Analisa Koefisien Grip Antara Ban Dan Permukaan Jalan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Ban bekerja dengan memanfaatkan gaya gesek permukaannya dengan
permukaan jalan, gaya gesek ini disebut dengan istilah grip [5]. Ada dua faktor yang
mempengaruhi grip ban (Dapur Pacu, 2014), yaitu:
1. Gaya vertikal dari ban terhadap jalan
2. Koefisien gesek antara ban dan permukaan jalan.
dan beberapa faktor lainnya seperti:
3. Pola tapak ban.
3. Tekanan udara ban.
4. Defleksi ban terhadap permukaan jalan.
5. Kekasaran permukaan jalan.
6. Defleksi permukaan jalan.
2.1.
Pola Tapak Ban
Pada pola tapak ban akan dijumpai pola alur yang berbeda-beda tergantung
masing-masing merek dan jenis ban. Pola tapak ban sangat mempengaruhi daya
cengkeram ban ke permukaan jalan. Kemampuan maksimal ban mencengkram jalan
bergantung pada kedalaman alur kembangan dan bidang tapaknya. Cengkeraman ban
terus menurun seiring semakin tipisnya bagian tapak dan groove alias alur yang
Universitas Sumatera Utara
semakin dangkal. "Batas maksimal kedalaman alur ban yaitu 1,6 mm dari ukuran
baru yang berkisar 7 - 8 mm. Pada saat menyentuh 1,6 mm maka harus diganti,"
tutur Refil Hidayat, selaku Sport Segment Business Manager Michelin Indonesia.
Di pasaran banyak sekali desain pola tapak yang beredar dengan beragam
corak seperti terlihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.1 Pola dasar tapak ban
(a) Pola Rib, (b) Pola Lug, (c) Pola Rib-Lug, (d) Pola Blok
1. Pola tapak Rib. Pola ini memiliki alur zig-zag sejajar pada sekeliling ban,
biasanya digunakan pada kendaraan berpenumpang dan truk.
2. Pola tapak Lug. Pola ini banyak digunakan oleh kendaraan dan truk-truk.
3. Pola tapak Rib-lub. Pola ini merupakan gabungan pola Rib dan Lug.
4. Pola tapak blok.
Masing –masing ban memiliki desain pola yang berbeda- beda, namun tetap pada
standard dasar yang sama, yang dibedakan menjadi pola simetris, asimetris dan
directional/uni-directional seperti terlihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.2 Standar pola tapak ban
(a) Simetris, (b) Asimetris, (c) Directional
2.2.
Kekasaran Permukaan Jalan
Tingkat kekasaran permukaan jalan (International Roughness Index, IRI)
merupakan salah satu faktor/fungsi pelayanan (functional performance) dari suatu
perkerasan jalan yang sangat berpengaruh pada kenyamanan pengemudi (riding
quality) [6]. Semakin besar nilai IRI menunjukkkan bahwa permukaan jalan semakin
kasar.
Kekasaran permukaan adalah kondisi halus-kasarnya permukaan perkerasan
yang dipengaruhi oleh kondisi batuan, aspal dan ikatan antara keduanya. Kekasaran
permukaan jalan merupakan faktor penting dalam memberikan keamanan dan
kenyamanan bagi pengguna jalan. Kecelakaan lalulintas karena selip dapat terjadi
karena permukaan jalan memiliki tahanan gesek yang rendah. Tahanan gesek
dipengaruhi oleh tekstur permukaan, sifat agregat (komposisi dan gradasi) dan faktor
lingkungan (panas dan air hujan) [7]. Kekasaran permukaan jalan ditunjukkan dalam
bentuk tonjolan-tonjolan yang akan kontak dengan karet dari ban. Jika gaya, F terjadi
tangensial pada permukaan jalan, dimana permukaan karet bergerak relative terhadap
Universitas Sumatera Utara
permukaan jalan, maka karet yang elastis akan mengikuti bentuk kekasaran dari
permukaan jalan seperti diperlihatkan pada Gambar 2.3 di bawah ini [8].
V
Ak
Ak
b2
Ak
b3
Ak
B4
b1
Gambar 2.3 Profil kekasaran permukaan jalan
IRI = Akb1 + Akb2 + Akb3 +…Akbn
…………………(2.1)
Dimana:
IRI: adalah kekasaran permukaan jalan
Akb: adalah luas penampang permukaan batu yang kontak dengan ban. Untuk
menghitung luas kontak antara permukaan ban terhadap permukaan jalan aspal dan
permukaan jalan beton (Akb1, Akb2, Akb3 Akbn) digunakan software image-J.
Akibat gerakan tersebut akan terjadi gaya gesekan (Ff) yang arahnya
berlawanan dengan arah gerakan [9]. Pemeriksaan kekasaran permukaan jalan
dilakukan dengan menggunakan alat Nassra Roughness meter ARRB sehingga
diperoleh International Roughness Index (IRI). IRI
adalah parameter kekasaran
seperti di tunjukkan Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Parameter kekasaran permukaan jalan
Universitas Sumatera Utara
IRI
Kondis Visual dari permukaan Perkerasan
0–3
Sangat mulus dan teratur
3–4
Sangat baik, umumnya mulus
4–6
Baik
6–8
Cukup, sangat sedikit atau tidak ada lubang tetapi permukaan tidak teratur
8 – 10
Jelek, sesekali berlubang, permukaan tidak teratur
10 – 12
Pecah, bergelombang, banyak lubang
12 – 16
Sangat pecah-pecah, banyak lubang dan total bidang perkerasan hancur
> 16
Tidak dapat dialalui, kecuali 4 WD
Pengukuran kekasaran permukaan jalan adalah salah satu faktor/fungsi
pelayanan dari suatu perkerasan jalan yang berpengaruh pada kenyamanan
pengemudi. Kekasaran permukaan jalan adalah parameter kekerasan yang dihitung
dari jumlah kumulatif naik turunnya permukaan arah profil memanjang dibagi
dengan jarak/panjang permukaan, Gambar 2.4 di bawah ini merupakan contoh profil
suatu permukaan jalan [6].
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Contoh grafik hasil survey IRI Bina Marga Balai Besar
Pelaksanaan Jalan Nasional I Medan Jl. AH. Nasution Tahun 2013
Hasil kekasaran permukaan jalan aspal yang telah dilakukan oleh Kementerian Bina
Marga pada Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 Kondisi ketidakrataan tekstur permukaan aspal
Jl. AH. Nasution Medan Tanggal 14 September 2013
Stationer
Distance
H-Grade
Latituda
Longituda
IRI
0+002
0.00
1.22
3.54
98.70
0
0+004
0.00
0.86
3.54
98.70
0
0+006
0.01
1.08
3.54
98.70
3.32
0+008
0.01
1.24
3.54
98.70
3.32
0+010
0.01
1.55
3.54
98.70
3.14
0+012
0.01
1.15
3.54
98.70
3.14
0+014
0.01
0.58
3.54
98.70
3.14
0+016
0.02
1.17
3.54
98.70
2.73
0+018
0.02
1.17
3.54
98.70
2.73
0+020
0.02
1.13
3.54
98.70
1.92
0+022
0.02
1.17
3.54
98.70
1.92
0+024
0.02
0.86
3.54
98.70
1.92
0+026
0.03
0.45
3.54
98.70
2.67
0+028
0.03
0.17
3.54
98.70
2.67
0+030
0.03
0.16
3.54
98.70
1.74
0+032
0.03
0.19
3.54
98.70
1.74
0+034
0.03
0.42
3.54
98.70
1.74
0+036
0.04
0.75
3.54
98.70
3.55
0+038
0+040
0.04
0.04
0.77
0.75
3.54
3.54
98.70
98.70
3.55
2.08
2.351
Universitas Sumatera Utara
Hubungan IRI, kecepatan dan jenis permukaan jalan dengan menggunakan
grafik terlihat pada Gambar 2.5 di bawah ini [10].
Gambar 2.5 Grafik hubungan IRI, kecepatan dan jenis permukaan jalan
Kekasaran
permukaan
jalan
IRI
merupakan
faktor
utama
yang
mempengaruhi koefisien gesek antara ban dan jalan. Untuk jalan yang kering dengan
permukaan yang halus akan menghasilkan koefisien gesek yang besar antara ban dan
jalan, namun sebaliknya jika dalam keadaan basah maka akan menghasilkan
koefisien gesek yang kecil [11].
2.3.
Kelendutan Permukaan Jalan
Salah satu metode pengukuran kelendutan pada struktur perkerasan adalah
percobaan pembebanan permukaan (surface loading test). Metode ini terdiri dari dua
katagori utama, yaitu pengukuran dengan beban statik/semi static (misalnya:
Benkelman Beam, California Tavelling Deflectometer) dan beban dinamik
(misalnya: Dynaflect, Falling Weight Deflectometer). Metode pengukuran yang
Universitas Sumatera Utara
diuraikan pada Tesis ini adalah pengukuran dengan alat Falling Weight
Deflectometer (FWD).
Prinsip alat FWD adalah pemberian beban impuls terhadap struktur
perkerasan melalui plat berbentuk bundar (circular), yang efeknya sama dengan
beban roda kendaraan. Plat tersebut diletakkan pada permukaan yang akan diukur,
kemudian beban dijatuhkan sehingga timbul beban impuls pada struktur perkerasan
tersebut.
Beban ini akan menimbulkan lendutan (deflection) pada struktur perkerasan
dan efeknya akan ditangkap oleh 9 buah sensor yang diletakkan pada jarak-jarak
tertentu. Lendutan-lendutan pada pengukuran ini akan membentuk suatu cekung
lendutan. Hasil pembacaan untuk setiap lokasi pengamatan disimpan secara otomatis
melalui sumbu mikro computer yang menjadi satu kesatuan dengan alat FWD. Datadata kelendutan tersebut dapat ditampilkan kembali untuk diproses, dianalisis atau
dicetak bila diperlukan.
Lendutan adalah besarnya gerak turun vertikal suatu permukaan perkerasan
akibat beban. Metode pengukuran lendutan dibagi menjadi dua yaitu destruktif dan
non destruktif. Pada non destruktif terdapat dua metode yaitu Surface loading test dan
Seismic techniques. Surface loading test dibagi menjadi pembebanan statis dan
pembebanan dinamis. Falling Weight Deflectometer (FWD) adalah
alat yang
menggunakan pembebanan dinamis pada suatu perkerasan dan subgrade yang
mengevaluasi struktur kondisi perkerasan menggunakan defleksi.
Universitas Sumatera Utara
Permukaan perkerasan jalan akan mengalami lendutan pada saat menerima
beban roda kendaraan (Kosasih, 2004). Secara teoritis, Kosasih (2004) menjelaskan
bahwa besarnya lendutan struktur perkerasan dapat dihitung dari data komposisi dan
tebal lapisan perkerasan, karakteristik bahan perkerasan (modulus elastisitas dan
konstanta poisson), dan konfigurasi beban roda kendaraan. Di lain pihak, lendutan
struktur perkerasan juga dapat diukur di lapangan, yaitu dengan menggunakan alat
ukur FWD. Lendutan alat FWD dihasilkan dari pelat beban yang dijatuhkan dari
ketinggian tertentu ke atas permukaan perkerasan jalan dan direkam oleh sejumlah
sensor (tujuh hingga sembilan buah sensor) yang terpasang pada batang pengukur.
Sensor nomor 9 berfungsi mengukur kelendutan permukaan jalan. Prinsip kerja FWD
adalah memberikan beban impuls terhadap struktur perkerasan melalui pelat
berbentuk sibundar yang efeknya sama dengan kendaraan. Pelat sirkular diletakkan
pada permukaan perkerasan yang akan diukur kemudian beban dijatuhkan padanya
sehingga menimbulkan gaya yang bervariasi [12].
Lendutan dengan FWD
dL = df1 × Ft × Ca × FKB - FWD
…………….………………………(2.2)
Dimana:
dL : lendutan langsung
df1 : lendutan langsung pada pusat beban
Ft : factor penyesuaian lendutan terhadap temperature standar 35 °C, yaitu
sesuai Persamaan 2.3, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm
Universitas Sumatera
Utara
..…..(2.3)
atau Persamaan 2.4, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama
dengan 10 cm.
HL = 4, 184 × TL - 0, 4025 untuk HL < 10 cm
HL = 14, 785 × TL - 0, 7573 untuk HL > 10 cm
..…..(2.4)
TL: temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung di
lapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara, yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb)
…….…………..…………..….……….(2.5)
Dimana:
Tp: temperatur permukaan lapis beraspal
Tt: temperatur tengah lapis beraspal
Tb: temperatur bawah lapis beraspal
Ca: faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim). 1, 2 bila pemeriksaan
dilakukan pada musim kemarau dan 0,9 bila pemeriksaan dilakukan pada
musim hujan atau muka air tanah tinggi
(-1)
FKB-FWD = 4,08 × (Beban Uji dalam ton)
……………..……….(2.6)
Cara pengukuran lendutan dengan alat FWD mengacu pada Petunjuk Pengujian
Lendutan Perkerasan Lentur dengan alat FWD [14].
2.4.
Koefesien Grip
Gesekan adalah gaya yang melawan gerakan yang terjadi pada dua
permukaan yang bersentuhan. Jenis gaya gesekan ada 2, yaitu gaya gesekan statis dan
gaya gesekan kinetis. Gaya gesekan statis cenderung mempertahankan keadaan diam
Universitas Sumatera
Utara
……………………………..…..
(2.7)
benda. Sedangkan gaya gesekan kinetis cenderung mempertahankan gerak dari suatu
benda. Gambar 2.6 memperlihatkan komponen gaya pada ban.
Fs = µs × N
W=m×g
……………………..……….….. (2.8)
Dimana:
Fs: adalah gaya gesek statis
µs: adalah koefisien gesek statis
N: adalah gaya normal
W: adalah berat
m: adalah massa
g: adalah gravitasi.
N
Fs
F
W
Gambar 2.6 Komponen gaya pada ban
Gaya gesekan kinetis untuk menggerakkan roda diatas permukaan jalan
dibutuhkan gaya yang dapat mengatasi gaya gesekan statis. Setelah bergerak, gaya itu
mempertahankan gerak benda dan digunakan untuk mengatasi gaya gesek kinetisnya
sehingga hanya diperlukan gaya yang lebih kecil dari pada gaya yang digunakan
untuk mulai menggerakkannya. Setelah bergerak, gaya gesek statis berkurang sedikit
Universitas Sumatera Utara
……………………………………….. (2.9)
demi sedikit dan berubah menjadi gaya gesekan kinetis. Gaya gesek kinetis,
mencerminkan hubungan relatif antara dua permukaan yang melakukan kontak.
Fk = µk × N
Dimana:
Fk : adalah gaya gesek kinetis
µk: adalah koefisien gesek kinetis
Arah gaya gesek sejajar dengan permukaan dan berlawanan dengan sentuhan antar
dua permukaan.
Pada hukum pertama dan kedua Newton dapat dianggap sebagi definisi gaya.
Gaya adalah suatu pengaruh pada sebuah benda yang menyebabkan benda mengubah
kecepatannya, artinya, dipercepat.
a=
Dimana:
Vf−Vi
t
……….……….…….…….(2.10)
a: adalah percepatan
Vi: adalah kecepatan awal
Vf : adalah kecepatan akhir
t : adalah interval waktu dimana perubahan terjadi.
Arah gaya adalah percepatan yang disebabkan jika gaya itu adalah satusatunya gaya yang bekerja pada benda tersebut. Besaran gaya adalah hasil kali massa
……………………………….....……. (2.11)
Universitas Sumatera Utara
benda dan besaran percepatan yang dihasilkan gaya. Sedangkan massa adalah sifat
instrinsik sebuah benda yang mengukur resistansinya terhadap percepatan [13].
F=m×a
Jika massa suatu benda semakin besar maka makin susah untuk dipercepat,
demikian juga sebaliknya semakin kecil massa suatu benda semakin mudah benda
tersebut dipercepat. Jadi massa sangat menentukan kecenderungan suatu benda
mempertahankan posisinya (kelembamannya). Kelembaman benda dalam gerak
melingkar kita kenal namanya momen inersia, adalah pola distribusi massa benda
terhadap sumbu putarnya. Besaran turunan dari massa dan panjang ini juga bisa
didefinisikan ukuran kelembaman benda yang mengalami gerak melingkar (rotasi).
Momen inersia dari suatu partikel yang mempunyai massa didefinisikan sebagai
perkalian massa dengan kuadrat jarak partikel tersebut dari sumbu putar.
I = k × m × R²
………………………….………. (2.12)
Dimana:
I: adalah momen inersia
k: koefisien
R²: adalah jari-jari (jarak paratikel ke sumbu putar)
Dari persamaan 2.12 di atas terlihat bahwa momen inersia sebanding dengan
massa dan kuadrat jarak dari sumbu putarnya. Koefisien sangat ditentukan oleh
bentuk dan sumbu putar benda. Jadi tidak semua benda memiliki koefisien yang
Universitas Sumatera Utara
sama. Gambar 2.7 di bawah ini memperlihatkan gaya pada ban, persamaan momen
inersia untuk berbagai roda adalah:
I = m × R²
……………………….………….………. (2.13)
Gambar 2.7 Gaya pada ban
Ada tiga gaya yang bekerja pada ban yaitu: (a) gaya normal atau vertical
(FZ) yang diakibatkan oleh gaya berat kendaraan, (b) Gaya longitudinal (Fx) yang
umumnya akibat gaya inersia percepatan (c) Gaya samping atau gaya lateral yang
disebabkan oleh gaya sentrifugal kendaraan [14]. Gaya normal (N) adalah gaya yang
ditimbulkan oleh alas bidang tempat benda berpijak dan arahnya tegak lurus dengan
bidang tersebut seperti pada Gambar 2.8 di bawah ini.
N
W
Gambar 2.8 Gaya normal
N=W
……………………………………….………. (2.14)
Universitas Sumatera Utara
Gaya gesekan merupakan gaya yang menahan gerak relatif antara roda
kendaraan dan permukaan perkerasan. Gaya penahan ini dihasilkan melalui putaran
roda atau luncuran di atas permukaan perkerasan (Hall, J. W., et al, 2009). Seperti di
ilustrasikan pada Gambar 2.9 di bawah ini.
Gambar 2.9 Diagram gaya yang terjadi pada rotasi ban kendaraan
Sumber: Hall, J. W., et al. 2009
Gaya gesek rotasi yang terjadi pada benda yang berputar mirip dengan gaya
gesek statis namun ada satu hal yang membedakan, gaya gesek rotasi permukaan
yang bergesekan akan selalu berubah-ubah.
………………………. (2.15)
F – Ff = ma dan N – mg = 0
Karena roda bergulir tanpa selip, maka harus ada gaya gesekan. Besar gaya
gesek pada sistem ini adalah sebagai berikut:
I × α = Ff × R
jika, α =
maka, Ff =
a
R
I
R
Ff =
I×α
………………….…. (2.16)
R
…….……...……………………………..…….…… (2.17)
a
R
=I
a
R²
….……………..........……. (2.18)
Jika disubstitusikan ke persamaan F – Ff = m a, maka persamaanya;
Universitas Sumatera Utara
F−I
a
R²
…………………………………….…….……. (2.19)
=m×a
F= m+
a=
I
a
R²
F
………………………………………..…(2.21)
I
m +−
R²
F×R=I×α
….…………………………..……..…...……. (2.22)
F × R = m × R² × α
F × R = m × R²
F ×R=
m ×R² ×a
R
F=m×a
………………………………………. (2.20)
a
R
…….............................… (2.23)
……………..……………..……... (2.24)
………….…………………………….... (2.25)
…………………………….……………….…. (2.26)
Cengkraman ban atau biasa disebut koefisien grip akan berpengaruh terhadap
gaya dorong kendaraan. Daya cengkram grip dapat ditingkatkan dengan memperbaiki
koefisien gesek antara ban dengan permukaan jalan. Semakin besar koefisien grip
akan memperbesar cengkraman ban terhadap jalan [4]. Pengujian koefisien grip
adalah pengujian yang digunakan untuk mengetahui daya cengkeram dari bahan ban.
Secara eksperimen, ditemukan bahwa gaya gesek (Ff) bergantung pada gaya
yang mendorong permukaan benda, yakni F pada sifat permukaan yang bersentuhan
seperti yang ditunjukkan Gambar 2.10, 2.11 dan 2.12 di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
W
W
W
F
F
F=0
N
Fs
Fs
N
Gambar 2.10 Tidak ada gerakan, Fs = F
W
N
W
F
F
a
a =v 0
Ff
Ff
N
N
Gambar 2.11 Gerak dengan
Gambar 2.12 Gerak tanpa
percepatan, Ff < F
percepatan, Ff = F
Hasil eksperimen tersebut dapat ditulis secara matematis,
F – Ff = m × a
….……………………….………....(2.27)
F - µk × m × g = m × a
…………………….……(2.28)
dV
=a
dt
V
=
….……….…………………………….…....(2.29)
ds
dt
….………………..……….………..…...(2.30)
V² = Vo² + 2aS
a=
V²−V0²
2S
….………………………..…..(2.31)
….…………………..…………....(2.32)
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
V: adalah kecepatan
S: adalah jarak
Kekesatan permukaan perkerasan jalan dapat mempengaruhi keselamatan
dan kenyamanan pengguna jalan. Kekesatan merupakan kondisi tahanan gesek antara
permukaan jalan dan ban kendaraan sehingga tidak mengalami selip atau tergelincir
baik pada kondisi basah (waktu hujan) ataupun kering. Syarat utama lapis perkerasan
jalan adalah aman, nyaman, dan ekonomis (Sukirman, 1992). Aman berarti
perkerasan jalan harus cukup kuat memikul berat kendaraan serta menahan gaya
gesek dan keausan karena roda kendaraan [10].
Canek (2004) di dalam Christopher
Bennett
(2007)
mendefenisikan
kekesatan permukaan jalan dan hubungannya antara tekstur permukaan jalan dan
kekesatan jalan, yaitu kendaraan akan mengalami selip ketika proses pengereman,
percepatan serta manuver karena gesekan yang terjadi melebihi batas kekuatan
gesekan yang dihasilkan oleh roda kendaraan dan permukaan jalan. Oleh karena itu,
kekesatan permukaan jalan dapat didefenisikan sebagai batas koefisien gesekan
antara roda kendaraan terhadap permukaan jalan [7]. Dalam fisika koefisien gesek
(µ) adalah tingkat kekesatan permukaan yang bergesekan. Makin kesat kontak bidang
permukaan yang bergesekan makin besar gesekan yang dihasilkan. Jika bidang kesat
sekali maka µ =1, jika bidang halus sekali maka µ = 0. Gambar 2.13 di bawah ini
merupakan gerak menggelinding pada bidang datar.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Gerak menggelinding pada bidang datar
Dari uraian persamaan 2.28, diperoleh koefisien gesek merupakan fungsi dari
percepatan µ= ƒ (a) adalah:
F – m × a = µ × m ×g
F−m
dV
dt
= µk × m × g
µk =
µk =
F
m ×g
F
−
m ×g
−
dV
…………………………………….(2.33)
…………………………..….(2.34)
dt×g
…………………………………….(2.35)
∆V
…………….………………………(2.36)
∆t ×g
Dimana µk adalah koefisien gesek kinetis (µ kja adalah koefisien gesek kinetis pada
jalan aspal, µ kjb adalah koefisein gesek kinetis pada jalan aspal), F adalah gaya
dorong (Fja adalah gaya pada jalan aspal, Fjb adalah gaya pada jalan beton), mg
adalah gaya normal.
Untuk koefisien gesek kinetis merupakan fungsi kekasaran permukaan jalan
µ = ƒ (IRI ) adalah:
………………………(2.37)
Universitas Sumatera Utara
µk =
Pban × Akb
m ×g
−
∆V
∆t ×g
Dimana Pban adalah tekanan udara ban, Akb adalah luas permukaan material jalan
yang kontak terhadap permukaan ban (Akbja/Akba adalah luas kontak ban pada jalan
aspal, Akbjb/Akbj adalah luas kontak ban pada jalan beton),
∆V adalah kecepatan
mobil, ∆t adalah waktu tempuh kendaraan, g adalah gravitasi dan m adalah massa.
Kekesatan/koefisien gesek kinetis permukaan jalan dihasilkan dari fungsi
utama tekstur permukaan jalan. Ketika tekstur permukaan jalan bersentuhan dengan
roda kendaraan, gaya gesekan dapat dihasilkan. Secara umum lapis perkerasan aspal
memiliki permukaan lebih halus daripada perkerasan beton hingga kekesatan
perkerasan aspal lebih rendah daripada perkerasan kaku. Permukaan halus memiliki
kenyamanan yang tinggi bagi kendaraan tetapi bila licin akan mudah menimbulkan
selip bagi kendaraan yang permukaan bannya sudah halus. Permukaan jalan beton
memiliki tekstur lebih kasar sehingga kekesatan (tahanan gesek) tinggi, akibatnya
pola profil permukaan ban kendaraan lebih cepat aus dan kenyamanannya rendah
bagi kendaraan [7].
Dalam kondisi basah dan kecepatan rendah (kurang dari 70 km/jam),
mikrotekstur lebih berperan dalam menghasilkan gaya gesekan antara roda kendaraan
dan permukaan jalan. Namun, dalam kecepatan tinggi (lebih besar dari 70 km/jam),
mikroteksure dan makrotekstur diperlukan untuk menghasilkan gesekan yang tinggi.
Kekesatan permukan jalan diukur dengan membandingkan antara tekstur permukaan
Universitas Sumatera Utara
dan korelas gesekan perlawanan. Gambar 2.14 di bawah ini memperlihatkan
permukaan tekstur permukaan jalan.
(a)
(b)
Gambar 2.14 Permukaan jalan
(a) Aspal (b) Beton
Perbedaan nilai koefisien gesek pada kecepatan tertentu disebabkan oleh perbedaan
permukaan kekesatan permukaan jalan, cuaca, kondisi ban dan jenis ban seperti pada
Gambar 2.15. Kecepatan kendaraan jalan raya di Indonesia umumnya berada diantar
30 - 150 km/jam atau sekitar 8 m/detik sampai dengan 41,6 m/detik [6].
Gambar 2.15 Dari hasil penelitian hubungan antara
koefisien gesek (µ maks.) dengan kecepatan V [11]
Gambar 2.15 diperlihatkan pada kecepatan rendah diperoleh nilai koefisien
gesekan yang tinggi sedangkan untuk kecepatan tinggi diperoleh nilai koefisien gesek
Universitas Sumatera Utara
yang rendah [11]. Permukaan memiliki kekesatan cukup bila tahanan gesek antara
ban dan permukaan jalan tersedia cukup dan permukaan tidak licin sehingga pada
kondisi kering atau basah tidak mengakibatkan ban yang halus mudah selip.
Permukaan perkerasan yang basah lebih berbahaya bagi kendaraan dengan
permukaan ban halus dari pada kondisi permukaan kering. Nilai tahanan gesek yang
disarankan disajikan pada Tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel. 2.3 Kekesatan /Koefisein gesek kinetis permukaan jalan
Spesifikasi
Penyediaan
Prasarana Jalan
Jalan Bebas Hambatan
Jl. Raya
Jl. Sedang
Jl. Kecil
8
8
8
Kekesatan melintang
paling tinggi
0,14
0,14
0,114
Kekesatan memanjang
paling tinggi
0,33
0,33
0, 33
OTONGAN MEMANJANG
Superelevasi
paling besar, %
Koefisien grip, sama dengan koefisien gesek kinetis dan sama dengan kekesatan
memanjang .
Untuk koefisien gesek merupakan fungsi kelendutan permukaan jalan
µ=ƒ(dL) adalah:
Dari persamaa 2.32 diperoleh:
µk =
Pban ×Akb
K ×dL
−
∆t
∆t ×g
.……..………….…(2.38)
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
Pban: adalah tekanan udara ban
Akb: adalah luas permukaan material jalan yang kontak terhadap permukaan ban,
K: adalah kekakuan permuk
dL: adalah kelendutan permukaan jalan
∆t: adalah selish waktu
Hasil eksperimen akan di integrasikan terhadap Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 19/PRT/M/2011.
2.5.
Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan harus memberikan kenyamanan, keamanan, pelayanan yang
efisien kepada pengguna jalan dan memiliki kapasitas struktural yang mampu
mendukung berbagai beban lalu lintas dan tahan terhadap dampak dari kondisi
lingkungan (Christopher Bennett, 2007). Perkerasan jalan merupakan lapisan
perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan. Fungsi
perkerasan jalan adalah:
1. Mendistribusikan beban terpusat, sehingga tekanan yang terjadi pada lapis
tanah dasar menjadi lebih kecil.
2. Menyediakan kekesatan sehingga mempunyai koefisien gesek yang besar
antara roda dan permukaan perkerasan.
3. Menyediaan kerataan, sehingga pengguna tidak terguncang pada saat
lewat pada perkerasan.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1. Perkerasan aspal
Perkerasan aspal adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan
campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan,
seperti terlihat pada Gambar 2.16 di bawah ini.
Gambar 2.16 Susunan lapis perkerasan jalan aspal
Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan
menyebarkannya kelapisan dibawahnya berupa muatan kendaraan (gaya vertikal),
gaya rem (Horizontal) dan pukulan roda kendaraan (getaran).
Lapisan yang paling atas disebut lapisan permukaan dimana lapisan
permukaan ini harus mampu menerima seluruh jenis beban yang bekerja. Oleh karena
itu lapisan permukaan mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Lapis perkerasan penahan beban roda, harus mempunyai stabilitas tinggi
untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
2. Lapis aus, lapisan yang langsung menerima gesekan akibat gaya rem dari
kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
3. Lapisan yang meyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga dapat dipikul
oleh lapisan lain yang ada di bawahnya [11].
2.5.2. Perkerasan beton
Universitas Sumatera Utara
Perkerasan beton adalah struktur yang terdiri dari pelat beton semen yang
bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan
tulangan, atau menerus dengan tulangan terletak diatas pondasi bawah, atau tanpa
pondasi bawah dengan atau tanpa peraspalan sebagai lapisan pemukaan. Perkerasan
beton memiliki modulus elastisitas yang tinggi akan mendistribusikan beban terhadap
bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur
perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri, seperti pada Gambar 2.17 di bawah ini.
Lapis pondasi bawah
Lapis tanah dasar
Gambar 2.17 Susunan lapis perkerasan beton
2.6.
Material Permukaan Jalan
Sebelum menentukan material untuk digunakan sebagai bahan pondasi
hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik – baiknya sehubungan
dengan persyaratan teknis. Bermacam – macam material alam atau bahan setempat
dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi atas, antara lain batu pecah, krikil, dan
stabilisasi tanah dengan semen atau kapur sesuai dengan kebutuhan.
2.6.1. Material permukaan jalan aspal
Perkerasan lentur terdiri dari Hotmix adalah campuran agregat halus dengan
agregat kasar dan bahan pengisi dengan bahan pengikat aspal dalam kondisi suhu
panas tinggi. Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat
Universitas Sumatera Utara
dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar
partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal
dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan
pembentuknya. Komposisi material jalan aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1, 4.2 dan
4.3.
Friksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat dan kekuatannya
tergantung kepada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran, dan ukuran agregat
maksimum yang digunakan. Sedangkan sifat kohesinya diperoleh dari sifat-sifat
aspal yang digunakan.
2.6.2. Material permukaan jalan perkerasan beton
Perkerasan beton semen atau perkerasan kaku terdiri dari pelat beton semen
yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan dowel, atau menerus dengan
tulangan, terletak di atas tanah dasar atau diatas lapisan granular dengan bounding
atau unbounding baik dengan semen atau aspal yang terletak diatas tanah dasar
(subgrade), tanpa atau dengan pengaspalan sebagai lapis permukaan. Komposisi
material jalan beton dapat dilihat pada Tabel 4.4, 4.5, dan 4.6.
Beton terdiri dari gabungan material semen, air, pasir (agregat halus) dan
kerikil (agregat kasar) yang kemudian dicampur dan diaduk hingga tercampur secara
merata. Perbandingan jumlah material beton akan berpengaruh pada kuat beton itu
sendiri. Kuat beton biasanya diukur dengan cara ditekan atau diberi beban pada umur
beton 28 hari.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan dari data dan tinjauan pustaka, maka secara sederhana dibuat
kerangka penelitian, seperti terlihat pada Gambar 2.18 dibawah ini.
* Pemilihan
jenis mobil
yaitu Toyota
Kijang GLX
2003
Persiapan alat ukur Penelitian:
1. NAASRA Roughness meter ARRB
2. Software image-J
Tidak
Analisa IRI jalan
* Pemilihan
jenis thread
dan dimensi
Tidak
ban
* Pengukuran
tekanan
angin ban
* Pengukuran
kecepatan
kendaraan
* Pengukuran
suhu udara
Ya
Tidak
Analisa dL jalan
Ya
Analisa
eksperiment
koefisien grip jalan
beton pekerjaan
tahun 2014
Analisa
eksperiment
koefisien grip jalan
aspal pekerjaan
tahun 2014
Pengolahan data
Analisis
Hasil
Kesimpulan
Gambar 2.18 Kerangka konsep penelitian
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Ban bekerja dengan memanfaatkan gaya gesek permukaannya dengan
permukaan jalan, gaya gesek ini disebut dengan istilah grip [5]. Ada dua faktor yang
mempengaruhi grip ban (Dapur Pacu, 2014), yaitu:
1. Gaya vertikal dari ban terhadap jalan
2. Koefisien gesek antara ban dan permukaan jalan.
dan beberapa faktor lainnya seperti:
3. Pola tapak ban.
3. Tekanan udara ban.
4. Defleksi ban terhadap permukaan jalan.
5. Kekasaran permukaan jalan.
6. Defleksi permukaan jalan.
2.1.
Pola Tapak Ban
Pada pola tapak ban akan dijumpai pola alur yang berbeda-beda tergantung
masing-masing merek dan jenis ban. Pola tapak ban sangat mempengaruhi daya
cengkeram ban ke permukaan jalan. Kemampuan maksimal ban mencengkram jalan
bergantung pada kedalaman alur kembangan dan bidang tapaknya. Cengkeraman ban
terus menurun seiring semakin tipisnya bagian tapak dan groove alias alur yang
Universitas Sumatera Utara
semakin dangkal. "Batas maksimal kedalaman alur ban yaitu 1,6 mm dari ukuran
baru yang berkisar 7 - 8 mm. Pada saat menyentuh 1,6 mm maka harus diganti,"
tutur Refil Hidayat, selaku Sport Segment Business Manager Michelin Indonesia.
Di pasaran banyak sekali desain pola tapak yang beredar dengan beragam
corak seperti terlihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.1 Pola dasar tapak ban
(a) Pola Rib, (b) Pola Lug, (c) Pola Rib-Lug, (d) Pola Blok
1. Pola tapak Rib. Pola ini memiliki alur zig-zag sejajar pada sekeliling ban,
biasanya digunakan pada kendaraan berpenumpang dan truk.
2. Pola tapak Lug. Pola ini banyak digunakan oleh kendaraan dan truk-truk.
3. Pola tapak Rib-lub. Pola ini merupakan gabungan pola Rib dan Lug.
4. Pola tapak blok.
Masing –masing ban memiliki desain pola yang berbeda- beda, namun tetap pada
standard dasar yang sama, yang dibedakan menjadi pola simetris, asimetris dan
directional/uni-directional seperti terlihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.2 Standar pola tapak ban
(a) Simetris, (b) Asimetris, (c) Directional
2.2.
Kekasaran Permukaan Jalan
Tingkat kekasaran permukaan jalan (International Roughness Index, IRI)
merupakan salah satu faktor/fungsi pelayanan (functional performance) dari suatu
perkerasan jalan yang sangat berpengaruh pada kenyamanan pengemudi (riding
quality) [6]. Semakin besar nilai IRI menunjukkkan bahwa permukaan jalan semakin
kasar.
Kekasaran permukaan adalah kondisi halus-kasarnya permukaan perkerasan
yang dipengaruhi oleh kondisi batuan, aspal dan ikatan antara keduanya. Kekasaran
permukaan jalan merupakan faktor penting dalam memberikan keamanan dan
kenyamanan bagi pengguna jalan. Kecelakaan lalulintas karena selip dapat terjadi
karena permukaan jalan memiliki tahanan gesek yang rendah. Tahanan gesek
dipengaruhi oleh tekstur permukaan, sifat agregat (komposisi dan gradasi) dan faktor
lingkungan (panas dan air hujan) [7]. Kekasaran permukaan jalan ditunjukkan dalam
bentuk tonjolan-tonjolan yang akan kontak dengan karet dari ban. Jika gaya, F terjadi
tangensial pada permukaan jalan, dimana permukaan karet bergerak relative terhadap
Universitas Sumatera Utara
permukaan jalan, maka karet yang elastis akan mengikuti bentuk kekasaran dari
permukaan jalan seperti diperlihatkan pada Gambar 2.3 di bawah ini [8].
V
Ak
Ak
b2
Ak
b3
Ak
B4
b1
Gambar 2.3 Profil kekasaran permukaan jalan
IRI = Akb1 + Akb2 + Akb3 +…Akbn
…………………(2.1)
Dimana:
IRI: adalah kekasaran permukaan jalan
Akb: adalah luas penampang permukaan batu yang kontak dengan ban. Untuk
menghitung luas kontak antara permukaan ban terhadap permukaan jalan aspal dan
permukaan jalan beton (Akb1, Akb2, Akb3 Akbn) digunakan software image-J.
Akibat gerakan tersebut akan terjadi gaya gesekan (Ff) yang arahnya
berlawanan dengan arah gerakan [9]. Pemeriksaan kekasaran permukaan jalan
dilakukan dengan menggunakan alat Nassra Roughness meter ARRB sehingga
diperoleh International Roughness Index (IRI). IRI
adalah parameter kekasaran
seperti di tunjukkan Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Parameter kekasaran permukaan jalan
Universitas Sumatera Utara
IRI
Kondis Visual dari permukaan Perkerasan
0–3
Sangat mulus dan teratur
3–4
Sangat baik, umumnya mulus
4–6
Baik
6–8
Cukup, sangat sedikit atau tidak ada lubang tetapi permukaan tidak teratur
8 – 10
Jelek, sesekali berlubang, permukaan tidak teratur
10 – 12
Pecah, bergelombang, banyak lubang
12 – 16
Sangat pecah-pecah, banyak lubang dan total bidang perkerasan hancur
> 16
Tidak dapat dialalui, kecuali 4 WD
Pengukuran kekasaran permukaan jalan adalah salah satu faktor/fungsi
pelayanan dari suatu perkerasan jalan yang berpengaruh pada kenyamanan
pengemudi. Kekasaran permukaan jalan adalah parameter kekerasan yang dihitung
dari jumlah kumulatif naik turunnya permukaan arah profil memanjang dibagi
dengan jarak/panjang permukaan, Gambar 2.4 di bawah ini merupakan contoh profil
suatu permukaan jalan [6].
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Contoh grafik hasil survey IRI Bina Marga Balai Besar
Pelaksanaan Jalan Nasional I Medan Jl. AH. Nasution Tahun 2013
Hasil kekasaran permukaan jalan aspal yang telah dilakukan oleh Kementerian Bina
Marga pada Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 Kondisi ketidakrataan tekstur permukaan aspal
Jl. AH. Nasution Medan Tanggal 14 September 2013
Stationer
Distance
H-Grade
Latituda
Longituda
IRI
0+002
0.00
1.22
3.54
98.70
0
0+004
0.00
0.86
3.54
98.70
0
0+006
0.01
1.08
3.54
98.70
3.32
0+008
0.01
1.24
3.54
98.70
3.32
0+010
0.01
1.55
3.54
98.70
3.14
0+012
0.01
1.15
3.54
98.70
3.14
0+014
0.01
0.58
3.54
98.70
3.14
0+016
0.02
1.17
3.54
98.70
2.73
0+018
0.02
1.17
3.54
98.70
2.73
0+020
0.02
1.13
3.54
98.70
1.92
0+022
0.02
1.17
3.54
98.70
1.92
0+024
0.02
0.86
3.54
98.70
1.92
0+026
0.03
0.45
3.54
98.70
2.67
0+028
0.03
0.17
3.54
98.70
2.67
0+030
0.03
0.16
3.54
98.70
1.74
0+032
0.03
0.19
3.54
98.70
1.74
0+034
0.03
0.42
3.54
98.70
1.74
0+036
0.04
0.75
3.54
98.70
3.55
0+038
0+040
0.04
0.04
0.77
0.75
3.54
3.54
98.70
98.70
3.55
2.08
2.351
Universitas Sumatera Utara
Hubungan IRI, kecepatan dan jenis permukaan jalan dengan menggunakan
grafik terlihat pada Gambar 2.5 di bawah ini [10].
Gambar 2.5 Grafik hubungan IRI, kecepatan dan jenis permukaan jalan
Kekasaran
permukaan
jalan
IRI
merupakan
faktor
utama
yang
mempengaruhi koefisien gesek antara ban dan jalan. Untuk jalan yang kering dengan
permukaan yang halus akan menghasilkan koefisien gesek yang besar antara ban dan
jalan, namun sebaliknya jika dalam keadaan basah maka akan menghasilkan
koefisien gesek yang kecil [11].
2.3.
Kelendutan Permukaan Jalan
Salah satu metode pengukuran kelendutan pada struktur perkerasan adalah
percobaan pembebanan permukaan (surface loading test). Metode ini terdiri dari dua
katagori utama, yaitu pengukuran dengan beban statik/semi static (misalnya:
Benkelman Beam, California Tavelling Deflectometer) dan beban dinamik
(misalnya: Dynaflect, Falling Weight Deflectometer). Metode pengukuran yang
Universitas Sumatera Utara
diuraikan pada Tesis ini adalah pengukuran dengan alat Falling Weight
Deflectometer (FWD).
Prinsip alat FWD adalah pemberian beban impuls terhadap struktur
perkerasan melalui plat berbentuk bundar (circular), yang efeknya sama dengan
beban roda kendaraan. Plat tersebut diletakkan pada permukaan yang akan diukur,
kemudian beban dijatuhkan sehingga timbul beban impuls pada struktur perkerasan
tersebut.
Beban ini akan menimbulkan lendutan (deflection) pada struktur perkerasan
dan efeknya akan ditangkap oleh 9 buah sensor yang diletakkan pada jarak-jarak
tertentu. Lendutan-lendutan pada pengukuran ini akan membentuk suatu cekung
lendutan. Hasil pembacaan untuk setiap lokasi pengamatan disimpan secara otomatis
melalui sumbu mikro computer yang menjadi satu kesatuan dengan alat FWD. Datadata kelendutan tersebut dapat ditampilkan kembali untuk diproses, dianalisis atau
dicetak bila diperlukan.
Lendutan adalah besarnya gerak turun vertikal suatu permukaan perkerasan
akibat beban. Metode pengukuran lendutan dibagi menjadi dua yaitu destruktif dan
non destruktif. Pada non destruktif terdapat dua metode yaitu Surface loading test dan
Seismic techniques. Surface loading test dibagi menjadi pembebanan statis dan
pembebanan dinamis. Falling Weight Deflectometer (FWD) adalah
alat yang
menggunakan pembebanan dinamis pada suatu perkerasan dan subgrade yang
mengevaluasi struktur kondisi perkerasan menggunakan defleksi.
Universitas Sumatera Utara
Permukaan perkerasan jalan akan mengalami lendutan pada saat menerima
beban roda kendaraan (Kosasih, 2004). Secara teoritis, Kosasih (2004) menjelaskan
bahwa besarnya lendutan struktur perkerasan dapat dihitung dari data komposisi dan
tebal lapisan perkerasan, karakteristik bahan perkerasan (modulus elastisitas dan
konstanta poisson), dan konfigurasi beban roda kendaraan. Di lain pihak, lendutan
struktur perkerasan juga dapat diukur di lapangan, yaitu dengan menggunakan alat
ukur FWD. Lendutan alat FWD dihasilkan dari pelat beban yang dijatuhkan dari
ketinggian tertentu ke atas permukaan perkerasan jalan dan direkam oleh sejumlah
sensor (tujuh hingga sembilan buah sensor) yang terpasang pada batang pengukur.
Sensor nomor 9 berfungsi mengukur kelendutan permukaan jalan. Prinsip kerja FWD
adalah memberikan beban impuls terhadap struktur perkerasan melalui pelat
berbentuk sibundar yang efeknya sama dengan kendaraan. Pelat sirkular diletakkan
pada permukaan perkerasan yang akan diukur kemudian beban dijatuhkan padanya
sehingga menimbulkan gaya yang bervariasi [12].
Lendutan dengan FWD
dL = df1 × Ft × Ca × FKB - FWD
…………….………………………(2.2)
Dimana:
dL : lendutan langsung
df1 : lendutan langsung pada pusat beban
Ft : factor penyesuaian lendutan terhadap temperature standar 35 °C, yaitu
sesuai Persamaan 2.3, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm
Universitas Sumatera
Utara
..…..(2.3)
atau Persamaan 2.4, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama
dengan 10 cm.
HL = 4, 184 × TL - 0, 4025 untuk HL < 10 cm
HL = 14, 785 × TL - 0, 7573 untuk HL > 10 cm
..…..(2.4)
TL: temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung di
lapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara, yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb)
…….…………..…………..….……….(2.5)
Dimana:
Tp: temperatur permukaan lapis beraspal
Tt: temperatur tengah lapis beraspal
Tb: temperatur bawah lapis beraspal
Ca: faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim). 1, 2 bila pemeriksaan
dilakukan pada musim kemarau dan 0,9 bila pemeriksaan dilakukan pada
musim hujan atau muka air tanah tinggi
(-1)
FKB-FWD = 4,08 × (Beban Uji dalam ton)
……………..……….(2.6)
Cara pengukuran lendutan dengan alat FWD mengacu pada Petunjuk Pengujian
Lendutan Perkerasan Lentur dengan alat FWD [14].
2.4.
Koefesien Grip
Gesekan adalah gaya yang melawan gerakan yang terjadi pada dua
permukaan yang bersentuhan. Jenis gaya gesekan ada 2, yaitu gaya gesekan statis dan
gaya gesekan kinetis. Gaya gesekan statis cenderung mempertahankan keadaan diam
Universitas Sumatera
Utara
……………………………..…..
(2.7)
benda. Sedangkan gaya gesekan kinetis cenderung mempertahankan gerak dari suatu
benda. Gambar 2.6 memperlihatkan komponen gaya pada ban.
Fs = µs × N
W=m×g
……………………..……….….. (2.8)
Dimana:
Fs: adalah gaya gesek statis
µs: adalah koefisien gesek statis
N: adalah gaya normal
W: adalah berat
m: adalah massa
g: adalah gravitasi.
N
Fs
F
W
Gambar 2.6 Komponen gaya pada ban
Gaya gesekan kinetis untuk menggerakkan roda diatas permukaan jalan
dibutuhkan gaya yang dapat mengatasi gaya gesekan statis. Setelah bergerak, gaya itu
mempertahankan gerak benda dan digunakan untuk mengatasi gaya gesek kinetisnya
sehingga hanya diperlukan gaya yang lebih kecil dari pada gaya yang digunakan
untuk mulai menggerakkannya. Setelah bergerak, gaya gesek statis berkurang sedikit
Universitas Sumatera Utara
……………………………………….. (2.9)
demi sedikit dan berubah menjadi gaya gesekan kinetis. Gaya gesek kinetis,
mencerminkan hubungan relatif antara dua permukaan yang melakukan kontak.
Fk = µk × N
Dimana:
Fk : adalah gaya gesek kinetis
µk: adalah koefisien gesek kinetis
Arah gaya gesek sejajar dengan permukaan dan berlawanan dengan sentuhan antar
dua permukaan.
Pada hukum pertama dan kedua Newton dapat dianggap sebagi definisi gaya.
Gaya adalah suatu pengaruh pada sebuah benda yang menyebabkan benda mengubah
kecepatannya, artinya, dipercepat.
a=
Dimana:
Vf−Vi
t
……….……….…….…….(2.10)
a: adalah percepatan
Vi: adalah kecepatan awal
Vf : adalah kecepatan akhir
t : adalah interval waktu dimana perubahan terjadi.
Arah gaya adalah percepatan yang disebabkan jika gaya itu adalah satusatunya gaya yang bekerja pada benda tersebut. Besaran gaya adalah hasil kali massa
……………………………….....……. (2.11)
Universitas Sumatera Utara
benda dan besaran percepatan yang dihasilkan gaya. Sedangkan massa adalah sifat
instrinsik sebuah benda yang mengukur resistansinya terhadap percepatan [13].
F=m×a
Jika massa suatu benda semakin besar maka makin susah untuk dipercepat,
demikian juga sebaliknya semakin kecil massa suatu benda semakin mudah benda
tersebut dipercepat. Jadi massa sangat menentukan kecenderungan suatu benda
mempertahankan posisinya (kelembamannya). Kelembaman benda dalam gerak
melingkar kita kenal namanya momen inersia, adalah pola distribusi massa benda
terhadap sumbu putarnya. Besaran turunan dari massa dan panjang ini juga bisa
didefinisikan ukuran kelembaman benda yang mengalami gerak melingkar (rotasi).
Momen inersia dari suatu partikel yang mempunyai massa didefinisikan sebagai
perkalian massa dengan kuadrat jarak partikel tersebut dari sumbu putar.
I = k × m × R²
………………………….………. (2.12)
Dimana:
I: adalah momen inersia
k: koefisien
R²: adalah jari-jari (jarak paratikel ke sumbu putar)
Dari persamaan 2.12 di atas terlihat bahwa momen inersia sebanding dengan
massa dan kuadrat jarak dari sumbu putarnya. Koefisien sangat ditentukan oleh
bentuk dan sumbu putar benda. Jadi tidak semua benda memiliki koefisien yang
Universitas Sumatera Utara
sama. Gambar 2.7 di bawah ini memperlihatkan gaya pada ban, persamaan momen
inersia untuk berbagai roda adalah:
I = m × R²
……………………….………….………. (2.13)
Gambar 2.7 Gaya pada ban
Ada tiga gaya yang bekerja pada ban yaitu: (a) gaya normal atau vertical
(FZ) yang diakibatkan oleh gaya berat kendaraan, (b) Gaya longitudinal (Fx) yang
umumnya akibat gaya inersia percepatan (c) Gaya samping atau gaya lateral yang
disebabkan oleh gaya sentrifugal kendaraan [14]. Gaya normal (N) adalah gaya yang
ditimbulkan oleh alas bidang tempat benda berpijak dan arahnya tegak lurus dengan
bidang tersebut seperti pada Gambar 2.8 di bawah ini.
N
W
Gambar 2.8 Gaya normal
N=W
……………………………………….………. (2.14)
Universitas Sumatera Utara
Gaya gesekan merupakan gaya yang menahan gerak relatif antara roda
kendaraan dan permukaan perkerasan. Gaya penahan ini dihasilkan melalui putaran
roda atau luncuran di atas permukaan perkerasan (Hall, J. W., et al, 2009). Seperti di
ilustrasikan pada Gambar 2.9 di bawah ini.
Gambar 2.9 Diagram gaya yang terjadi pada rotasi ban kendaraan
Sumber: Hall, J. W., et al. 2009
Gaya gesek rotasi yang terjadi pada benda yang berputar mirip dengan gaya
gesek statis namun ada satu hal yang membedakan, gaya gesek rotasi permukaan
yang bergesekan akan selalu berubah-ubah.
………………………. (2.15)
F – Ff = ma dan N – mg = 0
Karena roda bergulir tanpa selip, maka harus ada gaya gesekan. Besar gaya
gesek pada sistem ini adalah sebagai berikut:
I × α = Ff × R
jika, α =
maka, Ff =
a
R
I
R
Ff =
I×α
………………….…. (2.16)
R
…….……...……………………………..…….…… (2.17)
a
R
=I
a
R²
….……………..........……. (2.18)
Jika disubstitusikan ke persamaan F – Ff = m a, maka persamaanya;
Universitas Sumatera Utara
F−I
a
R²
…………………………………….…….……. (2.19)
=m×a
F= m+
a=
I
a
R²
F
………………………………………..…(2.21)
I
m +−
R²
F×R=I×α
….…………………………..……..…...……. (2.22)
F × R = m × R² × α
F × R = m × R²
F ×R=
m ×R² ×a
R
F=m×a
………………………………………. (2.20)
a
R
…….............................… (2.23)
……………..……………..……... (2.24)
………….…………………………….... (2.25)
…………………………….……………….…. (2.26)
Cengkraman ban atau biasa disebut koefisien grip akan berpengaruh terhadap
gaya dorong kendaraan. Daya cengkram grip dapat ditingkatkan dengan memperbaiki
koefisien gesek antara ban dengan permukaan jalan. Semakin besar koefisien grip
akan memperbesar cengkraman ban terhadap jalan [4]. Pengujian koefisien grip
adalah pengujian yang digunakan untuk mengetahui daya cengkeram dari bahan ban.
Secara eksperimen, ditemukan bahwa gaya gesek (Ff) bergantung pada gaya
yang mendorong permukaan benda, yakni F pada sifat permukaan yang bersentuhan
seperti yang ditunjukkan Gambar 2.10, 2.11 dan 2.12 di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
W
W
W
F
F
F=0
N
Fs
Fs
N
Gambar 2.10 Tidak ada gerakan, Fs = F
W
N
W
F
F
a
a =v 0
Ff
Ff
N
N
Gambar 2.11 Gerak dengan
Gambar 2.12 Gerak tanpa
percepatan, Ff < F
percepatan, Ff = F
Hasil eksperimen tersebut dapat ditulis secara matematis,
F – Ff = m × a
….……………………….………....(2.27)
F - µk × m × g = m × a
…………………….……(2.28)
dV
=a
dt
V
=
….……….…………………………….…....(2.29)
ds
dt
….………………..……….………..…...(2.30)
V² = Vo² + 2aS
a=
V²−V0²
2S
….………………………..…..(2.31)
….…………………..…………....(2.32)
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
V: adalah kecepatan
S: adalah jarak
Kekesatan permukaan perkerasan jalan dapat mempengaruhi keselamatan
dan kenyamanan pengguna jalan. Kekesatan merupakan kondisi tahanan gesek antara
permukaan jalan dan ban kendaraan sehingga tidak mengalami selip atau tergelincir
baik pada kondisi basah (waktu hujan) ataupun kering. Syarat utama lapis perkerasan
jalan adalah aman, nyaman, dan ekonomis (Sukirman, 1992). Aman berarti
perkerasan jalan harus cukup kuat memikul berat kendaraan serta menahan gaya
gesek dan keausan karena roda kendaraan [10].
Canek (2004) di dalam Christopher
Bennett
(2007)
mendefenisikan
kekesatan permukaan jalan dan hubungannya antara tekstur permukaan jalan dan
kekesatan jalan, yaitu kendaraan akan mengalami selip ketika proses pengereman,
percepatan serta manuver karena gesekan yang terjadi melebihi batas kekuatan
gesekan yang dihasilkan oleh roda kendaraan dan permukaan jalan. Oleh karena itu,
kekesatan permukaan jalan dapat didefenisikan sebagai batas koefisien gesekan
antara roda kendaraan terhadap permukaan jalan [7]. Dalam fisika koefisien gesek
(µ) adalah tingkat kekesatan permukaan yang bergesekan. Makin kesat kontak bidang
permukaan yang bergesekan makin besar gesekan yang dihasilkan. Jika bidang kesat
sekali maka µ =1, jika bidang halus sekali maka µ = 0. Gambar 2.13 di bawah ini
merupakan gerak menggelinding pada bidang datar.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Gerak menggelinding pada bidang datar
Dari uraian persamaan 2.28, diperoleh koefisien gesek merupakan fungsi dari
percepatan µ= ƒ (a) adalah:
F – m × a = µ × m ×g
F−m
dV
dt
= µk × m × g
µk =
µk =
F
m ×g
F
−
m ×g
−
dV
…………………………………….(2.33)
…………………………..….(2.34)
dt×g
…………………………………….(2.35)
∆V
…………….………………………(2.36)
∆t ×g
Dimana µk adalah koefisien gesek kinetis (µ kja adalah koefisien gesek kinetis pada
jalan aspal, µ kjb adalah koefisein gesek kinetis pada jalan aspal), F adalah gaya
dorong (Fja adalah gaya pada jalan aspal, Fjb adalah gaya pada jalan beton), mg
adalah gaya normal.
Untuk koefisien gesek kinetis merupakan fungsi kekasaran permukaan jalan
µ = ƒ (IRI ) adalah:
………………………(2.37)
Universitas Sumatera Utara
µk =
Pban × Akb
m ×g
−
∆V
∆t ×g
Dimana Pban adalah tekanan udara ban, Akb adalah luas permukaan material jalan
yang kontak terhadap permukaan ban (Akbja/Akba adalah luas kontak ban pada jalan
aspal, Akbjb/Akbj adalah luas kontak ban pada jalan beton),
∆V adalah kecepatan
mobil, ∆t adalah waktu tempuh kendaraan, g adalah gravitasi dan m adalah massa.
Kekesatan/koefisien gesek kinetis permukaan jalan dihasilkan dari fungsi
utama tekstur permukaan jalan. Ketika tekstur permukaan jalan bersentuhan dengan
roda kendaraan, gaya gesekan dapat dihasilkan. Secara umum lapis perkerasan aspal
memiliki permukaan lebih halus daripada perkerasan beton hingga kekesatan
perkerasan aspal lebih rendah daripada perkerasan kaku. Permukaan halus memiliki
kenyamanan yang tinggi bagi kendaraan tetapi bila licin akan mudah menimbulkan
selip bagi kendaraan yang permukaan bannya sudah halus. Permukaan jalan beton
memiliki tekstur lebih kasar sehingga kekesatan (tahanan gesek) tinggi, akibatnya
pola profil permukaan ban kendaraan lebih cepat aus dan kenyamanannya rendah
bagi kendaraan [7].
Dalam kondisi basah dan kecepatan rendah (kurang dari 70 km/jam),
mikrotekstur lebih berperan dalam menghasilkan gaya gesekan antara roda kendaraan
dan permukaan jalan. Namun, dalam kecepatan tinggi (lebih besar dari 70 km/jam),
mikroteksure dan makrotekstur diperlukan untuk menghasilkan gesekan yang tinggi.
Kekesatan permukan jalan diukur dengan membandingkan antara tekstur permukaan
Universitas Sumatera Utara
dan korelas gesekan perlawanan. Gambar 2.14 di bawah ini memperlihatkan
permukaan tekstur permukaan jalan.
(a)
(b)
Gambar 2.14 Permukaan jalan
(a) Aspal (b) Beton
Perbedaan nilai koefisien gesek pada kecepatan tertentu disebabkan oleh perbedaan
permukaan kekesatan permukaan jalan, cuaca, kondisi ban dan jenis ban seperti pada
Gambar 2.15. Kecepatan kendaraan jalan raya di Indonesia umumnya berada diantar
30 - 150 km/jam atau sekitar 8 m/detik sampai dengan 41,6 m/detik [6].
Gambar 2.15 Dari hasil penelitian hubungan antara
koefisien gesek (µ maks.) dengan kecepatan V [11]
Gambar 2.15 diperlihatkan pada kecepatan rendah diperoleh nilai koefisien
gesekan yang tinggi sedangkan untuk kecepatan tinggi diperoleh nilai koefisien gesek
Universitas Sumatera Utara
yang rendah [11]. Permukaan memiliki kekesatan cukup bila tahanan gesek antara
ban dan permukaan jalan tersedia cukup dan permukaan tidak licin sehingga pada
kondisi kering atau basah tidak mengakibatkan ban yang halus mudah selip.
Permukaan perkerasan yang basah lebih berbahaya bagi kendaraan dengan
permukaan ban halus dari pada kondisi permukaan kering. Nilai tahanan gesek yang
disarankan disajikan pada Tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel. 2.3 Kekesatan /Koefisein gesek kinetis permukaan jalan
Spesifikasi
Penyediaan
Prasarana Jalan
Jalan Bebas Hambatan
Jl. Raya
Jl. Sedang
Jl. Kecil
8
8
8
Kekesatan melintang
paling tinggi
0,14
0,14
0,114
Kekesatan memanjang
paling tinggi
0,33
0,33
0, 33
OTONGAN MEMANJANG
Superelevasi
paling besar, %
Koefisien grip, sama dengan koefisien gesek kinetis dan sama dengan kekesatan
memanjang .
Untuk koefisien gesek merupakan fungsi kelendutan permukaan jalan
µ=ƒ(dL) adalah:
Dari persamaa 2.32 diperoleh:
µk =
Pban ×Akb
K ×dL
−
∆t
∆t ×g
.……..………….…(2.38)
Universitas Sumatera Utara
Dimana:
Pban: adalah tekanan udara ban
Akb: adalah luas permukaan material jalan yang kontak terhadap permukaan ban,
K: adalah kekakuan permuk
dL: adalah kelendutan permukaan jalan
∆t: adalah selish waktu
Hasil eksperimen akan di integrasikan terhadap Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 19/PRT/M/2011.
2.5.
Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan harus memberikan kenyamanan, keamanan, pelayanan yang
efisien kepada pengguna jalan dan memiliki kapasitas struktural yang mampu
mendukung berbagai beban lalu lintas dan tahan terhadap dampak dari kondisi
lingkungan (Christopher Bennett, 2007). Perkerasan jalan merupakan lapisan
perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan. Fungsi
perkerasan jalan adalah:
1. Mendistribusikan beban terpusat, sehingga tekanan yang terjadi pada lapis
tanah dasar menjadi lebih kecil.
2. Menyediakan kekesatan sehingga mempunyai koefisien gesek yang besar
antara roda dan permukaan perkerasan.
3. Menyediaan kerataan, sehingga pengguna tidak terguncang pada saat
lewat pada perkerasan.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1. Perkerasan aspal
Perkerasan aspal adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan
campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan,
seperti terlihat pada Gambar 2.16 di bawah ini.
Gambar 2.16 Susunan lapis perkerasan jalan aspal
Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan
menyebarkannya kelapisan dibawahnya berupa muatan kendaraan (gaya vertikal),
gaya rem (Horizontal) dan pukulan roda kendaraan (getaran).
Lapisan yang paling atas disebut lapisan permukaan dimana lapisan
permukaan ini harus mampu menerima seluruh jenis beban yang bekerja. Oleh karena
itu lapisan permukaan mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Lapis perkerasan penahan beban roda, harus mempunyai stabilitas tinggi
untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
2. Lapis aus, lapisan yang langsung menerima gesekan akibat gaya rem dari
kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
3. Lapisan yang meyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga dapat dipikul
oleh lapisan lain yang ada di bawahnya [11].
2.5.2. Perkerasan beton
Universitas Sumatera Utara
Perkerasan beton adalah struktur yang terdiri dari pelat beton semen yang
bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan
tulangan, atau menerus dengan tulangan terletak diatas pondasi bawah, atau tanpa
pondasi bawah dengan atau tanpa peraspalan sebagai lapisan pemukaan. Perkerasan
beton memiliki modulus elastisitas yang tinggi akan mendistribusikan beban terhadap
bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur
perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri, seperti pada Gambar 2.17 di bawah ini.
Lapis pondasi bawah
Lapis tanah dasar
Gambar 2.17 Susunan lapis perkerasan beton
2.6.
Material Permukaan Jalan
Sebelum menentukan material untuk digunakan sebagai bahan pondasi
hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik – baiknya sehubungan
dengan persyaratan teknis. Bermacam – macam material alam atau bahan setempat
dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi atas, antara lain batu pecah, krikil, dan
stabilisasi tanah dengan semen atau kapur sesuai dengan kebutuhan.
2.6.1. Material permukaan jalan aspal
Perkerasan lentur terdiri dari Hotmix adalah campuran agregat halus dengan
agregat kasar dan bahan pengisi dengan bahan pengikat aspal dalam kondisi suhu
panas tinggi. Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat
Universitas Sumatera Utara
dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar
partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal
dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan
pembentuknya. Komposisi material jalan aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1, 4.2 dan
4.3.
Friksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat dan kekuatannya
tergantung kepada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran, dan ukuran agregat
maksimum yang digunakan. Sedangkan sifat kohesinya diperoleh dari sifat-sifat
aspal yang digunakan.
2.6.2. Material permukaan jalan perkerasan beton
Perkerasan beton semen atau perkerasan kaku terdiri dari pelat beton semen
yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan dowel, atau menerus dengan
tulangan, terletak di atas tanah dasar atau diatas lapisan granular dengan bounding
atau unbounding baik dengan semen atau aspal yang terletak diatas tanah dasar
(subgrade), tanpa atau dengan pengaspalan sebagai lapis permukaan. Komposisi
material jalan beton dapat dilihat pada Tabel 4.4, 4.5, dan 4.6.
Beton terdiri dari gabungan material semen, air, pasir (agregat halus) dan
kerikil (agregat kasar) yang kemudian dicampur dan diaduk hingga tercampur secara
merata. Perbandingan jumlah material beton akan berpengaruh pada kuat beton itu
sendiri. Kuat beton biasanya diukur dengan cara ditekan atau diberi beban pada umur
beton 28 hari.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan dari data dan tinjauan pustaka, maka secara sederhana dibuat
kerangka penelitian, seperti terlihat pada Gambar 2.18 dibawah ini.
* Pemilihan
jenis mobil
yaitu Toyota
Kijang GLX
2003
Persiapan alat ukur Penelitian:
1. NAASRA Roughness meter ARRB
2. Software image-J
Tidak
Analisa IRI jalan
* Pemilihan
jenis thread
dan dimensi
Tidak
ban
* Pengukuran
tekanan
angin ban
* Pengukuran
kecepatan
kendaraan
* Pengukuran
suhu udara
Ya
Tidak
Analisa dL jalan
Ya
Analisa
eksperiment
koefisien grip jalan
beton pekerjaan
tahun 2014
Analisa
eksperiment
koefisien grip jalan
aspal pekerjaan
tahun 2014
Pengolahan data
Analisis
Hasil
Kesimpulan
Gambar 2.18 Kerangka konsep penelitian
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara