Mathematical Models of Forest Harvesting Maximum Fraction Determination of Allowed to Maintain Water Quantity Volume of Deposits in the Forest - Repository UNRAM
Mathematical Models of Forest Harvesting Maximum Fraction Determination of Allowed to
Maintain Water Quantity Volume of Deposits in the Forest
Syamsul Bahri, Irwansyah dan Mujiburrahman
Jurusan Matematika FMIPA UNRAM Mataram Lombok NTB
Abstract Forest is one of the natural resources that determine the lives of many people, either directly or indirectly. The issue is closely related to forests such as global warming, and water availability.
Related to the issue of avilability of water, forest act as providers, safe of the water quality and water storage. Saving water in the forest is determined by several parameters for instance precipitation, evapotranspiration, and discharge water. In this paper, based on the mathematical relationship between the components mentioned above will be determined explicitly the relationship among of the fraction of the permitted maximum logging and the volume of water storage in the forest. The relationship then through simulation to provide recommendations on how much wide of the forest should be explored, but on the other hand the policy makers can control the availability of water or stored water in the forest.
Key words: mathematical model, water storage, deforestation fraction, precipitation, evapotranspiration, and discharge water.
1. Pendahuluan
Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang menentukan hajat hidup orang banyak, baik yang hidup masa kini maupun yang hidup di masa yang akan datang. Berbagai isu yang berkaitan dengan hutan antara lain berhubungan dengan isu lingkungan hidup, laboratorium alam, pemanasan global, bencana banjir dan lonsor dan ketersediaan air. Isu-isu ini menyangkut kepentingan hidup manusia, baik yang berada di sekitar hutan tersebut, di daerah dan atau negara dimana hutan tersebut berada, bahkan kepentingan hidup umat manusia seluruhnya di dunia ini.
Khusus berkaitan dengan hubungan antara hutan dengan ketersediaan air, Calder (1998) menyatakan bahwa setidaknya ada enam pengaruh hutan terhadap fungsi hidrologi wilayah yakni hutan dapat : (i) meningkatkan curah hujan, (ii) meningkatkan aliran sungai, (iii) mengatur fluktuasi aliran sungai meningkatkan aliran rendah musim kemarau, (iv) mengurangi erosi, (v) mengurangi banjir dan (vi) meningkatkan mutu pasokan air. Hal senada dikatakan oleh Soerjono (dalam Supangat dan Paimin, hujan, serta menyimpan dan menahan lebihan hujan agar tetap berada di tanah lapisan permukaan, mengendalikan laju limpasan permukaan (runoff), maupun melindungi tanah dari bahaya erosi.
Hubungan hutan dan ketersediaan air, secara khusus ditentukan oleh besarnya tutupan lahan yang ada di hutan tersebut, dalam hal ini hutan yang ditutupi oleh pohon yang lebat, jarang atau gundul tentunya berbeda. Noordwijk dkk (2004) menyatakan bahwa hubungan antara tutupan lahan (hutan) oleh pohon baik penuh ‘hutan alam’ maupun sebagian ‘hutan parsial’ seperti agroforestri dengan fungsi hidrologi adalah berupa hasil air total dan daya sangga daerah aliran sungai (DAS) terhadap debit puncak pada berbagai skala waktu. Kusratmoko dkk (2002) menyatakan bahwa bahwa tutupan vegetasi bawah berupa rumput dan semak pada penggunaan lahan hutan kota (Kampus Universitas Indonesia) memainkan peranan penting sebagai faktor pengontrol pembentukan aliran permukaan dan bawah tanah.
Berdasarkan uraian di atas, luasan daerah tutupan hutan atau lahan berpengaruh terhadap kuantitas volume air baik dipermukaan tanah maupun di bawah tanah. Pada tulisan ini akan dibangun suatu model matematika untuk menentukan luas fraksi maksimal penebangan hutan yang diperkenankan agar kuantitas volume simpanan air dalam tanah dapat dikontrol sehingga jumlah simpanan air tetap tersedia sesuai dengan kebutuhan.
2. Formulasi Model
Lee (1986) dan Balek (1983) mengungkapkan bahwa jumlah simpanan air (S) dalam tanah (neraca air) ditentukan oleh beberapa faktor yaitu presipitasi (P), evapotranspirasi (E) , dan debit air (Q). Secara eksplisit Lee (1986 : 210) memberikan hubungan antara parameter-parameter tersebut sebagai berikut :
(1) = − − pada formula ini terlihat bahwa jumlah simpanan air berbanding lurus dengan penambahan faktor presipitasi dan berkurang seiring dengan meningkatnya jumlah evapotranspirasi dan debit air. Presipitasi tergantung pada suhu udara dan evapotranspirai ditentukan oleh presipitasi dan suhu udara.
Presipitasi adalah air yang jatuh ke permukaan bumi dalam bentuk hujan, embun, atau lelehan salju. air ini kemudian diserap oleh bumi ke dalam tanah (infiltrasi). Indonesia merupakan daerah yang terbentang sepanjang garis khatulistiwa sehinga merupakan daerah beriklim tropis, oleh karenanya
(2) = 20 + 140 dengan
P := presipitasi (mm/thn) T := suhu rata-rata dalam tahunan (
C) Evapontranspirasi (E) adalah uap air yang keluar dari hutan ke lingkungan. Uap air ini dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan terutama oleh pohon-pohon besar yang ada di hutan (transpirasi) dan dikeluarkan langsung oleh tanah dalam bentuk evaporasi. Besarnya evapotranspirasi ditentukan oleh besarnya persediaan air dalam hutan untuk diuapkan, yang biasanya ditentukan oleh presipitasi. Faktor yang juga mempengaruhi evapotranspirasi adalah indeks radiasi matahari ( I ) yang menurut Budyko ( dalam Lee, 1986 : 247 ) mengikuti hubungan berikut ini.
(3) = dengan
R = rasio radiasi bersih L v p = kalor laten presipitasi
Berdasarkan parameter – parameter yang berpengaruh terhadap evapotranspirasi di atas, maka model matematis untuk evaporanspirasi total diberikan oleh kesamaan berikut ini (Lee, 1986:221).
−
(4) = − dengan
P = presipitasi R = rasio radiasi bersih L v p = kalor laten presipitasi.
Debit adalah volume air yang mengalir dan biasanya digunakan untuk mengukur produksi air dari suatu hutan. Menurut Lee (1986), penebangan hutan akan menyebabkan peningkatan debit atau produksi
−
−
1 n n n s f Q
p
44 45 ,
) ln ! ln (
=
− = ∆ maka persamaan (7) dapat ditulis kembali menjadi persamaan berikut.
Q Q Q t t
= radiasi matahari potensial n = periode keberlangsungan Karena
p
f = fraksi luas daerah hutan yang digundulkan S
t = peningkatan produksi aliran total
(8) dimana ∆Q
− ∆ = ∆
=
( 45 , 1 1 n n n s f n n Q n Q p t
n n Q Q n Q t ln ) ! ln(
1
1 ∆ − ∆ = ∆Q
(5) dengan
45 ,
1
1
44
= ∆ p s f
(6)
44 ) ln ! ln
∆ − ∆ = ∆ n i
Q Q Q i i ln ln
1
(7) Substitusi persamaan (6) dan (7) ke dalam (5) memberikan persamaan berikut ini.
) ln ! ln (
- (9)
Substitusi persamaan (2), (4) dan (9) ke dalam persamaan keseimbangan air dalam hutan (1) memberikan persamaan
1 ,
45
⎧ ⎫
R
f ln n !
- 140} T Q n (10)
= {20 − � � −
a
20 140 )( + + 1 − exp − 44 ( − )
L p s n
⎨ ln ⎬
v p
⎩ ⎭ Dalam hal penentuan fraksi hutan yang dapat digundulkan, persamaan (10) di atas dapat ditulis kembali dalam bentuk kesamaan berikut ini.
⃓�
R
⃓⃓
1,45 S T T Q ( 20 140 ) + 1 exp − − + − + + 20 140
[ ]
a a
⃓⃓
L p v
⃓⃓ ×
(11) =
⃓⃓
n ln !
n
− 44 ( − )
⃓⃓
n ln
⎷ Kemudian, luasan hutan yang dapat dieksplorasi atau digundulkan diperoleh dengan menggunakan hubungan berikut ini.
′
= (12)
× dengan ’ menyatakan luas hutan yang dapat digundulkan dan A menyatakan luas hutan keseluruhan.
3. Simulasi Model
Dengan asumsi beberapa parameter yang ada pada Tabel 1, hubungan antara parameter-parameter pada kesamaan (11), khususnya antara fraksi luas hutan yang dapat digundulkan ( f ) dan jumlah simpanan air dalam hutan (S), secara numerik diberikan pada Tabel 2. Simulasi dilakukan dengan mengambil sejumlah nilai dari fraksi penebangan hutan untuk mendapatkan nilai simpanan air dalam hutan (S) mengacu pada kesamaan (11).
Tabel 1. Ketetapan atau Nilai Beberapa Parameter yang Berpengaruh dalam Model
) ly / tahun Indeks Radiasi Matahari (I = R / L v p) 0.20 (x 10
0,01 505,325 0,02 504,396 0,05 500,330 0,09 496,851 0,10 490,749 0,15 478,656 0,20 464,574 0,25 448,802 0,30 431,535 0,35 412,919 0,40 393,064 0,45 372,057 0,50 349,971 0,55 326,867 0,60 302,798 0,65 277,808 0,70 251,937 0,75 225,220 0,80 197,690 0,85 169,373 0,90 140,297 0,95 110,484 1,00 79,975
f S
100 mm / tahun Tabel 2. Hasil Simulasi Hubungan antara Nilai fraksi luas hutan yang digundulkan ( f ) dan simpanan air dalam Hutan ( S )
5 Tahun Debit Awal Sebelum Penebangan Hutan ( Q )
) ly / tahun Periode Keberlangsungan ( n )
6
6
Parameter Nilai
) 0.34 (x 10
p
C Radiasi Matahari Potensial ( S
o
30
Suhu Rata-Rata (T a )
Secara grafis, hubungan antara fraksi luas hutan yang digundulkan ( f ) dan simpanan air dalam
Grafik Hubungan antara Fraksi Luas Hutan yang Dapat Digundulkan ( f )
500 dengan Jumlah Simpanan Air dalam Hutan ( S ) 300 400 S 200 100 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 fGambar 1. Grafik Hubungan antara Fraksi Luas Hutan yang Digundulkan ( f ) dan Simpanan Air ( S )
Berdasarkan grafik pada Gambar 1, terlihat bahwa semakin besar fraksi luas hutan yang digundulkan ( f ) semakin sedikit jumlah simpanan air dalam hutan. Dari hasil ini, pengambil kebjakan dapat menentukan seberapa besar fraksi luas hutan yang dapat digundulkan atau dieksplorasi sehingga jumlah simpanan air dalam hutan dapat dikontrol. Misalkan pemerintah sebagai regulator, menetapkan jumlah simpanan air dalam hutan paling sedikit 300 mm/tahun, maka maksimal fraksi luas hutan yang dapat digundulkan adalah 60 %.
4. Kesimpulan
Jumlah simpanan air dalam hutan ( S ) dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain suhu rata- rata (T ), rasio radiasi bersih (R), kalor laten presipitasi (L p), debit aliran sungai sebelum penebangan
a v
hutan (Q ), fraksi luas daerah hutan yang digundulkan ( f ), radiasi matahari potensial (S p ) dan periode keberlangsungan penangkapan air (n). Secara eksplisit hubungan antara S dengan beberapa parameter yang mempengaruhinya tersebut diberikan oleh persamaan berikut :
Berdasarkan persamaan ini, simulasi dilakukan dengan menggunakan nilai tetap untuk parameter T a , R,
L p, n , S dan Q memperlihatkan bahwa semakin besar nilai fraksi luas daerah hutan yang digundulkan
v p ( f ) yang ditetapkan maka semakin sedikit jumlah simpanan air dalam hutan (S).5. Daftar Pustaka
Balek, Jaroslav, 1983, Hydrology
and water resources in tropical regions, Amsterdam : Elsevier Science Publishing Co. Inc.
Calder, I.R. 1998. Water Resources and Land Use Issues. System Wide Initiative on Water Management, Paper No.3, IWMI, Colombo, Sri Langka. Kusratmoko, E., D. Sukanta, M. P. Tambunan, dan Sobirin, 2002, Studi Hidrologi Hutan Kota Kampus Universitas Indonesia Depok, MAKARA SAINS, Vol. 6, NO. 1. Lee, Richard, 1986, Hidrologi Hutan, Yogyakarta: UGM. Noordwijk, M.V., Agus, F., Suprayogo, D., Hairia, K., Pasya, G., Verbist, B., dan Farida, 2004,
Peranan Agroforestri Dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS),
AGRIVITA, VOL. 26 NO.1 Edisi Maret 2004.
, ,
Supangat Agung B. dan Paimin 2006, Peran Hutan Tanaman Jati sebagai Pengatur Tata Air: Studi Kasus di SubDAS Kawasan Hutan Jati di KPH Cepu, Dimuat dalam artikel ” Banjir dan Hutan Gundul”, Jakarta, Http://www.kompas.com/utama/news/0601/05/054315.html (12/02/06).