BAB II KAJIAN PUSTAKA - EVI RACHMAWATI BAB II

  1. Pengertian Modul Pengertian modul menurut Mulyasa (2006) merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar. Sedangkan menurut Prastowo (2012) modul adalah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar siswa dapat belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik.

  Dari dua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa modul adalah paket belajar mandiri meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar siswa dapat belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik

  2. Karakteristik Modul Menurut Depdiknas (2008) sebuah modul bisa dikatakan baik dan menarik apabila terdapat karakteristik sebagai berikut : a. Self Instructional yaitu melalui modul tersebut siswa mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instruksional, maka dalam modul harus : 1) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas;

  

5

  2) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/ spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas; 3) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran; 4) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan siswa memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaanya;

  5) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan siswa; 6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunkatif; 7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran; 8) Terdapat instrumen yang dapat digunakan siswa mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi; 9) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga siswa mengetahui tingkat penguasaan materi; dan 10) Tersedia informasi tentang rujukan/pengayan/referensi yang mendukung materi pembelajaran yang dimaksud.

  b. Self Contained yaitu seluruh materi pembelajaran dari suatu unit kompetensi dan sub kompetensi yang dipelajari terdapat didalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan siswa mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas kedalam suatu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai.

  c. Stand Alone (berdiri sendiri) yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, siswa tidak tergantung dan harus menggunakan media lain yang mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut.

  d. Adaptive yaitu modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.

  e. User Friendly yaitu modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya.

  Setiap instruksi dan paparan informasi bersifat membantu. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan.

  3. Tujuan Pembuatan Modul Menurut Prastowo (2012) tujuan penyusunan atau pembuatan modul, antara lain : a. Agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan pendidik. Diharapkan dengan bimbingan pendidik yang minimal peserta didik dapat belajar secara mandiri. b. Agar peran pendidik tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran dengan modul melatih peserta didik lebih mandiri sehingga peran pendidik tidak terlalu dominan dan otoriter.

  c. Melatih kejujuran peserta didik. Peserta didik dapat melatih kejujuran dengan cara mengerjakan sungguh-sungguh tanpa melihat kunci jawaban yang tersedia di dalam modul, selain itu di dalam modul juga terdapat umpan balik sehingga peserta didik bisa mengukur kemampuannya terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke kegiatan belajar selanjutnya.

  d. Mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar paserta didik.

  Bagi peserta didik yang kecepatan belajarnya tinggi, maka mereka dapat belajar lebih cepat serta menyelesaikan modul dengan lebih cepat.

  Dan, sebaliknya bagi yang lambat, maka mereka dipersilahkan lagi untuk mengulanginya kembali.

  e. Agar peserta didik mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajari. Dalam modul terdapat lembar evaluasi dan umpan balik sehingga peserta didik bisa mengukur kemampuannya terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke kegiatan belajar selanjutnya.

  Dengan memperhatikan tujuan-tujuan diatas, modul sebagai bahan ajar akan sama efektifnya dengan pembelajaran tatap muka. Penulis modul yang baik seolah-olah sedang mengajarkan kepada seorang paserta mengenai suatu topik melalui tulisan. Segala sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis saat pembelajaran, dikemukakan dalam modul yang ditulisnya.

  4. Keunggulan dan keterbatasan modul

  Menurut Mulyasa (2006) ada beberapa keunggulan pembelajaran dengan modul, yaitu sebagai berikut : a. Berfokus pada kemampuan individual siswa, karena pada hakekatnya mereka memiliki kemampuan untuk bekerja sendiri dan lebih bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya.

  b. Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar kompetensi dalam setiap modul yang harus dicapai oleh siswa.

  c. Relevansi kurikulum ditunjukkan dengan adanya tinjauan dan cara pencapaiannya, sehingga siswa dapat mengetahui keterkaiatan antara pembelajaran dan hasil yang akan diperolehnya. Di samping keunggulan, modul pembelajaran memiliki keterbatasan yaitu sebagai berikut : a. Penyusunan modul yang baik membutuhkan keahlian tertentu. Sukses atau gagalnya suatu modul bergantung pada penyusunannya.

  b. Sulit menentukan proses penjadwalan dan kelulusan, serta membutuhkan manajemen pendidikan yang sangat berbeda dari pembelajaran konvensional, karena setiap peserta didik menyelesaikan waktu yang berbeda-beda, bergantung pada kecepatan dan kemampuan masing-masing.

  c. Dukungan berupa sumber belajar, pada umumnya cukup mahal, karena setiap peserta didik harus mencarinya sendiri.

  B. Berorientasi Pemecahan Masalah Berorientasi mempunyai kata dasar orientasi. Istilah orientasi dalam

  Kamus Besar Bahasa Indonesia (pusat bahasa Depdiknas,2007) berarti peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dsb). Berorientasi berarti mempunyai tinjauan untuk menentukan arah (mengarah).

  Menurut Shadiq (2004) suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui. Dari definisi di atas pertanyaan akan menjadi masalah atau soal biasa yaitu apabila termuatnya tantangan dan belum diketahui cara penyelesaiannya.

  Suatu soal dikatakan suatu masalah, merupakan hal yang sangat relatif. Suatu soal yang dianggap masalah bagi seseorang, tetapi bagi orang lain mungkin hanya merupakan hal rutin belaka. Kemampuan dalam pemecahan masalah tidak diperoleh dengan mudah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah.

  Menurut Wardhani (2008) pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Sedangkan menurut Polya (dalam Shadiq,2004) pemecahan masalah adalah usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai.

  Dari dua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, dengan menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal untuk mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Peserta didik dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterapilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada situasi baru yang belum dikenal.

  Menurut Shadiq (2009) pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu tindakan (action) yang dilakukan guru agar para siswanya termotivasi untuk menerima tantangan yang ada pada pertanyaan (soal) yang mengarahkan para siswa dalam proses pemecahannya. Keterampilan serta kemampuan berpikir yang didapat ketika seseorang memecahkan masalah diyakini dapat ditransfer atau digunakan orang tersebut ketika menghadapi masalah di dalam kehidupan sehari-hari.

  Dalam pembelajaran matematika akan banyak sekali panyajian permasalahan-permasalahan, dimana siswa harus bisa memecahkan permasalahan-permasalahan tersebut. Ketika siswa sedang memecahkan masalah, ada cara atau metode yang sering digunakan dan ada beberapa cara yang berhasil pada proses pemecahan masalah. Cara atau metode inilah yang disebut dengan strategi pemecahan masalah. Beberapa strategi yang sering digunakan menurut Adjie (2007) antara lain : membuat tabel, membuat gambar, menduga, mencoba-coba, memperbaiki, mencari pola, menggunakan penalaran, menggunakan variabel, membuat persamaan, menggunakan algoritma, menggunakan sifat-sifat bilangan, menggunakan rumus, menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru.

  Wardhani (2008), menyatakan bahwa siswa dikatakan mampu memecahkan masalah bila memiliki kemampuan memahami pemecahan masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Dalam kaitan ini, pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah mengatakan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah adalah mampu :

  1. Menunjukan pemahaman masalah

  2. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah

  3. Menyajikan masalah secara sistematik dalam berbagai bentuk

  4. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat

  5. Mengembangkan setrategi pemecahan masalah

  6. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah

  7. Menyelesaikan masalah tidak rutin Jadi dapat disimpulkan bahwa berorientasi pemecahan masalah adalah mengarahkan kepada indikator-indkator pemecahan masalah.

  C. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model pengembangan 4-D merupakan model pengembangan perangkat pembelajaran. Model ini dikembangkan oleh S. Thiagarajan, Dorothy S.

  Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Define (pendefinisian), (2) Design(perancangan), (3) Develop (pengembangan) dan Disseminate (penyebaran). Model ini digambarkan seperti diagram berikut:

  PE Analisis Awal akhir FIN DE N Analisis Siswa ISIAN Analisis Konsep

  Analisis Tugas

Spesifikasi Tujuan Pembelajaran

PE Penyusunan Tes CA N RAN Pemilihan Media AN G Pemilihan Format PE Rancangan Awal E G MBANGA N

  Validasi Ahli Uji Pengembangan Uji Validasi BAR E Y N PE Pengemasan AN Penyebaran dan Pengabdosian

  Diagram 2.1 Model pengembangan perangkat pembelajaran 4-D Thiagarajan (Trianto, 2009).

  Secara garis besar tujuan keempat tahap tersebut sebagai berikut:

  1. Tahap pendefinisian (define) Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran. Dalam menentukan dan menetapkan syarat-syarat pembelajaran di awali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang dikembangkan perangkatnya. Tahap ini meliputi 5 langkah pokok, yaitu : a. Analisis awal akhir

  Analisis awal-akhir bertujuan untuk menentukan masalah dasar yang dihadapi dalam pembelajaran sehingga dibutuhkan pengembangan bahan pembelajaran.

  b. Analisis siswa Tujuan analisis siswa adalah menelaah karakteristik siswa yang sesuai dengan rancangan dan perkembangan materi pelajaran.

  c. Analisis tugas Analisis tugas adalah prosedur untuk menentukan isi dalam satuan pembelajaran. Analisis tugas dilakukan untuk merinci isi materi ajar dalam bentuk garis besar.

  d. Analisis konsep Analisis konsep bertujuan untuk mengidentifikasi, merinci dan menyusun secara sistematis konsep-konsep yang relevan yang akan diajarkan berdasarkan analisis awal akhir.

  e. Perumusan tujuan pembelajaran Perumusan tujuan pembelajaran bertujuan untuk merangkum hasil dari analisis konsep dan analisis tugas untuk menentukan perilaku objek penelitian.

  2. Tahap perancangan (design) Tujuan tahap ini adalah untuk merancang draft perangkat pembelajaran yang meliputi tiga langkah, yaitu: a. Pemilihan media.

  b. Pemilihan format.

  c. Rancangan awal (design awal).

  3. Tahap pengembangan (develop) Tujuan pengembangan adalah untuk menghasilkan draft perangkat pembelajaran yang telah direvisi berdasarkan masukan para ahli dan data yang diperoleh dari uji coba. Pada tahap pengembangan ini terdapat dua langkah kegiatan, yaitu penilaian para ahli dan uji coba.

  4. Tahap penyebaran (disseminate) Maksud dari tahap ini adalah menyebarkan perangkat pembelajaran dan instrument penelitian setelah direvisi berdasarkan hasil validasi para ahli dan hasil uji coba.

  D. Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Materi sistem persamaan linear dua variabel diberikan siswa SMP kelas

  VIII semester ganjil. Standar kompetensi dan kompetensi dasar materi sistem persamaan linear dua variabel yang diajarkan kepada siswa kelas VIII SMP adalah sebagai berikut : Standar kompetensi : 2. Memahami sistem persamaan linear dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah Kompetensi dasar :

  2.1 Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel

  2.2 Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel

  2.3 Menyelesaiakan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel.

  E. Modul Berorientasi Pemecahan Masalah Pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

  Modul yang disusun dalam penelitian ini adalah modul berorientasi pemecahan masalah pada materi sistem persamaan linear dua variabel.

  Penyusunan modul berorientasi pemecahan masalah pada materi sistem persamaan linear dua variabel hampir sama dengan modul pada umumnya, akan tetapi dalam modul ini dikembangkan dengan mengarahkan pada indikator pemecahan masalah. Hal ini bertujuan agar peserta didik dapat memahami dan mengembangkan strategi pemecahan masalah untuk menyelesaikan suatu masalah yang berhubungan dengan materi sistem persamaan linear dua variabel.