BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Pengaruh antara Penerapan Pembelajaran Diskusi K

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

  Pendidikan kewarganegaraan secara singkat berarti mendidik warga negara untuk berkewarnegaraan, pancasila dan UUD 1945 menjadi dasar dalam muatan materi pembelajaran. Menurut Pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003, tujuan Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di dalamnya memuat aspek hukum, politik dan moral.

  Mata Pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006).

  Pendidikan kewarganegaraan adalah bidang studi yang bersifat interdisipliner ilmu-ilmu sosial yang secara struktural bertumpu pada disiplin ilmu politik, khususnya konsep demokrasi politik untuk aspek hak dan kewajiban (Abdul Aziz Wahab & Sapriya, 2011). Menurut Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005, Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas terampil dan kerkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

  Menurut Ahmah Haris Bhakti (2009) Pendidikan Kewarganegaraan adalah diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

  Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Depdiknas, 2002).

  Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan mengajarkan setiap warga negara untuk mampu demokratis dan berpikir kritis terhadap masalah politik dan sosial yang terjadi di lingkungan sekitar. Pembelajaran PKn mengkaji tentang sistem pemerintahan, HAM, hak dan kewajiban warga negara serta proses demokrasi. Pada sekolah dasar pembelajaran PKn menanamkan tentang dasar pendidikan kewarganegaraan, dalam bidang persatuan dan kesatuan bangsa meliputi, hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

2.1.1.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

  Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tujuan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan sebagai berikut : a.

  Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, b.

  Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti- korupsi, c.

  Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

2.1.1.3 Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

  Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) mengemukakan bahwa ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut : a.

  Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan NKRI, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap NKRI, keterbukaan dan jaminan keadilan.

  b.

  Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistim hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.

  c.

  Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

  d.

  Kebutuhan warga negara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.

  e.

  Konstitusi Negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.

  f.

  Kekuasan dan Politik, meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem g.

  Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai- nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.

  h.

  Globalisasi meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.

2.1.1.4 Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar

  Sesuai dengan pengertian, tujuan dan ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan di sekolah dasar, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 menetapkan agar guru membelajarkan peserta didik untuk fokus pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945, hal ini bertujuan agar peserta didik dapat berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lainnya, berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

  Materi pembelajaran telah di tetapkan dalam ruang lingkup sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006. Pembelajaran PKn mendidik siswa berpikir kritis terhadap persoalan politik dan sosial yang terjadi di lingkungan sekitar, mengambil keputusan secara demokratis materi dasar pembelajaran PKn, hidup rukun dalam perbedaan cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan negara kesatuan republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap negara Penting bagi seorang guru dalam pembelajaran PKn memilih metode dan media pembelajaran yang bermakna pada siswa dan mencakup ketiga aspek tersebut.

2.1.2 Metode Diskusi Kelompok

  2.1.2.1 Pengertian Diskusi Kelompok

  Diskusi merupakan interaksi bertukar pikiran oleh dua orang atau lebih, dalam kamus besar bahasa Indonesia diskusi diartikan sebagai suatu pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah. Metode diskusi dalam pembelajaran bertujuan agar siswa mampu memecahkan masalah, dalam pembelajaran diskusi menjadi salah satu metode pembelajaran yang efektif karena dari hasil diskusi akan timbul banyak solusi dan pemecahan masalah. Moh. Surya (1975:107) mendefinisikan diskusi kelompok sebagai suatu proses bimbingan dimana murid-murid akan mendapatkan suatu kesempatan untuk menyumbangkan pikiran masing-masing dalam memecahkan masalah bersama. Diskusi kelompok melatih siswa untuk dapat mengidentifikasi masalah dan mencari alternatif pemecahan masalah. Dalam diskusi ini tertanam pula tanggung jawab dan harga diri. Moh. Uzer Usman (2005: 94) diskusi kelompok merupakan suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan atau pemecahan masalah. Menurut Subroto (2002: 179) diskusi kelompok adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam suatu kelompok untuk saling bertukar pendapat suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban atau kebenaran atas suatu masalah.

  Menurut beberapa pendapat dari para ahli, diskusi merupakan proses interaksi bertukar pikiran antara dua orang atau lebih, metode diskusi kelompok melatih siswa untuk dapat mengidentifikasi masalah dengan berbagi pengalaman dan mencari alternatif pemecahan masalah secara bersama.

  2.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Diskusi Kelompok

  Metode diskusi kelompok memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Haryono kelebihan diskusi kelompok sebagai berikut : b.

  Dapat meningkatkan pemahaman atas masalah-masalah penting, c. Mengembangkan kemampuan untuk berfikir dan berkomunikasi, d. Meningkatkan ketertiban dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dan, e.

  Membina semangat kerjasama dan bertanggung jawab.

  Kelemahan metode diskusi kelompok menurut Wardani (Dalam Puger, 1997 : 9) sebagai berikut : a.

  Diskusi kelompok memerlukan waktu yang lebih banyak daripada cara belajar yang biasa, b.

  Dapat memboroskan waktu terutama bila terjadi hal-hal yang negatif seperti pengarahan yang kurang tepat, c.

  Anggota yang kurang agresif (pendiam, pemalu) sering tidak mendapatkan kesempatan untuk mengemukakan pendapat atau ide-idenya sehingga terjadi frustasi atau penarikan diri dan, d. Adakala hanya didominasi oleh orang-orang tertentu saja.

2.1.2.3 Langkah-langkah Penerapan Metode Diskusi Kelompok

  Pertama Melakukan persiapan fisik, mengatur meja kursi siswa agar siswa dapat berhadap-hadapan atau bertatap muka. Sesuaikan dengan bentuk dan anggota kelompok agar efisien. Misalnya satu kelompok hanya terdiri dari 4 orang agar hasil kerja kelompok dapat maksimal. Hal lain yang harus diperhatikan adalah dalam satu kelompok jangan sampai didominasi oleh anak aktif. Kedua Membahas bersama siswa dalam memilih topik yang akan didiskusikan. Contohnya topik yang sedang diperbincangkan dalam masyarakat, sesuatu yang menimbulkan perbedaan pendapat, atau isu yang menimbulkan pro dan kontra antara kelompok

  Ketiga Pemilihan anggota kelompok berdasarkan keaktifan siswa yang mampu memberi motivasi kepada teman kelompok untuk mengemukakan pendapat dan melalui kebijakan guru. Keempat Seluruh siswa mendiskusikan secara aktif dalam kelompok mengenai tugas yang harus dikerjakan. Kelima Secara bergiliran masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok. Keenam Kelompok lain memberi tanggapan dan mencatat hasil presentasi

2.1.3 Metode Ceramah Bervariasi

2.1.3.1 Pengertian Metode Ceramah Bervariasi

  Metode ceramah merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada guru, penguasaan kelas oleh guru, siswa hanya cukup diam dan mencatat penjelasan dari seorang guru. Seiring dengan perubahan kurikulum, pendekatan, metode dan tehnik pembelajaran muncul perubahan yang melatih siswa aktif berpikir kreatif dan mandiri dalam pemecahan masalah.

  Metode bervariasi pun, merupakan penambahan metode ceramah yang selama pembelajaran berpusat pada guru diupayakan siswa terlibat dan menjadi tidak bosan dengan berbantuan tanya jawab, pendekatan kontekstual. Pengertian dari ceramah menurut Widi Rahardjo (2002) ialah suatu cara penyajian bahan ajar atau mengajar melalui penjelasan atau penuturan oleh guru kepada peserta didik. Selanjutnya Widi Rahardjo (2002) menyatakan bahwa metode ceramah ialah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan melalui penuturan (penjelasan lisan) oleh guru kepada siswa. Metode ceramah bervariasi merupakan cara penyampaian, penyajian bahan pelajaran dengan disertai macam-macam penggunaan metode pengajaran lain, seperti tanya jawab dan diskusi terbatas, pemberian tugas dan sebagainya (Fatonah Sismiasih, 2013).

  2.1.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Ceramah Bervariasi

  Widi Rahardjo (2002) menyatakan kelebihan dan kekurangan dari metode ceramah. Kelebihannya adalah untuk menyampaikan pengantar atau informasi yang baru, gunakan anak bila anak sudah mendapatkan motivasi, tepat untuk kelas besar dan untuk menekankan hal-hal yang penting yang telah dipelajari, lebih tepat bagi orang-orang dewasa karena dapat berkonsentrasi dalam jangka waktu lebih lama, dapat digunakan untuk menghabiskan bahan pelajaran dengan materi yang lebih dalam waktu yang singkat, tidak banyak menggunakan alat atau media peraga, untuk menjelaskan bahan pelajaran yang penting yang tidak terdapat dalam buku teks, untuk bahan pelajaran yang dirasa sukar walaupun terdapat dalam buku teks, untuk bahan pelajaran yang dirasa sukar walaupun terdapat dalam buku teks, tetapi guru perlu menjelaskan, untuk membangkitkan hasrat dan minat siswa.

  Kekurangan metode ceramah adalah hanya menghasilkan ingatan jangka pendek pada siswa, kurang tepat bagi anak kecil, karena belum bisa berkonsentrasi dalam waktu lama dan sulit menerima penjelasan guru yang terlalu banyak mengeluarkan kalimat-kalimat. Kegiatan ini lebih berpusat pada guru, sehingga anak pasif, dapat melemahkan perhatian siswa, membosankan siswa bila ceramahnya terlalu lama, karena setelah 20 menit pertama perhatian siswa menurun dan bicara guru tidak menarik, kurang tepat atau sejalan dengan sistem pembelajaran aktif dan menimbulkan sekolah duduk & dengar, merugikan bagi siswa yang tidak peka pendengarannya dan tidak dapat mencatat secara cepat atau merusak tulisan, tidak tepat untuk pengajaran aspek keterampilan (phsykomotorik).

  2.1.3.3 Langkah-langkah Metode Ceramah Bervariasi

  Langkah-langkah metode ceramah di dalam kelas menurut Widi Rahardjo (2002) antara lain : 1.

  Persiapan Pada tahap persiapan awal berceramah, guru melakukan kegiatan menata menentukan urutan-urutan penyajian, agar bagi guru atau siswa dapat dengan mudah memahami dan menguasai bahan pelajaran tersebut.

  2. Awal ceramah Pada tahap ini sebagai pengantar atau interupsi dimana guru membuka pelajaran dengan kegiatan-kegiatan yang menumbuhkan motivasi dan perhatian siswa yang antusias, mendorong rasa ingin tahu dengan pertanyaan yang menantang atau merangsang berpikir siswa dengan menggunakan pokok- pokok isi atau materi.

  3. Pelaksanaan Ceramah Tahap ini merupakan kegiatan inti, guru menyajikan bahan pelajaran yang telah dipersiapkan pada siswa di kelas. Pokok bahasan yang akan diterangkan sebaiknya ditulis di papan tulis atau pada bagan yang telah dipersiapkan pada kertas manila dan jelaskan secara berurutan sehingga siswa lebih mudah untuk memahami sambil mencatat hal-hal yang penting. Apabila siswa ada yang belum jelas maka guru dapat mengulangi keterangan dengan menggunakan bahasa yang lebih sederhana. Guru perlu mengatur alokasi waktu yang tersedia, perlu diselingi pula dengan variasi metode sehingga siswa tidak jenuh.

  4. Menutup akhir ceramah.

  Tahap ini merupakan kegiatan akhir dari ceramah, yaitu dengan membuat kesimpulan secara garis besar dari pelajaran yang baru saja dijelaskan, dapat dilakukan guru atau siswa.

2.1.4 Media Game puzzle

2.1.4.1 Pengertian Media

  Media berasal dari kata latin, secara harfiah berarti perantara atau pengantar atau sedang. Menurut kamus besar bahasa Indonesia secara pendidikan media berarti perantara atau penghubung. Oemar Hamalik (2009) menyatakan bahwa media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa dengan peserta didik. Selanjutnya Trini Prastati (2005: 3) memberi makna media sebagai apa saja yang mampu menyalurkan informasi dari sumber informasi ke penerima informasi. Pendapat lain menyatakan bahwa media adalah suatu sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari seorang komunikator kepada komunikan (Suranto, 2005: 18).

  Dari beberapa pendapat para ahli media dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan atau menghubungkan sesuatu dalam berkomunikasi. Sebagai guru media merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dalam pembelajaran yang berupa grafis, fotografis maupun elektronik yang mengandung materi pembelajaran sehungga dapat merangsang siswa untuk belajar.

2.1.4.2 Fungsi Media Pembelajaran

  Livie dan Lentz (1982) mengemukakan 4 fungsi media pembelajaran yaitu:

  1. Fungsi atensi berarti media visual merupakan inti, menarik dan mengrahkan perhatian pembelajar akan berkonsentrasi pada isi pelajaran;

  2. Fungsi afektif maksudnya media visual bisa dilihat dari tingkat kenikmatan pembelajar ketika belajar membaca teks bergambar;

  3. Fungsi kognitif yaitu mengungkapkan bahwa lambang visual mempelancar pencapaian tujuan dalam memahami dan mendengar informasi;

  4. Fungsi kompensatoris yaitu media visual memberikan konteks untuk memahami teks dan membantu pembelajar yang kurang mampu dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali;

  Media pembelajaran berfungsi untuk merangsang minat belajar siswa, sehingga tercipta komunikasi dalam pembelajaran yang dapat dipahami. Penggunaan media pembelajaran akan mempengaruhi hasil belajar siswa, hal ini disebabkan karena membangkitkan minat belajar siswa dan akan mendorong rasa keingintahuan siswa lebih besar.

2.1.4.3 Macam-macam Media Pembelajaran

  Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, media dalam pembelajaran telah banyak berkembang. Dahulu jika siswa hanya dapat menikmati media visual berupa gambar, kini telah menjadi audio visual gambar yang dapat bergerak, hal ini akan sangat berpengaruh untuk siswa ketika digunakan pada proses pembelajaran. Penggolongan media pembelajaran menurut Seels & Glasgow (1990: 181-183) membagi media berdasarkan perkembangan terknologi, yaitu media dengan teknologi tradisional dan dengan teknologi mutakhir. Media dengan teknologi tradisional meliputi: a.

  Visual diam yang diproyeksikan berupa proyeksi opaque (tak tembus pandang), proyeksi overhead, slides, filmstrips, b.

  Visual yang tidak diproyeksikan berupa gambar, poster, foto, charts, grafik, diagram, pameran, papan info, c.

  Audio terdiri dari rekaman piringan dan pita kaset, d. Penyajian multimedia dibedakan menjadi slide plus suara dan multi image, e. Visual dinamis yang diproyeksikan berupa film, televisi, video.

  f.

  Media cetak seperti buku teks, modul, teks terprogram, workbook, majalah ilmiah, berkala, dan hand out, g.

  Permainan diantaranya teka-teki, simulasi, permainan papan, h. Realita dapat berupa model, specimen (contoh), manipulatif (peta, miniatur, boneka).

  Sedangkan media dengan teknologi mutakhir dibedakan menjadi : a. Media berbasis telekomunikasi diantaranya adalah teleconfrence dan

  distance learning, b.

  Media berbasis mikroprosesor terdiri dari CAI (Computer Assiated

  Intruction), Games Hypermedia, CD (Compact Disc), dan pembelajaran

  berbasis Web (Web Based Learning). Berbeda dengan Azhar Arsyad (2007: 29) mengelompokkan media pembelajaran menjadi empat kelompok, yaitu media hasil teknologi cetak, media hasil teknologi audio visual, media hasil

  Media tradisional berkembang menjadi media modern, bertujuan untuk mempermudah guru dan siswa dalam berkomunikasi mengikuti kebutuhan pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

2.1.4.4 Game puzzle

  Game adalah bentuk permainan yang diadopsi guru dalam kegiatan pembelajaran. Pemanfaatan game sebagai metode pembelajaran dalam dunia pendidikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dalam dunia pendidikan. Game disajikan sebagai alat yang dapat dinikmati setiap orang. Salah satu jenis permainan edukatif adalah permainan puzzle, menurut Andang Ismail (2006) puzzle merupakan permainan dengan menyusun dengan menyusun gambar dan kepingannya, semakin tinggi tingkat kesulitannya. Menurut Adenan (1989, dalam Arief Sadiman, dkk, 2009: 70

  ) “puzzle dan games adalah materi untuk memotivasi diri secara nyata dan merupakan daya penarik yang kuat. Puzzle dan games untuk memotivasi diri karena hal itu menawarkan sebuah tantangan yang dapat secara umum dilaksanakan dengan berhasil”. Sedangkan menurut Jill Hadfield (1990: 5), puzzle adalah pertanyaan-pertanyaan atau masalah yang sulit untuk dimengerti atau dijawab”.

  Secara Etimologi (asal-usul kata), puzzle awalnya adalah sebuah kata kerja. Kata puzzle berasal dari bahasa Perancis Kuno “Aposer“. Kata tersebut dalam bahasa Inggris kuno menjadi “Pose” lalu berubah menjadi “Pusle” yang merupakan kata kerja dengan arti (bewilder) atau membaurkan, mengacaukan (confound). Sedangkan kata Puzzle secara bahasa Indonesia diartikan sebagai tebakan atau teka-teki (Aribowo, 2012). Puzzle merupakan permainan melalui potongan gambar, kata, dan warna serta rangkaian situasi yang membutuhkan cara memecahkan masalah. Metode game puzzle termasuk dalam jenis simulasi kepingan, simulasi sendiri berasal dari kata simulate yang artinya pura- pura atau berbuat seolah- olah. Kata simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura- pura. Dengan demikian, simulasi dalam metode pembelajaran dimaksudkan sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran) melalui perbuatan yang mengenai tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dalam keadaan yang sebenarnya (Widi Rahardjo, 2002).

2.1.4.5 Kelebihan dan Kekurangan Media Game puzzle

  Kelebihan media game puzzle : a. Meningkatkan keterampilan kognitif.

  Keterampilan kognitif (cognitive skill) berhubungan dengan kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah. Puzzle adalah permainan yang menarik bagi siswa sekolah dasar karena pada dasarnya rasa keingintahuan yang besar serta pembelajaran menggunakan teka-teki puzzle akan memotivasi minat belajar siswa. Dengan bermain puzzle, anak dapat mencoba memecahkan masalah yaitu menyusun gambar. Pada tahap awal mengenal

  puzzle, mereka mungkin mencoba untuk menyusun gambar maupun materi puzzle dengan cara mencoba memasang bagian-bagian puzzle tanpa petunjuk.

  Dengan sedikit arahan, maka anak sudah dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan cara mencoba menyesuaikan bentuk, menyesuaikan warna, atau logika. Contoh usaha anak menyesuaikan secara runtut misalnya lembaga sistem pemerintahan dari yang terkecil.

  b.

  Meningkatkan keterampilan sosial Keterampilan sosial berkaitan dengan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Puzzle dapat dimainkan secara perorangan. Namun puzzle dapat pula dimainkan secara kelompok. Permainan yang dilakukan oleh anak-anak secara kelompok akan meningkatkan interaksi sosial anak. Dalam kelompok anak akan saling menghargai, saling membantu dan berdiskusi satu sama lain. Jika anak bermain puzzle di rumah, maka orang tua dapat menemani anak untuk berdiskusi menyelesaikan puzzle-nya, akan tetapi sebaiknya orang tua hanya memberikan arahan kepada anak dan tidak terlibat secara aktif membantu anak menyusun puzzle.

  c.

  Melatih logika Membantu melatih logika siswa, misalnya dengan berusaha menyusun

  Jika materi pembelajaran dapat dimengerti siswa maka pengetahuan siswa akan bertambah luas karena menggunakan logika dalam pengerjaanya. Dengan memahami kelebihan game puzzle siswa dapat mengeksplor kemampuan berpikir serta menemukan hal baru yang dapat membantu dalam memahami materi pembelajaran. Contoh standar kompetensi dan kompetensi kelas 2 semester I yang sesuai : a.

  Standar kompetensi Mengenal sistem pemerintahan tingkat pusat.

  b. Kompetensi dasar Mengenal lembaga-lembaga negara dalam susunan pemerintahan tingkat pusat. Menyebutkan organisasi pemerintahan tingkat pusat, seperti presiden, wakil presiden dan para menteri.

2.1.4.6 Langkah-Langkah Menggunakan Media Game puzzle 1.

  Guru meminta siswa membentuk kelompok 5 orang.

  2. Guru memberikan guntingan-guntingan kertas yang berisi dari bidang-bidang Contoh daerah sesuai dengan mata pencaharian masyarakat.

  3. Guntingan yang mengandung pesan tersebut diberikan secara acak kepada siswa.

  4. Siswa diminta untuk menggabungkan guntingan-guntingan tersebut sehingga menunjukan pesan sesuai dengan yang harus dan dilanjutkan dengan diskusi.

  5. Guru meminta perwakilan salah satu dari kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya.

  6. Guru memberikan apresiasi pada hasil diskusi siswa.

  Kartu-kartu tugas atau juga dapat didefinisikan sebagai game puzzle (Rita dan Knenneth dalam Linda Camphell dkk, 2006) dalam bukunya “Teaching

  

Student Trough Their Individual Learning Styles” merekomendasikan berbagai

  kreasi dari permainan karu sebagai bantuan pembelajaran. Permainan kartu dapat memeperbesar pengajaran dari berbagai subjek dan bisa digunakan untuk memperkenalkan, memguatkan atau mengulang pelajaran. Mudah untuk dibuat,

  Beberapa bahan telah tersedia membuat permaianan tugas. Kartu-kartu catatan (3cm x 5 cm atau 4cm x 6 cm) gunting-guntung. Masing-masing kartu dipoting menjadi dua bagian dalam sikap teka-teki menyusun gambar berbentuk liku-liku. Bagian pertanyaan dapat dituliskan pada satu sisi dengan lebih dahulu mencocokan liku-liku potongan padfa lembaran jawaban yang tersedia di bagian lain.

  1. Siswa diminta mengambil secara berpasangan atau berkelompok-kelompok kecil dalam mencocokan lembaran teka-teki dan melakuakn pengulangan terhadap masing-masing informasi.

2. Siswa diminta mejelaskan keseluruhan lembaran-lembaran untuk memperkuat pelajaran mereka.

2.1.5 Belajar, Hasil Belajar dan Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

2.1.5.1 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar

  Pendapat dari para ahli tentang arti belajar berbeda satu dengan yang lain, hal ini timbul karena sudut pandang yang berbeda, dipengaruhi oleh kondisi latar belakang dari beragam masalah pendidikan.

  Belajar terjadi apabila suatu situasi rangsangan/ stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi belajar sedemikian rupa sehingga kinerja/performance berubah dari waktu sebelum individu tersebut mengalami situasi itu ke waktu sesudah individu tersebut mengalami situasi tadi (Gagne, dalam Oemar Hamalik, 2009). Menurut Slameto (2010), belajar adalah merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

  Menurut Djamarah (2006), belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Hilgard dan Bower (dalam Purwanto, 2004), belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu

  Perubahan perilaku itu dapat dijelaskan bukan atas kecenderungan respon, pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaaan sesaat seseorang, misalnya kelelahan atau pengaruh obat (Salvin dalam Prasetyo dan Sumardjono Padmomartono, 2010). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), secara etimologis belajar memili ki arti “berusaha memperolah kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu.

  Dari keempat pendapat para ahli disimpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan dan akan mengalami perubahan perilaku baik secara kognitif, afektif dan psikomotoriknya, kearah positif atau negatif setelah mengalami proses. Perubahan yang dialami tidak berlangsung secara instan akan tetapi memerlikan waktu. Situasi rangsangan, isi ingatan akan berpengaruh pada seberapa besar objek mengalami perubahan setelah proses belajar. Minat belajar dalam lingkungan sekolah akan timbul ketika memperoleh rangsangan dari berbagai hal seperti kondisi lingkungan sekolah, fasilitas, sarana dan prasarana, kemudian lebih spesifik ketika mengikuti proses pembelajaran, karena seorang guru menentukan pendekatan dan metode belajar. Rangsangan tersebut tidak hanya timbul dari lingkungan sekolah saja, tetapi lingkungan masyarakat seperti pengaruh pergaulan dan keluarga yang mendukung dan memotivasi siswa. Jika semua lingkungan sekitar siswa mendukung maka akan timbul kesadaran dari dalam diri siswa. Belajar bukan hanya sekedar menonjolkan aspek kognitif atau pengetahuannya saja, tetapi harus diringi dengan kemampuan afektif dan psikomotorik sebagai aplikasi pembelajaran. Tentu tidak mudah bagi bagi seorang guru bahkan calon guru membelajarkan aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya secara seimbang, karena pelajaran pendidikan kewarganegaraan tidak hanya menitik beratkan pada salah satu aspek saja. penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perubahan setelah belajar yang dialami, perubahan itu ditentukan dari bagaimana proses belajar tersebut.

  Hasil belajar ditentukan dari bagaimana proses siswa tersebut mengalami memuaskan baik positif maupun negatif. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Berhasil atau gagalnya pencapain tujuan pendidikan amat tergantung dari proses belajar dan mengajar yang dialami siswa dan pendidik baik ketika para siswa itu di sekolah maupun di lingkungan keluarganya sendiri (Dimyati dan Mudjiono, 1996: 7). Menurut Gagne (1970) belajar sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Munculnya pendekatan dan metode pembelajaran salah satu bukti bahwa proses pembelajaran sangat penting. Proses Belajar menurut pandangan Jerome S. Bruner (1960) seorang ahli psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Bruner tidak mengembangkan suatu teori belajar yang sistematis, yang penting baginya ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasika informasi secara efektif, ialah menurut Bruner inti dari belajar. Menurutnya dalam proses belajar dapat dibedakan menjadi tiga fase yaitu: (1) informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya, mislnya ada energi yang lenyap; (2) transformasi, informasi itu harus dianalisis, diubah atau ditransformasikan kedalam yang lebih abstrak, atau konseprual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan; dan (3) Evaluasi kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.

  Dalam proses belajar ketiga episode ini selalau ada, yang menjadi masalah ialah berapa banyak informasi diperlukan agar dapat ditrasformasi. Lama tiap episode tidak selalu sama, hal ini antara lain tergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi murid belajar, minat, keinginan untul mengetahui, dan dorongan untuk menemukan sendiri. Proses belajar menurut pandangan Robert M. Gagne (1970) belajar adalah proses yang kompleks, sejalan dengan itu belajar merupakan kegiatan yang kompleks dan hasil belajar berupa kapabilitas, keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Dengan demikian dapat ditegaskan, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulai ligkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru. Belajar terjadi bila ada hasilnya yang dapat dipelihatkan, anak-anak demikian juga orang dewasa dapat mengingat kembali kata-kata yang telah pernah didengar atau dipelajari. Gagne (1970) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi. Gagne berkeyakinan, bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor luar diri dimana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen dalam proses belajar menurut Gagne dapat di gambarkan sebagai (S) stimulus - (R) respons. S yaitu situasi yang memberi stimulus, sedangkan R adalah respons dan garis diantaranya adalah hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem syaraf dimana terjadi transformasi perangsang yang dierima melalui alat dria. Stimulus itu merupakan input yang berada diluar individu, sedangkan respons adalah outputnya, yang juga berada diluar individu sebagai hasil belajar yang dapat diamati (Nasution, 1982).

  Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa proses belajar merupakan komponen penting setelah mendapat motivasi, semangat belajar dan sebelum menerima hasil belajar. Proses belajar melatih siswa untuk memiliki keterampilan pemecahan masalah serta bertindak jujur, artinya tidak ada kecurangan selama proses belajar.

  Menurut Agus Suprijono (2009), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne (1970), hasil belajar berupa informasi verbal yaitu Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Kemampuan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitiis, sintesis, konsep, dan menngembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Kemapuan intelektual merupakan kemampuan melakuakan aktivitas kognitif bersifat khas, strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah sendiri dalam pemecahan masalah, keterampilan motorik yaitu kempuan melakuakan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud optimisme gerak jasmani, sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemempuan meginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

  Tujuan pembelajaran merupakan bentuk harapan yang dikomunikasikan melalui pernyataan dengan cara menggambarkan perubahan yang diinginkan pada diri siswa yakni pernyataan tentang apa yang diinginkan pada diri siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajar. Anni, (2004, dalam Wulandari, 2007: 15), sedangkan Arikunto, (2006) hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dan meruakan penilaian yang dicapai sesorang siswa untuk menetahui sejauh mana materi pelajaran atau materi yang diajarkan sudah diterima oleh siswa. Untuk dapat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dilakukan usaha untuk menilai hasil belajar. Penilaian bertujuan untuk melihat kemampuan peserta didik dalam penguasaan materi yang telah dipelajari dan ditetapkan.

2.1.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

  Metode mengajar adalah salah satu cara yang digunakan di dalam mengajar. Metode mengajar harus tepat, efisien dan efek sehingga siswa dapat memahami, mengembangkan bahan pelajaran. Menurut Slameto, (2010) faktor- cara belajar. Faktor-faktor yang memepengaruhi keberhasilan belajar yang berasal dari peserta didik yang sedang belajar. Faktor dari dalam ini meliputi kondisi fisiologis dan kondisi psikologi. Kondisi fsiologismadalah jasmani dari sesorang yang sedang belajar, keadaan jasmani dapat dikatakan sebagai latar belakang aktivitas belajar.

  Sendangkan kondisi psikologis yang dapat memepengaruhi hasil belajar adalah kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi, dan kemampuan kognitif. Faktor ekstern yaitu faktor-faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Salah satu faktor ekstern yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah fakor sekolah, yang mencangkup metode mengajar, kurikulum, relasi guru siswa, sarana dan sebagainya. Syaiful Bahri, (2004) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada empat yaitu: faktor lingkungan, yaitu faktor lingkungan alami dan faktor lingkungan budaya, faktor instrumental meliputi, kurikulum, program, sarana, fasilitas dan guru, kondisi psikologis meliputi, minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan kognitif, kondisi fisiologis yaitu, keadaan jasmani dari peserta didik (mata, telinga, dan tubuh) yang dapat bekerja dengan baik. Menurut Slameto, (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri atas faktor-faktor jasmaniah, psikologi, minat, motivasi, dan cara belajar. Faktor-faktor yang memepengaruhi keberhasilan belajar yang berasal dari peserta didik yang sedang belajar. Faktor dari dalam ini meliputi kondisi fisiologis dan kondisi psikologi. Kondisi fsiologism adalah jasmani dari sesorang yang sedang belajar, keadaan jasmani dapat dikatakan sebagai latar belakang aktivitas belajar.

  Siswa datang di sekolah ingin mengikuti kegiatan pembelajaran memiliki pemikiran yang berbeda, membawa beberapa persoalan yang terjadi di lingkungan rumah maupun masyarakat. Persoalan dan pemikiran lain yang tidak terkonsentrasi itulah yang memicu hasil pembelajaran yang tidak memuaskan.

2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan

  Penelitian Fatonah Sismiasih (2013) bertujuan untuk mengetahui apakah

  2012/2013. Populasi berjumlah 198 orang terdiri dari enam kelas (XIA-XIF). Sampel penelitian adalah kelas XIB sebagai kelas kontrol yang berjumlah 32 orang dan kelas XIE sebagai kelas eksperimen yang berjumlah 32 orang. Sampel diambil secara random atau acak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain penelitian adalah „posttest only control group

  

design '. Instrumen pengumpulan data berupa tes hasil belajar obyektif pilihan

  ganda. Teknik analisis data menggunakan uji t tes. Hasil penelitian dengan taraf signifikan o= 5% dengan DK=62 dan Ttabel=1,658 diperoleh T Thitung= -1.890 sehingga -1,658< -1.890< 1,658. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan penggunaan metode game puzzle dan metode ceramah terhadap hasil belajar PKn. Nilai rata-rata siswa kelas ekspeimen yang menggunakan metode game puzzle dalam pembelajaran PKn lebih baik yaitu sebesar 83,93 dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan metode ceramah yaitu sebesar 83,93.

  Penelitian Dwi Susanti (2012) bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI mata pelajaran PKn melalui penerapan metode game puzzle di SMK 2 PGRI tahun Pelajaran 2011/2012. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah peningkatan prestasi belajar siswa dan siswa yang tuntas (

  ≥KKM yaitu 75) ditargetkan mencapai 85% atau 28 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan metode game puzzle secara signifikan dapat meningkatkan prestasi belajar PKn materi budaya demokrasi menuju masyarakat madani siswa kelas XI B di SMK PGRI 2 Salatiga. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan prestasi belajar siswa sebagai berikut : 1) Pada siklus I mengalami peningkatan prestasi belajar dari rata-rata pra siklus 67,58 menjadi 76,51 dan yang tuntas 22 siswa atau 66,67% 2) Pada siklus II terjadi peningkatan prestasi belajar dari rata-rata 76,51 di siklus 1 menjadi 85 dan yang tuntas 30 siswa atau 90,9%. Hal ini menunjukkan hasil yang lebih dari KKM yang ditentukan yaitu 75 untuk rata-rata prestasi belajar dan tercapainya target ketuntasan belajar siswa.

2.3 Kerangka Berfikir

  Kelas eksperimen = Pretest

  Posttest Metode diskusi kelompok berbantu

  game puzzle

  Hasil pretest, Hasil dilakukan uji belajar validitas soal

  Kelas kontrol = Pretest

  Posttest metode ceramah bervariasi berbantu

  game puzzle Gambar 2.1.

  Gambar Kerangka Berfikir

  Pembelajaran di dalam kelas melibatkan komponen pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran, mencakup kemampuan guru dalam mengajar, siswa, materi pembelajaran, sumber pembelajaran, sarana fasilitas sekolah, media pembelajaran, tujuan pembelajaran.

  Tujuan pembelajaran akan tercapai tidak hanya dengan komunikasi yang baik pada saat pembelajaran, dengan metode ceramah guru dapat menguasai kelas dan siswa akan taat pada perintah guru, akan tetapi metode ceramah hanya berpusat pada guru, siswa hanya pasif mendengarkan materi yang disampaikan guru, hal ini akan menimbulakan rasa bosan pada siswa. Sikap pasif siswa pada saat pembelajaran ketika guru menggunakan metode ceramah membuat siswa kurang kreatif dan tidak termotivasi, jika hal ini berlangsung terus-menerus maka akan berdampak pada hasil belajar kurang optimal dan pola berpikir siswa yang

  Metode diskusi kelompok mendidik siswa untuk bertukar pikiran dan melatih bermusyawarah dalam kelompok. Komunikasi siswa dengan siswa, siswa dengan guru akan lebih jelas, artinya pembelajaran berpusat pada siswa. Metode diskusi kelompok bertujuan agar siswa dapat memecahkan masalah, melalui proses komunikasi dalam kelompok akan timbul beberapa pendapat dan solusi pemecahannya.

  Penggunaan metode yang tidak berubah-ubah oleh guru, hal ini akan mengakibatkan siswa bosan atau jenuh, pada taraf sekolah dasar siswa-siswa cenderung lebih senang belajar sambil bermain. Media permainan seperti game

  

puzzle dapat memotivasi minat belajar siswa dan menggali kemampuan siswa

karena mengajak siswa aktif sehingga dapat mengeksplor kemampuan siswa.

Puzzle menuntut siswa untuk merangkai atau mencocokan kepingan menjadi satu

  bagian yang sesuai, runtut atau padu. Sebelum siswa menyusun puzzle terlebih dahulu harus memahami prosedur pengerjaan soal dan setiap kepingan puzzle, setelah sesai menyusun puzzle dalam kelompok (metode diskusi kelompok berbantuan game puzzle) siswa akan mendiskusikan hasil kerjanya dalam kelompok, memahami dan berdiskusi dengan rekan kelompok akan melatih kerjasama dan memperluas pengetahuan siswa.

2.4 Hipotesis Penelitian

  Secara spesifik rumusan hipotesis penelitian adalah sebagai berikut : a. Ada pengaruh metode diskusi kelompok berbantuan game puzzle terhadap hasil belajar siswa kelas II SDN Sidorejo Lor 04 Kota Salatiga pada mata pelajaran PKn.

  b.

  Ada pengaruh metode ceramah bervariasi berbantuan game puzzle terhadap hasil belajar siswa kelas II SDN Karanggondang 1 Kab Semarang pada mata pelajaran PKn.

  c.

  Ada perbedaan pengaruh antara metode diskusi kelompok berbantuan

  game puzzle pada siswa kelas II SDN Sidorejo Lor 04 Kota Salatiga dan

  ceramah bervariasi berbantuan game puzzle pada siswa kelas II SDN

Dokumen yang terkait

4.1.2 Tingkat Pendidikan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen Tanaman Hias Sansevieria Secara Online = The Factors That Affect Customers’ Decisions to Buy Decorate Pla

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen Tanaman Hias Sansevieria Secara Online = The Factors That Affect Customers’ Decisions to Buy Decorate Plants Sansevieriaby Online

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Kelas V SD Negeri Jati 3 Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Semester II Tahun Pelajara

0 0 98

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Mata Pelajaran Matematika SD - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan RME (Realistic MathematicsEducation) pada Siswa

0 0 11

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Subjek Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan RME (Realistic MathematicsEducation) pada Siswa

0 0 13

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan RME (Realistic MathematicsEducation) pada Siswa Kelas V SDN Ngajaran

0 0 15

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN RME (REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION) PADA SISWA KELAS V SDN NGAJARAN 03 KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN SEMARANG SEMESTER II TAHUN AJARAN 20142015 SKRIPSI

1 2 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan RME (Realistic MathematicsEducation) pada Siswa Kelas V SDN Ngajaran 03 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajar

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Pengaruh antara Penerapan Pembelajaran Diskusi Kelompok Berbantuan Game Puzzle dengan Pembelajaran Ceramah Bervariasi Berbantuan Game Pu

0 1 6