5
2.2 Konsepsi Hukum Adat Mengenai Pertanahan
Konsepsi hukum adat dirumuskan sebagai konsepsi nilai-nilai komunalistik religious, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang
bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan dan berhubungan dengan nilai- nilai magisreligius. Sifat komunalistik merujuk pada hak bersama para anggota masyarakat
hukum adat atas tanah, yang kemudian dalam kepustakaan hukum disebut sebagai Hak Ulayat. Jadi di dalam hukum adat, permasalahan tanah tidak hanya terkait kepemilikannya,
tetapi juga nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan yang ada pada pemanfaatankepemilikan tanah tersebut.
2.2.1 Pembentuk Masyarakat Adat
Hukum adat mengenai pertanahan berarti peraturan terkait norma-norma adat dalam pengelolaan tanah dalam kehidupan masyarakat hukum adat. Sedangkan
masyarakat adat menurut pertumbuhannya dapat terbentuk dan digolongkan sebagai berikut
1
: 1.
Masyarakat Geneologis Adalah masyarakat adat yang terbentuk karena adanya ikatan kekeluargaan sehingga
tercipta hubungan yang sangat akrab; 2.
Masyarakat Teritorial Adalah masyarakat adat yang terbentuk karena para individunya memiliki keinginan
yang sama untuk bertempat tinggal di suatu tempatdaerah; 3.
Masyarakat Gabungan Adalah masyarakat gabungan antara Geneologis dan Teritorial.
Dari pola hubungan masyarakat tersebut, dalam perkembangan dan pertumbuhannya memerlukan beberapa unsur sumberdaya kebutuhan untuk
kelangsungan hidupnya, yang diantaranya: 1.
Sumber-sumber alami yang menyediakan atau memberikan bahan-bahan bagi kepentingan hidupnya dimana tanah merupakan pengandung sumber-sumber
1
Kartasapoetra, G. 1985. Hukum Tanah: Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah. Jakarta: Bina Aksara hal.87
6 tersebut, sehingga tanah sebagai tempat tinggal dan tanah sebagai pengandung
sumber-sumber tersebut 2.
Kebudayaan; yang pada waktu itu tumbuh dan dikembangkan oleh para anggota masyarakat itu sendiri
Kebudayaan dan pola pemenuhan atas kebutuhan hidup yang berkembang dalam kehidupan masyarakat menciptakan sebuah peraturan normatik mengenai hak-hak dan
kewajiban dalam hal pengelolaan dan pendayagunaan tanah yang bersifat tidak tertulis yang kemudian dipahami dan diakui keberadaannya oleh masyarakat adat yang
membentuk suatu persekutuan hukum untuk.
2.2.2 Hak Ulayat dan Hak Milik atas Tanah dalam Hukum Adat
Hak suatu persekutuan hukum atas tanah-tanah di sekitar lingkungannya dikenal dengan istilah Hak Ulayat. Ulayat artinya adalah wilayah, Hak Ulayat tersebut
merupakan hak suatu persekutuan hukum dalam suatu desasuku dimana para warga masyarakat persekutuan hukum tersebut mempunyai hak untuk menguasai
tanahsebidang tanah yang ada di sekitar lingkungannya atau membatasi penguasaan lain diluar persekutuan hukum yang diakui, dimana pelaksanaannya diatur oleh Ketua
Persekutuan Hukum yang biasanya adalah seorang kepala suku atau kepala desa di suatu wilayah yang bersangkutan.
Van Vollenhoven
2
1925 menyatakan, “Hak ulayat mempunyai arti yang cukup
luas karena memberikan bermacam-macam hak kepada warga persekutuannya secara terjamin dan terlindungi, yaitu:
1. Hak menggunakan tanah sebagai tempat tinggal mendirikan bangunan rumah
2. Melakukan bercocok tanam dan mengumpulkan hasil hutan,
3. Menggembalakan ternak pada tanah-tanah tertentu untuk berburu atau menangkap
ikan. Secara hierarkis, tata-susunan hak-hak penguasaan
3
atas tanah dalam hukum adat adalah:
2
Kartasapoetra, G. 1985. Hukum Tanah: Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah. Jakarta: Bina Aksara hal.89
3
Harsono, Budi. 2005. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan hal. 183
7 1.
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, sebagai hak penguasaan yang tertinggi, beraspek hukum keperdataan dan hukum publik
2. Hak Kepala Adat dan Parat Tetua Adat, yang bersumber pada Hak Ulayat dan
beraspek hukum publik semata, 3.
Hak-hak atas Tanah, sebagi hak-hak individual yang secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada Hak Ulayat dan beraspek hukum keperdataan.
Jadi Hak Ulayat adalah hak kepemilikan tanah yang dimiliki oleh suatu persekutuan adat hak kepunyaan bersama bukan secara individualistik seperti
pemahaman Hukum Barat. Namun dalam perkembangannya, Hak Ulayat dalam budayahukum adat berkembang juga menjadi hak milik yang hingga kini masih
diterapkan dalam sebagian besar masyarakat yang juga bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, atas:
1. Adanya sangsi-sangsi,
2. Adanya aturan-aturan walaupun bersifat tidak tertulis tetapi sangat ditaati, dan diakui
sebagai sebuah aturan yang harus dipatuhi. 3.
Dilindungi oleh sesuatu kekuatan yang mempunyai wewenang power and otority yang dipegang oleh Kepala Persekutuan Adat Kepala SukuKetua Adat maupun
unsur nilai magis-religius yang diyakini oleh masyarakatpersekutuan hukum. Adapun ketentuan yang secara umum harus dijalankan persekutuan hukum yang
memiliki hak milik atas tanah di wilayah hukum adat, yaitu
4
: 1.
Tidak menimbulkan gangguan terhadap warga lainnya, 2.
Apabila diperoleh sesuatu sumber yang mengandung bahanunsur yang bermanfaat bagi kehidupan, penggunaannya diserahkan pada kebijaksanaan Kepala Persekutuan
Hukum, dan 3.
Apabila tanah tersebut ditelantarkan maka tanah tersebut akan kembali menjadi milik persekutuan hukum yang dilindungi oleh Hak Ulayat dan Kepala Persekutuan
4
Kartasapoetra, G. 1985. Hukum Tanah: Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah. Jakarta: Bina Aksara hal.92
8 Hukum akan mengatur pendayagunaannya atau dapat digunakan untuk kepentingan
bersama. Dari ketentuan umum tentang hak milik tanah dalam hukum adat di atas, maka
jelas terdapat nilai-nilai sosialisme yang dilaksanakan mendasari kelangsungan hidup bermasyarakat dalam hal pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya tanah.
Dalam sistem Hukum Adat tidak mengenal tidak dikenal lembaga yang menjamin hak atas tanah seperti dalam pengertian modern. Kepala SukuKetua Adat
sebagai pemimpin dalam persekutuan hukum adat berfungsi pula sebagai pelaksana dan mengawasi aktifitas para masyarakat anggota persekutuan hukum adat terkait
pengelolaan, pendayaguaan, hingga transaksi yang dilakukan terkait tanah sebagai objek yang diatur dalam hukum adat.
2.3 Hukum Adat Mengenai Pertanahan di Indonesia