BAB-3-FUGASITAS-DAN-KOEFISIEN-FUGASITAS

BAB 3

Hubungan antara G dengan T dan P untuk sistem
tertutup:
d(nG) = (nV) dP – (nS) dT

(2.14)

Untuk fluida fasa tunggal dalam sistem tertutup tanpa
reaksi kimia:
   nG 
 nV
 P 
T ,n
   nG   nS
 T  P ,n

Untuk sistem terbuka fasa tunggal:
nG = g(P, T, n1, n2, . . . , ni, . . . )
Diferensial total:
  nG 

  nG 
  nG 
d nG  
dP 
dT   
dni



i  ni  T ,P,n
 P  T ,n
 T  P,n
j i
Potensial kimia didefinisikan sebagai:
  nG 
i  


n


i  T ,P,nj i

(3.1)

Sehingga pers. di atas menjadi
d nG   nV dP  nS dT    i dni
i

(3.2)

Untuk sistem yang terdiri dari 1 mol, n = 1 dan n i = xi
dG V dP SdT    i dxi
i

(3.3)

Pers. (3.3) ini menyatakan hubungan antara energi
Gibbs molar dengan variabel canonical-nya, yaitu T,
P, dan {xi}:
G = G(T, P, x1, x2, . . . , xi, . . . )


Dari pers. (3.3):
 G 
S  

 T  P,x
 G 
V 

 P  T ,x



gas



cair





d nG

Ditinjau satu sistem tertutup
yang terdiri dari dua fasa yang
berada dalam keadaan
keseimbangan.
Setiap fasa berlaku sebagai
satu sistem terbuka.


  nV dP

 nS dT   i dni
i








d nG   nV dP  nS dT    i dni
i

d(nG) = (nV) dP – (nS) dT
Perubahan total energi Gibbs untuk sistem
merupakan jumlah perubahan dari masing-masing
fasa
d nG   nV dP  nS dT   i dni   i dni
i

i

Secara keseluruhan, sistem merupakan sistem
tertutup, sehingga persamaan (2.14) juga berlaku:

 i dni   i dni  0
i


dni dandni

i

ada akibat transfer massa antar fasa.

Menurut hukum kekekalan massa:
dni  dni
 dni dni

  i  i  dni  0
i






dn



dn
 i i  i i 0
i

i

  i dni    i dni 0
i

i

   i dni   i dni  0
i

Karena dni independen dan sembarang, maka satusatunya cara agar ruas kiri pers. di atas = 0 nol
adalah bahwa setiap term di dalam tanda
kurung =



 i   i 0
0:
 i   i
(i = 1, 2, . . . , N)
Jadi pada keadaan keseimbangan, potensial kimia
setiap spesies adalah sama di setiap fasa.

Penurunan dengan cara yang sama menunjukkan
bahwa pada keadaan keseimbangan, T dan P kedua
fasa adalah sama.
Untuk sistem yang terdiri dari lebih dari 2 fasa:

 i   i . . .   i

(i = 1, 2, . . . , N)

(3.6)

Definisi dari partial molar property:

  nM 
Mi  


n

i  T ,P,nj

(3.7)

Mi mewakili Ui , Hi , Si , Gi , dll.
Partial molar property merupakan suatu response
function, yang menyatakan perubahan total property
nM akibat penambahan sejumlah diferensial spesies
i ke dalam sejumlah tertentu larutan pada T dan P
konstan.
Pembandingan antara pers. (3.1) dan (3.7):

 i  Gi


(3.8)

When one mole of water is added to a large
volume of water at 25 ºC, the volume increases
by 18 cm3.
The molar volume of pure water would thus be
reported as 18 cm3 mol-1.
However, addition of one mole of water to a
large volume of pure ethanol results in an
increase in volume of only 14 cm3. The reason
that the increase is different is that the volume
occupied by a given number of water molecules
depends upon the identity of the surrounding
molecules.
The value 14 cm3 is said to be the partial molar

HUBUNGAN ANTARA MOLAR PROPERTY DAN
PARTIAL MOLAR PROPERTY
nM = M(T, P, n1, n2, . . . , ni, . . . )
Diferensial total:

  nM 
 nM 
 nM 


d nM  
dP 
dT   
dni



 P  T ,n
 T  P,n
i  ni  T ,P,n
j
Derivatif parsial pada suku pertama dan kedua ruas
kanan dievaluasi pada n konstan, sehingga:
  nM 
M 
M 


d nM  n
dni
 dP n
 dT   

 P  T ,x
 T  P,x
i  ni  T ,P,n
j

Derivatif parsial pada suku ketiga ruas kanan
didefinisikan oleh pers. (3.7), sehingga:
M 
M 


d nM  n
 dP n
 dT   Mi dni
 P  T ,x
 T  P,x
i
(3.9)
Karena ni = xi n, maka
dni = xi dn + n dxi
Sedangkan d(nM) dapat diganti dengan:
d(nM) = n dM + M dn

Sehingga pers. (3.9) menjadi:
M 
M 


ndM M dn n
 dP n
 dT
 P  T ,x
 T  P,x
  Mi  xi dn ndxi 
i

Suku-suku yang mengandung n dikumpulkan,
demikian juga suku-suku yang mengandung dn:


M 
M 


 dM  P  dP  T  dT   Mi dxi  n

 T ,x

 P,x
i


 M   xi Mi  dn 0


i

n dan dn masing-masing independen dan sembarang,
sehingga satu-satunya cara untuk membuat ruas
kanan sama dengan nol adalah dengan membuat
term yang berada dalam kurung sama dengan nol.
M 

dM 
 dP
 P  T ,x

 M  dT  M dx  0
 i i


 T  P,x
i

M 
M 


dM  
 dP 
 dT   Mi dxi
 P  T ,x
 T  P,x
i

(3.10)

Pers. (3.10) ini sama dengan (3.9), jika n = 1.

M   xi Mi  0
i

(3.11)

M   xi Mi
i

Jika pers. (3.11) dikalikan dengan n, maka
(3.12)

nM   ni Mi
i

Diferensiasi terhadap pers. (3.11) menghasilkan:
dM   xi dMi   Mi dxi
i

i

Jika dimasukkan ke pers. (3.10) maka akan menjadi:

 xi dMi   Mi dxi 
i

i

M 
M 



 dP 
 dT   Mi dxi
 P  T ,x
 T  P,x
i
Selanjutnya akan diperoleh persamaan GIBBS/DUHEM:
 M  dP  M  dT  x dM  0
 i i




 P  T ,x
 T  P,x
i

(3.13)

Untuk proses yang berlangsung pada T dan P konstan:

 xi dMi  0
i

(3.14)

Jika n mol gas ideal memenuhi ruangan dengan
volume Vt pada temperatur T, maka tekanannya
adalah:
nRT
(A)
P t
V
Jika ni mol spesies i dalam campuran ini memenuhi
ruangan yang sama, maka tekanannya:
ni RT
pi  t
V

(B)

Jika pers. (B) dibagi dengan pers. (A), maka
pi ni
  xi
P n
pi = y i P

(i = 1, 2, . . . , N)

Partial molar volume untuk gas ideal:
ig




   nRT P 

nV
ig
Vi  




n

n
 T ,P,nj

 T ,P,nj 
i
i

RT  n 
RT


 
P  ni  nj
P

Jadi untuk gas ideal:
Viig Viig
Gas ideal merupakan
gas model yang terdiri
dari molekul-molekul
imajiner yang tidak
memiliki volume dan
tidak saling
berinteraksi

(3.15)

Property setiap
spesies tidak
dipengaruhi oleh
keberadaan spesies
lainnya

Dasar dari Teori
Gibbs

TEORI GIBBS:
Partial molar property (selain volume) dari suatu
spesies dalam campuran gas ideal sama dengan
molar property tersebut untuk spesies dalam
keadaan murni pada temperatur campuran tapi
tekanannya sama dengan tekanan partial
spesies tersebut dalam campuran.
Pernyataan matematis untuk teori Gibbs:
Miig T , P  Miig T , pi 

untuk Miig  Viig

(3.16)

Karena enthalpy tidak tergantung pada P, maka
Hiig T , pi   Hiig T , P
Sehingga:
Hiig T , P  Hiig T , P
Hiig  Hiig

(3.17)

Dengan memasukkan pers. (3.11):
Hig   yi Hiig
i

(3.18)

Persamaan yang sejenis juga berlaku untuk U ig dan
property lain yang tidak tergantung pada tekanan.
Pers. (3.18) dapat ditulis ulang dalam bentuk:
Hig   yi Hiig  0
i

Untuk gas ideal, perubahan enthalpy pencampuran = 0

Untuk gas ideal:
ig

PV  RT

RT
V 
P
 V ig 
R

 
 T  P P
ig

Jika dimasukkan ke pers. (2.25):
ig


 

V
ig
ig
ig
  dP
dH  CP dT  V  T 
 T  P 


(2.25)

R 
 ig

dH  C dT  V  T    dP
 P P 

ig

ig
P

dHig  CPig dT

(3.19)

Jika dimasukkan ke pers. (2.26):
ig
ig dT
dS  CP

T

 V ig 

 dP
 T  P

dT
dP
dS  C
 R
T
P
ig

(2.26)
(3.20)

ig
P

Untuk proses pada T konstan:
dSig   Rd lnP
P

P

ig

dS   R d lnP

pi

(T konstan)
(T konstan)

pi

P
P
S  T , P  S  T , pi    R ln   R ln
 R ln yi
pi
yi P
ig
i

ig
i

Siig T , pi   Siig T , P  R ln yi

Menurut per. (3.16):
Siig T , P  Siig T , pi 
Sehingga:
Siig T , P  Siig T , P  R ln yi
Siig  Siig  R ln yi

(3.21)

Menurut summability relation, pers. (3.12):
Sig   yi Siig   yi  Siig  Rlnyi 
i

i

Sehingga pers. (3.21) dapat ditulis sebagai:
Sig   yi Siig  R yi ln yi
i

i

(3.22)

Perubahan entropy yang menyertai pencampuran
gas ideal dapat diperoleh dengan menyusun ulang
pers. (3.22) menjadi:
Sig   yi Siig  R yi ln yi
i

i

Atau:
1
S   yi S  R yi ln
yi
i
i
ig

ig
i

Karena 1/yi >1, maka ruas sebelah kanan selalu
positif, sesuai dengan hukum kedua Termodinamika.
Jadi proses pencampuran adalah proses ireversibel.

Energi bebas Gibbs untuk campuran gas ideal:
Gig = Hig – T Sig
Untuk partial property:
Giig  Hiig  T Siig

Substitusi pers. (3.17) dan (3.21) ke persamaan di atas:
Giig  Hiig  T Siig  RT lnyi
Atau:

 iig  Giig  Giig  RT lnyi

(3.23)

Cara lain untuk menyatakan potensial kimia adalah
dengan menggunakan pers. (2.14)
dGiig   Siig dT  Viig dP

(2.14)

Pada temperatur konstan:
RT
dP
dG V dP
dP RT
P
P
ig
i

ig
i

(T konstan)

Hasil integrasi:
Giig  i  T   RT lnP

(3.24)

Jika digabung dengan pers. (3.23):

 iig  i  T   RT ln yi P

(3.25)

Energi Gibbs untuk campuran gas ideal:
Gig   yi i  T   RT  yi ln yi P
i

i

Karena Giig   yiGiig   yi  iig
i

i

  yi  i  T   RT ln yi P 
i

(3.26)

Persamaan
yang analog
untuk fluida
nyata:

Pers. (3.24) hanya
berlaku untuk zat murni
i dalam keadaan gas
ideal.

Gi  i  T   RT lnfi

(3.27)

Dengan fi adalah fugasitas zat murni i.

Pengurangan pers. (3.24) dengan (3.27) menghasilkan:
fi
Gi  G  RT ln
P
ig
i

Menurut pers. (2.39):

fi
Gi  G  RT ln
P
ig
i

Gi  Giig  GR
Sedangkan rasio fi/P merupakan property baru yang
disebut KOEFISIEN FUGASITAS dengan simbol i.
R
i

G  RT lni

dengan

fi
i 
P

GRi
ln i 
RT

(3.28)

(3.29)

Definisi dari fugasitas dilengkapi dengan
pernyataan bahwa fugasitas zat i murni dalam
keadaan gas ideal adalah sama dengan
tekanannya:
fiig  P

(3.30)

Sehingga untuk gas ideal GR = 0 dan i = 1.
Menurut pers. (2.46):
GiR P
dP
  Zi  1
RT 0
P

(T konstan)

Persamaan (3.28) dan (2.46) dapat disusun ulang menja
P

dP


lni   Zi  1
0

P

(T konstan)

(3.31)

Persamaan (3.31) dapat langsung digunakan
untuk meng-hitung koefisien fugasitas zat murni i
dengan menggunakan persamaan keadaan dalam
bentuk volume explicit.
Contoh persamaan keadaan dalam bentuk volume
explicit adalah pers. Virial 2 suku:

Bi P
Zi 1
RT

Bi P
Zi  1 
RT

P

dP P Bi
lni   Zi  1
  dP
P 0 RT
0

(T konstan)

Karena Bi hanya tergantung pada temperatur, maka
Bi P
lni 
dP

RT 0
Bi P
lni 
RT

(T konstan)

(3.32)

Bagaimana untuk persamaan keadaan kubik yang
merupakan persamaan yang berbentuk P
eksplisit?
Gunakan pers. (2.55)
GRi

Vi

 dVi 
 Zi  1 lnZi   Zi  1 

RT

 Vi 
Vi

 dVi 
lni  Zi  1 lnZi   Zi  1 


 Vi 

(2.55)

(3.33)

Atau:
1 Vi 
RT 
lni  Zi  1 lnZi 
P
 dVi

RT  
Vi 

(3.34)

KOEFISIEN FUGASITAS SENYAWA MURNI
DARI BEBERAPA PERSAMAAN KEADAAN:
1. Van der Waals
RT
a
P
 2
V b V
a
b 
 
ln  Z  1 
 ln Z 1   
RTV
V 
 

(3.34)

2. Virial
B C
Z 1   2
V V
P   C  B   P   D  3BC  2B   P 

ln  B  
  
   ... (3.35)
2  RT 
3
 RT 
 RT 
2

2

2

3

3. Redlich-Kwong
RT
a
P

V  b V V  b 
b   a 
b
 
ln  Z  1  ln Z 1    
ln 1  
V   bRT 
V
 

(3.36)

4. Soave-Redlich-Kwong
RT
a
P

V  b V V  b 
b   a 
b
 
ln  Z  1  ln Z 1    
ln 1  
V   bRT 
V
 

(3.37)

5. Peng-Robinson
RT
a
P
 2
V  b V  2bV  b2
b 
a
 V  2,414b 
 
ln  Z  1  ln  Z 1    
ln

V   2 2 bRT  V  0 ,414b 
 

(3.38)

KESEIMBANGAN FASA UAP-CAIR
UNTUK ZAT MURNI
Pers. (3.27) untuk zat murni i dalam keadaan uap jenuh
GiV  i  T   RT lnfiV

(3.27a)

Untuk cair jenuh:
GiL  i  T   RT lnfiL
Jika keduanya dikurangkan:
V
f
GiV  GiL  RT ln iL
fi

(3.27b)

Proses perubahan fasa dari uap menjadi cair atau
sebaliknya terjadi pada T dan P konstan (P isat).
Pada kondisi ini:
GiV  GLi 0
Sehingga:
fiV fiL fisat

(3.38)

Untuk zat murni, fasa cair dan uap ada bersama-sama
jika keduanya memiliki temperatur, tekanan dan
fugasitas yang sama

Cara lain:

Sehingga:

sat
f
isat  i sat
Pi

(3.39)

iV Li isat

(3.40)

Untuk zat murni, fasa cair dan uap ada bersama-sama
jika keduanya memiliki temperatur, tekanan dan
koefisien fugasitas yang sama

Persamaan (3.40) lebih banyak digunakan sebagai kriteria
keseimbangan, karena koefisien fugasitas dapat dihitung/
diturunkan dari persamaan keadaan (persamaan 3.34 – 3.38)

Dalam perhitungan keseimbangan fasa uap dan cair untuk zat
murni, sebenarnya kita harus menyelesaikan serangkaian
persamaan:
V V f  T , P 

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(a)

V L f  T , P 

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(b)

V f  T , P , V V 

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(c)

L f  T , P, V L 

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(d)

V L

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(e)

Dalam hal ini kita memiliki 5 persamaan dengan 6 buah variabel
(T, P, VV, VL,  V, dan  L).
Agar persamaan tersebut dapat diselesaikan maka jumlah
persamaan harus sama dengan jumlah variabel, atau derajat
kebebasan harus sama dengan nol.
derajat kebebasan = jml variabel bebas – jml persamaan
Dalam hal ini:
derajat kebebasan = 6 – 5 = 1
Hal ini berarti bahwa kelima persamaan tersebut dapat
diselesaikan hanya bila salah satu variable bebas ditentukan
nilainya.

Dalam hal keseimbangan fasa-uap cair zat murni, variabel bebas
yang dipilih adalah T atau P.
Jika yang ditentukan adalah T, maka serangkaian persamaan
tersebut dapat digunakan untuk menghitung tekanan jenuh atau
tekanan uap jenuh.
Sistem persamaan tersebut pada dasarnya dapat direduksi
menjadi satu persamaan:
V L
atau
V
f  P   L  1 0 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(f)


Jadi intinya adalah kita akan menyelesaikan satu persamaan
(pers. f) dengan satu variabel, yaitu P.
Yang menjadi masalah adalah bahwa persamaan tersebut bukan
merupakan persamaan linier.
Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan persamaan
tersebut adalah dengan cara NUMERIK.

Algoritma:
1. Tebak nilai P
2. Hitung ZV dan ZL dengan metoda analitis
3. Hitung VV
4. Hitung VL
5. Hitung  V dengan pers. (C)
6. Hitung  L dengan pers. (D)
7. Hitung Rasio =  V/ L
8. Jika Rasio  1, tebak nilai P yang baru  HOW???
9. Ulangi langkah 2-8

Ada banyak metoda numerik yang dapat digunakan, tetapi dalam
persoalan perhitungan keseimbangan fasa ini cara yang paling
mudah adalah BISECTION METHOD.

fL
fM
xL

xM

xR
fR

ALGORITMA:
1. Tebak nilai xL dan xR (= xL + x)
2. Hitung fL = f(xL) dan fR = f(xR)
3. Hitung fL  fR
4. i = 0
5. Jika (fL  fR) > 0 maka :
a. Jika fL  <  fR  maka:


xR = x L



xL = xR – x

Kembali ke langkah 2
b. Jika fL  >  fR  maka:



xL = x R



xR = xL + x

6. Jika (fL  fR) < 0 maka :
7. i = i + 1

xL  xR
8. Hitung xM: x M 
2
9. Hitung fM = f(xM)
10. Jika fM  1  10-6 maka x = xM, selesai
11. Hitung fL  fM
12. Jika (fL  fM) > 0 maka :
a. xL = xM
b. xR = xR
c.

Hitung fL dan fR

b. Kembali ke langkah 7

9. Jika (fL  fM) < 0 maka :
a. xL = xL
b. xR = xM
c.

Hitung fL dan fR

b. Kembali ke langkah 7

CONTOH SOAL
Data eksperimental untuk tekanan uap n-heksana pada 100C
adalah 5,86 atm. Prediksikan tekanan uap tersebut dengan
menggunakan persamaan RK dan SRK
PENYELESAIAN:

RT
a
P

V  b V  V  b
Tc = 469,7 K
Pc = 33,25 atm
R = 0,082057 L3 atm K-1 mol-1

R2 Tc2
a 0 ,42748
19,098
Pc
R Tc
b 0 ,08662
0 ,1004
Pc
1 2
r

 T

 0 ,7944

1 2

1,1219

Pada tekanan uap jenuh, fugasitas fasa cair = fasa uap
V
i

L
i

 

iV
1
L
i

VV dan VL dihitung sebagai akar terbesar dan terkecil dari
persamaan kubik.
Selesaikan persamaan kubik dengan metoda analitis.

 V untuk persamaan RK:

b   a 
b 
 
ln  Z  1  ln  Z  1  V   
ln  1  V 
V   bRT 
V 
 
V

V

(A)

 L untuk persamaan RK:

b   a 
b
 
ln  Z  1  ln  Z  1  L   
ln  1  L 
V   bRT 
V 
 
L

L

(B)

FUGASITAS CAIRAN MURNI
Fugasitas cairan murni i dihitung melalui 2 tahap:
1. Menghitung koefisien fugasitas uap jenuh dengan
pers. (3.31) atau (3.34)
sat
i

ln

dP
   Zi  1
P
0

sat
i

ln

Psat

sat
i

Z

(3.31)


1
RT 

P
 dVi

RT V0 
Vi 

sat
i

 1 lnZ

Visat

(3.34)

Selanjutnya fugasitas uap jenuh dihitung dengan
menggunakan pers. (3.36)
fisat isat Pisat
Fugasitas ini juga merupakan fugasitas cair jenuh
2. Menghitung perubahan fugasitas akibat
perubahan tekanan dari Pisat sampai P, yang
mengubah keadaan cairan jenuh menjadi cairan
lewat jenuh.
Menurut persamaan (2.14) untuk T konstan:
dGi Vi dP

Gi

P

Gisat

Pisat

dGi  Vi dP

P

Gi  Gisat  Vi dP

(3.38)

Pisat

Vi adalah molar volume dari cairan.
Sedangkan menurut pers. (3.27):
Gi  i  T   RT lnfi
Gisat  i  T   RT lnfisat

sat
i

Gi  G

fi
 RT ln sat
fi

(3.39)

Pers. (3.38) = (3.39):
fi
1 P
ln sat 
Vi dP

RT Pisat
fi
Molar volume cairan (Vi) hanya sedikit dipengaruhi
oleh P pada T