Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja UMKM Tahu di Kabupaten Bogor dengan Gaya Pengambilan Keputusan sebagai Variabel Moderator

PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP
KINERJA UMKM TAHU DI KABUPATEN BOGOR DENGAN GAYA
PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI VARIABEL MODERATOR

ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Orientasi
Kewirausahaan terhadap Kinerja UMKM Tahu di Kabupaten Bogor dengan Gaya
Pengambilan Keputusan sebagai Variabel Moderator adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Andina Dyah Rahmadhani Aditya
H351140376

RINGKASAN
ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA. Pengaruh Orientasi Kewirausahaan
terhadap Kinerja UMKM Tahu di Kabupaten Bogor dengan Gaya Pengambilan
Keputusan sebagai Variabel Moderator. Dibimbing oleh HENY K.S
DARYANTO dan BURHANUDDIN
Kewirausahaan telah menjadi perhatian penting dalam mengembangkan
pertumbuhan sosio ekonomi suatu negara. Semakin maju suatu negara, semakin
banyak orang yang terdidik dan banyak pula orang menganggur, maka semakin
dirasakan pentingnya kewirausahaan. Kemandirian ekonomi suatu negara
khususnya Indonesia dapat dibangun melalui kewirausahaan. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa kewirausahaan memiliki peranan yang cukup penting
terhadap perekonomian negara dan kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Konsep
kewirausahaan dapat diterapkan pada beberapa sektor, salah satunya adalah sektor
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM memberikan kontribusi

yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia. UMKM kurang
lebih memberikan kontribusi sebesar 50 persen terhadap PDB nasional dan setiap
tahunnya cenderung mengalami peningkatan.
Sektor UMKM memiliki peran yang cukup besar bagi pembangunan
ekonomi secara keseluruhan. Akan tetapi, pada kenyataannya peningkatan daya
saing UMKM sering menghadapi kendala karena skala ekonomi kecil dan
ketersediaan sumber daya yang terbatas. Salah satu UMKM yang mengalami
kendala tersebut adalah UMKM pembuatan tahu di Kabupaten Bogor.
Kecenderungan umum yang terjadi dalam lingkungan bisnis saat ini adalah
pemendekan produk dan siklus hidup model bisnis. Akibatnya, laba usaha yang
didapatkan saat ini tidak menentu dan bisnis perlu terus-menerus mencari peluang
baru. Orientasi kewirausahaan merupakan proses suatu perusahaan dalam
menjalankan bisnis (strategi bisnis) untuk menciptakan kinerja yang baik.
Berdasarkan identifikasi kondisi bisnis atau usaha yang dijalankan, para pelaku
usaha pembuatan tahu dapat mengambil manfaat dari mengadopsi atau
mengimplementasikan orientasi kewirausahaan. Tujuan penelitian ini adalah 1)
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi orientasi kewirausahaan pelaku
usaha pembuatan tahu dalam menjalankan usaha untuk meningkatkan kinerja
usahanya 2) menganalisis dimensi yang membentuk orientasi kewirausahaan
pelaku usaha pembuatan tahu dalam menjalankan usaha untuk meningkatkan

kinerja usaha dan 3) menganalisis pengaruh orientasi kewirausahaan pelaku usaha
pembuatan tahu di Kabupaten Bogor terhadap kinerja usaha dengan gaya
pengambilan keputusan sebagai variabel moderatornya.
Penelitian ini dilaksanakan di 14 kecamatan wilayah pelayanan di
Kabupaten Bogor berdasarkan frame sampling dari KOPTI Kabupaten Bogor.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pengurus
KOPTI dan 100 pelaku usaha pembuatan tahu di lokasi masing-masing dengan
menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disediakan. Data sekunder
diperoleh dengan cara mempelajari buku dan sumber yang relevan dengan topik
yang diteliti dari Kementrian Koperasi dan UMKM, Badan Pusat Statistik, dan
KOPTI Kabupaten Bogor. Pengambilan data sekunder diperoleh juga dari

literatur-literatur, baik yang didapat di perpustakaan maupun dari tempat lain
berupa hasil penelitian terdahulu mengenai kajian kewirausahaan, orientasi
kewirausahaan, serta kinerja UMKM, baik dari media cetak (tabloid dan majalah),
maupun media elektronik (internet). Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kuesioner, penyimpan data elektronik, dan alat pencatat. Analisis yang
digunakan yaitu dengan analisis deskriptif dan kuantitatif Partial Least Square
(PLS) dengan program SmartPLS.

Hasil penelitian ini menunjukkan Faktor-faktor yang memengaruhi orientasi
kewirausahaan pada pelaku usaha pembuatan tahu di Kabupaten Bogor terdiri dari
sumberdaya, karakteristik usaha, lingkungan eksternal, dan peran pemerintah.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap orientasi kewirausahaan adalah
sumberdaya. Faktor orientasi kewirausahaan yang berpengaruh selanjutnya adalah
lingkungan eksternal, karakteristik usaha dan yang terakhir adalah peran
pemerintah. Tingkatan faktor yang berpengaruh terhadap orientasi kewirausahaan
tersebut dilihat dari hasil outer loading dan penelitian di lapang. Dimensi orientasi
kewirausahaan yang terlihat pada pelaku usaha pembuatan tahu di Kabupaten
Bogor adalah keinovatifan, proaktif, berani mengambil risiko, agresivitas
kompetitif, dan otonomi. Berdasarkan kondisi di lapang dan hasil outer loading
keinovatifan pada pelaku usaha pembuatan tahu di Kabupaten Bogor paling
terlihat. Salah satu bentuk keinovatifannya adalah keinovatifan pada produk tahu
yang diproduksi. Orientasi kewirausahaan berpengaruh secara langsung dengan
kinerja usaha. Model pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja usaha
menggunakan variabel gaya pengambilan keputusan sebagai variabel moderator.
Gaya pengambilan keputusan secara langsung berpengaruh terhadap orientasi
kewirausahaan dan kinerja usaha. Akan tetapi variabel gaya pengambilan
keputusan berinteraksi dengan orientasi kewirausahaan berpengaruh negatif
terhadap kinerja usaha.


Kata kunci: Orientasi kewirausahaan, Partial Least Square, tahu, UMKM.

SUMMARY
ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA. The Influence of Entrepreneurship
Orientation towards Tofu SME’s Performance in Bogor Regency with Decision
Making Style as Moderator Variable. Supervised by HENY K.S DARYANTO
and BURHANUDDIN
Entrepreneurship has become an important concern to develop socioeconomic growth of the country. The more developed a country, there are many
educated people but there are also many unemployed. So that increasingly
perceived the importance of entrepreneurship. Economic independence of a
country, especially Indonesia can be built through entrepreneurship. Therefore, it
can be said that entrepreneurship has an important role on the economy and labor
conditions in Indonesia. Entrepreneurship concept can be applied to several
sectors, such as Micro Small and Medium Enterprises (SMEs). SMEs provide a
substantial contribution to Gross Domestic Product of Indonesia. SMEs contribute
about 50 percent to national GDP, and every year tends to increase.
SMEs sector has a considerable role for the overall economic development.
However, in fact enhancement the competitiveness of SMEs often face constraints
due to the small economies of scale and availability of limited resources. SMEs

which are facing the obstacles is the tofu SMEs in Bogor Regency. The general
trend which happen in business environment is shortening life cycle of products
and business models. As a result, the profit which gotten is uncertain and
business need to look for new opportunities. Entrepreneurship orientation is the
process of a company to do the business (business strategy) and create a good
performance. Based on the identification of business conditions or business
carried on, tofu entrepreneur could get benefit from adopting or implementing
entrepreneurship orientation. The purpose of this study are 1) to analyze the
factors that influence the entrepreneurship orientation of tofu entrepreneur to
improve the business performance 2) to analyze the dimensions of
entrepreneurship orientation of tofu entrepreneur to improve business
performance and 3) to analyze the effect of entrepreneurship orientation of tofu
entrepreneur in Bogor Regency towards business performance with decision
making style as moderator variable.
This study was conducted in 14 districts of Bogor Regency based on the
sampling frame from KOPTI Bogor Regency. Data which used in this study are
primary data and secondary data. Primary data was obtained from interviews with
administrators KOPTI and 100 tofu entrepreneur at each location using a list of
questions (questionnaire) that has been provided. Secondary data were obtained
by studying books and resources that are relevant to the topic under study from

the Ministry of Cooperatives and SMEs, the Central Bureau of Statistics, and
KOPTI Bogor Regency. Collection of secondary data obtained also from
literature, obtained either in the library or from other places such as the results of
previous research on the study of entrepreneurship, entrepreneurship orientation,
as well as the performance of SMEs, both in the print media (tabloids and
magazines), and electronic media (internet). The instrument which used in this
study are questionnaire, electronic data storage and recording devices. The

analysis used are descriptive and quantitative analysis Partial Least Square (PLS)
with SmartPLS program.
Results of this study indicate factors that influence entrepreneurship
orientation of tofu entrepreneur in Bogor Regency consist of resources, business
characteristics, the external environment, and the role of government. The factors
that most influence of entrepreneurship orientation is resources. Factors that
influence the entrepreneurial orientation next is the external environment,
business characteristics and the last is the role of government. Levels of factors
that influence the entrepreneurial orientation seen from the outer loading and
research in the field. Entrepreneurship orientation of tofu entrepreneur in Bogor
Regency are innovativness, proactive, risk-taking, competitive aggressiveness and
autonomy. Based on field conditions and outer loading result that innovativness of

tofu entrepreneur in Bogor Regency is the most visible. One of innovativness
which done by tofu entrepreneur is products innovativness. Entrepreneurship
orientation directly affects the performance of the business. Model influence of
entrepreneurship orientation towards business performance using a variable
decision making style as a moderator variable. Decision making style directly
influence the entrepreneurship orientation and business performance. However,
decision making style variable interacts with the entrepreneurship orientation
negatively affect business performance.

Keywords: Entrepreneurship orientation, Partial Least Square, SMEs, tofu.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP
KINERJA UMKM TAHU DI KABUPATEN BOGOR DENGAN GAYA
PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI VARIABEL MODERATOR

ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis


: Dr Ir Nunung Kusnadi, MS

Penguji Program Studi

: Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul
Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja UMKM Tahu di Kabupaten
Bogor dengan Gaya Pengambilan Keputusan sebagai Variabel Moderator. Tesis
ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar
Master pada Program Studi Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. Terdapat sejumlah pihak yang telah memasilitasi penulis dalam
menyelesaikan tesis ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih, khususnya kepada:
1) Dr Ir Heny K.S Daryanto, MEc, selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr Ir
Burhanuddin, MM selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam berbagi ilmu dan pengalaman,
serta atas dukungan moril dan materil selama melakukan pembimbingan kepada

penulis.
2) Dr Ir Rachmat Pambudy selaku dosen evaluator pada pelaksanaan kolokium
proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan masukan sehingga
penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.
3) Dr Ir Nunung Kusnadi, MS selaku dosen penguji luar komisi dan Prof Dr Ir Rita
Nurmalina, MS selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis.
4) Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr Ir
Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf
Program Studi Agribisnis atas dorongan semangat, bantuan dan kemudahan yang
diberikan selama penulis menjalani pendidikan pada Program Studi Agribisnis.
5) Ibunda tersayang Sulistiani dan ayahanda Sulistioadi atas doanya yang tidak
pernah putus serta kakak-kakak Eka Nurrachman Aditya dan Ayunda Kamasary
atas dukungan yang berguna selama penyelesaian studi.
6) Luqman Addinirwan, yang telah memberikan dukungan moril semangat kepada
penulis.
7) Teman-teman seperjuangan fastrack II, MSA IV pada Program Studi Magister
Agribisnis, sahabat-sahabat terdekat yang telah berbagi pengalaman melalui
diskusi-diskusi, dan atas dukungan mereka dalam menyelesaikan tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Andina Dyah Rahmadhani Aditya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xv

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

5

Tujuan Penelitian

9

Manfaat Penelitian

9

Ruang Lingkup Penelitian

9

2 TINJAUAN PUSTAKA

10

Dimensi Orientasi Kewirausahaan

10

Orientasi Kewirausahaan dengan Kinerja Usaha

12

Faktor-Faktor Orientasi Kewirausahaan

13

Kinerja Usaha

14

Gaya Pengambilan Keputusan

15

3 KERANGKA PEMIKIRAN

16

Kerangka Teoritis

16

Kerangka Operasional

21

4 METODE PENELITIAN

25

Lokasi dan Waktu Penelitian

25

Metode Penentuan Responden

25

Desain Penelitian

25

Data dan Instrumentasi

25

Metode Pengumpulan Data

26

Metode Analisis Data

26

Variabel Pengukuran

29

5 GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

32

Deskripsi Kabupaten Bogor

32

Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) Kabupaten Bogor

33

Gambaran Industri Tahu di Kabupaten Bogor

35

Gambaran Karakteristik Pelaku Usaha Tahu di Kabupaten Bogor

41

6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Model Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Terhadap
Kinerja Usaha

43
43

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Orientasi Kewirausahaan

49

Dimensi Orientasi Kewirausahaan

53

Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha dengan Gaya
Pengambilan Keputusan sebagai Variabel Moderator

58

7 SIMPULAN DAN SARAN

63

Simpulan

63

Saran

63

DAFTAR PUSTAKA

64

LAMPIRAN

73

RIWAYAT HIDUP

78

DAFTAR TABEL
1 Nilai produk domestik bruto sektor usaha mikro, kecil, menengah dan
nasional tahun 2009-2012 atas dasar harga berlaku
2 Konsumsi rata-rata per kapita tahu dan tempe per minggu tahun
2007-2012
3 Jumlah serapan tenaga kerja dan kontribusi dari sektor UMKM dan
usaha besar terhadap PDRB Jawa Barat tahun 2010-2012
4 Jumlah anggota dan tenaga kerja pelaku usaha tahu anggota KOPTI
berdasarkan wilayah pelayanan di Kabupaten Bogor tahun 2012
5 Perbandingan PLS dengan CBSEM
6 Aturan evaluasi pengukuran model PLS indikator reflektif
7 Aturan evaluasi struktural model PLS
8 Variabel laten dan indikator penelitian
9 Anggota KOPTI yang berada di wilayah Kabupaten Bogor
10 Karakteristik usaha pembuatan tahu di Kabupaten Bogor
11 Jenis dan fungsi peralatan dalam pembuatan tahu
12 Loading factor, t-value, average variance extracted, dan composite
reliability
13 Nilai r-square variabel laten endogen
14 Koefisien jalur dan t-value
15 Sebaran responden pelaku usaha tahu berdasarkan jumlah omset
16 Sebaran responden pelaku usaha tahu berdasarkan jumlah keuntungan

2
3
4
7
27
28
29
30
34
36
38
47
48
49
60
61

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Kerangka konseptual orientasi kewirausahaan
Model orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha dengan efek moderasi
Model orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha dengan efek mediasi
Model orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha dengan efek
independen
Model orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha dengan efek interaksi
Kerangka pemikiran operasional
Peta wilayah administrasi Kabupaten Bogor
KOPTI Kabupaten Bogor
Presentase kendala pelaku usaha tahu
Bahan-bahan untuk produksi tahu
Proses produksi tahu
Presentase sebaran responden pelaku usaha tahu berdasarkan jenis
kelamin
Presentase sebaran responden pelaku usaha tahu berdasarkan umur
Presentase sebaran responden pelaku usaha tahu berdasarkan pendidikan
Model awal pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja usaha
Tampilan hasil PLS algorithm pada model awal
Tampilan hasil PLS algorithm pada model akhir

18
18
19
19
19
24
33
34
37
39
40
41
42
43
44
45
46

18 Jenis produk tahu
19 Model orientasi kewirausahaan dengan kinerja usaha menggunakan efek
moderasi

54
62

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Dokumentasi penelitian
Hasil output Partial Least Square (PLS)

70
72

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kewirausahaan telah menjadi perhatian penting dalam mengembangkan
pertumbuhan sosio ekonomi suatu negara. Semakin maju suatu negara, semakin
banyak orang yang terdidik dan banyak pula orang menganggur, maka semakin
dirasakan pentingnya kewirausahaan. Menurut Wennekers dan Thurik (1999)
kewirausahaan merupakan faktor utama yang memengaruhi pergerakan ekonomi
yaitu dengan memperkenalkan inovasi, menyediakan pekerjaan, meningkatkan
persaingan dan kesejahteraan. Kewirausahaan berperan menambah daya tampung
tenaga kerja, generator pembangunan, contoh bagi masyarakat lain, membantu
orang lain, memberdayakan karyawan, hidup efesien dan menjaga keserasian
lingkungan. Acs (2006) menyatakan bahwa kewirausahaan diperlukan untuk
mengenali kesempatan dan cara pemanfaatan sumber daya yang memberikan
keuntungan lebih tinggi. Wirausaha berperan dalam pembangunan ekonomi dengan
menghasilkan dan mewujudkan gagasan-gagasan yang inovatif, diantaranya
inovasi produk, inovasi proses, pemasaran, dan organisasi. Adanya inovasi
akhirnya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja, serta
meningkatkan efisiensi pasar dengan semakin bertambahnya wirausaha yang
sukses.
Schumpeter yang diacu pada Casson et al. (2008) mengatakan bahwa jika
suatu negara memiliki banyak entrepreneur, negara tersebut pertumbuhan
ekonominya tinggi, yang akan melahirkan pembangunan ekonomi yang tinggi.
Menurut Hulsmann (1999) pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh dua unsur, (a)
dengan jumlah barang yang tersedia yang dapat digunakan dalam proses produksi
dan (b) dengan ketangkasan, faktor-faktor produksi yang tersedia digabungkan.
Maka dari itu, untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi maka perlu adanya jiwa
kewirausahaan untuk mengelola kedua unsur tersebut. Kemandirian ekonomi
suatu negara khususnya Indonesia dapat dibangun melalui kewirausahaan. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa kewirausahaan memiliki peranan yang cukup
penting terhadap perekonomian negara dan kondisi ketenagakerjaan di Indonesia.
Hal tersebut terlihat dari perkembangan situasi ketenagakerjaan Indonesia
menunjukkan perubahan arah yang lebih baik, diindikasikan dengan adanya
penurunan tingkat pengangguran dari 9.26 juta orang pada Februari 2009 menjadi
7.17 juta orang pada Februari 2013. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah
angkatan kerja yang bekerja dari 113.74 juta orang pada Februari 2009 menjadi
121.19 juta orang pada Februari 2013 (BPS 2013). Untuk mengatasi keterbatasan
penyerapan tenaga kerja, berbagai upaya dilakukan antara lain pengembangan
orientasi dalam berwirausaha dengan tujuan menghasilkan kinerja yang baik.
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan potensi kewirausahaan adalah
melalui program Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN). Program tersebut
telah diklaim berhasil meningkatkan angka wirausaha yang ada di Indonesia,
dimana sebelum dicanangkan program GKN tahun 2011 presentase wirausaha di
Indonesia baru sekitar 0.18 persen, saat ini tahun 2014 presentase tersebut
meningkat menjadi 1.65 persen dari jumlah penduduk di Indonesia (KEMENKOP
dan UKM 2014).

2
Konsep kewirausahaan dapat diterapkan pada beberapa sektor, salah satunya
adalah sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2013), UMKM kurang lebih
memberikan kontribusi sebesar 50 persen terhadap PDB nasional dan setiap
tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Data kontribusi UMKM terhadap
PDB Indonesia dari tahun 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai produk domestik bruto sektor usaha mikro, kecil, menengah dan
nasional tahun 2009-2012 atas dasar harga berlaku
Uraian
PDB UMKM (Milyar Rupiah)
PDB Nasional (Milyar Rupiah)
Persentase PDB UMKM (%)

2009
2 993
5 295
56.52

2010
3 466
6 069
57.11

2011
4 304
7 427
57.95

2012
4 869
8 241
59.08

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah)

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memainkan peran yang
semakin penting dalam pertumbuhan ekonomi sebagian besar negara. UMKM
menjadi penting sebagai sumber penciptaan lapangan kerja dan pelaku utama
dalam memaksimalkan efisiensi alokasi dan distribusi sumber daya dengan
memobilisasi dan memanfaatkan sumber daya manusia dan material lokal.
UMKM juga bertindak sebagai pemasok barang dan jasa untuk organisasi besar.
Sebagian besar UMKM dicirikan sebagai usaha yang dinamis, inovatif, efisien
dan ukurannya yang kecil memungkinkan untuk fleksibilitas, kecepatan
memberikan umpan balik dalam menjalankan usaha, rantai pengambilan
keputusan yang singkat, pemahaman yang lebih baik dan respons cepat yang
diberikan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Idar dan Mahmood 2011).
Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2013) terjadi peningkatan
terus menerus jumlah usaha mikro yang merupakan sumber wiarausaha baru dan
proporsinya sangat dominan dalam struktur pelaku usaha di Indonesia dari tahun
2004 sampai dengan 2014. Sementara itu peningkatan jumlah usaha kecil dan
menengah yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan jumlah usaha
menunjukkan adanya usaha yang “naik kelas”.
Sektor UMKM memiliki peran yang cukup besar bagi pembangunan
ekonomi secara keseluruhan. Akan tetapi, pada kenyataannya peningkatan daya
saing UMKM sering menghadapi kendala karena skala ekonomi kecil dan
ketersediaan sumber daya yang terbatas. Kecenderungan umum yang terjadi
dalam lingkungan bisnis saat ini adalah pemendekan produk dan siklus hidup
model bisnis (Hamel yang diacu oleh Huang et al. 2011). Akibatnya, laba usaha
yang didapatkan saat ini tidak menentu dan bisnis perlu terus-menerus mencari
peluang baru. Orientasi kewirausahaan merupakan proses suatu perusahaan dalam
menjalankan bisnis (strategi bisnis) untuk menciptakan kinerja yang baik.
Berdasarkan identifikasi kondisi bisnis atau usaha yang dijalankan, para pelaku
usaha dapat mengambil manfaat dari mengadopsi atau mengimplementasikan
orientasi kewirausahaan. Orientasi kewirausahaan menuntut individu khususnya
pelaku usaha untuk berinovasi, berani mengambil risiko untuk menghasilkan
produk-produk baru yang masih belum pasti dapat diterima pasar dan lebih
proaktif terhadap peluang baru yang ada di pasar (Covin dan Slovin 1991).

3
Jenis-jenis UMKM dapat dibedakan berdasarkan jenis produk yang
dihasilkan, antara lain adalah UMKM produk kerajinan tangan, produk rumah
tangga, dan produk pangan. Salah satu usaha yang banyak digeluti oleh sebagian
masyarakat Indonesia adalah di bidang pangan. UMKM pengolahan kedelai
merupakan salah satu jenis UMKM di bidang pangan. Kedelai merupakan salah
satu komoditas yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut
PUSDATIN (2013) pada tahun 2002-2012, konsumsi total kedelai relatif
berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan sebesar 2.69 persen,
sedangkan pada tahun 2013 konsumsi kedelai masyarakat Indonesia mencapai
2.250 juta ton per tahun (SETKAB 2013). Produk olahan kedelai yang cukup
banyak diminati oleh masyarakat Indonesia adalah tahu. Berdasarkan data dari
BPS (2014) konsumsi tahu rata-rata per kapita seminggu dari tahun 2007 sampai
dengan 2012 adalah 0.140 kg, jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan
tempe yaitu sejumlah 0.139 kg pada rentang tahun tersebut (Tabel 2).
Tabel 2 Konsumsi rata-rata per kapita tahu dan tempe per minggu tahun
2007-2012
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Rata-rata

Tahu (kg)
0.163
0.137
0.135
0.134
0.142
0.134
0.140

Jenis produk
Tempe (kg)
0.153
0.139
0.135
0.133
0.140
0.136
0.139

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)

Kebutuhan kacang kedelai di Indonesia sebanyak 70 sampai dengan 80
persen dipenuhi dengan impor dari negara lain, sisanya dipenuhi dari produksi
dalam negeri. Bahan baku kedelai sebagian besar digunakan oleh industri tahu
yang umumnya berskala kecil dan menengah tersebut. Ketergantungan atas impor
kedelai merupakan salah satu ancaman bagi keberlanjutan usaha industri
pengolahan kedelai khususnya untuk industri tahu (Nurhayati et al. 2012).
Diduga hal ini menghambat perkembangan industri pengolahan kedelai di
Indonesia. Selain itu, permasalahan mendasar yang terjadi pada industri
pengolahan kedelai adalah fluktuasi harga kedelai yang setiap harinya tidak
menentu. Harga kedelai berpatokan pada kurs dollar yang bersifat elastis terhadap
perubahan yang terjadi. Ketidakpasatian harga kedelai yang ada di pasar
menyebabkan para pelaku usaha di industri pengolahan kedelai harus dapat
mengatur biaya produksi yang dikeluarkan, sehingga usaha yang dijalankan tidak
mengalami hambatan yang dapat membuat usaha tersebut gulung tikar pada
akhirnya. Faktor budaya dan psikologi masyarakat atau konsumen tahu
mempengaruhi pengembangan industri pengolahan kedelai termasuk tahu.
Masyarakat pulau Jawa diindikasikan lebih menyukai produk olahan kedelai
berupa tahu dibandingkan dengan masyarakat lainnya (Nurhayati et al. 2012). Hal
ini terlihat dengan sentralisasi industri pengolahan kedelai yang tersebar di

4
beberapa daerah antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan beberapa
daerah lainnya di pulau Jawa (SETKAB 2013). Konsep orientasi kewirausahaan
(EO) untuk menjelaskan pola pikir pelaku yang bergerak dalam mengembangkan
usahanya dan menyediakan kerangka yang berguna untuk meneliti aktivitas
kewirausahaan (Lumpkin dan Dess 2001). Orientasi kewirausahaan
memungkinkan dimiliki oleh pelaku usaha kecil atau pelaku usaha baru yang
baru dibangun kurang dari sepuluh tahun untuk meningkatkan kinerja usaha dan
menghadapi pesaing dari usaha yang dibangun (Lumpkin dan Dess 2001;
Wiklund dan Shepherd 2005). Bagi pelaku usaha pembuatan tahu dengan
terbentuknya orientasi kewirausahaan pada dirinya akan dapat menghadapi
tantangan dan meningkatkan kinerja usaha. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, mengenai tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha pembuatan
tahu seperti pesaing pada usaha sejenis ini dapat diatasi dengan penerapan
orientasi kewirausahaan.
UMKM yang ada pada setiap provinsi di Indonesia memberikan kontribusi
terhadap PDB Indonesia begitu juga dengan provinsi Jawa Barat. Sektor UMKM
di Jawa Barat memberikan kontribusi cukup besar terhadap PDRB Jawa Barat
dibandingkan dengan usaha besar. Banyaknya jumlah UMKM di Jawa Barat dapat
menyerap tenaga kerja yang pastinya mengurangi angka pengangguran di Jawa
Barat. Serapan tenaga kerja di Jawa Barat dengan adanya UMKM ini semakin
meningkat dari tahun 2010 sampai dengan 2012 sejalan dengan peningkatan
kontribusi UMKM di Jawa Barat terhadap PDRB Jawa Barat. Data serapan tenaga
kerja dan kontribusi UMKM terhadap PDRB Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel
3.
Tabel 3 Jumlah serapan tenaga kerja dan kontribusi dari sektor UMKM dan
usaha besar terhadap PDRB Jawa Barat tahun 2010-2012
Kategori
Serapan tenaga kerja (jiwa)

Peranan terhadap PDRB (%)

Tahun
2010
2011
2012
2010
2011
2012

Jenis usaha
UMKM
Usaha Besar
13 966 311
2 121 539
14 278 402
2 270 763
15 007 695
2 374 805
53.75
46.25
54.20
45.80
54.55
45.45

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat, 2013 (diolah)

Bogor merupakan wilayah dimana penduduknya memiliki usaha sendiri
yang terbesar pada bulan Agustus 2012 di Jawa Barat, yaitu sebesar 359 193
orang (BPS Jawa Barat 2012). Kabupaten Bogor adalah salah satu wilayah Bogor
yang terdapat banyak usaha tahu dan menjadi salah satu sentra UMKM tahu di
Jawa Barat. Sebagian besar bentuk usaha pengolahan kedelai menjadi tahu adalah
Usaha Kecil Menengah (UKM) akan tetapi masih terdapat usaha tahu yang
termasuk dalam usaha skala mikro. Seiring dengan pertumbuhan kuantitas dari
industri tahu di Indonesia, maka persaingan di industri tahu saat ini berjalan
dengan ketat sehingga pelaku usaha tahu harus dapat meningkatkan kinerja usaha
dan memiliki bergaining position yang kuat di pasar. Berdasarkan data dari

5
KOPTI Kabupaten Bogor tahun 2012, jumlah UMKM tahu di Kabupaten Bogor
pada tahun tersebut sebanyak 327 unit yang mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 1 545 orang, sehingga dapat disimpulkan bahwa industri tahu mampu
menjadi motor penggerak perekonomian Kabupaten Bogor. Apabila dibandingkan
dengan industri sejenis di wilayah Kota Bogor, jumlah UMKM tahu di Kota
Bogor lebih sedikit dibandingkan di Kabupaten Bogor yaitu sebanyak 155
(PRIMKOPTI 2012). Berdasarkan uraian di atas, maka dipilihlah wilayah
Kabupaten Bogor sebagai lokasi pada penelitian ini yang didasarkan pada frame
sampling dari KOPTI Kabupaten Bogor.

Perumusan Masalah
Orientasi kewirausahaan terjadi atas dasar rencana bisnis strategis yang
harus disiapkan untuk diaplikasikan oleh pelaku usaha. Rencana bisnis strategis
ini berbeda untuk setiap usaha yang dijalankan tergantung pada sumber daya serta
kemampuan dari setiap pelaku usaha. Hal tersebut disesuaikan dengan cara pelaku
usaha dalam mengatur dan mengambil keputusan dalam menjalanan usahanya.
Sebuah rencana bisnis strategis merupakan integrasi dari berbagai elemen yang
mendorong bisnis ke arah pencapaian tujuan secara keseluruhan. Rencana bisnis
strategis tergantung pada aplikasi praktek yang efektif dan keberlanjutan serta
pelaku usaha yang kompetitif. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa orientasi
kewirausahaan memiliki berbagai aspek dan elemen bila diterapkan dalam lingkup
operasional organisasi (Rauch et al. 2009). Orientasi kewirausahaan telah muncul
sebagai konsep penting dalam manajemen strategis dan kewirausahaan selama dua
dekade terakhir. Sebagai awalnya diusulkan oleh Miller (1983) orientasi
kewirausahaan melibatkan kesediaan pelaku usaha untuk berinovasi untuk
memenuhi kebutuhan pasar. Selain itu dengan mencoba untuk menghasilkan
produk dan layanan baru dengan kata lain berani mengambil risiko akan hal
tersebut, serta untuk lebih proaktif dibandingkan pesaingnya dalam mencari
peluang pasar baru.
Kedelai yang awalnya hanya sebagai komoditas palawija tradisional, telah
berubah menjadi komoditas pangan strategis dalam ekonomi nasional. Hal
tersebut disebabkan salah satunya kedelai menduduki posisi sangat penting untuk
konsumsi pangan karena mengandung protein, lemak, vitamin dan mineral yang
permintaannya meningkat dari tahun ke tahun (Supadi 2009). Kedelai sebagai
komoditas pangan yang strategis, mungkin terlalu berisiko apabila diserahkan
sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Alasan yang dijadikan pertimbangan
utamanya adalah komoditas ini memegang peranan sentral dalam seluruh
kebijakan pangan nasional karena sangat penting dalam menu pangan masyarakat
Indonesia (Sumarno et al. dalam Supadi 2009). Kedelai berperan sebagai sumber
nabati yang penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat, karena selain
aman bagi kesehatan juga relatif murah dibandingkan dengan protein hewani
(Swastika et al. dalam Supadi 2009). Produk pangan yang dihasilkan dari
komoditas kedelai relatif murah dan beragam, salah satunya adalah tahu. Tahu
sudah menjadi makanan masyarakat Indonesia. Walaupun ada yang mengatakan
bahwa tahu berasal dari Cina yang dikenal dengan nama tofu, namun masyarakat
Indonesia sudah menganggapnya sebagai makanan tradisional yang bergizi,

6
murah dan lezat. Tahu, merupakan makanan sederhana yang nikmat serta kaya
gizi dengan teksturnya yang kenyal halus dan rasanya yang gurih.
Berbagai permasalahan yang merupakan tantangan harus dihadapi oleh para
pelaku usaha tahu. Akan tetapi, para pelaku usaha tahu masih tetap berusaha keras
menjalankan usahanya. Menurut kondisi di lapang, para pelaku usaha tahu
menyatakan bahwa permintaan akan tahu setiap tahunnya dapat meningkat
sebesar 10 persen per tahun. Permintaan tahu yang semakin meningkat di setiap
tahunnya seiring dengan perkembangan bisnis kuliner, terutama jumlah restaurant
dapat dijadikan sebagai peluang. Kondisi nyatanya, mayoritas tempat makan itu
menyajikan olahan tahu sebagai pelengkap sajian. Usaha tahu sangat kompetitif,
hampir di setiap kota maupun kabupaten selalu terdapat pabrik tahu. Berdasarkan
hal tersebut, diduga pelaku usaha tahu memiliki agresivitas kompetitif. Akan
tetapi, masih terdapat banyak peluang usahanya karena tahu termasuk makanan
favorit masyarakat Indonesia. Rata-rata margin keuntungan dari usaha tahu
mencapai 20 persen (Muchlis 2014). Namun, lokasi pabrik tahu ikut berperan
dalam menentukan besarnya keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha
pembuatan tahu. Muchlis (2014) menyatakan bahwa perbedaan margin yang
didapatkan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah perbedaan daya
beli masyarakat dan jumlah pabrik di suatu daerah dengan daerah lain.
Terjadinya gejolak seperti berkurangnya pasokan yang diikuti dengan
lonjakan harga kedelai akan memberikan dampak negatif terhadap
keberlangsungan UMKM tahu. Kenaikan harga kedelai dimulai pada tahun 2008
dimana harga kedelai yang semula hanya Rp5 389 per kilogram pada tahun 2007
menjadi Rp8 536 per kilogram pada tahun 2008, yang diakibatkan kenaikan harga
kedelai di pasar internasional sebesar 48.16 persen. Sampai dengan tahun 2012
harga kedelai masih sekitar Rp8 000 per kilogram, akan tetapi pada tahun 2013
kenaikan harga kedelai terjadi yaitu di atas Rp9 000 per kilogram (BKP Pertanian
2013). Harga kedelai pada tahun 2014 mengalami penurunan jika dibandingkan
tahun 2013 yaitu sekitar Rp8 025 per kilogram menurut hasil wawancara oleh
Primartantyo (2014). Akan tetapi fluktuasi harga kedelai terus terjadi setiap
harinya, hasil wawancara dengan salah satu pengurus KOPTI Kabupaten Bogor
mengatakan bahwa setiap harinya harga kedelai dapat naik maupun turun sekitar
Rp100-Rp 200 per kilogram dan pada bulan Desember 2014 ini harga kedelai Rp8
200 per kilogram. Fluktuasi harga kedelai yang terjadi disebabkan karena
berkurangnya pasokan kedelai di dunia, dimana kedelai yang digunakan untuk
pembuatan produk pangan khususnya tahu ini sebagian besar masih diimpor dari
luar seperti dari Amerika, Brazil, dan Argentina. Selain itu, Dewan Kedelai
Nasional (DKN) mengidentifikasi bahwa adanya praktik kartel sebagai penyebab
melonjaknya harga kedelai saat ini. Lonjakan harga kedelai saat ini tidak sematamata hanya karena kurs rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat,
tetapi terjadi karena perdagangan kedelai dikontrol sepenuhnya oleh pihak swasta.
Harga kedelai yang tidak menentu ini merupakan salah satu risiko produksi yang
dihadapi hampir seluruh UMKM tahu di Kabupaten Bogor. Pelaku usaha tahu
harus memiliki tindakan berani mengambil risiko dalam menjalankan usahanya
ketika terjadi fluktuasi harga.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tahu di Kabupaten Bogor
merupakan salah satu sektor industri yang cukup banyak di Kabupaten Bogor.
Pemerintah Kabupaten Bogor memberikan perhatian khusus terhadap sektor

7
industri tahu di Kabupaten Bogor. Bentuk perhatian khusus yang diberikan
pemerintah salah satunya adalah dengan dibentuknya Koperasi Tahu Tempe
Indonesia (KOPTI) pada tahun 1980-an sebagai organisasi yang membantu para
pelaku usaha tempe dan tahu dalam menjalankan usahanya. Salah satu peranan
KOPTI adalah memberikan bantuan berupa kemudahan dalam mendapatkan
pasokan kedelai dengan harga terjangkau. Jumlah pelaku usaha tahu yang cukup
banyak itu tersebar di 14 kecamatan wilayah pelayanan yang berada di wilayah
Kabupaten Bogor. Para pelaku usaha tahu berjumlah 327 yang terdaftar di KOPTI
Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah anggota dan tenaga kerja pelaku usaha tahu anggota KOPTI
berdasarkan wilayah pelayanan di Kabupaten Bogor tahun 2012

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Wilayah pelayanan
Ciseeng
Parung
Cibinong
Citeureup I
Citeureup II
Bojong Gede
Sukaraja
Ciawi Megamendung
Caringin Cijeruk
Tamansari
Leuwiliang
Ciampea
Cibungbulang
Jasinga
Dramaga
Jumlah

Jumlah anggota
74
11
44
4
6
2
21
19
46
47
1
6
34
6
6
327

Jumlah tenaga kerja
423
44
168
14
19
15
95
96
182
215
5
25
185
31
28
1 545

Sumber : KOPTI Kabupaten Bogor 2012 (diolah)

Para pelaku usaha tahu memiliki beberapa target yang ingin dicapai dalam
menjalankan usahanya. Target tersebut antara lain adalah ingin menciptakan
variasi produk olahan tahu. Pelaku usaha tahu berusaha menciptakan variasi
produk tahu yang diproduksi dengan menambahkan kunyit dalam pembuatannya,
sehingga menghasilkan tahu kunyit. Variasi tahu lainnya adalah dengan membuat
berbagai bentuk dari tahu seperti tahu kotak dan tahu bulat. Variasi dalam bentuk
kemasan juga dapat dilakukan dengan memberikan label berupa merek atau brand
dari produk tahu diproduksinya. Selain itu bentuk kemasan produk dibuat
semenarik mungkin, sehingga dapat meningkatkan minat konsumen untuk
membeli produk tahu dengan melihat tampilan awal yang menarik. Variasi
tersebut pada dasarnya diciptakan untuk membuat diferensiasi produk, sehingga
dapat memberikan suatu kekhasan produk tahu dibandingkan dengan produk tahu
di daerah lain. Target pencapaian oleh para pelaku usaha tahu tersebut merupakan
bentuk inovasi yang ingin diciptakan, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja
dari usaha yang berujung pada keberhasilan usahanya. Keinovatifan dari pelaku
usaha tahu mengacu pada kemampuan yang terbuka dengan hal-hal yang baru,
berusaha mencari tahu mengenai hal yang dianggap baru mengenai usaha yang

8
dijalankan. Beberapa pelaku usaha tahu telah melakukan beberapa inovasi produk
tahu, akan tetapi inovasi harus terus dilakukan seiring dengan perkembangan
zaman.
UMKM tahu tersebar hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Bogor.
Hal tersebut membuat antar pelaku usaha tahu harus berkompetisi untuk
mendapatkan konsumen. Walaupun di setiap kecamatan terdapat usaha tahu,
peluang dari usaha tahu di Kabupaten Bogor cukup besar. Bisnis kuliner di
wilayah Bogor berkembang pesat, hampir di setiap rumah makan menyediakan
berbagai produk olahan tahu. Maka dari itu berkembangnya bisnis kuliner di
Bogor dapat dijadikan sebagai peluang bagi pelaku usaha tahu. Setiap wilayah
kecamatan di Bogor terdapat beberapa usaha tahu sejenis, sebagai pelaku usaha
tahu yang cerdik harus mampu memanfaatkan peluang dengan meningkatkan
keunggulan dari produk yang dijualnya sebagai wujud dari proaktif dalam
menjalankan usaha. Selain itu, kepekaan terhadap lingkungan bisnis diperlukan
dalam menjalankan usaha tahu ini.
UMKM tahu ini dipimpin oleh seorang pelaku usaha yang memiliki
otonomi dalam menjalankanya. Pelaku usaha tahu ini berwenang dan bertanggung
jawab atas seluruh kegiatan usahanya di setiap kondisi dan situasi. Kondisi dan
situasi bisnis yang terjadi pada kenyataannya diperlukan kemampuan dalam
menghadapi hal tersebut. Pelaku usaha dituntut untuk dapat menentukan rencana
strategis dalam usaha yang dijalankan pada kondisi apapun yang disebut dengan
orientasi kewirausahaan. Orientasi kewirausahaan pelaku usaha tahu di Kabupaten
Bogor diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sumberdaya seperti
keuangan sebagai modal usaha, bahan baku dan jumlah tenaga kerja.
Karakteristik usaha seperti skala usaha merupakan faktor yang memengaruhi
orientasi kewirausahaan. Kondisi eksternal seperti persaingan secara langsung
maupun tidak langsung berpengaruh pada orientasi kewirausahaan. Pemerintah
juga berperan dalam meningkatkan kewirausahaan pada pelaku usaha tahu
dibuktikan dengan dibentuknya KOPTI yang ada di Kabupaten Bogor. Akan
tetapi, perlu dilihat tanggapan pelaku usaha tahu tersebut terhadap peran
pemerintah untuk meningkatkan kewirausahaan pada pelaku usaha tahu.
Permasalahan yang terjadi pada UMKM tahu di Kabupaten Bogor seperti
lonjakan harga kedelai, laba yang tidak menentu, dan skala usaha yang masih
kecil menyebabkan kinerja UMKM tahu di Kabupaten Bogor mengalami
ketidakstabilan. Ketidakstabilan kinerja tersebut merupakan salah satu hal penting
yang akan memengaruhi keberlanjutan dari usaha tahu. Selain itu, berdasarkan
identifikasi kondisi lingkungan usaha, diduga terdapat orientasi kewirausahaan
pada pelaku usaha tahu tersebut yang memiliki pengaruh secara langsung maupun
tidak langsung terhadap kinerja usaha tahu. Jadi terdapat keterkaitan antara
orientasi kewirausahaan dengan kinerja usaha dari pelaku usaha tahu di
Kabupaten Bogor. Pelaku usaha tahu di Kabupaten Bogor dalam memutuskan
suatu keputusan usaha dipengaruhi oleh adanya gaya pengambilan keputusan.
Identifikasi mengenai orientasi kewirausahaan dengan kinerja usaha diduga
dipengaruhi oleh gaya pengambilan keputusan pelaku usaha khususnya untuk
pelaku usaha tahu di Kabupaten Bogor. Ketika kinerja usaha tersebut buruk dapat
dilakukan perbaikan dalam menjalankan usaha, sebaliknya apabila kinerja usaha
tersebut baik, dapat dilakukan peningkatan dalam menjalankan usaha. Kinerja
usaha perlu dianalisis untuk melihat perkembangan dari suatu usaha. Berdasarkan

9
uraian sebagaimana dijelaskan pada paragraf sebelumnya, permasalahan yang
akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1) Faktor apa saja yang memengaruhi orientasi kewirausahaan pelaku usaha
pembuatan tahu dalam menjalankan usaha untuk meningkatkan kinerja
usahanya ?
2) Dimensi apa saja yang membentuk orientasi kewirausahaan pelaku usaha
pembuatan tahu dalam menjalankan usaha untuk meningkatkan kinerja
usahanya ?
3) Bagaimana pengaruh orientasi kewirausahaan pelaku usaha pembuatan tahu
terhadap kinerja usaha dengan adanya gaya pengambilan keputusan sebagai
variabel moderator ?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:
1) Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi orientasi kewirausahaan pelaku
usaha pembuatan tahu dalam menjalankan usaha untuk meningkatkan kinerja
usahanya.
2) Menganalisis dimensi yang membentuk orientasi kewirausahaan pelaku usaha
pembuatan tahu dalam menjalankan usaha untuk meningkatkan kinerja usaha.
3) Menganalisis pengaruh orientasi kewirausahaan pelaku usaha pembuatan tahu
di Kabupaten Bogor terhadap kinerja usaha dengan gaya pengambilan
keputusan sebagai variabel moderatornya.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan bagi pihak-pihak
yang berkepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti:
1) Pelaku UMKM pembuatan tahu, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
mengembangkan orientasi kewirausahan yang lebih berdampak pada
peningkatan kinerja usaha.
2) Pengambil kebijakan, penelitian ini berguna sebagai bahan referensi dalam
meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan yang berkaitan dengan
program-program pengembangan kewirausahaan.
3) Bagi penulis, penelitian ini berguna sebagai pondasi dalam meningkatkan
motivasi pengembangan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di kampus.

Ruang Lingkup Penelitian
1) Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi orientasi
kewirausahaan, dimensi orientasi kewirausahaan serta pengaruh orientasi
kewirausahaan terhadap kinerja usaha dengan gaya pengambilan keputusan
sebagai variabel moderator.
2) Penelitian mengenai orientasi kewirausahaan ini menggunakan model dari
Lumpkin dan Dess (1996) yang dimodifikasi oleh peneliti.

10
3) Penelitian ini ditujukan pada pelaku UMKM pembuatan tahu di 14 Kecamatan
(wilayah pelayanan) yang ada di Kabupaten Bogor dan merupakan anggota
dari KOPTI Kabupaten Bogor.
4) Faktor-faktor orientasi kewirausahaan, dimensi dari orientasi kewirausahaan
dan pengaruh dari orientasi kewirausahaan terhadap kinerja usaha dianalisis
menggunakan Partial Least Square (PLS).

2 TINJAUAN PUSTAKA
Dimensi Orientasi Kewirausahaan
Penelitian orientasi kewirausahaan banyak memperdebatkan mengenai
orientasi kewirausahaan terdiri dari tiga komponen yang berbeda ataukah
membentuk suatu keseluruhan yang terintegrasi (Covin dan Slevin 1989;
Lumpkin dan Dess 1996). Sebagian besar penelitian memperlakukan orientasi
kewirausahaan sebagai salah satu dimensi (Rauch et al. 2009). Orientasi
kewirausahaan terdiri dari tiga dimensi menurut identifikasi dari Covin dan Slevin
(1989) yang didukung oleh Miller dan Freiesen (1982), ketiga dimensi tersebut
yaitu keinovatifan, berani mengambil risiko, dan proaktif untuk mengkarakterisasi
dan menguji kewirausahaan. Setelah itu, Lumpkin dan Dess (1996)
mengidentifikasi dua dimensi tambahan yaitu otonomi dan agresivitas kompetitif.
Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa agresivitas kompetitif merupakan
bagian dari faktor proaktif dan tidak mewakili faktor terpisah (Chang dan Lin
2011).
Lumpkin dan Dess (1996) berpendapat bahwa proses destruksi kreatif
diawali dengan seorang pengusaha menciptakan inovasi yang merupakan faktor
penting keberhasilan dalam orientasi kewirausahaan. Selain itu, hubungan antara
kewirausahaan dan inovasi didukung oleh hasil penelitian dari Shane, Kolvereid
dan Westhead (1991), yang menemukan bahwa inovasi adalah salah satu motif
utama untuk memulai usaha. Alvarez dan Barney yang diacu pada Balan (2010)
mengemukakan bahwa dalam menghadapi lingkungan usaha yang semakin
kompleks, maka suatu usaha perlu meningkatkan inovasi dari usaha yang
dijalankannya untuk meningkatkan daya saing dan keberlangsungan usaha. Secara
khusus, terdapat penelitian yang menunjukkan terdapat hubungan positif antara
inovasi dengan kinerja perusahaan (Covin dan Slevin 1989).
Kewirausahaan dan inovasi adalah konsep yang terpisah yang keduanya
dianggap sebagai drive pertumbuhan ekonomi (Brett dan Gourman 2013).
Feldman dan Francis (2004) membahas bahwa mendorong pengembangan
keinovatifan dari pengusaha dengan pendekatan kewirausahaan akan memberikan
kesuksesan dalam menjalankan usaha. Segala macam bentuk inovasi termasuk
tingkat spesifik kebaruan tentunya memiliki kaitan yang erat dengan hal-hal baru
(Brem 2011). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa inovasi berkaitan erat
dengan diciptakan atau ditemukannya sesuatu hal yang baru.
Ireland dan Webb (2007) menegaskan bahwa orientasi kewirausahaan dapat
terwujud melalui penerapan inovasi pada produk maupun proses suatu usaha yang
dijalankan. Inovasi perlu dikombinasikan dengan pendekatan kewirausahaan

11
untuk mengenali peluang yang kemudian dapat dimanfaatkan melalui inovasi
untuk mewujudkan suatu keberhasilan usaha (Balan 2010). Tingkat inovasi akan
memutuskan seberapa jauh dan seberapa dalam inovasi tersebut akan mencapai
tujuan strategis dari usaha yang dijalankannya (Hult et al. 2004). Sebuah postur
strategis yang inovatif dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan karena
meningkatkan kemungkinan bahwa perusahaan akan menyadari inovasi sebagai
penggerak utama dalam mencapai keuntungan dengan memanfaatkan peluang
pasar untuk meningkatkan hasil keuangan usaha ( Hult et al. 2004).
Proaktif sebagai perspektif dalam mencari kesempatan atau peluang untuk
berkompetisi dan bertindak dalam mengantisipasi perubahan lingkungan di masa
mendatang merupakan dimensi dari orientasi kewirausahaan (Covin dan Slevin
1991; Lumpkin dan Dess 1996; Rauch et al. 2009). Oleh karena itu, dengan
adanya perspektif tersebut pelaku usaha yang proaktif dapat memanfaatkan
peluang yang muncul (Keh et al. 2007). Perusahaan dengan pelaku usaha yang
proaktif dapat memperoleh keuntungan dan membidik target segmen pasar
sehingga dapat mengungguli pesaing (Lumpkin dan Dess 2001). Oleh karena itu,
proaktif diharapkan akan berperan penting dalam mempertahankan keunggulan
kinerja perusahaan (Lumpkin dan Dess 2001).
Mengambil risiko dapat dilihat dari sejauh mana suatu perusahaan bersedia
untuk membuat komitmen besar dan berisiko (Covin dan Slevin 1991). Tindakan
pengambilan risiko oleh pelaku usaha dapat diklasifikasikan menjadi tindakan
berisiko rendah dan berisiko tinggi (Lumpkin dan Dess 1996). Umumnya, pelaku
usaha yang memiliki perilaku berisiko kewirausahaan cenderung memilih
kegiatan usaha yang berisiko tinggi untuk mendapatkan hasil yang tinggi. Hal ini
dapat dilihat sebagai indikator atau ukuran pengambilan risiko bagi pelaku usaha.
Pengambilan risiko merupakan kegiatan yang membutuhkan kecepatan dalam
bertindak untuk merebut dan menilai peluang pasar, mengalokasikan sumberdaya
dengan tepat, dan cenderung berani bertindak dalam mengambil keputusan.
Bahkan, keberanian dalam memanfaatkan peluang untuk menghasilkan produk
dan jasa yang baru dianggap sebagai refleksi dari orientasi kewirausahaan
(Antoncic dan Hisrich 2003; Naldi 2007).
Penanganan risiko terdiri dari beberapa tahap yaitu identifikasi, analisis,
pencegahan dengan menyeimbangkan biaya untuk melindungi perusahaan
terhadap risiko. Cara ideal untuk mengatasi risiko adalah dengan memahami
risiko