BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II NOLA WULANDARI FARMASI'18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Inggid dan Santoso pada tahun 2014 melakukan penelitian yang

  berjudul “Ekstraksi Antioksidan dan Senyawa Aktif dari Buah Kiwi (Actinidia

  chinensis Planch ) menggunakan DPPH Assays” dan dari hasil penelitiannya

  diketahui bahwa nilai IC

  50 ekstrak buah kiwi adalah pada F:S =1:10 dan o

  temperatur 40 C nilai IC

  50 terkecil, yaitu sebesar 7,2 mg/L, sedangkan pada o

  F:S =1:15 dan F:S =1:20 nilai IC

  50 terkecil pada temperatur 50

  C. Semakin kecil nilai IC

  50 , aktivitas antioksidan makin tinggi. Pada perbandingan F:S o

  yang kecil, aktivitas antioksidan tertinggi pada suhu 40

  C, sedangkan pada

  o temperatur 50 C aktivitas antioksidan tertinggi pada F:S yang semakin besar.

  Penelitian tersebut tidak dibuat sediaan.

  Kartika pada tahun 2013 melakukan penelitian dengan judul “Formulasi Sediaan Masker Gel dari Ekstrak Etanol Daun Teh Hijau dan Madu Hitam (Apisdorsata)

  (Camellia sinensis L.) sebagai Antioksidan”.

  Sedangkan penelitian kali ini digunakan ekstrak buah kiwi.

  Mutiara et al pada tahun 2015 meneliti tentang “Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum burmani Ness ex BI.) dan Formulasinya Dalam Bentuk Sediaan Masker gel peel-off

  ”. Penelitian tersebut menggunakan ekstrak kulit batang kayu manis sedangkan penelitian kali ini digunakan ekstrak buah kiwi.

  Priani et al pada tahun 2015 melakukan penelitian dengan judul “Formulasi Masker Gel Peel-Off Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana

  Linn.)

  ”. Penelitian tersebut menggunakan ekstrak kulit buah manggis sedangkan penelitian kali ini digunakan ekstrak buah kiwi.

B. Landasan Teori 1. Tanaman Buah Kiwi

  a. Klasifikasi Gambar 2.1.

  Actinidia chinensis Planch (Ferguson,1990).

  Klasifikasi Buah kiwi secara taksonomi adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Sub Kingdom : Tracheobionta Super Devisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Ericales Famili : Actinidiaceae Genus : Actinidia

  Species : Actinidia chinensis Planch (Ferguson,1990)

  b. Karakteristik tumbuhan Buah kiwi Buah kiwi (Actinidia chinensis Planch) mulai dibudidayakan pada tahun 1970 dan saat ini Jepang memproduksi 40.000 ton buah kiwi per tahun. Selandia Baru merupakan negara eksportir utama buah kiwi. Buah tersebut diberi nama kiwi karena kulitnya menyerupai bulu burung kiwi, burung nasional Selandia Baru. Buah kiwi berbentuk oval dengan panjang kira-kira 5-8 cm, diameter 4-6 cm. Kulit buah kiwi berwarna coklat hijau. Buah kiwi mempunyai tekstur yang lembut dan memiliki aroma yang unik. Buah kiwi tumbuh di lereng pegunungan kawasan hutan atau di antara semak- semak pohon yang rendah, memiliki lebih dari 60 spesies dari genus

  Actinidia (Ferguson, 1990). Spesies buah kiwi yang paling umum di dunia adalah Actinidia chinensis Planch (Rassam dan Laing, 2005).

  c. Kandungan Kimia (Inggrid dan santoso, 2014). dalam penelitiannya menyatakan bahwa buah kiwi merupakan tumbuhan yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, sehingga ia dapat dimanfaatkan sebagai sumber antioksidan eksogen. Buah kiwi (actinidia chinensis Planch) yang banyak tumbuh di china. Banyak senyawa yang terkandung dalam buah kiwi Menurut USDA Database for the Flavonoid

  Content of Selected Foods, buah kiwi mengandung senyawa bioaktif

  flavonoid yang dibagi ke dalam kelas: antosianidin, flavanon, flavon, flavonol dan flavon-3-ol. Penentuan kadar flavonoid pada buah kiwi dinyatakan dengan kadar katekin dimana katekin termasuk kedalam kelas flavon-3-ol. yang berperan sebagai antioksidan.

2. Antioksidan

  Antioksidan merupakan substansi yang mampu menetralkan radikal bebas dengan cara mengorbankan dirinya agar teroksidasi. Antioksidan berperan dalam mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stress oksidatif (Muray et al, 2003).

  a. Penggolongan antioksidan Antioksidan digolongkan menjadi tiga: 1) Antioksidan primer

  Antioksidan primer berfungsi mencegah terbentuknya radikal bebas yang baru dengan mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang efek negatifnya sebelum sempat bereaksi. Contoh dari antioksidan oksidan primer yaitu enzim superperoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPx) dan katalase. Kerjanya sangat dipengaruhi oleh mineral- mineral seperti mangan, seng, tembaga, dan selenium.

  2) Antioksidan sekunder Antioksidan sekunder berfungsi sebagai penangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar, minsalnya asam askorbat dan alfa tokoferol.

  3) Antioksidan tersier Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan-jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas (Sidik, 1997).

  b. Mekanisme antioksidan Mekanisme reaksi antioksidan yang paling penting adalah reaksi antara antioksidan dengan radikal bebas. Biasanya antioksidan dengan radikal bebas peroksil atau hidroksil yang terbentuk dari hidroperoksida yang berasal dari lipid. Senyawa antioksidan lain dapat menstabilkan hidroperoksida dengan menghambat peruraian hidroperoksida menjadi radikal bebas. Peruraian hidroperoksida dapat dikatalisis oleh logam berat akibatnya senyawa-senyawa yang dapat mengkelat logam juga termasuk antioksidan. Beberapa senyawa disebut sebagai sinergis karena senyawa tersebut dengan sendirinya tidak mempunyai aktivitas antioksidan akan tetapi senyawa tersebut dapat meningkatkan aktivitas antioksidan senyawa lain. Kelompok lain adalah senyawa-senyawa yang mampu menguraikan hidroperoksida melalui jalur non radikal sehingga senyawa ini dapat mengurangi kandungan radikal bebas (Pokornya

  et al., 2001).

3. Metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl)

Gambar 2.2 Rumus bangun DPPH (Molyneux, 2004) DPPH biasanya digunakan sebagai substrat untuk mengujji aktivitas antioksidan beberapa senyawa antioksidan (Kumaran dan Karunakaran, 2006). DPPH merupakan senyawa berwarna ungu yang merupakan suatu radikal stabil. Metode DPPH adalah sebuah metode yang sederhana yang dapat digunakan utuk menguji kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang padat dan juga dalam bentuk larutan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm yang berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash, 2001).

Gambar 2.3. Struktur DPPH sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) menerima atom H (Molyneux, 2004)

4. Spektrofotometri UV-Vis

  Spektrofotometri adalah pengukuran absorbsi energi cahaya oleh suatu molekul pada suatu panjang gelombang tertentu untuk tujuan analisa kualitatif dan kuantitatif. Spektroskopi ultraviolet UV-Vis berarti spektrofotometri yang bekerja pada panjang gelombang ultraviolet dan visibel. Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet yaitu 200-400 nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visibel yaitu 400-750 nm (Rohman, 2007).

  Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah dimana sinar / cahaya dilewatkan melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan menghasilkan spektrum. Alat ini menggunakan hukum Lambert Beer sebagai acuan (Ewing, 1975). Fungsi masing-masing bagian :

  a. Lampu wolfram dan lampu deuterium berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan berbagai macam rentang panjang gelombang. Lampu wolfram merupakan sumber energi untuk mengukur sampel pada daerah sinar tampak (350-2200 nm), sedangkan lampu deuterium digunakan untuk mengukur sampel pada daerah UV (190-380 nm).

  b. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monokromatis. Monokromator disebut juga sebagai pendispersi atau penyebar cahaya. Dengan adanya pendispersi hanya satu jenis cahaya atau cahaya dengan panjang gelombang tunggal yang mengenai sel sampel.

  c. Kuvet berfungsi sebagai tempat meletakan sampel. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca dan plastik dapat menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada spektrofotometer sinar tampak (VIS). Kuvet biasanya berbentuk persegi panjang dengan lebar 1 cm.

  d. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik.

  e. Read out (recorder) merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya sinyal listrik yang berasal dari detektor (Yahya, 2013) Hukum Lambert-Beer

  (Beer’s law) adalah hubungan linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit (Dachriyanus, 2004).

  Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam rumus sbb : A =

  ε.b.c Dimana : A = absorban

  ε = absorptivitas molar b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi

  Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa syarat, yaitu (Arsyad, 2013):

  1) Sinar yang digunakan dianggap monokromatis 2) Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama 3) Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut 4) Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi 5) Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.

5. Kosmetik

  Menurut peraturan kepala Badan POM RI Nomor 19 Tahun 2015 tentang persyaratan teknis kosmetik, yang dimaksud kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar), atau gigi membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

  a. Penggolongan kosmetik Penggolongan kosmetik berdasarkan Keputusan Kepala

  Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor: HK.00.05.4.1745 Tahun 2003 tentang Kosmetik, berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk maksud evaluasi produk kosmetik dibagi 2 (dua) golongan yaitu: 1) Kosmetik golongan I:

  a) Kosmetik yang digunakan untuk bayi

  b) Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa lainnya c) Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan d) Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya. 2) Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I b. Kategori kosmetik Berdasarkan fungsi, kosmetik terdiri dari 13 (tiga belas) kategori, yaitu (BDPOM, 2003)

  1) Sediaan bayi 2) Sediaan mandi 3) Sediaan kebersihan badan 4) Sediaan cukur 5) Sediaan wangi-wangian 6) Sediaan rambut 7) Sediaan pewarna rambut 8) Sediaan rias mata 9) Sediaan rias wajah 10) Sediaan perawat kulit 11) Sediaan mandi surya dan tabir surya 12) Sediaan kuku 13) Sediaaan hygiene mulut 6.

   Masker Gel peel-off

Gambar 2.4. pemakaian masker gel pee-off

  Masker gel peel-off merupakan masker yang memiliki bahan pembawa berupa gel yang biasanya dioleskan ke kulit wajah. Masker gel

  peel-off mengandung alkohol yang setelah menguap, terbentuk lapisan

  film yang tipis dan transparan pada kulit wajah. Setelah berkontak selama 15-30 menit, lapisan tersebut diangkat dari permukaan kulit dengan cara dikelupas (Slavtcheff, 2000). Masker gel peel-off mempunyai beberapa manfaat diantaranya mampu merelaksasi otot-otot wajah, membersihkan, menyegarkan, melembabkan dan melembutkan kulit wajah (Vieira, 2009). a. Formulasi masker gel peel-off 1) HPMC

  Hidroksipropil metilselulosa (HPMC) secara luas

  digunakan sebagai eksipien dalam formulasi dalam sediaan topikal dan oral. Dibandingkan metilselulosa, HPMC menghasilkan cairan lebih jernih. HPMC juga digunakan sebagai zat pengemulsi, agen pensuspensi dan agen penstabil di dalam sediaan gel. Pemerianya adalah serbuk hablur putih, tidak berasa, tidak berbau, larut dalam air dingin, dan membentuk koloid yang melekat. Tidak larut dalam klorofrom, etanol 95%, eter tetapi dapat larut dalam diklorometana. Berfungsi sebagai

  suspending agent (Rowe et al., 2009). HPMC mampu menjaga

  penguapan air sehingga secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi lainnya (Depertemen Kesehatan RI, 2006: Rowe et al., 2005). 2) Propilen glikol

  Propilen glikol berfungsi sebagai pengawet antibakteri, disinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, stabilizer untuk vitamin dan water-miscible cosolvent. Propilen glikol dapat menahan lembab, memungkinkan kelembutan dan daya sebar yang tinggi dari sediaan, dan melindungi gel dari kemungkinan pengeringan (Voigt, 1984). Propilen glikol stabil secara kimia bila dikombinasikan dengan etanol, gliserol, atau air (Rowe et al., 2005). 3) Gliserol

  Gliserol (CAS No 56-81-5) alkohol polihidrat dengan rumus molekul C

3 H

  8 O 3 . Gliserol (juga disebut sebagai gliserol

  dalam literatur) adalah senyawa poliol sederhana yang memiliki tiga gugus hidroksil. Gliserol secara alami terjadi dalam semua hewan dan material tanaman dalam bentuk gabungan sebagai gliserida dalam lemak dan ruang intraseluler. Gliserol alam diperoleh sebagai hasil sampingan dalam konversi lemak dan minyak menjadi asam lemak atau lemak metil asam esters sedangkan gliserol sintesis mengacu pada materi yang diperoleh dari sumber-sumber non-trigliserida. Gliserol berfungsi sebagai humektan (Chirman et al., 2014). 4) Akuades

  Akuades atau air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmotik balik, atau proses lain yang sesuai. Akuades merupakan air murni yang tidak mengandung zat tambahan lain (Depertemen Kesehatan RI, 1995). Fungsi dari akuades adalah sebagai pelarut. 5) Polivenil alkohol (PVA)

  Polivenil alkohol merupakan suatu material yang dibuat melalui proses alkoholisis dari polivenil asetat (PVAc). Polivenil alkohol memiliki sifat tidak bewarna, padatan termoplastik yang tidak larut pada sebagian besar pelarut organik dan minyak, tetapi larut dalam air bila jumlah dari gugus hidroksil dari polimer tersebut cukup tinggi (Harper dan Petri, 2003). Berdasarkan senyawa polimer pada umumnya yang diproduksi melalui reaksi polimerisasi, polivenil alkohol diproduksi secara komersial melalui hidrolisis polivenil asetat dengan alkohol karena monomer dari vinil alkohol tidak dapat dipolimerisasi secara alami menjadi PVA (Kirk dan Othmer, 1982). Secara komersial, polivenil alkohol adalah plastik yang paling penting dalam pembuatan film yang dapat larut dalam air. Hal ini ditandai dengan kemampuannya dalam pembentukan film, pengemulsi, dan sifat adesifnya. Polivenil alkohol memiliki kekuatan tarik yang tinggi, fleksibilitas yang baik, dan sifat penghalang oksigen yang baik (Ogur, 2005).

C. Kerangka Konsep

Gambar 2.5. Kerangka konsep penelitian D.

   Hipotesis

  Hipotesis penelitian ini adalah bahwa pada konsentrasi tertentu ekstrak buah kiwi dapat memberikan aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH yang tinggi.

  Pembuatan ekstrak etanol 95% buah kiwi Uji aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH

  Formulasi sediaan masker gel peel-off antioksidan Evaluasi sifat fisik dan uji aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH

  Masker gel peel-off antioksidan yang memiliki sifat fisik dan aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH yang paling baik.