Dampak Pengembangan Wisata Goa Pindul Ba

Dampak Pengembangan Obyek Wisata Goa Pindul Bagi Masyarakat Sekitar
Oleh : Azis Muslim Fauzi

(14/366232/SA/17546)

PENDAHULUAN
Seiring kemajuan jaman yang menyebabkan manusia disibukkan dengan banyak
aktifitas dan pekerjaannya masing – masing, tentunya manusia juga perlu merefresh dan
menyegarkan kembali otak mereka dari penat aktifitas sehari – hari. Pada dekade terakhir
ini kemunculan obyek – obyek pariwisata baru yang banyak mengundang orang – orang
yang ingin mengunjungi obyek – obyek pariwisata tersebut karena banyak melihat promosi
dari iklan – iklan di media sosial maupun melalui door to door. Suatu tempat wisata tentu
memiliki dampak dampak terhadap lingkungan sekitarnya.
Masyarakat dalam lingkungan suatu obyek wisata sangatlah penting dalam
kehidupan suatu obyek wisata karena mereka memiliki kultur yang dapat menjadi daya tarik
wisata, dukungan masyarakat terhadap tempat wisata berupa sarana kebutuhan pokok
untuk tempat obyek wisata, tenaga kerja yang memadai dimana pihak pengelola obyek
wisata memerlukannya untuk menunjang keberlangsungan hidup obyek wisata dan
memuaskan masyarakat yang memerlukan pekerjaan dimana membuat kehidupan
masyarakat menjadi lebih baik. Namun akhir-akhir ini terjadi paradigma baru dalam bidang
kepariwisataan yang kita agung-agungkan karena dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat melalui peluang kerja di semua lini ternyata terbukti dapat menyebabkan
malapetaka terhadap kehidupan sosial, budaya dan lingkungan. Kesejahteraan yang kita
nikmati secara ekonomi ternyata tidak diikuti oleh peningkatan kehidupan sosial, budaya,
dan pelestarian lingkungan. Masalah-masalah sosial banyak kita temui di masyarakat
setelah kita mengembangkan kepariwisataan. Demikian juga mengenai masalah budaya
dan lingkungan. Tragedi budaya dan lingkungan sering kita lihat melalui berita-berita di
Koran-koran dan televisi lokal.Pembangunan sektor pariwisata diberbagai belahan dunia ini
telah berdampak pada berbagai dimensi kehidupan manusia, tidak hanya berdampak pada
dimensi sosial ekonomi semata, tetapi juga menyetuh dimensi sosial budaya bahkan
lingkungan fisik. Dampak terhadap berbagai dimensi tersebut bukan hanya bersifat positif
tetapi juga berdampak negatif.
Begitupun yang terjadi pada masyarakat sekitar obyek wisata Goa pindul. Goa
Pindul merupakan salah satu objek wisata yang sedang naik daun karena tingginya volume
kunjungan wisata dan masifnya promosi atau pemberitaan di media cetak maupun
elektronik. Goa Pindul terletak di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul.

Objek wisata ini menawarkan pemandangan alam yang eksotis dengan atraksi utama yaitu
menyusuri Goa menggunakan ban dalam. Selain itu, ada juga atraksi unggulan lain yang
lokasinya tidak jauh dari Goa tersebut yaitu Rafting Sungai Oyo, dan Caving Glatik.
Partisipasi


masyarakat

lokal

dapat

menjadi alat

kunci untuk

menemukan

keseimbangan antara pengembangan pariwisata dan masyarakat lokal. Cara terbaik untuk
mengetahuinya adalah dengan melihat langsung salah satu objek wisata dimana partisipasi
lokal sudah dan sedang berjalan. Dalam hal ini banyak sekali interaksi dan relasi antara
masyarakat sekitar yang berkecimpung melalui perdagangan jasa maupun barang – barang
kerajinan terhadap pengunjung maupun pembeli.
Dengan mempertimbangkan beberapa hal di atas, maka diperlukan kajian
ilmiah tentang bagaimana partisipasi masyarakat lokal dalam pengembanganpariwisata di

Goa Pindul. Hal ini penting untuk mendapatkan gambaran yang empiris tentang kontribusi
masyarakat lokal terhadap pengembangan wisata yang ada di Goa Pindul.

Rumusan Masalah
Goa Pindul merupakan sebuah objek wisata berbasis alam yang dikelola oleh
masyarakat lokal. Partisipasi masyarakat dalam wisata ini mencerminkan aplikasi konsep
pariwisata berbasis komunitas (community-based tourism, CBT).Untuk itu, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana partisipasi masyarakat sekitar dalam pengembangan obyek pariwisata
Goa Pindul ?
2. Bagaimana pengaruh yang ditimbulkan dengan adanya pengembangan pariwisata
Goa Pindul bagi masyarakat sekitar ?

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pertanyaan penelitian ini, penulis ingin menjawab rumusan masalah
tersebut sehingga penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui partisipasi masyarakat sekitar dalam pengembangan obyek pariwisata
Goa Pindul.
2. Mengetahui dampak dan pengaruh pengembangan obyek pariwisata terhadap
masyarakat sekitar.


Kerangka Penelitian
Sebuah jaringan dan relasi menjadi sebuah hal yang sangat penting dalam
kehidupan manusia yang merupakan makhluk sosial. Sehingga dalam relasi maupun
interaksi menghasilkan banyak implikasi dari pihak – pihak terkait. begitupun yang terjadi
dalam obyek pariwisata Goa Pindul, interaksi yang terjadi antara pengunjung, pedagang,
maupun masyarakat sekitar akan menimbulkan pengaruh – pengaruh yang positip dan
negatip bagi pihak – pihak tersebut. Hal ini dikatakan oleh Gee (1989) dalam bukunya yang
berjudul “The Travel Industry”, mengatakan bahwa :
“as tourism grows and travelers increases, so does the potential for both positive and
negative impacts”.
Gee mengatakan adanya dampak atau pengaruh yang positif maupun negatif karena
adanya pengembangan pariwisata dan kunjungan wisatawan yang meningkat. Kemudian
Dampak dampak akibat adanya tempat wisata tentu mempengaruhi ke lingkungan
sekitarnya dan menurut Lerner (1977) yang dikutip oleh Allister Mathieson and
Geoffrey Wall (1982) dalam ‘Tourism: Social, Economic, Environment Impacts”. Lerner
menulis seperti berikut
“Environment now includes not just only land, water and air but also encompass to
people, their creation, and the social, economic,and cultural condition that affect their
lives”.

Sehingga yang terkena dampak positif dan negatifnya adalah sesuai yang dikatakan oleh
Lerner adalah masyarakat, lingkungan, ekonomi dan sosial.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif
(Qualitative research) dengan meninjau dan melihat langsung fenomena yang terjadi serta
mencoba mencari dampak – dampak yang ditimbulkan dari pengembangan pariwisata Goa
Pindul terhadap masyarakat sekitar.
Untuk pengumpulan data akan digunakan metode wawancara mendalam terhadap
beberapa informan yaitu masyarakat sekitar Goa Pindul dan petugas yang mengurus Obyek
wisata Goa Pindul.

Referensi
Untuk membantu dalam menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan
beberapa referensi :
1. Pizam, A.and A. Milman. 1984. The Social Impacts of Tourism. Industry and
Environment.
2. Gee. 1989. The Travel Industry.
3. Siti Aminah, Dkk. 1993. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan
Budaya Daerah Sulawesi Selatan. Depdikbud.
4. Michael Hitchcock, Dkk. 1993. Tourism in South East Asia

5. Atmaja, Ida Bagus Yoga . 2002. Ekowisata Rakyat : Lika – Liku Ekowisata di
Tenganan, Pelaga, Sibetan dan Nusa Ceningan – Bali. Bali : Wisnu Press

PEMBAHASAN
Gunung kidul dulunya mungkin tak banyak orang yang mengenalnya. Kabupaten
Gunung Kidul, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan
Ibukota Wonosari. Kabupaten Gunung Kidul terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas
sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Wonosari. Sebagian besar
wilayah kabupaten ini berupa perbukitan dan pegunungan kapur, yakni bagian
dari Pegunungan Sewu. Sebagian wilayah Gunung Kidul merupakan daerah tandus, dimana
pada musim kemarau sering terjadi bencana kekeringan. Maka daerah ini dikenal sebagai
lumbung kemiskinan. Daerah ini dikenal gersang dan sulit air. Namun, di balik gersangnya
perbukitan kapur di wilayah itu, ada potensi wisata yang tersembunyi. Banyak karya Tuhan
yang sedemikian mempesona tertananam disana. Pantai, gunung, goa, budaya masyarakat
yang unik menjadi bukti bahwa Gunungkidul bukanlah menjadi tanah buangan. Kawasan
karst yang terbentang luas disana bisa menjadi nilai tambah tersendiri bagi Gunung kidul,
salah satunya adalah Goa Pindul yang dijadikan destinasi andalan kabupaten Gunung kidul
wisata baru akhir – akhir tahun ini.
Obyek wisata Goa Pindul terletak di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo,
Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I Yogyakarta. Ketika kita akan menyusuri obyek wisata

ini, kita diwajibkan menyusuri goa dengan menggunakan sebuah ban yang saling dikaitkan
satu sama yang lain. Goa Pindul merupakan salah satu goa yang merupakan rangkaian dari
7 goa dengan aliran sungai bawah tanah menawarkan sensasi petualangan. Selama kurang
lebih 45-60 menit wisatawan akan dapat menyusuri sungai digelapnya perut bumi sepanjang
300 meter menggunakan ban dan pelampung. Petualangan yang memadukan aktivitas body
ratting dan caving ini dikenal dengan istilah cave tubing.
Goa Pindul terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian terang, remang-remang, dan bagian
gelap. Stalaktit dan stalakmit mendominasi interior Goa Pindul. Di beberapa tempat terdapat
pilar goa, yaitu stalaktit dan stalakmit yang sudah bertemu dan menjadi seperti sebuah tiang.
Disalah satu lokasi terdapat sebuah tempat yang datar, kabarnya dahulu merupakan tempat
pertapaan. Di goa ini terdapat tiga satwa yang dilindungi, yaitu Burung Seriti, Burung Walet,
dan Kelelawar.
Awal mulanya Goa Pindul mulai dibuka untuk umum sekitar akhir tahun 2010 oleh
mantan Bupati Gunung Kidul Sumpeno Putro. menurut salah satu pemandu wisata gua
pindul, dulunya ada sekelompok mahasiswa yang sedang melakukan Kuliah Kerja Nyata
(KKN) dan tertarik dengan gua pindul. Setelah memasuki gua pindul, mereka memiliki ide
untuk warga agar gua ini dijadikan wisata alam. Ide itu disalurkan kepada karang taruna

setempat yang kemudian mendapatkan respons baik dan dengan dana swadaya maka
mulailah membuka wisata alam Gua Pindul yang kini sudah terkenal.

Sejak itulah masyarakat sekitar mulai muncul kesadaran untuk ikut berpartisipasi
dalam mengembangkan obyek pariwisata Goa Pindul dengan berdagang oleh – oleh
makanan maupun menyediakan jasa pelayanan seperti pengantaran ke lokasi Goa Pindul,
penyewaan alat – alat susur goa, penyediaan ban, pelampung dan lain – lain. Promosi pun
sangat digalakkan oleh pemkab Gunung Kidul maupun dari Dinas Pariwisata bahkan dari
masyarakat melalui media offline mapun online. Percepatan informasi yang disebarkan oleh
media menyebabkan peningkatan jumlah wisatawan secara signifikan ke Goa Pindul.
Namun ketika jumlah wisatawan yang tidak terkendali akan banyak menimbulkan dampak
dan pengaruh bagi ekosistem, sosial maupun budaya. Seperti yang dikatakan Siti Aminah
Dkk dalam bukunya Dampak Pengembangan dan Pariwisata Terhadap Kehidupan Budaya
Daerah Sulawesi Selatan :
Kehadiran wisatawan ke daerah ini akan membuka sejumlah arena sosial
yang memungkinkan orang untuk berinteraksi, tukar menukar pengalaman,
pemikiran dan pengetahuan. Dengan demikian tidak dapat dihindari bahwa
hal   itu   akan   menyebabkan   terjadinya   berbagai   perubahan   –   perubahan
dalam   sektor   ekonomi,   sosial,   budaya,   dan   agama.   Perubahan   tersebut
dapat timbul dengan cepat atau lambat, juga dapat terjadi secara sengaja
atau tidak sengaja. Dan kadangkala perubahan itu dapat mengarah kepada
hal – hal negatif. Siti Aminah Dkk (1993: 5).
Dengan


tidak menutup kemungkinan bahwa pesatnya pengembangan obtek

wisata Goa Pindul akan menimbulkan banyak dampak kepada ekosistem, sosial dan
budaya. Betul memang sejak adanya sektor pariwisata seperti Goa Pindul masyarakat
mampu mengangkat derajat ekonominya, dari yang sebelumnya hanya menjadi petani,
pekerja serabutan sampai pengangguran yang kini mulai ikut berpartisipasi dalam
pengembangan pariwisata Goa Pindul sebagai pedagang, penyedia layanan penginapan,
penyedia jasa, operator informasi wisata dan lain - lain.
Banyaknya perputaran ekonomi di sektor pariwisata membuat masyarakat sekitar
berlomba – lomba dalam berkecimpung mengais rezeki di berbagai bidang. Pada awal
pembukaan obyek wisata Goa Pindul dulunya hanya ada satu sekretariat yang mengurus
pengelolaan Goa Pindul yaitu Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dewa Bejo yang
sekarang diketuai oleh Subagyo. Namun seiring dengan bertambahnya pengunjung yang
membludak sehingga Dewa Bejo kewalahan mengatasi pengelolaan, akhirnya dibentuk
Pokdarwis lain yaitu Pancawisata yang terletak di Dusun Gelaran II. Namun, dalam
perkembangannya pun kedua kelompok ini masih saja kewalahan dalam mengelola wisata

alam gua pindul apalagi pada saat libur akhir pekan, libur nasional, maupun libur sekolah.
Maka dibentuklah kelompok pengelola ketiga bernama Wira Wisata terletak di Dusun

Karangmojo. Ketiga kelompok pengelola wisata alam Gua Pindul dibentuk dengan dana
swadaya dari masyarakat tanpa mengandalkan bantuan dari pemerintah daerah. Hingga
saat ini sudah terbentuk setidaknya 10 kelompok sadar wisata (Pokdarwis) yang saling
berbagi rezeki satu sama lain. fenomena tersebut seperti yang dikatakan Felicia Hughes
dalam artikelnya yang berjudul Packaging dreams : Javanesse tourism and performance
yang dimuat dalam buku Tourism in South – East Asia sebagai berikut :
It   has   been   seen   that   tourists   in   Yogya   are   domestic   as   weel   as   from
overseas, in general people expect to profit from tourism, although the micro
example   for   performers   to   date   show   how   payments   take   the   form   of
honoraria which are insufficient to live on. Profit is clearly going to the middle
persons   who   may   be   Indonesians   or   overseas   operators,   where   local
entrepreneurs are troupe leaders, any profits at this stage are being used to
make new costumes.
Salah satu aspek yang sangat jelas terlihat dimana konsep pariwisata berbasis
komunitas sedang berjalan di Goa Pindul adalah pengelolaan yang dilakukan swadaya oleh
masyarakat sekitar. Selain pengelolaan, banyak juga warga sekitar yang bekerja di objek
wisata Goa Pindul. Di sinilah, partisipasi masyarakat menjadi penting karena salah satu
kunci sukses pariwisata yang berbasis masyarakat adalah adanya keterlibatan masyarakat.
Bentuk partisipasi dari masyarakat sekitar adalah ikut terlibat langsung dalam tahap
perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan, serta mengevaluasi kontribusi masing –

masing. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam pariwisata Goa Pindul terkait
langsung dengan sangat positifnya sikap mereka terhadap kegiatan wisata yang ada di desa
mereka. Sikap positif masyarakat ini disebabkan oleh kepuasan mereka atas dampak
pariwisata terhadap ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Walaupun tingkat keterlibatan
masyarakat dalam pariwisata tergolong tinggi yang disertai dengan sikap positif mereka
terhadap dampak pariwisata itu sendiri, masih terdapat beberapa kendala bagi mereka
untuk

terlibat

yaitu:

kurangnya

pengetahuan

tentang

industri

pariwisata,

kondisi

perekonomian keluarga, peraturan/kebijakan pengelola, dan kurangnya kemampuan
berbahasa inggris.
Dampak lingkungan yang disebabkan peningkatan jumlah pengunjung yang
membludak dan terkadang perilaku pengunjung yang kurang bertanggung jawab
menyebabkan kerusakan ekosistem seperti tercemarnya air sungai bawah tanah karena
sampah, rusaknya keindahan batuan – batuan goa karena coretan yang tidak bertanggung

jawab, menurunnya kadar oksigen (O2) di dalam area goa karena ribuan pengunjung saling
berebut oksigen ketika sedang susur goa yang notabene akan meningkatkan kadar
karbondioksida (CO2) sehingga dapat menyebabkan sesak nafas maupun kelelahan,
rusaknya stalaktit dan stalakmit goa karena tergerus oleh faktor alam serta dapat merusak
ornamen – ornamen goa karena tingkat kelembaban yang berubah karena suhu temperatur
yang berasal dari manusia sehingga menyebabkan ornamen-ornamen di dalam goa yang
awalnya berwarna kuning keemasan menjadi hitam bahkan menjadikan ornamen – ornamen
lapuk dan rapuh sehingga akan membahayakan pengunjung. Dampak lain yang pasti terjadi
adalah masalah air, walaupun air di sana mengalir namun dengan jumlah wisatawan
maupun penduduk yang semakin besar mengakibatkan biota-biota air (terutama berukuran
mikroskopis) terganggu. Biota-biota dalam Goa Pindul yang terganggu oleh wisatawan
maupun penduduk dapat mengakibatkan biota tersebut pindah dan berujung pada rusaknya
siklus kehidupan di dalam goa. Selain mengganggu kualitas air, dengan semakin banyaknya
pengunkung maupun penduduk tanpa adanya pengelolaan limbah yang baik maka akan
menimbulkan pencemaran terhadap sungai yang melintasi goa tersebut.
Perubahan sosial – budaya yang dialami masyarakat sekitar obyek pariwisata sudah
terasa ketika awal – awal pariwisata Goa Pindul mulai dibuka untuk umum. Pandangan dan
pemikiran masyarakat sudah mulai berorientasi kepada profit peningkatan perekonomian
dan daya pikir yang kreatif dari yang sebelumnya hanya mengandalkan satu pekerjaan yang
hasilnya tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Datangnya pengunjung dari berbagai
daerah di pelosok negeri ini tentunya banyak membawa unsur – unsur budaya yang dapat
terakulturasi dengan kehidupan masyarakat lokal seperti pertukaran bahasa, alat kerajinan
dan kesenian. Kebudayaan yang hampir punah dari masyarakat lokal dapat kembali hidup
dan lestari melalui pementasan kesenian yang diadakan pengelola desa wisata bejiharjo.
Maka untuk menindak lanjuti berbagai dampak yang timbul dari pengembangan
pariwisata Goa Pindul perlu diaplikasikan progam ekowisata. Ekowisata merupakan sebuah
konsep

pengembangan

yang

mementingkan

akan

keberlanjutan

lingkungan,

mengedepankan unsur pendidikan serta dapat meningkatkan perekonomian mayarakat
sekitar dan yang menjadi pelakunya adalah masyarakat setempat. dengan demikian dalam
pengembangan ekowisata yang diuntungkan adalah masyarakat sekitar. jadi perlu perhatian
lebih

terutama bagi

pemerintah dan

pengembangan destinasi wisata.

PENUTUP

stakeholder

pariwisata dalam

mendampingi

Permasalahan yang nampak pada carut marut Goa Pindul mengenai dampak
terhadap ekosistem, sosial maupun budaya tentu akan menjadi pekerjaan rumah bagi
semua pihak mulai dari masyarakat, stakeholder sampai pemerintah. Hal Ini mungkin salah
satu perwujudan dari negatif turisme, bisa jadi merusak alam dan lingkungan serta
mengganggu tatanan yang sebelumnya sudah harmonis. Namun memang Indonesia harus
banyak belajar soal turisme, bukan hanya pelaku wisatanya yang harus belajar, tapi juga
pengelola objek wisatanya harus mampu membangun manajemen yang ramah terhadap
lingkungan.
Solusi yang bersifat spekulasi dalam mengatasi membludaknya pengunjung adalah
pertama diberlakukannya pembatasan kuota pengunjung. Sistem ini untuk mengakomodasi
daya dukung gua dan tidak terjadi overload. Namun sistem ini harus disosialisasikan benarbenar dipahami oleh semua operator atau sekretariat pengelolaan Goa Pindul. Karena jika
sistem ini diterapkan, tentunya ada pembatasan jumlah pengunjung dan ini akan
mengurangi jumlah pengunjung yang datang. Opsi yang kedua adalah penyesuaian tarif
masuk pengunjung obyek wisata Goa Pindul, karena saat ini tarif masuk Goa Pindul
tergolong murah yang menyebabkan orang – orang berbondong – bondong mengunjungi
obyek wisata Goa Pindul karena murah.
Kesimpulan mengenai dampak yang ditimbulkan adanya kesalahan pengelolaan
obyek pariwisata Goa Pindul adalah pemerintah daerah khususnya Pemkab Gunung Kidul
harus mengambil tindakan yang nyata dan tegas untuk menyelamatkan lingkungan dengan
menegakkan Perda yang telah ditetapkannya; memberikan edukasi bagi operator / pelaku
wisata, pemerintah, wisatawan dan masyarakat, pembatasan kuota pengunjung sesuai
dengan studi kelayakan dari pemerintah; menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk
menjaga alam dan lingkungannya dari kerusakan; memberlakukan kegiatan ekowisata yang
berwasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam. Persoalan carut
marut pengelolaan obyek wisata tidak akan selesai jika hanya saling menyalahkan, namun
mari kita semua yang sudah seharusnya ikut bertanggungjawab. Beberapa wilayah karst
Gunungkidul telah diakui menjadi kawasan Geopark, maka sekarang kewajiban kita secara
bersama memikul tanggungjawab tersebut. Biarkan Gunungkidul tetap menjadi The Hidden
Paradise dengan segala keindahan dan keelokannya.

Daftar Pustaka
Buku :
1. Pizam, A.and A. Milman.
1984. The Social Impacts of Tourism. Industry and Environment.
2. Gee. 1989. The Travel Industry.
3. Siti Aminah, Dkk.
1993. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Budaya
Daerah Sulawesi Selatan. Depdikbud.
4. Michael Hitchcock, Dkk.
1993. Tourism in South East Asia. London : Routledge 11 Fetter Lane.
5. Atmaja, Ida Bagus Yoga .
2002. Ekowisata Rakyat : Lika – Liku Ekowisata di Tenganan, Pelaga,
Sibetan dan Nusa Ceningan – Bali. Bali : Wisnu Press.
Internet :
http://efenerr.com/2013/11/04/bagaimana-menyikapi-carut-marut-goa-pindul/
http://gdhe.web.id/selamatkan-gunungkidul-dari-eksploitasi-alam-berlebihan/
Wawancara :
1. Bapak Subagyo. Ketua pengurus Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dewa Bejo
2. Salah satu pedagang warung
3. Salah satu tour guide Pokdarwis SBM