BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Masa nifas (Post partum) 1. Pengertian nifas - SUGESTI LARASATI BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Masa nifas (Post partum) 1. Pengertian nifas Masa nifas adalah suatu periode pertama setelah kelahiran,
peiode ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya antara 4 minggu hingga 6 minggu. Walaupun merupakan masa yang relatif tidak kompleks dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyak perubahan fisiologis. Beberapa dari perubahan tersebut dapat menyebabkan komplikasi yang serius (Cunnningham Gary, 2012).
Periode postpartum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota keluarga baru (Mitayani, 2011)
Masa puerpenium (nifas) adalah masa setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi seluruh alat genetal baru pulih kembali seperti sebelumnya ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Sitti saleha, 2009).
Masa nifas/ peurpenium dibagi dalam 3 periode : a.
Puerpenium dini : kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. b.
Puerpenium intermedial : kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
c.
Remote puerpenium : waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan. mempunyai komplikasi . Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
2. Etiologi
Menurut Dewi Vivian, Sunarsih (2013), Etiologi post partum dibagi menjadi 2 yaitu : a.
Post partum dini Post partum dini adalah atonia uteri, laserasi jalan lahir, robekan jalan lahir dan hematoma.
Post partum lambat Post partum lambat adalah tertinggalnya sebagian plasenta, ubinvolusi didaerah insersi plasenta dari luka bekas secsio sesaria.
3. Fisiologi a.
Involusi uterus Involusi adalah proses kembalinya uterus ke dalam keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini segera setelah pascapartum, berat uterus menjadi 1.000 gr. Selama masa nifas, dua hari setelah pelahiran uterus mulai berinvolusi. Sekitar 4 minggu setelah pelahiran uterus kembali ke ukuran sebelum hamil (Dewi Vivian&Sunarsih, 2013).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut 1)
Iskemia miometrium Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus.
2) Autolisis
Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot uterus.
3) Efek oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus.
No Waktu TFU Konsistensi After pain Kontraksi 1.
Segera Pertengahan simpisis Terjadi setelah lahir dan umbilikus
2.
1 jam setelah Umbilikus Lembut lahir 3. 12 jam 1 cm di atas pusat setelah lahir
4. setelah 2 hari Turun 1 cm/hari Berkurang b.
Involusi tempat plasenta Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata, dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-
2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus (Sitti saleha, 2009).
Pengeluaran lengkap tempat perlekatan plasenta memerlukan waktu sampai 6 minggu. Jika terjadi gangguan pada proses ini, dapat terjadi perdarahan pada puerperal awitan lambat. Segera setelah pelahiran, kemudian ukurannya mengecil secara cepat dalam waktu satu jam (Cunningham Gary, 2012).
c.
Perubahan pada servik dan vagina Pada serviks terbentuk sel-sel otot terbaru,karena adanya bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah. vagina teregang pada waktu persalinan namun lambat laun akan mencapai ukuran yang normal. Nampak berubah kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
d.
Lochea Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa, dan lochea mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda- beda pada setiap wanita. Komposisi lochea adalah jaringan endometrial, darah dan limfe. Lochea mengalami perubahan karena proses involusi. Tahap lochea yaitu : 1)
Rubra (merah) Lochea ini muncul pada hari pertama hingga hari ke tiga masa post partum. Warnanya merah dan mengandung darah dari luka pada plasenta dan serabut. 2)
Sanguinolenta (merah kuning) Lochea ini bewarna merah kuning berisi darah dan lendir, pengeluaran pada hari ketiga sampai kelima post partum.
3) Serosa (pink kecoklatan)
Warnanya kekuningan atau kecoklatan, terdiri atas sedikit darah dan lebih banyak serum.
4) Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea ini muncul lebih dari hari ke-10. Warnanya lebih pucat, putih kekuningan, lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir servik, dan serabut jaringan yang mati.
Lochea terus keluar sampai 3 minggu. Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri. Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml. e.
Siklus menstruasi Siklus menstruasi pada ibu menyusui dimulai 12 minggu rata- rata 18 minggu post partum. Menstruasi pada ibu post partum tergantung dari hormon prolaktin. Apabila ibu tidak menyusui menstruasi mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8.
Menstruasi mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
f.
Perubahan pembuluh darah rahim Dalam kehamilan uterus mempunyai pembuluh-pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan bagi peredaran darah yang banyak,maka arteri tersebut harus mengecil lagi saat nifas.
Dinding perut dan peritonium Setelah persalinan dinding perut menjadi longgar karena teregang begitu lama,tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu.
h.
Nyeri setelah pelahiran Setelah melahirkan uterus tetap berkontraksi dengan kuat pada inteval tertentu dan menimbulkan nyeri, yang mirip dengan pada saat persalinan namun lebih ringan. i.
Saluran kencing Dinding kandung kemih terlihat edema, sehingga menimbulkan obstruksi dan menyebabkan retensi urine, dilatasi ureter dan pyelum kembali normal dalam 2 minggu. j.
Laktasi keadaan buah dada pada dua hari pertama nifas sama dengan keadaan dalam kehamilan pada waktu ini .buah dada belum mengandung susu melainkan colostrum. Colostrum adalah cairan kuning yang mengandung banyak protein dan garam.
4. Perubahan tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital biasa terlihat jika wanita a.
Suhu badan Satu hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik sedikit (37,5-38
C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi biasa.
b.
Nadi Denyut nadi normal pada orang dewasa. Sehabis melahirkan biasanya nadi menjadi lebih cepat. c.
Tekanan darah Tekanan darah akan rendah setelah melahirkan karena adanya perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post partum dapat menandakan terjadinya pre eklampsia post partum d. Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Kecuali ada gangguan khusus pada saluran pernafasan.
5. Adaptasi psikologis ibu
Banyak wanita merasa tertekan pada saat setelah melahirkan, sebenarnya hal tersebut adalah wajar. Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani. Tanggung jawab menjadi Dalam menjalani adaptsaai setelah melahirkaan ibu mengalami fase-fase sebagai berikut.
a.
Fase taking in Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu fokus perhatian pada diri sendiri. Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini 1)
Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang di inginkan tentang bayinya.
2) Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik. Misalnya rasa mulas, payudara bengkak dll.
3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.
4) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan cenderung melihat saja tanpa membantu.
b.
Fase taking hold Fase taking hold adalah periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa kawatir atas ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu memiliki perasaan yang sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. cara mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusui yang benar, cara merawat luka jahitan, mengajarkan senam nifas, memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu.
c.
Fase letting go Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya, serta kepercayaan dirinya sudah meningkat.
Pendidikan yang kita berikan pada fase sebelumnya akan bermanfaat bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan bayinya.
Dukungan dari suami dan keluarga masih sangat diperlukan ibu. Suami dan keluarga dapat membantu dalam merawat bayi, mengerjakan urusan rumah tangga sehingga tidak terlalu terbebani.
6. Pemeriksaan penunjang
Adapun pemeriksaan tambahan yaitu : a.
Pemeriksaan laboratorium b.
USG bila diperlukan
7. Komplikasi a.
Perdarahan post partum (apabila kehilangan darah lebih dari b.
Infeksi 1)
Endometritis (radang edometrium) 2)
Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus) 3)
Perimetritis (rad ang peritoneum disekitar uterus) 4)
Caked breast / bendungan asi (payudara mengalami distensi, menjadi keras dan berbenjol-benjol) 5)
Mastitis (Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Jika tidak ada pengobatan bisa terjadi abses)
6) Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam vena varicose superficial yang menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi pada kehamilan dan nifas, yang ditandai dengan kemerahan atau nyeri.)
7) Luka perineum (Ditandai dengan : nyeri local, disuria, temperatur naik 38,3 °C, nadi < 100x/ menit, edema, peradangan dan kemerahan pada tepi, pus atau nanah warna kehijauan, luka kecoklatan atau lembab, lukanya meluas) c.
Gangguan psikologis 1)
Depresi post partum 2)
Post partum Blues Post partum Psikosa d. Gangguan involusi uterus
Pathway
Gambar 2.2. pathway (penurunan hormon, plasenta menjadi tua, distensi rahim) Penyebab persalinanPersalinan normal Massa nifas Perubahan fisiologis Kontraksi uterus payudara Taking in Taking hold Letting go Perubahan psikologis
Adekuat Tidak adekuat Penurunan hormon Kondisi Belajar tentang hal Mampu
Kontraksi uterus lemah progesteron, estrogen menyesuaikan ibu lemah baru & mengalami perubahan yg sifgnifikan diri dg keluarga Kontraksi uterus Peningkatan hormon kuat prolaktin Perdarahan Anomia uteri pada diri Terfokus sendiri mandiri Butuh informasi Lochea involus Kuman Nyeri Pembentukan ASI Kurang dan perlindungan Butuh pelayanan pengetahuan tanggung jawab Menerima berkembang Mudah Asi keluar perawatan diri Defisit Efektif Reflek bayi baik dan ibu Kelainan bayi Tidak efektif laktasi8. Penatalaksaan medis a.
Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan) b.
6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri c.
Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.
d.
Hari ke- 2 : mulai latihan duduk e. Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan 9.
Diagnosa keperawatan a.
Nyeri akut b/d agen injuri fisik (trauma jalan lahir, epiostomi) NOC : setelah dikakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, diharapkan nyeri berkurang.
Kriteria hasil : 1)
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5) Tanda vital dalam rentan normal
NIC : 1)
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi (PQRST)
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4) Ajarkan tentang teknik non farmakologi Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
6) Motivasi untuk meningkatkan asupan nutrisi yang bergizi
7) Tingkatkan istirahat
8) Latih mobilisasi miring kanan miring kiri jika kondisi klien mulai membaik
9) Kaji kontraksi uterus, proses involusi uteri
10) Anjurkan pasien untuk membasahi perineum dengan air hangat sebelum berkemih.
11) Anjurkan dan latih pasien cara merawat payudara secara teratur.
12) Jelaskan pada ibu tetang teknik merawat luka perineum dan mengganti PAD secara teratur setiap 3 kali sehari atau setiap kali lochea keluar banyak.
13) Kolaborasi dokter tentang pemberian analgesik b.
Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan; kelelahan post partum.
NOC : Setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam, ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil : 1) Menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas. 2) Kelemahan dan kelelahan berkurang. 3)
Kebutuhan ADL terpenuhi secara mandiri atau dengan 4) frekuensi jantung/irama dan Td dalam batas normal. 5) kulit hangat, merah muda dan kering NIC : 1)
Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.
2) Tingkatkan istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri/respon hemodinamik, berikan aktifitas senggang yang tidak berat.
3) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
4) Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri. 5)
Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasien.
6) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
c.
Resiko defisit volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan; perdarahan; diuresis; keringat berlebihan.
NOC : Setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam, Pasien Kriteria evaluasi: Tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, haluaran urine di atas 30 ml/jam, kulit kenyal/turgor kulit baik.
NIC : Fluid management 1) Obs Tanda-tanda vital setiap 4 jam. 2)
Obs Warna urine 3)
Status umum setiap 8 jam 4)
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat 5)
Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
6) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
7) Lakukan terapi IV
8) Berikan cairan
9) Dorong masukan oral
10) Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer gelap.
11) Konsultasi dokter bila manifestasi kelebihan cairan terjadi. 12) Pantau: cairan masuk dan cairan keluar setiap 8 jam.
d.
Resiko infeksi b/d trauma jalan lahir.
NOC : Setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam, Infeksi Kriteria hasil: tanda infeksi tidak ada, luka episiotomi kering dan bersih, takut berkemih dan BAB tidak ada.
NIC : 1) Pantau: vital sign, tanda infeksi. 2) Kaji pengeluaran lochea, warna, bau dan jumlah. 3) Kaji luka perineum, keadaan jahitan. 4)
Anjurkan pasien membasuh vulva setiap habis berkemih dengan cara yang benar dan mengganti PAD setiap 3 kali perhari atau setiap kali pengeluaran lochea banyak.
5) Pertahnakan teknik septik aseptik dalam merawat pasien
(merawat luka perineum, merawat payudara, merawat bayi).
e.
Resiko gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan tentang cara merawat bayi.
NOC : Setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam, Gangguan proses parenting tidak ada.
Kriteria hasil: ibu dapat merawat bayi secara mandiri (memandikan, menyusui).
NIC : 1)
Beri kesempatan ibu untuk melakuakn perawatan bayi secara mandiri.
Libatkan suami dalam perawatan bayi. 3)
Latih ibu untuk perawatan payudara secara mandiri dan teratur.
4) Motivasi ibu untuk meningkatkan intake cairan dan diet TKTP.
5) Lakukan rawat gabung sesegera mungkin bila tidak terdapat komplikasi pada ibu atau bayi.
B. Pre Eklampsia 1. Pengertia Pre Eklampsia
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Rustam Muctar, 2010).
Tidak berbeda dengan definisi Rustam, Manuaba (2007) mendefinisikan bahwa pre eklampsia adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 itu, Mansjoer ( 2009 ) mendefinisikan bahwa pre eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pre eklampsia (toksemia gravidarum) adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema (penimbunan cairan dalam tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai dan kaki) dan poteinuria yang muncul pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan.
2. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab pre eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal- hal berikut: a.
Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa.
b.
Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
c.
Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
e.
Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma. Penyebab PIH tidak diketahui; namun demikian, penelitian terakhir menemukan suatu organisme yang disebut hydatoxi lualba.
Faktor risiko pre eklampsia adalah sebgai berikut: a.
Kehamilan pertama (primigravida) b. Riwayat keluarga dengan pre eklampsia atau eklampsia c. Pre eklampsia pada kehamilan sebelumnya d.
Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun e.
Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi) f.
Kehamilan kembar.
3. Patofisiologi Pada pre eklampsia terdapat penurunan aliran darah.
Perubahan ini menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ-organ tubuh diantaranya otak, darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan, sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongestif vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selain itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyebabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya
Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas.
4. Manifestasi klinis a.
Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal.
Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain. b.
Gangguan penglihatan pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara c. ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lain d.
Nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah.
e.
Gangguan pernafasan sampai cyanosis.
f.
Terjadi gangguan kesadaran 5.
Klasifikasi a.
Pre eklampsi ringan
- Tekanan darah diastolik 90-110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu, tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih.
- Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu dan proteinuria + 1 b.
Pre eklamsi berat • Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
- Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
- Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
- Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
- Terdapat edema paru dan sianosis.
6. Pemerikasaan penunjang a.
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
- Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%
- Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol%
- Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3) b.
Urinalisis Ditemukan protein dalam urine.
c.
Pemeriksaan Fungsi hati
- Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
- LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat • Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
- Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat (
N= 15-45 u/ml )
- Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
- Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl ) d.
Tes kimia darah Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl ) e. USG
7. Diagnosa keperawatan yang muncul
Menurut Nanda (2012), yaitu : a.
Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ ( vasospasme dan peningkatan tekanan darah ) NOC : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 x 24 jam diharapkan tidak terjadi kejang pada ibu.
Kriteria hasil : 1)
Kesadaran : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 ) 2)
Tanda-tanda vital dalam batas normal : TD : 100-120/70-80 mmHg S : 37-37 C N : 60-80 x/mnt RR : 16-20 x/mnt
1) Monitor tekanan darah tiap 4 jam
2) Catat tingkat kesadaran pasien
3) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
4) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM b.
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan kelainan vaskuler (hipertensi) dengan perubahan pada plasenta NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan tidak terjadi foetal distress pada janin.
Kriteria hasil : 1)
DJJ ( + ) 2)
Hasil NST 3)
Hasil USG NIC :
1) Monitor DJJ sesuai indikasi
2) Kaji tentang pertumbuhan janin
3) Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut,
4) Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM
5) Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan
NST c. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan ibu mengerti penyebab nyeri dan dapat mengantisipasi rasa nyerinya. Kriteria hasil :
1) Ibu mengerti penyebab nyerinya
2) Ibu mampu beradaptasi terhadap nyerinya
NIC : 1)
Kaji tingkat intensitas nyeri pasien 2)
Jelaskan penyebab nyerinya 3)
Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
4) Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri d.
Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses persalinan NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 2 x 24 jam diharapkan kecemasan ibu berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Ibu tampak tenang
2) Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
3) Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang
NIC : 1)
Kaji tingkat kecemasan ibu 2)
Jelaskan mekanisme proses persalinan 3) gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif 4)
Beri support system pada ibu
C. Masalah Keperawatan Utama Nyeri Akut 1. Pengertian
Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman terhadap seseorang, rasa nyeri pada seseorang paling umum membutuhkan bantuan perawat atau tenaga kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. nyeri bersifat subyektif antara satu individu dengan individu lainnya berbeda (Brunner, suddarth, 2001).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Burnner, Suddart, 2003). baik ringanmaupun berat nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya.
Nyeri akut adalah keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau kurang (Carpenito, 2006).
2. Klasifikasi nyeri
Nyeri dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu : nyeri akut dan nyeri kronik (Burnner, suddarth, 2003).
a.
Nyeri akut Biasanya terjadi secara tiba-tiba/ mendadak, intensitasnya ringan sampai berat. Nyeri aku biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan, umumnya terjadi kurang dari enam bulan. Contoh : nyeri bedah, trauma.
b.
Nyeri kronik Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan selama enam bulan atau lebih.
3. Respon nyeri
Menurut brunner & suddart (2001) respon peilaku terhadap nyeri dapat mencangkup : pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengku), ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir), Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan tangan), Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri).
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri. Faktor – faktor yang mempengaruhi respon nyeri yaitu : a.
Pengalaman masa lalu dengan nyeri b. Ansietas dan nyeri c. Budaya dan nyeri d. Jenis kelamin Usia f. Pola koping 4.
Skala nyeri
Skala nyeri digunakan sebagai alat ukur rasa nyeri yang dirasakan oleh seseorang, skala nyeri dapat membantu dalam mengkaji efetivitas intervensi yang diterapkan, jika skala digunakan sebelum dan sesudah intervensi diberikan.
SKALA INTENSITAS NYERI a. Skala intensitas nyeri numerik dan depkritif.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tidak nyeri nyeri nyeri berat nyeri ada nyeri ringan sedang sangat berat b. Skala Analog Visual (VAS)
Tidak ada nyeri
Nyeri paling hebat Skala Analogi Visual sangat berguna dalam mengkaji intensitas nyeri.
Skala tersebut adalah berbentuk garis horisontal sepanjang 10 cm, dan ujungnya mengidentifikasi nyeri yang hebat. Pasien diminta untuk menunjukan titik pada garis yang menunjukan letak nyeri terjadi disepanjang rentang tersebut. Ujung kiri biasanya menunjukan “tidak ada nyeri” dan pada ujung kanan menandakan “berat” atau “nyeri yang sangat berat”
5. Penyebab nyeri
Penyebab trauma bermacam-macam antara lain : a.
Mekanik. Rasa nyeri yang diakibatkan oleh mekanik ini timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan. Contoh dari nyeri akibat trauma mekanik ini adalah akibat adanya benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
b.
Thermis. Nyeri karena hal ini timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin, misal karena api dan air.
c.
Khemis. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau pun basa kuat.
d.
Elektrik. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
e.
Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah. Hal ini dapat dicontohkan pada pasien dengan infark miokard akut atau khas.
f.
Peradangan. Nyeri yang diakibatkan karena adanya kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Contohnya adalah nyeri karena abses.
g.
Trauma psikologis.