BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Internet addiction - Juli Andri Lestarianto BAB II

  1. Pengertian

  Internet addiction telah menjadi masalah serius dan dianggap

  sebagai salah satu masalah kejiwaan. Menurut Young (1996) pecandu internet adalah individu yang memiliki kecenderungan yang kuat dalam melakukan aktivitas-aktivitas yang hanya dilakukan sendiri (solitary

  activities ) dan membatasi aktivitas sosial. Penggunaan internet yang

  patologis merujuk pada ketergantungan psikologis terhadap internet. Hal ini ditandai dengan meningkatnya waktu yang digunakan uang, usaha dan lain-lain untuk kegiatan yang berkaitan dengan internet, merasa cemas, sedih, gelisah jika tidak dapat mengakses internet dan menyangkal akan adanya masalah perilaku.

  Internet addiction merupakan ketidakmampuan individu untuk

  mengontrol penggunaan internetnya, yang dapat menyebabkan terjadinya masalah psikologis, sosial, dan pekerjaan pada kehidupan individu tersebut (Young and Roger 1998; Davis 2001). Lebih lanjut Griffith (2005) menekankan bahwa internet addiction adalah technology addiction, dimana hal ini merupakan behavioral addiction yang melibatkan hubungan antara manusia dan komputer.

  2. Klasifikasi internet addiction

  Klasifikasi dari internet addiction menurut Kimberly S. Young, et. al. (2006):

   Cybersexual Addiction

  Termasuk ke dalam cybersexual addiction antara lain adalah individu yang secara kompulsif mengunjungi website-website khusus orang dewasa, melihat hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas yang tersaji secara eksplisit, dan terlibat dalam pengunduhan dan distribusi gambar-gambar dan file-file khusus orang dewasa.

  b.

   Cyber-Relationship Addiction Cyber-relationship addiction mengacu pada individu yang

  senang mencari teman atau relasi secara online. Individu tersebut menjadi kecanduan untuk ikut dalam layanan chat room dan seringkali menjadi terlalu-terlibat dalam hubungan pertemanan online atau terikat dalam perselingkuhan virtual.

  c.

   Net compulsions

  Yang termasuk dalam sub tipe net compulsions misalnya perjudian online, belanja online, dan perdagangan online.

  d.

   Information Overload Information overload mengacu pada web surfing yang bersifat kompulsif.

  e.

   Computer Addiction

  Salah satu bentuk dari computer addiction adalah bermain game komputer yang bersifat obsesif.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi internet addiction menurut Griffiths (2005) diantaranya :

  1. Gender

  Gender mempengaruhi jenis aplikasi yang digunakan dan

  penyebab individu tersebut mengalami internet addiction. Laki-laki tertarik pada hal-hal yang dapat menunjukkan dominasinya dan fantasi

  seksual online , contohnya game online, situs porno, dan perjudian

  online. Sedangkan perempuan tertarik pada membina hubungan lebih akrab, hubungan romantis, dan lebih suka berkomunikasi dengan menyembunyikan identitasnya, contohnya chatting, tweter dan berbelanja online. Hal ini menunjukkan bahwa atribut gender juga sama-sama berperan dalam dunia internet sebagaimana stereotipe antara lakilaki dan perempuan di dunia nyata.

  2. Kondisi psikologis Survey di Amerika Serikat menunjukkan bahwa lebih dari 50% individu yang mengalami internet addiction juga mengalami kecanduan pada hal lain, seperti obat-obatan terlarang, alkohol, rokok dan seks. Internet addiction menimbulkan masalah-masalah emosional seperti depresi, dan gangguan kecemasan dan seringkali menggunakan dunia fantasi di internet sebagai pengalihan secara psikologis terhadap perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan atau situasi yang menimbulkan stres. Berdasarkan hasil survey ini juga, diperoleh bahwa yang bersifat interaktif seperti chat rooms, instant messaging, dan games online .

  3. Kondisi sosial ekonomi Individu yang sudah bekerja memiliki kemungkinan lebih besar mengalami internet addiction dibandingkan dengan individu yang belum bekerja memiliki fasilitas internet di kantornya dan juga memiliki sejumlah gaji yang memungkinkan individu tersebut memiliki fasilitas komputer dan internet juga dirumahnya, dibandingkan dengan individu yang belum bekerja.

  4. Tujuan dan waktu menggunakan internet Tujuan menggunakan internet akan menentukan sejauhmana individu tersebut akan mengalami internet addiction, terutama dikaitkan terhadap banyaknya waktu yang dihabiskan sendirian didepan komputer. Individu yang menggunakan internet untuk tujuan pendidikan, misalnya pada pelajar dan mahasiswa akan lebih banyak menghabiskan waktunya menggunakan internet. Bagitu juga individu yang menggunakan internet untuk tujuan pekerjaan, terutama pekerja yang ahli komputer, sistem analis, dan sebagainya. Umumnya, individu yang menggunakan internet cukup jelas, dan bukan digunakan sebagai upaya untuk mengatasi atau melarikan diri dari masalah- masalah yang dihadapinya di kehidupan nyata atau sekedar hiburan, misalnya kesulitan membangun hubungan sosial, ketidakharmonisan Faktor lain yang mempengaruhi internet addiction diantaranya sebagai berikut: a. Seseorang menderita ansietas. Seseorang yang menderita ansietas akan menggunakan internet untuk menghindari kekhawatiran dan ketakutannya. Gangguan ansietas seperti obsesif kompulsif berkontribusi terhadap pengecekan email yang berlebihan dan kompulsi untuk menggunakan internet.

  b. Seseorang menderita depresi. Internet dapat digunakan untuk lari dari perasaan depresi, tetapi penggunaan internet berlebihan dapat menyebabkan masalah yang lebih buruk, internet addiction berkontribusi pada isolasi dan kesepian.

  c. Seseorang yang mengalami addiction lain. Banyak penderita internet

  

addiction mengalami addiction lain seperti seks, alko hol, obat- obatan,

dan perjudian.

  d. Seseorang dengan kurangnya dukungan sosial. Seseorang dengan

  

internet addiction sering menggunakan chatrooms, instant messaging,

  atau online game sebagai cara yang aman untuk membentuk hubungan baru dan lebih percaya diri untuk berhubungan dengan orang lain.

  e. Remaja. Seorang remaja dapat merasakan bahwa persahabatan di internet lebih nyaman daripada di dunia nyata. f. Seseorang dengan aktivitas sosial yang rendah. Sebagai contoh, penjagaan berlebihan terhadap anak akan menyebabkan anak tersebut ia cenderung menggunakan internet di rumah.

  4. Dampak dari internet addiction Dampak dari internet addiction dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu : akademik, hubungan interpersonal, finansial, pekerjaan, dan fisik (Young,1996).

  a. Akademik, pelajar menjadi sulit untuk menyelesaikan tugas, belajar untuk menghadapi ujian, dan kurang tidur akibat penggunaan internet yang berlebihan di malam hari. Selain itu, penggunaan internet berlebihan pada pelajar menyebabkan menurunnya prestasi bahkan dikeluarkan dari sekolah.

  b. Hubungan interpersonal seperti pernikahan, hubungan orang tua dengan anak, dan hubungan yang sangat dekat juga dapat terganggu akibat penggunaan internet berlebihan. Seseorang dengan internet

  addiction secara bertahap akan mengurangi waktu untuk

  bersosialisasi di dunia nyata. Pada ibu rumah tangga dijumpai adanya kelalaian dalam menjaga anaknya.

  c. Finansial, masalah finansial dijumpai akibat biaya penggunaan internet yang berlebihan tetapi sekarang dengan adanya penurunan tarif online menyebabkan pengguna dapat bebas menggunakan internet tanpa harus memikirkan biaya yang dikeluarkan. d. Pekerjaan, pekerja cenderung menggunakan jasa internet perusahaan untuk mengakses kebutuhan pribadi pada saat jam kerja. Hal ini dengan baik.

  e. Fisik, pengguna internet cenderung menjadi kurang tidur sehingga menyebabkan keletihan yang berlebihan dan menurunkan imun pengguna internet. Penggunaan internet berlebihan juga meningkatkan risiko terjadinya keletihan mata, nyeri pinggang, dan

  carpal tunnel syndrome.

  Universitas Texas di Dallas mengemukakan beberapa akibat dari

  internet addiction

  • akibat dari penggunaan internet yang berlebihan, pada

  mahasiswa adalah sebagai berikut : a. Menyebabkan kurang tidur dan rasa letih yang berlebihan.

  b. Semakin menurunnya prestasi.

  c. Berkurangnya interaksi dengan lawan jenis.

  d. Penurunan aktivitas sosial di kampus.

  e. Menimbulkan kegelisahan dan apatis pada saat offline.

  f. Mengingkari kondisi addictive pada si pengguna.

  g. Membentuk opini bahwa apa yang mereka temukan di internet lebih tinggi kedudukannya dibandingkan kemampuannya.

  h. Menghindari pertanyaan mengenai waktu penggunaan internet mereka serta apa-apa saja yang mereka lakukan dalam berinternet.

  Weaver (dalam Dewi.N, 2011) menyatakan bahwa dampak dari

  internet addiction meliputi: b. Selalu menambah waktu online.

  c. Tidak mampu untuk mengontrol pengeluaran internet.

  d. Cepat marah dan gelisah bila tidak sedang online.

  e. Menggunakan internet sebagai pelarian dari masalah.

  f. Membohongi keluarga atau teman-teman mengenai jumlah waktu yang digunakan untuk online.

  g. Kehilangan teman, pekerjaan ataupun kesempatan pendidikan dan karir karena penggunaan internet.

  h. Terus menggunakan internet walaupun dana untuk online menipis. i. Depresi, kemurungan, kegelisahan dan kecemasan meningkat jika tidak menggunakan internet. j. Merasa bersalah dan penyesalan yang dalam akibat penggunaan internet. k. Mengalami gangguan tidur atau perubahan pola tidur karena penggunaan internet.

  Berlama-lama online internet dapat membuat seseorang lupa waktu sehingga melalaikan jam tidur. Jika keadaan seperti ini dibiarkan terus-menerus akan menjadikan seseorang kecanduan, sehingga timbullah gangguan pola tidur yang semakin parah yang berakibat pada insomnia. Soetjipto (2007) mengemukakan bahwa gejala-gejala fisik dan psikis dari kecanduan internet sama dengan berbagai penyakit ketergantungan lainnya. Umumnya, penderita tidur (insomnia) dan terkena depresi. Biasanya, para pecandu internet mengalami gangguan tidur karena terlalu banyak menghabiskan waktu

  online , kurang istirahat dan kesehatan fisik yang menurun.

  Pada remaja, kecanduan internet telah dilaporkan signifikan dengan depresi dan insomnia (Cheung dan Wong, 2011). Hasil penelitian Ebrahimi.A, dan Sadeghi.Z, (2011) mengemukakan bahwa remaja dengan internet addiction mempunyai masalah yang signifikan dengan kesehatan mental dan gejala somatik, kecemasan, insomnia, disfungsi social, dan mengalami depresi berat. Dewi, Noviana (2011) dalam hasil penelitiannya mengemukakan hasil koefisien korelasi antara kecanduan internet dengan insomnia menunjukkan hubungan yang kuat.

  Berdasarkan penjelasan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa gejala internet addiction meliputi merasa keasyikan dengan internet, menghabiskan banyak waktu dan uang untuk mengakses internet, tidak mampu mengontrol penggunaan internet, mengalami gangguan emosi (gelisah, cemas, depresi, cepat marah), kehilangan teman dan pekerjaan atau pendidikan, berbohong pada teman dan keluarga mengenai pemakaian internet, menjadikan internet sebagai tempat melarikan diri dari masalah, mengalami gangguan tidur

  (insomnia), merasa bersalah dan menyesal setelah menggunakan internet, mengalami penarikan diri Griffiths (2005) telah mencantumkan enam dimensi untuk menentukan apakah individu sudah digolongkan sebagai pecandu internet.

  Dimensi tersebut adalah sebagai berikut :

  a. Salience. Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran individu (preokupasi atau gangguan kognitif), perasaan (merasa sangat butuh), dan tingkah laku (kemunduran dalam perilaku sosial).

  b. Mood modification. Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet. Dimana terdapat perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stres) saat perilaku kecanduan itu muncul.

  c. Tolerance. Merupakan proses dimana terjadinya peningkatan jumlah penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari mood. demi mencapai kepuasan, jumlah penggunaan internet meningkat secara mencolok. Kepuasaan yang diperoleh dalam menggunakan internet secara terus menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya seperti sebelumnya, maka individu secara berangsur- angsur harus meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi, contohnya pemain tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah waktu pertama bermain sebelum mencapai waktu yang lama. yang terjadi karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan hal ini berpengaruh pada fisik seseorang, perasaan dan efek antara perasaan dan fisik (seperti, pusing, insomnia) atau psikologisnya (misalnya, mudah marah atau moodiness).

  e. Conflict. Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna internet dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri (konflik intrafisik atau merasa kurangnya kontrol) yang diakibatkan karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain internet.

  f. Relapse. Hal ini terjadi ketika individu kembali bermain internet, saat individu tersebut belum sembuh dari perilaku kecanduannya.

  Sedangkan untuk mendiagnostic internet addiction perlu memenuhi beberapa kriteria, berdasarkan pada YDQ ( Young Diagnostic

  

Questionnaire ) yang merupakan modifikasi dari kriteria DSM IV maka

  terdapat delapan kriteria, yaitu :

  a. Pikiran pecandu internet terus-menerus tertuju pada aktivitas berinternet dan sulit untuk dibelokkan ke arah lain b. Adanya kecenderungan penggunaan waktu berinternet yang terus- menerus bertambah demi meraih tingkat kepuasan yang sama dengan c. Yang bersangkutan secara berulang gagal untuk mengontrol atau menghentikan penggunaan internet d. Adanya perasaan tidak nyaman, murung, atau cepat tersinggung ketika yang bersangkut an berusaha menghentikan penggunaan internet.

  e. Adanya kecenderungan untuk tetap online melebihi dari waktu yang ditargetkan f. Penggunaan internet itu telah membawa risiko hilangnya relasi yang berarti, pekerjaan, kesempatan studi, dan karier g. Penggunaan internet menyebabkan pengguna membohongi keluarga atau terapis, dan orang lain untuk menyembunyikan keterlibatannya yang berlebihan dengan internet

  h. Internet digunakan untuk melarikan diri dari masalah atau untuk meredakan perasaan-perasaan negatif seperti rasa bersalah, kecemasan, depresi, dan sebagainya.

B. Stres

  1. Pengertian stres Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang- pendek yang tidak sama, pernah atau akan mengalaminya dan tidak seorang pun bisa terhindar dari padanya. Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu fenomenal universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan secara total pada individu yaitu seperti fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual, stres dapat mengancam keseimbangan fisiologis. Stres emosi dapat menimbulkan perasaan negatif atau destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain. Stres intelektual akan mengganggu persepsi dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah; stres sosial akan mengganggu hubungan individu terhadap kehidupan ( Rasmun, 2004).

  2. Etiologi stres Stres dapat terjadi karena terdapat suatu perubahan dalam ruang lingkup pekerjaan, tanggung jawab, pengambilan keputusan, tempat tinggal, hubungan pribadi, dan kesehatan. Kondisi tersebut dapat menyebabkan stres disebut sebagai stresor. Setiap individu dapat mengalami stres, baik stres jangka panjang maupun stres jangka pendek. Stres yang dialami seseorang mengakibatkan munculnya konsep stresor, yaitu stresor internal dan stresor eksternal (Potter dan Perry, 2005).

  Stresor internal berasal dari dalam diri seseorang misalnya: demam, penyakit infeksi, trauma fisik, malnutrisi, kelelahan fisik, kekacauan fungsi biologik yang berkelanjutan. Berbagai konflik dan frustasi yang berhubungan dengan kehidupan modern atau suatu keadaan emosi seperti keadaan bersalah dan perasaan rendah diri (self devaluation) akibat kegagalan mencapai sesuatu yang di idam-idamkan.

  Stresor eksternal berasal dari luar diri seseorang. Perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan peran dan sosial, proses keuangan dan segala akibatnya (menciutnya anggaran keuangan, keterbatasan uang). Berdasarkan penjabaran singkat tentang stresor, setiap individu harus beradaptasi dengan stresor yang terjadi pada dirinya dalam rangka bertahan hidup terhadap stresor yang datang dari internal dan eksternal.

  Stres yang paling umum dialami oleh mahasiswa merupakan stres akademik. Stres akademik berkaitan dengan proses akademik dan lingkungan yang mempengaruhi proses akademik. Stres akademik diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaaan individu yang mengalami tekanan sebagai hasil persepsi dan penilaian mahasiswa tentang stresor akademik, yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan di perguruan tinggi (Govaerst & Gregoire, 2004).

  Menurut Rasmun (2004) stresor adalah variabel yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya stres. Sumber stres dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh. Stres terjadi apabila stresor tersebut dirasakan dan dipersepsikan sebagai ancaman sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis. Beberapa jenis stresor adalah sebagai berikut: a. Stresor biologik

  Stresor biologik dapat berupa bakteri, virus, hewan, binatang, tumbuhan, dan berbagai macam makhluk hidup yang dapat binatang dipersepsikan dapat menjadi stresor dan mengancam konsep diri individu.

  b. Stresor fisik Stresor fisik dapat berupa perubahan iklim, suhu, cuaca, geografi, dan alam. Letak tempat tinggal, demografi, jumlah anggota dalam keluarga, nutrisi, radiasi, kepadatan penduduk, imigrasi, dan kebisingan juga dapat menjadi stresor.

  c. Stresor kimia Stresor kimia dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh.

  Contoh stresor yang berasal dari dalam tubuh adalah serum darah dan glukosa sedangkan stresor yang berasal dari luar tubuh misalnya obat, alkohol, nikotin, kafein, polusi udara, gas beracun, insektisida, pencemaran lingku ngan, bahan-bahan kosmetika, bahan pengawet, pewarna, dan lain-lain.

  d. Stresor sosial dan psikologik Stresor sosial dan psikologik misalnya rasa tidak puas terhadap diri sendiri, kekejaman, rendah diri, emosi yang negatif, dan kehamilan.

  e. Stresor spiritual

  Stresor spiritual yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai- nilai ke-Tuhanan.

  Tidak hanya stresor negatif yang dapat menyebabkan stres, tetapi stresor positif seperti kenaikan pangkat, promosi jabatan, tumbuh kembang, menikah, dan mempunyai anak juga dapat menyebabkan stres.

  3. Tahapan Stres Menurut Hawari, D. (2008) bahwa tahapan-tahapan stres sebagai berikut : a. Stres tahap I

  Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: 1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting).

  3) Merasa mampu menye-lesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

  b. Stres tahap II Dalam tahapan ini respon terhadap stresor yang semula menyenangkan sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II 1) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar. 2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang. 3) Lekas merasa lelah menjelang sore hari. 4) Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort ).

  5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar). 6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang. 7) Tidak bisa santai.

  c. Stres Tahap III Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu:

  1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan maag, buang air besar tidak teratur (diare).

  2) Ketegangan otot-otot semakin terasa. 3) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat.

  4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia) atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia) atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia). mau pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus konsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.

  d. Stres Tahap IV Gejala stres tahap IV, akan muncul: 1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit.

  2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.

  3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate).

  4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari. 5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan. Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tidak semangat dan gairah. 6) Daya konsentrasi daya ingat menurun. 7) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

  e. Stres Tahap V

  Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:

  dan psychological exhaustion ).

  2) Ketidakmampuan untuk menye-lesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana.

  3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder ).

  4) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.

  f. Stres Tahap VI Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati.

  Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut: 1) Debaran jantung teramat keras.

  2) Susah bernapas (sesak dan megap-megap). 3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran. 4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan. 5) Pingsan atau kolaps (collapse).

  4. Respon terhadap stres a. Respon Fisiologis : Situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya sistem korteks adrenal. Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya. Sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung dan mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medulla adrenal. Untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Sistem korteks

  

adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF (corticotropin

releasing factor) , suatu zat kimia yang bekerja pada kelenjar hipofisis

  yang terletak tepat dibawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis selanjutnya mensekresikan hormon ACTH (adrenocorticotropic

  

hormone) , yang dibawa melalui aliran darah ke korteks adrenal.

  Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi kadar gula darah. ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30 hormon. Efek kombinasi berbagai hormon stres yang dibawa melalui aliran darah ditambah aktivitas neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik berperan dalam respons fight or flight.

  Secara umum orang yang mengalami stres mengalami sejumlah gangguan fisik seperti :

  1) Gangguan pada organ tubuh menjadi hiperaktif dalam salah satu sistem tertentu. Contohnya: muscle myopathy pada otot kerusakan jantung dan arteri, sistem pencernaan terjadi maag, diare.

  2) Gangguan pada sistem reproduksi. Seperti: amenorrhea atau tertahannya menstruasi, kegagalan ovulasi pada wanita, impoten pada pria, kurang produksi semen pada pria, kehilangan gairah seks.

  3) Gangguan pada sistem pernafasan: asma, bronchitis. 4) Gangguan lainnya, seperti pening (migrane), tegang otot, jerawat, dst.

  b. Respon Psikologik: 1) Keletihan emosi, jenuh, mudah menangis, frustasi, kecemasan, rasa bersalah, khawatir berlebihan, marah, benci, sedih, cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta rasa rendah diri. 2) Terjadi depersonalisasi ; dalam keadaan stres berkepanjangan, seiring dengan keletihan emosi, ada kecenderungan yang bersangkutan memperlakuan orang lain sebagai „sesuatu‟ ketimbang „seseorang‟.

  3) Pencapaian pribadi yang bersangkutan menurun, sehingga berakibat pula menurunnya rasa kompeten dan rasa sukses c. Respon Perilaku

  1) Manakala stres menjadi distres, prestasi belajar menurun dan sering terjadi tingkah laku yang tidak diterima oleh masyarakat. kemampuan mengingat informasi, mengambil keputusan, mengambil langkah tepat.

  3)

Mahasiswa yang „over-stresed’ (stres berat) seringkali banyak membolos atau tidak aktif mengikuti kegiatan pembelajaran

  5. Tingkat stres Potter dan Perry dalam Rasmun (2004) membagi tingkat stres menjadi tiga yaitu : a. Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari seseorang. Stres ringan adalah stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya: lupa, kebanyakan tidur, kemacetan, dikritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa menit atau beberapa jam dan biasanya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.

  b. Stres sedang, biasanya terjadi lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari. Misalnya perselisihan kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebih, mengharapkan pekerjaan baru, permasalahan keluarga. Situasi seperti ini dapat berpengaruh pada kondisi kesehatan seseorang. c. Stres berat, Merupakan stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun misalnya hubungan suami istri yang tidak Menurut Rasmun (2004), setiap individu akan mendapat efek stres yang berbeda-beda. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu: a. Kemampuan individu mempersepsikan stresor

  Jika stresor dipersepsikan akan berakibat buruk bagi individu tersebut, maka tingkat stres yang dirasakan akan semakin berat. Sebaliknya, jika stresor dipersepsikan tidak mengancam dan individu tersebut mampu mengatasinya, maka tingkat stres yang dirasakan akan lebih ringan.

  b. Intensitas terhadap stimulus Jika intensitas serangan stres terhadap individu tinggi, maka kemungkinan kekuatan fisik dan mental individu tersebut mungkin tidak akan mampu mengadaptasinya.

  c. Jumlah stresor yang harus dihadapi dalam waktu yang sama Jika pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stresor yang harus dihadapi, stresor yang kecil dapat menjadi pemicu yang mengakibatkan reaksi yang berlebihan.

  d. Lamanya pemaparan stresor Memanjangnya lama pemaparan stresor dapat menyebabkan menurunnya kemampuan individu dalam mengatasi stres.

  e. Pengalaman masa lalu

  Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi stresor yang sama.

  Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stresor yang berbeda sehingga risiko terjadinya stres pada tingkat perkembangan akan berbeda.

  Potter dan Perry dalam Rasmun (2004), membagi hubungan tingkat stres menjadi tiga yaitu : stres ringan, stres sedang dan stres berat. Menurut hasil penelitian Ulumuddin.B.(2011) dengan judul penelitian Hubungan Tingkat Stres Dengan Kejadian Insomnia Pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro, terdapat hasil yang signifikan antara tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa. Sejalan juga dengan penelitian Susanto.J.(2013) yang menyebutkan ada hubungan antara tingkat stres dengan insomnia pada mahasiswa.

  6. Cara mengukur tingkat stres Tingkat stres diukur dengan menggunakan Depression Anxiety

  

Stres Scale 42 (DASS 42) oleh Lavibond dan Lavibond (1995). DASS 42

  diaplikasikan dengan format rating scales (skala penilaian). Sedangkan tingkat stres pada instrumen ini merujuk pada Peter & Perry dalam Rasmun (2004) yang membagi tingkat stres menjadi tiga yaitu : ringan, sedang, berat. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk untuk mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku sebagai stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan penelitian (Psychology Foundation of Australia, 2010).

  Instrumen DASS 42 terdiri dari 42 Pernyataan yang mengidentifikasi skala subyektif depresi, kecemasan, dan stres. Dimana masing masing terbagi dalam 14 pertanyaan untuk mengukur status mental tersebut. Oleh karena tujuan penelitian ini hanya untuk mengetahui tingkat stres jadi peneliti hanya menggunakan pertanyaan untuk mengukur stres yang terdiri dari 14 pertanyaan.

  7. Stres adaptasi

  a. Definisi adaptasi Adaptasi adalah menyesuaikan diri dengan kebutuhan atau tuntutan baru; yaitu suatu usaha untuk mencari keseimbangan kembali kedalam keadaan normal (Rasmun, 2004).

  b. Bentuk-bentuk Adapatasi 1) Mekanisme homeostatis yaitu merupakan proses adaptasi fisiologis dan psikologis terhadap perubahan lingkungan internal.

  2) Mekanisme homeostatis yang terjadi pada semua aspek atau dimensi dalam kelurga atau kelompok dan masyarakat.

  3) Adaptasi terjadi bila stresor dari luar atau dalam yang mengganggu keseimbangan adaptasi untuk mempertahankan 4) Adaptasi reflek yaitu pergerakan yang otomatis untuk melindungi tubuh c. Mekanisme Adaptasi secara psikologik

  Mekanisme pertahan secara psikologis biasa disebut koping mekanisme atau defends mechanism atau mekanisme pertahanan, artinya secara tidak sadar ego mempertahankan keseimbangan secara psikologis.

  d. Macam- macam mekanisme pertahanan diri.

  Macam macam mekanisme pertahanan diri yang sering di gunakan menurut Asmadi (2005) yaitu : 1) Penyangkalan yaitu menghindar atau menolak untuk melihat kenyataan yang tidak di inginkan dengan cara mengabaikan.

  2) Proyeksi yaitu menyalahkan orang lain atas ketidak mampuan dirinya atas kesalahan yang ia perbuat.

  3) Represi yaitu menekan ke alam tidak sadar dan sengaja melupakan pikiran, perasaan,dan pengalaman yang menyakitkan.

  4) Regresi yaitu kemunduran dalam hal tingkah laku yang di lakukan seorang dalam menghadapi stres.

  5) Rasionalisasi yaitu berusaha memberi alasan yang masuk akal atas perbuatan yang di lakukannya.

  6) Fantasi yaitu keinginan yang tidak tercapai cenderung di puaskan dalam imajinasi yang di ciptakan sendiri. menyenangkan dari seseorang atau obyek orang atau obyek lain yang biasanya lebih kurang berbahaya dari obyek semula.

  8) Undoing yaitu melakukan tindakan atau komunikasi tertentu yang bertujuan menghapus atau meniadakan tindakan sebelumnya.

  9) Reaction formation yaitu mengembangkan pola sikap atau prilaku tertentu yang di sadari tetapi berlawanan dengan perasaan dan keinginan. 10) Kompensasi yaitu menutupi kekurangan dengan meningkatkan kelebihan yang ada pada dirinya.

  11) Sublimasi yaitu penyaluran rangsangan atau nafsu yang tidak tersalurkan ke dalam kegiatan lain yang bisa di terima oleh masyarakat.

  8. Strategi mengurangi stres Stres sesungguhnya tidak dapat di hilangkandari kehidupan seseorang oleh karena itu upaya yang di lakukan adalah mengurangi efek dari stres di bawah ini adalah strategi mengurangi stres menurut; Poter,et all dalam Rasmun (2004) antara lain ; a. Membangun kebiasaan baru

  Dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia atau individu mempunyai kebiasaan yang unik dalam membantu dan menyelesaikan kegiatan anaknya, setelah anaknya besar dan sekolah ibu tersebut stres karena kurang kegiatan dan kesibukannya. Untuk itu ia perlu bantuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dan kebiasaan baru.

  b. Menghindari perubahan Yaitu suatu upaya yang di lakukan untuk tidak melakukan perubahan yang tidak perlu atau dapat di tunda. Misalnya seorang ibu rumah tangga yang ditinggal suaminya meninggal dunia mempunyai dua anak yang belum sekolah teman lamanya mengajak untuk pindah rumah dengan tujuan menghapus kenangan semasa hidup yang pernah di alami. Maka sebaiknya pindah rumah di tunda sambil memperbaiki situasi dan suasana keluarga.

  c. Menyediakan waktu Menyediakan waktu tertentu atau membatasi waktu untuk memfokuskan dari beradaptasi dengan stresor keuntungan dari alokasi waktu ini adalah untuk dapat mengembangkan dan membangun klien dalam mencapai tujuan karena klien menggunakan waktu dan sumber lebih efektif.

  d. Pengolaan waktu Teknik ini sangat berguna untuk individu yang tidak dapat mengerjakan berbagai hal dalam waktu yang bersamaan, individu membuat daftar tugas yang harus di laksanakan dengan memperhatikan faktor prioritas.

  Yaitu tindakan yang di lakukan adalah merubah lingkungan yang merupakan sumber stresor secara realistis akan mengurangi stres.

  f.

  Katakan “tidak” Adalah cara lain untuk mengurangi kecemasan atau perasaan yang tidak menyenangkan dengan cara ini individu dapat terhindar dari perasaan tertekan yang terus menerus yang di sebabkan karena ketidak beraniannya untuk mengatakan “tidak”.

  g. Mengurangi respon fisiologis terhadap stres 1) Latihan teratur

  Untuk meningkatkan tonus otot, stabilitas berat badan, mengurangi ketegangan dan releksasi 2) Nutrisi dan diet

  Pemenuhan nutrisi dan latihan sangat erat hubungannya, memberikan makanan yang cukup dan seimbang memberi tenaga untuk melakukan kegiatan sehari-hari meningkatkan sirkulasi darah, dan distribusi makanan ke jaringan makanan yang tidak seimbang dapat menambah stres baru. 3) Istirahat

  Istirahat dan tidur sangat di perlukan untuk individu menyegarkan tubuh dan ketenangan mental untuk itu klien perlu belajar 4) Meningkatkan respon prilaku dan emositerhadap stres

  Keadaan stres harus di cermati dan di respon secara baik, karena stres ringan yang mulanya dianggap sepele jika tidak di kelola dengan baik dapat merupakan masalah besar bagi individu. 5) Sistem pendukung

  Sistem pendukung seperti keluarga, teman, kolega yang akan mendengar, dan memberi nasehat dan dorongan emosi sangat berguna bagi seseorang dalam keadaan stres. 6) Meningkatkan harga diri

  Klien di bantu untuk meningkatkan harga diri, strategi ini di tempuh karena dapat mengurangi stres secara positif. Jika klien dapat mengidentifikasi aspek positif dari dirinya maka akan dapat memfokuskan perhatian pada hal-hal yang di hargai oleh orang lain.

C. Insomnia

  1. Pengertian Pengertian insomnia mencakup banyak hal. Insomnia dapat berupa kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk tetap tertidur. Seseorang terbangun dari tidur tetapi merasa belum cukup tidur dapat disebut mengalami insomnia. Insomnia merupakan ketidakmampuan untuk kualitas maupun kuantitas. Insomnia bukan berarti sama sekali seseorang tidak dapat tidur atau kurang tidur karena orang yang menderita insomnia sering dapat tidur lebih lama dari yang mereka perkirakan, tetapi kualitasnya kurang (Green, 2009).

  Secara singkat insomnia dapat diartikan tidak bisa tidur. London

  

sleep scenter mendefinisikan insomnia sebagai sebuah pengalaman yang di

  rasakan dalam bentuk ketidakcukupan kuantitas atau kualitas tidur dengan setidaknya satu atau lebih dari tanda-tanda berikut: kesulitan memulai tidur, kesulitan tidur tanpa terganggu, bangun terlalu dini di pagi hari, tidak merasakan kembali setelah bangun tidur (Green, 2009).

  2. Faktor Penyebab Insomnia Menurut Green (2009) faktor yang menyebabkan seseorang mengalami insomnia diantaranya adalah faktor psikologis, lingkungan tidur, gaya hidup,kondisi medis, massalah kesehatan mental, kelainan tidur, tindakan pengobatan, obat-obat reaksi. Kita dapat mengatasi insomnia dengan cara menciptakan lingkungan yang nyaman, releksasi, dan tindakan lainnya. Secara garis besar faktor-faktor insomnia yaitu: a. Faktor psikologis

  Faktor psikologis meliputi stres, kecemasan ,depresi serta stimulasi yang berlebihan terhadap otak. Bersikap tidak realistis terhadap tidur, seperti mengharapkan tidur sesuai dengan teori yaitu sebanyak delapan jam setiap malam dan beranggapan bahwa waktu sendiri dan membuat masalah semakin memburuk.

  Stres merupakan salah satu penyebab insomnia secara psikologis, seperti juga disebutkan oleh Hawari (2008) bahwa stres tahap ke empat salah satunya mengakibatkan gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia) atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle

  

insomnia ) atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat

kembali tidur (late insomnia).

  b. Lingkungan tidur Jika ruang tidur anda terlalu panas atau terlalu dingin , terlalu terang atau terlalu berisik maka individu merasakan masalah saat individu mulai untuk tidur.

  c. Faktor gaya hidup Meliputi gaya hidup yang tidak menguntungkan seperti diet yang tidak memenuhi standar kecukupan gizi, kurang berolah raga atau olah raga terlalu siang, kurangnya kontak dengan cahaya alami di siang hari serta penggunaan stimulan yang belebihan termasuk kopi, alkohol dan nikotin.

  d. Kondisi medis

  Masalah apapun yang menimbulkan gangguan pernapasan, rasa nyeri, atau gangguan fungsi kelenjar dapat mengusik kenyamanan prostat.

  e. Masalah kesehatan mental Depresi sering kali dikaitkan dengan kecenderungan bangun tidur terlalu dini dipagi hari. Schizoprhenia, bipolar disolder, dan

  dementia juga dikaitkan dengan gangguan saat tidur.

  f. Kelainan tidur Kelainan pada pernapasan yang berpengaruh terhadap tidur, kelainan berupa gerakan-gerakan yang tidak lazim dilakukan saat tidur, kelainan pada ritme circadian, parasomnia, dan hipersomnia, itu semuanya dapat menyebabkan gangguan dalam gangguan tidur.

  g. Tindakan pengobatan Meliputi obat-obat bentuk yang dijual bebas dan otot-otot resep dokter seperti beta

  • –blocker, corticosteroid, diuretic dan hormon thyroid. Pengertian konsumsi obat seperti antidepresan dan pil tidur juga dapat menimbulkan permasalahan dalam tidur.

  Menurut Hancock (2011) di dalam Charlottesville Medical menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan insomnia

  Research

  ialah:

  a. Jenis kelamin

  Wanita lebih sering terkena gangguan tidur daripada laki-laki

  b. Usia atas umur 65 tahun, daripada yang muda.

  c. Dalam masa pengobatan atau kondisi medis Orang yang dalam masa pengobatan atau dalam kondisi sakit akan merasa cemas dan sulit untuk tidur.

  d. Ketakutan pada masa kanak-kanak Biasanya karena ketakutan akan gelap dan takut mimpi buruk

  e. Gaya hidup Orang yang sedang berpergian, bekerja pada malam hari yang tidak teratur, konsumsi kafein yang tinggi, internet addiction atau kecanduan internet, konsumsi alkohol.

  

Internet addiction adalah salah satu gaya hidup manusia di era

globalisasi sekarang ini. Setiap manusia dapat mengakses internet

  dengan mudah apalagi dengan hadirnya berbagai teknologi baru sehingga internet berada dalam genggaman kita. Saat ini banyak remaja yang menggunakan internet untuk sarana hiburan atau mencari informasi seperti untuk chating, searching, ataupun bermain game

  , hal tersebut dapat membuat orang lupa akan waktu dan bisa

  online

  menjadi pemicu kasus kesulitan tidur seperti insomnia. Pada remaja, kecanduan internet atau internet addiction telah dilaporkan signifikan dengan depresi dan insomnia (Cheung dan Wong, 2011).

  3. Klasifikasi insomnia Jenis insomnia ada 3 macam yaitu insomnia inisial atau tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak bisa mempertahankan tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan tidak dapat tidur kembali (Potter, 2005).

  Menurut wendy green insomnia juga didefinisikan berdasarkan seberapa sering kondisi di alami:

  a.

   Transient insomnia

  Ketika individu merasakan masalah dalam tidur selama beberapa malam.

  b.

   Short term insomnia

  Jika individu merasakan masalah dalam tidur selama satu bulan c.

Chonic insomnia

  Ketika individu merasakan masalah dalam tidur selama lebih dari sebulan.

  Menurut Susilowati dalam Dewi.N (2010) insomnia dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu: a. Insomnia Primer yaitu merupakan gangguan kesulitan tidur yang berlangsung dalam jangka waktu lama atau kronis, sering mengakibatkan terjadinya komplikasi kecemasan dan depresi sehingga mengakibatkan gangguan kesulitan tidur semakin parah. Insomnia primer dapat diistilahkan sebagai insomnia jangka panjang atau kronis

  (long term insomnia). Ditandai dengan kesulitan untuk tidur nyenyak pada 1 atau beberapa malam selama lebih dari 6 bulan. berlangsung dalam jangka waktu pendek atau sementara. Insomnia sekunder dibagi menjadi dua, yaitu:

  1) Insomnia Sementara yaitu terjadi pada seseorang yang dapat tidur dengan normal, namun adanya stres sementara atau ketegangan sementara mengakibatkan orang tersebut mengalami kesulitan tidur. Seseorang yang mengalami insomnia sementara mengalami kesulitan untuk tidur dengan nyenyak selama kurang lebih 1 malam dan kurang dari 4 minggu.

  2) Insomnia Jangka Pendek yaitu terjadi pada seseorang yang mengalami stres situasional atau mengalami sakit fisik. Seseorang yang mengalami insomnia jangka pendek mengalami kesulitan tidur nyenyak selama 4 minggu hingga 6 bulan.

  Insomnia ringan atau hanya sementara biasanya dipicu oleh: Stres, suasana yang ramai, perbedaan suhu udara, perubahan lingkungan sekitar, masalah jadwal tidur dan bangun tidur yang tidak teratur, efek samping pengobatan.

  Insomnia kronis lebih kompleks dan seringkali diakibatkan faktor gabungan, termasuk yang mendasari fisik atau penyakit mental. Insomnia kronis dapat disebabkan oleh faktor perilaku, termasuk penyalahunaan kafein, alkohol, atau obat-obat berbahaya lainnya.