PROGRAM PELATIHAN BAHASA INGGRIS BAGI PEMANDU OBYEK WISATA GOA PINDUL DI WIRAWISATA.

(1)

 

PROGRAM PELATIHAN BAHASA INGGRIS BAGI PEMANDU OBYEK WISATA GOA PINDUL DI WIRAWISATA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan  

 

Oleh

Luvi Agdityanissa Ayu NIM 12102241045

     

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

ﻬ ﻔﻧﺄﺑ

اوﺮ ﻐ

ٰﻰﺘﺣ

مﻮﻘﺑ

ﺮ ﻐ

ﻪ ا

نإ

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka

mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar−Raad: 11)

ﺎﻬﻌ و

ﻻإ

ﺎً ﻔﻧ

ﻪ ا

ﻒ ﻜ

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

(QS. Al−Baqarah: 286)

“Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan.” (Pramoedya Ananta Toer)


(6)

Atas Karunia Allah SWT

Karya ini akan dipersembahkan untuk :

 Papah, Mamah, Adik-adikku, Keluarga besar tercinta yang telah mencurahkan segenap kasih sayangnya serta doa-doa yang tak pernah lupa mereka sisipkan sehingga penulis berhasil menyusun karya ini. Terima kasih atas semua pengorbanan yang telah diberikan.

 Almamater Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang begiti besar.

 Agama, Nusa dan Bangsa  

                     


(7)

vii  PROGRAM PELATIHAN BAHASA INGGRIS BAGI PEMANDU OBYEK

WISATA GOA PINDUL DI WIRAWISATA Oleh

Luvi Agdityanissa Ayu NIM 12102241045

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Pelaksanaan program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata, (2) Faktor pendukung pelaksanaan program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata, (3) Faktor penghambat pelaksanaan program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian ini adalah pengelola, pemandu wisata dan wisatawan mancanegara. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian yang dibantu dengan pedoman observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Trianggulasi yang dilakukan untuk menjelaskan keabsahan data dengan menggunakan trianggulasi sumber dan metode.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan pelatihan Bahasa Inggris di Wirawisata yaitu (a) perencanaan: identifikasi kebutuhan, penyusunan materi dan persiapan kebutuhan pelatihan (b) pelaksanaan: adanya interaksi antara tutor dengan pemandu yang terjalin dengan baik, (c) evaluasi dilakukan untuk melihat tingkat ketercapaian program dengan melihat perubahan yang terlihat terkait pengetahuan, keterampilan dan sikap, dan wisatawan merasa puas akan kepemanduan Wirawisata, (2) Faktor pendukung pelaksanaan program yaitu: adanya motivasi yang tinggi dari peserta, sarana prasarana yang mendukung jalannya program, dan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan kerja, (3) Faktor penghambat pelaksanaan program yaitu: waktu yang direncanakan tidak digunakan secara optimal, dan kurangnya koordinasi antar peserta terkait waktu pelatihan menyebabkan pelaksanaan pelatihan sedikit tersendat.

Kata kunci: Pelatihan Bahasa Inggris, Pemandu Wisata, Goa Pindul  


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari adanya bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, terima kasih telah memberikan kesempatan untuk ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, yang telah memberikan fasilitas dan sarana sehingga studi saya berjalan dengan lancar.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, yang telah memberikan fasilitas untuk kelancaran pembuatan skripsi.

4. Bapak Drs. Hiryanto, M.Si, dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing dengan sabar dan memberikan masukan dengan sangat jelas. 5. Bapak Dr. Iis Prasetyo, M.M, dosen pembimbing akademik atas

kesabarannya dan bimbingannya selama kuliah di Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.

7. Semua pengurus (pengelola), anggota dan pihak terkait Wirawisata Gelaran II, Desa Bejiharjo ijin dan bantuan untuk penelitian.

8. Papah, Mamah, Adik-adikku (Mbak Anya, Mas Haykal, Dik Bita), Mbahku dan Keluarga Besar Sudarsih Rinto Maryono atas doa, perhatian, kasih sayang serta dukungan yang tidak henti-hentinya.


(9)

viii  9. Teman-teman tercinta SKB ‘12 yang telah memberikan banyak doa dan

dukungan ekstra untuk penulis.

10.Sahabat-sahabatku (Mbak Anggita, Hanip, Mas Anam, Mas Iqbal, Om Luthfi) yang banyak memberikan motivasi dan dukungan, serta kebersamaan, keceriaan dan semangat dari kalian.

11.Teman kos penulis Mbak Icha dan Kos Samirono Baru 56 yang selalu memberikan dorongan kepada penulis baik senang maupun susah.

12.Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang peduli terhadap pendidikan terutama Pendidikan Luar Sekolah dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin ya Rabbal Alamin.

Yogyakarta, April 2016


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pendidikan Nonformal ... 11

B. Kajian Pelatihan ... 15

1. Konsep Pelatihan ... 15

2. Tujuan Pelatihan ... 18

3. Model Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah ... 20


(11)

5. Metode Pelatihan ... 27

C. Kajian Pelatih ... 29

D. Kajian Pemandu Wisata ... 30

1. Pengertian Pemandu Wisata ... 30

2. Jenis-jenis Pemandu Wisata ... 31

3. Tugas-tugas Pemandu Wisata ... 32

E.Kajian Kompetensi Pemandu Wisata ... 34

1. Pengertian Kompetensi ... 34

2. Kompetensi Pemandu Wisata ... 35

F. Pelatihan Bahasa Inggris bagi Pemandu Wisata ... 36

G. Penelitian yang Relevan ... 42

H. Kerangka Berfikir ... 43

I. Pertanyaan Penelitian ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 47

B. Subyek Penelitian ... 48

C. Setting dan Waktu Penelitian ... 49

D. Teknik Pengumpulan Data ... 50

E. Instrumen Penelitian ... 53

F. Teknik Analisis Data ... 54

G. Keabsahan Data ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 59

1. Kondisi Umum Desa Bejiharjo ... 59

2. Potensi Desa Wisata Bejiharjo ... 60

3. Profil Wirawisata ... 65

4. Visi, Misi, dan Tujuan ... 66

5. Struktur Kepengurusan Wirawisata ... 68

6. Jaringan Kerjasama ... 70

7. Pendanaan ... 70


(12)

B.Subyek Penelitian ... 72

C. Data Hasil Penelitian ... 74

1. Pelaksanaan Program Pelatihan Bahasa Inggris bagi Pemandu Obyek Wisata Goa Pindul di Wirawisata ... 74

2. Faktor Pendukung Pelaksanaan Program Pelatihan Bahasa Inggris bagi Pemandu Obyek Wisata Goa Pindul di Wirawisata .... 99

3. Faktor Penghambat Pelaksanaan Program Pelatihan Bahasa Inggris bagi Pemandu Obyek Wisata Goa Pindul di Wirawisata ... 100

D. Pembahasan ... 101

1. Pelaksanaan Program Pelatihan Bahasa Inggris bagi Pemandu Obyek Wisata Goa Pindul di Wirawisata ... 101

2. Faktor Pendukung Pelaksanaan Program Pelatihan Bahasa Inggris bagi Pemandu Obyek Wisata Goa Pindul di Wirawisata .. 119

3. Faktor Penghambat Pelaksanaan Program Pelatihan Bahasa Inggris bagi Pemandu Obyek Wisata Goa Pindul di Wirawisata . 120

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 121

B. Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 124


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Kab. Gunungkidul 4

Tabel 2.1 Kurikulum Diklat Pemandu Wisata ... 41

Tabel 3.1 Kisi-kisi Pengumpulan Data ... 53

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Bejiharjo Menurut Jenis Kelamin ... 59

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Bejiharjo Menurut Agama ... 60

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Bejiharjo Menurut Usia ... 60

Tabel 4.4 Struktur Kepengurusan Wirawisata ... 69


(14)

Gambar 1.1 Grafik Data Jumlah Wisatawan Mancanegara Goa Pindul ... 5

Gambar 2.1 Klasifikasi ESP ... 39

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir ... 45


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Observasi ... 127

Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi ... 128

Lampiran 3. Pedoman Wawancara ... 130

Lampiran 4. Catatan Lapangan ... 134

Lampiran 5. Catatan Wawancara ... 144

Lampiran 6. Reduksi Data ... 165

Lampiran 7. Profil Wirawisata . ... 183

Lampiran 8. Skenario Kepemanduan Wirawisata ... 197

Lampiran 9. Dokumentasi Foto ... 201


(16)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan merupakan suatu proses transformasi yang dilakukan secara sadar dan terencanan oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah dalam menghadapi era globalisasi. Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 selanjutnya direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah telah telah memberikan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan daerah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Pemerintah Daerah 2004). Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap pembangunan dititikberatkan pada daerah otonom itu sendiri, dengan demikian setiap daerah berupaya menggali segala potensi sumber daya yang dimiliki agar dapat dikembangkan secara optimal guna mendukung pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang berpotensi menciptakan pertumbuhan yang progresif di negara berkembang khususnya Indonesia. Hal ini didukung dengan kenyataan bahwa kekayaan alam dan keberagaman bangsa Indonesia menyimpan banyak potensi sekaligus peluang berharga untuk membangun kepariwisataan Indonesia agar lebih bergairah di mata dunia serta memiliki karateristik berdasarkan kearifan lokal. Oleh karena itu, pemerintah memiliki peranan penting dalam menggali potensi dan membuat kebijakan terhadap pengembangan kepariwisataan, sehingga masyarakat lokal


(17)

tergugah kesadarannya untuk menggali potensi dan bergerak membangun desa maupun kota masing-masing.

Menurut Oka A. Yoeti (2008: 2) Prospek industri pariwisata di Indonesia sangat besar dan menggembirakan mengingat pariwisata dianggap sebagai “penyelamat”, “primadona” penghasil devisa bagi negara. Disamping itu, pertumbuhan sektor pariwisata mencapai 15 persen setiap tahunnya, sehingga pariwisata mampu mempercepat pemerataan pembangunan daerah urban, membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan produk hasil kesenian dan kebudayaan, serta memperluas pasar produk kecil ke dunia internasional.

Kepedulian dan komitmen serta peran pemerintah dalam upaya pembangunan pariwisata telah diatur dan tertuang dalam UU No. 10 tahun 2009 pengganti UU No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan yang menyebutkan bahwa dampak yang diakibatkan dari pengembangan kepariwisataan berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat, pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran, serta pelestarian lingkungan.

Pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling diunggulkan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sektor ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah serta menunjang kesejahteraan masyarakat demi kelanjutan pembangunan, untuk itu perlu dijaga kelestarian potensi wisata yang ada. DIY yang mencakup 4 kabupaten dan satu kota yaitu, kota Yogyakarta, Sleman, Kulonprogo, Bantul dan Gunungkidul berlomba-lomba menggali potensi lokal untuk merintis desa wisata berbasis budaya, alam maupun ekonomi. Hal ini juga didukung kekayaan alam dan kearifan lokal, serta predikat DIY sebagai kota


(18)

pembangunan pariwisata.

Salah satu kabupaten di DIY yang sedang mengembangkan potensi pariwisata adalah Kabupaten Gunungkidul. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul tercatat 1.485,36 km² yang meliputi 18 kecamatan dan 144 desa atau kelurahan. Kabupaten Gunungkidul memiliki banyak potensi wisata berbasis alam; pantai, goa dan air terjun. Selain potensi wisata alam , Kabupaten Gunungkidul memiliki banyak desa wisata yang kini mulai dikembangkan. Berdasarkan data kepariwisataan tahun 2015, Kabupaten Gunungkidul memiliki 60 titik pantai, kurang lebih 600 goa yang sedang dikembangkan sebagai obyek wisata alam diantaranya Pantai Baron, Pantai Siung, Pantai Wedi Ombo, Pantai Sadeng, Pule Gundes, Krakal, Goa Cerme, Goa Jomblang, Gunung Gambar, Gunung Purba Nglanggeran, Kalisuci, Air Terjun Sri Gethuk, dan lain-lain. Di kabupaten Gunungkidul terdapat 14 desa wisata yaitu desa wisata Bejiharjo, desa wisata Bleberan, desa wisata Beji, desa wisata Bobung, desa wisata Nglanggeran, desa wisata Pacarejo, desa wisata Mojo, desa wisata Mulo, desa wisata Kemadang, desa wisata Ngestirejo, desa wisata Wonosadi, desa wisata Sundak, desa wisata Turunan dan desa wisata Umbulrejo (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata).

Data kepariwisataan DIY tahun 2015, obyek wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan adalah Pantai Baron, sedangkan desa wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan adalah Bejiharjo dengan Goa Pindulnya. Setiap bulannya obyek wisata dan desa wisata yang ada di Kabupaten


(19)

Gunungkidul ini mengalami dinamika naik turunnya pengunjung. Naik turunnya pengunjung ini dipengaruhi oleh momen-momen terntentu, misalkan pada libur hari besar atau libur sekolah.

Peningkatan jumlah wisatawan baik nusantara maupun mancanegara sebagai dampak dari perkembangan pariwisata di Kabupaten Gunungkidul disajikan pada tabel 1 berikut:

Tabel 1.1 Data Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 – Oktober 2014

No TAHUN ANGGARAN

WISATAWAN

MANCANEGARA JUMLAH

1 2010 585 548.857

2 2011 1.299 616.696

3 2012 1.800 1.000.387

4 2013 3.751 1.337.438

5 2014 3.060 1.955.817

6 Oktober 2015 3.223 2.108.014

Sumber : Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Kab. Gunungkidul Tahun 2015 Berdasarkan Tabel 1.1, bahwa setiap tahun hingga tahun 2015 jumlah wisatawan nusantara meningkat. Hal ini menandakan adanya perkembangan dan mulai dikenalnya pariwisata di Kabupaten Gunungkidul baik oleh wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.

Goa pindul merupakan salah satu obyek wisata yang sedang naik daun karena tingginya volume kunjungan wisata dan ramainya media sosial membicarakan tentang destinasi ini. Goa pindul terletak di desa wisata Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul. Obyek wisata ini menawarkan keindahan


(20)

dalam (tubing).

Kegiatan wisata alam Goa Pindul saat ini terus mengalami pengembangan yang signifikan. Salah satu indikatornya dapat dilihat dari data kunjungan wisata. Secara rinci jumlah kunjungan wisata periode Januari 2015 – November 2015 dapat dilihat pada grafik 1.1 berikut:

Grafik 1.1 Data Jumlah Wisatawan Mancanegara Kawasan Goa Pindul Tahun 2015 (Operator Wisata Goa Pindul)

Data grafik 1.1 menunjukkan bahwa kunjungan wisatawan mancanegara di kawasan Goa Pindul periode tahun 2015 mencapai 3182 jiwa. Jumlah kunjungan wisatawan mengalami fluktuasi, peningkatan tertinggi pada bulan Agustus 2015 sebesar 498 jiwa, selanjutnya wisata tersebut mengalami penurunan kunjungan yang fluktuatif.

Pengembangan potensi wisata Goa Pindul tersebut tidaklah lepas dari campur tangan pihak operator atau pengelola sebagai promotor dalam rangka mewujudkan Desa Wisata Bejiharjo yang banyak diminati wisatawan. Salah satunya dikelola oleh Wirawisata yang dimotori oleh karangtaruna Dusun Gelaran


(21)

II sejak awal tahun 2011, mempunyai visi dan misi memajukan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Salah satu unsur yang tidak kalah penting dalam pengembangan kepariwisataan adalah seorang pramuwisata atau yang biasa disebut pemandu wisata. Suatu obyek wisata akan berkembang dengan baik apabila didukung oleh pemandu wisata yang baik pula. Pemandu wisata merupakan seseorang yang mendampingi wisatawan, bertugas memimpin suatu perjalanan, memberikan informasi dan penjelasan tentang obyek wisata yang dikunjungi. Menurut Oka A. Yoeti, pramuwisata atau pemandu wisata adalah seorang yang memberi penerangan, penjelasan serta petunjuk kepada wisatawan dan traveler lainnya, tentang segala sesuatu yang hendak dilihat dan disaksikan bilamana mereka berkunjung pada suatu obyek, tempat atau daerah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut tampak bahwa betapa pentingnya peranan pemandu wisata dalam suatu perjalanan wisata (tour).

Banyak faktor yang dapat mendukung pengembangan potensi pariwisata Goa Pindul. Namun ada salah satu kendala yang diduga menghambat upaya tersebut. Satu kendala yang dimaksud adalah rendahnya kemampuan bahasa Inggris para pemandu wisata lokal yang ada di Wirawisata. Berdasarkan hasil wawancara, Slamet Riyanto mengungkapkan rata-rata wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Goa Pindul menggunakan jasa operator Wirawisata. Banyaknya wisatawan mancanegara tidak sebanding dengan banyaknya pemandu wisata yang mampu berbahasa Inggris sehingga terkadang mereka menyesuaikan dengan keadaan dimana mereka menggunakan bahasa Inggris yang


(22)

baik bagi wisatawan mancanegara. Kendala tersebut terjadi karena latar belakang pendidikan para pemandu di Wirawisata masih sangat minim. Sebagian besar para pemandu hanya tamat sekolah dasar, hanya sebagian kecil yang tamat sekolah menengah (SMP dan SMA).

Berdasarkan hal tersebut diatas, dalam upaya pengembangan sumber daya manusia di Wirawisata dalam berbahasa Inggris maka Wirawisata mengadakan Pelatihan Bahasa Inggris bagi para pemandu wisata Goa Pindul yang diharapkan para pemandu memiliki kemampuan berbahasa Inggris apabila sedang memandu wisatawan mancanegara. Minat para pemandu untuk mengikuti pelatihan ini sangat tinggi, dilihat dari jumlah pemandu yang mengikuti pelatihan ini kurang lebih 20 orang. Berdasarkan penjelasan dari wawancara bahwa para pemandu yang berminat dan mengikuti pelatihan bahasa Inggris, dalam pelaksanaan pelatihan terlihat bersungguh-sungguh dan mereka berantusias dalam menjalaninya.

Dalam pelaksanaan pelatihan terdapat kendala atau permasalahan yaitu kurang efektifnya pelatihan bahasa inggris ini karena tidak adanya tutor sehingga dalam pelaksanaan pelatihan tersebut para pemandu hanya sekedar berbagi (sharing) antar sesama pemandu yang dirasa memiliki kemampuan lebih dalam Bahasa Inggris. Masalah lain yang muncul adalah sulitnya mengatur waktu antar pemandu untuk melakukan pelatihan ini membuat pelatihan ini sedikit tersendat.

Dari semua permasalahan atau kendala yang ada, maka peneliti ingin mengkaji lebih mendalam tentang program pelatihan untuk mengetahui sejauh


(23)

mengambil judul Program Pelatihan Bahasa Inggris Bagi Para Pemandu Wisata Goa Pindul.

B. Scope atau Area Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka peneliti menentukan scope atau area penelitian untuk memberikan limitasi terhadap penelitian yang mana penelitian akan mengkaji lebih dalam tentang program pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata yang meliputi beberapa tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Maka dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Perencanaan

Pada tahap perencanaan, peneliti mendeskripsikan tentang perencanaan yang dilakukan pada pelaksanaan program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata.

2. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, peneliti mendeskripsikan tentang pelaksanaan yang dilakukan pada program pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata.

3. Evaluasi

Pada tahap evaluasi, peneliti mendeskripsikan evaluasi yang dilakukan untuk melihat sejauh mana ketercapaian program pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata.

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang terjadi, agar penelitian lebih mendalam maka fokus penelitian yang akan dikaji dibatasi pada pelaksanaan program


(24)

Wirawisata. Yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Mengingat akan pentingnya pelaksanaan program pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul dalam meningkatkan kualitas pekerjaan pemandu obyek wsiata Goa Pindul di Wirawisata.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu wisata Goa Pindul di Wirawisata?

2. Apa saja faktor pendukung dalam pelaksanaan program pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu wisata Goa Pindul di Wirawisata?

3. Apa saja faktor penghambat dalam pelaksanaan program pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu wisata Goa Pindul di Wirawisata?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan :

1. Pelaksanaan pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu wisata Goa Pindul di Wirawisata

2. Faktor pendukung dalam pelaksanaan program pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu wisata Goa Pindul di Wirawisata

3. Faktor penghambat dalam pelaksanaan program pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu wisata Goa Pindul di Wirawisata.


(25)

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini meliputi : 1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna memberikan sumbangan pemikiran khusunya bidang pariwisata yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi pemandu wisata dalam berbahasa Inggris dan sebagai penelitian lebih lanjut.

2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti

1) Membantu peneliti untuk mengetahui dan memahami tentang pelaksanaan program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata.

2) Menjadikan penambah pengalaman dan wawasan baru tentang kondisi di lapangan.

b. Bagi Wirawisata

Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Wirawisata guna pengembangan program pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu wisata ke depannya sesuai dengan kebutuhan pemandu wisata.

c. Bagi Jurusan PLS

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi pengembangan keilmuan dan pengetahuan terutama di bidang Pendidikan Luar Sekolah yang terkait dalam hal pelatihan yang berkualitas.


(26)

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Nonformal

Pendidikan merupakan kewajiban yang penting dalam kehidupan manusia. Karena dari pendidikan itulah kita akan tahu banyak tentang wawasan di dunia dalam kehidupan ini. Pendidikan juga mempunyai peran untuk membentuk pribadi-pribadi manusia menjadi lebih baik dan terarah. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 13 ayat 1 yang menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

Lebih lanjut di dalam pasal 26 ayat 2 menjelaskan :

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai, pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Selanjutnya dipertegas ayat 3 yang menyebutkan bahwa:

Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Hal tersebut mennjukan antara pendidikan formal, informal dan nonformal mempunyai Saleh Marzuki (2010: 137) mengungkapkan bahwa pendidikan nonformal (nonformal education) adalah proses belajar yang terjadi secara terorganisasikan di luar sistem persekolahan atau pendidikan formal, baik dilaksanakan terpisah maupun merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih besar yang dimaksudkan untuk melayani sasaran didik tertentu dan belajarnya tertentu pula.


(27)

 

12  Pernyataan tersebut berkaitan dengan definisi menurut Coombs (1973) bahwa pendidikan nonformal adalah:

“....any organized educational activity outside the established formal system whether operating separately or as an important feature of some broader activity-that is intended to serve some identifiable learning clienteles and learning objectives.”

Pendidikan nonformal adalah aktivitas pendidikan yang terorganisir dilakukan di luar sistem pendidikan formal apakah itu dijalankan terpisah atau sebagai bentuk penting dari beberapa aktivitas yang lebih luas dimaksudkan untuk melayani beberapa orang yang belajar dan tujuan belajar.

Program pendidikan nonformal dapat diartikan sebagai kegiatan yang disusun secara terencana dan memiliki tujuan, sasaran, isi, jenis kegiatan, pelaksana kegiatan, proses kegiatan, waktu, fasilitas, alat-alat, biaya dan sumber-sumber pendukung lainnya.

Soelaiman Joesoef (2004: 79) menyatakan bahwa pendidikan nonformal adalah pendidkan yang teratur dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Pernyataan tersebut berkaitan dengan Etling (1993: 73) yang menyatakan bahwa pendidikan nonformal lebih berpusat pada pembelajar daripada kebanyakan pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal cenderung menekankan kurikulum kafetarian bukan kurikulum sekuensial yang dibangun di sekolah-sekolah. Hubungan antar manusia dalam pendidikan nonformal lebih informal dibandingkan dengan di sekolah dimana hubungan peran murid-guru dan murid-administrator adalah hierarkis dan jarang sekali berubah. Pendidikan nonformal fokus pada informasi yang mungkin telah


(28)

menunda penerapan. Secara keseluruhan pendidikan nonformal memiliki struktur yang lebih rendah daripada sekolah, sehingga dapat disimpulkan lebih fleksibel.

Sejalan dengan pengertian di atas ruang lingkup pendidikan nonformal meliputi: pertama, pendidikan anak usia dini yang dilakukan melalui kelompok bermain dan taman penitipan anak. Kedua, pendidikan keaksaraan yang merupakan garapan utama program keaksaraan fungsional. Ketiga, pendidikan kesetaraan yang dilakukan melalui program paket A setara SD, paket B setara SMP, paket C setara SMA. Keempat, pendidikan kecakapan hidup yang menjadi program garapan, program kelompok belajar usaha, kursus-kursus, pelatihan keterampilan, magang, sanggar dan sebagainya. Kelima, pendidikan kepemudaan. Keenam, pendidikan pemberdayaan perempuan. Ketujuh, pendidikan orang usia lanjut. Dengan demikian, program-program pendidikan nonformal bersifat horisontal dan dapat pula vertikal sesuai dengan satuannya yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

Berdasarkan uraian diatas pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan yang terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan baik dilembagakan maupun tidak, melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan, diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam mendukung pendidikan sepanjang hayat.


(29)

 

14  fenomena yang wajar dan alamiah dalam kehidupan umat manusia. Kenyataan ini memberi petunjuk bahwa pentingnya belajar sepanjang hayat (life long leaming) di dalam kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan belajar (learning needs) dan kebutuhan pendidikan (educational needs). Kehadiran pendidikan sepanjang hayat disebabkan oleh munculnya kebutuhan belajar dan kebutuhan pendidikan yang terus tumbuh dan berkembang sepanjang alur kehidupan manusia (Sudjana, 2001: 217).

Pendidikan sepanjang hayat menurut UNESCO Institute for Education (1979) yang dikutip oleh Sudjana (2001: 217-218) memberikan arah sehingga pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal) dikembangkan di atas prinsip, prinsip pendidikan di bawah ini:

1. Pendidikan hanya berakhir apabila manusia telah meninggalkan dunia fana ini.

2. Pendidikan sepanjang hayat merupakan motivasi yang kuat bagi peserta didik untuk merencanakan dan melakukan kegiatan belajar secara terorganisasi dan sistematis.

3. Kegiatan belajar ditujukan untuk memperoleh, memperbaharui, dan/atau meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah dimiliki dan mau tidak mau harus dimiliki oleh peserta didik atau masyarakat berhubung dengan perubahan yang terus menerus sepanjang kehidupan. 4. Pendidikan memiliki tujuan berangkai dalam mengembangkan kepuasan

diri setiap insan yang melakukan kegiatan belajar.

5. Perolehan pendidikan merupakan prasyarat bagi perkembangan kehidupan manusia, baik untuk memotivasi diri maupun untuk meningkatkan kemampuannya, agar manusia melakukan kegiatan belajar guna memenuhi kebutuhan belajarnya.

6. Pendidikan luar sekolah mengakui eksistensi dan pentingnya pendidikan sekolah serta dapat menerima pengaruh dari pendidikan sekolah karena kehadiran sebuah subsistem ini untuk saling melengkapi dan saling mendukung antara yang satu dengan yang lainnya.


(30)

nonformal merupakan suatu bentuk layanan pendidikan yang sistematis dan terorganisir yang dilakukan diluar sistem pendidikan formal yang bertujuan sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat (lifelong education).

B. Pelatihan

1. Konsep Pelatihan

Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, profesional dan mandiri, salah satu upaya konkret yang bisa dilakukan yaitu melalui pelatihan kerja. Dalam Undang-Undang RI No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan.

Beberapa pakar di bidang pelatihan menyatakan bahwa pelatihan adalah serangkaian kegiatan pendidikan yang mengutamakan perubahan pengetahuan, keterampilan dan peningkatan sikap seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Menurut Mondy dan Noe (2005: 202) menyatakan bahwa “training: activities designed to provide leamers with the knowledge and skill needed for their present jobs". Pelatihan merupakan aktivitas yang dirancang untuk menyiapkan calon tenaga kerja agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam menunjang pekerjaannya. Hal ini sama dinyatakan oleh Dessler (2008: 248) bahwa


(31)

 

16  ,,

training means giving a new or present employess the skills they need to perform their jobs”. Pelatihan memberikan suatu keterampilan baru untuk para tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menunjang pekerjaannya.

Menurut Suwatno dan Donni mengenai pelatihan sebagai berikut:

“Pelatihan merupakan proses jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi dimana pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas. Pelatihan terdiri dari program-program yang disuusn terencana untuk memperbaiki kinerja di level individual, kelompok, dan organisasi yang dapat diukur perubahannya melalui pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku sosial dari karyawan.” (Suwatno & Donni, 2011: 117).

Pengertian lain mengenai pelatihan disampaikan oleh Oemar Hamalik (2007: 10), bahwa pelatihan pada hakikatnya mengandung unsur-unsur pembinaan dan pendidikan. Secara operasional dirumuskan bahwa pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindak (upaya) yang dilaksanakan secara sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan olehtenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kecakapan peserta pelatihan dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi.

Peran pelatihan utamanya terletak pada kemampuannya dalam mencapkan atau menyediakan tenaga kerja yang memiliki kualitas dan daya saing yang tinggi sesuai dengan tuntutan kerja, upaya peningkatan kualitas angkatan kerja bukan saja banyak menyangkut aspek keterampilannya, tetapi lebih pada tingkatan kualitas sikap mental dan pengetahuannya secara holistik


(32)

termasuk peningkatan pengetahuan interdisipliner dan kemampuan tenaga kerja. Oleh karena itu, pelatihan harus relevan dengan kebutuhan kerja kontemporer dan berkualitas dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan pesertanya secara luas (Mujanganja, 2006: 118).

Kemudian Sedarmayanti (2011: 174), menjelaskan bahwa kebutuhan pelatihan adalah kekurangan dan kebutuhan karyawan akan kemampuan yang timbul pada saat bila kondisi berbeda/tidak sesuai lagi dengan kondisi yang diharapkan”. Lebih lanjut lagi, William G. Scott (dalam Sedarmayanti, 2011: 163) menyatakan bahwa:

Training in the behavioral sciences is an activity of line and staff which he has its goal executive development to achieve greater individual job effectiveness, improved interpersonal relationships in the organization, and enhanced executive adjusment to the context of his total environment.

Pelatihan dalam perilaku ilmu pengetahuan adalah suatu aktivitas lini dan staf yang bertujuan mengembangkan pemimpin untuk mencapai efektivitas pekerjaan perorangan lebih besar, hubungan antar pribadi dalam organisasi yang lebih baik dan penyesuaian pemimpin yang ditingkatkan kepada konteks seluruh lingkungannya.

Dari uraian mengenai makna pelatihan diatas, maka keterkaitan antara pelatihan dengan peningkatan keterampilan individu sebagai calon tenaga keija merupakan hal yang sifatnya integratif. Kegiatan pelatihan kerja menjadi suatu upaya untuk meningkatkan sekaligus mengembangkan kompetensi (keterampilan) peserta pelatihan secara holistik. Pelatihan kerja pada dasarnya


(33)

 

18  merupakan kegiatan yang dirancang secara sisematis untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan sikap mental khusus dalam rangka mengemban tugas atau pekerjaan yang telah ditetapkan. 2. Tujuan Pelatihan

Pelatihan pada dasarnya suatu kegiatan yang tujuannya untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, ketrampilan dan pengetahuan calon tenaga kerja sesuai dengan tujuan yang telah di tentukan. Hal ini juga menunjukan bahwa pelatihan tidak hanya meningkatkan ketrampilan tetapi mengubah sikap mental dan perilaku secara menyeluruh. Pelatihan bermanfaat untuk menjadikan tenaga kerja yang terampil dan menguasai pekerjaannya, sehingga akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja.

Oemar Hamalik (2007: 16) mengatakan bahwa secara umum pelatihan bertujuan mempersiapkan dan membina calon tenaga kerja, baik struktural maupun fungsional, yang memiliki kemampuan dalam profesinya, kemampuan melaksanakan loyalitas, kemampuan berdisiplin yang baik. Kemampuan profesional mengandung aspek kemampuan keahlian dalam pekerjaan, kemasyarakatan dan kepribadian agar lebih berdaya guna dan berhasil guna. Secara lebih rinci dijelaskan oleh Moekijat tujuan umum pelatihan adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif.

b. Untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.


(34)

c. Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman, pegawai dan pimpinan (Ikka Kartika, 2011: 14).

Secara lebih khusus Dessler (2008: 116) menyatakan ”Training aims at directly imparting action strategies and techniques to cope with concrete work situasions. In this context, motor aspects can be in the foreground, but verbal, mental and cognitive skills can be trained as well". Pelatihan bertujuan menanamkan secara langsung strategi tindakan dan teknik untuk menguasai situasi kerja konkret. Dalam konteks ini, aspek motorik dapat diutamakan tapi kemampuan verbal, mental dan kognitif dapat dilatih juga.

Tujuan pelatihan tidak hanya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap saja, namun juga untuk mengembangkan bakat seseorang sehingga dapat melakukan pekerjaannya sesuai dengan apa yang diharapkan. Menurut Marzuki dalam Mustofa Kamil (2010: 11) tujuan pokok yang harus dicapai dalam pelatihan antara lain:

a. Memenuhi kebutuhan organisasi

b. Memperoleh pengertian dan pemahaman yang lengkap tentang pekerjaan dengan standar dan kecepatan yang telah ditetapkan dan dalam keadaan yang normal serta aman

c. Membantu para pimpinan organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Dari beberapa pendapat mengenai tujuan pelatihan dapat disimpulkan bahwa tujuan program pelatihan pada dasarnya untuk mengembangkan pengetahuan keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki oleh karyawan agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan pekerjaannya atau sesuai dengan bidang yang ditekuni.


(35)

 

20  3. Model-model Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

Pemilihan suatu model pelatihan terutama didasarkan pada kebutuhan di satu pihak dan potensi atau peluang yang dimiliki dipihak lain. Kebutuhan menunjuk pada kebutuhan belajar peserta atau kebutuhan organisasi akan pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan. Kebutuhan ini dapat selaras ataupun tidak selaras dengan peluang atau potensi yang dimiliki baik secara internal maupun eksternal. Potensi internal misalnya berupa kesiapan peserta, waktu yang tersedia dan biaya yang dimiliki. Potensi eksternal menunjuk pada perangkat lunak model pelatohan dan manajemen pelatihan.

Menurut Mustofa Kamil (2010: 35) menjelaskan terkait model-model pelatihan dalam pendidikan luar sekolah sebenarnya cukup beragam. Beberapa diantaranya yang penting adalah:

a. Model magang atau pemagangan (apprenticeship training/learning by doing)

b. Model internship (internship training) c. Model pelatihan kerja (job training)

d. Model pelatihan keaksaraan (literacy training)

e. Model pelatihan kewirausahaan (enterpreneurship training)

f. Model pelatihan manajemen peningkatan mutu (quality management training)

Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa pendidikan luar sekolah merupakan suatu ilmu yang mendasari dari berbagai disiplin ilmu hakikat


(36)

keilmuwan pendidikan luar sekolah, baik sebagai teori maupun sebagai pengembang program sebagai upaya pendidikan sepanjang hayat (life long education) khususnya dalam pendidikan pelatihan. Selama manusia berusaha untuk meningkatkan kehidupannya, baik dalam meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, kepribadian, dan keterampilan secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah pendidikan masih berjalan terus.

4. Tahap-tahap Pelatihan

Suatu pelaksanaan pelatihan membutuhkan suatu organisasi yang secara manajerial memiliki fungsi penting yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Langkah-langkah pelaksanaan pelatihan yaitu:

a. Perencanaan

Perencanaan pelatihan dilakukan sebagai langkah awal untuk panduan pelaksanaan dan evaluasi program pelatihan. Perencanan yang tepat akan mencapai tujuan yang diharapkan, dimana peserta pelatihan mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhannya.

Hasibuan (2007: 40) mendeskripsikan perencanaan sebagai proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan, dengan memilih yang terbaik dari altematif-alternatif yang ada. Perencanaan berfokus pada masa depan apa yang harus dicapai dan bagaimana. Pada esensinya fungsi perencanaan termasuk aktivitas manajerial yang menetapkan, tujuan-tujuan tersebut. Hasil dari fungsi perencanaan adalah rencana, suatu dokumen tertulis yang menetapkan serangkaian tindakan yang akan diambil organisasi.


(37)

 

22  Berkenaan dengan perencanaan pelatihan, Ford, Major, Seaton dan Felber (Goldsterin dan Ford, 2002: 82-83) mengemukakan bahwa:

It is critical for the organization as whole to have training plan that identifies who need training. what type of training is needed, how training will be delivered and when it will be delivered. They indicate that this planning process has several stages: (1) scanning of information to asses training need, (2) interpretation of the information to determine the righ mix of training to meet the need of the organization, and (3) implementation of training plan.”

Artinya, sangat penting bagi organisasi secara keseluruhan untuk memiliki rencana pelatihan yang mengidentifikasi siapa yang membutuhkan pelatihan, jenis pelatihan apa yang diperlukan, bagaimana pelatihan dilaksanakan. Mereka mengindikasikan bahwa proses perencanaan terdiri dari beberapa tahap: (1) meneliti informasi untuk menganalisis kebutuhan-kebutuhan diklat, (2) menginterpretasi informasi untuk mennetukan pelatihan yang tepat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi dan (3) mengimplementasikan rencana pelatihan.

Pada kegiatan mengidentifikasi kebutuhan, Roger Buckley (2004: 126) mengatakan bahwa “When writing objectives the trainer has to bear in mind the conditions which exist for the job and to decide what conditions will be for training”. Dalam mengidentifikasi sasaran, pelatih harus memiliki perhatian tentang kondisi yang tedapat dalam suatu pekerjaan dan memutuskan kondisi yang diharapkan terhadap pelatihan.

Selanjutnya Djuju Sudjana (2006: 37) menyatakan bahwa perencanaan program adalah kegiatan pengelola bersama orang lain atau melalui orang lain,


(38)

baik perorangan maupun kelompok, untuk menyusun program pendidikan luar sekolah. Penyusunan program tersebut dengan memperhatikan komponen, proses, dan tujuan sistem pendidikan luar sekolah. Program pendidikan luar sekolah yang sistemik terdiri atas:1) Lokasi Kegiatan, 2) Kurikulum, pendidik (pengelola dan tutor), sarana prasarana dan dana, 3) Karateristik warga belajar, 4) Metode, 5) Keluaran pembelajaran, 6) Pengaruh program.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas maka suatu program pendidikan luar sekolah terkait pelatihan dapat disusun dengan urutan sebagai berikut, yaitu: Lokasi program, konteks program, tujuan program, warga belajar, pendidik, kurikulum, metode-teknik dan media pembelajaran, proses pembelajaran, hasil belajar, daya dukung, pengaruh, waktu, dan jadwal pembelajaran.

b. Pelaksanaan

Tahapan selanjutnya yang dilakukan setelah semua proses perencanaan dilakukan yaitu tahap pelaksanaan pelatihan. Pelaksanaan pelatihan merupakan proses pembelajaran dengan penyampaian materi yang dilakukan oleh fasilitatordengan peserta pelatihan. Menurut Mustofa Kamil (2010: 159) komponen-komponen pelaksanaan meliputi:

1) Materi pelatihan

2) Pendekatan, metode pelatihan, dan teknik pelatihan 3) Pendanaan program pelatihan


(39)

 

24  5) Hasil pelatihan.

Menurut Mulyasa (2005: 93), pelaksanaan merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan, pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap.

Menurut AMH Manullang (2006: 47) setelah semua perencanaan selesai dilakukan, langkah berikutnya adalah tahap pelaksanaan yang meliputi:

1) Pembukaan dimana menandakan kegiatan pelatihan dimulai 2) Pelaksanaan proses pembelajaran

3) Penutupan

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan pelaksanaan merupakan tahapan yang dilakukan setelah proses perencanaan selesai. Secara umum tahapan pelaksanaan meliputi pembukaan, proses pembelajaran dan penutupan. Tahap-tahapan dalam proses pelaksanaan pelatihan harus benar-benar dipersiapkan secara baik agar program pelatihan yang telah direncanakan dapat tercapai tujuannya.

Pelaksanaan pelatihan bahasa Inggris ini termasuk ke dalam pendidikan orang dewasa yang mana memiliki karateristik student-centered. Menurut Suprijanto (2007: 11) mengungkapkan bahwa pendidikan orang dewasa (andragogi) berbeda dengan pendidikan anak (pedagogi). Pendidikan anak berlangsung dalam bentuk identifikasi atau peniruan, sedangkan pendiidkan orang dewasa berlangsung dalam bentuk


(40)

pengarahan diri sendiri untuk memecahkan masalah.

Hal serupa dinyatakan oleh Knowles yang merupakan pengembang dari pendidikan orang dewasa dalam Roger Buckley (2004: 169) bahwa pendidikan orang dewasa berdasarkan asumsi-asumsi yang jelas berbeda dari pendidikan anak, yang mana asumsi tersebut terdiri dari:

1) The need to know. Orang dewasa harus tahu alasan mereka belajar sesuatu.

2) The learner’s self-concept. Dalam opini Knowles orang dewasa mampu sepenihnya mengatur dirinya sendiri, dengan bertanggung jawab untuk membuat keputusan mereka sendiri dan mengarahkan dirinya sendiri.

3) The role of the learner’s experience. Setiap orang dewasa mempunyai pengalaman yang berbeda sebagai akibat latar belakang kehidupan masa mudanya. Perbedasaan pengalaman antar orang dewasa dengan anak-anak menimbulkan konsekuensi dalam belajar. Konsekuensi itu, pertama bahwa orang dewasa mempunyai kesempatan yang lebih untuk mengkontribusikan dalam prosesbelajar orang lain. Kedua, orang dewasa mempunyai dasar pengalaman yang lebih kaya yang berkaitan dengan pengalaman baru. Ketiga, orang dewasa telah mempunyai pola pikir dan kebiasaan yang pasti dan karenanya mereka cenderung kurang terbuka.

Berdasarkan pernyataan-pernayatan tersebut dpaat disimpulkan bahwa pelatihan bahasa inggris ini termasuk kedalam pendidikan orang dewasa yang mana memiliki karateristik student-centered. Hal itu disebabkan orang dewasa sudah memiliki konsep diri tentang bagaimana mereka harus berkembang melalui keputusan yang dibuat oleh orang dewasa itu sendiri.

c. Evaluasi


(41)

 

26  program untuk mengetahui sejauh mana program tersebut telah tercapai. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh atau sebagian unsur-unsur program serta terhadap pelaksanaan program.

Worthen and Sanders (1973: 19) menjelaskan bahwa pengertian evaluasi adalah sebagai berikut:

“Evaluation is the determination of the worth of thing. It includes obtaining information for use judging the worth of a program, product, procedure or objective, or the potential utility of alternative approaches designed to attain specified objective.” Evaluasi adalah penentuan dari penilaian suatu benda atau sesuatu. Hal tersebut meliputi perolehan informasi untuk digunakan dalam menimbang penilaian suatu program, produk, prosedur atau kegunaan atau potensi kegunaan dari pendekatan-pendekatan alternatif yang didesain untuk mencapai kegunaan yang dikhususkan.

Dalam melakukan evaluasi program diperlukan teknik-teknik yang tepat. Teknik evaluasi program disebut pula instrumen atau alat pengumpulan data. Menurut Sudjana (2008: 176) teknik-teknik atau alat evaluasi yang dapat digunakan diantaranya:1) kuesioner (angket), 2) wawancara, 3) pengamatan, 4) teknik respon terinci, dan 5) teknik cawan ikan.

Tahap atau tingkat di dalam evaluasi sebuah pelatihan menurut Hamblin (1974) dan Kirkpatrick (1967),dalam Roger Buckley (2004, 209) adalah:


(42)

4) Reaction: bagaimana reaksi peserta dan pelatih terhadap pelatihan tersebut; tentang susunan dan isi dari pelatihan tersebut dan metode yang digunakan. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan: untuk mengetahui sejauh mana para peserta merasa puas dengan program untuk maksud diadakannya beberapa revisi atas program pelatihan, untuk menjamin agar para peserta yang lain bersikap represif untuk mengikuti pelatihan.

5) Learning: dasar-dasar, fakta-fakta, dan teknik yang di gunakan oleh peserta.

6) Job behaviour and performance: perubahan perilaku dari peseta, sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dibandingkan guna mengetahui tingkat pengaruh pelatihan terhadap perubahan kinerja mereka. Langkah ini penting karena sasaran dari pelatihan adalah untuk mengubah perilaku atau kinerja para peserta pelatihan setelah diadakan program pelatihan

7) Organization: dampak pelatihan terhadap organisasi atau kelompok kerja secara keseluruhan.

Dapat disimpulkan bahwa evaluasi program merupakan tahapan terakhir dari pelaksanaan program pelatihan yang mana evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana program tersebut telah tercapai dan dampak dari pelatihan terhadap organisasi secara keseluruhan.

5. Metode Pelatihan

Pada kamus dikatakan bahwa metode berarti cara. Metode pelatihan berarti ketaatan cara penyampaian yang digunakan selama pelatihan itu berlangsung. Training yang tidak terlepas dari pengembangan kemampuan, pengukuran tajuan yang jelas, dan perubahan sikap dapat diterapkan dengan beberapa pilihan metode sesuai dengan lingkungan pelatihan (Wagonhurst, 2002:13).

Dalam pelatihan beberapa teknik akan menjadi prinsip belajar tertentu menjadi lebih efektif. Dalam melaksanakan pelatihan ini ada


(43)

 

28  beberapa metode yang digunakan, antara lain on the job dan off the job training. (Hasibuan, 2007: 68).

1) On the Job Training

On the job training atau disebut juga pelatihan dengan instruksi pekerjaan sebagai suatu metode pelatihan dengan cara pekerja atau calon pekerja ditempatkan dalam kondisi pekerjaan yang riil, dibawah bimbingan dan supervise dari karyawan yang telah berpengalaman atau terlatih. Dalam on the job training perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Adanya pembimbing yang bertanggung jawab atas keberhasilan calon karyawan dalam melaksanakan tugasnya.

b) Tersedianya waktu yang cukup agar dapat mencapai tingkat terampil atau mahir.

c) Sikap, perilaku pegawai yang mendukung (antusias, rajin, tekun). Teknik on the job merupakan metode pelatihan yang paling banyak digunakan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan baru dengan supervise langsung seorang pelatih yang berpengalaman (biasanya karyawan lain). Roger Buckley menambahkan anggapan tentang metode pelatihan on the job training: 1) Natural and familiar process, 2) That having expertise or skill in a subject or discipline is intimately associated and causally linked with the ability to teach or educate others in that field. Maksud dari hal itu adalah: 1)Pelatihan on the job training sangat alamiah dan lazim, 2)


(44)

seseorang yang mempunyai keahlian atau keterampilan dalam suatu disiplin yang sangat berhubungan dan oleh sebab itu seseorang tersebut juga mempunyai kemampuan untuk mengajar atau mendidik yang lain dalam suatu tempat.

2) Off the Job Training

Pelatihan di luar kerja (off the job training) adalah pelatihan yang berlangsung pada waktu karyawan yang dilatih tidak melaksanakan pekerjaan rutin/biasa. Ada beberapa macam metode pelatihan off the job training Hasibuan, 2007: 70) : a) ceramah kelas dan presentasi video, b) pelatihan Vestibule (tepisah), c) simulasi, d) belajar terprogram.

Dari kedua metode pelatihan di atas, maka indikator metode pelatihan dapat dilihat sebagai berikut. (Hasibuan, 2007: 66):

1) Ketertarikan dengan metode yang digunakan

2) Harmonisasi kegiatan pelatihan pada metode yang digunakan 3) Fasilitas ruangan praktek yang memadai

4) Kesesuaian waktu dengan peserta pelatihan C.Pelatih

Pelatih dapat berupa individu atau kelompok yang memberikan beragam pelatihan seperti yang diungkapkan oleh Hasibuan, bahwa pelatih atau instruktur yaitu seseorang atau tim yang memberikan latihan/pendidikan kepada karyawan (Hasibuan, 2007: 73). Keberhasilan pelaksanaan pelatihan berkaitan erat dengan bertambahnya pengetahuan dan kemampuan peserta


(45)

 

30  terkait pengetahuan yang diberikan pelatih . Berikut ini indikator pelatih menurut Hasibuan ( 2007: 74) dapat dilihat sebagai berikut:

1) Pendidikan pelatih

2) Komunikatif yang dibangun oleh pelatih pada saat proses pelatihan 3) Personality atau karakter yang dimiliki oleh seorang pelatih 4) Humanis dalam kegiatan pelatihan.

Menurut Gagne (1977) dalam Roger Buckley (2004: 140) menyatakan bahwa “Sangat penting untuk pelatih harus memberikan informasi tentang apa yang harus dicapai sebagai hasil dari pelatihan kepada para peserta. Dengan begitu selanjutnya pelatih dapat menghasilkan umpan balik informatif tentang pencocokan kinerja peserta terhadap apa yang mereka harapkan”.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam menentuka seorang pelatih dalam melatih para peserta harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Latar belakang pendidikan, 2) Komunikatif, 3) Karakter yang dimiliki, dan 4) Humanis.

D.Pemandu Wisata

1. Pengertian Pemandu Wisata

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat lebih mengenal istilah guide daripada pemandu wisata maupun pramuwisata. Guide selalu dikaitkan dengan orang asing, turis” (wisatawan). Setiap orang yang menemani wisatawan makan di restoran, mengantar wisatawan mengunjungi obyek wisata, menonton


(46)

pertunjukkan, belanja souvenir, dan lain-lain selalu dikonotasikan sebagai guide. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pemandu wisata atau pramuwisata adalah petugas pariwisata yang berkewajiban memberi petunjuk dan informasi yang diperlukan wisatawan.

Menurut Gamal Suwantoro (1997: 13) menyatakan bahwa pramuwisata atau pemandu wisata adalah seseorang yang memberi penjelasan serta petunjuk kepada wisatawan tentang segala sesuatu yang hendak dilihat dan disaksikan bilamana berkunjung pada suatu obyek, tempat, atau daerah wisatawan tertentu.”

Pramuwisata (guide) pada hakekatnya adalah seseorang yang menemani, memberikan informasi dan bimbingan serta saran kepada wisatawan dalam melakukan aktivitas wisatanya (Kesrul, 2004: 31).

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemandu wisata atau pramuwisata adalah seseorang yang bertugas memberikan bimbingan, penjelasan dan petunjuk tentang obyek wisata serta membantu keperluan wisatawan lainnya.

Pemandu wisata merupakan salah satu pemegang kunci suksesya perjalanan wisata. Oleh karena itu, pemandu wisata memiliki peranan yang sangat penting dalam perjalanan wisata. Baik buruknya kesan yang diterima wisatawan lebih banyak ditentukan oleh peran seorang pemandu wisata, mengenai bagaimana seorang pemandu menyampakan informasi yang


(47)

 

32  dibutuhkan wisatawan dari cara bicara, sikap, pengetahuan mengenai wisata yang sedang dikunjungi dan lain-lain.

2. Jenis-jenis Pemandu Wisata

Setelah mengetahui definisi pemandu wisata maka pemandu wisata dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan bidang keahliannya menurut Suyitno (2005: 4) yaitu sebagai berikut:

a. Pramuwisata Umum (General Guide) adalah pramuwisata yang mempunyai pengetahuan mengenai kebudayaan, kekayaan alam, dan aspirasi kehidupan bangsa/penduduk secara umum; yang memiliki tujuan untuk memberikan bimbingan perjalanan dan penerbangan kepariwisataan dengan mempergunakan satu ataupun beberapa bahasa tertentu terhadap wisatawan, baik secara perseorangan atau berkelompok.

b. Pramuwisata Khusus (Special Guide) adalah pramuwisata yang mempunyai pengetahuan yang khusus dan mendalam mengenai obyek wisata seperti kebudayaan, arkeologi, sejarah, teknik, perdagangan, keagamaan, ilmiah, margasatwa, perburuan dan lain-lain; yang mempunyai izin untuk membimbing perjalanan dengan memberikan penerangan kepada wisatawan baik perseorangan atau kelompok dengan menggunakan satu bahasa atau beberapa bahasa tertentu.

c. Pembimbing Darma Wisata (Tour Conductor) adalah pramuwisata senior yang mempunyai tanda pramuwisata untuk memimpin perjalanan suatu kelompok wisatawan yang melakukan perjalanan disuatu wilayah atau suatu negara guna memberikan asistensi perjalanan, bimbingan dan penerangan mengenai obyek kebudayaan, kekayaan alam dan aspirasi kehidupan dari penduduk atau bangsa di wilayah yang dijelajahi.

d. Pramuwisata Pengemudi (Guide Driver) adalah pramuwisata untuk memberikan bimbingan dan penerangan umum pramuwisata untuk memberikan bimbingan dan penerangan umum mengenai obyek wisata, kebudayaan, kekayaan alam, dan aspirasi kehidupan bangsa kepada para wisatawan, disamping kedudukannya sebagai pengemudi kendaraan umum, seperti taxi, bus, touring coach, dan lain-lain.


(48)

Menurut Muhajir (2005: 13) berdasarkan tempat melaksanakan tugasnya dibedakan menjadi Local Guide dan City Guide, selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Local Guide atau pemandu wisata lokal yaitu seorang pemandu wisata yang menangani suatu tour selama satu atau beberapa jam di suatu tempat yang khusus, pada suatu atraksi wisata atau di suatu areal yang terbatas, misalnya gedung bersejarah, museum, taman hiburan dan lain-lain.

b. City Guide adalah pemandu wisata yang bertugas membawa wisatawan dan memberikan informasi wisata tentang obyek-obyek wisata utama di suatu kota, biasanya dilakukan di dalam bus atau kendaraan lainnya. 3. Tugas-tugas Pemandu Wisata

Pemandu wisata merupakan pemimpin dalam suatu perjalanan wisata, secara umum tugas seorang pemandu wisata adalah sebagai berikut:

a. To conduct/to direct, yaitu mengatur dan melaksanakan kegiatan perjalanan wisata bagi wisatawan yang ditanganinya berdasarkan program perjalanan yang telah ditetapkan.

b. To point out, yaitu menunjukkan dan mengantarkan wisatawan ke obyek-obyek dan daya tarik wisata yang dikehendaki.

c. To inform, yaitu memberikan informasi dan oenjelasan mengenai obyek dan daya tarik wisata yang dikunjunngi, informasi sejarah dan budaya, dan berbagai informasi lainnya.

Selanjunta Suyitno (2005: 16-17) menyatakan bahwa kode etik pramuwisata Indonesia ditetapkan melalui Keputusan Musyawarah


(49)

 

34  7/MUNAS 1/X/1988, meliputi hal-hal berikut :

a. Pramuwisata harus dapat mewujudkan penilaian yang baik atas daerah, negara, bangsa dan kebudayaan.

b. Pramuwisata dalam melaksanakan tugasnya harus bisa berpenampilan yang baik dan bersih, dan dapat menempatkan diri agar tidak berlebihan, misalnya: tidak memakai parfum yang berlebihan.

c. Pramuwisata harus mempunyai kepribadian yang baik sebagai warga Indonesia agar dapat mewujudkan suasana gembira dan sopan di mata wisatawan

d. Pramuwisata harus melayani dan memperlakukan semua wisatawan dengan adil contohnya tidak memnta uang tip, tidak menjajakan barang dan tidak menuntut komisi

e. Pramuwisata harus hisa memahami latar belakang asal-usul wisatawan dan berusaha meyakinkan wisatawan agar mematuhi hukum, peraturan, adat kebiasaan yang berlaku dan ikut melestarikan obyek f. Pramuwisata dapat menghindari munculnya perdebatan tentang

kepercayaan adat istiadat, agama, ras dan sistem politik sesial negara asal wisatawan.

g. Pramuwisata berupaya memberi penjelasan dengan baik dan benar. Jika ada informasi yang belum bisa dijawab maka pramuwisata akan mencari Jawaban tersebut da akan diberikan jawaban pada pertemuan selanjurnya.

h. Pramuwisata tidak boleh mencemarkan nama baik perusahaan, teman seprofesi dan unsur-unsur pariwisata lainnya.

i. Pramuwisata tidak boleh bercerita tentang masalah pribadinya pada wisatawan.

j. Pramuwisata bisa memberikan kesan baik saat perpisahan pada wisatawan.

k. Pramuwisata bisa memberikan kesan baik saat perpisahan pada wisatawan agar wisatawan ingin berkunjung kembali.

Seorang pemandu wisata harus menaati kode etik sebagai pengikat dan acuan dari pramuwisata berlisensi untuk melaksanakan tugas serta tindakan jika melakukan kesalahan dalam menjalankan tugas profesinya sebagai pramuwisata. Selain itu, ia harus memiliki kemampuan yang terus menerus ditingkatkan, serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pemandu wisata. Hal-hal apa


(50)

yang harus ditunjukkan dalam hal-hal apa yang tidak boleh dilakukan sudah diatur dalam kode etik pemandu wisata, ini demi kenyamanan wisatawan saat melakukan perjalanan wisata.

E. Kompetensi Pemandu Wisata 1. Pengertian Kompetensi

Menurut Sudarwan Danim (2011: 111) “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak dari seorang tenaga profesional”. Kompetensi dapat didefinisikan sebagai spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya dalam pekerjaan sesuai dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh masyarakat dan dunia kerja.

Dalam UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang dimaksud “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk mengembangkan profesionalitas kerja”.

Menurut Mulyasa (2005: 37) “Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak”. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang harus dimiliki serta harus dihayati dan dikuasai oleh seseorang untuk dapat melaksanakan tugas-tigas sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.


(51)

 

36  Seseorang yang benar-benar memiliki kompetensi yang baik pasti mempunyai unsur-unsur seperti yang sudah dijelaskan di atas. Hal ini sangat penting dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, selain itu agar tugas-tugasnya tidak hanya sekedar dilaksanakan saja tetapi dapat meningkatkan keterampilan atau kemampuan yang telah dimiliki.

2. Kompetensi Pemandu Wisata

Setelah mengetahui pengertian kompetensi dan pemandu wisata dapat disimpulkan bahwa kompetensi pemandu wisata yaitu seperangkat pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang harus dimiliki oleh seorang pemandu wisata agar dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan kebutuhan atau apa yang diinginkan oleh wisatawan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi NOMOR KEP. 57/MEN/III/2009 mengenai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian, serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Standar kompetensi tidak berarti hanya kemampuan menyelesaikan suatu tugas, tetapi dilandasi pula oleh bagaimana dan mengapa tugas ini dikerjakan. Standar kompetensi meliputi faktor-faktor yang mendukung, seperti pengetahuan dan kemampuan untuk mengerjakan suatu tugas


(52)

dalam kondisi normal di tempat kerja serta kemampuan mentransfer dan menerapkan kammpuan dan pengetahuan pada situasi dan lingkungan yang berbeda.

Pemandu wisata harus memiliki pengetahuan, disini berkaitan dengan obyek wisata yang akan dikunjungi. Dimana pemandu wisata harus mengerti dan paham tentang obyek wisata tersebut, sehingga dapat memberikan informasi tentang obyek wisata kepada wisatawan secara mendalam. Keterampilan pemandu wisata, ini berkaitan dengan kemampuan pemandu wisata dalam memandu atau memimpin wisatawan saat berada di obyek wisata. Hal ini berkaitan dengan komunikasinya dengan wisatawan dan lain-lain. Sikap pemandu wisata, hal ini berkaitan dengan perilaku pemandu wisata terhadap wisatawan. Perilaku yang ditunjukkan sebagai penilaian oleh wisatawan mengenai obyek wisata yang dikunjungi. Baik buruknya kesan yang diterima wisatawan tergantung dari bagaimana pemandu wisata dalam menyampaikannya dan juga sikap yang ditunjukkan kepada wisatawan.

F. Pelatihan Bahasa Inggris bagi Pemandu Wisata

Dalam upaya pengemabangan sumber daya manusia, mereka menyelenggarakan program pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata. Tujuan pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu wisata adalah untuk memberikan pengetahuan praktis kepada pemandu wisata di Wirawisata agar dapat berkomunikasi dalam Bahasa


(53)

 

38  Inggris secara lisan maupun tulisan dengan lancar dan sesuai dengan konteks sosialnya serta meningkatkan profesionalitas bagi para pemandu karena keterampilan berbicara bagi pemandu merupakan yang paling dominan digunakan oleh pemandu. Berkomunikasi secara lisan dan tulisan menggunakan ragam bahasa dan akurat merupakan target pembelajaran bahasa Inggris pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu wisata diharapkan memberikan kontribusi baik kepada pemandu wisata Goa Pindul yang ada di Wirawisata untuk berusaha menggunakan bahasa komunikasi yang baik dan benar, serta membuat mereka semakin antusias mempelajari Bahasa Inggris yang memang sangat dibutuhkan sesuai dengan tuntutan profesi mereka. Pelatihan bahasa Inggris ini juga memiliki manfaat tidak saja bagi kemajuan pariwisata di Goa Pindul sendiri, tetatpi bagi Wirawisata yang menyiapkan tenaga-tenaga muda profesional sebagai pemandu wisata lokal di Goa Pindul.

Berkaitan dengan pemandu, beberapa language function yang sering digunakan meliputi:

a. Menyapa

b. Menjelaskan aturan c. Menjelaskan keamanan d. Menjelaskan etiket e. Menjelaskan adat istiadat

f. Menunjukkan tempat-tempat menarik

g. Menjawab pertanyaan wisatawan. (Munir, 2008: 88)

Pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu wisata ini menggunakan pendekatan ESP (English for Specific Purposes). ESP (English for Specific


(54)

Purposes) atau bahasa Inggris untuk tujuan khusus adalah suatu pendekatan dalam pengajaran dan penggunaan bahasa Inggris untuk bidang dan kajian khusus yang sesuai dengan kebutuhan bidang ilmu dan profesi pengguna bahasa Inggris tersebut. Hal itu dikemukakan oleh Robinson (1991: 3), “It (here ESP) is generally used to refer to the teaching and learning of a foreign language for a clearly utilitarian purpose of which there is no doubt”.

Menurut Hutchinson dan Waters (1987: 19) menyatakan bahwa, “ESP is an approach to language teaching in which all decisions as to content and method are based on the learners reason for learning”. ESP adalah sebuah pendekatan pada pengajaran Bahasa Inggris yang mana semua keputusan yang menjadi isi dan metode berdasarkan alasan peserta didik untuk belajar.

ESP dibagi menjadi dua divisi yaitu EAP (English for Academic Purposes) dan EOP (English for Occupational Purposes) menurut bidang pembelajaran dan pekerjaan, dapat dilihat pada gambar berikut ini:


(55)

 

40  Sumber: (Tony D. Evans & Maggie Jo, 1998: 6)

Gambar 2.1

Klasifikasi ESP berdasarkan bidang pekerjaan

Dari pembagian divisi di atas, Pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu wisata termasuk kedalam divisi English for Occupational Purposes yang mana dari EAP tersebut pelatihan bahasa Inggris masuk kedalam English for Vocational Purposes. English for Vocational dibagi menjadi dua sub-bagian; Pre-vocational dan Vocational English yang mana pelatihan bahasa Inggris ini termasuk Vocational English. Vocational English merupakan pelatihan bahasa Inggris yang berkaitan dengan pekerjaan, yang tujuan dari pelatihan tersebut untuk meningkatkan profesionalitas, keterampilan kerja dan peluang mereka.

Berdasarkan pendapat diatas mengenai ESP dapat disimpulkan bahwa definisi ESP (English of Specific Purposes) harus mencerminkan fakta tentang pengajaran ESP, khususnya terkait dengan pekerjaan dan disiplin tertentu, membuat penggunaan metode yang berbeda dari pengajaran Bahasa Inggris pada umumnya.

English for Specific Purposes

English for Academic  Purposes  English  for  Science  and  Technolo gy 

English for  Professional  Purposes  English  for  Medical  Purposes  English  for Legal  Purposes 

English for  Manageme nt, Finance 

and  Economics 

English for Occupational  Purposes 

English for  Vocational  Purposes 


(56)

Terkait dengan pelatihan, peranan materi atau kurikulum sangat penting dalam setiap program pelatihan maupun program-program pembelajaran yang lain. Penentuan materi disesuaikan dengan kebutuhan peserta pelatihan. Dimana didalamnya memuat tujuan umum program, deskripsi materi, alokasi waktu, metode yang digunakan, sumber belajar serta evaluasi yang akan dilakukan. Kurikulum nantinya akan dijadikan pedoman bagi tutor dalam menyampaikan materi sehingga suatu program akan terarah sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dari program tersebut. Adapun Himpunan Pariwisata Indonesia (HPI) yang menyelenggarakan diklat untuk pemandu wisata mempunyai alokasi waktu pelatihan yang ditetapkan menggunakan standar minimal yaitu 120 jam, dengan rincian 50% teori dan 50% praktek. Materi pembelajaran yang disampiakan dalam proses pembelajaran meliputi materi umum, materi khusus, materi penunjang dan materi uji praktek. Untuk lebih jelasnya akan dicantumkan kurikulum diklat yang diselenggarakan HPI dalam bentuk tabel sebagai berikut:


(57)

 

42  Tabel 2.1 Kurikulum Diklat Pemandu Wisata

(Sumber: Data Primer HPI, 2015)

Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa ESP (English for Specific Purposes) merupakan pendekatan pada pengajaran bahasa inggris dengan tujuan khusus sesuai dengan bidang ilmu dan pekerjaan yang ditekuni. ESP dibagi menjadi dua divisi dan dibagi lagi menjadi beberapa sub divisi. Pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu wisata Goa Pindul di Wirawisata termasuk dalam sub-bagian Vocational English yang mana berfokus pada bidang pekerjaan tertentu

No Materi Teori Praktek Jumlah

1. Materi Umum

1.Sejarah Kebudayaan 10 2 12

2.Seni dan Kerajinan 4 4

3.Flora dan Fauna 4 4

4.Perhotelan 4 4

5.Cross Culture Understanding

4 4

2. Materi Khusus

1.Guiding Technique 6 8 14

2.Kepabean (Imigrasi, Bea cukai, Karantina & Kargo)

4 4

3.Travel Planning 4 4

4.Geografi Pariwisata Indonesia 4 4

5.Public Speaking 4 10 14

3. Materi Penunjang

1.Table Manner 8 8

2.Etika dan Protokol 4 2 6

3.P3K, SOP, dan

Kode Etik Pramuwisata

4 4

4.Teknik Penulisan dan Presentasi 4 4 4. Materi Praktek

1.Praktek Lapangan 30 30


(58)

dalam upaya meningkatkan profesioanalitas dan keterampilan terkait pekerjaan yang ditekuni yaitu menjadi pemandu wisata lokal yang mempunyai kemampuan bahasa Inggris pada saat memandu wisatawan mancanegara.

Berkaitan dengan tabel di atas diketahui bahwa alokasi waktu yang digunakan dalam pelaksanaan diklat pemandu wisata pada umumnya untuk menjadi pemandu profesional yang diselenggarakan oleh Himpunan Pariwisata Indonesia (HPI) yaitu 120 jam. Dengan presentase 50% teori dan 50% praktek.

G. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Linda Irawati (2013) tentang pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) pemandu wisata untuk meningkatkan kompetensi pemandu wisata di dewan pimpinan daerah himpunan pramuwisata Indonesia (HPI) Yogyakarta”. Hasil penelitiannya menjelaskan tentang pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) pemandu wisata di Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Yogyakarta, keberhasilan program pendidikan dan pelatihan serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan dan pelatihan. Penelitian tersebut dinilai relevan dengan penelitian ini, karena sama- sama mengkaji tentang pelatihan bagi pemandu wisata, tetapi penelitian ini ditekankan pada pelaksanaan program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu wisata Goa Pindul di Wirawisata.


(59)

 

44  Maria Iswati (2014) dalam tugas akhirnya yang berjudul “Pengaruh Kepuasan Layanan Pemandu Wisata Terhadap Kepuasan Wisatawan Domestik Di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta” yang membahas mengenai kualitas pelayanan pemandu di Benteng Vredeburg dan hasil penelitian ini menerangkan bahwa seseorang pemandu harus mengembangkan kualitas dalam melayani wisatawan agar wisatawan terus menerus merasa puas dengan pelayanan yang baik dan informasi yang lengkap. Relevansi terhadap penelitian ini terletak pada obyek kajian yang sama-sama mengkaji tentang pemandu wisata.

Pada penelitian Nur Rika Puspita Sari (2012) tentang “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Obyek Wisata Oleh Kelompok Sadar Wisata Dewa Bejo di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul”. Terdapat kesamaan tempat penelitian dan subyek penelitian.

H. Kerangka Berfikir

Perkembangan pariwisata saat ini begitu pesat, dikarenakan industri pariwisata sangat menjanjikan. Pendapatan dari sektor pariwisata dapat meningkatkan perekonomian daerah, bahkan dalam skala nasional dapat meningkatkan devisa negara. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menjadikan pariwisata sebagai salah satu sektor andalan untuk meningkatkan pendapatan negara.


(60)

Salah satu potensi wisata di Indonesia yang sudah berkembang hingga ke manca negara yaitu Goa Pindul yang berada di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kelompok Sadar Wisata yang berada di Desa Bejiharjo salah satunya Wirawisata. Banyaknya kunjungan wisatawan mancanegara yang semakin meningkat membuat pemandu wisata dituntut untuk menerima keadaan dimana mereka harus bisa berbahasa Inggris dengan lancar. Pemandu wisata memiliki peran yang sagat penting karena memang pemandu wisata yang langsung berinteraksi dengan wisatawan. Sedangkan kondisi yang ada, pemandu masih memiliki keterbatasan dalam berbahasa Inggris. Hal itu ditangkap oleh Wirawisata bahwa perlunya mengadakan program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu wisata Goa Pindul.

Pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata merupakan salah satu upaya meningkatkan kompetensi dalam hal kepemanduan. Program ini dilaksanakan sebagai upaya menjawab tantangan akan kebutuhan pemandu wisata baik dari segi kualitas maupun kuantitas guna melayani wisatawan mancanegara. Dengan mengikuti pelatihan Bahasa Inggris tersebut diharapkan pemandu wisata di Wirawisata memperoleh pengetahuan, pengalaman serta keterampilan yang lebih dari sebelumnya terutama kemampuan berbahasa Inggris. Berdasarkan kerangka uraian di atas maka dapat digambarkan sebagai berikut:


(61)

 

46 

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir I. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkankajian pustaka dan kerangka pikir di atas maka dapat diajukan pertanyaanpenelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata?

a. Bagaimana proses perencanaan dalam program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata? b. Bagaimana proses pelaksanaan dalam program pelatihan Bahasa

Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata? c. Bagaimana proses penilaian dalam program pelatihan Bahasa Inggris

bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata?

2. Apa faktor pendukung dalam pelaksanaan program pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu wisata Goa Pindul di Wirawisata?

Berkembangnya potensi wisata Goa Pindul dengan semakin banyaknya

wisatawan mancanegara

Kemampuan komunikasi bahasa asing pemandu wisata

Program pelatihan bahasa Inggris 1. Perencanaan

2. Pelaksanaan 3. Evaluasi


(62)

a. Apa faktor pendukung dalam proses perencanaan dalam program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata?

b. Apa faktor pendukung dalam proses pelaksanaan dalam program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata?

c. Apa faktor pendukung dalam proses penilaian dalam program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata?

3. Apa faktor penghambat dalam pelaksanaan program pelatihan bahasa Inggris bagi pemandu wisata Goa Pindul di Wirawisata?

a. Bagaimana proses perencanaan dalam program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata? b. Bagaimana proses pelaksanaan dalam program pelatihan Bahasa

Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata? c. Bagaimana proses penilaian dalam program pelatihan Bahasa Inggris


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian merupakan keseluruhan cara atau kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian mulai dari merumuskan masalah sampai dengan penarikan kesimpulan (Sugiyono, 2009: 1). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Adapun yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif adalah menurut Bogdan dan Tylor (Lexy J. Moleong, 2011: 4) adalah prosedur penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasilan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara utuh dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus dan alamiah. Berdasarkan penjabaran di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan pelaksanaan program pelatihan Bahasa Inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul. Dalam penelitian ini semua data yang terkumpul kemudian dianalisis dan diorganisasikan hubungannya untuk menarik kesimpulan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan. Dengan metode kualitatif deskripfif ini


(64)

dilaksanakan secara efektif atau tidak. B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian diperlukan sebagai pemberi keterangan mengenai informasi-informasi yang menjadi sasaran penelitian. Menurut Sukardi (1992: 1)

menyatakan bahwa subyek penelitian sama dengan key informan yaitu orang yang

mempunyai hubungan erat dengan satu penelitian yang dapat memberikan informasi dan kondisi latar belakang. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah pengelola, pemandu wisata, dan wisatawan mancanegara di Wirawisata, Dusun Gelaran II, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, kabupaten

Gunungkidul. Pemilihan subyek penelitian ini dilakukan dengan teknik "purpose

sampling" yaitu pengambilan sumber data/subyek yang didasarkan pada pilihan penelitian tentang aspek apa dan siapa yang dijadikan fokus pada saat situasi tertentu dan saat ini terus-menerus sepanjang penelitian, sampling bersifat purposive yaitu tergantung pada tujuan fokus suatu saat (Nasution, 2009: 54). Purposive sampling adalah teknik pengambilan sumber data/subyek penelitian dengan pertimbangan tertentu. Caranya yaitu peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan, selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sumber data sebelumnya itu, peneliti dapag menetapkan sumber data/ subyek penelitian lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data yang lebih lengkap. Pemilihan subyek ini dimaksudkan untuk mendapatkan sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber sehingga data yang diperoleh dapat diakui kebenarannya. Subyek dalam penelitian


(65)

ini meliputi 2 orang pengelola, 2 orang pemandu wisata dan 2 orang wisatawan mancanegara yang sedang berkunjung ke Goa Pindul.

Obyek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan suatu data, sesuai dengan definisi Sugiyono (2009: 58) bahwa: "obyek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan guna tertentu tentang suatu hal obyektif valid dan reliabel tentang sesuatu hal (varian tertentu).

Dari pengertian diatas, maka obyek penelitian ini adalah pelaksanaan program pelatihan Bahasa inggris bagi pemandu obyek wisata Goa Pindul di Wirawisata.

C. Setting dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wirawisata yang berlokasi di dusun Gelaran II, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten gunungkidul, DIY. Pemilihan di Wirawisata dijadikan sebagai tempat penelitian yaitu atas dasar pertimbangan, bahwa Wirawisata merupakan satu-satunya operator yang mengadakan pelatihan Bahasa Inggris bagi para pemandu secara swadaya. Selain itu, dilihat dari wisatawan mancanegara yang banyak menggunakan jasa operator Wirawisata untuk berkunjung ke Goa Pindul.

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2016-Maret 2016, namun waktu akan diperpanjang apabila diperlukan untuk menambah data. Adapun tahap-tahap yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah:

1. Tahap pengumpulan data awal yaitu melakukan observasi awal untuk


(66)

proposal dari data-data yang telah dikumpulkan melalui tahap penyusunan awal.

3. Tahap perijinan. Pada tahap ini dilakukan pengurusan ijin untuk penelitian

di Wirawisata.

4. Tahap pengumpulan data dan analisis data. Pada tahap ini dilakukan

pengumpulan terhadap data-data yang sudah didapat pada saat penelitian dilaksanakan dan dilakukan analisis data yaitu display data, reduksi data dan penarikan simpulan.

5. Tahap penyusunan laporan. Tahapan ini dilakukan untuk menyusun

seluruh data dari hasil penelitian yang didapat dan selanjutnya disusun sebagai laporan pelaksanaan penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi ada teknik penelitian yang dilakukan dengan cara mengamati obyek kajian dalam konteksnya. Permasalahan yang harus diamati ketika melakukan pengamatan menurut J.P Spredly yang dikutip oleh Nasution (2006: 88) yaitu:

a. Ruang dalam aspek fisik


(67)

c. Kegiatan, yaitu apa yang dilakukan orang dalam situasi itu. d. Obyek, yaitu benda-benda yang berada di tempat itu e. Kejadian atau peristiwa, yaitu rangkaian kegiatan

f. Tujuan, yaitu apa yang ingin dicapai oramg dan makna perbuatan orang g. Perasaan, yaitu emosi yang dirasakan dan dinyatakan

Teknik observasi digunakan untuk memperileh data atau informasi yang lebih lengkap, mendalam dan terperincu. Maka dalam observasi yabg dilakukan melalui pengamatan non partisipasi. Dalam penelitian ini menggunakan observasi non partisipatif. Artinya, bahwa penelitu bukan merupakan bagian dari kelompok yang ditelitinya, tetapi dapat dikatakan sebagai penonton bukan pemain. Obyek yang diamati adalah aktivitas pemandu wisata pada saat memandu para wisatawan mancanegara dan pelaksanaan pelatihan Bahasa Inggris.

2. Wawancara

Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 30) wawancara atau interview adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari informan dengan jalan tanya jawab. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan formasi terhadap semua pelaku yang terlibat dalam proses pembelajaran.

Selanjutnya Esterberg dalam Sugiyono (2009: 72) mendefinisikan

interview sebagai berikut: "a meeting of two persons to exchange information and

idea through questions and response, resulting in communication and joint constructions of meaning about a particular topic." Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan maka suatu topik tertentu.merupakan


(68)

sehingga dapat dikonstruksikan makna suatu topik tertentu.

Adapun penelitian ini menggunakan pedoman wawancara bebas terpimpin,

artinya peneliti telah mempersiapkan kerangka pertanyaan−pertanyaan untuk

disajikan tetapi cara bagaimana pertanyaan-pertanyaan itu diajukan dan irama (timing) wawancara diserahkan kepada kebijaksanaan peneliti. Metode ini digunakan untuk memperoleh data terkait dengan pelaksanaan program pelatihan Bahasa Inggris di Wirawisata.

3. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk menggali informasi atau data subyek yang telah tercatat sebelumnya. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, bisa berbentuk tulisan, foto, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Teknik dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan teknik observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2009: 82).

Teknik dokumentasi telah lama dipergunakan dalam penelitian sebagai sumber data. Karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk mengkaji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan (Moleong, 2011: 217). Data yang diperoleh dapat berupa catatan tertulis, foto kegiatan, pertistiwa maupun wujud karya kegiatan, dokumen pribadi dan/atau dokumen resmi yang tersedia dari sumber informasi. Oleh karena itu penggunaan dokumen mcrupakan hal yang tidak bisa diabaikan lagi.

Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mengenai program yang ada, yaitu berupa foto dan materi. Selain itu teknik dokumentasi juga


(69)

digunakan untuk memperoleh data mengenai profil Wirawisata. Kisi-kisi pengumpulan data dan sumber data disajikan pada Tabel 3.1:

Tabel 3.1

Kisi-kisi Pengumpulan Data dan Sumber Data

No. Aspek Komponen

Teknik Pengumpulan

Data

Sumber Data

1. Deskripsi Wirawisata a. Letak geografis

b. Sejarah berdiri

c. Tujuan, visi dan

misi

d. Struktur

kepengurusan

e. Sarana dan

prasarana f. Pendanaan Wawancara, Observasi, dokumentasi Pengelola, Pemandu Wisata, Wisatawan Mancanegara

2. Pelaksanaan program

pelatihan a. Perencanaan program b. Pelaksanaan program c. Penilaian Wawancara, observasi Pengelola, Pemandu Wisata

3. Faktor pendukung

pelaksanaan pelatihan

Hal-hal yang mendukung jalannya

program

Wawancara Pengelola,Pemandu

Wisata

4. Faktor penghambat

pelaksanaan program

Hal-hal yang menjadi

kendlaa dalam pelaksanaan program

Wawancara Pengelola,

Pemandu Wisata

E. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono “dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri” (2009: 222). Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengambil data. Lebih lanjut Sugiyono mengungkapkan “peneliti kualitatif sebagai human instrument”, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan


(1)

Jika ada salah kata atau perbuatan kami yang kurang berkenan bagi Bapak/Ibu kami mohon maaf. Untuk pelampung dan sepatu karetnya bisa langsung dilepas dan kami menyediakan Wedang Pindul atau minuman khas goa pindul yang terbuat dari jahe, gula jawa dan racikan khusus Mbah Pindul. Silakan dinikmati. Terimakasih.


(2)

Gedunng ticketing

Peralatan

g Wirawisat

n Cave Tubi

ta


(3)

(4)

202   


(5)

203   


(6)

204