DOSIS EFEKTIF NA-TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOTUM UNTUK KERACUNAN SIANIDA PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

  

DOSIS EFEKTIF NA-TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOTUM

UNTUK KERACUNAN SIANIDA PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

HALAMAN SAMPUL SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Andrew Arief Sudarmono NIM : 04 8114 132

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

DOSIS EFEKTIF NA-TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOTUM

UNTUK KERACUNAN SIANIDA PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

HALAMAN JUDUL SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Andrew Arief Sudarmono NIM : 04 8114 132

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

DOSIS EFEKTIF NA-TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOTUM

UNTUK KERACUNAN SIANIDA PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

  16 Juli 2008

HALAMAN PERSEMBAHAN

  What is there that is not poison? A ll things are poison and nothing (is) without poison. S olely the dose determines that a thing is not a poison (P aracelcus, 1493- 1541)

  With all my love, for P api, M ami, K o George, K o Charles A lmamaterku, dan semua yang mengenal A ndrew

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Andrew Arief Sudarmono

  Nomor Mahasiswa : 04 8114 132

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

DOSIS EFEKTIF NA-TIOSULFAT SEBAGAI ANTIDOTUM UNTUK

KERACUNAN SIANIDA PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 28 Juli 2008 Yang menyatakan (Andrew Arief Sudarmono )

  

PRAKATA

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Surga dan Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat, hikmat, kasih, kekuatan, dan cinta-nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Dosis Efektif Natrium Tiosulfat sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit jantan galur swiss”.

  Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata satu Farmasi (S. Farm.), program Studi Ilmu Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Sekaligus untuk menambah pengetahuan dalam dunia kefarmasian pada umumnya.

  Pada Kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang penulis terima baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  Ucapan terima kasih yang tulus khususnya penulis tujukan kepada :

  1. Bapa di surga atas kasih dan karunia-nya yang telah memberi kekuatan yang tak terduga.

  2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  3. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan, mendampingi, dan menyediakan waktu untuk berdiskusi bersama penulis selama proses penelitian, penyusunan, hingga selesainya skripsi ini.

  4. Drs. A. Tri Priantoro, M.For.Sc. selaku dosen penguji, yang telah memberikan banyak dukungan, saran, dan kritikan yang membangun.

  5. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku dosen penguji, yang telah memberikan banyak dukungan, saran, dan kritikan yang membangun.

  6. dr.Luciana Kuswibawati, M.Kes selaku dosen pembimbing dalam pembacaan histopatologi organ atas saran dan masukannya.

  7. Rm. Drs. P. Sunu Hardiyanto, S.Si , S.J selaku dosen pembimbing dalam analisis data statistik atas saran dan masukannya.

  8. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing dalam penambahan literatur.

  9. Papi terima kasih atas doa, bimbingan dan dukungannya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

  10. Mami yang selalu memberikan semangat dari surga, terima kasih atas doa dan bimbingannya selama ini.

  11. George dan Charles, kakak-kakakku, terima kasih atas dukungan, saran, kritik dan doanya, Thank you for being my”super” brother

  12. Mas Pardjiman, Mas Heru, Mas Kayat (laboran Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi), Mas Sigit dan Mas Wagiran (laboran Laboratorium Biologi Farmasi), Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang bersedia membantu dan menemani penulis selama melakukan penelitian.

  13. Pak Agus (laboran Laboratorium Farmakologi) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Pak Surono (UPHP) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, atas bantuannya dalam menyediakan hewan uji.

  14. Pak Dian di Laboratorium Patologi, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Wilayah IV Daerah Istimewa Yogyakarta atas bantuannya dalam pembuatan preparat histopatologi organ.

  15. Untuk om-eg terima kasih atas dukungan,bimbingan dan wejangan- wejangannya selama ini.

  16. Untuk Shintia Legasari terima kasih atas kesabaran, dukungan, kasih, sayang dan cinta-nya selama ini dan khususnya pendampingan pada saat penyusunan skripsi ini.

  17. Teman-teman senasib seperjuangan dalam rangkaian penelitian ini Tintuz, Blian buat semua dukungan, kebersamaan, selama melakukan penelitian di laboratorium.

  18. Lidia-epez, Arie-Gozonk, Blian, Cin, Novi-kebo, Cika-tembong, Nike-Oneng, Apri-Gajah, Fandy, Tice, Tintus, buat semua bantuan, tawa, air mata, kegilaan, kebersamaan, semangat, dukungan, serta kesediaan untuk jadi tempat berbagi dan teman dikala senang dan duka.

  19. Meri-Mace, Limdra-ndut, Arif-kentung, Adit, Budiaji, Yoyo, Maria, Ita, Resty, Yasinta, Lala, Cawaz, Candhy, Lian ,Feri DS, Liza, Puipuin, Dian.K- beng , Dika, Andri, Cendani, Tata, Desy, Cipi, Henny dan semua teman-teman angkatan 2004.

  20. Ndut Reta, Nolen, Welly, Tami, Sinta-Lele, Cocow, Mas Punto, Erlin terima kasih sudah menjadi teamwork yang baik selama kepengurusan BPMF periode 2006-2007.

  21. Lia, Bang Jok, Dewi, Indri, Dima, Ndaru, Tato, Amel, Mitha, atas kebersamaannya dalam Kuliah Kerja Nyata Universitas Sanata Drama angkatan XXXIV kelompok XI di dusun Wonodoro, Bantul.

  Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

  Tak ada gading yang tak retak, demikian pula dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan yang ada dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itulah penulis mengaharapkan kritik dan saran yang dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga penelitian skripsi yang telah dilakukan penulis dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian.

  Penulis

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 16 Juni 2008 Penulis,

  Andrew Arief Sudarmono

  

INTISARI

  Keracunan sianida dapat berakibat fatal jika tidak segera dilakukan terapi antidotumnya, Keberhasilan Natrium tiosulfat sebagai terapi antidotum salah satunya ditentukan oleh ketepatan dosisnya.

  Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gejala, mekanisme, wujud, sifat, dan efek dari keracunan sianida, mengetahui seberapa besar kisaran dosis natrium tiosulfat ya ng efektif untuk keracunan sianida, mengetahui hubungan antara dosis natrium tiosulfat dengan efek penawaran racun pada keracunan sianida pada mencit.

  Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Terdir i dari 7 kelompok : kelompok I diberi KCN dosis 26 mg/kgBB p.o, kelompok II diberi aquadest 25 mg/KgBB p.o, kelompok III diberi larutan natrium tiosulfat (Na

  2 S

  2 O 3 ) dosis 160.720 mg/kgBB

  diberikan secara i.p, kelompok IV-VII diberi larutan KCN secara p.o, kemudian diberi antidotum natrium tiosulfat dengan peringkat dosis berturut-turut : 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB dan 160.720 mg/kgBB secara i.p.

  Hasil penelitian didapatkan bahwa gejala dari keracunan sianida pada mencit meliputi : hilang kesadaran, gagal nafas, kejang, sampai menimbulkan kematian. Mekanisme keracunan sianida pada mencit adalah sianida berikatan dengan besi dalam feri sitokrom oksidase. Wujud efek toksik sianida berupa perubahan biokimia dan mungkin juga perubahan fungsional. Sifat dari keracunan sianida pada mencit adalah terbalikkan dan tidak terbalikkan. Dosis efektif natrium tiosulfat sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit sebesar 160.720 mg/KgBB intraperitoneal. Meningkatnya dosis natrium tiosulfat dapat meningkatkan efek pengawaracunan sianida pada mencit Kata kunci : keracunan, antidotum, natrium tiosulfat, sianida, mencit

  

ABSTRACT

  Cyanide poisoning can cause fatal result if its antidote therapy is not done shortly., one of the successes Thiosulphate sodium as antidote therapy s is determined by its dose accuracy.

  The research aims to know the indication, mechanism, configuration, characteristics, and effects of cyanide poisoning, to know how much effectiveness the dose estimation of thiosulphate sodium for cyanide poisoning, to know the relationship between thiosulphate sodium dose and the effect of poison antidote for cyanide poisoning toward mice.

  The research is a pure experimental research with random unidirectional pattern program. Forty two male mice are divided into seven groups equally that consist of: group I is given resolvent that is aquadest 25mg/KgBB per oral, group

  II is given KCN solution with dosage 26mg/kgBB per oral as a poison positive control, group III is given thiosulphate Sodium solution (Na

  2 S

  2 O 3 ) with dosage

  160.720mg/kgBB given intraperitoneally (i.p), group IV-VII are given KCN solution per oral (p.o) and then given thiosulphate sodium antidote with dosage level in a row: 0.468 mg/kgBB, 3.279 mg/kgBB, 22.960 mg/kgBB and 160.720 mg/kgBB intraperitoneally.

  From the research result, it can be seen that the indication of cyanide poisoning toward mice includes lost consciousness, fail breathing, spastic, and causing death. Mechanism of cyanide poisoning toward mice shows its toxicity especially because of its ability to react against iron in ferric sitokrom oxide. Because aerobe metabolism is depended on this enzyme system, so the tissue can no longer use oxygen and hypoxia. The configuration of cyanide toxic effect is biochemical alteration and functional alteration, too. The characteristic of cyanide poisoning toward mice is not capsized.

  Effective dose thiosulphate sodium as antidote for cyanide poisoning toward mice is 160.720mg/KgBB intraperitoneal. The increase of thiosulphate sodium dosage can increase the effect of antidote of cyanide poisoning toward mice.

  Keywords: antidote, thiosulphate sodium, cyanide, mice.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN SAMPUL...........................................................................................i HALAMAN JUDUL .............................................................................................ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................iii HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................v PRAKATA............................................................................................................vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................x

  INTISARI..............................................................................................................xi ABSTRACT.........................................................................................................xii DAFTAR ISI.......................................................................................................xiii DAFTAR TABEL..............................................................................................xvii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................xviii DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xxiii

  BAB I. PENGANTAR .....................................................................................1 A. Latar Belakang ...............................................................................1

  1. Permasalahan ...........................................................................3

  2. Keaslian penelitian...................................................................3

  3. Manfaat penelitian....................................................................3

  B. Tujuan Penelitian ...........................................................................4

  BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ...............................................................5 A. Sianida............................................................................................5

  1. Tinjauan sejarah.......................................................................5

  2. Sumber- sumber potensial sianida ...........................................5

  3. Jenis keracunan pada sianida ...................................................8

  4. Mekanisme keracunan sianida ...............................................10

  5. Pemeriksaan laboratorium......................................................12

  6. Detoksifikasi sianida secara biologis .....................................14

  B. Terapi pada Keracunan Sianida ...................................................14

  1. Terapi suportif........................................................................14

  2. Terapi antidot .........................................................................16

  C. Natrium Tiosulfat .........................................................................17

  1. Dasar pemikiran untuk memilih antidot ................................17

  2. Kelompok risiko.....................................................................18

  3. Nama dan rumus kimia ..........................................................18

  4. Sifat fisiko-kimia....................................................................19

  5. Mekanisme penawaracunan...................................................21

  6. Profil biokimia/farmakologi lain............................................22

  7. Rute pemberian......................................................................27

  8. Dosis .......................................................................................27

  9. Kontraindikasi........................................................................28

  10. Efek samping..........................................................................29

  D. Anatomi Fisiologi ........................................................................29

  1. Jantung ...................................................................................29

  2. Lambung ................................................................................30

  3. Usus halus ..............................................................................30

  4. Hati.........................................................................................31

  5. Ginjal......................................................................................32

  6. Paru ........................................................................................32

  E. Kerusakan Organ..........................................................................33

  F. Landasan Teori.......................................................................34

  F. Hipotesis .................................................................................34

  BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................................35 A. Jenis dan Rancangan Penelitian...................................................35 B. Variabel dan Definisi Operasional..............................................35

  1. Variabel utama .........................................................................35

  2. Variabel pengacau....................................................................35

  C. Definisi Operasional ....................................................................36

  D. Bahan Penelitian ..........................................................................37

  E. Alat dan Instrumen Penelitian......................................................38

  F. Tata Cara Penelitian.....................................................................38

  1. Pembuatan larutan dan penetapan dosis KCN .......................38

  2. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium tiosulfat.....39

  3. Pengelompokkan hewan uji ...................................................39

  5. Pemeriksaan histopatologi .....................................................40

  G. Analisis Hasil ...............................................................................41

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................42 A. Potensi Sianida sebagai Racun.....................................................42 B. Potensi Natrium Tiosulfat sebagai Kontrol Positif Antidotum....44 C. Kisaran Dosis Natrium Tiosulfat sebagai Antidotum Sianida .....45 D. Pemeriksaan Histopatologi ..........................................................65

  1. Hati.........................................................................................66

  2. Ginjal......................................................................................67

  3. Paru ........................................................................................67

  4. Jantung ...................................................................................73

  5. Usus halus ..............................................................................73

  6. Lambung ................................................................................77

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................82 A. Kesimpulan ..................................................................................82 B. Saran.............................................................................................81 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................83 BIOGRAFI PENULIS .......................................................................................176

  

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hidrogen sianida yang dihasilkan oleh pembakaran (Montgomery dkk.

  (1975))....................................................................................................................7 Tabel II. Hasil pengamatan waktu gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok perlakuan..............................................................................................................46 Tabel III. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung berdebar................................................................................................................48 Tabel IV. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang kesadaran..............................................................................................................51 Tabel V. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas ............................................................................................................................544 Tabel VI. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik kejang...56 Tabel VII. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik mati.....58 Tabel VII. Hasil Pemeriksaan histopatologi beberapa organ mencit akibat pemberian larutan KCN (sebagai senyawa racun) dan pada kelompok perlakuan diberikan larutan KCN kemudian diteruskan dengan pemberian senyawa antidotumnya, yaitu natrium tiosulfat. .................................................................68

  Gambar 1. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa jantung berdebar ..............................................................................................................................47 Gambar 2. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa hilang kesadaran ..............................................................................................................................50 Gambar 3. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa gagal nafas .....53 Gambar 4. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa kejang.............55 Gambar 5. Grafik mean ± 2 SE untuk gejala efek toksik berupa mati ................59 Gambar 6. Pengubahan cyanmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodhanase dan tiosulfat (Cyanide Toxicity Review, 2003)..........................................................63 Gambar 7. Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun di dalam darah atau di tempat aksi lawan waktu dengan strategi terapi keracunan mempercepat eliminasi. .......................................................................................64 Gambar 8. Gambaran histopatologi untuk organ hati mencit pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan : .....................70 a.KCN 26 mg/kgBB. A. hiperemi lokal derajat 2 (++)........................................70

  b............. Aquadest, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan. ..........................................................................................................70 c.Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. hiperemi lokal derajat 2 (++) .............70 d.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. hiperemi lokal derajat 1 (+) .................................................................................................70 e.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. hiperemi

  f. .... KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan. .....................70 g... KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, normal, tidak tampak adanya hiperemi, tidak ada manifestasi peradangan. .....................70 Gambar 9. Gambaran histopatologi untuk organ ginjal mencit pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan : .....................72 a.KCN 26 mg/kgBB. A. haemorrhagie ................................................................72 b.Aquadest............................................................................................................72 c.Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB ..................................................................72 d................KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. haemorrhagie........................................................................................................72 e................KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. haemorrhagie........................................................................................................72

  f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB..............72 g............KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. hiperemi ...............................................................................................................72 Gambar 10. Gambaran histopatologi untuk organ paru mencit akibat pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan:...........................................................................74 a...... KCN 26 mg/kgBB, alveoli dan bronkeoli dalam batas normal. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang. ..................................................................................74 b.Aquadest............................................................................................................74

  c...Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang. ..............................................................................................................................74 d................KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang. ................................................................74 e.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. penebalan septa alveoli, B. sel radang. ..................................................................................74 f.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB...............74 g.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kgBB .............74 Gambar 11. Gambaran histopatologi untuk organ jantung mencit akibat pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin-eosin pembedahan 24 jam, perlakuan :..........................................................................75 a.KCN 26 mg/kgBB, miokardium dalam batas normal.......................................75

  b. Aquadest, miokardium dalam batas normal.....................................................75

  c. Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal ...........75 d.KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal ..............................................................................................75 e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal. .............................................................................................75 f. ................ KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB, miokardium dalam batas normal..........................................................................75 g. ............... KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kgBB, miokardium dalam batas normal..........................................................................75

  Gambar 12. Gambaran histopatologi untuk organ usus halus mencit akibat pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin- eosin pembedahan 24 jam,Perlakuan :.................................................................76

  a............. KCN 26 mg/kgBB. A. fili intestinal erosi dan mukosanya tidak normal ..............................................................................................................................76

  b. ..Aquadest, fili intestinal dan mukosa dalam batas normal, mukosa muskularis, serosa dan kelenjar nya juga normal. ...................................................................76 c. Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi dan mukosanya tidak normal. .................................................................................................................76 d. ........KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi sedikit, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 2 (++). .....................................................................................................................76

  e. ........KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi sedikit, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 2 (++). .....................................................................................................................76

  f. ......KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 1 (+). 76 g. ...KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. fili intestinal erosi, dan juga terdapat adanya manifestasi peradangan derajat 1 (+). 76 Gambar 13. Gambaran histopatologi untuk organ lambung mencit akibat pemberian KCN dosis 26 mg/kg BB pembesaran 100X pengecatan hematoksislin- eosin pembedahan 24 jam,perlakuan: ..................................................................79

  a. ............. KCN 26 mg/kgBB, aktivitas kelenjarnya meningkat, erosi mukosanya ..............................................................................................................................79 b. ......Aquadest, tunika mukosa muskularis normal, aktivitas kelenjarnya normal.

  ..............................................................................................................................79

  c. ............... Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB, mukosa lambung erosi, aktivitas kelenjarnya meningkat. ........................................................................................79 d. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 0,468 mg/kg BB. A. mukosa erosi. .....................................................................................................................79 e. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 3.279 mg/kg BB. A. mukosa lambung erosi (++) dan terdapat adanya manifestasi peradangan. ......................79 f. KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 22.960 mg/kg BB. A. mukosa lambung erosi (+) aktivitas kelenjarnya meningkat. ............................................79 g. ..........KCN dosis 26 mg/kg BB dengan Na2S2O3 dosis 160.720 mg/kg BB. A. mukosa lambung erosi (+). ..................................................................................79

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik) ........................................................................................................97 Lampiran 2. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol aquadest (dalam detik) .........................................................................................97 Lampiran 3. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol natrium tiosulfat (dalam detik) ..........................................................................................97 Lampiran 4. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik) ........................................................................................................98 Lampiran 5. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik) ........................................................................................................98 Lampiran 6. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik) ........................................................................................................99 Lampiran 7. Hasil pengamatan gejala efek toksik pada kelompok kontrol sianida (dalam detik) ........................................................................................................99 Lampiran 8. Hasil perbandingan pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap kelompok kontrol (aquadest, sianida (26 mg/Kg), dan Na-tiosulfat (160,720 mg/Kg)) ..............................................................................................................116 Lampiran 9. Hasil uji menggunakan analisis statistik Kruskal-Wallis dan Mann- Whitney..............................................................................................................100

BAB I . PENGANTAR PENGANTAR A. Latar Belakang Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Efek dari sianida ini

  sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit. Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggang serta ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong. Selain itu juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau kalsium sianida (Utama, 2006). Sianida dan hidrogen sianida digunakan dalam elektroplating, metalurgi, produksi zat kimia, pengembangan fotografi, pembuatan plastik dan beberapa proses pertambangan (Anonim, 2000).

  Sianida dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium khlorida (KCN). Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Utama, 2006).

  Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12 (Utama, 2006).

  Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Yang dapat menyebabkan keracunan tidak hanya sianida secara langsung tetapi dapat pula bentuk asam dan garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2.500–5.000 mg.min/m3 dan sianogen klorida sekitar 11.000 mg.min/m3 (Utama, 2006).

  Jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini adalah dari pembentukan

  • tiosianat (SCN ) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirek sebagai reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida (Utama, 2006). Reaksi ini membutuhkan sumber utama yaitu sulfur sulfan namun jumlahnya dalam tubuh terbatas maka natrium tiosulfat dapat digunakan sebagai antidot dalam keracunan sianida karena natrium tiosulfat dapat berfungsi sebagai pemasok sulfur. Natriun tiosulfat merupakan antidot pilihan jika diagnosisnya belum tentu jelas karena keracunan sianida atau bukan, seperti dalam kasus yang disebabkan oleh asap rokok (Meredith, 1993).
Sering kali secara tidak kita sadari, kita juga dapat terpapar sianida, untuk itu kita perlu mengetahui kisaran dosis optimum dari natrium tiosulfat yang digunakan sebagai antidot dalam keracunan sianida. Kisaran dosis sangatlah penting karena menurut Meredith (1993), meskipun secara intrinsik natrium tiosulfat bersifat nontoksik tetapi produk hasil reaksi detoksifikasi antara natrium tiosulfat dengan sianida dapat bersifat toksik

  1. Permasalahan

  Yang timbul dalam penelitian ini adalah :

  1. Berapa besar dosis efektif natrium tiosulfat dengan cara pemberian i.p. untuk keracunan sianida pada mencit?

  2. Bagaimana wujud dan sifat penawaracunan sianida oleh natrium tiosulfat secara pengamatan fisik dan struktural?

  2. Keaslian penelitian

  Penelitian mengenai natrium tiosulfat sebagai antidot pada keracunan sianida sudah pernah dilakukan, yaitu : Ann (2005), meneliti natrium tiosulfat untuk keracunan sianida akut pada tikus. Hasil penelitian yaitu efek terapi natrium tiosulfat ditunjukkan pada dosis 225 mg/kgBB secara i.p.

  Penelitian mengenai Dosis Efektif natrium tiosulfat sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit jantan galur Swiss sepanjang pengetahuan penulis belum pernah ada yang melakukan. Perbedaan dengan pene litian tentang na-tiosulfat sebelumnya terletak pada hewan uji yang digunakan.

  3. Manfaat penelitian

  Penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan pengetahuan tentang natrium tiosulfat sebagai antidotum keracunan sianida.

  2. Manfaat metodologis Penelitian ini dapat memberi informasi tentang dosis efektif natrium tiosulfat dengan cara pemberian i.p. sebagai antidotum dalam keracunan sianida pada hewan uji mencit.

  3. Manfaat praktis Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui berapa besar dosis efektif dari natrium tiosulfat yang dapat digunakan pada manusia.

B. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian menge nai Dosis Efektif natrium tiosulfat sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit jantan galur Swiss untuk mengetahui 1. Seberapa besar dosis efektif natrium tiosulfat dengan cara pemberian i.p. untuk keracunan sianida pada mencit.

  2. Wujud dan sifat penawaracunan sianida oleh natrium tiosulfat secara pengamatan fisik dan struktural.

BAB II . PENELAAHAN PUSTAKA PENELAAHAN PUSTAKA A. Sianida

  1. Tinjauan sejarah

  Sianida sudah dikenal sebagai racun dalam kenari yang pahit, ceri, daun salam, dan singkong sejak jaman dahulu. Sebuah catatan pada sebuah lontar Mesir dalam museum Louvre, Paris menuliskan bahwa Dioscorides pada abad pertama, SM, telah mengetahui adanya sesuatu yang beracun di dalam kenari yang pahit (Sykes, 1981).

  Mekanisme biokimia untuk menawaracunkan sianida telah dijelaskan oleh Chen dkk. (1933, 1934). Mereka manganjurkan penggunaan sebuah kombinasi amil nitrit, natrium nitrit, dan natrium tiosulfat, senyawa terakhir berfungsi sebagai donor sulfur untuk rhodanese (sulfur transferase). Rhodanese mempercepat detoksifikasi sianida dengan membentuk metabolit tiosianat. Ini menunjukkan perkembangan salah satu penawar racun pertama berdasarkan alasan ilmu pengetahuan tentang racun yang ilmiah. Kombinasi penawar racun ini telah teruji lama, dan masih menunjukkan kombinasi penawar racun yang paling mujarab untuk terapi keracunan akibat sianida.

  2. Sumber- sumber potensial sianida

  a. Sumber-sumber dari industri Sianida digunakan di industri dan untuk mengontrol serangga atau bangunan, kapal dan pesawat yang terserang serangga atau binatang yang merugikan. Garam sianida, seperti natrium sianida dan kalium sianida digunakan dalam proses pembersihan, penguat, ekstraksi bijih pada pertambangan, serta elektroplating (Henry, 1997).

  Nitril adalah turunan siano dari senyawa organik. Asetonitril digunakan sebagai pelarut dan sedikit mengandung racun (LD50 = 120 mg/kg) dibanding hidrogen sianida (LD50 = 0,5 mg/kg), tetapi sering mengandung campuran racun yang berkaitan dengan metabolisme sianida anorganik. Ketika nitril alifatik mengalami metabolisme menjadi sianida anorganik, ikatan aroma nitril stabil in vivo. Akrilonitril adalah bahan kasar yang digunakan untuk pabrik plastik dan serat sintetis. Bersinggungan dengan kulit dapat menyebabkan kulit melepuh. Pembakaran menghasilkan hidrogen sianida. Akrilonitril dan propionitril sedikit mengandung racun (LD50 = 35 mg/kg) dibanding butironitril (LD50 = 10 mg/kg).

  Trikloroasetonitril (LD50 = 200 mg/kg) digunakan sebagai obat pembasmi serangga. Aroma nitril, bromoksinil (LD50 = 190 mg/kg) dan ioksinil (LD50 = 110 mg/kg), digunakan sebagai obat pembasmi tanaman liar. Sianamida, asam sianoasetk, ferrisianida dan ferrosianida tidak mengeluarkan sianida. Sehingga mereka mangandung sedikit racun (LD50 = 1000-2000 mg/kg) dibanding senyawa sianogenik diatas, walaupun mereka mungkin menyebabkan keracunan dengan cara lain misalnya sianida yang dicampur dengan alkohol (Olson, 2007).

  b. Sumber- sumber non- industri Api dan pengatur polusi kendaraan dilengkapi dengan kegagalan zat alami seperti wol, sutera, rambut kuda, dan tembakau serta bahan sintetis modern seperti poliuretan dan poliakrilonitril, mengeluarkan sianida selama pembakaran (Levine dkk., 1978; Birky dkk., 1979; Anderson & Harland, 1982; Clark dkk., 1983 ; Alarie, 1985 ; Lowry dkk., 1985) (Tabel I)

Tabel I. Hidrogen sianida yang dihasilkan oleh pembakaran (Montgomery dkk.

  (1975))

  Bahan µg HCN yang dihasilkan per gram bahan Kertas 1100 Katun 130 Wol 6300 Nilon 780 Busa poliuretan 1200

  c. Sumber- sumber alam Sianida ditemukan dalam bahan makanan seperti kol, bayam, dan kenari, dan sebagai amigdalin dalam biji apel, persik, kismis, ceri dan biji kenari. Dalam biji- biji itu sendiri, amigdalin tampak tidak berbahaya selama itu kering. Akan tetapi, biji- biji mengandung sebuah enzim yang mampu mengatalisis reaksi hidrolitis berikut ini ketika biji-biji itu dihancurkan dan dibasahi (Olson, 2007) :

  C

  20 H

  27 NO 11 + 2H

  2 O -- > 2C

  6 H

  

12 O

6 + C

  6 H

  5 CHO + HCN

  Amigdalin glukosa benzaldehid hidrogen sianida Reaksi itu lambat dalam asam tetapi cepat dalam larutan alkali.

  Minyak alami dari kenari yang pahit mengandung 4% HCN. Kacang lima putih Amerika mengandung 10 mg sianida/100 g kacang. Akar kering ketela (tapioka) mungkin mengandung 245 mg sianida/100 g akar. Kandungan sianida dalam 100 g biji aprikot yang ditanam telah ditemukan menjadi 9mg dan dalam d. Sumber- sumber iatrogenik Sianida juga dibentuk pada terapi menggunakan nitroprusida, terutama ketika diperpanjang, karena takifilaksis kadang membutuhkan penggunaan dosis yang lebih tinggi daripada dosis maksimum yang dianjurkan 10 µg/kg per min (Smith & Kruszyna, 1974; MacRae & Owen, 1974; Piper, 1975; Atkins, 1977; Anon, 1978). Sianida mengakibatkan metabolisme menjadi tiosianat. Tiosianat telah digunakan beberapa tahun yang lalu sebagai agen antihipertensi dan mereka tampak sering digunakan karena sangat efektif. Sedangkan pada jenis efek akut sedang, termasuk anoreksia, kelelahan, dan sistem gastrointestinal dan gangguan CNS, mendorong pada keburukan mereka.

  Laetril, amigdalin berasal dari biji aprikot, telah digunakan sebagai sebuah agen anti kanker, tetapi sekarang tidak terpakai karena efek pengobatan tidak dapat dipraktekkan dalam pembelajaran retrospektif dan prospektif. Laetril telah menyebabkan keracunan sianida yang fatal (Sadoff dkk., 1978).

3. Jenis keracunan pada sianida

  a. Keracunan akut sianida Secara umum, menghirup kira-kira 50 ml (konsentrasi 1,85 mmol/l) gas hidrogen sianida fatal dalam beberapa menit. Keracunan hidrogen sianida lebih sering secara tidak sengaja daripada sengaja. Sehingga keracunan sianida secara tidak sengaja mungkin terjadi pada pengasap dan ahli kimia yang menggunakan hidrogen sianida selama jalannya pekerjaan mereka (Chen dkk., 1944).

  Pada kebakaran, kombinasi keracunan HCN dan karbon monoksida (CO) kefatalan. Menelan garam sianida yang secara sengaja biasanya terjadi pada orang yang bekerja dengan sianida. Menelan sedikitnya 250mg garam sianida anorganik mungkin bisa fatal (Peters dkk., 1982). Akan tetapi, kematian bisa ditunda beberapa jam mengikuti proses pencernaan sianida pada perut yang penuh; first- pass effect yang terjadi di hati juga dapat menunda onset dari sianida (Naughton, 1974).

  b. Keracunan kronis sianida Neurotoksisitas kronis karena dosis rendah telah diteliti dengan pendekatan epidemiologi pada populasi yang mengkonsumsi secara alami tanaman yang mengandung glikosida (Blanc dkk., 1985). Glikosida ini terdapat dalam banyak jenis spesies tanaman, terutama tanaman singkong, bahan makanan utama daerah tropis (Conn, 1973; Cook & Coursey, 1981; Ministry of Health, Mozambique, 1984). Ketela telah dihubungkan dengan ataxic neuropati tropis (Cook & Coursey, 1981). Paraparesis wabah kejang telah dihubungkan dengan sebuah kombinasi kadar sianida yang tinggi dan belerang rendah yang masuk dari makanan yang didominasi oleh ketela yang kurang diproses dan suplemen yang kurang protein (Rosling, 1989).

  Neurotoksologi juga telah ditemukan pada tembakau yang berhubungan dengan ambliopia (Grant, 1980) dan pada amigdalin yang berhubungan dengan neuropati perifer (Kalyanaraman dkk., 1983). Keracunan sianida jangka panjang telah ditunjukkan berhub ungan dengan pembesaran dan gangguan pada kelenjar tiroid pada laporan kasus dan cohort studies dari individu yang terpapar sianida dalam pekerjaannya (Blanc dkk., 1985), melalui makanan yang dikonsumsi (Cook & Coursey, 1981), dan secara eksperimental (El Ghawabi dkk., 1975).

4. Mekanisme keracunan sianida

  Sianida mempunyai afinitas khusus pada ion-ion besi yang ada dalam sitokrom oksidasi, enzim akhir pada respirasi oksidatif dalam mitokondria. Enzim ini merupakan katalisator yang penting untuk penggunaan oksigen pada jaringan. Ketika sitokrom oksidasi dihambat oleh sianida, histotoksik anoksia terjadi karena metabolisme aerobik yang terhambat. Pada keracunan sianida besar-besaran, mekanisme keracunan lebih rumit. Ini memungkinkan bahwa getaran bebas dari amina biogenic mungkin berperan dengan menyebabkan gagal jantung (Burrows & Way, 1976).