UNJUK KERJA VORTEX TUBE COOLER PADA PEMESINAN KERING TERHADAP KEAUSAN PAHAT HSS

(1)

ABSTRAK

UNJUK KERJA VORTEX TUBE COOLER PADA PEMESINAN KERING TERHADAP KEAUSAN PAHAT HSS

Oleh

AKHMAD ISNAIN PULUNGAN

Proses pemesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk dengan cara membuang atau menghilangkan sebagian material dari benda kerjanya. Pada proses pembubutan menghasilkan panas yang sangat tinggi pada pahat dan benda kerja yang diakibatkan oleh gesekan antara pahat bubut dan benda kerja yang bisa merugikan proses pemesinan. Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam proses pembubutan adalah media pendingin.

Dalam penelitian ini proses pembubutan menggunakan pahat HSS dan material uji baja ST41, dengan media pendingin vortex tube (udara dingin bertekanan) menghasilkan suhu udara dingin 14,67oC, 18,5oC, 21,167oC. Udara dingin luaran vortex tube digunakan untuk proses pembubutan dengan feeding (f) 0,1 mm/rev, kecepatan spindel (rpm) adalah 625 dan kedalaman potong konstan 2 mm.

Pada penelitian ini proses pembubutan menggunakan media pendingin vortex tube bukaan 2 dengan gerak makan 0,11 mm/rev dan kecepatan potong 80,46 m/menit umur pahat mencapai 5,63 menit, pada bukaan 3 dengan kecepatan potong 72,61 m/menit dan gerak makan 0,11 mm/rev umur pahat mencapai 5,60 menit. Umur pahat terendah di dapat tanpa menggunakan pendingin dengan gerak makan 0,11 mm/rev, kecepatan potong 88,39 m/menit umur pahat mencapai 2,86 menit dan umur pahat tertinggi didapat menggunakan media pendingin vortex tube bukaan 1 dengan gerak potong 0,11 m/rev dan kecepatan potong 88,39 m/menit umur pahat mencapai 6,29 menit. Dari hasil penelitian terlihat bahwa menggunakan media pendingin vortex tube dapat meningkatkan umur pahat HSS sampai 52,76%.

Kata kunci : Proses pembubutan, baja ST41, pahat HSS, vortex tube, kecepatan potong, gerak makan, umur pahat.


(2)

ABSTRACT

VORTEX TUBE COOLER PERFORMANCE IN THE DRY MACHINING HSS TOOL WEAR

By

AKHMAD ISNAIN PULUNGAN

Machining process is a manufacturing process in which the object is formed by removing or eliminating material part of his body. At the turning process produces very high temperature on the tool and the workpiece as caused of by friction between the cutting tool and workpiece that could harm the machining process. One of the factors that affect the process of turning is the cooling medium.

In this study of the turning production using HSS tool and ST41 as testing material, the vortex tube cooling media (air pressurized cold) produces cold air temperature vortex parameters 14,67°C, 18,5°C, 21,167oC.Ccolding air used for turning process with feeding (f) 0,1 mm/rev, spindle speed of 625 (rpm) and the constant cutting depth of 2 mm.

The result of this speciment the process of turning using vortex tube cooling medium that production the tool life of 5,63 minutes with cutting parameters of 0,11 mm/rev and a cutting speed of 80,46 m/min, for cutting speed 72,61 m/min, aperture 3, of valve feed 0,11 mm/rev, the tool life reaches 5,60 minutes. The lowest tool life can be without the use of cooling with cutting feed of 0.11 mm/rev, cutting speed of 88.39 m/min reach tool life 2,86 min and that achieve the highest tool life obtained using vortex tube valve of 1 cooling media with feed 0,11 m/rev and cutting speed 88.39 m/min reaches 6,29 minutes tool life. From the research shows that using a vortex tube cooling medium can increase tool life of HSS to 52,76%.

Keywords: The process of turning, ST41 steel, HSS cutting tool, vortex tube, cutting speed, feed motion, tool life.


(3)

UNJUK KERJA VORTEX TUBE COOLER PADA PEMESINAN KERING TERHADAP KEAUSAN PAHAT HSS

Oleh

AKHMAD ISNAIN PULUNGAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

JurusanTeknikMesin

FakultasTeknikUniversitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

Judul Skripsi : UNJUK KERJA VORTEX TUBE COOLER PADA PEMESINAN KERING TERHADAP KEAUSAN PAHAT HSS

Nama Mahasiswa : Akhmad Isnain Pulungan Nomor Pokok Mahasiswa : 0715021002

Jurusan : Teknik Mesin

Fakultas : Teknik

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Gusri Akhyar, S.T., M.T.

NIP. 197108171998021003 Ir. Yanuar Burhanudin,M.T.,PhD NIP. 196405062000031001

2. Ketua Jurusan Teknik Mesin

Harmen Burhanuddin, S.T., M.T NIP.196906202000031001


(5)

PERNYATAAN PENULIS

SKRIPSI INI DIBUAT SENDIRI OLEH PENULIS DAN BUKAN HASIL PLAGIAT SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PASAL 27 PERATURAN AKADAEMIK UNIVERSITAS LAMPUNG DENGAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR No.3187/H26/DT/2010.

YANG MEMBUAT PERNYATAAN

AKHMAD ISNAIN PULUNGAN 0715021002


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Muara Bungo pada tanggal 20 Agustus 1989, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Parlaitan Pulungan dan Khadisah Padang.

Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 144 Muara Bungo diselesaikan pada tahun 2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Muara Bungo Prov. Jambi diselesaikan pada tahun 2004, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Muara Bungo diselesaikan pada tahun 2007, dan pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HIMATEM) sebagai Anggota Kaderisasi (2009/2010). Penulis juga pernah melakukan kerja praktek di PT. Dirgantara Indonesia (DI) di Bandung pada tahun 2010. Pada tahun 2012 penulis melakukan penelitian dengan judul Unjuk Kerja Vortex Tube Cooler Pada Pemesinan Kering Terhadap Keausan Pahat HSS di bawah bimbingan Bapak Dr. Gusri Akhyar, S.T., M.T.


(7)

PERSEMBAHAN

Ibunda dan Ayahandaku

Kedua Adinda dan Kakandaku

Sahabat Mesin 07’


(8)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan mengucapkan lafas hamdalah penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing dan mengantarkan kita menuju zaman yang lebih baik seperti sekarang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Unjuk Kerja Vortex Tube Cooler Pada Pemesinan Kering Terhadap Keausan Pahat HSS”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan sumbangan pikiran dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

2. Bapak Harmen Burhanuddin, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.


(9)

3. Bapak . Dr. Gusri Akhyar, S.T., M.T. selaku Pembimbing Utama Tugas Akhir atas kesediaan dan keikhlasannya untuk memberikan dukungan, bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Ir. Yanuar Burhanudin,M.T.,PhD. selaku Pembimbing Pendamping atas kesediaan dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, motivasi dan saran untuk penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Tarkono, S.T,M.T. selaku dosen Pembahas yang telah memberikan masukan dalam penulisan laporan ini.

6. Bapak Nafrizal, S.T., M.T., selaku dosen Pembimbing Akademik.

7. Seluruh Dosen Pengajar Jurusan Teknik Mesin yang banyak memberikan ilmu selama penulis melaksanakan studi, baik berupa materi perkuliahan maupun tauladan dan motivasi sehingga dapat kami jadikan bekal untuk terjun ke tengah-tengah masyarakat.

8. Ibunda tercinta Khadisah, Ayahanda tersayang Parlaitan Pulungan S.Ag, kakak Novrida Yanti S.Pd, Adek Noerman Syarif Pulungan yang terus menerus tiada hentinya memberikan kasih sayang serta doa dan dorongan selalu, dengan ikhlas mensupport dan mendukung penulis baik materi maupun non materi yang merupakan kekuatan yang tiada batas dari arti cinta yang luhur.

9. Teman seperjuangan Apgan (Apridona) temen satu kost selama ini dan Nirwan Nugraha (gepuk) teman perantauan yang telah lama bersama.

10.Rekan-rekan Teknik Mesin angkatan 2007 : Reza Adhan, Efri Toekil, Rahmat Putel, Meylia, Imam Munandar, Agus Kempol, Jhon, Lamsihar, Jefri, Kak Chend, Yahya P, Asep Komti, Hendy, Ncezz, Oday, Joni Yanto, Harsono,


(10)

Bagus R.Akbar, Dodi W, Gembel (Rian Atmk), Kakus, Andriyansyah, Ryan Arizona, Jasiron, Ganjar, Jerabo, Ragil, Daza serta angkatan 2007 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas persahabatannya dan juga bantuannya, angkatan 2006 dan adek-adek 2008, 2009, 2010, 2011 tetap semangat salam “SOLIDARITYFOREVER”.

11.Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu, yang telah ikut serta membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini untuk mencapai suatu kelengkapan dan kesempurnaan. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap laporan ini memberi manfaat, baik kepada penulis khususnya maupun kepada pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, 7 Mei 2013 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……….. i

DAFTAR GAMBAR ………. iii

DAFTAR TABEL ……….. v

DAFTAR SIMBOL ……… vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

B. Tujuan ………... 4

C. Batasana Masalah ……… 4

D. Sistematika Penulisan ………. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Pembubutan ………. 6

B. Bahan Pahat ……… 12

C. Bahan Material ……… 14

D. Pemesinan Kering (Dry Machining) ………... 25

E. Proses Pendinginan Menggunakan Vortex Tube……….. 31

F. Temperatur Pemotongan Pada Proses Pembubutan ………. 35

G. Aus Pahat ………... 39


(12)

ii III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Penelitian ……… 51

B. Alat dan Bahan ……… 51

C. Prosedur Penelitian ……….. 55

D. Diagram Alir Penelitian ………... 62

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unjuk Kerja Vortex Tube ………. 63

B. Pengaruh Katub Pada Vortex Tube ……….. 67

C. Pengaruh Udara Dingin Terhadap Panjang Umur Pahat ………. 70

D. Udara Dingin Vortex Tube Dengan Laju Udara Maximal Kompresor … 79 E. Aus Pahat Bubut ………... 79

V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN ……….. 82

B. SARAN ………... 83 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Proses Bubut ……… 7

2.2 Penamaan (nomenclature) Pahat Kanan ……….. 7

2.3 Sistem Kerja ……… 9

2.4 Proses Pemotongan orthogonal ……….. 20

2.5 Sistem Kerja Vortex Tube ………... 34

2.6 Perkiraan sumber panas dalam tiga daerah, A. Bidang geser, B. Bidang gesek, C. Bidang permukaan……… 38

2.7 Permukaan pemesinan dan Bidang Sadak ……….. 39

2.8 Kriteria Mode Kegagalan Pahat Aus Sisi dan Aus Kawah …………. 40

2.9 (a) Diagram Spektrum Kegagalan Pahat (b) Ragam Kegagalan Pahat ……… 42

2.10 Grafik Umur Pahat Bubut ………... 43

2.11 Aus Pahat ……… 45

2.12 Pembentukan BUE ……….. 46

3.1 Benda Kerja Baja ST41 ……….. 52

3.2 Pahat HSS ……… 52


(14)

3.4 Vortex Tube ………. 54

3.5 Mikroskop VB ………. 54

3.6 Baja ST41 ………... 55

3.7 Instalasi Vortex Tube ……….. 56

3.8 Keausan Mata Pahat ……… 60

3.9 Diagram Alir (Flow Chart) Penelitian ……… 63

4.1 Grafik Udara Dingin Terhadap Laju Udara Kompresor Vs Katub …. 67 4.2 Grafik Udara Panas Terhadap Laju Udara Kompresor Vs Katub …... 69

4.3 Waktu Pemotongan Terhadap Panjang Umur Pahat ……… 75

4.4 Grafik Perbandingan Umur Pahat Tanpa Pendingin Vs Pendingin …. 78 4.5 Grafik Suhu Udara Vortex Tube Dengan Laju Udara Maximal …….. 79

4.6 (a) Sebelum Pemesinan (b) Sesudah Pemesinan (VB = 0,3 mm) ……….. 80


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Rekomendasi Kecepatan Potong Untuk Bahan Teknik Secara Umum .. 24

3.1 Komposisi Kimia Paduan Baja ST41 ……… 52

3.2 Pengukuran Suhu Udara Panas Keluaran Vortex Tube ………. 57

3.3 Pengukuran Suhu Udara Dingin Keluaran Vortex Tube ……… 58

3.4 Pengukuran Keausan Mata Pahat ……….. 61

4.1 Data Pengukuran Udara Dingin Keluaran Vortex Tube ……… 65

4.2 Data Pengukuran Suhu Udara Panas Keluaran Vortex Tube ………… 66

4.3 Data Panjang Umur Pahat Tanpa Menggunakan Pendingin …………. 70

4.4 Data Panjang Umur Pahat Menggunakan Vortex Tube Pada Katub 1 ... 71

4.5 Data Panjang Umur Pahat Menggunakan Vortex Tube Pada Katub 2 ... 72


(16)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Satuan

V Kecepatan Potong m/min

Vf Kecepatan Makan mm/min

a Kedalaman Potong mm

tc Waktu Pemotongan min

Z Kadar Pembuangan Material cm3/min

f Gerak Makan mm/rev

d0 Diameter Awal mm

dm Diameter Luar mm

lt Panjang Pemesinan mm

kr Sudut Potong Utama (o)

γo Sudut Geram (o)

n Putaran Poros Utama rpm

h Tebal Geram mm

b Lebar Geram mm

Tc Umur Pahat detik

VB Aus Sisi Pahat mm


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses permesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk dengan cara membuang atau meghilangkan sebagian material dari benda kerjanya. Tujuan digunakan proses permesinan ialah untuk mendapatkan akurasi dibandingkan proses-proses yang lain seperti proses pengecoran, pembentukan dan juga untuk memberikan bentuk bagian dalam dari suatu objek tertentu. Adapun jenis-jenis proses permesinan yang banyak dilakukan adalah proses bubut (turning), proses menyekrap (shaping dan planing), proses pembuatan lubang (drilling), proses mengefreis (milling), proses menggerinda (grinding), proses menggergaji (sawing), dan proses memperbesar lubang (boring) (Taufiq Rochim,1993).

Proses bubut (turning) merupakan proses produksi yang melibatkan berbagai macam mesin yang pada prinsipnya adalah pengurangan diameter dari benda kerja. Jenis mesin ini bermacam-macam dan merupakan mesin perkakas yang paling banyak digunakan di dunia serta paling banyak menghasilkan berbagai bentuk komponen-komponen sesuai peralatan. Pada mesin ini, gerakan potong dilakukan oleh benda kerja dimana benda ini dijepit dan diputar oleh spindel sedangkan gerak makan dilakukan oleh pahat dengan gerakan lurus Proses


(18)

2 pengerjaan pada mesin bubut secara umum dikelompokkan menjadi dua yaitu proses pemotongan kasar dan pemotongan halus atau semi halus (Yuliarman, 2008).

Mesin bubut (Lathe machine) adalah suatu mesin perkakas yang digunakan untuk memotong benda yang diputar. Gerak utama pada mesin bubut yaitu gerakan yang berputar. Bubut sendiri merupakan suatu proses pemakanan benda kerja yang sayatannya dilakukan dengan cara memutar benda kerja kemudian dikenakan pada pahat yang digerakkan secara translasi sejajar dengan sumbu putar dari benda kerja (Taufiq Rochim, 1993).

Pada proses pembubutan menghasilkan panas yang tinggi pada pahat dan benda kerja yang diakibatkan oleh gesekan antara pahat bubut dan benda kerja. Panas ini dianggap merugikan proses permesinan karena dapat menyebabkan pahat cepat menjadi aus, sehingga efisiensi proses permesinan menurun dan meningkatkan biaya produksi. Untuk mengurangi gesekan pada kedua pahat dan benda kerja maka diperlukannya proses pendinginan. Proses pendinginan ini terbagi menjadi beberapa tipe yaitu wet machining, dry machining, air cooling, dan pelumas dalam jumlah yang kecil (Sreejith & Ngoi, 2000).

Pada umumnya mesin bubut konvensional mengaplikasikan wet machining yang menggunakan cairan pendingin baik berupa air, oli, akan tetapi penggunaan cairan pendingin ini mangakibatkan benda kerja terkorosi dan kotor (Che Haron 2001).


(19)

3 Sedangkan pada proses pemesinan juga dikategorikan sebagai pemesinan kering (dry machining) menggunakan udara biasa (tekanan tinggi) mempunyai mamfaat berupa tanpa merusak lingkungan, mereduksi biaya pemrosesan limbah, operator terhindar dari racun yang bisa menyebabkan kanker dan operator terhindar dari kecelakaan akibat lantai licin serta berukuran kecil, ringan, temperature yang dihasilkan dapat diatur, minim perawatan, tahan lama (terbuat dari stainless stell) dan pendinginannya instant (Klock & Eisenblatter, 1997).

Proses pemesinan dengan metode kering (dry machining) mempunyai keuntungan dibandingkan dengan proses pemesinan menggunakan fluida. Oleh sebab itu, pemesinan kering dianjurkan untuk menghindarkan pencemaran lingkungan. Salah satu jenis pemesinan kering adalah proses pemesinan yang didinginkan menggunakan udara dingin bertekanan tinggi (Yazid et al., 2010).

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penelitian ini lebih menitik beratkan pada pengaruh pendinginan udara terhadap umur pahat HSS pada proses pembubutan baja ST41. Umur pahat merupakan salah satu faktor penting memperkirakan perkerjaan permesinan yaitu persisi, akurasi dan surface finish. Dalam proses pemesinan kondisi pekerjaan pemotongan pada mesin bubut khususnya pahat bubut HSS banyak mengalami keausan yang lebih cepat karena tanpa diberi pendingin. Pada saat diberi pendingin, aliran penyemprotan terus menerus mengalir sehingga kondisi pendinginan tidak terkontrol dengan baik. Pada penelitian tugas akhir ini akan dilakukan analisis


(20)

4 untuk mengetahui pengaruh pengaplikasian pendingin bertipe dry machining menggunakan vortex tube cooler terhadap tingkat keausan mata pahat

Oleh Sebab itu pada penelitian tugas akhir ini akan dilakukan analisis pengaruh pengaplikasian udara pendingin menggunakan vortex tube cooler terhadap tingkat keausan mata pahat. Sehingga penulis mengambil judul :

”Unjuk Kerja Vortex Tube Cooler Pada Pemesinan Kering Terhadap

Keausan Pahat HSS.”

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui unjuk kerja dari vortex tube dan pemanfaatan udara dingin untuk mengurangi kadar aus pahat pada proses pembubutan.

C. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Meterial spesimen uji yang digunakan adalah baja ST41

2. Pahat yang digunakan pada proses pembubutan adalah HSS 3. Tekanan kompresor yang digunakan 5,6,7 bar

D. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :


(21)

5 Bab I; Pendahuluan Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, Tujuan, Batasan masalah dan sistematika penulisan.

Bab II; Teori Dasar Berdasarkan landasan teori dari beberapa literature yang mendukung pembahasan tentang studi kasus yang diambil, yaitu pengaruh tekanan input vortex chamber terhadap unjuk kerja vortex tube cooler dan keausan mata pahat pada proses pembubutan.

Bab III; Metodologi Pada Bab ini menjelaskan metode yang digunakan penulis dalam pelaksanaan proses analisis proses analisis tekanan udara vortex tube dan keausan mata pahat pada proses pembubutan.

Bab IV; Hasil Dan Pembahasan Pada bab ini berisikan tentang data hasil pengamatan keausan mata pahat dan unjuk kerja votex tube pada proses dry machining dan pembahasan pengaruh variable tekanan udara terhadap keusan mata pahat dan unjuk kerja vortex tube.

Bab V; Kesimpulan Dan Saran; ini berisikan kesimpulan dan saran dari analisis yang dilakukan serta pembahasan tentang studi kasus yang diambil. Daftar Pustaka; Berisikan literatur-litelatur atau referensi-referensi yang diperoleh penulis untuk menunjang penyusunan laporan tugas akhir ini.

Lampiran; Berisikan beberapa hal yang mendukung proses analisis tekanan input vortex chamber terhadap unjuk kerja vortex tube cooler dan keausan mata pahat pada proses pembubutan.


(22)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lab.Proses Produksi, CNC dan material teknik Jurusan Teknik mesin Universitas Lampung untuk pengukuran suhu luaran vortex tube, proses pembubutan specimen uji dan proses pengukuran keausan mata pahat.

B. Alat Dan Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Material baja karbon rendah ST41 dengan nilai kekerasan 44,70 HRA (142,50 BHN). Dalam penelitian ini material yang digunakan adalah panjang 50 cm dan diameter 5,80 cm.

Benda uji pada penelitian ini adalah baja karbon rendah, faktor utama yang mempengaruhi sifat dari baja karbon adalah kandungan karbon dan mikrostruktur yang ditentukan oleh komposisi baja, seperti : C, Mn, Si, S dan P. Material ini mempunyai komposisi yang sesuai dengan sertifikat material.


(23)

52

Tabel 3.1 Komposisi kimia paduan baja ST41

Unsur Komposisi Kimia (%) Karbon (C)

Mangan (Mn) Silikon (Si)

Sulfur (S) Phospor (P)

0,7 - 0,10 0,3 - 0,6 0,15 - 0,25

0,35 0,03

Gambar 3.1 Benda kerja baja ST41

2. Mata pahat HSS.

Pahat bubut High Speed Steels (HSS) merupakan paduan dari 0,75%-1,5% Carbon (C), 4%-4,5% Chromium (Cr), 10%-20% Tungsten (W) dan Molybdenum (Mo), 5% lebih Vanadium (V), dan Cobalt (Co) lebih dari 12% (Childs, dkk, 2000).

Gambar 3.2 Pahat HSS

50 cm


(24)

53

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Mesin bubut

Mesin bubut adalah mesin perkakas yang banyak terdapat dibengkel produksi. Mesin bubut ini digunakan untuk proses pembubutan specimen.

Gambar 3.3 Mesin Bubut

Spesifikasi mesin ini adalah:

No Deskripsi

1. Jenis Konvensional horisontal

2. Merek Pinocho

3. Tipe S-90/200

4. Tool size 25 x 25 mm

5. Putaran spindel 40–2200 rpm

6. Daya Mesin 4 kW


(25)

54

2. Vortex tube

Digunakan untuk menyuplai udara dingin untuk proses pendinginan pada dry machining.

Gambar 3.4 Vortex tube Frigid-Xtm 50015 H (Medium) 3. Stopwatch

Stopwatch digunakan untuk mengukur waktu pemesinan yang dijalankan. 4. Termometer

Digunakan untuk pengukur suhu yang keluar dari vortex tube 5. Mikroskop VB

Mikroskop ini digunakan untuk melihat keausan yang dialami oleh mata pahat dengan perbesaran 50 kali mikroskop VB .

Gambar 3.5 Mikroskop PEAK (VB)

Tabung vortex tube Saringan

air

Magnet Penyangga Nozzle (pipa semprot udara dingin)

Katup (putaran)


(26)

55

6. Kompresor

Digunakan untuk menyuplai tekanan udara masuk ke vortex tube,sehingga menghasilkan udara dingin.

7. Kunci ragum

Digunakan untuk penguncian specimen dan mengatur posisi pahat pada mesin bubut.

8. Jangka sorong

Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter benda kerja sebelum dan setelah pemesinan pada tiap fase

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitan pada tugas akhir ini tebagi menjadi beberapa tahapan antara lain sebagai berikut :

1. Persiapan Spesimen

Pada tahapan ini dilakukan pembuatan specimen base material sesuai demensi pada gambar :

Gambar 3.6 Baja ST41

Ada pun langkah-langkah pembuatan base material adalah sebagai berikut: a. Mengalibrasi alat ukur panjang berupa jangka sorong.

50 cm


(27)

56

b. Mengukur dan menandai material sesuai dimensi base material.

c. Memotong material yang telah ditandai pada poin b menggunakan gergaji.

2. Instalasi vortex tube

Pada tahapan ini dilakukan instalasi vortex tube berupa penyambungan antara kompresor, pressure gauge dan vortex chamber ke mesin bubut.

Gambar 3.7 Instalasi Vortex Tube

3. Mengukur suhu luaran vortex tube

Pada tahapan ini berjutuan untuk mendapatkan data suhu luaran vortex tube yang dipengaruhi oleh variasi tekanan udara input vortex chamber. Proses pengukuran suhu dilakukan sebanyak 3 kali menggunakan termometer pada masing-masing variasi tekanan udara input.

Adapun langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : sambungan udara masuk

Penyaringan & nozzle Tabung vortex tube


(28)

57

a. Melakukan pengukuran suhu luaran pada votex tube pada variasi tekanan input (P.gauge) sebesar 5,6 dan 7 bar.

b. Melakukan pengukuran suhu luaran pada bukaan katup vortex tube dengan putran 360o,720o,1080o.

c. Melakukan pengukuran kembali pada poin a dan b, sebanyak 3 kali untuk tiap tekanan udara input.

d. Untuk semua data hasil pengukuran dicatat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3.2 Pengukuran suhu udara panas keluaran vortex tube

No Katup (Putaran) (Vortex Tube) Parameter Tekanan Pada Kompresor (bar) Udara panas

(oC) Rata-rata

1 1 (360o)

5 6 7

2 2 (720o)

5 6 7

3 3 (1080o)

5 6 7


(29)

58

Tabel 3.3 Pengukuran suhu udara dingin keluaran vortex tube

No Katup (Putaran) (Vortec Tube) Parameter Tekanan Pada Kompresor (bar) Udara dingin (oC)

Rata-rata

1 1 (360o)

5 6 7

2 2 (720o)

5 6 7

3 3 (1080o)

5 6 7

4. Proses pembubutan specimen

Pada Tahapan ini dilakukan Proses pembubutan specimen dilakukan dengan kecepatan spindle 625 rpm, yang digunakan untuk memproses pembubutan benda kerja dengan hasil atau bentuk penampang lingkaran atau benda kerja berbentuk silinder, menggunakan udara pendingin (dry machining) sebagai bendingin mata pahat.

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh parameter pemotongan terhadap hasil dari kemasan permukaan dengan menggunakan vortex tube, dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut:


(30)

59

a. Melakukan uji jalan (set up) mesin bubut.

b. Menguji kemampumesinan dengan parameter potong pada kondisi ekstrem

c. Menentukan kondisi pemotongan (v / a,f,d).

d. Meningkatkan pemesinan (pembubutan kering) ortogonal dengan menggunakan pahat HSS benda kerja baja ST41 sebanyak tiga fase untuk tiap kondisi pemotongan yang ditentukan.

e. mengamati dan menganalisa kondisi mata pahat dari tiap kondisi pemotongan.

f. Mengumpulkan data hasil penelitian berupa waktu pemesinan dan gambar pahat pada kondisi pemotongan.

g. Menentukan ragam kegagalan dan mekanisme aus yang terjadi pada pahat.

5. Pengukuran keausan

Pada tahapan ini dilakukan pengukuran keausan mata pahat yang terjadi pada proses pembubutan berupa pengukuran dimensi-dimensi yang merupakan indikator penentu keausan menurut studi pustaka yang ada menggunakan alat ukur mikroskop guna memperoleh dimensi yang lebih akurat. Pada tiap-tiap pengukuran dimensi mata pahat dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali guna memperoleh hasil pengukuran yang lebih akurat dan meminimalisir error.


(31)

60

Adapun langkah-langkah pengukuran dimensi keausan mata pahat adalah sebagai berikut :

a. Kalibrasi mikroskop.

b. Pengukuran keausan mata pahat pada suhu vortex tube dengan keluaran suhu optimum, maxsimum dan tanpa menggukan pedingin dengan kecepatan putar mesin bubut standar untuk mengetahui panjang umur pahat. Adapun keausan mata pahat dengan kedalam 0,3mm sesuai dengan studi pustaka yang ada.

Gambar 3.8 Keausan Mata Pahat


(32)

61

Tabel 3.4 Pengukuran keausan mata pahat

No Suhu

Keausan mata pahat

Kecepatan Potong/ v

Gerak Makan/f

Kedalaman potong/a

Panjang Umur Pahar (mm) (m/min) (mm/rev) (mm) (menit)

1. ± 27oC (Suhu ruangan) 0,3 88,39 0,11 2

2. ± 14,67

oC ( Katup I Vortex Tube)

0,3 88,39 0,11 2

3.

± 18,5oC ( Katup II Vortex Tube)

0,3 80,46 0,11 2

± 21,16oC ( Katup III Vortex Tube)


(33)

62

D. Diagram Alir Penelitian

A

Pengukuran keausan mata pahat tanpa pendingin dan menggunakan

pendingin vortex tube Mulai

Pengajuan tema penelitian dan penelusuran literatur

Survey ketersediaan alat :

Vortex Tube

• Mesin bubut

• Mikroskop, dll

Penyediaan bahan :

• Baja ST41

• Pahat HSS

Proses Pembubutan : Kondisi Pemotongan :

- v = 88,39 m/menit, 80,46 m/menit, 72,61 m/menit

- f = 0,11 mm / rev - a = 2 mm

Unjuk Kerja Vortex tube :

- Mengatur bukaan katup pada vortex tube - Mengatur Tekanan kompresor, 5,6, dan 7 bar Kalibrasi thermometer pada vortex tube :

- Suhu udara dingin - Suhu udara panas


(34)

63

Gambar 3.9 Diagram alir (flow chart) penelitian Foto Pengujian Keausan Mata Pahat

Data hasil pengujian

Analisa data dan Pembahasan

Simpulan dan Saran

Selesai A


(35)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang unjuk kerja vortex tube pada pemesinan kering baja ST41 terhadap keausan pahat HSS maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Vortex tube dapat menghasilkan udara dingin dengan suhu 14,67oC bukaan katup 1 (putaran 360o), 18,5oC bukaan katup 2 (putaran 720o) dan 21,67oC bukaan katup 3 (Putaran 1080o), dengan tekanan pada kompresor 5 bar.

2. Semakin kecil bukaan katup pada vortex tube maka udara yang dihasilkan akan lebih dingin yang keluar dari nozzel pada vortex tube, sebaliknya semakin kecil bukaan katup maka akan semakin panas udara yang keluar dari hot air (katup) pada votrtex tube.

3. Umur pahat tertinggi diperoleh pada suhu udara 14,67oC dengan kecepatan potong 88,39 m/min yaitu selama 6,29 menit, sedangkan umur pahat terendah diperoleh pada saat pemotongan tanpa menggunakan pedingin dengan kecepatan ptong 88,39 m/min yaitu selama 2,86 menit. 4. Pada proses pemesinan bubut pedingin udara bukaan katup 1 (putran

360o) yang keluar dari nozzel pada vortex tube lebih berpengaruh dibandingkan dengan bukaan katup lainnya terhadap panjang umur pahat.


(36)

83

B. Saran

Dari penelitian ini ada beberapa saran yang dapat diberikan yaitu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar suhu yang dihasil oleh vortex tube bisa lebih maximum dengan laju udara yang sangat deras dan pompa pada kompresor dapat bergerak lebih cepat agar mampu memberikan udara yang masuk sebanyak udara keluar.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Armansyah Ginting, High Speed Machining of AISI 01 Steel With Multilayer Ceramic CVD –Coated carbide; Tool Life and Surface Integrity, Vol 14, No. 3, Agustus 2003- majalah IPTEK, 2003. Aznijar Ahmad-Yazid, Zahari Taha and Indra Putra Almanar, 2010, A review

of cryogenic cooling in high speed machining (HSM) of mold and die steels, Scientific Research and Essays Vol. 5, pp. 412-427. Bennet,E,O. The role of sulfate-reducing bacteria in the deterioration of

cutting oils. Lubrication Eng.,13, 215-219.

Boothroyd, G., 1λ75, “Fundamentals of Metal Machining and Machine Tools, International Student Edition”, McGraw–Hill, Tokyo, Japan.

Boswell, B., Chandratilleke, T.T., (200λ), “Air-cooling used for metal cutting”, American Journal of Applied Sciences 6 (2), pp. 251 – 262.

Childs,T.,Maekawa, K., Obikawa, T., and Yamane, Y., 2000, “Metal Machining Theory and Applications”, by John Wiley & Sons Inc, New York-Toronto.

Canter.M.Neil, The Possibilities and Limitations of Dry Machining, Tribology & Lubrication Technology, ProQuest Science Journals, pg.30, 2003.

Causton, K.H, An Investigation into the Suistability of Dry Machining Automotive Cylinder Blocks for High Volume Production. University of Bradford. 2002.

Che Haron, 2001, Tool life and surface integrity in turning titanium alloy, Journal of material processing and tecknology, 349-368.

C. H. Che Haron, A. Ginting and J. H. Goh.turning tool steel. Journal of Materials Processing Technology 2 October 2001, Pages 49-54. Wear of coated and uncoated carbides in


(38)

David A.S and John S.A, Metal Cutting Theory and Practice, Marcel Dekker Inc.,1997.

Fajar kurniawan. (2008). Laporan Tugas Akhir : Study Tentang Cutting Force Mesin Bubut (Desain Dynamometer Sederhana). Surakarta. Jurusan Teknik Mesin - Universitas Muhammadiyah Surakarta. Gao, C., 2005,Thesiss Experimental Study On the Ranque-Hilsch Vortex Tube,

Technische Universiteit Eindhoven, Geboren Te HuBei, China Ginting, A. 2003, Pemesinan hijau aloi titanium Ti-6242S dengan

menggunakan perkakas pemotong pengisar hujung karbida, Tesis Dr Falsafah, Jabatan kejururteraan mekanik dan bahan, universiti Kebangsaan Malaysia

Gutowski,T.(2009).Machining.http:/www.nmis.org/EducationTraining/machin eshop/mill/intro.htmlhttp://claymore.engineer.gvsu.edu. 2004. Hellyar KG (1979). Gas liquefaction using a ranque-hilsch vortex tube:

Design criteria and bibliography. M.I.T. Chem. Engr. Theses. Hogmark, S., 2005, “Wear mechanisms of HSS cutting tools”, Uppsala

University, The Ångström Laboratory, Mikael Olsson, Dalarna University, Sweden.

Ibrahim, 2010). Pelarikan aloi titanium Ti-6Al-4V ELI menggunakan perkakas karbida dalam keadaan kering, Tesis Dr Falsafah, Jabatan kejururteraan mekanik dan bahan, universiti Kebangsaan Malaysia. ISO – 3685, 1995.

Kalpakjian, S. Manufacturing Process for Engineering and Technology., third Edition, Addison Wesley Publishing Company.1995.

Kalpakjian, S., 2003, “Manufacturing Processes for Engineering Materials”, Wesley Publishing Company, USA

Klock & Eisenblatter, 1999, Dry cutting of the CIRO RWTH.

Kalpakjian, S. Manufacturing Process for Engineering Material. 4th ed. Prentice Hall. 2003

Kalpakjian, S. Manufacturing Engineering and Technology, 3rd Ed. Addison- Wesley Publishing Company, 1995.

Leslie, W.C., 1λκ3, “The Physical Metallurgy of Steels”, McGraw–Hill, Tokyo, Japan.


(39)

NPRA, Report on U.S Lubricating Oil Sales. 1991.

Olortegui J. A. and Kwon P. Y., 2007. Tool wears mechanisms in machining. Int. J. Machining and Machinability of Materials 2; 3.

Pawlik, A., et al. 2002, Tool Life Experiment, 12 Maret 2004, <www.personal.psu.edu/users/h/hhw103/Groupreport.pdf>.

Paryanto, Rusnaldy, Utomo, T.S., Umardani, Y., (2010a), “Aplikasi air jet cooling pada proses pemesinan logam”, Prosiding Seminar Nasional Teknoin: Green Technology, Yogyakarta, pp. E.91 E.98 Promvonge, P and Eiamsa, S.,2005, Investigation On The Vortex Thermal

Separation In A Vortex Tube Refrigerator, Department of Mechanical Engineering, Faculty of Engineering, King Mongkut’s Institute of Technology Ladkrabang, Bangkok, Thailand.

Rochim T. 1993. Proses Permesinan. Higher Education Development Support Project. Jakarta.

Rochim, Taufiq, Teori dan Teknologi Proses Pemesinan, HEDS, Jakarta, 1993

Schey, A. John. Introduction to Manufacturing Process. 3 rd Ed. Mc/ Graw – Hill Book Co. 2000.

Seco, Dry Machining. 2004.

Singh, P.K., et all, 2004, An experimental performance evaluation of vortex tube, Mechanical and Chemical Engineering Departments Thapar Institute of Engineering and Technology, Patiala, India

Sreejith, P.S and Ngoi, B.K.A. Dry machining, machining of the future. Journal of Materials Processing Technology 2000.Seco, Dry Machining. 2004.

Sreejith & Ngoi, 2000, Dry machining of the future, Journal of material processing and technology, 101: 287-291

Sreejith, P.S and Ngoi, B.K.A. Dry machining, machining of the future. Journal of Materials Processing Technology 2000

Sanvik Coromant, 2003, Technical Information:Tool Wear, 12 Maret 2004. <http://www2.coromant.sandvik.com/coromant/products/steelturng /pdf/>.


(40)

Tonshoff. H.K, Mohlfeld. A, PVD - Coating for Wear Protection in Dry Cutting Operations, Institute for production and Machine Tools University of Hannover, Germany. 1997.

W.Gresik*,T.Wanat. Surface finish generated in hard turning of quenched alloy steel parts using conventional and wiper ceramic insert. Journal of Materials Processing Technology (2006).

Wood D. H. and J. Boersma, “On the self-induced motion of a helical vortex,” J. Fluid Mech. 384, 263 1999.

Yuliarman, ST. (2008). Tesis : Studi Pemotongan Optimum Pembubutan Keras Dan Kering Baja Perkakas AISI O1 Menggunakan Pahat Keramik (Al2O3 + TiC). USU digital library.


(41)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Proses Pembubutan

Proses pemotongan dengan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengubah bentuk suatu produk dari logam (komponen mesin) dengan cara memotong. Prinsip pemotongan logam dapat didefenisikan sebagai sebuah saksi dari alat potong yang dikontakkan dengan sebuah benda kerja untuk membuang permukaan benda kerja tersebut dalam bentuk geram (Yuliarman, 2008).

Proses bubut merupakan satu diantara 7 (tujuh) jenis proses pemesinan yang digunakan pada pemotongan logam. Dalam prosesnya digunakan mesin bubut yang memiliki chuck atau pencekam dan berputar pada sebuah sumbu, alat potong bergerak arah aksial terhadap benda kerja sehingga terjadi pemotongan dan menghasilkan permukaan yang konsentris dengan sumbu putar benda kerja. Proses pembubutan biasanya digunakan untuk memproses benda kerja dengan hasil atau bentuk penampang lingkaran atau benda kerja berbentuk silinder (Fajar Kurniawan,2008). Gambar 2.1 adalah skematis dari sebuah proses bubut dengan n adalah putaran poros utama, f adalah pemakanan, dan a adalah kedalaman potong.


(42)

7

Gambar 2.1 Proses Bubut (Sumber : Gutowski, 2009)

Bagian-bagian serta penamaan (nomenclature) dari alat potong yang digunakan pada proses bubut dijelaskan pada gambar 2.2. Radius pahat potong menghubungkan sisi dengan ujung potong (cutting edge) dan berpengaruh terhadap umur pahat, gaya radial, dan permukaan akhir.

(a) (b)

Gambar 2.2 Penamaan (nomenclature) pahat kanan

Ada tiga parameter utama yang mempengaruhi gaya potong, peningkatan panas, keausan, dan integritas permukaan benda yang dihasilkan. Ketiga parameter itu adalah kecepatan potong (v), pemakanan (f), dan kedalaman


(43)

8

potong (a). Kecepatan potong adalah kecepatan keliling benda kerja dengan satuan (m/min). Pemakanan adalah perpindahan atau jarak tempuh pahat tiap satu putaran benda kerja (mm/rev). Kedalaman potong merupakan tebal material terbuang pada arah radial (mm).

Menurut Rochim (1993), kecepatan pembuangan geram dapat dipilih agar waktu pemotongan sesuai dengan yang dikehendaki. Hal ini dimaksudkan agar produktivitas permesinan dapat optimal. Untuk itu perlu dipahami lima elemen dasar proses permesinan, yaitu:

1. Kecepatan potong (cutting speed) : v (m/min) 2. Kecepatan makan (feeding speed) : vf (mm/min) 3. Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm) 4. Waktu pemotongan (cutting time) : tc (min) 5. Kadar pembuangan material (rate of metal removal) : Z (cm3/min)

Kelima elemen proses permesinan di atas dihitung berdasarkan dimensi benda kerja, pahat serta besaran dari mesin yang digunakan. Dikarenakan besaran mesin pemotongan logam yang dapat diatur ada bermacam-macam dan bergantung pada jenis mesin pemotong, maka rumus yang digunakan untuk menghitung setiap elemen proses permesinan dapat berlainan. Untuk proses bubut elemen dasarnya dapat diketahui dengan memperhatikan gambar di bawah ini :


(44)

9

Gambar 2.3 Sistem kerja (Sumber : Rochim, 1993)

Benda Kerja : d0 : diameter awal ; mm dm : diameter luar ; mm lt : panjang pemesinan ; mm Pahat : kr : sudut potong utama ; o

γo : sudut geram ; o Mesin bubut : a : kedalaman potong

a : do−dm

2 (mm)

f : pemakanan (mm/putaran) n : putaran poros utama (rpm)

Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa proses bubut tersebut menggunakan suatu proses pemotongan miring (oblique cutting) yaitu suatu sistem pemotongan dengan gerakan relatif antara pahat dan benda kerja membentuk sudut potong utama r kurang dari λ0º. Kecepatan makan vf dihasilkan oleh pergerakan dari


(45)

10

pahat ke benda kerja. Elemen dasar dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut :

1. Kecepatan Potong

=

�. .�

1000 ; m / min ………..(1)

Diman : v : kecepatan potong ; m/min d : diameter rata-rata

d = (d0+ dm) /2 ≈ do ; mm n : putaran poros utama ; rpm

Kecepatan potong maksimal yang diizinkan tergantung pada :

 Bahan benda kerja : makin tinggi kekuatan bahan, makin rendah kecepatan potong.

 Bahan pahat : pahat karbida memungkinkan kecepatan yang lebih tinggi dari pada pahat HSS.

 Besar asutan : makin besar gerak makan, makin rendah kecepatan

potong.

 Kedalaman potong : makin besar kedalaman potong, makin rendah kecepatan potong.

2. Kecepatan Pemakanan

vf = f . n ; mm/min ………...(2) dimana : vf : kecepatan makan ; mm/min

f : gerak makan ; mm/rev


(46)

11

3. Waktu Pemotongan

tc = lt / vf ; min ………...(3) dimana : tc : waktu pemotongan ; min

lt : panjang pemesinan ; mm vf: kecepatan makan ; mm/min

4. Kecepatan Penghasilan Geram

Kecepatan penghasil geram dapat dihitung dengan formula :

Z = A . v ……..…..………...(4)

dimana, penampang geram sebelum terpotong A = f . a ; mm2 maka Z = f . a . v

dimana, Z : kecepatan penghasilan geram ; cm3 / min

f : gerak makan ; mm/rev

a : kedalaman potong ; mm

Pada Gambar 2.3 diperlihatkan sudut potong utama (κr, principal cutting edge angle) yaitu merupakan sudut antara mata potong mayor dengan kecepatan makan vf. Untuk harga a dan f yang tetap maka sudut ini menentukan besarnya lebar pemotongan. (b, widh of cut) dan tebal geram sebelum terpotong (h, underformed chip thicknes) sebagai berikut:

a. Lebar pemotongan : b = a / sin r ; mm b. Tebal geram sebelum terpotong : h = f sin Kr ; mm


(47)

12

Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong dapat dituliskan sebagai berikut :

A = f . a = b . h ; mm2 ………...(5)

Perlu dicatat bahwa tebal geram sebelum terpotong (h) belum tentu sama dengan tebal geram (hc, chip thicknes) dan hal ini antara lain dipengaruhi oleh sudut geram, kecepatan potong dan material benda kerja.

B. Bahan Pahat

1. Syarat bahan pada pahat

Prinsip dasar pemesinan adalah kemampuan ketangguhan (toughness) pahat terhadap benda kerja. Banyak perkembangan pada bahan pahat guna meningkatkan kemampumesinan dimana geometri dan bahan pahat merupakan hal yang perlu di pertimbangkan. Syarat bahan pahat yang harus dipenuhi mencakup:

a. Kekerasan terutama pengerasan karena panas, dengan tujuan untuk menjaga suhu pemotongan dan mencegah perubahan bentuk plastik (Plastic Deformation).

b. Ketangguhannya harus dapat menahan beban yang tiba–tiba. c. Rendah sifat adhesi terhadap benda kerja untuk mencegah BUE. d. Rendah penyerapan (solubility) pahat terhadap unsur benda kerja

untuk mencegah aus pahat. (Schey, 2000).


(48)

13

f. Kemampuan kesetimbangan secara kimia terhadap pengaruh benda kerja (Kalpakjian, 1995).

2. Jenis-jenis pahat

Dalam suatu pemesinan jenis pekerjaan pemesinan yang tertentu diperlukan pahat dari jenis material yang cocok. Keterbatasan kemampuan suatu jenis material pahat perlu diperhitungkan. Berikut adalah pahat yang sering digunakan menurut urutannya mulai dari material yang relatif lunak sampai dengan yang paling keras sebagai berikut :

1. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel, Carbon Tool Steels, CTS) 2. HSS (High Speed Steels, Tool Steels)

3. Paduan Cor Non logam (Cast Nonferous Alloys, Cast Carbides) 4. Karbida (Cermeted Carbides, Hardmetals)

5. Keramik (Ceramic)

6. CBN (Cubic Boron Nitride)

7. Intan (Sintered Diamons & Natural Diamonds)

3. Pahat HSS (High Speed Steels)

Pahat bubut High Speed Steels (HSS) merupakan paduan dari 0,75%-1,5% Carbon(C), 4%-4,5% Chromium (Cr), 10%-20% Tungsten (W) dan Molybdenum (Mo), 5% lebih Vanadium (V), dan Cobalt (Co) lebih dari 12% (Childs, dkk, 2000). Pahat HSS dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu; high speed steel, molybdenum high speed steel, dan


(49)

14

superhigh speed steel. Peningkatkan kekerasan permukaan HSS dan ketahanan aus dapat dilakukan dengan pelapisan. Beberapa material pelapis di antaranya: tungsten karbida, titanium karbida, dan titanium nitrida, dengan tebal pelapisan 5-κ m (Boothroyd, 1λ75). Peningkatan kekerasan HSS dapat dilakukan dengan di quenching, kekerasannya 52-63 HRC. Untuk HSS yang dipanaskan pada suhu 1175-1230oC dan di quenching dengan oli, kemudian di-temper pada suhu 550-580oC, kekerasannya meningkat sampai 63-65 HRC. (Leslie,1983)

C. Bahan Material

1. Bahan Logam Ferro

Bahan logam ferro adalah suatu logam yang memiliki dasar paduan besi (ferrous), sedangkan unsur lain hanyalah sebagai unsur tambahan untuk mendapatkan sifat bahan sesuai dengan aplikasi dalam penggunaannya Bahan logam ferro diantaranya adalah:

1. Besi Tempa (Wrought Iron) 2. Baja Karbon (Carbon Steel) 3. Baja Paduan

4. Baja dan Besi Tuang

2. Bahan Logam Non Ferro

Bahan logam Non Ferro adalah bahan yang memiliki unsur logam tetapi tidak ada unsur besi (ferrous). Bahan logam non ferro diantaranya adalah:


(50)

15

2. Magnesium dan paduannya 3. Tembaga dan paduannya 4. Nikel dan paduannya 5. Seng dan paduannya 6. Titanium dan paduannya

7. Timah hitam dan paduannya(Pb) 8. Timah putih dan paduannya (Tin)

3. Sifat Dan Karakteristik Logam

Logam mempunyai beberapa sifat antara lain: sifat mekanis, sifat fisika, sifat kimia dan sifat pengerjaan. Sifat mekanis adalah kemampuan suatu logam untuk menahan beban yang diberikan pada logam tersebut. Pembebanan yang diberikan dapat berupa pembebanan statis (besar dan arahnya tetap), ataupun pembebanan dinamis (besar dan arahnya berubah). Yang termasuk sifat mekanis pada logam, antara lain: kekuatan bahan (strength), kekerasan elastisitas, kekakuan, plastisitas, kelelahan bahan, sifat fisika, sifat kimia, dan sifat pengerjaan.

Kekuatan (strength) adalah kemampuan material untuk menahan tegangan tanpa kerusakan. Beberapa material seperti baja struktur, besi tempa, alumunium, dan tembaga mempunyai kekuatan tarik dan tekan yang hampir sama. Ukuran kekuatan bahan adalah tegangan maksimumnya, atau gaya terbesar persatuan luas yang dapat ditahan bahan tanpa patah. Untuk mengetahui kekuatan suatu material dapat


(51)

16

dilakukan dengan pengujian tarik, tekan, atau geser. Kekerasan (hardness) adalah ketahanan suatu bahan untuk menahan pembebanan yang dapat berupa goresan atau penekanan. Kekerasan merupakan kemampuan suatu material untuk menahan takik atau kikisan. Kekakuan adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menahan perubahan bentuk atau deformasi setelah diberi beban. Kelelahan bahan adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima beban yang berganti-ganti dengan tegangan maksimum diberikan pada setiap pembebanan.

Elastisitas adalah kemampuan suatu bahan untuk kembali ke bentuk semula setelah menerima beban yang mengakibatkan perubahan bentuk. Elastisitas merupakan kemampuan suatu material untuk kembali ke ukuran semula setelah gaya dari luar dilepas. Elastisitas ini penting pada semua struktur yang mengalami beban yang berubah-ubah terlebih pada alat-alat dan mesin-mesin presisi.

Plastisitas adalah kemampuan suatu bahan padat untuk mengalami perubahan bentuk tetap tanpa ada kerusakan. Sifat fisika adalah karakteristik suatu bahan ketika mengalami peristiwa fisika seperti adanya pengaruh panas atau listrik. Yang termasuk sifat-sifat fisika adalah sebagai berikut: Titik lebur, Kepadatan, Daya hantar panas, dan daya hantar listrik. Sifat kimia adalah kemampuan suatu logam dalam mengalami peristiwa korosi. Korosi adalah terjadinya reaksi kimia antara


(52)

17

suatu bahan dengan lingkungannya. Secara garis besar ada dua macam korosi, yaitu korosi karena efek galvanis dan reaksi kimia langsung.

4. Baja

Baja adalah besi karbon campuran logam yang dapat berisi konsentrasi dari element campuran lainnya, ada ribuan campuran logam lainnya yang mempunyai perlakuan bahan dan komposisi berbeda. Sifat mekanis adalah sensitif kepada isi dari pada karbon, yang mana secara normal kurang dari 1% C. Sebagian dari baja umum digolongkan menurut konsentrasi karbon, yakni ke dalam rendah, medium dan jenis karbon tinggi. Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator pembangkit listrik, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan baja. Besi baja menduduki peringkat pertama diantara barang tambang logam dan produknya melingkupi hampir 90 % dari barang berbahan logam.

Berdasarkan tinggi rendahnya prosentase karbon di dalam baja, baja karbon diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Baja Karbon Rendah (low carbon steel)

Baja karbon rendah mengandung karbon antara 0,10 s/d 0,30 %. Baja karbon ini dalam perdagangan dibuat dalam plat baja, baja strip dan baja batangan atau profil. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung dalam baja, maka baja karbon rendah dapat digunakan atau dijadikan baja-baja sebagai berikut:


(53)

18

dijadikan baja baja plat atau strip.

 Baja karbon rendah yang mengandung 0,05% C digunakan untuk keperluan badan-badan kendaraan.

 Baja karbon rendah yang mengandung 0,15% - 0,30% C digunakan untuk konstruksi jembatan, baja konstruksi, atau membuat baut.

2. Baja Karbon Menengah (medium carbon steel)

Baja karbon menengah mengandung karbon antara 0,30% - 0,60% C. Baja karbon menengah ini banyak digunakan untuk keperluan alat-alat perkakas bagian mesin. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung dalam baja maka baja karbon ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk keperluan industri kendaraan, roda gigi, pegas dan sebagainya.

3. Baja Karbon Tinggi (high carbon steel)

Baja karbon tinggi mengandung kadar karbon antara 0,60% - 1,7% C dan setiap satu ton baja karbon tinggi mengandung karbon antara 70– 130 kg. Baja ini mempunyai tegangan tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk material tools. Salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja.

Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung didalam baja maka baja karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas, alat-alat


(54)

19

perkakas seperti: palu, gergaji atau pahat potong. Selain itu baja jenis ini banyak digunakan untuk keperluan industri lain seperti pembuatan kikir, pisau cukur, mata gergaji dan lain sebagainya.

Baja ST41 termasuk baja karbon rendah dengan kandungan karbon kurang dari 0,30%. ST41 ini menunjukkan bahwa baja ini dengan kekuatan tarik ≤ 40 kg / mm². (diawali dengan ST dan diikuti bilangan yang menunjukan kekuatan tarik minimumnya dalam kg/mm²). Baja ST41 ini secara teori mempunyai nilai kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan besi cor, dengan adanya perlit dan ferit karena perlit yang ada lebih banyak dari pada ferit.

5. Proses Pemesinan Untuk Baja

Besi kasar diproduksi dengan menggunakan dapur biji besi yang berisi kokas pada lapisan paling bawah, kemudian batu kapur dan biji besi. Kokas terbakar dan menghasilkan gas CO yang naik ke atas sambil mereduksi oksida besi. Besi yang telah tereduksi melebur dan terkumpul di bawah menjadi besi kasar yang biasanya mengandung Karbon (C), Mangan (Mn), silicon (Si), nikel (Ni), fospor (P), belerang (Si). Kemudian leburran besi dipindahkan ke tungku lain (converter) dan dihembuskan gas oksigen untuk mengurangi kandungan karbon. Untuk menghilangkan kembali kandungan oksigen dalam baja cair ditambahkan AL, Si, Mn proses ini disebut oksidasi. Setelah dioksidasi, baja cair dialirkan dalam mesin cetakan kontinu berupa slap atau di cor dalam


(55)

20

cetakan berupa ingot. Slap dan ingot itu diproses dengan penempaan panas rolling panas, penempaan dingin, perlakuan panas, pengerasan permukaan, dan lain-lain untuk dibentuk menjadi sebuah produk atau kerangka dasar dari sebuah produk.

Proses pemesinan yang menggunakan perkakas potong bermata tunggal, mekanismenya adalah dengan memotong bagian dari benda kerja bentuk silinder yang berputar. Perkakas dihantarkan secara linier, sejajar dengan sumbu rotasi. Proses pemesinan berdasarkan bentuk benda kerja ada dua, yaitu bentuk bulat (silindris) dan berbagai bentuk non-silindris. Proses pembuatan dilakukan dengan cara memotong sebagian benda kerja yang berputar pada mesin sementara pisau potongnya diam.

Gambar 2.4 Proses pemotongan orthogonal (Sumber : Rochim, 1993)

Analisis mekanisme pembentukan geram tersebut dikemukakan oleh Merchant berdasarkan teorinya atas model pemotongan sistem tegak (orthogonal system). Sistem pemotongan tegak merupakan


(56)

21

penyederhanaan dari sistem pemotongan miring (obligue system) dimana gaya diuraikan menjadi komponen gaya yang bekerja pada suatu bidang. Pemotongan tegak (Orthogonal cutting) merupakan suatu sistem pemotongan dengan gerakan relatif antara mata pahat dan benda kerja membentuk sudut potong tepat 90º atau yang dinamakan dengan sudut potong utama (Kr), dan besarnya lebar mata pahat lebih besar dari lebar benda kerja yang akan dipotong. Menurut Rochim(1993), sudut potong utama (Kr) mempunyai peran antara lain :

1. Menentukan lebar dan tebal geram sebelum terpotong (b dan h)

2. Menentukan panjang mata potong yang aktif atau panjang kontak antara geram dengan bidang pahat, dan

3. Menentukan besarnya gaya.

Untuk kedalaman potong a dan gerak makan f yang tetap, maka dengan memperkecil sudut potong utama (Kr) akan menurunkan tebal geram sebelum terpotong h dan menaikkan lebar geram b. Akan tetapi, pemakaian sudut potong utama yang kecil tidak selalu menguntungkan sebab akan menaikkan gaya radial Fx. Gaya radial yang besar mungkin menyebabkan lenturan yang terlalu besar ataupun getaran (chatter) sehingga menurunkan ketelitian geometrik produk dan hasil pemotongan terlalu kasar. Tergantung pada kekakuan (stiffness) benda kerja dan pahat serta metode pencekaman benda kerja serta geometri benda kerja.


(57)

22

Sudut geram mempengaruhi proses pembentukan geram pada proses pemotongan orthogonal. Untuk suatu kecepatan potong tertentu, sudut geram yang besar akan menurunkan rasio pemampatan tebal geram ( h) yang mengakibatkan kenaikan sudut geser (Ф). Jenis material benda kerja juga akan mempengaruhi pemilihan sudut geram. Pada prinsipnya, untuk material yang lunak dan ulet (soft and ductile) memerlukan sudut geram yang besar untuk mempermudah proses pembentukan geram, sebaliknya bagi material yang keras dan rapuh (hard and brittle) memerlukan sudut geram yang kecil atau negatif untuk memperkuat pahat.

Kecepatan pemotongan dan jarak pemakanan (Cutting speed and feed rate) salah satu aspek penting dalam proses pemotongan untuk pembentukan benda kerja pada mesin perkakas ialah penentuan kesesuaian kecepatan pemotongan (cutting peed) dan jarak pemotongan (feed). Hal ini dikarenakan bahwa aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan kualitas proses produksi yang kita lakukan.

Cutting Speed (kecepatan pemotongan) dapat didefinisikan sebagai kecepatan keliling atau permukaan dari benda kerja atau alat potong yang diukur pada meter per menit. Faktor ini akan diterapkan dalam menentukan putaran spindle mesin atau alat potong dalam putaran per menit (revolution per minute /rpm.). Pengaruh Cutting Speed (kecepatan pemotongan) terhadap umur pakai alat potong Kesesuaian dalam memilih kecepatan potong sangat sangat menentukan efisiensi kerja dan pemakaian


(58)

23

alat potong, pada kecepatan potong yang lebih tinggi akan mereduksi ketahanan dan umur pakai dari alat potong yang kita gunakan dan jika kecepatan pemotongan diturunkan ada kecenderungan memperpanjang umur pakai dari alat potong tersebut. Sebuah estimasi umur pakai pahat bubut HSS diperlihatkan pada gambar 2.4, dimana pahat bubut tersebut digunakan selama 60 menit dalam pekerjaan biasa dan selama 240 menit digunakan untuk set-up tool dan persiapan lainnya. Pada grafik memperlihatkan curve umur pakai pahat bubut HSS dalam pemakaian biasa dengan dasar umur pakai pahat tersebut selama 60 menit.

Jika pemotongan pada baja 90 meter/menit (320 feet per minute), depth of cut 5 mm (3/16”) jarak pemakanan 0,4 mm (0,015”) per putaran. Catatan penurunan umur pakai sebanding dengan peningkatan kecepatan pemotongan. Dengan demikian pemilihan kecepatan potong yang tepat sesuai dengan diameter benda kerja yang dikerjakan. Pemilihan dan penentuan kecepatan potong dan berbagai factor yang mempengaruhi kecepatan potong (Cutting Speed) telah direkomendasikan sesuai dengan jenis bahan sebagai faktor utama dan penentu besaran dari benda yang akan dikerjakan. Tabel berikut menunjukkan faktor dasar dalam menentukan kecepatan potong tersebut, dimana ditentukan berdasarkan umur pemakaian dari pahat bubut HSS dalam waktu kurang lebih selama 60 menit tanpa pendingin pada jarak pemotongan sedang (medium feed rate).


(59)

24

Tabel 2.1 Rekomendasi kecepatan potong untuk bahan-bahan teknik secara umum

Material Ballpark CS With High-Speed Tool Cutting Speed High-Speed Tool Cutting Speed Carbide Tool Feed/Rev HSS Tool Lathe Feed/Rev carbide Tool Lathe SAE 1020-Low Carbon Steel

100 80-120 300-400 002-020

006 035

SAE 1050-High

Carbon Steel 60 60-100 200 002-015

006 030

Stanless Steel 100 100-120 240-300 002-005 003

006

Alumunium 250 400-700 800-1000 003-030

008 045

Brass & Bronze 200 110-300 600-1000 003-025

008 040

Plastics 500 500 1000 005-050 005

050

Mekanisme pembentukan geram logam yang pada umumnya bersifat ulet (ductile) apabila mendapat tekanan akan timbul tegangan (stress) di daerah sekitar konsentrasi gaya penekanan mata potong pahat. Tegangan pada logam (benda kerja) tersebut mempunyai orientasi yang kompleks dan pada


(60)

25

salah satu arah akan terjadi tegangan geser (shearing stress) yang maksimum. Apabila tegangan geser ini melebihi kekuatan logam akan terjadi deformasi plastik (perubahan bentuk) yang menggeser dan memutuskan benda kerja diujung pahat pada suatu bidang geser (shear plane).

D. Pemesinan Kering (Dry Machining) 1. Pemesinan Kering

Pemesinan kering atau dalam dunia manufakturing dikenal dengan pemesinan hijau (Green Machining) merupakan suatu cara proses pemesinan atau pemotongan logam tanpa menggunakan cairan pendingin melainkan menggunakan partikel udara sebagai media pendingin selama proses pemesinan berlangsung untuk menghasilkan suatu produk yang diinginkan dengan maksud untuk mengurangi biaya produksi, meningkatkan produktivitas serta ramah lingkungan.

Mengingat persaingan dalam dunia manufakturing begitu ketatnya maka penelitian terhadap teknologi pemesinan hijau (green machining) terus dilakukan, karena walaupun teknologi pemesinan hijau (green machining) terus berkembang akan tetapi teknologi yang ada sekarang ini hanya mampu digunakan untuk proses dengan pemakanan yang kecil sehingga biasanya hanya dipakai untuk proses penghalusan (finishing).


(61)

26

2. Pemesinan Kering dan Cairan pada pemesinan

Saat ini pengembangan pemesinan kering (dry machining) banyak dibicarakan di kalangan orang teknologi pemesinan. Pemesinan kering pada industri manufaktur sekarang ini masih banyak sekali dilakukan untuk mencari system yang tepat atau boleh dikatakan masih dalam tahap uji coba, ini disebabkan karena belum tegaknya undang-undang

lingkungan hidup dan masih minimnya pahat yang direkomendasi untuk pemesinan kering, sehingga industri manufaktur masih tetap bertahan pada sistem yang lama yaitu pemesinan basah (Grzesik & Nieslony 2003). Ada tiga faktor yang menyebabkan pemesinan kering menjadi menarik dibicarakan yaitu :

1. Pemesinan kering hanya dipilih untuk mengatasi masalah pemutusan atau penguraian rantai ikatan kimia yang panjang dengan waktu paruh yang sangat lama (non biodegradable) yang potensial untuk merusak lingkungan.

2. Teknik pemesinan kering sangat potensial untuk mengurangi biaya produksi. Hasil riset menunjukkan bahwa pada industri otomotif Jerman, biaya cairan pemotongan (7-20) % dari biaya pahat total. Jumlah ini adalah dua sampai empat kali lebih besar dari biaya pahat potong.

3. Salah satu cara pemesinan yang tidak menimbulkan limbah dan pengabutan udara serta tidak menimbulkan sisa pada serpihan adalah pemesinan kering (Sreejith & Ngoi 2000, Sokovic).


(62)

27

Kepentingan terhadap kesehatan manusia dan teknologi telah membuat industri pemotongan logam mengembangkan metode pemotongan yang bersahabat dengan lingkungan dan kesehatan serta mempunyai tujuan memperbaiki efisiensi, mereduksi biaya produksi, meningkatkan produktifitas dan meminimalkan siklus waktu dan secara bersamaan pula memberikan kenyamanan terhadap lingkungan dan kesehatan kerja. Badan administrasi keamanan dan kesehatan Amerika (OSHA) secara berkesinambungan memperbaiki hokum-hukum baru yang berkaitan dengan manufaktur dan dampak lingkungan yang sehat. Salah satu perhatian yang utama pada industri pemotongan logam adalah berkaitan dengan kesehatan bila menggunakan cairan pemotongan pada pemesinan basah. Hingga saat ini, telah diestimasi lebih dari 100 juta galon dari cairan. pemotongan yang digunakan setiap tahun di Amerika (NPRA, 1991). Selain itu juga telah diestimasi bahwa diantara 700.000 sampai 1.000.000 pekerja mengalami pengaruh buruk karena cairan pemotongan di Amerika setiap tahunnya (Bennet, 1957). Secara epidemik kajian menunjukkan bahwa untuk waktu yang panjang cairan pemotongan dapat menyebabkan akibat yang lebih buruk dalam beberapa kasus yaitu berupa kanker. Badan riset internasional untuk kanker telah menyimpulkan bahwa pengaruh akibat partikel cairan pemotongan yang digunakan merupakan yang menjadi salah satu penyebab.

Pada lingkungan kerja, cairan pemotongan menghasilkan partikel berupa kabut yang sangat halus dengan diameter dibawah 5,0 mikron dan dalam


(63)

28

periode waktu yang panjang biasa mengakibatkan pengaruh buruk terhadap kesehatan berupa sakit paru dan iritasi kulit serta pada lingkungan kerja. Menurut Tonshoff dan Mohlfeld (1997), Sreejith dan Ngoi (2000), dan Canter, (2003) pada umumnya pemesinan untuk memfabrikasi komponen-komponen automotif dilakukan dengan metode pemesinan basah (wet machining). Pada metode ini sejumlah cairan pemotongan dialirkan ke kawasan pemotong selama proses pemesinan dengan tujuan menurunkan suhu pemotongan dan melumasi bagian-bagian pemesinan sehingga diharapkan permukaan pemesinan memiliki suatu integritas permukaan (surface integrity) yang baik. Fenomena kegagalan pahat dan penggunaan cairan pemotongan merupakan salah satu masalah yang telah banyak dikaji dan mendapat perhatian dalam kaitannya yang sangat berpengaruh terhadap kekasaran permukaan hasil pengerjaan, ketelitian geometri produk dan mekanisme keausan pahat serta umur pahat (Ginting A, 2003).

Tonshoff dan Mohlfeld (1997), juga Sreejith dan Ngoi (2000) melaporkan bahwa umumnya cairan pemotongan bekas disimpan dalam kontainer dan kemudian ditimbun di tanah. Selain itu, masih banyak praktek yang membuang cairan pemotongan bekas langsung ke alam bebas. Hal ini jelas akan merusak lingkungan dan undang-undang lingkungan hidup yang berlaku mencegah hal tersebut (Sreejith & Ngoi,2000). Menurut Seco (2004), badan administrasi keamanan dan kesehatan telah merekomendasikan batas unsur-unsur berbahaya pada cairan pemotongan


(64)

29

untuk pemesinan yaitu 0,5÷5,0 mg/m3 dan Metalworking fluid Standard Advisory Committee (MWFSAC) merekomendasikan sebesar 0.5 mg/m3 (Canter, 2003).

Dari tinjauan terhadap aspek biaya pemakaian cairan pemotongan, beberapa data penelitian mengidentifikasikan bahwa ongkos penggunaan cairan pemotongan untuk keperluan pemesinan mencapai (16–20%) dari ongkos produksi (Causton, 2002). Seco (2004) melaporkan pula bahwa ongkos cairan pemotongan rata–rata adalah 15% setahun dari total ongkos produksi. Selanjutnya Canter (2003) melaporkan bahwa ongkos cairan pemotongan adalah 16% dari total ongkos produksi.

Pilihan alternatif dari pemesinan basah adalah pemesinan kering, karena selain tidak ada cairan pemotongan bekas dalam jumlah besar yang akan mencemari lingkungan juga tidak ada kabut partikel cairan pemotongan yang akan membahayakan operator dan juga serpihan pemotongan tidak terkontaminasi oleh residu cairan pemotongan. Pemesinan kering mempunyai beberapa masalah yang antara lain, gesekan antara permukaan benda kerja dan pahat potong, kecepatan keluar serpihan, serta temperatur potong yang tinggi dan hal tersebut semuanya terkait dengan parameter pemesinan.

Secara umum industri pemesinan pemotongan logam melakukan pemesinan kering adalah untuk menghindari pengaruh buruk akibat cairan


(65)

30

pemotongan yang dihasilkan oleh pemesinan basah. Perihal ini secara kuantitatif menyangkut pengaruh buruk pemesinan basah dengan anggapan pada pemesinan kering tidak akan dihasilkan pencemaran lingkungan kerja dan ini berarti tidak menghasilkan kabut partikel cairan pemotongan.

Dari pertimbangan hal diatas pakar pemesinan mencoba mencari solusi dengan suatu metode pemotongan alternatif dan mereka merumuskan bahwa pemesinan kering (dry cutting) yang dari sudut pandang tekologi disebut dengan pemesinan hijau (green machining) merupakan jalan keluar dari masalah tersebut. Melalui pemesinan kering diharapkan disamping aman bagi lingkungan, juga bisa mereduksi ongkos produksi sebesar 16-20% dari total ongkos produksi.

Keuntungan utama dari cairan pada pemotongan adalah untuk mengurangi panas dan gesekan yang ditimbulkan sepanjang daerah pemotongan serta juga bermanfaat untuk membersihkan serpihan dari daerah pemotongan. Jika cairan pemotongan tidak digunakan pada proses pemesinan maka kedua keuntungan di atas tidak diperoleh mengakibatkan koefisien gesekan serta suhu pemotongan meningkat sehingga akan menimbulkan keausan pada pahat yang disebabkan difusi pahat. Mekanisme keausan pahat ditunjukkan dalam pemotongan kering beban kerja tinggi (beban termal) Sebaliknya dalam perspektif pahat sebagai material yang rapuh, pemotongan kering memberikan manfaat


(66)

31

untuk menghindari tegangan termal yang umumnya diindikasikan oleh keretakan sisir (comb crack) pada permukaan pahat potong (Che Haron 2001).

E. Proses Pendingin Menggunakan Vortex Tube

Vortex tube adalah suatu alat yang berfungsi sebagai pendingin tanpa mengunakan refrigerant dan fenomena yang terjadi pada vortex tube sampai saat ini belum dapat dijelaskan secara tepat, sehingga banyak ilmuwan yang melakukan peneltian tentang alat ini. Sigh (2004), melakukan penelitian tentang vortex tube dengan menggunakan dua jenis desain, pertama desain vortex tube dengan penurunan temperatur maksimum untuk menghasilkan jumlah udara kecil dengan temperatur yang sangat rendah. Kedua, desain vortex tube dengan kapasitas pendinginan maksimum untuk menghasilkan jumlah udara besar dengan temperatur yang sesuai. Parameter yang dipakai dalam penelitian, digunakan untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap performa vortex tube yang meliputi : diameter nosel, diameter cold orifice, aliran massa udara dingin dan panas, panjang tabung dan luasan area pada keluaran udara panas. Hasil penelitiannya diperoleh bahwa pengaruh desain nosel lebih berpengaruh dibandingkan desain cold orifice dalam memperoleh penurunan temperatur yang tinggi. Cold fraction seperti halnya dengan efisiensi adiabatik sangat dipengaruhi oleh cold orifice dibanding ukuran dari nosel. Panjang tabung tidak memberikan pengaruh terhadap performa alat ketika panjang tabung bertambah dari 45/Dvt sampai 55/Dvt.


(67)

32

Dengan menggunakan vortex tube jenis counter flow dan variasi jumlah inlet nosel, diameter cold orifice dan tabung isolasi pada penurunan temperatur dan efisiensi adiabatik. Diperoleh kesimpulan bahwa dengan bertambahnya jumlah inlet nosel maka pemisahan temperatur udara semakin meningkat. dengan mengunakan tabung berisolasi dapat menurunkan energi yang hilang ke lingkungan dan meningkatkan penurunan dan peningkatan udara yang dihasilkan dibandingkan tabung tanpa isolasi sebesar 20 - 30 C untuk udara dingin dan 20 50 C pada udara panas. Cold oriffice kecil (d/Dvt = 0,4) memiliki backpressure lebih tinggi sedangkan cold oriffice besar (d/Dvt = 0,7 ; 0,8 dan 0,9) nilainya mengikuti kecepatan tangensial pada tabung dingin menghasilkan pemisahan termal yang lebih rendah (Promvonge dan Eiamsa,2005).

Gao (2005), melakukan penelitian tentang pengaruh dari pajang tabung, jumlah inlet nosel, tekanan input, tekanan udara pada keluaran vortex tube dan pembukaan pada slot ring terhadap temperatur yang dihasilkan dan performa alat. Pada penelitian ini dipakai 3 variasi panjang tabung yaitu 318 mm, 1309 mm dan 2586 mm, jumlah inlet nosel dari 1, 2 dan 4, untuk tekanan inlet sebesar 3,75 bar dan 5,75 bar. Sedangkan untuk hot end plug digunakan tiga jenis yaitu spherical, plate shaped dan cone shaped. Dan variasi slot ring digunakan sebanyak tiga macam yaitu 1 x 14 mm, 0,65 x 14 mm dan 0,4 x 14 mm. Semakin panjang tabung yang digunakan diperoleh perbedaan temperatur yang tinggi sehingga performanya meningkat. Bertambahnya jumlah inlet nosel maka akan dihasilkan perbedaan temperatur


(68)

33

yang semakin meningkat baik untuk udara dingin dan panas yang dihasilkan. Begitu pula dengan pengaruh dari tekanan input, tekanan udara pada keluaran vortex tube dan hot end plugs jenis spherical menghasilkan semakin meningkat temperatur udara dingin dan panas. Semakin besar pembukaan pada slot ring didapatkan perbedaan temperatur udara yang menurun.

Cara kerja daripada sistem pendinginan udara ini adalah udara bertekanan tinggi dimasukan ke pendistribusi udara tipe T, yang kemudian udara akan keluar ke bagian keluar kedua hujungnya. Dari sini udara akan mengalir hingga ke bagian ujung pipa, yang mana di bagian ini, udara terbagi menjadi dua arah. Aliran udara pertama adalah mengalir keluar melalui hujung pipa panas, sedangkan aliran kedua, udara ditekan sehingga masuk ke orifis. Pengontrolan jumlah aliran udara dikontrol melalui katub pengontrol. Udara ini akan mengalir secara lambat bersamaan dengan terjadinya pertukaran panas dengan udara berkecepatan tinggi di dalam pipa panas sehingga udara ini menjadi lebih dingin. Udara yang telah dingin tersebutlah yang kemudian dialirkan ke nozel untuk digunakan pada proses pemesinan (Hellyar, 1979, Yazid et al., 2010).

Salah satu teori tentang fenomena tersebut diatas adalah seperti yang dikemukakan oleh Wood (1999) yang menyatakan bahwa perbedaan temperatur antara kedua arus yang keluar bisa ditinjau sebagai proses pemisahan energi yang dipengaruhi oleh gradien tekanan dan viskositas fluida. Pengaruh gradien tekanan radial pada setiap vortex yang disebabkan


(69)

34

oleh gaya sentrifugal pada fluida yang berputar, sehingga gas yang berada di dekat sumbu tekanannya lebih rendah sementara gas yang berada di bagian dinding luar dimampatkan sehingga tekanan menjadi lebih besar, sedangkan pengaruh viskositas fluida adalah mencegah terjadinya vortex yang benar-benar bebas, di mana dari 1 lapisan yang 2 melingkar ke lapisan berikutnya perpindahan energi tidak terjadi. (viskositas fluida cenderung menghasilkan vortex yang rapat atau yang dipaksa (forced) dimana kemungkinkan terjadinya perpindahan energi dari lapisan dalam kearah lapisan luar, karena lapisan luar ini menahan kecepatan tangensial lapisan dalam).

Gambar 2.5 Sistem kerja vortex tube

Keuntungan-keuntungan system refrigerasi tabung vortex adalah sebagai berikut:

a. Hanya menggunakan udara sebagai refrigerant, dan sifatnya adalah system terbuka, sehingga tak ada masalah kebocoran.

b. Murah pada biaya awal dan juga biaya operasional dimana udara terkompresi sudah tersedia bebas. Perawatannya sangat sederhana dan tidak dibutuhkan ahli untuk operasionalnya sehari-hari


(70)

35

c. Tabung Vortex sangat kecil dan menghasilkan udara panas sekaligus udara dingin. Sangat berguna bagi industri-industri dimana membutuhkan kedua-duanya secara simultan.

d. Temperatur – 50oC dapat mudah dicapai dan lebih berguna dimana udara kering terkompresi sudah tersedia bebas dan dimana pendinginan setempat diperlukan seperti instrument elektronik.

Kerugian dari system refrigerasi tabung vortex adalah sebagai berikut: a. Kapasitas terbatas, dan hanya sebagian kecil dari udara terkompresi

yang diubah menjadi udara dingin

b. Karena udara meninggalkan tabung pada kecepatan tinggi, maka tabung vortex beroperasi dengan suara mendesis ada kemungkinan tersumbat oleh kumpulan-kumpulan salju tipis yang terbentuk akibat udara mengandung uap air terutama pada aplikasi-aplikasi temperatur sangat rendah.

F. Temperatur Pemotongan Pada Proses Pembubutan

Hampir seluruh energi pemotongan diubah menjadi panas melalui proses gesekan, antara geram dengan pahat dan antara pahat dengan benda kerja, serta proses perusakan molekuler atau ikatan atom pada bidang geser (shear plane). Panas ini sebagian besar terbawa oleh gram, sebagian merambat melalui pahat dan sisanya mengalir melalui benda kerja menuju kesekeliling. Panas yang timbul tersebut cukup besar dan karena luas bidang kontak relatif kecil maka temperatur pahat, terutama bidang gram dan bidang utamanya


(71)

36

akan sangat tinggi. Karena tekanan yang besar akibat gaya pemotongan serta temperatur yang tinggi maka permukaan aktif dari pahat akan mengalami keausan. Keausan tersebut makin lama makin membesar yang selain memperlemah pahat juga akan memperbesar gaya pemotongan sehingga dapat menimbulkan kerusakan fatal (Rochim, 1993).

Kerja atau mekanik dalam proses pemotongan yang bebas getaran seluruhnya diubah menjadi panas/kalor. Energi mekanik persatuan waktu atau daya mekanik yang diubah menjadi energi panas persatuan waktu tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

Q = Qsh + Q ᵧ + Q a ; W ………..(6) Dimana : Q = Panas total yang dihasilkan perdetik

Qsh = Panas yang dihasilkan perdetik pada bidang geser Q = Panas yang dihasilakn perdetik pada bidang geram Q a = Panas yang dihasilkan perdetik pada bidang utama

Berdasarkan hasil penelitian pada berbagai kondisi pemotongan, prosentase panas yang dihasilkan pada bidang geser, bidang geram dan bidang utama masing-masing berkisar diantara harga 60%, 30% dan 10%. Panas tersebut sebagian akan terbawa oleh gram, sebagian mengalir menuju kepahat dan benda kerja dengan presentase sebagai berikut :

Q = Qc + Qs + Qw ; W ………...………(7)

Dimana :


(1)

45 Bentuk aus sisi serta pengukurannya ditentukan sesuai standar ISO 3685-1977 seperti Gambar 2.11 .

Gambar 2.11 Aus Pahat (Sumber : ISO 3685 (1995)

2. Deformasi Plastik (Plastic Deformation)

Akibat panas dan tekanan pemotongan yang meningkat bisa menyebabkan perubahan bentuk plastik dan ketidak teraturan bentuk ukuran pahat dan bisa diikuti kepatahan pahat. Akibat perubahan bentuk plastik dan panas serta tekanan yang meningkat ini juga bisa menyebabkan terjadi Built-Up Edge (BUE). Built Up Edge akan mengubah geometri pahat karena berfungsi sebagai mata potong yang baru dari pahat yang bersangkutan. BUE merupakan struktur yang dinamik, sebab selama proses pemotongan, BUE akan tumbuh dan pada suatu saat lapisan atas atau seluruh BUE akan terkelupas dan berulang dengan proses penumpukan lapisan metal yang baru. BUE yang


(2)

46 terkelupas sebagian akan terbawa geram dan sebagian lain akan menempel pada benda kerja pada bidang transien serta pada bidang yang telah terpotong. Permukaan akan menjadi lebih kasar dengan adanya penempelan serpihan BUE yang relatif keras tersebut. Bila pemesinan dilakukan pada benda kerja lunak, maka material benda kerja dapat mengikat pada pahat potong dalam bentuk BUE seperti Gambar 2.12. Hal ini dapat meningkatkan tekanan pahat dan menyebabkan permukaan pemesinan yang buruk.

Gambar 2.12 Pembentukan BUE Sumber : David A.S and John S.A (1997)

3. Patah Rapuh (Brittle Fracture)

Patah rapuh pahat dapat diklasifikasikan atas: a. Penyerpihan (Chipping)

Setup pahat yang tidak kaku dan disebabkan oleh tidak konsistennya tekanan potong, dapat menyebabkan penyerpihan pahat. Pemotongan terputusputus bisa juga jadi penyebab penyerpihan pahat atau patah.


(3)

47 b. Aus takikan (notch wear)

Terjadi akibat takik pada dalamnya pemotongan yang dapat menyebabkan terjadinya memicu terjadinya kawah pada bagian pahat. Aus ini terjadi pada bidang kontak (side cutting edge dan end cutting edge) antara benda kerja dan pahat.

c. Aus ujung pahat (nose wear)

Saat pemesinan dilakukan, abrasif dan deformasi pada ujung pahat dapat terjadi. Pada aus ujung pahat ukuran berubah dan permukaan finishing benda kerja memburuk.

d. Retak (cracking)

Perbedaan suhu yang tinggi antara sudut potong (cutting edge) menyebabkan meratanya tempat retak melingkar pada sudut potong pahat. Retak berkelanjutan perlahan, mengarah terjadinya penyerpihan (chipping) dan selanjutnya akan menyebabkan pahat menjadi patah.

Seiring perkembangan ditemukan satu jenis mode aus pahat lagi, yaitu coating delamination. Coating Delamination merupakan pelepasan lapisan pada pahat pada saat permesinan berlangsung.

4. Pengamatan Aus Pahat

Metode pengamatan aus dan kegagalan pahat dapat dilakukan dengan dua katagori yaitu pengamatan langsung dan pengamatan tidak langsung (Kalpakjian, 1995).


(4)

48 1. Pengamatan langsung

Metode pengamatan langsung adalah pengamatan pengukuran secara optik/mikroskopik terhadap kondisi aus pahat potong yang dilakukan secara periodik dalam bentuk pengikisan sisi serta kawah pahat dan temperatur pemotongan yang berkaitan dengan perubahan profil pahat. Cara ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop atau SEM. Prosedur dengan cara ini dilakukan pada kondisi pemotongan yang dihentikan pada interval waktu tertentu guna dilakukan pengamatan profil kerusakan pahat secara periodik (Kalpakjian, 1995).

2. Pengamatan tidak langsung

Pengamatan tidak langsung adalah pengukuran aus pahat yang dipengaruhi oleh korelasi antara kondisi pahat dengan variabel gaya potong, daya, panas yang terjadi dan getaran dan bukan akibat abrasif dan temperatur pemotongan (Kalpakjian, 1995). Metode ini menggunakan teknik emisi akustik (accoustic emission technique).

H. Mekanisme Aus Pahat

Mekanisme aus pahat pada turning dapat diklasifikasikan yaitu:

1. Proses Pengikisan (abrasive) berupa gesekan antara aliran material benda kerja pada bidang geram dan bidang utama pahat. Proses pengikisan berbanding langsung terhadap jarak potong (cutting distance) dan tidak tergantung pada suhu. Mekanisme pembentukan radius serpihan Ro juga memungkinkan terjadinya aus abrasif pada pahat.


(5)

49 2. Proses Kimiawi Dua permukaan yang saling bergesekan dengan tekanan yang cukup besar beserta lingkungan kimiawi yang aktif (udara maupun cairan pendingin dengan komposisi tertentu) dapat menyebabkan interaksi antara material pahat dengan benda kerja. Permukaan material benda kerja yang baru saja terbentuk (permukaan geram dan permukaan benda kerja yang telah terpotong) sangat kimiawi aktif sehingga mudah bereaksi kembali dan menempel pada permukaan pahat. Pada kecepatan potong yang rendah, oksigen dalam udara pada celah-celah diantara pahat dengan geram atau benda kerja mempunyai kesempatan untuk bereaksi dengan material benda kerja sehingga akan mengurangi derajat penyatuan dengan permukaan pahat. Akibatnya daerah kontak dimana pergeseran antara pahat dengan geram/benda kerja akan lebih luas sehingga proses keausan karena gesekan akan terjadi lebih cepat.

3. Proses Adhesi (adhesive) atau kerusakan patah rapuh adalah sebagai laju proses yang terkait dengan suhu serta kondisi pemotongan. Pada tekanan dan temperatur yang relative tinggi, permukaan metal yang baru saja terbentuk akan menempel dengan permukaan metal yang lain. Proses adhesi tersebut terjadi disekitar mata potong pada bidang geram and bidang utama pahat.

4. Proses Difusi atau Peresapan (Diffusion) Pada daerah dimana terjadi pelekatan (adhesi) antara material benda kerja dengan pahat dibawah tekanan dan temperatur yang tinggi serta adanya aliran metal (geram dan permukaan terpotong relatif terhadap pahat) akan menyebabkan timbulnya proses difusi. Dalam hal ini terjadi perpindahan atom metal dan karbon


(6)

50 dari daerah dengan kecepatan tinggi menuju kedaerah dengan konsentrasi rendah. Kecepatan keausan karena proses difusi dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

a. Daya larut (solubility) dari berbagai fasa dalam struktur pahat terhadap material benda kerja

b. Temperatur

c. Kecepatan aliran metal yang melarutkan.

5. Proses Oksidasi Pada kecepatan potong yang tinggi (temperatur yang tinggi) ketahanan karbida atas proses oksidasi akan menurun. Karbida dapat teroksidasi bila temperaturnya cukup tinggi dan tak ada perlindungan terhadap serangan oksigen dalam atmosfir. Akibatnya struktur material pahat akan lemah dan tidak tahan akan deformasi yang disebabkan oleh gaya pemotongan. Cairan pendingin dalam batas-batas tertentu mampu mencegah terjadinya proses oksidasi.

6. Proses Deformasi Plastik Kekuatan pahat untuk menahan tegangan tekan merupakan sifat material pahat yang dipengaruhi oleh temperatur. Hal inilah yang merupakan faktor utama yang membatasi kecepatan penghasilan geram bagi suatu jenis pahat. Penampang geram harus direncanakan supaya tekanan yang diderita ujung/pojok pahat tidak melebihi batas kekuatan pahat untuk menghindari terjadinya proses deformasi plastik (Taufiq Rochim, 1993).