BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Nifas (Peurperium) - DEWI INDAH WULANDARI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Nifas (Peurperium)

  1. Definisi Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Walyani & Purwoastuti, 2015).

  Masa nifas (puerperium) adalah maasa pamulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lama masa nifas yaitu 6-8 minggu (Amru, 2012).

  Periode post partum atau puerperium adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum)

  2. Etiologi Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun beberapa teori menghubungkan dengan factor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi (Hafifah, 2011).

  2.1 Teori penurunan hormone 1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone perogesterone dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila progesterone turun.

  2.2 Teori placenta menjadi tua Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.

  2.3 Teori distensi Rahim xvii

  Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkaniskemik otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.

  2.4 Teori iritasi mekanik Di belakang servik terlihat ganglion servikale (fleksus franterrhauss). Bila ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.

  2.5 Induksi partus Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban, oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.

  3. Tahapan Masa Nifas Tahapan masa nifas menurut walyani & Purwoastuti (2015) menjadi 3, yaitu: xviii

  3.1 Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan, serta beraktivitas layaknya wanita noemal.

  3.2 Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu.

  3.3 Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau watru persalinan mempunyai komplikasi.

  4. Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas Perubahan fisiologis pada masa nifas menurut Walyani & Purwoastuti (2015), yaitu :

  4.1 Sistem kardiovaskuler

  4.1.1 Volume darah xix

  Perubahan pada volume darah tergantung pada beberapa variable, contoh kehilangan darah selama persalinan, mobilisasi, dan pengeluaran cairan ekstravaskuler, dalam 2-3 minggu setelah persalinan volume darah seringkali menurun sampai pada nilai sebelum kehamilan.

  4.1.2 Cardiac output Cardiac output terus meningkat selama kala 1 dan kala 2 persalinan. Puncaknya selama masa nifas dengan tidak memperhatikan tipe persalinan dan penggunaan anastesi, cardiac output akan kembali seperti semula sebelum hamil dalam 2-3 minggu.

  4.2 Sistem haematologi

  4.2.1 Keadaan hematokrit dan hemoglobin akan kembali pada keadaan semula seperti sebelum hamil dalam 4-5 minggu post partum.

  4.2.2 Leukosit selama 10-12 hari setelah persalinan umumnya bernilai antar 20.000-25.000/mm3.

  4.2.3 Factor pembekuan, pembekuan darah setelah melahirkan. Keadaan produksi tertinggi dari pemecahan fibrin mungkin akibat pengaluaran dari tempat plasenta. xx

  4.2.4 Kaki ibu diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanya tanda-tanda thrombosis (nyeri, hangat dan lemas, vena bengkak kemerahan yang dirasakan keras atau padat ketika disentuh).

  4.2.5 Varises pada vulva umumnya kurang dan akan segera kembali setelah persalinan.

  4.3 Sistem reproduksi 4.3.1 Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehigga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.

  4.3.2 Lochea adalah cairan secret ysng berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas.

   Lochea rubra : darah segar, sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari post partum.

   Lochea sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan lender, hari 3-7 post partum.Lochea serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, hari ke 7-14 post partum.Lochea alba : cairan putih setelah 2 minggu.  Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk. xxi

   Locheastasis : lochea tidak lancer keluarnya.

  4.3.3 Serviks mengalami involusi bersama uterus, setelah persalinan ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari tengah, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup.

  4.3.4 Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar seelama proses melahirkan bayi, dalam beberapa hari pertama setelah partus keadaan vulva dan vagina masih kendur, setelah 3 minggu secara perlahan-lahan akan kembali ke keadaan sebelum hamil.

  4.3.5 Perineum akan menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekana kepala bayi dan tampak terdapat robekan jika dilakukan episiotomi yang akan terjadi masa penyembuhan selama 2 minggu.

  4.3.6 Payudara, suplai darah ke payudara meningkat dan menyebabkan pembengkakan vascular sementara, air susu saat diproduksi disimpan di alveoli dan harus dikeluarkan dengan efektif dengan cara didisap oleh bayi untuk pengadaan dan keberlangsungan laktasi.

  4.4 Sistem perkemihan xxii

  Buang air kecil sering sulit selama 24 jam, urin dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Keadaan ini menyebabkan dieresis, ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.

  4.5 Sistem gastrointestinal Kerapkali diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal, namun asupan makan kadang juga mengalami penurunan selama 1-2 hari, rasa sakit didaerah perineum dapat menghalangi keinginan ke belakang.

  4.6 Sistem endokrin Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam post partum, progesterone turun pada hari ke 3 post , kadar prolaktin dalam darah berangsur-angsur hilang.

  partum

  4.7 Sistem musculoskeletal Abulasi pada umumnya dimulai 4-8 jam post partum, ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi. xxiii

  4.8 Sistem integument Penurunan melanin umumnya setelah persalinan menyebabkan berkurangnya hyperpigmentasi kulit.

  5. Perubahan Psikologis pada Masa Nifas Perubahan psikologis pada masa nifas menurut Walyani & Purwoastuti (2015), yaitu :

  5.1 Fase taking in yaitu periode ketergantungan, berlangsung dar hari pertama sampai hari kedua setelah

  Fase taking in

  melahirkan, pada fase ini ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri, ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.

  5.2 Fase taking hold xxiv xxv

  Fase taking hold adalah periode yang berlangsung atara 3-10 hari setelah melahirkan, pada fase ini timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi.

  5.3 Fase letting go

  Fase letting go adalah periode menerima tanggung jawab akan peran barunya sebagai orang tua, fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan.

  6. Anatomi dan Fisiologi Menurut Gibson (2013) anatomi organ reproduksi wanita secara garis besar dibagi dalam dua golongan yaitu : genetalia eksterna dan genetalia interna.

Gambar 2.1 Anatomi Eksterna Wanita

  Sumber : Gibson (2013)

  6.1 Genetalia Eksterna (bagian luar) Meliputi semua organ-organ yang terletak antara os pubis, ramus inferior dan perineum. Antara lain :

  6.1.1 Mons veneris / mons pubis (daerah tumbuhnya rambut) xxvi

  Merupakan bagian yang menonjol (bantalan) berisi jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat yang terletak di atas shympisis pubis. Setelah pubertas kulit dari mons veneris tertutup oleh rambut-rambut. Mons veneris berfungsi untuk melindungi alat genetalia dari masuknya kotoran selain itu untuk estetika.

  6.1.2 Labia Mayora (bibir besar) Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong dan menonjol, berasal dari mons veneris dan berjalan ke bawah dan belakang. Kedua bibir ini di bagian bawah bertemu membentuk perineum (pemisah anus dengan vulva). Permukaan ini terdiri dari :  Bagian luar : tertutup rambut, yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris.

   Bagian dalam : tanpa rambut, merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak).

  Berfungsi untuk menutupi organ-organ genetalia di dalamnya dan mengeluarkan cairan pelumas pada saat menerima rangsangan.

  6.1.3 Labia Minora atau Nimfae (bibir kecil) xxvii

  Merupakan lipatan di bagian dalam bibir besar, tanpa rambut. Dibagian atas klitoris, bibir kecil bertemu membentuk prepusium klitoridis dan di bagian bawahnya bertemu membentuk frenulum klitoridis. Bibir kecil ini mengelilingi orifisium vagina.

  6.1.4 Clitoris (kelentit/ jaringan yang berisi saraf) Merupakan sebuah jaringan erektil kecil yang serupa dengan penis laki-laki. Mengandung banyak urat-urat syaraf sensoris dan pembuluh-pembuluh darah sehingga sangat peka. Letaknya anterior dalam vestibula.

  Berfungsi untuk menutupi organ-organ genetalia di dalamnya serta merupakan daerah erotik yang mengandung pambuluh darah dan syaraf.

  6.1.5 Vestibulum (muara vagina) Merupakan alat reproduksi bagian luar yang dibatasi oleh kedua bibir kecil, bagian atas klitoris, bagian belakang (bawah) pertemuan kedua bibir kecil. Pada vestibulum terdapat muara uretra, dua lubang saluran kelenjar Bartholini, dua lubang saluran Skene. Berfungsi untuk mengeluarkan cairan yang berguna untuk melumasi vagina pada saat bersenggama.

  6.1.6 Kelenjar Bartholini (kelenjar lendir) xxviii

  Merupakan kelenjar terpenting di daerah vulva dan vagina karena dapat mengeluarkan lendir. Pengeluaran lendir meningkat saat hubungan seks, dan salurannya keluar antara himen dan labia minora.

  6.1.7 Hymen (selaput darah) Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina, bersifat rapuh dan mudah robek. Himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang dikeluarkan uterus dan darah saat menstruasi. Bila himen tertutup seluruhnya disebut hymen imperforata dan menimbulkan gejala klinik setelah mendapat menstruasi.

  6.1.8 Lubang kencing (orifisium uretra externa) Tempat keluarnya air kencing yang terletak dibawah klitoris. Fungsinya sebagai saluran untuk keluarnya air kencing.

  6.1.9 Perineum (jarak vulva dan anus) Terletak diantara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4cm.Terdapat otot-otot yang penting yaitu sfingter anus eksterna dan interna serta dipersyarafi oleh saraf pudendus dan cabang-cabangnya. xxix xxx

Gambar 2.2 Anatomi Interna Wanita

  Sumber : Gibson (2013)

  6.2 Genetalia Interna (bagian dalam)

  Genetalia interna antara kandung terdiri dari :

  6.2.1 Vagina (liang senggama) Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan uterus dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani, oleh karena itu dapat dikendalikan.

  Vagina terletak di antara kandung kemih dan rektum. Panjang bagian depannya sekitar 9 cm dan dinding belakangnya sekitar 11 cm. Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebur rugae dan terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina, menonjol serviks bagian dari uterus. Bagian serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut porsio. Porsio uteri membagi puncak vagina menjadi forniks anterior (depan), forniks posterior (belakang), forniks dekstra (kanan), forniks sinistra (kiri). Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu dengan pH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama vagina adalah:

   Sebagai saluran keluar dari uterus yang dapat mengalirkan darah pada waktu haid dan sekret dari uterus.

   Sebagai alat persetubuhan. xxxi

   Sebagai jalan lahir pada waktu partus.

  6.2.2 Uterus (rahim) Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis (panggul), antara rektum di belakang dan kandung kencing di depan. Berfungsi sebagai tempat calon bayi dibesarkan. Bentuknya seperti buah alpukat dengan berat normal 30-50 gram. Pada saat tidak hamil, besar rahim kurang lebih sebesar telur ayam kampung. Diding rahim terdiri dari 3 lapisan :

   Peritoneum Yang meliputi dinding uterus bagian luar, dan merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan pembuluh darah limfe dan urat saraf. Bagian ini meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen (perut).

   Myometrium Merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri dari otot polos yang disusun sedemikian rupa hingga dapat mendorong isinya keluar saat proses persalinan. Diantara serabut-serabut otot terdapat pembuluh darah, pembuluh lymfe dan urat syaraf. xxxii

   Endometrium Merupakan lapisan terdalam dari uterus yang akan menebal untuk mempersiapkan jika terjadi pembuahan. Tebalnya sususnannya dan faalnya berubah secara siklis karena dipengaruhi hormon- hormon ovarium. Dalam kehamilan endometrium berubah menjadi decidua.

  Fungsi uterus yaitu untuk menahan ovum yang telah di buahi selama perkembangan. Sebutir ovum, sesudah keluar dari ovarium, diantarkan melalui tuba uterina ke uterus. (pembuahan ovum secara normal terjadi di dalam tuba uterina). Endometrium disiapkan untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi itu dan ovum itu sekarang tertanam di dalamnya. Sewaktu hamil, yang secara normal berlangsung selama kira-kira 40 minggu, uterus bertambah besar, dindingnya menjadi tipis, tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis masuk ke dalam rongga abdomen pada masa pertumbuhan fetus.

  Pada waktu saatnya tiba dan mulas tanda melahirkan mulai, uterus berkontraksi secara ritmis dan mendorong bayi dan plasenta keluar kemudian kembali ke ukuran normalnya melalui proses yang dikenal sebagai involusi. xxxiii

  6.2.3 Tuba Uterina (saluran telur) Tuba uterina atau saluran telur, terdapat pada tepi atas ligamentum latum, berjalan ke arah lateral, mulai dari ostium tuba internum pada dinding rahim.Tuba fallopi merupakan tubulo muskular, dengan panjang sekitar 12 cm dan diametrnya 3 dan 8 mm. Tuba fallopi terbagi menjadi 4 bagian :  Pars interstitialis (intramularis), terletak di antara otot rahim, mulai dari ostium internum tuba.

   Pars isthmika tuba, bagian tuba yang berada di luar uterus dan merupakan bagian yang paling sempit.  Pars ampularis tuba, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk S.  Pars infundibulo tuba, bagian akhir tubae yang memiliki umbai yang disebut fimbriae tuba.

  Fungsi tuba fallopi sangat penting, yaitu untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi, sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi,tempat terjadinya konsepsi, dan tempat pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai bentuk blastula, yang siap mengadakan implantasi. xxxiv

  6.2.4 Ovarium (indung telur) Ovarium adalah kelenjar berbentuk buah kenari, terletak di kanan dan kiri uterus, di bawah tuba uterina, dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri. Ovarium berisi sejumlah besar ovum belum matang, yang disebut oosit primer. Setiap oosit dikelilingi sekelompok sel folikel pemberi makanan. Pada setiap siklus haid sebuah dari ovum primitif ini mulai mematang dan kemudian cepat berkembang menjadi folikel ovari yang vesikuler (folikel Graaf).

  Sewaktu folikel Graff berkembang, perubahan terjadi di dalam sel-sel ini, dan cairan likuor folikuli memisahkan sel-sel dari membran granulosa menjadi beberapa lapis. Pada tahap inilah dikeluarkan hormon estrogen. Pada masa folikel Graff mendekati pengembangan penuh atau pematangan, letaknya dekat permukaan ovarium, dan menjadi makin mekar karena cairan, sehingga membenjol, seperti pembengkakan yang menyerupai kista pada permukaan ovarium. Tekanan dari dalam folikel menyebabkannya sobek dan cairan serta ovum lepas melalui rongga peritoneal masuk ke dalam lubang yang berbentuk corong dari tuba uterina. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan dan dikeluarkan pada saat kira- kira pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi. xxxv

  7. Patofisiologi Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dngan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Di dalam poses persalinan normal atau partus spotan terkadang harus melalui proses induksi atau pacuan agar bayi dapat keluar. Ada beberapa hal yang menyebabkan persalinan tersebut harus dilakukan pacuan atau induksi, indikasi pada ibu yaitu penyakit yang diderita, komplikasi kehamilan, kondisi fisik ibu, rupture sponan berlebih, perdarahan antepartum, kanker, kala 1 lama, kemudian ada beberapa indikasi pada janin yang menyebabkan persalinan harus menggunakan induksi atau pacuan yaitu kehamilan lewat waktu (post mature), plasenta previa parsialis, solution plasenta ringan, kematian intrauterine, kematian berulang dalam rahim, ketuban pecah dini, diabetes kehamilan, recurrent intrauterine death. Pada pasien post

  

partum spontan atau nifas akan mengalami perubahan fisiologis dan psikologis. Perubahan yang terjadi pada pasien post

  partum spontas akan menyebabkan pengeluaran ASI tidak lancer yang disebabkan oleh penurunan hormone estrogen dan progesterone sehingga menstrimulasi hipofisis anterior dan posterior lalu sekresi prolactin dan oksitosin terjadi membuat diagnosa kerewatan ketidakefektifan pemberian ASI muncul. Pada ibu nifas juga akan mengalami involusi uteri yang menyebabkan pelepasan desidua lalu mengalami kontraksi uterus dan munculnya lochea. Ibu nifas yang dilakukan xxxvi tindakan episiotomi saat persalinan akan menyebabkan resiko infeksi karen luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Dari proses persalinan bisa terjadi komplikasi post partum pada ibu nifas yaitu perdarahan yang menyebabkan volume cairan menurun dan menimbulkan diagnosa keperawatan resiko kekurangan volume cairan. Dari luka episiotomi tersebut menimbulkan nyeri di perineum saat defekasi menyebabkan konstipasi pada ibu nifas. Perubahan psikologis juga terjadi pada ibu nifas pada fase taking in yang berlangsung 1-3 hari setelah persalinan ibu terfokus pada diri sendiri termasuk dalam pemilihan alat kontrasepsi yang akan digunakan untuk dirinya, kurangnya informasi tentang pemilihan alat kontrasepsi yang cocok digunakan untuk sang ibu membuat dignosa keperawatan defisiensi pengetahuan muncul. Fase taking hold berlangsung selama 3-10 hari, timbul rasa khawatir akan ketidak mampuan dan rasa tanggung jawab ibu dalm merawat bayinya, hal ini menyebabkan defisiensi pengetahuan tentang peran menjadi orang tua. Fase

  

letting go berlangsung selama 10 hari setelah melahirkan disini ibu sudah mandiri dalam menyesuaikan diri dengan

kebiasaan bayinya.

  xxxvii

B. Konsep Induksi

  1. Devinisi Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan janin menjelang aterm, dalam keadaan belum terdapat tanda persalinan atau belum in-partu, dengan kemungkinan janin dapat hidup diluar kandungan (umur diatas 28 minggu)

  (Manuaba, 2007).

  Induksi persalianan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his (Israr, 2008).

  2. Indikasi Induksi Persalinan

  2.1 Indikasi ibu

  2.1.1 Berdasarkan penyakit yang diderita Penyakit ginjal, penyakit jantung, penyakit hipertensi, diabetes militus, keganasan payudara dan pasrio.

  2.1.2 Komplikasi kehamilan Pre eklamsi dam eklamsi xxxviii xxxix

  2.1.3 Berdasarkan kondisi fisik Kesempitan panggul, kelainan bentuk panggul, kelainan bentuk tulang belakang.

  2.1.4 Rupture spontan ketuban : jika kehamilan sudah dalam 2 minggu aterm dan persalinan belum mulai setelah 24 jam, maka induksi dengan oksitosin harus dipertimbangkan.

  2.1.5 Perdarahan antepartum : termasuk disini semua kasus placenta letak rendah dan solution placenta yang ringan, dimana perdarahan tidak bisa diatasi dengan istirahat ditempat tidur atau jika bayi sudah meninggal

  2.1.6 Kanker : pengakhiran kehamilan bertujuan untuk memungkinkan tindakan pembedahan, radiasi atau terapi dengan bahan-bahan kimia untuk lesi tersebut, atau semata-mata hanya untuk mengurangi beban yang menimpa daya tahan kekuatan diri si penderita.

  2.1.7 Kala 1 lama  Definisi

  Kala 1 adalah kala pembukaan yang berlangsung antara 0-10 cm. Proses ini terbagi menjadi 2 fase yaitu fase laten (8 jam) dimana servik membuka sampai 3 cm dan fase aktif (6 jam) dimana servik membuka dari 3-10 cm (Sulistyowati, 2010).

  Kala 1 lama adalah persalinan yang fase latennya berlangsung lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju pembukaannya tidak adekuat atau bervariasi ; kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap (rata- rata 0,5 cm per jam) (Saifuddin, 2009).

   Klasifikasi kala 1 lama Kala 1 lama diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

   Fase laten memanjang (prolonged latent phase) Adalah fase pembukaan servik yang tidak melewati 3 cm setelah 8 jam inpartu (Saifuddin, 2009). xl

   Fase aktif memanjang (prolonged active phase) Adalah fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan pembukaan servik kurang dari 1,2 cm perjaam pada primigravisa dan 6 jam rata-rata 2,5 jam dengan laju dilatasi serviks kurang dari 1,5 cm per jam pada multigravida (Oxorn, 2010).

  2.2 Indikasi janin / fetal

  2.2.1 Kehamilan lewat waktu / post mature Kehamilan lewat waktu / post mature adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari 42 minggu (Lisnawati, 2013). tetap menjadi indikasi umum untuk induksi persalinan, terutama karena dikhawatirkan

  Post mature akan terjadi anoreksia janin (Hanretty, 2010).

  Induksi persalinan dapat dilakukan asal tidak janin besar >4000gram ( Lisnawati, 2013).

  2.2.2 Plasenta previa Plasenta previa diartikan sebagai keadaan di mana plasenta ternidasi secara tidak normal sehingga menghalangi jalan lahir (Irianti dkk, 2013). xli

  • Plasenta previa totalis, di mana bagian plasenta menutup ostium secara menyeluruh
  • Plasenta previa parsialis, di mana plasenta tertanam menutup sebagian dari ostium uteri internum
  • Plasenta previa marginalir, di mana plasenta tertanam tepat di atas ostium uteri internum
  • Plasenta letak rendah, di mana plasenta tertanam agak rendah dan mendekati ostium uteri internum

  xlii Plasenta previa adalah tempat implantasi plasenta yang rendah di rahim menyebabkan plasenta terletak di sepanjang atau di depan bagian presentasi janin (Hanretty, 2010).

  Menurut Irianti dkk (2013) berdasarkan letak implantasinya, plasenta previa dibedakan menjadi empat, yaitu :

  Tatalaksana plasenta previa saat ini selalu dengan pembedahan Sectio Caesarea, kecuali pada plasenta letak rendah yang selaput ketubannya mungkin sudah pecah, jika perdarahan sudah terjadi, persalinan spontan dapat ditunggu atau dibantu dengan induksi (Hanretty, 2010).

  2.2.3 Solusio plasenta Solusio plasenta adalah terlepasnya implantasi plasenta sebagian atau komplit dari normal implantasi dinding uterus sebelum melahirkan setelah 20 minggu usia kehamilan (Irianti dkk, 2013).

  Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter (Lisnawati, 2013).

  Partus per vaginam dapat dilakukan apabila :

  • Janin hidup, gawat janin dan syarat untuk melahirkan per vaginam dengan segera dapat dipenuhi

  (pembukaan lengkap, bagian terendah sudah di dasar panggul dan tindakan untuk akselerasi persalinan dapat diaplikasikan.

  • Kondisi ibu baik, janin telah meninggal dan hasil evaluasi kondisi serviks cukup baik untuk induksi/ akselerasi.

  xliii

  2.2.4 Kematian intrauterine

  2.2.5 Kematian berualang dalam Rahim

  2.2.6 Ketuban pecah dini  Definisi Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan dimulai (Prawirohardjo, 2010).

   Komplikasi Komplikasi yang ditimbulkan akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal atupun neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden section caesarea, atau gagalnya persalinan norma.

  2.2.7 Diabetes kehamilan : bayi cenderung menjadi besar dan sering meninggal dalam rahim pada minggu - minggu terakhir kehamilan. Karena itu, kehamilan harus di akhiri pada saat skitar minggu ke-37. xliv

  2.2.8 Inkompatibilitas rhesus : kalau janin mengalami sensitisasi atau kalau ada riwayat kematian janin dalam rahim pada kehamilan-kehamilan sebelumnya, induksi dini persalinan kadang kala merupakan indikasi diperlukan.

  2.2.9 Recurrent intrauterine death : kematian intrauterine dekat saat aterm pada kehamilan yang lalu merupakan alas an yang rasional untuk melakukan induksi dini persalinan.

  3. Persyaratan Induksi Persalinan

  3.1 Presentasi, presentasi harus kepala. Induksi persalinan tidak boleh dilakukan bila ada letak lintang, presentasi majemuk dan sikap ekstansi pada janin, dan hamper tidak boleh dilakukan kalau bayi dengan presntasi bokong.

  3.2 Stadium kehamilan, semakin kehamilan mendekati masa aterm, semakin mudah pelaksanaan induksi.

  3.3 Stasiun, kepala bayi harus sudah masuk panggul, semakin rendah kepala bayi, semakin mudah dan semakin aman prosedur tersebut.

  3.4 Kematangan service : service harus sudah mendatar, panjangnya <1,3 cm (0,5 inci), lunak, bisa dilebarkan dan sudah membuka untuk dimasuki sedikitnya 1 jari tangan dan sebaiknya 2 jari tangan. xlv

  3.5 Pritas, induksi pada multipara jauh lebih mudah dan lebih aman dari pada primigravida, dan angka keberhasilannya meningkat bersama-samaparitas.

  3.6 Maturitas janin, umumnya semakin kehamilan mendekati 40 minggu, semakin baik hasilnya bagi janin. Kalau kehamilan harus diakhiri sebelum aterm, pengujian maturitas janin harus dilakukan untuk menetapkan sajauh mungkin apakah janin akan dapat hidup di luar kandungan.

C. ASI Ekslusif

  1. Definisi ASI ekslusif atau lebih tepat pemberian ASI (Air Susu Ibu) secra ekslusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, sejak usia 30 menit post natal (setelah lahir) sampai usia 6 bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti: susu formula, sari buah, air putih, madu, air teh, dan tanpa tambahan makanan padat seperti buah-buahan, biscuit, bubur susu, bubur nasi dan nasi tim (Walyani & Purwoastuti, 2015).

  ASI eklusif adalah pemberian ASI saja sampai usia 6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain, ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun (Dewi & Sunarsih, 2013). xlvi

  2. Komposisi ASI Menurut Walyani & Purwoastuti (2015) komposisi ASI dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :

  2.1 Kolostrum ASI yang dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir. Kolostrum merupakan cairan yang agak kental berwarna kekuningan-kuningan, lebih kuning disbanding dengan ASI mature, berbentuk agak kasar karena mengandung butiran lemak dan sel-sel epitel, kasiat kolostrum sebgai berikut: 2.1.1 Sebagai pembersih selaput usus BBL sehingga saluran pencernaan siap untuk menerima makanan.

  2.1.2 Mengandung kadar protein yang tinggi terutama gama globulin sehingga dapat memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi.

  2.1.3 Mengandug zat antibody sehingga mampu melindungi tubuh bayi dan bebagai penyakit infeksi untuk jangka waktu sampai dengan 6 bulan.

  2.2 ASI Masa Transisi ASI yang dihasilkan mulai dari hari ke-4 sampai hari ke-10. xlvii

  2.3 ASI Matur ASI yang dihasilkan mulai hari ke-10 sampai seterusnya.

  Komposisi Kandungan ASI

Tabel 2.1 Komposisi ASI Kandungan Kolostrum Transisi ASI Matur

  Energy (Kg kla) 57,0 63,0 65,0 Laktosa (gr/ 100 ml) 6,5 6,7 7,0 Lemak (gr/ 100 ml) 2,9 3,7 3,8 Protein (gr/ 100 ml) 1,195 0,965 1,324 Mineral (gr/ 100 ml) 0,3 0,3 0,2 Imunoglobin :

  • Ig A (mg/ 100 ml) 335,9 119,6
  • Ig G (mg/ 100 ml) 5,9 2,9 Ig M (mg/ 100 ml) - 17,1 2,9
  • Lisosim (mg/ 100 ml) 14,2-16,4 24,3-27,5 Laktoferin 420-520 - 250-270

  Sumber : Walyani & Purwoastuti (2015) xlviii

  3. Perawatan Payudara Pewatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama pada masa nifas (masa menyusui) untuk memperlancarkan pengeluaran ASI. Perawatan payudara adalah perawatan payudara setelah ibu melahirkan dan menyusui yang merupakan suatu cara yang dilakukan untuk merawat payudara agar air susu keluar dengan lancer (Walyani & Purwoastuti, 2015).

  Tujuan perawatan payudara adalah memperlancar pengeluaran ASI saat masa menyususi. Untuk pasca persalinan, lakukan sedini mungkin, yaitu 1 sampai 2 hari dan dilakukan 2 kali sehari (Dewi & Sunarsih, 2013).

  4. Tujuan Perawatan Payudara Tujuan dari perawatan payudara menurut Walyani & Purwoastuti (2015), yaitu :

  4.1 Memelihara hygene payudara

  4.2 Melenturkan dan menguatkan putting susu

  4.3 Payudara yang terawatt akan memproduksi ASI cukup untuk kebutuhan bayi xlix

  4.4 Dengan perawatan payudara yang baik ibu tidak perlu khawatir bentuk payudaranya akan cepat berubah sehingga kurang menarik

  4.5 Dengan perawatan puting susu yang baik putting susu tidak akan lecet sewaktu dihisap oleh bayi

  4.6 Melancarkan aliran ASI 4.7 Mengatasi puting susu datar atau terbenam supaya dapat dikeluarkan sehingga siap untuk disusukan kepada bayinya.

  5. Anatomi Payudara Menurut Walyani dan Purwoastuti (2015) anatomi payudara dijelaskan sebagai berikut : Secara vertical payudara terletak diantara kosta II dan IV, secara horizontal mulai dari pinggir sternum linea aksilaris medialis. Kelenjar susu berada di jaringan sub kutan, tepatnya di antara jaringan sub kutan superficial dan profundus, yang menutupi muskulus pectoralis mayor.

  Ukuran normal payudara 10-12 cm dengan beratnya pada wanita hamil adalah 200 gram, pada wanita hamil aterm 400-600 gram dan pada masa laktasi sekitar 600-800 gram. Bentuk dan ukuran payudara akan bervariasi menurut aktifitas fungsionalnya. Payudara menjadi besar saat hamil dan menyusui dan biasanya mengecil setelah menopause. Pembesaran ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan struma jaringan pengangga dan penimbunan jaringan lemak. l

  Ada 3 bagian utama payudara, korpus (badan), aerola, papilla atau puting. Aerola mamae (kalang payudara) letaknya mengelilingi puting susu dan berwarna kegelapan yang disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya. Perubahan warna ini tergantung dari corak kulitnya, kuning langsat akan berwarna jingga kemerahan, bila kulitnya kehitaman maka warnanya akan lebih gelap dan kemudian menetap.

  Puting susu terletak setinggi interkosta IV,tetapi berhubung adanya variasi bentuk dan ukuran payudara maka letaknya pun akan bervariasi pula. Pada tempat ini terdapat lubang-lubang kecil yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung serat otot polos yang tersusun secara sirkuler sehungga bila ada kontraksi maka duktus lektiferus akan memadat dan menyebabkan puting susu ereksi, sedangkan serat-serat otot yang longitudinal akan menarik kembali putting susu tersebut.

  Ada 4 macam bentuk putting yaitu bentuk yang normal/ umum, pendek/ datar, panjang dan terbenam (inverted). Namun bentuk-bentuk puting ini tidak terlalu berpengaruh pada proses laktasi, yang penting adalah bahwa puting susu dan aerola dapat ditarik sehingga membentuk tonjolan atau “dot” ke dalam mulut bayi. Kadang dapat terjadi puting tidak lentur terutama pada bentuk puting terbenam, sehingga butuh penanganan khusus agar bayi bisa menyusu dengan baik.

Gambar 2.3 Macam-macam Bentuk Puting

  li Sumber : Walyani & Purwoastuti (2015) Struktur payudara terdiri dari 3 bagian, yakni kulit, jaringan subkutan (jaringan bawah kulit), dan corpus mammae.

  Corpus mammae terdiri dari parenkim dan stroma. Parenkim merupakan suatu struktur yang terdiri dari Duktus Laktiferus (duktus), Duktulus (duktulli), Lobus dan Alveolus. lii liii

Gambar 2.4 Payudara Tampak dari Samping liv Sumber : Walyani & Purwoastuti (2015)

Ada 15-20 duktus lakteferus. Tiap-tiap duktus bercabang menjadi 20-40 duktuli. Duktulus bercabang menjadi 10-100 alveolus dan masing-masing dihubungkan dengan saluran air susu (sistem duktus) sehingga merupakan suatu pohon. Bila diikuti pohon tersebut dari akarnya pada puting susu, akan didapatkan saluran air susu yang disebut duktus laktiferus. Di daerah kalang payudara duktus laktiferus ini melebar membentuk sinus laktiferus tempat penampungan air susu.

  Selanjutnya duktus laktiferus terus bercabang-cabang menjadi duktus dan duktulus, tapi duktulus yang pada perjalanan selanjutnya disusun pada sekelompok alveoli. Di dalam alveoli terdiri dari duktulus yang terbuka, sel-sel kelenjar yang menghasilkan air susu dan mioepitelium yang berfungsi memeras air susu keluar dari alveoli.

Gambar 2.5 Struktur Payudara

  lv lvi Sumber : Walyani & Purwoastuti (2015)

lvii

  6. Fisiologi Payudara Menurut Walyani & Purwoastuti (2015) fisiologi payudara dijelaskan sebagai berikut: Selama proses kehamilan, hormone prolactin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progesterone turun drantis, sehingga pengaruh prolactin lebih dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah prolactin hipofisis, sehingga sekresi ASI semakin lancer. Dua reflek pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi yaitu reflek prolactin dan reflek aliran timbul akibat perangangan putting susu oleh hisapan bayi.

  6.1 Refleks Prolaktin Sewaktu bayi menyusu, ujung sarap peraba yang terdapat pada putting susu terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke hipotalamus ke dasar otak, lalu memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormone prolactin ke dalam darah. Melalui sirkulasi prolactin memacu sel kelenjar (alveoli) untuk memproduksi air susu. Jumlah prolactin yang disekresi dan jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan stimulus isapan, yaitu frekuensi, intensitas dan lamanya bayi menghisap.

  6.2 Refleks Aliran (Let Down Reflex) Rangsangan yang ditumbulkan oleh bayi saat menyusu selain mempengaruhi hipofise anterior mengeluarkan hormone prolactin juga memengaruhi hipofise posterior mengeluarkan hormone oksitosin. Di mana setelah oksitosin dilepas kedalam darah mengacu otot-otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktulus berkontraksi sehingga memeras air susu dari alveoli, duktulus, dan sinus menuju putting susu.

  Refleks let-down dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau dapat juga ibu merasakan sansei apapun. Tanda-tanda lain let-down adalah tetesan pada payudara lain yang sedang dihisap oleh bayi. Refleks ini dipengaruhi oleh kejiwaan ibu.

  7. Teknik Perawatan Payudara Menurut Walyani & Purwoastuti (2015) langkah-langkah perawatan payudara adalah sebagai berikut:

  7.1 Tempelkan kapas yang sudah diberi minyak kelapa atau baby oil selama ± 5 menit, kemudian puting susu dibersihkan.

  7.2 Tempelkan kedua telapak tangan di antara kedua payudara lviii lix

  7.3 Pengurutan dimulai kearah atas, kesamping, lalu kearah bawah. Dalam pengurutan posisi tangan kiri kearah sisi kiri, telapak tangan kanan kearah sisi kanan.

  7.4 Pengurutan diteruskan ke bawah, ke samping selanjutnya melintang, lalu telapak tanagn mengurut ke depan kemudian kedua tangan dilepaskan dari payudara, ulangi gerakan 20-30 kali.

  7.5 Tangan kiri menopang payudara kiri, lalu tiga jari tangan kanan membuat gerakan memutar sambil menekan mualai dari pangkal payudara sampai pada puting susu. Lalu lakukan tahap yang sama pada payudara kanan, lakukan dua kali gerakan pada tiap payudara.

  7.6 Satu tangan menopang payudara, sedangkan tangan yang lain mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah tepi kearah puting susu. Lakukan tahap yang sama pada kedua payudara. Lakukan gerakan ini sekitar 30 kali.

  7.7 Selesai pengurutan, payudara di bilas dengan air hangat dan air dingin bergantian selama 5 kali, keringkan payudara dengan handuk bersih kemudian gunakan BH yang bersih dan menopang.

  • Kehamilan lewat waktu (post
  • Penyakit yang diderita
  • Koplikasi kehamilan
  • Kondisi fisik Ibu - Ruptur spontan berlebih

  • Plasenta pervia parsialis
  • Solusio plasenta ringan
  • Kematian intrauterine
  • Kematian berulang dalam rahim
  • Ketuban pecah dini

  • Perdarahan antepartum
  • Janjer - Kala 1 lama

  • Diabetes kehamilan
  • Recurrent intrauterine death

    Induksi / Pacuan

    Partus Spontan

    Adaptasi Fisiologis
    • – 10 hari 10 hari setelah melahirkan Ibu focus pada diri sendiri Pemilihan alat kontrasepsi Kurang informasi Timbul rasa khawatir akan ketidak mampuan rasa tangung jawabnya dalam merawat bayi Butuh

  Nyeri diperineum saat defekasi Sekresi proloktin Sekresi oksitosin Laktasi

  informasi Mampu menyesuaika diri dengan bayinya Mandiri

  3

  Fase letting go 1-3 hari

  Konstipasi Fase takingin Fase taking hold

  MK.2 Resiko Infeksi MK.3 Resiko kurang volume cairan MK.4

  Pengeluaran ASI tidak lancar Involusi Pelepasan desidua

  Adaptasi Psikologis Penurunan Hormon Episiotemi Komplikasi Sensitivitas Esterogen progesteron Terputusnya kontinuitas jaringan

  Jalan masuk kuman Volume cairan menurun

  Perdarahan Luka episiotomi Menstimulasi hopifisi Anterior & posterior

  mature)

  Indikasi Bagi Janin

  Indikasi Ibu

Gambar 2.6 Pathway Post Partum

  D. Pathway

  lx

  MK.6

Table 2.2 intervensi keperawatan No. Diagnosa Kep NOC Intervensi

  1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Breastfeeding Assistence pemberian ASI selama

  1. Evaluasi pola menghisap/ menelan bayi …x24 jam klien menunjukkan b.d respon breast feeding adekuat dengan

  2. Tentukan keinginan dan motivasi ibu untuk ketidakadekuatan indicator: menyusui suplai ASI

  a. Pasien mengetahui cara perawatan

  3. Kaji pengetahuan ibu tentang perawatan payudara payudara b. ASI dapat keluar

  4. Kaji berapa banyak pengeluaran kolostrum

  c. Payudara tampak bersih

  5. Lakukan tindakan keperawatan breastcare

  d. Tidak ada pembendungan di payudara

  6. Evaluasi pemahaman ibu tentang isyarat menyusui dari bayi (missal reflex rooting, menghisap dan terjaga)

  7. Kaji kemampuan bayi untuk latch on dan menghisap secara efektif

  8. Pantau keterampilan ibu dalam menempelkan bayi ke putting

  9. Pantau integritas kulit putting ibu

  10. Evaluasi pemahaman tentang sumbatan kelenjar susu dan mastitis

  11. Pantau kemampuan untuk mengurangi kongesti payudara dengan benar

  12. Pantau berat badan dan pola eliminasi bayi

  13. Kolaborasu dengan ahli gizi mengenai nutrisi untuk ibu menyusui lxi

  Breast Examination Lactation Supresion

  1. Fasilitasi proses bantuan interaktif untuk membantu mempertahankan keberhasilan proses pemberian ASI

  2. Sediakan informasi tentang laktasi dan teknik memompa ASI (secara manual atau dengan pompa elektrik), cara mengumpulkan dan menyimpan ASI.

  3. Ajarkan pengasuh bayi mengenai topic-topik, seperti penyimpanan dan pencairan ASI dan penghindaran memberi botol susu pada dua jam sebelum ibu pulang

  4. Ajarkan orang tua mempersiapkan, menyimpan, menghangatakan dan kemungkinan pemberian tambahan susu formula

  5. Apabila penyapihan diperlukan, informasikan ibu mengenaikembalinya proses ovulasi dan seputar alat kontrasepsi yang sesuai

  Lactation Conseling

  1. Sediakan informasi tentang keuntungan dan kerugian pemberian ASI

  2. Demonstrasikan latihan menghisap jika perlu

  3. Diskusikan metode alternative pemberian makanan bayi lxii

  2. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Infection Control (Kontrol Infeksi) b.d prosedur

  1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien selama …x24 jam diharapkan resiko invasif infeksi terkontrol dengan indicator: lain

  Immune Status

  2. Pertahankan teknik isolasi

  3. Batasi pengunjung bila perlu

  Knowledge : Infection control Risk control

  4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci

  Kriteria Hasil : tangan saat berkunjung dan setelh berkunjung

  a. Klien bebas dari tanda dan gejala meninggalkan pasien infeksi

  5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci

  b. Mendeskripsikan proses penularan tangan panyakit, factor yang mempengaruhi

  6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah penularan serta penatalaksanaannya tindakan keperawatan c. Menunjukkan kemampuan untuk

  7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat mencegah timbulnya infeksi pelindung d. Jumlah leukosit dalam batas normal

  8. Pertahankan lingkungan aseptikselama

  e. Menunjukan perilaku hidup sehat pemasangan alat

  9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum

  10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing

  11. Tingkatkan intake nutrisi

  12. Berikan terapi antibiotic bila perlu

  Infection Protection (Proteksi Terhadap Infeksi)

  1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local

  2. Monitor hitung granulosit, WBC

  3. Monitor kerentanan terhadap infeksi lxiii

  4. Batasi pengunjung

  5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular

  6. Pertahankan asepsis pada pasien yang berisiko

  7. Pertahankan isolasi k/p

  8. Berikan perawatan kulit pada area epidema

  9. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase

  10. Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah

  11. Dorong masukan nutrisi yang cukup

  12. Dorong masukan cairan

  13. Dorong intirahat

  14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep

  15. Ajarkan pasien da keluarga tanda dan gejala infeksi

  16. Ajarkan cara menghindari infeksi

  17. Laporkan kecurigaan infeksi

  18. Laporkan kultur positif

  3. Resiko Setelah dilakukan asuhan keperawatan Fluid Management kekurangan selama …x24 jam diharapkan resiko

  1. Timbang popok/ pembalut jika diperlukan volume cairan kekurangan volume cairan terkontrol

  2. Pertahankan catatan intake dan output yang b.d kehilangan dengan indicator: akurat volume cairan Fluid balance

  3. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane aktif Hydration mukosa, nadi adekuat, tekanan darah (perdarahan) Nutritional Status : Food and Fluid ortostatik), jika perlukan

  4. Monitor vital sign

  Intake

  5. Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung lxiv

  Kriteria Hasil: intake kalori harian

  a. Mempertahankan urine output sesuai

  6. Lakukan terapi IV dengan usia dan BB, BJ urine

  7. Monitor status nutrisi noermal, HT normal

  8. Berikan cairan