Teknologi Membran

Industri Kimia Kecil dan Menengah
ISSN 1410-9891

Penerapan Teknologi Membran pada Proses Klarifikasi Nira Tebu
di Pabrik Gula : Pengaruh Tekanan Operasi Membran pada
Karakteristik Permeat
Sasmito Wulyoadi, Imron Rosidi, Kaseno
Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT
Gedung 630 Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang, Banten, 15314
email : sasmitow@webmail.bppt.go.id
Abstrak
Telah dilakukan penelitian klarifikasi nira mentah dengan menggunakan membran ultrafiltrasi
(UF) di PG Candi Baru Sidoarjo. Spesifikasi membran UF adalah spiral wound, MWCO 10000
dalton dan surface area 7,5 m2 . Sebelum diumpankan ke membran, nira mentah disaring dengan
ayakan mesh 60 dan lumpur yang terkandung dalam nira mentah diendapkan, kemudian nira
disaring dengan prefilter 50 mikron. UF nira dilakukan secara batch dengan memvariasikan
transmembrane pressure (TMP).
Karakteristik permeat, kualitas dan rendemen gula
dibandingkan dengan nira encer dan gula hasil sulfitasi. Hasil uji coba adalah bahwa UF nira
mentah pada TMP 1,6 – 6 bar menunjukkan derajat penolakan warna, turbiditi dan CaO-MgO
pada permeat lebih besar daripada nira encer. TMP 5 bar merupakan kondisi optimum untuk

mendapatkan fluks yang maksimal. Gula hasil UF nira mempunyai warna dan kandungan SO2
yang lebih rendah daripada gula hasil sulfitasi. UF membran meningkatkan rendemen gula 0,3%
lebih tinggi daripada proses sulfitasi.
Abstract
Study on raw canejuice clarification using ultrafiltration membrane has been undertaken at an
Indonesian sugar factory. The membrane specification is spiral wound, MWCO 10000 dalton and
has 7.5 m2 surface area. Prior to feeding into the membrane, the juice was filtered by a 60 mesh
screen and the mud contained in the juice was precipated. Subsequently, the juice was filtered
using a 50 micron prefilter. Ultrafiltration was carried out on batch by varying transmembrane
pressure (TMP). The field experimental results showed that ultrafiltration of raw canejuice on
TMP 1,6 - 6 bar showed rejection fraction of color, turbidity and CaO-MgO on permeate bigger
than that of sulfitation-clarified juice. TMP 5 bar was optimum condition for getting the maximum
flux. The membrane-processed sugar had color and SO2 lower than the sulfitation-processed sugar.
Membrane ultrafiltration increased sugar yield by 0,3% higher than sulfitation process.
Pendahuluan
Industri gula merupakan industri yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemenuhan salah
satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia,
kebutuhan gula dalam negeri dari tahun ke tahun terus meningkat dan pada sepuluh tahun terakhir mencapai
sekitar 3,3 juta ton per tahun. Pada saat ini jumlah pabrik gula di Indonesia berkisar 61 buah dengan produksi
gula berkisar 2,2 juta ton per tahun. Produksi ini akan terus menurun karena pabrik-pabrik gula kecil di Jawa

diperkirakan akan mengalami penutupan. Pada tahun 2020 diperkirakan kebutuhan gula nasional mencapai 5,2
juta ton per tahun (Murdiyatmo, 2002). Dengan demikian pada tahun tersebut diperkirakan Indonesia harus
mengimpor gula sebesar 3,4 sampai 4 juta ton per tahun. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya melakukan
peningkatan efisiensi industri gula nasional.
Lebih dari 90% pabrik gula di Indonesia menggunakan proses sulfitasi dalam tahap klarifikasi
(penjernihan) nira mentah, yaitu proses pembuatan gula yang menggunakan bahan kimia kapur dan belerang.
Walaupun proses ini dianggap paling murah untuk menghasilkan gula putih (SHS), tetapi mempunyai beberapa
kelemahan terutama untuk pabrik-pabrik gula besar yang kontinuitas bahan bakunya kurang terjamin seperti
peralatan cepat rusak karena korosi; nira tebu mudah menjadi asam karena pengaruh adanya gas belerang
dioksida dalam nira, sehingga akan merusak kandungan gula dalam nira yang dikenal dengan peristiwa inversi;
pengerakan yang terjadi pada pabrik gula sulfitasi lebih cepat dengan sifat kerak yang keras terutama yang
terjadi pada pipa-pipa pemanas di pan penguapan (evaporator), sehingga sering mengakibatkan gangguan proses
dan menurunnya kapasitas pabrik; pengerakan yang cepat serta dengan sifat kerak yang keras tersebut
mengakibatkan alat-alat kontrol proses (pH control, level control, conductivity control dll) tidak dapat bekerja
dengan baik; gula produk (SHS) pabrik sulfitasi tidak tahan disimpan lama (warnanya berubah) terutama jika
saat pengemasannya dilakukan pada suhu yang masih tinggi (di atas 50 oC); limbah yang timbul dari pabrik gula
sulfitasi tergolong paling berat dibanding dengan proses-proses yang lain, walaupun belum termasuk kategori

Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif


1

Industri Kimia Kecil dan Menengah
ISSN 1410-9891
pencemaran berat. Limbah ini terdiri dari limbah padat blotong dan abu ketel, limbah cair cair air
buangan/injeksi dan limbah gas berupa debu dari abu ketel yang keluar dari cerobong dan gas belerang dioksida
dari stasiun pemurnian (Istadi, 2000).
Perihal kualitas nira encer (nira jernih) yang dihasilkan dari proses klarifikasi cara sulfitasi, Martoyo
(2001) menjelaskan bahwa mutu nira encer masih rendah, turbiditi yang dicapai masih berkisar 70 – 150 ppm,
kandungan polisakaridanya juga tinggi dan warnanya gelap, biasanya lebih tinggi dari 10.000 IU. Dengan
kondisi nira encer yang demikian sulit diharapkan untuk menghasilkan gula dengan mutu yang baik. Di samping
itu dengan mutu nira encer yang jelek, tahapan proses berikut akan mengalami kesulitan. Masakan menjadi
viskos akibatnya kristalisasi berjalan lambat dan menimbulkan kesulitan pada proses sentrifugasi. Akibatnya
kehilangan gula dalam tetes meningkat atau recovery gula menurun. Kerugian yang ditimbulkan besar, baik
karena mutu produk (gula) yang rendah sehingga harga jualnya rendah maupun karena jumlah gula yang
dihasilkan lebih sedikit.
Untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh proses sulfitasi, diusulkan proses klarifikasi nira
mentah dengan menggunakan membran ultrafiltrasi (UF). Penggunaan membran UF dalam industri gula
Indonesia masih dalam taraf penelitian laboratorium (Bahrumsyah, 2001), sedangkan penelitian pada kapasitas

pilot sudah pernah dilakukan oleh P3GI Pasuruan yang bekerja sama dengan TSK Jepang (Martoyo, 2001).
Namun, penelitian tersebut hingga kini belum ada tindak lanjutnya untuk dikembangkan ke skala yang lebih
besar. Untuk dapat melakukan aplikasi membran pada skala komersial, terlebih dahulu perlu dilakukan
pengkajian pada skala pilot, sehingga akan didapatkan data hasil uji coba dan perhitungan tekno ekonomi yang
lebih valid.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekanan operasi membran (transmembrane pressure)
terhadap fluks dan karakteristik permeat, membandingkan karakteristik permeat (hasil ultrafiltrasi) dengan
karakteristik nira encer (hasil sulfitasi) serta membandingkan kualitas dan rendemen gula yang dihasilkan baik
dari proses sulfitasi maupun dari ultrafiltrasi.
Metodologi Penelitian
Spesifikasi membran ultrafiltrasi (UF) diperlihatkan pada tabel 1. Semua bahan kimia yang digunakan
untuk analisa nira dan gula adalah analytical grade dan dapat dibeli di Indonesia.
Tabel 1. Spesifikasi membran UF
Spesifikasi
Konfigurasi
Dimensi
MWCO
Bahan membran
Luas efektif membran


Keterangan
Lilitan spiral (spiral wound)
4” X 40”
10000 dalton
Polyethersulfone
7,5 m2

Uji coba klarifikasi nira mentah dengan menggunakan membran ultrafiltrasi dilakukan di pabrik gula
Candi Baru Sidoarjo. Nira mentah yang sudah didefekasi (dinetralkan pH-nya dengan Ca(OH)2) pada suhu 60 –
70 oC dialirkan ke bak penampung melalui ayakan stainless steel mesh 60 (250 mikron) untuk dipisahkan
bagasilo (serat-serat tebu) yang kasar & partikel-partikel kasar dari nira mentah. Di dalam bak penampung, nira
diturunkan suhunya menjadi 40 – 45 oC dengan menggunakan air proses pabrik yang disirkulasikan melalui koil
pendingin. Penurunan suhu perlu dilakukan karena filter membran UF yang digunakan dalam uji coba ini hanya
tahan pada suhu maksimum 50 oC . Di samping itu, di bak ini juga dilakukan pengendapan secara alami lumpur
(mud) yang tersuspensi di dalam nira. Bila tidak dilakukan proses pengendapan, lumpur tersebut akan
menyumbat prefilter yang berukuran 50 mikron. Setelah dilakukan proses pendinginan dan pengendapan selama
60 menit , nira yang bebas lumpur dipompa ke tangki umpan yang terbuat dari SS melalui prefilter 50 mikron
untuk dipisahkan sisa-sisa lumpur halus yang mungkin masih terikut di dalam nira. Dari tangki umpan nira
dipompa melalui membran UF untuk dilakukan proses pemurnian. Permeat yang melalui pori-pori membran
ditampung di tangki produk, sedangkan retentat yang ditolak oleh pori-pori membran disirkulasikan ke tangki

umpan. Penentuan kondisi optimum didasarkan atas pertimbangan fluks permeat yang tinggi, kestabilan fluks
serta derajat penolakan (rejection fraction) warna, CaO-MgO dan partikel tersuspensi yang tinggi. Variabel
penelitian adalah tekanan operasi membran dari 1,6 bar hingga 6 bar. Setelah didapatkan kondisi optimum,
dilakukan uji coba pembuatan gula dari permeat. Permeat yang dihasilkan dikirim ke Experimental Plant P3GI
Pasuruan untuk dilakukan proses evaporasi, kristalisasi dan sentrifugasi menjadi gula kristal.
Analisis sampel (nira mentah, permeat dan nira encer) mencakup warna, pol, brix, turbiditi, pH,
kandungan CaO – MgO, suspended solid, amilum, sukrosa, gula reduksi dan abu, Analisis sampel gula (baik
gula dari hasil ultrafiltrasi membran maupun gula dari hasil proses klarifikasi cara sulfitasi) mencakup warna,
kadar sulfur dan nilai remisi. PH nira diukur dengan menggunakan pH meter, brix diukur dengan refractometer,

Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif

2

Industri Kimia Kecil dan Menengah
ISSN 1410-9891
pol diukur dengan polarimeter, kadar sukrosa diukur dengan metoda Glerget – Steuerwald, kadar CaO – MgO
dianalisa dengan metode kompleksometris, warna dan turbiditi diukur dengan spectrofotometer, kadar amilum
(starch) dianalisa dengan kalium yodida, kadar SO2 dianalisa dengan metode Jodometri, kandungan gula reduksi

dianalisa dengan metode Eynon dan Lane dan kadar abu dianalisa dengan alat universal raffinometer Dr. Buse
Todt Gollnow.
Hasil penelitian dan perhitungan rendemen gula menggunakan istilah derajat penolakan (rejection
fraction), kenaikan kemurnian dan rendemen gula yang didefinisikan sebagai berikut :
Derajat penolakan
warna (%)

=

warna nira mentah – warna permeat atau nira encer
warna nira mentah

Derajat penolakan
turbiditi (%)

=

turbiditi nira mentah – turbiditi permeat atau nira encer
turbiditi nira mentah


Derajat penolakan
CaO-MgO (%)

=

CaO-MgO nira mentah – CaO-MgO permeat atau nira encer
CaO-MgO nira mentah

Derajat penolakan
amilum (%)

=

amilum nira mentah – amilum permeat atau nira encer
amilum nira mentah

Derajat penolakan
suspended solid (%)

=


suspended solid nira mentah – suspended solid permeat atau nira encer
suspended solid nira mentah

kenaikan kemurnian

=

HKpermeat atau nira encer – HKnira mentah

HK = Harkat
kemurnian (%)

=

Pol (%)
Brix (%)

% recovery


=

HKsukrosa X (HKpermeat atau nira encer – HKmolase atau stroop A pabrik)
HKpermeat atau nira encer X (HKsukrosa – HKmolase atau stroop A pabrik)

Rendemen gula

=

% recovery X % pol permeat atau nira encer

X 100

X 100

X 100

X 100

X 100


X 100

Hasil dan Diskusi
Tabel 2 menunjukkan karakteristik nira mentah yang digunakan sebagai umpan membran dan umpan proses
sulfitasi, karakteristik nira encer (nira jernih) yang merupakan hasil proses sulfitasi yang saat ini digunakan di
pabrik gula Candi Baru dan karakteristik permeat yang merupakan hasil ultrafiltrasi.
Tabel 2. Karakteristik nira mentah, nira encer dan permeat
Nama sampel
Nira mentah
Karakterisitik
Brix (%)
13,16 – 14,98
Pol (%)
9,69 – 11,03
CaO-MgO (ppm)
956 – 2473
Turbiditi (ppm SiO2)
60 – 634
Warna (ICUMSA)
4950 – 16800
Suspended solid (ppm)
621 – 1005
Amilum (ppm)
124 – 138
Gula reduksi (%)
1,04 – 1,25
Sukrosa (%)
10,74 – 11,67
Abu (%)
0,48 – 0,60
pH
7,3 – 7,7

Nira encer

Permeat

12,55 – 14,40
9,63 – 11,04
1204 – 1742
30 – 105
3302 – 5700
156 – 250
37 – 41
1,36 – 1,38
10,34 – 11,32
0,59 – 0,66
6,0 – 8,0

10,46 – 13,99
8,07 – 12,30
731 – 1457
0–6
612 – 4225
27 – 112
22 – 27
1,04 – 1,20
10,65 – 12,91
0,54 – 0,75
7,1 – 7,6

Gambar 1 menunjukkan derajat penolakan warna dan turbiditi permeat pada berbagai tekanan operasi
membran yang dinyatakan dalam transmembrane pressure (TMP), dibandingkan dengan derajat penolakan
warna dan turbiditi nira encer. Terlihat pada gambar tersebut bahwa pada berbagai tekanan operasi membran,
derajat penolakan warna pada permeat antara 75% - 90%. Derajat penolakan warna ini lebih besar dari pada

Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif

3

Industri Kimia Kecil dan Menengah
ISSN 1410-9891
derajat penolakan warna nira encer yang hanya antara 13% - 66%. Warna permeat yang dihasilkan 1,3 – 7,8 kali
lipat lebih rendah daripada warna nira encer. Dengan kata lain, penggunaan teknologi membran UF dalam proses
klarifikasi nira mentah lebih meningkatkan pemisahan warna daripada penggunaan teknologi klarifikasi cara
sulfiltasi yang konvensional. Terlihat pada gambar tersebut bahwa pada berbagai tekanan operasi membran,
derajat penolakan turbiditi pada permeat hampir sempurna (98 % - 100 %), sedangkan pada nira encer antara
73% - 90%. Dengan kata lain, penggunaan teknologi membran UF dalam proses klarifikasi nira mentah jauh
lebih meningkatkan pemisahan turbiditi (derajat penolakan turbiditi) daripada penggunaan teknologi klarifikasi
cara sulfitasi yang konvensional.
Permeat

Permeat

Derajat penolakan warna (%)

Derajat penolakan turbiditi (%)

100,0%

Nira Encer

100%
80%
60%
40%
20%
0%
1,6

2,3

2,9

4,0

5,0

Nira Encer

80,0%
60,0%
40,0%
20,0%
0,0%
1,6

6,0

2,3

2,9

4,0

5,0

6,0

Transmembrane Pressure (bar)

Transmembrane Pressure (bar)

Permeat

60%

Nira Encer

50%
40%
30%
20%
10%

3,0

Kenaikan kemurnian

Derajat penolakan CaO-MgO
(%)

Gambar 1. Derajat penolakan warna dan turbiditi permeat pada berbagai tekanan operasi membran
dibandingkan dengan derajat penolakan warna dan turbiditi nira encer

Permeat

Nira Encer

2,9

5,0

2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
-

0%
1,6

2,3

2,9

4,0

5,0

6,0

Transmembrane Pressure (bar)

1,6

2,3

4,0

6,0

Transmembrane Pressure (bar)

Gambar 2. Derajat penolakan CaO-MgO yang terkandung dalam permeat dan kenaikan kemurnian
permeat pada berbagai tekanan operasi membran dibandingkan dengan derajat penolakan CaO-MgO
yang terkandung dalam nira encer dan kenaikan kemurnian nira encer
Gambar 2 menunjukkan derajat penolakan CaO-MgO yang terkandung dalam permeat dan kenaikan
kemurnian permeat pada berbagai tekanan operasi membran dibandingkan dengan derajat penolakan CaO-MgO
pada nira encer dan kenaikan kemurnian nira encer. Terlihat pada gambar tersebut bahwa pada berbagai tekanan
operasi membran, derajat penolakan turbiditi pada permeat antara 16% - 54%. Persentase ini lebih besar daripada
derajat penolakan turbiditi pada nira encer yang hanya 12% - 38%. Kadar CaO-MgO dalam permeat 1,0 – 1,6
kali lipat lebih rendah daripada kadar CaO-MgO dalam nira encer. Hal ini menunjukkan bahwa pada berbagai
tekanan operasi membran kandungan CaO-MgO dalam permeat secara konsisten lebih rendah daripada nira
encer. Gosh (2000) menjelaskan bahwa kandungan CaO-MgO yang lebih rendah akan menurunkan tingkat
fouling evaporator dan akibatnya akan lebih mempersingkat waktu pembersihan evaporator dan juga mengurangi
penggunaan bahan kimia untuk membersihkan fouling pada evaporator. Dengan kata lain, penggunaan teknologi
membran UF dalam proses klarifikasi nira mentah lebih meningkatkan pemisahan CaO-MgO daripada
penggunaan teknologi konvensional.

Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif

4

Industri Kimia Kecil dan Menengah
ISSN 1410-9891
Terlihat pada gambar tersebut bahwa pada berbagai tekanan operasi membran, kenaikan kemurnian
permeat adalah 1,2 – 2,6 poin, sedangkan kenaikan kemurnian nira encer adalah 1,0 – 2,2 poin. Selisih kenaikan
kemurnian antara permeat dan nira encer adalah 0,2 s/d 0,7 poin. Ini berarti ada peningkatan kenaikan kemurnian
permeat sebesar 0,2 – 0,7 poin lebih tinggi daripada kenaikan kemurnian nira encer. Peningkatan kenaikan
kemurnian ini akan berdampak pada peningkatan kualitas dan rendemen gula. Jadi, penggunaan teknologi
membran UF dalam proses klarifikasi nira mentah lebih meningkatkan kemurnian nira daripada penggunaan
teknologi klarifikasi cara sulfitasi.
Gambar 3 menunjukkan fluks rata-rata permeat pada tekanan operasi membran 1,6 – 6,0 bar. Fluks ratarata merupakan nilai rata-rata fluks permeat pada operasi ultrafiltrasi selama 52 menit. Terlihat pada gambar
tersebut bahwa ada kecenderungan semakin besar tekanan operasi membran semakin besar fluks permeat yang
dapat dicapai. Pada tekanan operasi membran 5 bar, fluks yang dicapai adalah fluks maksimum. Namun, pada
tekanan operasi membran 6 bar fluks bukannya meningkat, malah cenderung menurun. Kecenderungan seperti
ini bisa terjadi disebabkan pada tekanan operasi membran yang tinggi terjadi peristiwa kompaksi yang
mengakibatkan terbentuknya lapisan filter kedua pada permukaan filter membran. Hal ini berakibat terjadinya
hambatan yang lebih besar sehingga menurunkan fluks permeat. Karena tekanan operasi membran 5 bar
menghasilkan fluks yang paling besar, maka pada percobaan berikut membran akan dioperasikan pada tekanan
operasi tersebut.
Fluks (L/m2 jam)

45
40
35
30
25
20
15
1,6

2,3

2,5

4,0

5,0

6,0

Transmembrane Pressure (bar)

Gambar 3. Fluks rata-rata permeat pada berbagai tekanan operasi membran.
Simbol • menunjukkan fluks rata-rata yang diperoleh dari uji coba,
sedangkan kurva menunjukkan fluks yang diperoleh dari perhitungan
Gambar 4 menunjukkan derajat penolakan amilum, warna, turbiditi, total suspended solid (TSS) dan CaOMgO pada permeat pada tekanan operasi membran yang optimum (yaitu 5 bar) dibandingkan dengan nira encer.
Tampak pada gambar tersebut bahwa permeat mempunyai kualitas yang lebih baik daripada nira encer. Bila
dibandingkan dengan nira encer, pada permeat kadar amilum 1,7 X lebih rendah, warna 1,4 X lebih rendah,
turbiditi 5,0 X lebih rendah, TSS 5,0 X lebih rendah dan kandungan CaO-MgO 1,3 X lebih rendah. Mutu
permeat yang lebih bagus akan lebih memudahkan tahapan proses berikut. Masakan akan menjadi lebih encer
(tidak lebih kental) akibatnya kristalisasi berjalan lebih cepat dan menimbulkan kemudahan pada proses
sentrifugasi. Akibatnya kehilangan gula dalam tetes (molase) akan menurun atau recovery gula meningkat.
Kerugian yang ditimbulkan diperkecil, baik karena mutu produk (gula) yang lebih tinggi sehingga harga jualnya
meningkat maupun karena jumlah gula yang dihasilkan lebih banyak.
Kondisi permeat yang lebih bagus daripada nira encer menghasilkan gula dengan mutu yang lebih baik.
Hal ini dibuktikan pada tabel 3 yang menunjukkan bahwa gula yang diproses dari permeat hasil ultrafiltrasi
mempunyai warna yang lebih rendah (warna gula lebih putih), nilai remisi yang lebih tinggi dan kandungan
sulfur yang lebih rendah daripada gula yang diproses dari nira encer hasil sulfitasi.
Bila HKsukrosa = 100%, HKpermeat = 80,2% dan HKmolase = 54,6%, maka % recovery untuk proses ultrafiltrasi
adalah 70,4%. Bila % pol permeat = 10,32%, maka rendemen gula untuk proses ultrafiltrasi adalah 70,4% X
10,32% = 7,3%. Bila HKsukrosa = 100%, HKnira encer = 79,2% dan HKstrop A pabrik = 55,3%, maka % recovery untuk
proses sulfitasi adalah 67,5%. Bila % pol nira encer = 10,42%, maka rendemen gula untuk proses sulfitasi
adalah 67,5% X 10,42% = 7,0%. Selisih rendemen gula antara proses ultrafiltrasi dan proses sulfitasi adalah
7,3% - 7,0% = 0,3%. Ini berarti bahwa penggunaan membran ulrafiltrasi dalam proses klarifikasi nira tebu
meningkatkan rendemen gula 0,3% lebih tinggi daripada proses klarifikasi cara sulfitasi.

Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif

5

Industri Kimia Kecil dan Menengah
ISSN 1410-9891
Tabel 3. Perbandingan kualitas antara gula hasil ultrafiltrasi membran dengan gula hasil proses sulfitasi
Sampel
Warna (ICUMSA)
Nilai Remisi
SO2 (ppm)
Gula yang diproses dari permeat
740
67,1
4,1
Gula yang diproses dari nira encer
829
59,2
13,2
Permeat

Derajat penolakan (%)

100%

Nira encer

80%
60%
40%
20%
0%
amilum

warna

turbidity

Suspended CaO-MgO
solid

Gambar 4. Derajat penolakan amilum, warna, turbiditi, suspended solid dan CaO-MgO pada
permeat yang dihasilkan dari ultrafiltrasi nira mentah pada tekanan operasi optimum 5 bar. Nira
encer yang dihasilkan dari proses klarifikasi cara sulfitasi digunakan sebagai pembanding
Kesimpulan
Dari uji coba klarifikasi nira mentah dengan menggunakan sistem membran ultrafiltrasi di pabrik gula
Candi Baru Sidoarjo ditarik kesimpulan sebagai berikut :
- Ultrafiltrasi nira mentah pada berbagai tekanan operasi membran (1,6 – 6 bar) menunjukkan derajat
penolakan warna, turbiditi dan CaO-MgO pada permeat lebih besar daripada nira encer (nira jernih) yang
dihasilkan melalui proses klarifikasi cara sulfitasi.
- Tekanan operasi membran (transmembrane pressure) 5 bar merupakan kondisi yang optimum untuk
mendapatkan fluks permeat yang maksimal.
- Gula kristal yang dihasilkan dari ultrafiltrasi nira mentah mempunyai warna dan kandungan SO2 yang lebih
rendah serta nilai remisi yang lebih tinggi daripada gula kristal yang dihasilkan dari proses sulfitasi.
- Dari perhitungan rendemen gula didapatkan bahwa penerapan membran ultrafiltrasi dalam proses klarifikasi
nira mentah meningkatkan rendemen gula 0,3% lebih tinggi daripada proses sulfitasi.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih disampaikan kepada Kementerian Riset dan Teknologi yang telah mendanai penelitian ini
melalui program Riset Unggulan Kemitraan, kepada PT PG Candi Baru Sidoarjo yang telah menyediakan
fasilitas dan bahan, kepada Pusat Penelitian dan Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan yang telah
membantu dalam melakukan analisa dan diskusinya.
Daftar Pustaka
1. Adzani,D.I., F.L.Ekasari, I. Rosminggor, (2003), Laporan Kerja Praktek di PT Pabrik Gula Candi Baru
Sidoarjo, ITS, Surabaya.
2. Bahrumsyah, M. Purwasasmita, I.G. Wenten, (2001), “Ultrafiltrasi untuk Klarifikasi Nira Tebu : Studi
Fouling dan Regenerasi Membran”, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2001, Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.
3. Baker,R.W., E.L. Cussier, W. Eykamp, (1991), “Membrane Separation Systems : Recent Developments and
Future Directions”, Noyes Data Corporation, New Jersey.
4. Balakrishnan, M., M. Dua, J.J. Bhagat, (2000), “Ultrafiltration for Juice Purification in Plantation White
Sugar Manufacture”, International Sugar Journal, Vol.102 No. 1213.
5. Balakrishnan, M., A.M. Ghosh, (2002), “Suspended Solids Removal from Clarified Juice for Production of
Particulate Free Sugar”, Indian Sugar, hal 165 – 171.
6. Ghosh,A.M., M.Balakrishnan, (2000), “Ultrafiltration of Sugarcane Juice with Spiral Wound Modules: onSite Pilot Trials”, Journal of Membrane Scince, 174, hal 205 – 216.
7. Ghosh,A.M., M.Balakrishnan, (2003), “Pilot Demonstration of Sugarcane Juice Ultrafiltration in an Indian

Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif

6

Industri Kimia Kecil dan Menengah
ISSN 1410-9891
Sugar Factory”, Journal of Food Engineering , 58, hal 143 – 350.
8. Honig, P., (1953), “Principles of Sugar Technology”, Elsevier Publishing Company, Amsterdam
9. Istadi, (2000), “Permasalahan dan Evaluasi Teknologi Proses Industri Gula di Indonesia”, Prosiding
Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2000, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro, Semarang
10. Kochergin,V., (2001), “Practical Application of Membrane Filtration in the Sugar Industry”, International
Sugar Journal, Vol.103 No.1236, hal.529 – 531.
11. Martoyo,T.,(2001), “Teknologi Filtrasi Membran, Manfaat dan Aplikasinya untuk Industri Gula”, Majalah
Gula Indonesia, XXVI (1), hal. 12 – 19.
12. Misra, S.N., M. Blakrishnan, A.M. Ghosh, (2000), “Improvement in Clarified Juice Characteristics through
Ultrafiltration”, Proceeding of the 62nd Annual Convention of The Sugar Technologists Association of India.
13. Mohr,C.M., D.E.Engelgau, S.A Leeper, B.L. Charboneau, (1989), “Membrane Applications and Research
in Food Processing”, Noyes Data Corpporation, New Jersey.
14. Murdiyatmo, U., (2002), “Revitalisasi Industri Gula Nasional: Kajian Teknologi”, Prosiding Seminar
Teknik Kimia Soehadi Reksowardodjo, Institut Teknologi Bandung.
15. Sharma, N.C, M. Balakrishnan, A.M. Ghosh, (2001), “Pilot Trials on Ultrafiltration of Hot Sugarcane Juice:
Preliminary Findings”, Proceedings of the 63rd Annual Convention of The Sugar Technologists Association
of India.
16. Saska, M., J. McArdle, A. Eringis, (1999), “Filtration of Clarified Cane Juice Using Spiral Polymeric
Membrane Configuration”, Proceedings of the XXIII ISSCT Congress, The XXIII ISSCT Congress
Organising Committee, New Delhi, India.
17. Scott, K., (1995), “Handbook of Industrial Membranes”, First edition, Elsevier Advanced Technology,
Oxford.
18. Wenten,I.G., H. Susanto, (2003), “Pemanfaatan Teknologi Membran untuk Peningkatan Produktivitas dan
Efisiensi Industri Gula”, Makalah Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Menuju Keunggulan
Kompetitif Industri Gula Nasional, IKAGI, Surabaya.
19. Zeman,L.J., A.L. Zydney, (1996), “Microfiltration and Ultrafiltration : Principles and Applications”,
Marcel Dekker Inc, New York.

Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber
Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif

7