BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan - HUBUNGAN ANTARA PROSES PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI BELAJAR PPKn DENGAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK DI SEKOLAH ( Studi Deskriptif Kelas XI d

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan sebuah disiplin ilmu yang

  terdiri dari tiga (3) buah rumpun besar yaitu politik, hukum dan kewarganegaraan. Pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan behwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan bela negara agar dapat menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Sejalan dengan penjelasan tersebut (Winataputra dan Budimansyah, 2007:4) yang menyatakan bahwa:

  Citizenship or civic education is conctrued broody to encompass the preparation of young people for their roles and responsibility as citizen and in particular, the role of education (trough schooling,

  Atau,

  teaching, and learning) in that preparatory process. “citizenship or civics education

  ” atau Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus peran pendidikan termasuk didalanya persekolahan, pengajaran, dan belajar, dalam proses penyiapan warga negara tersebut.

  Istilah civic dan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia sudah dikenal dalam kurikulum sekolah sejak 1968 sebagai upaya untuk menyiapkan warga negara yang baik, yaitu warga negara yang mengetahui

  14 hak-hak dan kewajiban-kewajibanya (Wahab dan Sapriya, 2011:15). Sementara itu menurut Zamroni berpendapat bahwa:

  Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat yang berpikir kritis dan bertindak demokratis yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat yang berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui akivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat (TIM ICCE UIN, Jakarta:7).

  Secara filosofis, Penndidikan Kewarganegaraan memegang misi suci (Mision sacre) untuk pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bernartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadikan manusia sebagai wwarga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Winataputra dan Budimansyah, 2007:156).

  Berdasarkan pada beberapa pendapat di atas, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang termasuk dalam ruang lingkup ilmu sosial, karena mata pelajaran ini megajarkan dan mendidik siswa agar mereka sadar akan hak dan kewajibannya, membentuk watak siswa agar menjadi manusia yang berkarakter. Sehingga mereka mengerti dan memahami hak dan kewajibannya berdasarkan konstitusi, serta mampu berperan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan negara, sehingga menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

  Pada hakekatnya Pendidikan Kewarganegaran bertujuan untuk menjadikan warga negara yang baik (to be good citizenship), yaitu warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, seperti memiliki kesadaran berkonstitusi dan kesadaran hukum. Pada Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang secara imperaktif menggariskan bahwa:

  Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

  Sejalan dengan ketentuan Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Naional disebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Ketentuan tersebut dipertegas dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa:

  Pendidikan Kewarganegaraan dipandang sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibanya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.

  Sedangkan tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49), adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut: a. Berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan. b. Berpartisipasi secara cerdas dan bertanggungjawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiaatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

  c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

  d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara lansung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi Berkaitan dengan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Winataputra

  (2003) dalam Tukiran.., dkk (2009:23) menyatakan bahwa: Secara umum, PKn bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia. Oleh karena itu diharapkan setiap individu memiliki wawasan, watak, serta keterampilan intelektual dan sosial yang memadai sebagai warga negara.

  Dengan demikian setiap warga negara dapat berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia serta dunia. Oleh karena itu bahwa setiap jenjang pendidikan diperlukan PKn yang akan mengembangkan kecerdasan peserta didik melalui pemahaman dan pelatihan keterampilan intelektual. Proses ini diharapkan akan bermanfaat sebagai bekal bagi peserta didik untuk berperan dalam pemecahan masalah yang ada dilingkungannya.

  Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (Wahab dan Sapriya 2011:346) adalah partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik warga negara yang aktif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab tersebut ditingkatkan lebih lanjut melalui perkembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.

  Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa melalui Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan peserta didik dapat menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara, serta memiliki kesadaran terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kesadaran warga negara tersebut seperti halnya kesadaranjaran dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik terlibat secara aktif baik mental, fisik maupun sosialnya. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan kepada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (wikipwdia.com)

  Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun. Pembelajaran memunyai pengertian mirip dengan pengajaran, walaupun konotasinya yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai suatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikotomotor) seorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga mengisyaratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.

  Intruktion atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan

  untuk membantu proses belajar peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.

  Gagne dan Bring (1979:3)

  Sejalan dengan peryataan diatas proses pembelajaran merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur yakni peserta didik sebagai pihak yang belajar (subjek) dan guru sebagai pihak yang mengajar. Proses pembelajaran dikatakan baik apabila proses tersebut dapat membangkitkan kegiatan belajar yang efektif.

  Dalam proses pembelajaran, guru merupakan salah satu factor yang menentukan bagi keberhasilan dunia pendidikan, guru yang dimaksud adalah guru memiliki sikap professional yang dapat mengoperasionalkan program pengajaran itu ke dalam proses pembelajaran itu kedalam proses pembelajaran secara optimal sesuai kurikulum. Dalam proses pembelajaran seorang guru seharusnya mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat seehingga dapat mendorong dan memotivasi peserta didik supaya mempunyai kemauan belajar yang tinggi.

  Siswa merupakan salah satu komponen manusia yang menempati posisi sentral dalam proses pembelajaran. Sebab peserta didik menjadi pokok persoalan dan sebagai tumpuan perhatian, dimana peserta didik sebagai pihak yang ingin meraih cita

  • – cita dan memiliki tujuan untuk kehidupan yang akan datang. Dalam proses pembelajaran kondisi suasana yang diciptakan oleh seorang pengaajar harus dirancang sedemikian rupa agar didalam mengajar dapat membantu perkembangan peserta didik baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental. Dengan mengajar dapat menyediakan kondisi yang kondusif sehingga siswa dapat berperan aktif.

  Dari uaraian diatas dapat dijelaskan bahwa proses pembelajaran merupakan pelaksanaan program yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran kemampuan yang dituntut adalah keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun dalam perencanaan. Hendaklah perlu dipahami benar bahwa terjadinya perilaku belajar pada siswa dan guru tidak berlangsung hanya di satu arah, tetapi terjadi secara timbal balik dimana kedua belah pihak berperan dan berbuat secara aktif di dalam satu kerangka dan dengan menggunakan cara dan kerangka berfikir yang seharusnya dipahami dan disepakati bersama.

  Keberhasilan dan rangkaian keseluruhan tersebut hendaknya ditimbang atau dievaluasi untuk melihat tercapai tidaknya tujuan. Tujuan yang segera dan terdekatdari setiap aktivitas belajar mangajar harus dilihaat dari ada dan tidaknya perubahan

  • – perubahan yang diharapkan terjadi pada peri;aku dan pribadi peserta didik. Bila ditelusuri secara mendalam proses pembelajaran yang merupakan inti dari proses pendidikan formal di sekolah di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen
  • – komponen itu antara lain guru, siswa dan isi atau materi pelajaran. Ketiga kompenen tersebut melibatkan sarana dan prasarana seoerti : metode, media dan penataan lingkungan tempat belajar, sehinggatercipta suasanan dan situasi yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebalumnya.

  Seorang guru harus memiliki pola pengajaran, pola pengajaran antara masing

  • – masing guru berbeda – beda. Pola mengajar ini tercermin dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran. Pola mengajar mencerminkan dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran guru yang bersangkutan yang dipengaruhu oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, konsep
  • – konsep psikologi yang digunakan serta kurikulum yang dilaksanakan. Dengan kata lain keberhasilan dalam proses pembelajaran itu tergantung dari kemampuan guru membawa materi.

  Selain itu kemampuan guru dalam membawa materi, keberhasilan juga dapat diperolah dari motivasi peserta didik itu sendiri.Menurut Slameto, (2003:2) berpendapat bahwa:

  “Belajar ialah proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah lakuyanhg secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

  ” Jika dihubungkan dengan pembelajaran PPKn maka pada hakekatnya merupakan suatu usaha untuk berinteraksi dengan lingkungannya, dalam hal ini lingkungan sosial dan alama sekitar. Pengukuran belajar PPKn dapat dilihat dari hasil nilai tes ujian/ ulangan.

  Menurut Mulyasa (2004:108) pembelalajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang labih baik. Sejalan dengan peryataan diatas maka terdapat beberapa ciri

  • – ciri dalam pembelajaran diantaranya adalah : a. Pembelajaran merupakan upaya sadar dan disengaja.

  b. Pembelajaran merupakan pemberian bantuan yang memungkinkan.

  c. Pembelajaran lebih menekankan pada pengaktifan siswa karena yang belajar adalah siswa, bukan guru.

  Peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagaian besar lebih lanjut Proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan tingkah laku yang positif pada diri proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan.

  Komalasari, (2013:1) mengemukakan bahwa “hakekat belajar pada dasarnya perubahan seorang yang asalnya tidak tahu menjadi tahu meru pakan hasil dari proses belajar”. Yang harus digaris bawahi bahwa perubahan hasil belajar diperoleh karena individu yang bersangkutan berusaha untuk belajar.

  Dari uraian diatas dapat diidentifikasikan ciri-ciri kegiatan belajar yaitu: a. Belajar adalah aktivitas dapat menghasilkan perubahan dalam diri seorang, baik secara aktual maupun potensial.

  b. Perubahan yang didapat sesungguhnya adalah kemampuan yang baru dan ditempuh dalam jangka waktu yang lama.

  c. Perubahan terjadi karena ada usaha dari dalam diri setiap individu.

  Gagne dalam Komalasari (2013:2) berpendapat bahwa definisi belajar sebagai “suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan kemampuan yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja) ”.

  Jika dikaitkan dengan pendapat diatas, maka perubahan yang terjadi melaui belajar tidak hanya mencakup pengetahuan, tetapi juga keterampilan untuk hidup (life skiils) bermasyarakat meliputi keterampilan berpikir (memecahkan masalah) dan keterampilan sosial, juga yang tidak kalah pentingnya adalah nilai dan sikap. Jadi jika disimpulkan, belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dalam penngetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama dan dengan syarat bahwa perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh adanya

  • – kematangan ataupun perubahan sementara karena suatu hal. Prinsip prinsip yang harus diperhatikan dalam belajar meliputi:
a. Prinsip kesiapan yaitu tingkat keberhasilan belajar tergantung pada kesiapan belajar. Apakah dia sudah siap dapat mengkonsentrasikan pikiran, atau apakah kondisi fisiknya sudah siap untuk belajar.

  b. prinsip asosiasi yaitu tingkat keberhasilan belajar juga tergantung pada kemampuan belajar mengasosiasikan atau menghubungkan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang sudah ada didalam ingatanya: pengetahuan yang sudah dimiliki, pengalaman, tugas yang akan datang, masalah yang pernah dihadapi, dll.

  c. Prinsip latihan yaitu pada dasarnya mempelajari sesuatu itu perlu berulang

  • – ulang atau di ulang – ulang, baik mempelajari pengetahuan maupun keterampilan, bahkan juga dalam kawasan afektif. Makin sering diulang makin baiklah hasil belajarnya.

  d. Prinsip efek (Akibat) yaitu situasi emosional pada saat belajar akan mempengaruhi hasil belajarnya. Situasi emosional itu dapat disimpulkan sebagai perasaan senang atau tidak senang selama belajar. (Komalasari, 2013:3).

  Hakekat pembelajaran pada dasarnya dapat didefinisikan menurut Komalasari, (2013:3) mengemukakan bahwa:

  Sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

  Pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, pertama pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan).

  Kedua , pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka

  pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut meliputi: a. Persiapan, dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunann persiapan mengajar (lesson plan) berikut penyiapan perangkat kelengkapannya, antara lain berupa alat peraga dan alat

  • – alat evaluasi. Persiapan pembelajaran ini juga mencakup kegiatan guru untuk membaca buku-buku atau mmedia cetak lainnya yang akan disajikannya kepada para siswa dan mengecek jumlah dan keberfungsian alat peraga yang akan digunakan.

  b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran ini, struktur dan situasi pembelajaran yang diwujudkan guru akan benyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komponen guru, persepsi dan sikapnya terhadap siswa,

  c. Menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca pembelajaran ini dapat terbentuk enrichment (pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan remedial teaching bagi siswa yang berkesulitan belajar.

  Keterkaitan belajar dengan pembelajaran merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keterkaitan belajar dan pembelajaran dapat digambarkan dalam sebuah sistem, proses belajar dan pembelajaran memerlukan masukan dasar (raw input) yang merupakan bahan pengalaman belajar dalam proses belajar mengajar (learning teaching

  

process ) dengan harapan berubah menjadi keluaran (output) dengan

  kompetensi tertantu. Selain itu, proses belajar dan pembelajaran dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan yang menjadi masukan lingkungan (environment input) dan faktor instrumental (instrumental input) yang merupakan faktor yang secara sengaja dirancang untuk menjunjung proses belajar mengajar dan keluaran yang ingin dihasilkan.

  Secara skematik uraian diatas dapat digambarkan sebagai berikut: ENVIRONMENT INPUT ROW LEARNING TEACHING OUTPUT

  INPUT PROCESS

  INSTRUMENTAL INPUT

Gambar 2.1 Faktor yang berpengeruh terhadap pembelajaran

  Faktor

  • – faktor pendukung proses belajar dan pembelajaran di atas tidak dapat dipisahkan sehingga akan menghasilkan output yang diinginkan. Jika diuraikan lebih lanjut maka unsur environmental input (masukan dari lingkungan) dapat berupa alam dan sosial budaya, sedangkan instrumental berupa kurikulum, program, sumber daya guru dan fasilitas pendidikan.

  Raw input merupakan kondisi siswa, seperti unsur fisiologis dan psikologis

  siswa. Unsur fisiologis siswa berupa kondisi fisiologis secara umum serta kondisi panca indra. Sedangkan unsur psikologis berupa minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif.

  B. Standar Proses Pembelajaran

  Menurut Mulyasa, (2014:25) Standar proses adalah sebuah kriteria mengenai pelasanaan proses pembelajaran pada satu kesatuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Secara garis besar standar proses tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut.

  1. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik

  2. Setiap satuan pendidian melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

  3. Perencanaan pembelajaran merupakan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran untuk setiap muatan pembelajaran.

  C. Hakikat Proses Pembelajaran PPKn

  Toeri pembelajaran menurut Sneclecker (dalam Taniredja dan Mustafidah, 2011:191)

  “sebagai seperangkat prinsip yang dapat disajikan pedoman dalam mengatur kondisi untuk mencapai tujuan pendidikan ”. Dalam pembelajaran disekolah termasuk dalam pendidikan formal dipelajari berbagai mata pelajaran yang mencakup seluruh aspek kehidupan, dan salah satunya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pembelajaran PPKn selayaknya dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektivitas dalam berpartisipasi. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian dari guru maupun calon guru dalam mempersiapkan pembelajaran PPKn, yaitu bekal materi pembelajaran dan metode atau pendekatan pembelajaran yang digunakan. Sehingga diharapkan dapat mewujudkan tujuan dari pembelajaran PPKn tersebut.

D. Landasan Yuridis Formal

  Sekolah merupakan sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan yang merupakan salah satu komponen yang sangat penting untuk mencetak dan menciptakan warga Negara yang memiliki sikap yang baik, percaya diri, semangat kebangsaan, bertanggung jawab, disiplin, memilkiki sikap berbikir kritis dan berguna bagi bangsa dan negaranya, sesuai dengan yang diharapkan Pendidikan Nasional. Salah satu cara untuk mewujudkan pendidikan nasional yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Negara Kesatuan Repiblik Indonesia ini yaitu dengan adanya Pendidikan Kewarganegaraan yang menjadi pelajaran wajib dan harus ada di semua jenjang pendidikan, mulai Sekolah Dasar ( SD ), SMP, SMK/SMA), bahkan hingga Perguruan Tinggi. Pendidikan kewarganegaraan ini bertujuan untuk menyiapkan siswa untuk dalam menghadapi kehidupan bermasyarakat, karena dengan Pendidikan Kewarganegaraan siswa di ajarkan untuk kritis dan mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam masyarakat dengan baik dan cerdas, sebagaimana yang telah di ungkapkan oleh Komalasari ( 2007 :12 ) yang menyatakan bahwa : “Melalaui pendidikan pancasila, setiap warga Negara Indonesia di harapkan memiliki kompetensi untuk memahami, menganalisis, dan menjawab masalah

  • – masalah yang di hadapi bangsa Indonesia secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita
  • – cita dan tujuan Nasional,….”.

  Jadi secara yuridis formal landasan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Indonesia adalah Undang

  • – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) sebagai landasan konstitusional. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tantang sistem pendidikan nasional merupakan landasan operasional. Sedangkan peraturan Menteri nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi dan nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagai landasan kulikuler.

  Sejalan dengan peryataan diatas bahwa secara yuridis Pendidikan Kewarganegaraan juga di jelaskan dalam Undang

  • – Undang No. 20 Tahun 2003 dalam pasal 37 ayat (1) yang berbunyi :

  “(1) Kurikulum Pendidikan Dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, Bahasa , Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam , Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Keterampilan/ Kejuruan dan Muatan Lokal. (2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003:22).

  Berdasarkan pada yang telah digariskan dalam Undang

  • – Undang No. 20 Tahun 2003 di atas dapat diuraikan bahwa dalam setiap jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan wajib yang harus diajarkan kepada
  • – peserta didik. Kemudian dengan landasan konstitusi dan peraturan perundang undangan tersebut maka dapat dapat dikatakan bahwa, melalui pembelajaran PPKn dapat menciptaakan warga negara yang baik. Sehingga siswa mampu berpartisipasi dalam rangka memberikan check and belance terhadap kebijakan- kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang menyimpang dari UUD NRI 1945 atau konstitusi negara.

E. Komponen Proses Pembelajaran PPKn

  Dalam pembelajaran di sekolah yang termasuk dalam pendidikan formal dipelajari berbagai mata pelajaran yang mencakup seluruh aspek kehidupan, dan salah satunya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pedahuluan bela negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara Indonesia (Tukiran, dkk,. 2009:15)

  Dari pendapat tersebut, proses pembelajaran PPKn diposisikan sebagai wahana pokok untuk membekali peserta didik supaya menjadi warga negara yang baik dan cerdas sehingga dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Djairi menyatakan bahwa proses pembelajaran PPKn merupakan proses kegiatan belajar siswa yang direkayasa oleh seluruh komponen belajar yang meliputi guru, materi, metode, media, sumber dan evaluasi pembelajaran.

  Berkaitan dengan uraian diatas bahwa proses pembelajaran pada dasarnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.

  Unsur

  • – unsur didalam proses pembelajaran itu sendiri meliputi: 1.

   Persiapan Proses Pembelajaran

  Menurut Abu Ahmandi ( 1978 :32-33) untuk melaksanakan tugas sebagai seorang guru harus membuat persiapan terlebih dahulu sebelum berhadapan dengan siswa di depan kelas. Ada tiga macam persiapan yang harus dipenuhi: a. Persiapan batin yaitu suatu kesanggupan, kesediaan untuk menjadi seorang guru, apabila seorang guru menjalankan tugasnya karena terpaksa, maka guru tersebut berarti belum memiliki rasa tanggung jawab akan tugasnya.

  b. Persiapan materiil yaitu seorang guru berhadapan dengan siswa didalam kelas, maka guru harus mendapatkan bahan atau materi lain untuk menambah pengetahuannya, seorang guru tidak akan pernah berhasil mengajar apabila dia sendiri tidak mahir atau kurang mampu menguasai materi yang akan diajarkannya.

  c. Persiapan tertulis secara sistematis yaitu persiapan tertulis secara sistematis berupa suatau rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru sebelum dia melakukan proses pembelajaran didalam kelas. Rencana pembelajaran terbagi menjadi dua yaitu rencana pembelajaran umum dan rencana pembelajaran terurai.

  d. Rencana pembelajaan umum meliputi: peraturan waktu sekolah, yaitu kapan pembelajaran dimulai dan dikhiri, kapan diadakan istirahat, lamanya istirahat dan lamanya tiap

  • – tiap jam pembelajaran seperti gambar, peta, globe, alat – alat ukuran dan lain – lain.
  • – e. Sedangkan rencana pembelajaran terurai itu menguraikan bahan bahan pelajaran lebih lanjut menjadi bahan untuk satu semester. Kemudian bahan untuk semester itu diuraikan lagi menjadi bahan/ program bulanan dan akhirnya ditentukan bahan untuk program mingguan.

2. Pelaksaan Proses Pembelajaran

  Pelaksanaan proses pembelajaran perlu memperhatikan:

  a. Pengelolaan kelas yang meliputi: 1) Pengaturan siswa yaitu dalam belajar perlu diperhatikan pengaturan tempat duduk siswa diatur dengan memperhatikan kemampuan fisik lainnya pada waktu tertentu, pengturan tempat duduk perlu dierbaharui, siswa dapat bergiliran duduk pada tempat tertentu sesuai dengan keperluan. 2) Pengelolaan alat, media, sumber belajar. Guru pada hakekatnya memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang alat- alat atau media untuk lebih mengefektifkan proses pembelajaran. Tidak semua media atau alat sesuai dengan kondisi belajar pembelajaran. Tidak semua media atau alat sesuai dengan kondisi belajar pembelajaran, sehingga diperlukan keterampilan untuk memilih dan menggunakan media dengan baik. Memilih media pendidikan harus sesuai dengan tujuan, materi, metode serta kemampuan guru dan minat siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi siswa untuk belajar. 3) Disamping guru harus memiliki kemampuan untuk memilih dan mempergunakan media, guru juga harus dapat memilih sumber belajar dan pembelajaran yang sesuai. Pada umumnya sumber belajar dan pembelajaran berupa buku

  • – buku yang digunakan yaitu buku paket sebagai sumber pelengkap atau buku penunjang.

  4) Dalam hal ini jelas bahwa guru dituntut untuk benar

  • – benar menguasai bahan pelajaran atau pokok pelajaran yang hendak diajarkan guna keperluan ini guru hendaknya mengumpulkan kekurangan
  • – kekurangan dari berbagai sumber bahan pelajaran yaitu buku penunjang, majalah, brosure, bulletine, surat kabar dan sebagainya. Disamping buku pelajaran yang dipakai sebagai pegangan pokok.

  5) Pengelolan waktu 6) Waktu untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran perlu diperkirakan sebaik-baiknya agar proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan rencana.

  b. Pengelolaan kegiatan belajar mengajar Agar siswa dapat memperoleh pembelajaran yang lebih bermakna maka perlu memperhatikan beberapa hal, adanya titik tolak pembelajaran yang dapat berupa apersepsi, umpan balik atau kegiatan ringan menarik dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dapat jelas dan kongkrit.

  c. Penyajian Kegiatan penyajian meliputi kegiatan awal, inti dan kegiatan akhir. Kegiatan awal berfungsi untuk mengarahkan siswa kepada suasana yang berhubungan dengan bahan pembelajaran. Kegiatan awal dapat berupa penjelasan tentang keterkaitan bahan pelajaran yang lalu dengan akan disampaikan.

  Kegiatan inti adalah kegiatan untuk pencapaian tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan, kegiatan inti dapat berupa penjelasan guru, menulis, diskusi, membaca dan seterusnya tergantung pada metode yang dipilih oleh guru.

  Kegiatan akhir adalah kegiatan untuk merangkum perolehan siswa dalam belajar pelurusan dan penjelasan guru tentang penalaran konsep dari suatu bahan penilaian.

  Kemampuan anak dapat juga diikuti dengan keggiatan tindak lanjut, penjelasan singkat tentang kegiatan yang akan datang atau penugasan. Dalam penyajian perlu diperhatikakn antara lain: pemilihan pendekatan, penerapan, metode yang digunakan, pengolahan waktu, tujuan kegiatan, serta penugasan materi yang akan disampaikan. Depdikbud (1994:48-50).

  d. Evaluasi Menurut Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya

  (1976:127) “sebetulnya evaluasi bukan hanya dilakukan guru pada akhir pembelajaran, melainkan merupakan pula suatu unsur di dalam proses mengajar guru dan proses belajar murid

  • – murid”. Maka dari itu penilaian atau evaluasi terhadap hasil interaksi pengajaran hendaknya dilakukan dalam dua bidang atau aspek, yaitu aspek mengajar (guru) dan aspek belajar (murid). Sebab interaksi pembelajaran yang berhasil dengan baik adalah interaksi yang memenuhi tujuan baik ditinjau dari segi guru maupun segi siswa.
Kegiatan evaluasi tidak hanya merupakan kegiatan guru memberikan tes, ulangan atau ujian tentang bahan pelajaran yangb telah dijarkanya, tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan atau usaha-usaha untuk lebih mengetahui, bakat, kemampuan murid dan akhirnya menyadarkan siswa akan baik-buruk hasil belajarnya, mendorong memperbaiki kelemahan mereka dan bagaiamana cara yang paling tepat untuk memperbaiki kekurangan-keurangan tersebut.

  Dengan demikian, maka kegiatan evaluasi yang harus dilakukan guru berlangsung sebelum, selama dan setelah mengajar di dalam kelas yang memerlukan persipan yang matang agar dalam proses pembelajaran dapat dicapai.

  Sejalan dengan pemaparan diatas maka dapat dijelaskan secara rinci dari setiap komponen dalam proses pembelajaran yaitu :

3. Materi Pembelajaran

  Materi pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang memegang peran penting dalam membantu siswa mencapai kompetensi dasar dan standar kompetensi seperti yang dikemukakan oleh Komalasari (2010:28) berpendapat bahwa:

  Materi Pembelajaran (intrukcional materials) adalah bahan yang diperlukan untuk pembentukan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dikuasai siswa dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan.

  Materi pembalajaran yang dipilih untuk kegiatan pembelajaranya hendaknya materi benar-benar relevan dan menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar yang termuat dalam kurikulum.

  Materi pembelajaran yang termuat dalam kurikulum merupakan materi esensial dalam suatu ilmu yang harus dimiliki oleh siswa. Menurut (Karhami 2000:293) dalam Aditama, (2013:20) mengemukakan beberapa materi yang esensial dari suatu ilmu yang dimuat kedalam kurikulum sekolah, antara lain:

  a. Materi yang mengungkapkan gagasan kunci dari ilmu,

  b. Materi sebagai struktur pokok suatu mata pelajaran,

  c. Materi menerapkan penggunaan metode inquiri secara tepat pada setiap mata pelajaran, d. Konsep dan prinsip memuat pandangan global secara luas dan lengkap terhadap dunia, e. Keseimbangan antara materi teoritis dan materi praktis, dan

  f. Materi yang mendorong daya imajinasi peserta didik. (dalam Komalasari,2011:28)

  Materi pelajaran dalam kurikulum perlu dikembangkan dengan tepat agar seoptimal mungkin membantu siswa dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Maka materi pelajaran tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi materi pembelajaran menjadi fakta, konsep, prinsip, prosedur, dan sikap atau nilai.

  Jenis Materi Tuntutan Pembelajaran Pelajaran

  Fakta Menyebutkan nama, kapan, berapa, dimana

  Mendefinisi, mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan

  Konsep

  menyebutkan ciri-ciri

  

Prinsip Penanaman dan penerapan dalil, hukum atau rumus,

  hipotesis, hubungan antar variabel

  

Prosedur Pembuatan bagan arus (flowchart), langkah-langkah

  mengerjakan secara urut

  

Sikap atau Bersikap dan berperilaku jujur, kasih saying, tolong

Nilai menolong, semangat belajar, kemandirian, dsb.

  (Komalasari,2011:34)

4. Metode Pembalajaran

  Metode pembelajara menurut Riyanto (Taniredja,dkk,.2011:1) adalah “seperangkat komponen yang telah dikombinasikan secara optimal untuk kualitas pembel ajaran”. Metode adalah rencana menyeluruh tentang penyajian materi ajar secara sistematis dan berdasarkan pendekatan yang ditentukan (Madjid,2011:132). Dengan demikian metode pembelajaran merupakan salah satu komponen yang ikut ambil bagian dalam mencapai keberhasilan proses belajar mengajar.

  Sejalan dengan pendapat tesebut, Komalasari (2011:56) mengartikan bahwa “teknik pembelajaran sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik

  ”. Oleh karena itu, keberhasilan pembelajaran PPKn tidak hanya tergantung pada kemampuan guru dalam mengembangkan kompetensi dan materi pembelajaran saja, tetapi juga didukung oleh penggunaan metode pembelajaran yang tepat.

  Dengan pemilihan metode pembelajaran yang tepat ini maka dapat menunjang kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

  Secara teoritis, pembaharuan metode pembelajaran telah digagas oleh filsuf pendidikan John Dewey meenjelang abad ke 20. Dalam bukunya “my Pedagogik Creed” yang diterbitkan tahun 1897, ultimately reducible to the question of the order of development of the chil’s power and interests”.

  Deklarasi ini menunjukan bahwa metode dapat menjadi solusi dalam mengatasi masalah kekuatan dan daya Tarik anak dalam belajar (wahab dan Sapriya,2011:344).

  5. Media Pembelajaran

  Media dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatanya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Djamarah dan Zain(2010:121) menyatakan bahwa:

  Media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. Dalam proses pembelajaran PPKn media mempunyai peran yang sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran.

  Melalui media pembelajaran maka dapat meminimalisir ketidak jelasan materi dan membantu guru dalam menjelaskan kerumitan apa yang kurang dapat disampaikan oleh guru melalui kata-kata maupun kalimat. Ada beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran PPKn. Adapun pembelajaran menurut Taksonomi Leshin, dkk. (1992) dalam bukunya Arsyad (2007:81) yaitu:

  a. Media berbasis manusia (guru, instruktur, tutor, main peran, kegiatan kelompok, dan lain-lain) b. Media berbasis cetak (buku penuntun/pedoman, buku kerja/latihan, dan lembaran lepas) c. Media berbasis visual (buku, chart, grafik, peta, figure/gambar, transparansi, film bingkai/ slide) d. Media berbasis audiovisual (video, film, slide bersama tape, televise)

  e. Media berbasis computer (pengajaran dengan menggunakan bantuan komputer dan video interaktif).

  6. Sumber pembelajaran

  Menurut Association for Education Comunication and Thecnology (AECT, 1997) dan Bank (1990) dalam (Aditama, 2013:23) sumber belajar adalah segala sesuatu atau daya yang dpat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalamm bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan efektifitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Sejalan dengan pendapat tersebut, Winataputra (dalam Djamarah dan Zain, 2010:122)

  “mengelompokan sumber belajar menjadi lima kategori, yaitu manusia, buku/perpustakaan, media massa, alam lingkungan, dan media pendidikan

  ”. Dengan demikian, sumber belajar adalah sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdaapat atau asal untuk belajar seseorang. Berdasarkaan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber belajar merupakan segala sesuatu yang menjadi hal baru bagi siswa selaku peserta didik sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh siswa tersebut.

7. Evaluasi Pembelajaran

  Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperolah dan menyediakan informasi yamg sangat diperlukan untuk membuat alternative-alternatif keputusan (Mehrens & Lehman dalam Purwanto, 2010:3). Sesuai dengan pengertian tersebut maka setiap kegiatan mengevaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data, berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu keputusan. Dalam evaluasi pembelajaran PPKn harus dapat dilakukan demgan baik, baik dalam proses pembelajaran maupun hasil dari pembelajaran. Yang menjadi objek evaluasi dalam pembelajaran PPKn meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

  Penilaian untuk kelompok mata pelajaran PPKn dan kepribadian dilakukan oleh pendidik dalam bentuk penilaian kelas (classroom

  acessment ) dan oleh suatu pendidikan untuk penentuan nilai akhir pada

  suatu pendidikan melalui ujian sekolah dan rapat dewan. Untuk menegtahui tingkat ketercapaian kompetensi lulusan, penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran PPKn dan kepribadian melalui: (a) Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afektif dan kepribadian peserta didik, dan (b) Ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik (Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 64 ayat (3)).

F. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar

  Menurut Mc Donald dalam Oemar Hamalik (2001:158) mendefinisikan bahwa: Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi tumbuh didorong oleh kebutuhan (need) seseorang, seperti kebutuhan menjadi kaya, maka seseorang berusaha mencari harta sebanyak-banyaknya.

  Kata motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mancapai suatu tujuan (Sardiman A.M, 2005:73).

  Dari segi taksonomi, motivasi berasal dari kata Movere dalam bahasa latin artinya “bergerak”. Berbagai hal yang biasa terkandung dalam berbagai definisi tentang motivasi antara lain adalah keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan dan intensif. Dengan demikian dapat diartikan bahwa suatu motif adalah keadaan kejiwaan yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakan dan motif itulah yang mengarahkan dan menyalurkan perilaku sikap dan tidak tanduk seorang yang selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan. Karena itulah bagaimana motivasi didefinisikan terdapat tiga komponen utama, yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan (Sondang P.Siagian, 2004:142).

  Menurut Sukmadinata, (2003:61) istilah motivasi diartikan “sebagai kekuatan tersebut menunjukan suatu kondisi dalam diri individu

  ”. Kekuatan tersebut menunjukan suatu kondisi dalam diri individu untuk mendorong dan menggerakan individu tersebut untuk mampu meakukan kegiatan mencapai sesuatu tujuan. Pendapat yang diungkapkan (Purwanto, 2003:61) motivasi atau dorongan adalah

  “suatu peryataan yang komplek didalam suatu organisme yang mengerahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive) ”.

  Dari beberapa definisi tersebut, maka motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakan, mengalihkan dan menopang tingkah laku manusia. Oleh karena itu motivasi juga dipengaruhi oleh keadaan emosi seseorang. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakan atau mengubah seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu. Kecenderungan sukses ditentukan oleh motivasi dan peluang serta intensif, begitu pula sebaliknya dengan kecenderungaan untuk gagal.

  Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perlaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah “perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama

  ” (John W. Santrock,2008: 510). Sejalan dengan itu juga motivasi sendiri bukan merupakan suatu kekuatan yang netral matau kekuatan yang kebal terhadap pengaruh faktor-faktor lain, misalnya: pengalaman masa lampau, taraf intelegensi, kemampuan fisik, situasi lingkungan, cita-cita hidup dan sebagainya (Martin Handoko, 1992:9).

  Menurut Hellriegel dan Slocum (Hamzah B. Uno,2011:5) berpendapat bahwa: Motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan. Kekuatan-kekuatan ini pada dasarnya dirangsang oleh adanya berbagai macam kebutuhan, seperti (1) keinginan yang hendak dipenuhinya;(2) tingkah laku;(3) tujuan;(4) umpan balik.

  Motivasi merupakan faktor psikologis yang bersifat non intelektual dan dinamis. Dinamis, maksudnya adalah dalam proses belajar sifatnya tidak tetap, bergerak dari kuat menjadi lemah atau sebaliknya, dan mungkin juga hilang sama sekali. Menurut W.S.Winkel (1996:2) mengatakan bahwa