperoleh selama 10 tahun yang dihitung berdasarkan nilai uang saat ini. Nilai Net BC yang diperoleh sebesar 2,92 Net BC 1 bermakna bahwa
manfaat yang diperoleh adalah sebesar 2,92 kali lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Sehingga berdasarkan semua kriteria tersebut di atas, dapat dikatakan
bahwa usaha budidaya rumput laut long line layak direkomendasikan untuk dikembangkan di pesisir Kabupaten Kutai Timur.
98 Karamba Tancap untuk Budidaya Kerapu Tikus
Karamba tancap yang dianalisis adalah karamba untuk budidaya kerapu tikus. Asumsi usaha diambil sesuai dengan analisis Subandar 2005 untuk
budidaya kerapu dalam karamba jaring apung, yaitu: padat penebaran 300 ekorlubang, survival rate 30 , pakan ikan rucah rata-rata sebanyak 20 kg per
hari, ukuran tiap unit long line 144 m² yang terdiri dari 4 lubang 6x6x3 m
3
lubang, masa pemeliharaan 15 bulan 0,8 musim tiap tahun, ukuran panen 0,5 kgekor, dan produksi rata-rata 105 kglubang 420 kgunit.
Dari hasil analisis Tabel 25, diperoleh nilai rasio penerimaan dengan biaya RC pada budidaya kerapu dalam karamba tancap seluas 144 m² per tahun
sebesar 1,71. Nilai ini bermakna bahwa setiap Rp 1.000.000,- uang yang dipakai untuk pembiayaan karamba akan memperoleh manfaat sebesar Rp. 1.710.000,-.
Waktu pengembalian investasi payback periode selama 3 tahun 6 bulan. Nilai NPV sebesar Rp 61.057.824,20,- menunjukkan keuntungan bersih yang akan
diperoleh selama 10 tahun yang dihitung berdasarkan nilai uang saat ini. Nilai Net BC yang diperoleh sebesar 2,20 Net BC 1 bermakna bahwa manfaat yang
diperoleh adalah sebesar 2,20 kali lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Sehingga berdasarkan semua kriteria tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa
usaha budidaya kerapu tikus dalam karamba tancap layak direkomendasikan untuk dikembangkan di pesisir Kabupaten Kutai Timur.
Proyeksi Peningkatan Pendapatan
1. Budidaya Tambak
Jumlah unit tambak yang dapat diusahakan berdasarkan kapasitas lahan adalah 3.913
unit. Berdasarkan asumsi keuntungan pada Tabel 26 di atas, yaitu sebesar Rp 12.087.500,- maka diperkirakan akan diperoleh pendapatan
sebesar Rp 47.298.387.500,- per tahun dari usaha budidaya tambak. 2.
Budidaya karamba jaring tancap Jumlah unit yang dapat dibangun untuk karamba jaring tancap adalah 28.550
unit usaha karamba. Berdasarkan asumsi keuntungan pada Tabel 26 sebesar Rp 31.971.500,- maka diperkirakan akan diperoleh pendapatan sebesar
Rp 912.786.325.000,- per tahun dari usaha budidaya karamba.
99 3.
Budidaya rumput laut long line Jumlah unit yang dapat dibangun untuk budidaya rumput laut long line sekitar
13.528 unit usaha. Berdasarkan asumsi keuntungan pada Tabel 26, yaitu
sebesar Rp 10.661.667,- maka diperkirakan akan diperoleh pendapatan sekitar
Rp 144.231.031.176,- per tahun dari usaha budidaya rumput laut.
Unsur-unsur Strategis SWOT
1 Kekuatan: S1: Ketersediaan Lahan Masih Luas
Hasil analisis spasial terhadap peta kesesuaian lahan menunjukkan bahwa luas efektif pesisir Kabupaten Kutai Timur yang dapat dimanfaatkan untuk
budidaya tambak seluas 3.913,34 ha, untuk budidaya karamba jaring tancap seluas 411,13 ha dan untuk budidaya rumput laut long line seluas 3.246,62 ha.
S2: Adanya Investasi dari Masyarakat Selain adanya investasi dari luar, pengembangan perikanan budidaya
pesisir mempunyai faktor kekuatan yang cukup besar, yaitu adanya minat masyarakat dalam menginvestasikan modalnya dalam usaha perikanan budidaya
pesisir. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa sebagian besar modal untuk kegiatan budidaya, baik di tambak, karamba, maupun rumput laut
berasal dari modal pribadi pembudidaya. S3: Kelayakan Usaha Perikanan Budidaya di Pesisir
Berdasarkan kelayakan ekonomi, pengembangan budidaya tambak diproyeksikan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
sebesar Rp 47.298.387.500,- per tahun, pengembangan budidaya karamba diproyeksikan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sebesar Rp 912.786.325.000,- per tahun, dan pengembangan budidaya rumput laut diproyeksikan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat sebesar Rp 144.231.031.176,- per tahun.
100 S4: Tersedia Tenaga Kerja Lokal
Data dari BPS Kabupaten Kutai Timur menunjukkan jumlah angkatan kerja pada tahun 2004 di Kabupaten Kutai Timur adalah 111.286 orang. Dari
jumlah angkatan kerja tersebut yang masih mencari pekerjaan sebanyak 3.733 orang 3,35, sedangkan yang lainnya masih bersekolah 5,86, tidak bekerja
karena mengurus rumah tangga 26,22, sudah bekerja 60,21, dan lain-lain 4,35. Jumlah angkatan kerja yang masih mencari pekerjaan ini merupakan
tenaga kerja yang perlu diberi kesempatan kerja dengan pengembangan perikanan budidaya.
S5: Etos Kerja Budidaya Masyarakat di pesisir Kabupaten Kutai Timur sebagian besar lebih dari
60 adalah pendatang dari P. Sulawesi. Jiwa bahari dari para pendatang ini merupakan modal yang besar dalam pengembangan perikanan budidaya di pesisir,
karena masyarakat sudah terbiasa dengan kehidupan di laut. Dari hasil wawancara, masyarakat di pesisir Kabupaten Kutai Timur menunjukkan minat
yang cukup tinggi untuk melakukan usaha perikanan budidaya sebagai pekerjaan sampingan dari pekerjaan utama mereka sebagai nelayan. Saat ini di Kecamatan
Sangatta sudah cukup banyak nelayan yang beralih profesi menjadi pembudidaya karamba tancap dan rumput laut.
S6: Tersedia Sarana Kelembagaan Budidaya Sebagai bentuk dukungan terhadap pengembangan perikanan budidaya
Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur membentuk Unit Pelayanan Pengembangan UPP Perikanan budidaya, yang dibentuk dengan Surat
Keputusan Bupati Kutai Timur. Salah satu fungsi UPP perikanan budidaya ini adalah memberi rekomendasi pada Kelompok Pengelola Budidaya yang terdapat
di kecamatan-kecamatan untuk memperoleh pinjaman Dana Penguatan Modal dari Bank BRI.
Selain lembaga UPP ini, di Kabupaten Kutai Timur ini terdapat dua koperasi perikanan, yaitu: Koperasi Perikanan Bukit Pelangi dan Koperasi
Perikanan Wana Mina. Namun koperasi ini belum mampu membantu para pembudidaya dalam mengatasi permasalahan pemasaran hasil budidaya.
101 2 Kelemahan:
W1: Terbatas Sarana ProduksiInfrastuktur Penunjang Sarana produksi dan infrastruktur penunjang perikanan budidaya pesisir
bisa dikatakan belum tersedia sama sekali di Kabupaten Kutai Timur, baik dari sarana pembenihan, penyediaan sarana produksi seperti pakan, obat-obatan, dan
peralatan budidaya, maupun sarana pengolahan pascapanen. Untuk memenuhi semua kebutuhan sarana produksi tersebut, pembudidaya harus mencarinya ke
luar daerah seperti Bontang, Samarinda, dan Balikpapan. W2: Kurangnya Sarana Informasi Pasar
Pembudidaya rumput laut dan kerapu di Kabupaten Kutai Timur belum mepunyai informasi pasar nasional dan internasional yang cukup memadai untuk
memasarkan hasil panennya. Selama ini pembudidaya hanya menjual hasil panennya ke tengkulak dengan harga sesuai yang ditawarkan tengkulak, sehingga
harga yang diperoleh relatif rendah. W3: Kurang Pengetahuan Teknologi Budidaya
Berdasarkan hasil pengamatan pada saat survei, beberapa unit karamba kerapu yang diamati dalam keadaan kosong. Tersendatnya usaha budidaya
karamba kerapu ini terjadi karena pembudidaya tidak menguasai faktor teknologi dan manajamen budidaya dengan baik, terutama faktor benih yang bermutu,
pengendalian hama dan penyakit, pakan ikan, serta pemilihan lokasi yang benar. Demikian juga dengan budidaya rumput laut, unit yang kosong terjadi karena
pembudidaya kesulitan memperoleh benih rumput laut yang unggul, serta kondisi oseanografi yang ekstrim pada musim angin selatan dan pancaroba.
Pada usaha budidaya tambak, kolam-kolam yang kosong terjadi karena pembudidaya kesulitan memperoleh benih udang dan ikan bandeng yang bermutu.
Sedangkan benih alam yang ditangkap dari perairan disekitarnya dijual dengan harga yang lebih mahal dibanding harga benih dari hatchery. Sebagai contohnya
adalah benur alam ukuran fingerling dibeli dengan harga Rp. 100,00ekor sementara bila dibeli dari hatchery harganya Rp. 40,00ekor. Namun yang menjadi
masalah adalah di Kabupaten Kutai Timur tidak ada hatchery, hatchery yang
102 terdekat berada di Kota Balikpapan yang jaraknya sekitar 250 km atau sekitar 6
jam bila ditempuh melalui jalan darat. W4: Kurang Pengetahuan Teknologi Pasca Panen
Teknologi pascapanen juga belum dikuasai dengan baik oleh pembudidaya. Hasil panen dari budidaya tambak umumnya dijual dalam keadaan
segar, namun karena belum ada coldstorage pendinginan hanya dilakukan dengan menggunakan es batu. Sedangkan pabrik es batu belum tersedia, sehingga es batu
dibuat dengan menggunakan refrigerator lemari es, akibatnya harga es menjadi mahal, dan menambah tinggi biaya produksi. Pabrik es batu yang pernah
dibangun dengan dana dari proyek PEMP Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir pada tahun 2003 di Dusun Kenyamukan, Kecamatan Sangatta sudah tidak
dapat berproduksi 2 bulan setelah pabrik tersebut dibangun. Masalahnya karena tidak cukup suplai air tawar untuk pembuatan es dan tidak ada teknisi yang dapat
melakukan perawatan mesin terhadap pabrik es tersebut. Perlakuan pascapanen terhadap rumput laut adalah dengan pengeringan.
Belum ada usaha pengolahan terhadap rumput laut menjadi produk jadi seperti manisan, dodol, atau serbuk agar-agar. Sementara itu sebagai pembanding, para
pembudidaya rumput laut di Kota Bontang telah mampu mengolah rumput laut menjadi manisan dan dodol, dan dijual sebagai oleh-oleh khas daerah tersebut.
W5: Kualitas SDM Rendah Rata-rata tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Kutai Timur masih
rendah, terutama masyarakat di desa pantai, karena umumnya desa-desa pantai di Kabupaten Kutai Timur masih terisolir dan kurang fasilitas pendidikan.
Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Kutai Timur tahun 2005, tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai oleh penduduk usia 10 tahun ke atas adalah:
tidak sekolah sebanyak 31.673 orang 25,60, tamat Sekolah Dasar sebanyak 41.397 orang 33,46, dan tamat Sekolah Lanjutan Pertama sebanyak 25.479
orang 20,59, atau sekitar 79,65 penduduk Kabupaten Kutai Timur hanya berpendidikan di bawah Sekolah Lanjutan Pertama. Rendahnya tingkat
pendidikan ini menyebabkan informasi teknologi budidaya lambat diserap oleh masyarakat. Selain itu masyarakat juga kurang memahami pentingnya menjaga
103 kelestarian sumberdaya alam untuk mendukung keberlanjutan usaha perikanan
budidaya.
3 Peluang:
O1: Permintaan Pasar Tinggi Peluang terbesar yang mendukung pengembangan perikanan budidaya
pesisir adalah permintaan terhadap produk perikanan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sebagian besar spesies budididaya laut seperti ikan napoleon,
ikan kerapu, udang lobster, teripang, abalone, kerang mutiara merupakan komoditas ekspor yang sangat diminati oleh pasar internasional sehingga
memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tidak hanya pasar internasional, di dalam negeripun pemintaan produk budidaya laut untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
seafood masyarakat terus meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat dan perubahan pola hidup masyarakat dari agraris menjadi industri
Soebagio, 2004. Hasil penelitian FAO 1993 yang diacu oleh Soebagio 2004,
mendapatkan adanya kecenderungan perubahan pola makan masyarakat agraris yang sedang berubah menjadi masyarakat industri. Salah satu perubahan pola
makan tersebut adalah adanya kecenderungan peningkatan jumlah manusia yang makan di luar rumah, seperti di kantin kantor, katering, restoran. Perubahan pola
makan tersebut menuntut adanya makanan dan bahan makanan yang gampang dan cepat disajikan dan dimakan ready to eat atau dimasak ready to cooked,
seseuai dengan pola hidup masyarakat industri yang serba cepat. Hasil penelitian tersebut juga memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan konsumsi
makanan dari laut seafood. Kebutuhan kerapu untuk pasar dunia total diperkirakan sebesar 24.200 ton
per tahun atau sebesar US 290 juta untuk harga rata-rata US 12 per kilogram BPPT, 2002. Sedangkan untuk pasar rumput laut jenis Euchema cottoni, pada
tahun 2006 kebutuhan dunia diperkirakan sebesar 202.300 ton kering dan sampai tahun 2010 diperkirakan sekitar 274.100 ton kering Anggadireja et al, 2006.
Harga ikan kerapu tikus dalam keadaan hidup ditingkat nelayan dapat mencapai US 20 Rp 200.000,- untuk setiap kilogramnya. Ikan tersebut
104 diekspor terutama ke Hongkong dengan harga jual yang berlipat kali. Harga
rumput laut kering juga meningkat cukup tajam yaitu Rp. 2.450kg pada tahun 2004 menjadi Rp. 4000kg pada tahun 2006.
O2: Dukungan Permodalan dari Pemda dan Perusahaan Mitra Peluang lain dalam pengembangan perikanan budidaya adalah adanya
dukungan modal dari pemerintah dan perusahaan mitra. Pada tahun 2006, Dirjen budidaya DKP Pusat memberi batuan untuk pengembangan rumput laut dengan
penyaluran melalui Dana Penguatan Modal DPM bank BRI sebesar 140 juta. Bunga Angsuran yang harus dibayar petani sebesar 6 dengan jangka waktu
pembayaran per 3 bulan. Sedangkan untuk karamba kerapu, Dirjen budidaya DKP Pusat memberi bantuan sebesar 285 juta untuk 10 unit karamba. Bunga Angsuran
yang harus dibayar petani sebesar 6 dengan jangka waktu pembayaran per tahun untuk budidaya karamba kerapu. Untuk memperoleh pinjaman ini Kelompok
Pengelola Budidaya yang terdapat di kecamatan-kecamatan harus mengajukan permohonan pinjaman Dana Penguatan Modal ke Bank BRI berdasarkan
rekomendasi dari UPP Perikanan budidaya. Selain investasi yang berasal dari Dirjen Budidaya DKP Pusat, Dinas
Kelautan Perikanan Kabupaten Kutai Timur juga memberikan bantuan berupa proyek demplot untuk budidaya rumput laut sebesar Rp. 275 juta pada tahun
2006. O3: Adanya Lembaga Pendidikan yang Mendukung Perikanan Budidaya
Lembaga pendidikan yang mendukung pengembangan perikanan budidaya di Kabupaten Kutai Timur adalah Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kutai Timur
STIPER Kutai Timur dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Kelautan Sangatta SMKN Kelautan Sangatta.
Salah satu Program Studi di STIPER Kutai Timur adalah Program Studi Ilmu Kelautan. Program Studi ini mempunyai konsentrasi pada pengembangan
potensi pesisir dan laut di Kabupaten Kutai Timur. Out put dari program studi ini adalah sarjana perikanan dengan kompetensi 40 teori dan 60 praktek.
Sedangkan SMKN Kelautan Sangatta menghasilkan lulusan dengan kompetensi
105 sebagai teknisi budidaya. Para lulusan ini merupakan SDM yang dapat
diberdayakan untuk pengembangan perikanan budidaya.
4 Ancaman:
T1: Tengkulak yang Mendominasi Pasar Belum tersedianya lembaga pemasaran semacam koperasi yang mampu
menampung dan memasarkan hasil budidaya menyebabkan masyarakat terpaksa menjual hasil panennya pada penampungtengkulak, yang akan membawa hasil
panen tersebut ke eksportir di Balikpapan. Belum berfungsinya lembaga pemasaran ini berimbas pada harga produk
yang fluktuatif di tingkat pembudidaya. Harga kerapu tikus yang diperoleh pembudidaya dari tengkulakpenampung adalah sekitar Rp. 230.000,00 per
kilogram dalam keadaan hidup. Sedangkan bila dijual langsung ke eksportir di Balikpapan harga yang diperoleh adalah Rp. 300.000,00. Selain kurang
berfungsinya lembaga pemasaran, terjadinya fluktuasi harga adalah karena pembudidaya tidak mengetahui informasi pasar yang terkini, baik mengenai
harga, permintaan pasar, maupun siapa konsumen yang memerlukan produk perikanan.
T2: Persaingan dengan Produk dari Luar Daerah Ancaman lain dalam pemasaran hasil budidaya adalah adanya produk dari
daerah lain, misalnya Kota Bontang. Perikanan budidaya pesisir di Kota Bontang lebih maju dibanding budidaya di Kabupaten Kutai Timur, karena sarana dan
prasarana serta akses ke Bontang sudah tersedia, sehingga pemasarannya lebih luas. Produksi tambak seperti bandeng dan udang windu dari Bontang banyak
masuk ke pasar di Sangatta, ibukota Kabupaten Kutai Timur. T3: Pencemaran Industri pada Daerah Aliran Sungai DAS
Ancaman dari lingkungan terhadap pengembangan budidaya di KabupatenKutai Timur adalah tingginya sedimentasi dan polutan yang terbawa
melalui sungai. Pemukiman di Pulau Kalimantan umumnya berada di sepanjang sungai, karena dahulunya sungai merupakan sarana transportasi yang vital
sebelum dibangun jalan darat. Selain pemukiman, banyak kegiatan seperti
106 transportasi sungai, pasar, dan industri yang membuang limbah ke sungai. Dari
hasil pengamatan pada sungai-sungai yang berada di tengah kota seperti S. Sangatta, polutan yang sering ditemukan adalah minyak dan sampah. Sementara
sungai yang jauh dari kota umumnya masih bersih dari sampah. T4: Konflik Pemanfaatan Lahan
Ancaman dari aspek sosial adalah adanya konflik pemanfaatan lahan antar stakeholders di pesisir Kabupaten Kutai Timur. Konflik yang pernah terjadi
adalah antara perusahaan pertambangan PT Kaltim Prima Coal dengan pembudidaya karamba pada Januari 2005.
T5: Kondisi Oseanografi yang Ekstrim pada Musim Tertentu Kualitas perairan di pesisir Kabupaten Kutai Timur cukup mendukung
usaha perikanan budidaya. Namun pada saat tertentu kondisi arus dan gelombang, yang sangat dipengaruhi oleh musim angin, dapat menjadi ekstrim dan merupakan
ancaman bagi kelanjutan usaha budidaya. Oleh karena itu diperlukan adanya input teknologi yang dapat mengatasi ancaman tersebut.
Strategi Pengembangan Perikanan budidaya Pesisir
Strategi pengembangan perikanan budidaya pesisir di Kabupaten Kutai
Timur dianalisa dengan menggunakan analisis SWOT. Tabel 27.
Hasil External Strategic Factors Analysis Summary EFAS
Faktor-faktor Strategi Eksternal
Bobot Rating Skor Komentar
1 2 3
4 5
Peluang :
O1: permintaan pasar tinggi O2: dukungan permodalan dari pemda dan mitra
O3: Adanya Lembaga Pendidikan yang Mendukung Perikanan Budidaya
0,20 0,15
0,10 4
4 2
0,80 0,60
0,20 Pemasaran
Permodalan Teknologi
Ancaman :
T1: tengkulak yang mendominasi pasar T2: persaingan dengan produk dari luar daerah
T3: pencemaran industri pada DAS T4: konflik pemanfaatan lahan
T5: kondisi oseanografi yang ekstrim 0,15
0,10 0,10
0,15 0,05
1 1
2 2
2 0,15
0,10 0,20
0,30 0,10
Pemasaran Pemasaran
Teknologi Sosial
Teknologi
TOTAL
1,00 2,45
Sumber: Analisis Data Primer
107 Tabel 28.
Hasil Internal Strategic Factors Analysis Summary IFAS
Faktor-faktor Strategi Internal
Bobot Rating Skor Komentar
1 2 3
4 5
Kekuatan :
S1: ketersediaan lahan masih luas S2: adanya investasi dari masyarakat
S3: kelayakan usaha perikanan budidaya pesisir S4: tersedia tenaga kerja lokal
S5: etos kerja budidaya S6: tersedia sarana kelembagaan budidaya
0,1 0,1
0,1 0,1
0,05 0,05
4 3
3 2
1 1
0,4 0,3
0,3 0,2
0,05 0,05
Permodalan Permodalan
Pendapatan Sosial
Sosial Kelembagaan
Kelemahan :
W1: terbatas sarana produksiinfrastuktur penunjang W2: kurangnya sarana informasi pasar
W3: kurang pengetahuan tentang budidaya W4: kurang pengetahuan teknologi pasca panen
W5: kualitas SDM rendah 0,15
0,1 0,1
0,1 0,05
1 1
2 2
3 0,15
0,1 0,2
0,2 0,15
Sarana Pemasaran
Teknologi Teknologi
Sosial
TOTAL
1,00 2,10
Sumber: Analisis Data Primer Dari hasil pembobotan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh diperoleh
hasil bahwa faktor-faktor eksternal peluang dan ancaman lebih besar pengaruhnya dibanding faktor internal kekuatan dan kelemahan, terhadap
pengembangan perikanan budidaya pesisir di pesisir kabupaten Kutai Timur, dengan rasio sebesar 2,45 : 2,10.
Berdasarkan matriks EFAS dan IFAS tersebut di atas, maka dengan model matriks TOWS diperoleh strategi-strategi yang dikelompokkan dalam 4 kategori,
yaitu: i
Strategi SO, yaitu penggunaan unsur-unsur kekuatan wilayah pesisir untuk mendapatkan keuntungan dari peluang-peluang yang ada;
ii Strategi WO, yaitu memperbaiki kelemahan yang ada di wilayah pesisir
dengan memanfaatkan peluang yang tersedia, iii
Strategi ST, yaitu penggunaan kekuatan yang ada untuk menghindari atau memperkecil dampak dari ancaman eksternal;
iv Strategi WT, yaitu taktik pertahanan yang diarahkan pada pengurangan
kelemahan internal untuk menghadapi ancaman eksternal Vincentius, 2003
108
Tabel 29.
Matriks TOWS Strategi Pengembangan Kawasan Perikanan budidaya
MATRIKS TOWS STRENGTH S
S1: ketersediaan lahan masih luas S2: adanya investasi dari
masyarakat S3: kelayakan usaha perikanan
budidaya pesisir S4: tersedia tenaga kerja lokal
S5: etos kerja budidaya S6: tersedia sarana kelembagaan
budidaya
WEAKNESSES W
W1: terbatas sarana produksi infrastuktur
penunjang W2: kurangnya informasi
pasar W3: kurang pengetahuan
tentang budidaya W4: kurang pengetahuan
teknologi pasca panen
W5: kualitas SDM rendah
OPPORTUNITIES O
O1: permintaan pasar tinggi O2: dukungan permodalan dari
pemda dan mitra O3: adanya lembaga pendidikan
yang mendukung perikanan budidaya
STRATEGI SO
1 peningkatan skala usaha
perikanan budidaya dengan memanfaatkan investasi dari
mitra atau pemda; 2
pemberdayaan tenaga kerja lokal sebagai pekerjaan
sampingan atau utama dalam perikanan budidaya;
STRATEGI WO
1 pengembangan sarana
dan infrastruktur budidaya laut;
2 peningkatan kapasitas
SDM di pesisir; 3
pengembangan teknik budidaya dan
pengolahanpasca panen;
THREATH T
T1: tengkulak yang mendominasi pasar
T2: persaingan dengan produk dari luar daerah
T3: pencemaran industri pada DAS T4: konflik pemanfaatan lahan
T5: kondisi oseanografi ekstrim
STRATEGI ST
1 pengembangan sistem
pemasaran yang bisa menggerakkan perekonomian
lokal; 2
pengembangan kawasan budidaya terpadu untuk
mengoptimalkan pemanfaatan perairan pesisir;
STRATEGI WT
1 pengembangan akses
informasi budidaya melalui kelembagaan
yang terkait;
Sumber: Analisis Data Primer Strategi-strategi di atas selanjutnya diurutkan menurut rangking
berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunnya, sebagaimana disajikan pada Tabel 30.
109
Tabel 30.
Penentuan Prioritas Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya di Pesisir Kabupaten Kutai Timur
UNSUR SWOT KETERKAITAN SKOR RANK
Strategi 1 1
peningkatan skala usaha perikanan budidaya dengan memanfaatkan investasi dari mitra
perusahaan atau pemda;
S1,S2,S3,O1,O2 2,40
1
Strategi 2 2
pengembangan teknik budidaya dan pasca panen;
W3,W4,W5,O1,O3 1,55 2
Strategi 3 3
peningkatan kapasitas SDM di pesisir;
W3,W4,W5,O2, O3 1,35
3
Strategi 4 4
pemberdayaan tenaga kerja lokal sebagai pekerjaan sampingan atau utama;
S4,S5,O1 1,05
4
Strategi 5 5
pengembangan kawasan budidaya terpadu untuk mengoptimalkan pemanfaatan
perairan pesisir;
S1,S6,T3,T4,T5 1,05
5
Strategi 6 6
pengembangan sarana dan infrastruktur budidaya pesisir;
W1,O1 0,95
6
Strategi 7 7
pengembangan sistem pemasaran yang bisa menggerakkan perekonomian lokal;
S2,S6,T1,T2 0,60
7
Strategi 8 8
pengembangan akses informasi melalui kelembagaan yang terkait;
W1,W2,T1,T2 0,50
8
Sumber: Analisis Data Primer Setelah memperhatikan segala potensi sumber daya dan aktivitas perikanan
budidaya pesisir di Kabupaten Kutai Timur dan digabungkan dengan faktor dari analisa SWOT maka disusun rencana program kerja dan rencana strategi dalam
pengembangan perikanan budidaya di pesisir. Selengkapnya rencana strategi yang kemudian diaplikasikan dalam rencana program adalah sebagai berikut :
Strategi 1
Peningkatan skala usaha perikanan budidaya pesisir. ¾ Pencetakan lahan tambak dan pembuatan unit karamba baru.
¾ Pinjaman lunak, kredit, atau dana bergulir untuk meningkatkan skala usaha.
¾ Penyediaan sarana produksi seperti benih, pakan, peralatan, dan obat- obatan untuk operasional budidaya.
110 ¾ Peningkatan teknologi untuk mengurangi kematiankegagalan panen.
Strategi 2
Pengembangan teknik budidaya dan pengolahanpasca panen. ¾ Pelatihan dan pendampingan teknik budidaya dan pasca panen bagi
masyarakat pembudidaya. ¾ Penganekaragaman spesies budidaya laut selain komoditas yang telah
dibudidayakan selama ini, misalnya pembesaran kepiting bakau, abalone, lobster, kakap, dan sebagainya.
¾ Melakukan penelitian-penelitian yang mendukung pengembangan teknologi budidaya laut.
¾ Membuat kawasan percontohandemplot pada satu desa untuk dijadikan sentra budidaya, sehingga dapat dijadikan percontohan bagi desa-desa
lainnya.
Strategi 3
Peningkatan kapasitas SDM di pesisir. ¾ Mendirikan sekolah di desa-desa pesisir yang terisolir.
¾ Memasukkan mata pelajaran yang terkait dengan kelestarian sumberdaya alam, terutama sumberdaya pesisir dan laut, sebagai muatan lokal pada
kurikulum di sekolah-sekolah tersebut.
Strategi 4
Pemberdayaan tenaga kerja lokal sebagai pekerjaan utama atau sampingan. ¾ Mengatur kerjasama antara investor yang melakukan usaha budidaya di
pesisir dengan penduduk lokal agar dapat memberikan peluang usaha bagi penduduk lokal untuk ikut serta dalam usaha perikanan budidaya.
¾ Menetapkan aturan bagi pengusahainvestor untuk menggunakan tenaga kerja lokal sebelum menggunakan tenaga dari luar daerah.
¾ Mempermudah pemberian kredit untuk usaha budidaya bagi penduduk lokal.
¾ Pelatihan bagi wanita di desa pesisir agar dapat melakukan pengolahan hasil perikanan menjadi makanan khas seperti baso ikan, abon ikan,
krupuk kepiting, dodol, manisan rumput laut, dan lain-lain.
111
Strategi 5
Pengembangan kawasan budidaya terpadu untuk mengoptimalkan pemanfaatan perairan pesisir.
¾ Perencanaan kawasan terpadu untuk proses produksi budidaya mulai dari sarana pembenihan, hingga pengolahan pasca panen.
¾ Pembuatan rencana kawasan zonasi untuk kegiatan perikanan tangkap, budidaya, maupun zona konservasi atau perlindungan.
¾ Mensosialisasikan sistem budidaya selain yang budidaya telah eksisting, seperti sistem budidaya karamba jaring apung, sea ranching, dan
enclosure. ¾ Melakukan analisis kesesuaian lahan bagi sistem budidaya lain selain
sistem budidaya yang telah eksisting saat ini, seperti tersebut diatas.
Strategi 6
Pengembangan sarana dan infrastruktur budidaya laut. ¾ Pembangunan Unit Pelaksana Teknis UPT perikanan budidaya pesisir,
sebagai sarana transfer teknologi budidaya yang cepat ke masyarakat. ¾ Pembangunan sarana transportasi darat dan pelabuhan, untuk membuka
akses ke daerah pesisir yang masih terisolir. ¾ Pembangunan hatchery untuk memproduksi benih ikan bagi sistem
budidaya yang telah berlangsung. ¾ Memfasilitasi kerjasama antara masyarakat pembudidaya dengan agen
pedagang sarana produksi perikanan budidaya seperti pakan, obat- obatan, dan peralatan budidaya, untuk memudahkan pembudidaya
memperoleh saprodi perikanan budidaya. ¾ Pengadaan fasilitas dalam pengawetan ikan hasil produksi budidaya cold
storage maupun es batu.
Strategi 7
Pengembangan sistem pemasaran yang bisa menggerakkan perekonomian lokal.
¾ Membuat sistem bisnis yang mendukung posisi tawar bargaining position
dari pelaku budidaya produsen, terutama masyarakat lokal.
112 ¾ Mengaktifkan fungsi kelembagaan sosial-ekonomi seperti koperasi,
kelompok pembudidaya, PKK, dan sebagainya untuk mendukung kegiatan pemasaran produk budidaya.
¾ Menjalin kerja sama pemasaran antara kelompok pembudidaya lokal dengan pengusaha swasta melalui fasilitator pemerintah.
Strategi 8
Pengembangan akses informasi melalui kelembagaan yang terkait. ¾ Pengadaan sarana prasarana komunikasi pengefektifan wartel, pendirian
pemancar telepon, dan pengadaan sarana transportasi antar daerah dari pemerintah.
¾ Pembuatan data informasi pemasaran baik untuk kebutuhan dalam atau luar negeri, yang dapat diakses secara mudah oleh semua pelaku budidaya
di Kabupaten Kutai Timur.
113
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil analisis spasial terhadap peta komposit menunjukan pesisir di
Kabupaten Kutai Timur mempunyai potensi kesesuaian lahan sangat sesuai S1: untuk budidaya tambak seluas 9.726,79 ha; untuk budidaya karamba
seluas 1.204,77 ha; untuk budidaya rumput laut seluas 9.509,71 ha. Namun tidak semua potensi ini dapat dimanfaatkan semua untuk budidaya karena sifat
pesisir yang open acces. Berdasarkan pertimbangan pemanfaatan oleh sektor- sektor lain di pesisir Kabupaten Kutai Timur, maka luas efektif lahan perairan
dan daratan pesisir untuk budidaya yaitu: budidaya tambak 3.913,47 ha; budidaya karamba jaring tancap 411,13 ha; dan budidaya rumput laut long
line 3.246,62 ha. Luas efektif tersebut merupakan sisi suplai bagi pengembangan kawasan perikanan budidaya di wilayah pesisir Kabupaten
Kutai Timur. 2.
Hasil analisis kelayakan finansial dengan indikator: keuntungan π, RC,
NPV, dan Net BC, disimpulkan bahwa kegiatan perikanan budidaya tambak udang tradisional plus, rumput laut long line, karamba tancap kerapu secara
finansial layak dikembangkan di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur. 3.
Hasil analisis terhadap faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, serta pendekatan nilai LQ dan potensi kesesuaian lahan pada masing-masing
kecamatan pantai menunjukkan bahwa wilayah pesisir Kecamatan Sangattta dapat diarahkan untuk pengembangan kawasan budidaya tambak dan rumput
laut; Kecamatan Bengalon dapat diarahkan untuk pengembangan budidaya tambak; Kecamatan Kaliorang dapat diarahkan untuk pengembangan
budidaya karamba, rumput laut, dan tambak; Kecamatan Sangkulirang dapat diarahkan untuk pengembangan budidaya karamba, rumput laut, dan tambak;
dan Kecamatan Sandaran dapat diarahkan untuk pengembangan rumput laut. 4.
Urutan rencana strategi yang perlu dilakukan dalam pengembangan perikanan budidaya di pesisir Kabupaten Kutai Timur berdasarkan faktor internal dan
114 eksternalnya yang dianalisis dengan SWOT adalah: 1 peningkatan skala
usaha budidaya pesisir dengan memanfaatkan investasi dari mitra perusahaan atau pemda; 2 pengembangan teknik budidaya dan pengolahanpasca panen;
3 peningkatan kapasitas SDM di pesisir; 4 pemberdayaan tenaga kerja lokal sebagai pekerjaan sampingan atau utama; 5 pengembangan sistem
budidaya terpadu untuk mengoptimalkan pemanfaatan perairan pesisir; 6 pengembangan sarana dan infrastruktur budidaya pesisir; 7 pengembangan
sistem pemasaran yang bisa menggerakkan perekonomian lokal; dan 8 pengembangan akses informasi melalui kelembagaan yang terkait.
Saran
1. Perlu dilakukan analisis kesesuaian lahan untuk perikanan budidaya di pesisir
Kabupaten Kutai Timur pada musim angin utara dan angin selatan, dengan batas penelitian lebih luas dari yang digunakan pada penelitian ini yaitu 4 km
ke arah darat dan 4 mil laut ke arah laut untuk melengkapi kesesuaian lahan yang dilakukan pada penelitian ini.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui potensi wilayah
pesisir Kabupaten Kutai Timur untuk pengembangan sistem perikanan budidaya yang lain seperti karamba jaring apung cage culture, sea ranching,
restocking, dan sebagainya.
3. Untuk menghindari konflik kepentingan berbagai sektor maka dalam
penyusunan tata ruang pesisir Kabupaten Kutai Timur diperlukan penzonasian bagi sektor lainnya seperti pariwisata pantai, pelabuhan, dan lain-lain, yang
dianalisis berdasarkan aspek biogeofisik, kesesuaian lahan, dan daya dukung lingkungan.
115
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. Liviawaty.1991. Teknik Pembuatan Tambak Udang. Kanisius. Bandung.
Alauddin, M.H.R. 2004. Analisis Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Lingkungan Pesisir untuk Perencanaan Strategis Pengembangan Tambak
Udang Semi Intensif di Wilayah Pesisir Teluk Awarange, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan.
Tesis Tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Aliah, R.S., Herdis, Afifah, Maman Surachman. 2002. Menggalang Sinergi untuk mengembangkan Agribisnis Kerapu
. Prosiding Lokakarya Nasional dan Pameran Pengembangan Agribisnis Kerapu II. BPPT. Jakarta.
Anggadiredja, J.T. et al. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta Anonim. Undang-Undang nomor 5 tahun 1990. Tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya. Anonim. Undang-Undang nomor 24 tahun 1992. Tentang Rencana Tata Ruang.
Anonim. Undang-Undang nomor 22 tahun 1999. Tentang Pemerintahan Daerah. Bakosurtanal. 1996. Pedoman Kesesuaian Lahan. BAKOSURTANAL. Cibinong.
www.bakosurtanal.go.id Bappeda Kutai Timur. 2004. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW
Kabupaten Kutai Timur. Bappeda Kabupaten Kutai Timur. Sangatta
Bardach, J. E., J. H. Ryther W. O. McLarney. 1972. Aquaculture, the Farming and Husbandry of Freshwater and Marine Organism
. John Wiley Sons Inc., New York, London, Sydney, Toronto.
Barus, B., U.S. Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi Geografis Sarana Manajemen Sumberdaya
. Laboratorium Pengindraan Jauh dan Kartografi Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Bengen, D.G. 1999. Penelitian Multidisiplin untuk Mendukung Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu.
Warta Pesisir dan Lautan No. 06 Tahun 1999. Proyek Pesisir-PKSPL. Institut Pertanian Bogor.
Besweni. 2002. Kajian Ekologi Ekonomi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Kepulauan Seribu Studi Kasus di Gugusan P. Pari
. Tesis tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Beveridge M. C. M. 1996. Cage Aquaculture, Second Edition. Fishing News Books Ltd., Oxford, London, Edinburgh, Cambridge, Victoria.
116 BPS Kutai Timur. 2005. Kabupaten Kutai Timur dalam Angka Tahun 2005. BPS
Kabupaten Kutai Timur. Sangatta. Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan.
Pradnya Paramita. Jakarta. Budiharsono, S., Suaedi, Asbar. 2006. Sistem Perencanaan Pembangunan
Kelautan dan Perikanan. Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri
Sekretariat Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Borrough. 1989. Principle of Geographical Information System. John Wiley
Sons Inc. New York. Clark, J.R. 1996. Coastal Zone Management : Handbook. Lewis Publishers.
New York. Cicin-Sain, B., Robert W. Knecht. 1998. Integrated Coastal and Ocean
Managemant, Concepts and Practise . Island Press. Washington D.C.
Chetwynd E.Jr dan Chetwynd JF 2001. A practical Guide to Citizen Participation in Local Government in Romania
, RTI. Dahuri, R., Jacub Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu . Pradnya Paramita. Jakarta.
Daniel, M. 2002. Metode Penelitian Sosial Ekonomi, Dilengkapi beberapa Alat Analisa dan Penuntun Penggunaan.
Bumi Aksara. Jakarta. De Mers. 1997. Fundamental of Geographical Information System. John Wiley
Sons Inc. New York. Deptan. 1979. Budidaya Rumput Laut. Balai Informasi Pertanian. Jakarta.
Djais, F.H., Ansori Zamawi, Sigit Purnomo. 2002. Modul Sosialisasi dan
Orientasi Penataan Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil . Edisi
tahun 2003. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan
dan Perikanan RI. Jakarta. DKP Kutai Timur. 2005. Buku Tahunan Statistik Perikanan. Dinas Kelautan
Perikanan Kabupaten Kutai Timur. Sangatta. Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Fadhlan, M. 2003. Kajian Kesesuaian dan Optimasi Lahan Tambak Udang di
Wilayah Pesisir Kabupaten Bengkalis . Tesis tidak dipublikasikan.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fitran, S.L.D. 2005. Analisis Kesesuaian Lahan dan Kelayakan Finansial
Pengembangan Budidaya Perikanan di Wilayah Pesisir Kecamatan
117 Sangkulirang Kabupaten Kutai Timur.
Tesis tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hardjowigeno, S., Widiatmaka, A.S., Yogaswara. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah
. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kay, R. Jackie Alder. 1999. Coastal Planning and Management. E FN Spon. London.
Kajanus, M. 2001. Local Culture as A Strength of Rural Tourism - Expert Interview Analysis in Finland, Germany and Britain
. Working paper presented at Grass Roots Conference, 23-27 October, 2001 in Chipping,
Britain. Pohjois-Savo Polytechnic, Rural Education, Kotikyläntie 254, Iisalmi, Finland.
Kusumastanto, T. 1994. An Investment Strategy for The Development of Brackishwater Shrimp Aquaculture Industry in Indonesia
. Ph.D Dissertation in Economics
. Auburn University. Auburn, Alabama. USA. Muhammad, D. 1999. Penerapan Pendekatan Pengelolaan Wilayah Pesisir
Terpadu dalam Pembangunan Pariwisata Pantai di Kepulauan Derawan Propinsi Kalimantan Timur.
Tesis tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Muir, J. F. R. J. Roberts. 1985. Recent Advances in Aquaculture. Croom Helm Ltd., London, Sydney.
Nurhakim, S. 2001. Sea Farming sebagai Upaya Peningkatan Produksi melalui Perlindungan dan Pengkayaan
, hal.:10-16. Dalam, A. Sudrajat, E. S. Heruwati, A. Poernomo, A. Rukyani, J. Widodo E. Danakusumah
Eds.. Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Puslitbang Eksplorasi Laut dan Perikanan, Jakarta.
Paliawaludin, L.O. 2004. Analisis Kesesuaian Lahan dan Kebijakan Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Kendari
. Tesis tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Permadi, B. 1992. Buku Petunjuk Manual Mengenai Teori dan Aplikasi Model The Analytical Hierarchy Process AHP
. Pusat Antar Universitas-Studi Ekonomi Universitas Indonesia.
Pillay, T. V. R. 1990. Aquaculture, Principles and Practices. Fishing News Books, Oxford, London, Edinburgh, Cambridge, Victoria.
Prahasta, E. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika, Bandung.
Poernomo, A. 1992. Pemilihan Lokasi Tambak Udang Berwawasan Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.
118 Poerwowidagdo, S.J. 2003. Prosedur Analisis Sistem. Himpunan Materi Kuliah
Program Pasca Sarjana . Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rais, J., Budi Sulistiyo, Son Diamar, Tiene Gunawan, Monique Sumampouw,
Tjoek Azis S., Idwan Suhardi, Asep Karsidi, Sigit Widodo. 2004. Menata Ruang Laut Terpadu
. Pradnya Paramita. Jakarta. Rangkuti, F. 2002. Analisis SWOT, Teknik Membedah kasus Bisnis, Reorientasi
Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21 . Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta. Rustiadi, E., Sunsun S., Dyah R.P. 2006. Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah , Diktat tidak dipublikasikan. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Saaty, T.L. 1991. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin. Pustaka
Binaman Pressindo. Jakarta. Salusu, J. 1996. Proses Pengambilan Keputusan Perencanaan. Modul
Perencanaan Pembangunan. Pusat Studi Kebijaksanaan dan Manajemen Pembangunan-LPPM- Universitas Hasanuddin. Program Diklat Teknik
dan Manajemen Perencanaan Pembangunan Tingkat Dasar TMPP-D, Kerjasama OTO-BAPPENAS-Depdagri dengan Unhas. Ujung Pandang.
Sandy, I.M. 1986. Geografi Regional Indonesia. Jurusan Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Depok.
Saragih, A. 2004. Analisis Kerusakan Hutan Mangrove dan Upaya Rehabilitasi Berbasiskan Partisipasi Masyarakat Lokal di Sekitar Muara Sangatta,
Kalimantan Timur. Tesis tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana
Universitas Mulawarman. Samarinda. Shell, E. W T. F. Lowell. 1993. The Development of Aquaculture: an
Ecosystem Perspective . Alabama Agricultural Experiment Station,
Auburn University, Alabama. Situmorang, M. 2005, Sumberdaya Minyak dan Gas Bumi migas Lepas Pantai
Bahan Kuliah, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor, Bogor
Soebagio. 2004. Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut
Kepulauan Seribu dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Melalui Kegiatan Budidaya Perikanan dan Pariwisata. Disertasi tidak
dipublikasikan. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Subandar, A. 1999. Potensi Teknik Evaluasi Multi Kriteria dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 1 No. 5, hal 70-80.
119 Subandar, A. 2002. Multy Criteria Decision Making Techniques. Himpunan
Materi Kuliah PS-SPL IPB. Tidak diterbitkan. 22 hal. Subandar, A. Lukijanto. A. Sulaiman. 2005. Penentuan Daya Dukung Budidaya
Keramba Jaring Apung . Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Jakarta. Sugiarti; D.G. Bengen; R. Dahuri. 2000. Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang
Wilayah Pesisir di Kota Pasuruan – Jawa Timur . Jurnal. Pesisir Lautan,
Volume 3, No. 2. 2000. PKSPL-IPB, Bogor. Sukardi, K. 2007. Pengelolaan Pesisir untuk Pengembangan Perikanan.
Himpunan Bahan Kuliah Hand Out. PS-SPL IPB. Bogor Syahputra, Y. 2005. Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Budidaya Rumput
laut Euchema cottoni pada Kondisi Lingkungan yang berbeda dan Perlakuan Jarak tanam di Teluk Lhok Seudu.
Tesis tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tahir, A. 2002. Analisis Kesesuaian Lahan dan Kebijakan Pemanfaatan Wilayah Pesisir di Teluk Balikpapan
. Tesis tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tucker Jr., J. W. 1998. Marine Fish Culture. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht The Netherlands.
Unmul. 2002. Survei Potensi Kawasan Pesisir Kabupaten Kutai Timur. Laporan Penelitian. Universitas Mulawarman Unmul dan Bappeda Kabupaten
Kutai Timur. Sangatta Vincentius, Angelinus. 2003. Analisis Kesesuaian Lahan dan Arahan
Pengembangan Kawasan Pesisir Teluk Maumare, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur
. Tesis tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Wibowo, A. 2004. Aplikasi SIG untuk Kesesuaian Lahan Tambak. Modul Pelatihan. Laboratorium Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Inventarisasi Sumberdaya Alam. BPPT. Jakarta. Widigdo, B. 2006. MetodaTeknik Penentuan Daya Dukung Wilayah Pesisir.
Materi Kuliah. Tidak Diterbitkan. PS-SPL IPB. Bogor. Zatnika, A. 1985. Uji Coba Budidaya Rumput Laut di Nusa Dua Bali. Laporan
Penelitian. BPPT. Jakarta.
116
116
Lampiran 1:
Hasil Pengamatan Hidro-osenografi
Gelombang cm Lokasi
Posisi Geografis
Arus cmdt
Maksimal Minimal Salinitas
‰ Kecerahan
Suhu Permukaan
°C
pH Sedimen
Substrat Terumbu
Karang Biota
Laut Stasiun I
117°54’32”E 0°30’31”N
2,8 86,0 91,0 32 70
28 7
Pasir putih, karang pecah
HC
Teripang coklat
Stasiun II 117°57’20”E
0°38’15”N 8,3 51,5 33,0 30
50 30 7
Pasir putih, karang pecah
HC
Bulu babi, bintang laut biru, teripang
Stasiun III 117°66’30”E
0°57’40”N 1,8 40,0 32,0 30
60 30 8
Pasir putih, karang pecah
HC
Bulu babi, bintang laut biru, teripang
Stasiun IV 117°72’22”E
0°60’14”N 7,9 34,5 32,0 35 85-90
29 7
Pasir putih, karang pecah
HC
Bulu babi, bintang laut biru
Stasiun V 118°00’30”E
0°75’15”N 1,8 44,0 32,5 30
90 31 8
Pasir putih, karang pecah
SC dan HC
Bulu babi, bintang laut biru
Stasiun VI 117°99’20”E
0°95’10”N 3,2 34,5 18,0 30
60 29 8
Pasir putih, karang pecah
HC
Bulu babi, bintang laut biru, teripang
Waktu Pengamatan: HariTanggal : Kamis28 Desember 2006
Waktu :
09.00-selesai Wita
117
117
Lampiran 2: Bobot dan Prioritas Alternatif Kegiatan Perikanan untuk Pengembangan Kawasan Pesisir Kabupaten Kutai Timur
Responden Struktur
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
MEAN P
Kriteria Tujuan
Ekonomi 0.109
0.320 0.105
0.105 0.528
0.094 0.320
0.105 0.637
0.297 0.105
0.118 0.184
0.211
P3
Penurunan Konflik Sosial 0.309
0.122 0.258
0.637 0.140
0.280 0.122
0.258 0.258
0.163 0.258
0.268 0.230
0.264
P2
Kelestarian SDA dan Lingk 0.582
0.558 0.637
0.258 0.332
0.626 0.558
0.637 0.105
0.540 0.637
0.614 0.459
0.526
P1
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
0.873 1.000
Sub Kriteria Ekonomi
a. Peningkatan PAD 0.094
0.109 0.105
0.105 0.140
0.118 0.109
0.105 0.637
0.571 0.105
0.105 0.145
0.165
P3
b. Peningk Pendapatan Masy 0.626
0.582 0.637
0.258 0.528
0.268 0.582
0.637 0.258
0.143 0.637
0.637 0.436
0.497
P1
c. Penyerapan TK 0.280
0.309 0.258
0.637 0.332
0.614 0.309
0.258 0.105
0.286 0.258
0.258 0.297
0.338
P2
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
0.877 1.000
Sub Kriteria Sosial
c. Konflik antar Pelaku 0.792
0.417 0.683
0.683 0.643
0.402 0.556
0.620 0.380
0.560 0.386
0.332 0.518
0.542
P1
d. Konflik antar Ruang 0.208
0.583 0.317
0.317 0.357
0.598 0.444
0.380 0.620
0.440 0.614
0.668 0.437
0.458
P2
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
0.956 1.000
Sub Kriteria Lingkungan
f. SDA Dapat Pulih 0.240
0.582 0.637
0.637 0.297
0.105 0.582
0.230 0.637
0.594 0.637
0.528 0.420
0.486
P1
g. SDA tidak Pulih 0.373
0.109 0.105
0.258 0.540
0.637 0.109
0.648 0.258
0.157 0.258
0.140 0.241
0.280
P2
h. Jasa-jasa Lingkungan 0.387
0.309 0.258
0.105 0.163
0.258 0.309
0.122 0.105
0.249 0.105
0.332 0.202
0.234
P3
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
0.864 1.000
Alternatif Kegiatan
Bd TAMBAK
0.205 0.120 0.215 0.157 0.092 0.101 0.162 0.103 0.075 0.099 0.104 0.083 0.119 0.122 P3
Bd KARAMBA
0.363 0.341 0.498 0.437 0.510 0.531 0.472 0.279 0.426 0.492 0.458 0.463 0.432 0.442 P1
Bd RUMPUT LAUT 0.432
0.539 0.287 0.406 0.398 0.368 0.366 0.618 0.499 0.409 0.438 0.456 0.427 0.436 P2
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.000
1.000 1.002
0.979 1.000
118
118
Lampiran 3:
Nilai Produksi Perikanan Budidaya Pantai Menurut Kecamatan, 2005 Dalam Ribuan
Kecamatan
SEKTOR Total
Kecamatan
Perikanan Laut
Perikanan Darat
Tambak Kolam Karamba
Kerapu Rumput Laut
Sangatta
837,600.00 3,801.80
13,500,000.00 25,740,000.00
40,875,000.00 8,400,000.00
89,356,401.80
Bengalon
549,400.00 1,900.90
18,000,000.00 -
- 7,200,000.00
25,751,300.90
Kaliorang
2,375,500.00 -
61,250,000.00 -
- 8,100,000.00
71,725,500.00
Sangkulirang
349,300.00 -
36,750,000.00 -
- -
37,099,300.00
Sandaran
350,700.00 -
- - -
- 350,700.00
Sektor i Kabupaten
4,462,500.00 5,702.70
129,500,000.00 25,740,000.00
40,875,000.00 23,700,000.00
Total Sektor Kabupaten
224,283,202.70
Sumber: Buku Tahunan Statistik Perikanan Dinas Kelautan Perikanan Kab. Kutai Timur, 2005
119
Lampiran 4: Sumber: Badan Pusat Statistik Kab. Kutai Timur, 2006
LAPANGAN USAHA 2000
r
2001
r
2002
r
2003
r
2004
r
2005
1. PERTANIAN 287,474.21