Pembahasan Uji Impact Hasil dan pembahasan
Prosiding KNEP IV 2013 • ISSN 2338 - 414X 452
0.0255 Nmmm
2
Sedangkan panjang serat 5 mm dengan fraksi volume 20 didapat nilai kekuatan impact terkecil
sebesar 0.0108 Nmmm
2
, dan nilai kekuatan impact dengan panjang serat 10 mm dengan fraksi volume 30 sebesar 0.0201 Nmmm
2
. Dari Gambar 3.1. diatas juga terlihat bahwa kekuatan impact komposit dengan komposisi panjang serat 15 mm dan fraksi volume 30 sudah dapat mengimbangi kekuatan impact dari bambu.
Hal ini menunjukkan indikasi yang berguna untuk penelitian berikutnya dimana bambu yang mengalami beban impact bisa digantikan materialnya dengan menggunakan komposit dengan komposisi fraksi volume serat 30
dan panjang serat 15 mm. 3.3. Hasil Foto Mikro
Berdasarkan Gambar 3.2 terdapat interaksi antara matrik dan serat masih cukup besar berpengaruh terhadap kekuatan impact komposit serat tapis kelapa. dimana terlihat pullout yang disebabkan kerapuhan matrik
yang menyebabkan serat terlepas, rapuhnya matrik disebabkan campuran resin dan catalis kurang sempurna dan pada saat pengadukan yang kurang merata, serta terdapatnya void. dan terlihat juga guratan-guratan matrik
matriks flow yang masih banyak pada permukaan patahan yang memiliki pengaruh juga terhadap kekuatan impact komposit tersebut. dan terdapat crack deflection yang disebabkan karena posisi serat pada permukaan
patahan miring mengikuti daerah patahan.
Komposit Ia PS 5. F 20 Komposit IIb PS 10. FV 20
Komposit IIIc PS 15. FV 20
Gambar 3.2 Foto Mikro pada komposit dengan nilai terkecil dengan pembesaran 10x pada stereo microscope
Pada Gambar 3.3 terdapat perbedaan dimana komposit dengan panjang serat 5 mm dengan fraksi 30 permukaan patahannya tampak lebih gelap yang artinya sudah semakin sedikit terjadinya interaksi antara serat
dan matrik terhadap pembebanan pada uji impact, walaupun masih terlihat ada pullout dan matrik flow yang terjadi, kecil pengaruhnya karena jumlah serat dan luas permukaan retakan sudah mengecil. Pada Gambar 3.2
pada komposit dengan kekuatan impact terkecil di daerah patahan terlihat juga partikel-partikel kecil yang menempel pada matrik yang berbentuk seperti pecahan-pecahan kecil, ini diakibatkan karena di daerah yang
mengalami pecahan-pecahan kecil masih kebayankan catalis yang disebabkan kurang merata campuran dan saat pengadukan antara resin dengan katalis.
3.3.Uji Bending
Hasil Perhitungan Komposit Ia PS 5. F
F 20 Komposit IIb PS 10. F F
Komposit IIIc PS 15. FV 20
2WNNQWV 2WNNQWV
TCEMGHNGEVKQP TCEMGHNGEVKQP
CVTKMUHNQY
TCEMGHNGEVKQP CVTKMUHNQY
Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013 453
Pengujian bending dilakukan di Laboratorium Logam Jurusan Teknik Mesin Universitas Gajah Mada Jogjakarta. Berdasarkan pengujian Bending yang telah dilakukan, didapatkan data seperti ditunjukkan pada
tabel 3.2
Gambar 3.4 Dimensi Spesimen Uji Lentur
Sumber : ASTM D790 – 03
Tabel 3.2 Tegangan Lentur Komposit
Fraksi Volume Serat Bambu
20 25
30 Mpa
Mpa Mpa
MPa Panjang Serat
5 mm
56.176 38.802
48.647 46.910
40.539 36.485
45.751 47.489
45.172 42.277
41.698 45.172
37.644 29.536
32.431
Rata-rata 45.751
39.613 41.582
Panjang Serat 10 mm
43.435 38.223
37.644 77.025
28.957 69.496
56.755 39.381
42.856 50.385
34.169 51.543
50.385 55.597
59.072
Rata-rata 55.597
39.265 52.122
Panjang Serat 15 mm
47.489 56.755
40.539 25.482
56.755 52.701
72.971 71.233
43.435 41.698
42.856 45.751
33.011 42.856
49.226
Rata-rata 44.130
54.091 46.331
130.56378 129.6378
131.02677 131.48976
130.10079
Rata-rata 130.5638
OO OO
O OO
OO OO
OO O
Prosiding KNEP IV 2013 • ISSN 2338 - 414X 454
Gambar 3.5. Grafik Hubungan Fraksi Volume Serat Terhadap Tegangan Lentur
Pembahasan Uji Lentur
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Hariyanto 2009 disimpulkan bahwa kekuatan tarik dan kekuatan impact dipengaruhi oleh fraksi volume serat, semakin tinggi fraksi volume serat maka semakin tinggi
pula kekuatannya. Tetapi pada penelitian kali ini tidak terlihat trend yang jelas dari panjang serat 5 mm, 10 mm, 15 mm dan fraksi volume 20, 25, 30, terhadap kekuatan lenturnya.
Kekuatan lentur pada masing-masing fraksi volume serat cenderung merata tetapi dengan panjang serat yang berbeda-beda. Pada fraksi volume 20 kekuatan lentur tertinggi pada panjang serat 10 mm, pada fraksi volume
25 kekuatan lentur tertinggi pada panjang serat 15 mm, pada fraksi volume 30 kekuatan lentur tertinggi pada panjang serat 10 mm. Pada penelitian ini secara statistik tidak terlihat ada pengaruh yang significant dari variasi
fraksi serat dan panjang serat terhadap kekuatan lentur komposit.
Dari gambar 5.5 diatas terlihat dengan jelas bahwa specimen bambu memiliki kekuatan lentur dua setengah kali lebih tinggi dibandingkan komposit. Penurunan kekuatan lentur yang terjadi kemungkinan
disebabkan kekosongan pada rongga-rongga matrik serta posisi serat yang mengalami Crack deflection pada daerah pembebanan yang mengakibatkan komposit tidak mampu menahan beban. Kemungkinan kedua karena
penggelembungan lembaran komposit tapis kelapa yang mengakibatkan adanya voids. Voids pada suatu material komposit akan sangat mengurangi kekuatan material tersebut, begitu juga dengan daerah yang kaya matrik
karena tidak adanya penguatan pada daerah tersebut. 3.3. Uji Tarik
Pengujian Tarik dilakukan di Laboratorium Logam Jurusan Teknik Mesin Universitas Gajah Mada Jogjakarta.
Gambar 3.7. Dimensi Spesimen Uji Tarik
Sumber : ASTM D 3039
Tabel 3.4.Tegangan Tarik Komposit dalam MPa
20 40
60 80
100 120
140
20 25
30 bambu
K e
ku a
ta n
Be n
d in
g M
P a
Variasi Fraksi Volume Serat
Grafik variasi volume serat dan panjang serat terhadap kekuatan bending
5 mm 10 mm
15 mm bambu
Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013 455
Fraksi volume serat Bambu
20 25
30 Panjang serat 5
mm 13.48
18.25 20.28
14.70 14.20
22.47 10.48
18.11 20.44
13.58 16.97
20.12 16.47
18.90 20.97
RATA-RATA 13.74
17.29 20.85
Panjang serat 10 mm
17.37 18.61
23.14 15.98
19.18 24.15
5.53 19.32
21.97 17.34
24.65 21.80
23.46 19.47
19.82 RATA-RATA
15.94 20.25
22.18 Panjang serat 15
mm 17.24
16.22 26.16
17.10 22.64
24.65 15.72
22.30 27.05
16.60 24.10
24.65 20.28
22.64 26.26
RATA-RATA 17.39
21.58 25.75
78.36 75.13
80.93 79.14
77.14 RATA-RATA
78.14 Berdasarkan data di atas, dapat dibuat grafik hubungan antara tegangan tarik dengan variasi panjang
serat dan fraksi volume.
Gambar 3.8. Grafik pengaruh variasi panjang serat dan fraksi volume terhadap tegangan tarik Dari Gambar 3.8 terlihat trend kekuatan tarik yang meningkat seiring meningkatnya fraksi volume
serat maupun panjang serat. Dari data yang ada pada penelitian ini didapatkan nilai tegangan tarik tertinggi pada komposit dengan panjang serat 15 mm dengan fraksi volume 30 sebesar 25,75 MPa. Sedangkan panjang
serat 5 mm dengan fraksi volume 20 didapat nilai tegangan tarik terkecil sebesar 13,74 Mpa. Dibandingkan dengan bambu kekuatan tarik komposit tiga kali lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada bambu serat-
seratnya teratur dan panjang yang mampu menahan beban yang lebih baik dibandingkan dengan komposit. Pada komposit, orientasi serat dibuat acak agar mampu menahan beban tarik yang lebih merata kearah memanjang
dan arah melebar.
20 40
60 80
100
5 mm 10 mm
15 mm bambu
Kek u
at an
T ar
ik MP
a
Variasi Fraksi Volume Serat
Grafik Variasi Fraksi Volume Serat dan Panjang Serat Terhadap Kekuatan Tarik
20 25
30 bambu
Prosiding KNEP IV 2013 • ISSN 2338 - 414X 456
Hasil Foto Mikro
Komposit 5 mm - 20 Komposit 15 mm - 20 Gambar 3.9. Foto Mikro pada komposit dengan nilai terkecil dengan pembesaran 10x pada stereo microscope
Dari gambar 3.9 diatas dengan hasil nilai terkecil rata – rata terlihat pada fraksi volume 20 baik pada panjang 5 mm,10 mm,15 mm dimana masih banyak adanya matrik flow yang disebabkan tidak adanya serat di
daerah matrik yang menyebabkan saat menerima pembebanan komposit menjadi rapuh dan mudah patah, terjadinya matrik flow tersebut diakibatkan karena kurang meratanya penaburan serat pada saat pencetakan
komposit. Sedangkan sumber patahannya terlihat disebabkan karena adanya crack deflection yang disebabkan karena posisi serat pada permukaan patahan miring mengikuti daerah patahan yang mengakibatkan retakan
akan mengikuti alur dari posisi serat yang miring.
Pullout yang diakibatkan karena ikatan antara serat dengan matrik tidak kuat, sehingga serat terlepas dari ikatan matrik, debonding terjadi karena terlepasnya serat dari matrik yang menyebabkan
terbentuknya lubang pada matrik.