Analisis Kadar Bioetanol TINJAUAN PUSTAKA

Untuk membawa sampel dari pangkalan injeksi melalui kolom menuju detektor diperlukan suatu gas pembawa atau fasa bergerak. Gas pembawa atau fasa bergerak harus bersifat inert, memiliki kemurnian yang tinggi, dan cocok dengan detektor yang digunakan. Gas pembawa yang biasanya digunakan adalah hidrogen, nitrogen, helium, dan argon. Injektor sebagai salah satu komponen kromatografi gas yang berfungsi untuk memasukkan sampel dan berfungsi untuk menguapkan sampel dan mencampurkan uap sampel dengan gas pembawa. Injektor dilengkapi dengan blok pemanas heater block yang digunakan untuk mengatur suhu injektor. Setelah sampel diinjeksikan, sampel tersebut dialirkan oleh gas pembawa menuju kolom. Kolom berfungsi sebagai fase diam dan merupakan tempat terjadinya proses pemisahan komponen-komponen dalam campuran berdasarkan perbedaan interaksi komponen sampel dengan fasa diam. Ada 3 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas packing column, kolom kapiler capillary column, dan kolom preparatif preparative column. Komponen-komponen yang meninggalkan kolom selanjutnya dideteksi menggunakan detektor. Ada beberapa jenis detektor yang sering digunakan dalam kromatografi gas, antara lain Flame Ionization Detector FID, Thermal Conductivity Detector TCD, Flame Photometric Detector FPD, Flame Photometric Detector FPD, dan Mass Spectrometer MS. Flame Ionization Detector FID, adalah detektor yang digunakan untuk mengukur komponen-komponen sampel yang memiliki gugus alkil. Di dalam FID komponen-komponen sampel akan terionisasi, dan ion-ion yang dihasilkan akan dikumpulkan oleh ion pengumpul, kemudian arus yang dihasilkan akan dikonversi menjadi satuan tegangan. Semakin tinggi konsentrasi komponen, semakin banyak pula ion yang dihasilkan sehingga responnya juga akan semakin besar. Thermal Conductivity Detector TCD, adalah detektor yang bekerja dengan prinsip mengukur daya hantar panas dari masing-masing komponen. TCD merupakan detektor yang paling umum digunakan karena semua komponen memiliki daya hantar panas. Flame Photometric Detector FPD, adalah detektor khusus untuk mendeteksi senyawa yang mengandung sulfur, posfor, dan organotimah. Prinsip kerja jenis detektor ini adalah energi yang diemisikan dari pembakaran senyawa komponen akan dilewatkan pada filter tertentu, kemudian dideteksi oleh photomultiflier. Flame Thermionic Detector FTD, adalah detektor khusus untuk mendeteksi senyawa yang mengandung nitrogen atau organo-posfor. Prinsipnya adalah hasil pembakaran senyawa komponen akan direaksikan dengan garam Rubidium dan respon listrik yang dihasilkan akan dikonversi dalam satuan tegangan. Mass Spectrometer MS, jenis detektor yang prinsip kerjanya berdasarkan pemecahan komponen-komponen sampel menjadi ion-ion fragmen, lalu ion-ion fragmen tersebut dilewatkan pada Mass Analyzer untuk dipisahkan berdasarkan perbedaan massa atau muatan. Selanjutnya diteruskan ke ion detektor untuk mendeteksi jumlah ion yang dihasilkan. Hasil deteksi akan dicatat oleh recorder sebagai kromatogram yang berupa puncak peak. Dewasa ini telah banyak penelitian yang menggunakan kromatografi gas untuk menentukan kadar etanol hasil fermentasi. Najafpour et al. 2004 melakukan penelitian menggunakan kromatografi gas untuk menentukan kadar etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi glukosa menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Dalam penelitian tersebut, gas pembawa yang digunakan adalah nitrogen, detektor yang digunakan adalah FID dan kolom yang digunakan adalah kolom Porapak QS 100120 mesh. Suhu oven pada kolom diatur sebesar 175 o C dan suhu detektor adalah 185 o C. Standar yang digunakan adalah isopropanol. Etanol yang diperoleh dari fermentasi gula reduksi sebanyak 150 gL adalah sebesar 57 gL atau setara dengan konversi gula reduksi sebesar 38. Ocloo dan Anyernor 2010 juga juga telah melakukan penelitian untuk memproduksi bioetanol dari hidrolisat tepung singkong dengan bantuan Saccharomyces cerevisiae. Ocloo dan Anyernor 2010 menganalisis kadar etanol menggunakan metode kromatografi gas. Jenis kolom yang digunakan adalah kolom Carbowax, detektor FID, dan gas pembawa nitrogen. Kondisi perlakuan yang diterapkan yaitu suhu oven sebesar 80 o C, suhu detektor dan injektor sebesar 200 dan 160 o C. Standar yang digunakan adalah etanol dengan konsentrasi 99,8 vv. Kadar bioetanol optimum yang diperoleh dari fermentasi hidrolisat secara enzimatik adalah 77,4. Merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Najafpour et al. 2004, maka dalam penelitian ini akan digunakan kromatografi gas dengan gas pembawa nitrogen N, detektor FID, dan kolom Porapak QS 100120 mesh. Kondisi analisis dalam penelitian ini juga dibuat sama dengan penelitian tersebut.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung dan Laboratorium Afiliasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah water batch Precisterm, neraca analitik Wiggen Houser, spektrofotometer UV-VIS Varian Cary 100, autoklaf Kleinfeld-Germany HV-L25, laminar air flow ESCO AVC4A1, Kromatografi gas GC-2010 AF Shimadzu, blender Philips, oven, mortar, alat sentrifuge, pH meter, cawan petri, jarum ose, dan alat-alat yang umum digunakan di laboratorium. Bahan yang digunakan adalah umbi talas taro, yakni umbi primer dan umbi sekunder, H 2 SO 4 pekat, glukosa, fenol, K 2 Cr 2 O 7 0,05M, DNS, NaOH, akuades, pati, larutan Fehling A dan B, NaOH, Na-K tartarat, larutan iodium 0,01N, pati murni, Na 2 SO 3 , Saccharomyces cerevisiae, air kelapa, serbuk kulit kayu raru, nira, buffer phospat pH 5, NaCl 0,85, kertas saring, dan alumunium foil.

C. Prosedur Penelitian

1. Preparasi Tepung Umbi Talas

Sampel umbi talas yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung, yang dihasilkan dari umbi yang sudah dipreparasi. Preparasi umbi talas dilakukan dengan mengupas kulit talas dan dicuci, lalu umbi yang sudah bersih dihaluskan hingga menjadi bubur, dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 o C selama 24 jam. Sampel dihaluskan kembali dengan cara ditumbuk dalam mortar, kemudian disimpan dalam wadah kedap udara agar tidak ditumbuhi mikroorganisme. 2. Penentuan Kadar Pati Kadar pati umbi talas taro ditentukan dengan metode spektrofotometer UV-Vis menggunakan pereaksi iodium. Kurva standar dibuat terlebih dahulu dengan menggunakan pati standar. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan mensuspensikan pati dengan massa yang berbeda, yakni 0,01; 0,1; 0,2; dan 0,3 gram pati standar dalam 15 mL akuades. Ke dalam campuran kemudian ditambahkan larutan iodium 0,01 N sebanyak 1,5 mL, lalu diaduk hingga terjadi perubahan warna menjadi biru keunguan. Sampel kemudian disentrifuge dan filtratnya dianalisis dengan sepektrofotometer UV-Vis, dengan mencatat absorbansi pada nm dan absorbansi yang terukur yakni absorbansi I 3 sisa . Selain itu, dilakukan juga pengukuran absorbansi iodium yang tidak direksikan dengan pati standar. Iodium yang bereaksi didapat dari pengurangan absorbansi iodium yang tidak direksikan dengan absorbansi I 3 sisa. Dari pengukuran ini dibuat kurva standar, dengan mengalurkan konsentrasi pati standar terhadap absorbansi iodium yang bereaksi untuk mendapatkan persamaan garis linier yang menghubungkan kadar pati dan absorbansi. Untuk menentukan kadar pati dalam sampel, sebanyak 0,2 g sampel disuspensikan dalam 15 mL akuades dan diperlakukan sama dengan pati standar. Filtrat sampel lalu dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis dengan cara yang sama seperti standar, kadar pati dalam sampel dihitung menggunakan persamaan garis yang didapatkan dari kurva standar, yaitu y = a + bx, dimana y adalah absorbansi sampel dan x adalah kadar pati. Kadar pati dalam dapat dihitung berdasarkan rumus berikut: Kadar pati = x 100 3. ... Hidrolisis Umbi Talas Taro Dalam penelitian ini, serangkaian percobaan hidrolisis dilakukan untuk mempelajari pengaruh tiga variabel, yakni pH, waktu, dan suhu dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi optimum berdasarkan nilai optimum dari masing- masing variabel dan berdasarkan kadar gula reduksi yang dihasilkan dari masing- masing percobaan.

3.1. Penentuan pH Optimum

Untuk tujuan ini, percobaan hidrolisis dilakukan pada pH yang berbeda, yakni 2, 3, 4, dan 5. Untuk pelaksanaan percobaan, sebanyak 20 gram tepung umbi talas disuspensikan dalam 250 mL akuades, yang pH nya sudah diatur terlebih dahulu sesuai dengan yang ditentukan. Sampel lalu dihidrolisis pada suhu tetap, yakni