1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Orang tua merupakan figur penting dalam kehidupan seorang remaja. Relasi dan peran orang tua pada masa remaja sangat penting bagi
perkembangandiri remaja Dirgagunarsa Sutantoputri, 2004. Relasi yang baik antara orang tua dan remaja yang telah dibina sejak lahir akan menimbulkan
adanya keterikatan atau ikatan relasi satu sama lain. Hetherington dan Parke 2003 mengemukakan bahwa keterikatan adalah hubungan, mengembangkan
interaksi antara orang tua dan anak. Relasi atau hubungan orang tua dengan anak remaja pada keluarga normal terlihat adanya afeksi yang hangat antara orang tua
terhadap anak remaja dan remaja terhadap orangtua Dirgagunarsa Sutantoputri, 2004. Selain ikatan afeksi, relasi remaja dengan orang tua juga
dikarakteristikkan dengan komunikasi yang baik dan identifikasi yang kuat Rice, 1999. Menurut Atwater 1983 penerimaan dan perhatian dari orangtua selama
masa pertumbuhan merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan diri remaja. Dari penelitian yang dilakukan oleh Holmbeck, dkk ditemukan bahwa
ikatan relasi yang hangat, mendalam dan berkualitas antara orang tua dan remaja mampu membantu remaja dalam mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi
dalam dirinya dalam Widjaja Widiastuti, 2004. Orangtua juga memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan
anak. Nilai-nilai moral, agama dan norma-norma sosial dikenalkan kepada anak
melalui interaksi di dalam keluarga. Menurut Reidler dan Swenson 2012, kualitas hubungan yang negatif antara orangtua dan anak akan menimbulkan
berbagai permasalahan pada remaja, dan dikaitkan dengan kurangnya komunikasi antara orangtua dan remaja tersebut. Orangtua yang menunjukkan pengertian akan
membuat remaja merasa dihargai, dihormati dan diperhatikan Tukan, 1994. Hasil penelitian Karofsky 2000 menunjukkan bahwa remaja yang kurang
mendapatkan komunikasi yang hangat, cinta, dan perhatian dari orangtua memiliki tekanan emosi, harga diri rendah, masalah di sekolah, dan perilaku
seksual menyimpang. Masa remaja merupakan masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak
ke masa dewasa.Tugas perkembangan masa remaja yang harus dikuasai salah satunya adalah menjalin hubungan baru dengan lawan jenis secara lebih matang.
Pada masa ini remaja memiliki tingkat minat yang lebih tinggi terhadap lawan jenis, mulai memiliki perhatian, perasaan senang dan tertarik dengan lawan
jenisnya yang ditunjukkan dengan munculnya cinta erotik pada remaja Monk, Knoers Haditomo, 1994. Remaja berada dalam masa pertentangan dan masa
puber dengan ciri-ciri sering dan mulai timbul sikap untuk menentang dan melawan orangtua dan guru. Remaja juga memiliki minat rasa ingin tahu yang
lebih tinggi mengenai seksualitas dibandingkan masa sebelumnya, namun remaja lebih memendam keingintahuannya tersebut karena khawatir penilaian lingkungan
Hurlock, 2002. Rasa ingin tahu yang tinggi membuat remaja mencari sumber informasi
mengenai seksualitas dari berbagai sumber. Ketidaktahuan remaja mengenai
sumber informasi yang benar membuat remaja mencari sumber informasi mengenai seksualitas dari media elektronik, internet, komik, buku, dan
sebagainya. Permasalahannya adalah tidak semua sumber informasi tersebut memberikan informasi seksualitas secara komprehensif, bahkan informasi yang
diberikan dapat menjerumuskan remaja karena hanya diberikan secara fragmental. Sikap menerima atau menolak seks pranikah remaja tidak dapat dilepaskan
dari berbagai pengaruh lingkungan yang melingkupi kehidupan mereka, salah satunya yaitu hubungan antara orang tua dengan remaja. Menurut Laily dan
Matulessy 2004, informasi atau pengetahuan mengenai seksualitas yang diberikan pada remaja lebih baik dan tepat jika dilakukan dalam keluarga, karena
anak dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga, sehingga salah satu cara yang dapat diusahakan untuk mengurangi perilaku seksual pranikah pada
remaja adalah dengan meningkatkan kualitas komunikasi orang tua-anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Indrijati dalam Lestari, 2007, semakin
baik kualitas komunikasi remaja dan orang tua maka sikapnya semakin tidak mendukung menolak atau menjauh atau negatif terhadap hubungan seks
pranikah atau sebaliknya, jika semakin menurun negatif terhadap kualitas komunikasi remaja dan orang tua maka sikapnya semakin mendukung menerima
atau positif terhadap hubungan seks pranikah. Hasil asesmen awal peneliti terhadap stake holder di desa X yang terdiri
dari tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, tokoh pemuda, tokoh pendidikan, tokoh agama dan orangtua di desa X dengan metode Participatory Rural Apraissal
PRA menunjukkan bahwa penyebab banyaknya kasus perilaku seks remaja yang
belum menikah dapat dikelompokkan menjadi empat penyebab, yaitu: 1 karena adanya teknologi yang mudah diakses dan menyediakan informasi yang tidak
seimbang; 2 kurangnya pengawasan dan perhatian orangtua kepada anak dan ketidakmampuan orangtua untuk menjadi pendidik seksualitas bagi anaknya;3
remaja kurang memiliki pengetahuan tentang seks bebas dan dampak-dampaknya; dan 4 pengaruh negatif dari teman sebaya. Dari empat kelompok penyebab
masalah tersebut, para stake holder menilai bahwa penyebab masalah yang lebih mendesak untuk ditangani adalah kepada orangtua agar mampu memberikan
perhatian lebih kepada anak dan memberikan edukasi dan pembekalan moral kepada anak-anaknya agar di kemudian hari kasus kehamilan remaja tidak terjadi
kembali atau dapat diminimalisir. Dari hasil PRA tersebut dapat diketahui bahwa kedekatan antara orangtua
dan anak masih kurang sehingga tidak dapat menjadi rekan bagi anaknya untuk mentransferkan nilai-nilai moral kepada anak. Agar orangtua dapat memberikan
edukasi dan pembekalan moral kepada anaknya maka diperlukan kedekatan dan kenyamanan hubungan orangtua dan anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Blake
2001 bahwa kualitas hubungan antara orangtua dan anak mengenai seks dan seksualitas merupakan penentu kuat sikap dan perilaku seksual remaja.
Remaja sebenarnya membutuhkan informasi tentang seksualitas dari orang terdekat dan orang yang dianggap penting. Penelitian Turnbull 2012
menemukan bahwa anak-anak memiliki preferensi untuk berbicara dengan orang tua mereka serta belajar dari sumber lain mengenai topik seksualitas, namun
sering ditemukan bahwa orang tua menyatakan keberatan untuk mendiskusikan
topik seksualitasdengan anak-anak mereka karena mereka merasa malu dan ada pengalaman ketidaknyamanan. Padahal menurut Ali dan Asrori 2005 seorang
yang dianggap penting oleh remaja akan diharapkan persetujuannya setiap gerak dan tingkah laku, seseorang yang tidak ingin dikecewakan, atau seseorang yang
berarti khusus bagi remaja significant others, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap Ali Asrori, 2005. Bahkan hasil penelitian Lestari dan
Purwandari 2002 mengungkap bahwa ibu cenderung bersikap menunggu pertanyaan daripada bersikap proaktif untuk menyampaikan materi seksualitas
pada anak. Kedekatan hubungan akan tercipta jika terjadi komunikasi yang efektif
dan terbuka antara orangtua dan anak. Komunikasi yang terbuka di dalam keluarga akan membangun perkembangan positif pada remaja, dan dikaitkan
dengan prestasi di sekolah dan kemampuan memecahkan masalah. Sebaliknya kenakalan remaja, kehamilan remaja, penyalahgunaan alkohol dan obat, depresi,
dan bunuh diri dikaitkan dengan remaja yang memiliki komunikasi tertutup, berkonflik dan komunikasi satu arah dengan keluarganya Riesch, Henriques,
Chanchong, Weena, 2003. Di sinilah letak pentingnya hubungan yang berkualitas antara orangtua dan anak. Orangtua harus lebih terbuka dan memberi
kesempatan kepada anak untuk menceritakan permasalahannya tanpa rasa takut. Orangtua diharapkan sebagai teman untuk anaknya berkomunikasi agar remaja
merasa nyaman untuk terbuka mengenai permasalahannya dan orangtua lebih mudah untuk memberikan informasi maupun nasehat dengan lebih nyaman.
Kenyataan yang terjadi bahwa kondisi yang diidealkan ini belum terwujud. Orangtua seringkali masih belum mampu menjalankan perannya sebagai pendidik
seksualitas maupun sahabat bagi anaknya. Hasil wawancara dengan empat orang Ibu yang memiliki remaja di X pada tanggal 5 Desember 2015 menunjukkan
bahwa Ibu merasa kesulitan untuk mendekati dan masuk pada dunia anak yang berada pada masa remaja. Ibu juga merasakan anak tertutup untuk membicarakan
masalahnya. Sejauh ini anak atau remaja juga tidak pernah menceritakan permasalahan mereka kepada orangtua dan orangtua juga tidak bersikap proaktif
untuk menanyakan permasalahan remajanya. Masalah lain yang terjadi adalah antara remaja dan orangtua tak jarang mengalami konflik saat berkomunikasi
dikarenakan adanya keinginan atau persepsi yang berbeda antara orangtua dan anak yang kurang bisa dikomunikasikan. Orangtua menilai bahwa anak-anak
mereka lebih pandai mencari informasi dan pandai menyembunyikan rahasia dari orangtua. Orangtua merasa tidak mempercayai anak-anaknya dan berfikir bahwa
apa yang dilakukan anak di luar rumah barangkali berbeda dan perilaku anak di dalam rumah. Bahkan orangtua belum memiliki pemahaman tentang
perkembangan remaja dan permasalahannya sehingga seringkali terjadi salah paham antara orangtua dan remaja.
Sementara menurut remaja, sikap yang ditunjukkan orangtua saat berkomunikasi dengan remaja adalah menunjukkan perilaku menginterogasi
anak, menceramahi dan bahkan mengancam kepada anak. Sikap orangtua tersebut membuat anak merasa tidak nyaman dan bahkan takut untuk
menceritakan permasalahannya. Remaja merasa tidak nyaman dan segan untuk
mengutarakan hal-hal yang bersifat pribadi apalagi yang menyangkut masalah seksualitas kepada orangtua. Remaja menilai bahwa orangtua kurang sejalan
pemikirannya karena berbeda generasi. Remaja merasa lebih nyaman dan menikmati ketika membicarakan masalah pribadi kepada teman sebaya. Remaja
menilai teman sebaya lebih memahami perasaan mereka karena mengalami hal yang sama. Topik pembicaraan dengan teman lebih banyak berkaitan dengan
ketertarikan dengan lawan jenis dan bertukar pengalaman mengenai hubungan saat berpacaran, serta saat mengalami konflik dengan teman sekolah. Sementara
topik pembicaraan dengan orangtua adalah mengenai pelajaran di sekolah atau mengenai keperluan sekolah.
Berdasarkan data-data penelitian terdahulu dan penelitian awal diperoleh data bahwa hubungan kedekatan ibu dengan anak belum terjalin dengan baik. Hal
itu dapat dilihat dari kurangnya kepercayaan dari anak kepada ibu dan sebaliknya serta ketidakpuasan anak terhadap cara ibu dalam melakukan pengawasan
terhadap anak, bahkan tidak jarang interaksi orangtua diwarnai oleh konflik. Selain itu komunikasi di dalam keluarga belum tercipta dengan baik. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ester dan Lance 2012 bahwa ketidakcocokan antara orangtua dan anak bisa dikaitkan dengan kualitas hubungan yang kurang antara
orangtua dan anak, hal itu dapat dilihat dari kurangnya komunikasi dan kedekatan antara orangtua dan anak.
Menurut hasil penelitian Miller selama 20 tahun, komunikasi orang tua dengan remaja tentang topik-topik seksualitas memiliki peran penting untuk dapat
memahami adanya variasi pada sikap dan perilaku seksual remaja, seperti sikap
untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Akan tetapi komunikasi seksualitas orang tua dengan remaja baru akan mempengaruhi sikap
remaja bila orang tua dapat mengkomunikasikan topik-topik seksualitas dengan remaja yang nyaman Whitaker, 1999.
Dalam penelitian ini peneliti ingin lebih mengangkat peran ibu dalam menjalin kedekatan dan menjadi pendidik seksualitas bagi anaknya dengan
pertimbangan Ibu adalah sosok yang paling berperan dalam mendidik anak dan ibu adalah sosok yang memiliki ikatan emosional dan melakukan banyak interaksi
dengan anak. Menurut Notosoedirjo dan Latipun 2002, ibu merupakan orang pertama yang mempunyai relasi dengan anaknya. Ibu lebih banyak melewatkan
waktu untuk memperhatikan anaknya secara fisik dan memberikan kesejahteraan secara afeksi Berk, 2003. Parsons dan Bales dalam Widiastuti Widjaja, 2009
mengemukakan peran ibu dalam k eluarga sebagai “ekspresif” dan ayah sebagai
“instrumental”. Mereka mengatakan bahwa ibu menunjukkan karakteristik dalam memberikan empati dan kenyamanan emosional untuk anak-anaknya, sedangkan
ayah menunjukkan karakteristik instrumental dalam melindungi keluarga dan memberikan kestabilan ekonomi rumah tangga dengan bekerja di luar rumah
untuk pekerjaan yang memerlukan keahlian dan inteligensi. Ibu bertanggung jawab untuk suasana emosional dan afektif dalam rumah, dan untuk
membesarkan anak-anak, sedangkan ayah dianggap kurang berperan dalam hal membesarkan anak Shulman Seiffge-Krenke, 1997. Peranan ayah diartikan
sebagai pencari nafkah yang baik dan memberi disiplin yang tegas. Akibatnya secara sosial dibandingkan wanita, pria kurang terlibat dalam pengasuhan anak
sehari-hari Lamb dalam Widiastuti Widjaja, 2004. Peran Ibu yang lebih dekat secara afeksi dan memiliki karakteristik yang memberikan kenyamanan emosional
memungkinkan Ibu lebih mudah dalam menjalin kedekatan dan keterbukaan dengan anak.
Kebutuhan komunikasi merupakan kebutuhan vital di dalam keluarga. Komunikasi terbuka dan hangat merupakan hal yang penting di dalam hubungan
orangtua dan anak terutama pada masa remaja. Dengan adanya komunikasi yang terbuka dan efektif antara orangtua dan remaja maka diharapkan hubungan antara
orangtua dan remaja menjadi lebih dekat dan berkualitas. Hal itu memungkinkan remaja merasa nyaman untuk terbuka kepada orangtuanya. Jika remaja merasa
nyaman dengan orangtuanya maka orangtua dapat dengan mudah memberikan edukasi mengenai seksual kepada anak sehingga kasus kehamilan remaja dapat
ditekan. Bentuk-bentuk intervensi yang pernah dilakukan untuk meningkatkan
kualitas hubungan antara orangtua dan remaja dalam rangka mengatasi permasalahan remaja dilakukan melalui upaya program parenting maupun
palatihan komunikasi. Menurut penelitian Lewis dalam Miller, 2010 komunikasi antara orangtua dan pra remaja tentang seksualitas di Inggris berupaya untuk
contoh bagi negara-negara Eropa lainnya seperti Belanda, Perancis dan Jerman untuk mengatasi kehamilan remaja dan infeksi penyakit menular seksual lebih
rendah. Penelitian Blake, Simkin, Ledsky, Perkins, dan Caleberese 2001
menunjukkan hasil bahwa pemberian intervensi pengasuhan tentang komunikasi
orangtua dan remaja awal terbukti efektif memperbaiki kualitas komunikasi orangtua dan remaja dengan ditunjukkan dengan meningkatnya intensitas
komunikasi mengenai seksualitas antara orangtua dan remaja, serta menunjukkan hasil positif mengenai sikap seksual remaja. Sementara hasil penelitian Riesch,
Henriques, Chanchong, dan Weena 2003 menunjukkan bahwa orangtua dan remaja yang mendapatkan pelatihan ketrampilan komunikasi kelompok
eksperimen mempersepsikan bahwa mereka telah memiliki kedekatan, dan penyesuaian yang bertambah di dalam keluarga dibandingkan kelompok kontrol.
Selanjutnya hasil penelitian Turnbul 2012 menunjukkan bahwa kedekatan hubungan di dalam keluarga akan membangun kedekatan dan kenyamanan untuk
membicarakan masalah seksual secara terbuka. Dari beberapa hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa intervensi
mengenai pemberian ketrampilan komunikasi terbukti efektif untuk meningkatkan intensitas maupun kualitas komunikasi sehingga mampu membangun kedekatan
hubungan antara orangtua dan remaja. Demikian pentingnya kedekatan dan hubungan yang berkualitas antara orangtua terutama ibu dan anak maka perlu
dilakukan penelitian untuk menemukan program pelatihan komunikasi yang tepat guna meningkatkan kualitas hubungan antara ibu dan remaja.
B. Rumusan Masalah