ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PULAU SUMATERA TAHUN 2011- ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PULAU SUMATERA TAHUN 2011-2015.

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PULAU SUMATERA TAHUN 2011-2015

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh : EMILDA SARI

B300130073

PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN – S1 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PULAU SUMATERA TAHUN 2011-2015

PUBLIKASI ILMIAH

oleh: EMILDA SARI

B300130073

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PULAU SUMATERA TAHUN 2011-2015

EMILDA SARI B300130073

Telah diperiksa didepan Dewan Penguji Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada Hari Selasa, 1 April 2017 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

DEWAN PENGUJI

1. Penguji I:

Dr. Didit Purnomo, SE, M.Si ( )

2. Penguji II:

Dr. Agung Riyardi, SE, M.Si ( )

3. Penguji III:

Siti Fatimah NH, SE, M.Si (

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta


(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 1 April 2017 Penulis

EMILDA SARI B300130073


(5)

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PULAU SUMATERA TAHUN 2011-2015

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah, inflasi dan upah minimum regional terhadap ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera. Jenis penelitian ini merupakan gabungan time series dan cross section. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan tipe data panel. Sampel dalam penelitian ini adalah 10 Provinsi. Ketimpangan pendapatan diukur dengan menggunakan Indeks Williamson hasil menunjukkan Ketimpangan pendapatan tertinggi terdapat di Provinsi Riau dan ketimpangan pendapatan terendah terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi panel. Model yang paling tepat diipilih dalam penelitian ini adalah Random Effect Method (REM). Hasil uji koefisien determinan (R2) menunjukkan bahwa besarnya nilai R-square 0,390569, atau sebesar 39,06%. Artinya variasi ketimpangan pendapatan dapat dijelaskan oleh variabel independen yang ada dalam model statistik seperti pendapatan asli daerah (PAD), inflasi (INF), dan upah minimum regional (UMR). Berdasarkan uji validitas pengaruh (uji t) pada signifikansi (α) sebesar 0,10, variabel pendapatan asi daerah dan upah minimum regional memiliki berpengaruh negatif signifikan sedangkan variabel inflasi tidak memiliki pengaruh terhadap ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera tahun 2011-2015.

Kata Kunci : Pendapatan Asli Daerah, Inflasi, dan Upah Minimum Regional, Ketimpangan Pendapatan

Abstract

This research aims to analyze the influence of the original regional income, inflation and regional minimum wage against the inequality of income on the island of Sumatra. This type of research is a composite time series and cross section. Types of data used are secondary data with panel data type. The sample in this study was 10 provinces. Income inequality was measured using the Index result showed Williamson highest revenue Imbalances found in Riau Province and the lowest income inequality exists in the province of Bangka Belitung. Methods of data analysis used in this study is the regression of the panel. The most appropriate model of diipilih in this research is the Random Effect Method (REM). Determinant of the coefficients of test results (R2) showed that the magnitude of R-square value is 0.390569, or of 39,06%. This means that the variation of income inequality can be explained by the independent variables that exist in the model statistics like the original income area (PAD), inflation (INF), and the regional minimum wage (UMR). Based on a test of the validity of the influence (t-test) on significance (α) of 0.10, variable income asi area and regional minimum wage have a significant negative effect while the inflation variables have no effect on inequality of income on the island of Sumatra in 2011-2015.

Key words: Native Income, inflation, and the Regional Minimum wage, Inequality of income


(6)

1. PENDAHULUAN

Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) (Tambunan,2001).

Perbedaan karakteristik alam, sosial, ekonomi, dan sumber daya alam yang penyebarannya berbeda disetiap wilayah. Perbedaan tersebut menjadi hambatan dalam pemerataan pembangunan ekonomi dikarenakan terkonsentrasinya suatu kegiatan perekonomian yang berdampak meningkatnya ekonomi di beberapa wilayah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan alam yang dimiliki seharusnya dapat menjadikan nilai tambah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi. Kelebihan yang dimiliki tesebut diharapkan memberikan dampak menyebar (trickle down effect). Hanya saja kekayaan alam ini tidak dimiliki oleh seluruh Provinsi di Indonesia secara merata. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab timbulnya ketimpangan atau kesenjangan antar wilayah (Kuncoro, 2003).

PDRB per kapita merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk di suatu daerah, dimana semakin besar PDRB perkapitanya maka bisa diartikan semakin baik tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Begitu juga sebaliknya apabila PDRB perkapita semakin kecil maka bisa diartikan semakin buruk tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

Tabel 1.1

Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita ADHK Menurut Provinsi Tahun 2013-2015 (Milyar Rupiah)

Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata Aceh 22.705 23.099 23.229 23.129 22.525 22.937 Sumut 26.711 28.037 29.339 30.477 31.637 29.240 Riau 71.638 72.396 72.297 72.385 70.761 71.895 Sumbar 22.639 23.744 24.858 25.978 27.044 24.853 Kep. Riau 68.024 70.930 73.743 76.330 78.643 73.534 Jambi 30.857 32.418 34.012 35.876 36.753 33.983 Bengkulu 17.282 18.144 18.919 19.626 20.304 18.855


(7)

Sumsel 27.158 28.578 29.657 30.611 31.547 29.510 Kep. Babel 30.212 31.172 32.081 32.860 33.480 31.961 Lampung 20.739 21.795 22.771 23.646 24.580 22.706 Sumber : BPS Indonesia

Tabel 1.1 Menunjukan tingkat perolehan PDRB perkapita dari sepuluh provinsi di Sumatera mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun nilai PDRB perkapita antar provinsi belum merata, apabila dilihat pada tabel hanya ada dua provinsi yang memiliki rata-rata PDRB perkapita sangat jauh jaraknya dari provinsi lainnya yaitu propinsi Kepulauan Riau (Rp. 73.534 Ribu) dan Provinsi Riau (Rp. 71.895Ribu). Tingginya PDRB perkapita di provinsi Kepulauan Riau dan Riau disebabkan pendapatan dari sektor migas yang lebih besar karena merupakan provinsi penghasil minyak di Sumatera.

Arsyad (2010) mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara sedang berkembang yaitu Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita; Inflasi di mana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang; Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

1.1. Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 2004).

Sjafrizal (2014) mengatakan bahwa ukuran ketimpangan ekonomi antar wilayah yang mula-mula ditemukan oleh Williamson yang kemudian digunakan dalam studinya pada pertengahan tahun enam puluhan (1965). Secara ilmu statistik, indeks ini sebenarnya adalah coefficient of variation yang lazim digunakan untuk mengukur suatu perbedaan. Istilah williamson index muncul sebagai penghargaan kepada Jeffrey G. Williamson yang mula-mula menggunakan teknik ini untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah. Formulasi Indeks Williamson sebagai berikut :


(8)

Keterangan :

IW = Indeks Williamson

Yi = PDRB per kapita ( kabupaten/kota/provinsi) Y = PDRB per kapita (nasional/propinsi)

fi = Jumlah penduduk ( kabupaten/kota/provinsi) n = Jumlah penduduk (nasional/provinsi)

Angka koefisien Indeks Williamson adalah 0 < IW < 1. Jika Indeks Williamson semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil atau semakin merata dan sebaliknya angka yang semakin besar menunjukkan ketimpangan yang semakin melebar.

1.2. Pendapatan Asli Daerah

Menurut Warsito (2001) Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah.

1.3. Inflasi

(Sukirno, 2006) Inflasi didikatakan sebagai tarikan permintaan, karena inflasi biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat.Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulakan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa.Sedangkan Inflasi desakan biaya, yaitu Inflasi yang berlaku pada masa perekonomian berkembang dengan pesat dan tingkat pengangguran sangat rendah.

1.4. Upah Minimum

Upah Minimun sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Yang dimaksudkan adalah sejumlah imbalan yang diterima pekerja secara tetap da teratur pembanyarannya, yang tidak terkait dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi tertentu. Tujuan


(9)

dari penetapan upah minimum adalah mewujudkan penghasilan yang layak dari pekerja.

2. METODE PENELITIAN 2.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder dengan tipe data panel. Data panel yaitu gabungan time series dan cross section. Data time series merupakan data dari satu objek dalam beberapa periode waktu tertentu, sedangkan data cross section merupakan data dari satu atau lebih objek penelitian dalam satu periode yang sama (Gujarati, 2012). Data time series dalam penelitian ini ada 5 tahun (t = 5) dari tahun 2011 sampai 2015, dan data cros section dalam penelitian ini ada 10 Provinsi di Pulau Sumatera (n = 10). Sehingga total data dalam penelitian ini adalah 10 x 5 = 50 observasi. Data dalam penelitian ini bersumber dari publikasi BPS serta literatur-litelatur lainya yang sesuai dan mendukung penelitian ini. 2.2 Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi panel least square (PLS). Spesifikasi model ketimpangan pendapatan yang digunakan dalam penelitian ini diduga dipengaruhi oleh pendapatan asli daerah, inflasi,dan upah minimum provinsi. Model regresi dalam penelitian ini sebagai berikut :

Yit=

α

+ β1X1it + β2X2it+ β3X3it + β4X4it + u Keterangan :

Yit = Indeks Williamson Provinsi (%) X1 = PAD Provinsi (Rp)

X2 = Inflasi Provinsi (%) X3 = UMP Provinsi (Rp)

α

= Konstanta

β1, 2, 3 = Koefisien Regresi

u = Variabel Gangguan / Terms of error i = Provinsi di Pulau Sumatera

t = Periode Waktu (2011-2015) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil estimasi data panel untuk memilih model yang terbaik dengan uji chow dan uji hausman, maka terpilih model yang terbaik yaitu Random Effect Method. Adapun Hasil Regresi Metode Random Effect (REM)


(10)

sebagai berikut :

Tabel 3.1

Hasil Estimasi Random Effect Method

= 0.606325 – 8.70E-09 - 0.000921 - 2.09E-8 +0.018270 (0.0178)* (0.1323) (0.0983)*

= 0.390569; DW-Stat = 1.397972; F-Stat = 9.826738; Sig.F-Stat= 0.000040 Sumber: Hasil output regresi data panel dengan Eviews 7.0 (lihat lampiran) Keterangan :

*Angka Signifikan pada α = 0.10; angka dalam kurung adalah nilai probabilitas t. Berdasarkan tabel 4.8 hasil analisis yang diperoleh secara umum, bahwa variabel pendapatan asli daerah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera dengan koefisien regresi sebesar -8.70E-09. Artinya apabila variabel pendapatan asli daerah naik sebesar Rp.1.000.000,00 maka ketimpangan pendapatan akan mengalami penurunan sebesar -8.70E-09%. Variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera dengan koefisien regresi sebesar -0.000921. Artinya apabila variabel inflasi naik 1% maka ketimpangan pendapatan akan mengalami penurunan sebesar -0.000921%. Variabel upah minimum regional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera dengan koefisien regresi sebesar -2.09E-08. Artinya apabila variabel upah minimum regional naik sebesar Rp.1.000,00 maka tingkat ketimpangan pendapatan akan mengalami penurunan sebesar -2.09E-08%. Bila variabel independen bernilai nol maka ketimpangan pendapatan sebesar 0.606325 dengan error term sebesar 0.018270, nilai R-square 0.390569 atau 39,06% dan F-statistik 9.826738 dengan prob(F-statistik) 0,000040.

Tabel 3.2

Estimasi Intersep Cross Section Random Effect Variable Provinsi Effect Konstanta

Aceh -0.084581 0.521744

Sumut 0.044635 0.65096

Riau 0.272949 0.879274


(11)

Sumber : Hasil output regresi data panel dengan Eviews 7.0

Berdasarkan tabel 3.2 dapat diketahui nilai konstanta masing-masing provinsi. Nilai konstanta tertinggi adalah Provinsi Riau yaitu sebesar 0.879274 berarti tingkat ketimpangan pendapatan di Provinsi Riau sebesar 0.87% pada saat variabel pendapatan asli daerah, inflasi dan upah minimum regional sama dengan atau dianggap nol (konstan). Sementara konstanta terendah adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu sebesar 0.295234 berarti tingkat ketimpangan pendapatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 0.29% pada saat variabel pendapatan asli daerah, inflasi dan upah minimum regional sama dengan atau dianggap nol (konstan).

Adapun interpretasi ekonomi sebagai berikut :

1. Pendapatan Asli Daerah dan Ketimpangan Pendapatan

Berdasarkan hasil estimasi data panel menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendaptan di Pulau Sumatera tahun 2011-2015.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya dilakukan (Ni Putu Valentina Shanty Puti dan I ketut Suardhika Natha, 2014) yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan”. hasil penelitian menjelaskan pemerintah seharsunya menaruh perhatian besar terhadap kegiatan atau program-program yang dapat meningkatkan PAD, guna belanja pembangunan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar di masa mendatang mampu mengurangi ketimpangan pendapatan antar wilayah.

2. Inflasi dan Ketimpangan Pendapatan

Berdasarkan hasil estimasi dari data panel yang sudah diolah menunjukkan bahwa variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap

Kep.Riau 0.010557 0.616882

Jambi -0.034041 0.572284

Bengkulu -0.139825 0.4665

Sumsel 0.214391 0.820716

Kep.Babel -0.311091 0.295234


(12)

ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera pada tahun 2011-2015. Hasil dari penelitian ini bertentangan dengan teori dan penelitian sebelumnya.

3. Upah Minimum Provinsi dan Ketimpangan Pendapatan

Berdasarkan hasil estimasi data panel menunjukkan bahwa variabel upah minimum provinsi berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Muara Nangarumba, 2015) yang berjudul “Analisis Pengaruh Struktur Ekonomi, Upah minimum Provinsi, dan Investasi Terhadap Ketmpanga Pendapatan di Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2005-2014” dengan hasil penelitian bahwa peningkatan variabel upah minimum provinsi akan mengurangi ketimpangan pendapatan dikarenakan mampu mengurangi arus migrasi khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah dan menengah. Migrasi terjadi salah satunya karena faktor ekonomi, dalam artian peningkatan penghasilan, dimana salah satunya diukur dengan upah. Jika upah meningkat maka sebagian tenaga kerja yang berpenghasilan rendah dan menengah diduga akan mengurangi tingkat migrasi karena daya beli mereka naik.

4. PENUTUP 4.1. Simpulan

Ketimpangan pendapatan antar provinsi di Pulau Sumatera pada tahun 2011-2015 yang memiliki ketimpangan tertinggi adalah Provnsi Riau, sedangkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah Provinsi yang memiliki Ketimpangan terendah. Pengujian model menggunakan uji chow dapat menunjukkan bahwa model FEM lebih tepat digunakan dalam penelitian ini dari pada model PLS dan pengujian model dengan uji hausman menunjukkan bahwa model REM adalah model yang paling tepat digunakan dibandingkan model FEM. Maka dari pemilihan model yang paling tepat diipilih dalam penelitian ini adalah Random Effect Method (REM). Hasil uji koefisien determinan (R2) menunjukkan bahwa besarnya nilai R-square 0,390569 atau sebesar 39,06%. Artinya variasi ketimpangan pendapatan dapat dijelaskan oleh variabel independen yang ada


(13)

dalam model statistik seperti pendapatan asli daerah (PAD), inflasi (INF), dan upah minimum regional (UMR). Sedangkan sisanya sebesar 60,94% dijelaskan oleh faktor-faktor yang lain yang tidak disertakan dalam model. Berdasarkan uji validitas pengaruh (uji t) pada signifikansi (α) sebesar 0,10, variabel pendapatan asli daerah dan upah minimum provinsi memiliki pengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan, sedangkan variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera tahun 2011-2015.

4.2. Saran

Pemerintah diharapkan dapat lebih maksimal dalam menggali potensi-potensi daerahnya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) masing-masing provinsi di Pulau Sumatera, serta dialakukannya pengalokasian yang efektif dan efisien terutama untuk pelayanan publik dan pembangunan infrakturtur. Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan kenaikan tingkat upah minimum sesuai dengan tingkat inflasi dan tingkat kebutuhan dasar pekerja. Strategi lain yaitu memberi pelatihan keterampilan bagi tenaga kerja yang diharapakan bisa mendorong kemandirian tenaga kerja untuk menciptakan peluang usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Sharafat. 2014. Inflation, Income Inequality and Economic Growth in Pakistan: A Cointegration Analysis. International Journal of Economic Practices and Theories. Vol. 4 No. 1.

Anonim : https://www.bps.go.id/, diakses tanggal 23 Desember 2016.

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan Edisi ke-5. Yogyakarta: STIEM YKPN.

Boediono. 1997. Ekonomi Makro: Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2. Yogyakarta: BPFE.

Borjas, George J. 2010. Labor Economic. New York: Mc Graw Hill.

Gujarati, D. N., & Dawn C. P. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat

Hasna, Shofwatun. 2013. Analisis Spasial Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2008-2011. Jurnal BPPK. Vol. 6 No. 2.


(14)

Horácio C., & ValibCarim F. 2011. The Effects of Globalisation on OECD Income Inequality: A static and Dynamic Analysis. Technical University Of Libsbon.

Hutabarat, D. E. M. 2015. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Pendapat di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Stindo Profesional. Vol. 4 No. 1.

Juanda, B., & Junaidi. 2012. Ekonomi Deret Waktu. Bogor: PT Penerbit IPB Press.

Kuncoro, Mundrajad. 2004. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.

Litwin, Benjamin S. 2015. Determining the Effect of the Minimum Wage on Income Inequality. Student Publications.

Mardiyasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: ANDI.

Nangurumba Muara. 2015. Analisis Pengaruh Struktur Ekonomi, Upah Minimum Provinsi, Belanja Modal, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan di Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2005-2014. JESP. Vol. 7 No. 2. Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter. Buku II Edisi 1. Yogyakarta : BPFE.

Peraturan Menteri Tenagakerja Nomor Per.01/Men/1999 tentang Upah Minimum. Putri, N. P., & Natha, I. K. 2014. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana. Vol. 4 No. 1.

Raswita, N. P., & Utam, M. S. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Gianyar. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana. Vol. 2 No. 9.

Sari, P. D., & Budhi, M. K. 2013. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar Kecamatan di Kabupaten Buleleng. E-Jurnal EP Unud. Vol. 2 No 3.

Siddik, M., Brodjonegoro, Mahi,R., & Simanjutak. 2002. Dana Alokasi Konsep, Hambatan dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Jakarta: Buku Kompas. Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: PT Raja Grafindo


(15)

Sukirno, Sadono. 2009. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sumarsono, Sonny. 2003. Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suwarto. 2003. Hubungan Industrial Dalam Praktek. Jakarta: Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia.

Teweldemedhin, M. Y. 2015. Factors Influencing Income Inequality in Namibia. British Journal of Economics, Management & Trade. Vol. 10 No. 4.

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Edisi Kedelapan, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Warsito. 2001. Hukum Pajak. Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada.

Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Yeniwati. 2013. Ketimpangan Ekonomi Antar Provinsi di Sumatera. Jurnal Kajian Ekonomi. Vol. 2 No. 3.

Yue, Yin Ho, 2011. Income Inequality, Economic Growth and Inflation: A Study on Korea. J. Eco. Res.Vol. 2 No. 5.


(1)

sebagai berikut :

Tabel 3.1

Hasil Estimasi Random Effect Method

= 0.606325 – 8.70E-09 - 0.000921 - 2.09E-8 +0.018270 (0.0178)* (0.1323) (0.0983)*

= 0.390569; DW-Stat = 1.397972; F-Stat = 9.826738; Sig.F-Stat= 0.000040

Sumber: Hasil output regresi data panel dengan Eviews 7.0 (lihat lampiran) Keterangan :

*Angka Signifikan pada α = 0.10; angka dalam kurung adalah nilai probabilitas t. Berdasarkan tabel 4.8 hasil analisis yang diperoleh secara umum, bahwa variabel pendapatan asli daerah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera dengan koefisien regresi sebesar -8.70E-09. Artinya apabila variabel pendapatan asli daerah naik sebesar Rp.1.000.000,00 maka ketimpangan pendapatan akan mengalami penurunan sebesar -8.70E-09%. Variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera dengan koefisien regresi sebesar -0.000921. Artinya apabila variabel inflasi naik 1% maka ketimpangan pendapatan akan mengalami penurunan sebesar -0.000921%. Variabel upah minimum regional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera dengan koefisien regresi sebesar -2.09E-08. Artinya apabila variabel upah minimum regional naik sebesar Rp.1.000,00 maka tingkat ketimpangan pendapatan akan mengalami penurunan sebesar -2.09E-08%. Bila variabel independen bernilai nol maka ketimpangan pendapatan sebesar 0.606325 dengan error term sebesar 0.018270, nilai R-square 0.390569 atau 39,06% dan F-statistik 9.826738 dengan prob(F-statistik) 0,000040.

Tabel 3.2

Estimasi Intersep Cross Section Random Effect Variable

Provinsi Effect Konstanta

Aceh -0.084581 0.521744

Sumut 0.044635 0.65096

Riau 0.272949 0.879274


(2)

Sumber : Hasil output regresi data panel dengan Eviews 7.0

Berdasarkan tabel 3.2 dapat diketahui nilai konstanta masing-masing provinsi. Nilai konstanta tertinggi adalah Provinsi Riau yaitu sebesar 0.879274 berarti tingkat ketimpangan pendapatan di Provinsi Riau sebesar 0.87% pada saat variabel pendapatan asli daerah, inflasi dan upah minimum regional sama dengan atau dianggap nol (konstan). Sementara konstanta terendah adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu sebesar 0.295234 berarti tingkat ketimpangan pendapatan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 0.29% pada saat variabel pendapatan asli daerah, inflasi dan upah minimum regional sama dengan atau dianggap nol (konstan).

Adapun interpretasi ekonomi sebagai berikut :

1. Pendapatan Asli Daerah dan Ketimpangan Pendapatan

Berdasarkan hasil estimasi data panel menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendaptan di Pulau Sumatera tahun 2011-2015.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya dilakukan (Ni Putu Valentina Shanty Puti dan I ketut Suardhika Natha, 2014) yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan”. hasil penelitian menjelaskan pemerintah seharsunya menaruh perhatian besar terhadap kegiatan atau program-program yang dapat meningkatkan PAD, guna belanja pembangunan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar di masa mendatang mampu mengurangi ketimpangan pendapatan antar wilayah.

2. Inflasi dan Ketimpangan Pendapatan

Berdasarkan hasil estimasi dari data panel yang sudah diolah menunjukkan bahwa variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap

Kep.Riau 0.010557 0.616882

Jambi -0.034041 0.572284

Bengkulu -0.139825 0.4665

Sumsel 0.214391 0.820716

Kep.Babel -0.311091 0.295234


(3)

ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera pada tahun 2011-2015. Hasil dari penelitian ini bertentangan dengan teori dan penelitian sebelumnya.

3. Upah Minimum Provinsi dan Ketimpangan Pendapatan

Berdasarkan hasil estimasi data panel menunjukkan bahwa variabel upah minimum provinsi berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Muara Nangarumba, 2015) yang berjudul “Analisis Pengaruh Struktur Ekonomi, Upah minimum Provinsi, dan Investasi Terhadap Ketmpanga Pendapatan di Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2005-2014” dengan hasil penelitian bahwa peningkatan variabel upah minimum provinsi akan mengurangi ketimpangan pendapatan dikarenakan mampu mengurangi arus migrasi khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah dan menengah. Migrasi terjadi salah satunya karena faktor ekonomi, dalam artian peningkatan penghasilan, dimana salah satunya diukur dengan upah. Jika upah meningkat maka sebagian tenaga kerja yang berpenghasilan rendah dan menengah diduga akan mengurangi tingkat migrasi karena daya beli mereka naik.

4. PENUTUP 4.1. Simpulan

Ketimpangan pendapatan antar provinsi di Pulau Sumatera pada tahun 2011-2015 yang memiliki ketimpangan tertinggi adalah Provnsi Riau, sedangkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah Provinsi yang memiliki Ketimpangan terendah. Pengujian model menggunakan uji chow dapat menunjukkan bahwa model FEM lebih tepat digunakan dalam penelitian ini dari pada model PLS dan pengujian model dengan uji hausman menunjukkan bahwa model REM adalah model yang paling tepat digunakan dibandingkan model FEM. Maka dari pemilihan model yang paling tepat diipilih dalam penelitian ini adalah Random

Effect Method (REM). Hasil uji koefisien determinan (R2) menunjukkan bahwa

besarnya nilai R-square 0,390569 atau sebesar 39,06%. Artinya variasi ketimpangan pendapatan dapat dijelaskan oleh variabel independen yang ada


(4)

dalam model statistik seperti pendapatan asli daerah (PAD), inflasi (INF), dan upah minimum regional (UMR). Sedangkan sisanya sebesar 60,94% dijelaskan oleh faktor-faktor yang lain yang tidak disertakan dalam model. Berdasarkan uji validitas pengaruh (uji t) pada signifikansi (α) sebesar 0,10, variabel pendapatan asli daerah dan upah minimum provinsi memiliki pengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan, sedangkan variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan di Pulau Sumatera tahun 2011-2015.

4.2. Saran

Pemerintah diharapkan dapat lebih maksimal dalam menggali potensi-potensi daerahnya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) masing-masing provinsi di Pulau Sumatera, serta dialakukannya pengalokasian yang efektif dan efisien terutama untuk pelayanan publik dan pembangunan infrakturtur. Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan kenaikan tingkat upah minimum sesuai dengan tingkat inflasi dan tingkat kebutuhan dasar pekerja. Strategi lain yaitu memberi pelatihan keterampilan bagi tenaga kerja yang diharapakan bisa mendorong kemandirian tenaga kerja untuk menciptakan peluang usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Sharafat. 2014. Inflation, Income Inequality and Economic Growth in

Pakistan: A Cointegration Analysis. International Journal of Economic

Practices and Theories. Vol. 4 No. 1.

Anonim : https://www.bps.go.id/, diakses tanggal 23 Desember 2016.

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan Edisi ke-5. Yogyakarta: STIEM YKPN.

Boediono. 1997. Ekonomi Makro: Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2. Yogyakarta: BPFE.

Borjas, George J. 2010. Labor Economic. New York: Mc Graw Hill.

Gujarati, D. N., & Dawn C. P. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat

Hasna, Shofwatun. 2013. Analisis Spasial Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Jawa Timur Tahun


(5)

Horácio C., & ValibCarim F. 2011. The Effects of Globalisation on OECD

Income Inequality: A static and Dynamic Analysis. Technical University Of

Libsbon.

Hutabarat, D. E. M. 2015. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan

Pendapat di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Stindo Profesional. Vol. 4 No.

1.

Juanda, B., & Junaidi. 2012. Ekonomi Deret Waktu. Bogor: PT Penerbit IPB Press.

Kuncoro, Mundrajad. 2004. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah, dan

Kebijakan. Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.

Litwin, Benjamin S. 2015. Determining the Effect of the Minimum Wage on

Income Inequality. Student Publications.

Mardiyasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: ANDI.

Nangurumba Muara. 2015. Analisis Pengaruh Struktur Ekonomi, Upah Minimum Provinsi, Belanja Modal, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan

di Seluruh Provinsi di IndonesiaTahun 2005-2014. JESP. Vol. 7 No. 2.

Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter. Buku II Edisi 1. Yogyakarta : BPFE.

Peraturan Menteri Tenagakerja Nomor Per.01/Men/1999 tentang Upah Minimum.

Putri, N. P., & Natha, I. K. 2014. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal Terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana. Vol. 4

No. 1.

Raswita, N. P., & Utam, M. S. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan

Ketimpangan Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Gianyar.

E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana. Vol. 2 No. 9.

Sari, P. D., & Budhi, M. K. 2013. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar

Kecamatan di Kabupaten Buleleng. E-Jurnal EP Unud. Vol. 2 No 3.

Siddik, M., Brodjonegoro, Mahi,R., & Simanjutak. 2002. Dana Alokasi Konsep,

Hambatan dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Jakarta: Buku Kompas.

Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


(6)

Sukirno, Sadono. 2009. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sumarsono, Sonny. 2003. Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suwarto. 2003. Hubungan Industrial Dalam Praktek. Jakarta: Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia.

Teweldemedhin, M. Y. 2015. Factors Influencing Income Inequality in Namibia. British Journal of Economics, Management & Trade. Vol. 10 No. 4.

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi Di

Dunia Ketiga, Edisi Kedelapan, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Warsito. 2001. Hukum Pajak. Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada.

Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan

Eviews. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Yeniwati. 2013. Ketimpangan Ekonomi Antar Provinsi di Sumatera. Jurnal Kajian Ekonomi. Vol. 2 No. 3.

Yue, Yin Ho, 2011. Income Inequality, Economic Growth and Inflation: A Study


Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan Pendapatan Antarkota Di Sumatera Utara

9 130 74

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PULAU SUMATERA TAHUN 2011- ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PULAU SUMATERA TAHUN 2011-2015.

0 3 16

PENDAHULUAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PULAU SUMATERA TAHUN 2011-2015.

0 3 10

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TIMUR Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan Pendapatan Di Provinsi Jawa Timur (Tahun 2011-2015).

0 2 13

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TIMUR Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan Pendapatan Di Provinsi Jawa Timur (Tahun 2011-2015).

0 3 17

PENDAHULUAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan Pendapatan Di Provinsi Jawa Timur (Tahun 2011-2015).

0 3 17

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Di Kabupaten Banjarnegara Tahun 1990-2010.

0 1 15

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Di Kabupaten Banjarnegara Tahun 1990-2010.

0 0 13

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PULAU JAWA TAHUN 2007-2013.

2 19 99

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Ketimpangan Pembangunan di Pulau Sumatera - Universitas Negeri Padang Repository

0 1 98