BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian - LUTFI LATIFAH BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian Pendidikan secara umum menurut Notoadmodjo (2007) adalah

  segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.

  Pengertian tersebut mengandung tiga unsur pendidikan yang meliputi input (sasaran & pelaku pendidikan), proses (upaya yang direncanakan), output (perilaku yang diharapkan).

  Kesehatan menurut Maulana (2007) merupakan totalitas dari faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Pelayanan kesehatan diberikan oleh tenaga kesehatan, pelayanan tersebut berpusat dirumah sakit baik rumah sakit umum maupun rumah sakit khusus.

  Pendidikan kesehatan adalah suatu proses intelektual psikososial dan sosial yang berhubungan drngan aktivitas yang dapat meningkatkan kemampuan individu, keluarga & masyarakat untuk hidup sehat. Sasaran pendidikan kesehatan meliputi masyarakat umum, kelompok, dan individu dengan teknik pendidikan kesehatan (Notoadmodjo, 2005).

  14

  2. Tujuan Pendidikan Kesehatan

  Tujuan pendidikan kesehatan menurut UU No. 23 Tahun 1992adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik secara fisik, mental, dan sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial, pendidikan kesehatan di semua program kesehatan, baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi, lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya. Adapun menurut Notoadmodjo (2003) adalah mengembangkan dan meningkatkan tiga domain perilaku yaitu kognitif (cognitif domain), afektif (affective domain), dan psikomotor (psychomotor domain).

  Pendidikan kesehatan tentang penyakit scabiesdiberikan kepada santrwati adalah untuk mengetahui apa itu penyakit scabies, tanda serta gejala yang umum dari penyakit tersebut sehingga diharapkan nantinya para santriwati dapat melakukan pengobatan dini juga pencegahan penyebaran scabies itu sendiri. Selain itu diharapkan para santriwati memperoleh peningkatan dalam kebersihan diri (personal hygiene) untuk kesehatan, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan fisik, mental, dan sosial.

  3. Metode Pendidikan Kesehatan

  Dalam menyampaikan pendidikan kesehatan menurut Notoadmodjo (2009) harus menggunakan cara tertentu, agar materi dapat disampaikan tepat pada sasaranya. Adapun beberapa metode pendidikan kesehatan yaitu: a. Metode Pendidikan Individu

  Pendidikan kesehatan metode ini bersifat individual, metode ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Bentuk pendekatannya antara lain:

  1) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and counseling) Bentuk pendekatan ini lebih intensif, karena ada kontak langsung antara klien dengan petugas, oleh karena itu masalah yang dihadapi individu dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya. 2) Interview (wawancara)

  Bentuk pendekatan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat.

  b. Metode Pendidikan Kelompok Untuk kelompok yang besar, metodenya akan lain dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu metode akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan. Bentuk pendekatannya antara lain:

  a) Kelompok besar, penyuluhan lebih dari 15 orang, dengan metode antara lain: 1) Ceramah, metode yang baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah

  2) Seminar, seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli tentang suatu topik yang dianggap penting.

  b) Kelompok kecil, apabila kelompok peserta kegiatan kurang dari 15 orang. Metode-metode yang cocok yaitu diskusi kelompok, curah pendapat (brain strorming), dan permainan simulasi (simulation

  game )

  c. Metode Pendidikan masa Pada umumnya bentuk pendekatan masa ini tidak langsung, biasanya menggunakan atau melalu media masa. Beberapa contoh metodenya antara lain: ceramah umum (public speaking), pidato-pidato atau diskusi mengenai kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio, simulasi, tulisan-tulisan dimajalah atau koran.

4. Alat Bantu dan media pendidikan kesehatan

  Menurut Sagala (2011) metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang suatu proses satu benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta secara nyata atau tiruan. Metode demonstrasi memiliki kekurangan dan kelebihan antara lain:

  a. Kelebihan metode demonstrasi 1) Dapat membuat pengajaran lebih jelas dan lebih konkrit 2) Peserta jauh lebih mudah memahami apa yang dipelajari 3) Proses pengajaran lebih menarik b. Kekurangan metode demonstrasi 1) Fasilitas, seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik.

  2) Demonstrasi memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang disamping memerlukan waktu yang cukup panjang.

  3) Metode ini memerlukan keterampilan oncerver secara khusus, karena tanpa ditunjang dengan hal itu pelaksanaan demonstrasi akan tidak efektif. Media promosi kesehatan berfungsi untuk membantu dalam proses pendidikan atau pengajaran sehingga pesan kesehatan dapat disampaikan lebih jelas, dan masyarakat atau sasaran dapat menerima pesan tersebut dengan tepat dan jelas (Nursalam & Efendi, 2008). Media promosi menggunakan leaflet. Pada garis besarnya hanya ada tiga macam alat bantu pendidikan (alat peraga), antara lain: a. Alat bantu melihat (visual) yang berguna dalam membantu menstimulasi indra mata (penglihatan) b. Alat-alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip, dan sebagainya.

  c. Alat-alat yang tidak diproyeksikan: 1) Dua dimensi, gambar peta, bagan, 2) Tiga dimensi, misalnya bola dunia, boneka.

  3) Alat-alat bantu dengar, yaitu alat yang dapat membantu untuk menstimulasikan indra pendengaran pada waktu proses penyampaian materi. misalnya, piring hitam, radio, dan sebagainya. 4) Alat bantu lihat dengar, seperti TV dan video Cassete. Alat bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan (AVA) Audio Visual Aids.

  (Notoadmodjo, 2003).

B. Pengetahuan 1. Pengertian

  Pengetahuan menurut Notoatmodjo(2012) merupakan hasil “tahu” pengindraan terhadap suatu obyek tertentu setelah terjadinyapengindraan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian terhadap obyek, yang sebagian besar pengetahuan manusia dipengaruhi oleh mata dan telinga. Pengetahuan erat hubunganya dengan pendidikan, diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan semakin luas pengetahuanya, tetapi bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah.

  Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu: 1) Tahu (know)

  Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan. Tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh materi yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Kata kerja yang mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi menyatakan dan sebagainya. 2) Memahami (comprehension)

  Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginerprestasikan dengan benar. Seseorang yang telah paham suatu obyek atau materi akan dapat menjelaskan, menyebutkan, atau menyimpulkan obyek yang telah dipelajari. 3) Aplikasi (application)

  Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

  Aplikasi dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum- hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (analysis)

  Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek di dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari kemampuan menjabarkan, membebakan, mengelompokan dan memisahkan.

  5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukan suatu kemampuan melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas dan dapat menyesuaikan.

  6) Evaluasi (evaluation) Yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Penilaian ini dapat diukur melalui angket atau kuisioner jadi apabila perilaku seseorang didasari pada pengetahuan dan kesadaran akan berlangsung lama.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Wawan dan Dewi, 2010).

  1) Faktor Internal

  a) Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah upaya untuk memberikan tingkat pengetahuan sehingga terjadi perilaku positif yang meningkat.

  b) Pekerjaan Menurut Thomas (2003) dalam Wawan dan Dewi (2010) pekerjaan adalah hal yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak. c) Umur Menurut Elisabeth (2003) dalam Wawan dan Dewi (2010) usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Menurut Huclok (1998) dalam Wawan dan Dewi, (2010) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

  2) Faktor Eksternal

  a) Faktor Lingkungan Lingkungan merupakan semua kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

  b) Faktor Budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap menerima informasi.

C. Scabies 1. Pengertian

  Scabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi

  dan sensitasi Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Penyakit ini disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gatal agogo, budukan atau penyakit ampera (Harahap,2008).

2. Penyebab

  Scabies disebabkan oleh kutu/tungau Sarcoptes scabiei.Sarcoptes scabiei bersifat obligat parasit yang mutlak memerlukan induk semang

  untuk berkembang biak. Sarcoptes scabiei tidak dapat dibiakkan secara

  in vitro meskipun telah ditumbuhkan pada media yang terdiri dari tick

  

cell medium 25%, serum kambing 50% ekstrak epidermis 25%,

  streptomisin 200 mg/ml dan fungizone 10mg/ml (Tarigan, 1999 dalam Wardhana, 2006).

  Secara morfologik Sarcoptes scabiei merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata, tunggau ini transient, berwarna putih dan tidak bermata. Tungau betina panjangnya 330-450 mikron, sedangkan tungau jantan lebih kecil kurang lebih setengahnya yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki dan bergerak dengan kecepatan 2,5 cm permenit di permukaan kulit (Asra, 2010).

  Sarcoptes scabiei betina setelah dibuahi mencari lokasi yang tepat

  di permukaan kulit untuk kemudian membentuk terowongan, dengan kecepatan 0,5mm

  • –5mm per hari. Terowongan pada kulit dapat sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum. Di dalam terowongan ini tungau betina akan tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari dan bertelur sebanyak 2-3 butir telur sehari. Telur akan menetas setelah 3-4 hari menjadi larva yang akan keluar ke permukaan kulit untuk kemudian masuk kulit lagi dengan menggali terowongan, biasanya sekitar folikel rambut untuk melindungi dirinya dan mendapat makanan. Setelah beberapa hari, menjadi bentuk dewasa melalui bentuk nimfa. Waktu yang diperlukan dari telur hingga bentuk dewasa sekitar 10-14 hari. Tungau jantan mempunyai masa hidup yang lebih pendek dari pada tungau betina, dan mempunyai peran yang kecil pada
patogenesis penyakit. Biasanya hanya hidup dipermukaan kulit dan akan mati setelah membuahi tungau betina (Asra, 2010).

3. Patogenesis

  Kelainan kulit ini tidak hanya disebabkan oleh tungau scabies saja, tetapi juga oleh penderita sendiri kibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. (Djuanda, 1993)

  Dalam beberapa hari pertama, antibodi dan sel sistem imun spesifik lainnya belum memberikan respon. Namun, terjadi perlawanan dari tubuh oleh sistem imun non spesifik yang disebut inflamasi. Tanda dari terjadinya inflamasi ini antara lain timbulnya kemerahan pada kulit, panas, nyeri dan bengkak. Hal ini disebabkan karena peningkatan persediaan darah ke tempat inflamasi yang terjadi atas pengaruh amin vasoaktif seperti histamine, triptamin dan mediator lainnya yang berasal dari selmastosit. Mediator- mediator inflamasi itu juga menyebabkan rasa gatal di kulit. Molekul- molekul seperti prostaglandin dan kinin juga ikut meningkatkan permeabilitas dan mengalirkan plasma dan protein plasma melintasi endotel yang menimbulkan kemerahan dan panas (Baratawidjaja, 2007).

  4. Gejala

  4 tanda kardinal menurut Djuanda (1993) adalah: 1) Gatal-gatal terutama pada malam hari (pruritus nokturna). Ini terjadi karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas, dan pada saat hospes dalam keadaan tenang atau tidak beraktivitas sehingga dapat mengganggu ketenangan ketika tidur (Cahyaningsih, 2012). 2) Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok. 3) Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi yang berwarna putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus/ berkelok, rata- rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul/ vesikel.

  4) Menemukan tungau.

  Diagnosa dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal.

  5. Penularan

  Penularan scabies pada manusia sama seperti cara penularan

scabies pada hewan, yaitu secara kontak langsung dengan penderita.

  Disamping itu kontak secara tidak langsung seperti melalui pakaian, handuk, seprai, dan barang-barang lain yang pernah dipakai oleh penderita, juga merupakan sumber penularan yang harus dihindari (Wardhana, 2006).

6. Faktor resiko scabies

  Faktor resiko scabies adalah: 1) Sistem imun tubuh

  Semakin rendah imuntas seseorang, maka akan semakin besar kemungkinan orang tersebut untuk terjangkit atau tertular penyakit

  scabies. Namun diperkirakan terjadi kekebalan setelah terinfeksi.

  Orang yang pernah terinfeksi akan lebih tahan terhadap infeksi ulang walaupun masih tetap bisa terkena infeksi dibandingkan mereka (orang-orang) yang sebelumnya belum pernah terinfeksi scabies. 2) Lingkungan dengan hygiene sanitasi yang kurang

  Lingkungan yang dimungkinkan sangat mudah terjangkit

  scabies adalah lingkungan yang lembab, terlalu padat, dan dengan sanitasi buruk.

  3) Semua kelompok umur Semua kelompok umur, baik itu anak-anak, remaja, dewasa, dan tua mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit scabies.

  4) Kemiskinan 5) Seksual promiskuitas (berganti-ganti pasangan) 6) Diagnosis yang salah 7) Demografi 8) Ekologi 9) Derajat sanitasi individual

7. Pengobatan

  Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan

  scabies menurut Harahap (2008) dan Handoko (2008) yaitu:

  1) Permetrin Merupakan obat pilihan untuk saat ini, tingkat keamanannya cukup tinggi, mudah pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit.

  2) Malation Malation 0,5 % dengan dasar air digunakan selama 24 jam.

  Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian 3) Emulsi Benzil-benzoas (20-25 %)

  Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Efek sampingnya sering terjadi iritasi dan kadang semakin gatal setelah digunakan. 4) Sulfur

  Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10 % secara umum aman dan efektif digunakan. Dalam konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada malam hari selama 3 malam. 5) Monosulfiran

  Tersedia dalam bentuk lotion 25 %, yang sebelum digunakan harus ditambah 2

  • – 3 bagian dari air dan digunakan selam 2 – 3hari. 6) Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan)

  Kadarnya 1 % dalam krim atau lotion, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang terjadi iritasi. Tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala ulangi seminggu kemudian. 7) Krotamiton Krotamiton 10 % dalam krim atau losio, merupakan obat pilihan.

  Mempunyai 2 efek sebagai anti scabies dan anti gatal.

8. Pencegahan

  Pencegahan pada manusia dapat dilakukan dengan cara menghindari kontak langsung dengan penderita dan mencegah penggunaan barang-barang penderita secara bersama. Pakaian,handuk, dan lainnya yang pernah digunakan penderita harus diisolasi dan dicuci dengan air panas. Pakaian dan barang-barang asal kain, dianjurkan untuk disetrika sebelum dipakai, seprai penderita harus sering diganti dengan yang baru maksimal tiga hari sekali. Benda-benda yang tidak dapat dicuci dengan air seperti bantal, guling, selimut disarankan dimasukkan ke kantong plastic selama tujuh hari, selanjutnya dicuci kering atau dijemur di bawah matahari, sambil dibolak-balik minimal dua puluh menit sekali. Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola hidup yang sehat akan mempercepat kesembuhan dan memutus siklus hidup Sarcoptes scabiei (Wardhana, 2006).

D. Perilaku Personal Hygiene 1. Perilaku a. Pengertian

  Perilaku atau tindakan yang berdasarkan pada pendirian, keyakinan. Dalam arti preventif diartikan sebagai perbuatan seseorang atau sekelompok yang bertujuan mencegah timbulnya atau menularnya suatu penyakit

  Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berprilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.

  Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi Organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Dengan demikian, maka tentu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor itu sendiri antara lain: susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan, dan sebagainya. Susunan saraf pusat memegang peranan penting karena merupakan sebuah bentuk perpindahan dari rangsangan yang masuk menjadi perbuatan atau tindakan, perpindahan ini dilakukan oleh susunan saraf pusat dengan unit-unit dasarnya,

  

neuron . Neuron memindahkan energi-energi dalam impuls-impuls

  saraf. Impuls-impuls saraf indra pendengaran, penglihatan, pembauan, pencicipan, dan perabaan disalurkan dari tempat terjadinya rangsangan melalui impuls-impuls saraf ke susunan saraf pusat.

  Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalu persepsi. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati terhadap objek yang sama. motivasi yang diartikan sebagai suatu dorongan untuk bertindak mencapai suatu tujuan juga dapat terwujud dalam bentuk perilaku. perilaku juga dapat timbul karena emosi. Aspek Psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, yang pada hakikatnya merupakan faktor turunan (bawaan). Manusia dalam mencapai kedewasaan semua aspek tersebut diatas akan berkembang sesuai dengan hukum perkembangan.

  Maka dapat disimpulkan bahwa perilaku itu dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua, yakni faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup: pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun nonfisik seperti: iklim, manusia, sosial- ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.

  Jadi perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skinner (1938) dalam artikel sehat online, seorang akhli psikologis, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

  Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua,yaitu :

  1. Perilaku tertutup (covert behavior): Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup, misalnya ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan.

  2. Perilaku terbuka (overt behavior): Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata, misalnya seorang ibu memeriksakan kehamilannya 2.

   Personal Hygiene a. Pengertian

  berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang

  Personal Hygiene

  artinya perorangan dan hygiene yang berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. (Tarwoto, Wartonah, 2006)

  Hygiene adalah istilah dari bahasa Inggris yaitu ”hygiene” yang

  berarti : usaha kesehatan preventif yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha kesehatan individu, maupun usaha kesehatan pribadi manusia

  Di dalam undang-undang Nomor 2 Tahun 1996, Hygiene di nyatakan sebagai kesehatan masyarakat yang meliputi semua usaha untuk memelihara, melindungi, dan mempertinggi derajat kesehatan badan, jiwa, baik untuk umum maupun perorangan yang bertujuan memberikan dasar-dasar kelanjutan hidup yang sehat, serta mempertinggi kesehatan dalam perikemanusiaan.

  Personal hygiene menurut Tarwoto (2004) adalah suatu tindakan

  untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Sehingga diperolehnya kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Kebutuhan personal hygiene ini diperlukan baik pada orang sehat maupun pada orang sakit.

b. Tujuan Perilaku personal hygiene

  a) Meningkatkan derajat kesehatan seseorang

  b) Memelihara kebersihan diri seseorang

  c) Memperbaiki personal hygiene yang kurang

  d) Pencegahan penyakit

  e) Meningkatkan percaya diri seseorang f) Menciptakan keindahan (Potter & Perry, 2006).

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Personal Hygiene

  Sikap seseorang melakukan personal hygiene menurut Tarwoto (2004) dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain :

  a) Citra tubuh Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Personal hygiene yang baik akan mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh (Body Image) individu, dan akan mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.

  b) Praktik sosial Kebiasaan keluarga, jumlah orang di rumah, dan ketersediaan air panas atau air mengalir hanya merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi perawatan personal hygiene.

  c) Status sosio-ekonomi

  Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,

  pasta gigi, sikat gigi, shampo dan alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

  d) Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Walau demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Seseorang harus memiliki motivasi untuk memelihara perawatan diri. Seringkali pembelajaran tentang penyakit atau kondisi yang mendorong individu untuk meningkatkan personal hygiene.

  e) Budaya Kepercayaan kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi

  personal hygiene . Orang dari latar kebudayaan yang berbeda

  mengikuti praktik perawatan diri yang berbeda. Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan/ terkena air.

  f) Kebiasaan seseorang Setiap individu mempunyai pilihan kapan untuk mandi, bercukur dan melakukan perawatan rambut. Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan shampo, dan lain-lain.

  g) Kondisi fisik Pada keadaan sakit, tentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

d. Dampak yang Timbul pada Masalah Personal Hygiene

  Dampak yang sering timbul pada masalah

  personal hygiene (Tarwoto & Wartonah, 2004) meliputi:

  1. Dampak fisik

  Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpelihara kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.

  2. Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal

  hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan

  dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial.

E. Pondok Pesantren 1. Pengertian

  Pesantren adalah tempat belajar Agama Islam. Suatu lembaga pendidikan Islam dikatakan pesantren apabila terdiri dari unsur-unsur Kyai/Syekh/Ustadz yang mendidik dan mengajar, ada santri yang belajar, ada mushola/masjid, dan ada pondok/asrama tempat santri bertempat tinggal. Asrama adalah rumah pemondokan yang ditempati oleh para santri, pegawai, dan sebagainya yang digunakan sebagai tempat berlindung, beristirahat, dan bergaul dengan sesama teman (Dariansyah, 2006).

  Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan model asrama

  (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajaran atau madrasah sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang Kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independent dalam segala hal (Qomar, 2005).

  Pesantren merupakan “bapak” dari pendidikan Islam di Indonesia didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan jaman. Hal ini bisa dilihat dari perjalanan sejarah, bila di runut kembali sesungguhnya pesantren dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam sekaligus mencetak kader- kader ulama atau da‟i. (Hasbullah, 1999) 2.

   Jenis-jenis Pesantren

  Menurut Departemen Agama (2003), bahwa jenis-jenis pesantren yang ada di Indonesia, yaitu: 1) Pondok pesantren salaf (tradisional)

  Pesantren salaf adalah lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik (salaf) sebagai inti pendidikan.

  Sedangkan sistem madrasah ditetapkan hanya untuk memudahkan sistem sorogan, yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum.Sistem pengajaran pesantren salaf memang lebih sering menerapkan model sorogan dan wetonan (waktu). Dimana pengajian model ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang biasanya dilaksanakan setelah mengerjakan shalat fardhu.

  2) Pesantren khalaf (modern) Pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti; RA/TK, MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan PT dalam lingkungannya. Dengan demikian pesantren modern merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui atau dimodernkan pada segi- segi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem sekolah.

3. Santri/ santriwati

  Santri merupakan unsur yang penting sekali dalam perkembangan sebuah pesantren karena langkah pertama dalam tahap-tahap membangun pesantren adalah bahwa harus ada murid yang datang untuk belajar dari seorang alim, dan santriwati merupakan sebutan untuk santri putri.

  Santri biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu santri kalong dan santri mukim. Santri kalong merupakan bagian santri yang tidak menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah masing-masing sesuadah selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren. Santri kalong biasanya berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren. Makna santri mukim ialah putera puteri yang menetap dalam pondok pesantren dan biasanya berasal dari daerah jauh.

F. Kerangka Teori

  Santriwati PonPes Al-Falah Skabies

  Kebersihan Personal Hygiene Faktor Internal

   Pendidikan (Pendidikan Kesehatan tentang

  Scabies dan Personal Hygiene)

  Faktor Ekternal  Lingkungan

  Pengetahuan scabies dan  Sosial budaya

  Perilaku Personal Hygiene Faktor lain yang berpengaruh

   Dukungan Pesantren  Kelembaban  Iklim  Ventilasi

Gambar 2.1 Kerangka Teori

  Sumber: Teori Simpul (Achmadi, 2012)

G. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran yang memberikan penjelasan tentang dugaan yang tercantum dalam hipotesa (Saryono, 2010).

  Perlakuan

  Pengetahuan tentang Pengetahuan tentang Penyakit Pemberian Penkes

  Penyakit Skabies dan

  Scabies dan Perilaku Pesonal tentang Penyakit

  Perilaku Personal Hygiene Santriwati

  Hygiene Skabies dan Perilaku

  Santriwati (Pre Test) Personal Hygiene

  (Post test) Dibandingkan

  Gambar 2.2

  Kerangka Konsep Perbedaan Pengetahuan Dan Perilaku Personal Hygiene Santriwati Sebelum Dan Setelah Diberikan Pendidikan Kesehatan Scabies Di

  Pondok Pesantren Salafi Al-Falah Jatilawang H.

   Hipotesis

  Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang kebenarannya perlu diteliti lebih lanjut (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis dalam penelitian ini di duga adanya perbedaan pengetahuan dan perlaku Personal Hygiene sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan scabies di Pondok Pesantren Salafi Al-Falah Jatilawang.