PENGARUH PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS) DI KECAMATAN KINDANG KABUPATEN BULUKUMBA
PENGARUH PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TERHADAP TINGKAT
PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS) DI
KECAMATAN KINDANG KABUPATEN BULUKUMBA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar
Sarjana Hukum Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Pada Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Alauddin Makassar Oleh:
SULFAHMI NIM : 10300113158
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2017
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Sulfahmi NIM : 10300113158 Tempt /Tgl. Lahir : Bulukumba 07 Januari 1996 Jurusan : Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Fakultas : Syari’ah dan Hukum Alamat : Samata-Gowa Judul : Pengaruh Perkawinan di Bawah Umur Terhadap Tingkat
Perceraian dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus) di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar hasil karya sendiri. jika di kemudian hari terbukti bahwa ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau di buat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Samata, 25 Juli 2017 Penulis
Sulfahmi
10300113158
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya yang dicurahkan kepada kita sekalian sehingga penulis dapat merampungkan penulisan skripsi dengan judul, “Pengaruh Perkawinan di Bawah Umur Terhadap Tingkat Perceraian dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus) di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba” yang merupakan tugas akhir dan salah satu syarat pencapaian gelar Sarjana Hukum pada Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Salam dan salawat senantiasa di panjatkan kehadirat Nabi Muhammad saw, sebagai Rahmatallilalamin.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr.Musafir Pababbari, M.Si selaku Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Bapak Prof. Dr. Mardan, M.Ag selaku Wakil Rektor I. Prof. Dr. Bapak H.Lomba Sultan, M.A. selaku Wakil Rektor II dan Ibu Prof. Siti Aisyah, M.A.,Ph.D. selaku Wakil rektor III Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
2. Bapak Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dan Bapak Dr. Alimuddin, M.Ag selaku Penasehat Akademik Penulis, Bapak Dr. H.
Abd. Halim Talli, M.Ag. selaku Pembantu Dekan I, Bapak Dr. Hamsir., S.H, M.H. selaku Pembantu Dekan II, Bapak Dr. Saleh Ridwan, M.Ag. selaku
Pembantu Dekan III, dan seluruh dosen pengajar yang telah memberikan arahan dan bekal ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis, serta staff Akademik Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar atas bantuan yang diberikan selama berada di Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
3. Ibu Dr. Hj. Rahmatiah HL., M.Pd. selaku pembimbing I dan bapak Dr. Abd.
Wahid Haddade, Lc., M. Hi Selaku Pembimbing II atas segala bimbingan, arahan dan perhatiannya dengan penuh kesabaran serta ketulusan yang diberikan kepada penulis.
4. Bapak Alimuddin, M.Ag selaku penguji I dan bapak Dr. Nur Taufiq Sanusi, M.Ag selaku penguji II yang telah menguji hasil penulisan skripsi oleh penulis guna mencapai kesempurnaan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Hukum
5. Keluarga besarku yang selalu memberikan semangat dan mendoakanku, Ayahanda H.Amirullah dan Ibunda Hj. Hasi yang dengan penuh cinta dan kesabaran serta kasih sayang dalam membesarkan, mendidik, dan mendukung penulis yang tidak henti-hentinya memanjatkan doa demi keberhasilan dan kebahagiaan penulis. Kakak tercinta Hasrawati, Hasan Basri, Zulfiani, dan Basir yang selalu mendukung penulis, serta kakak Udin dan kakak Parman yang selalu mendukung penulis dari jauh.
6. Sahabatku Musdalifah, Anriani, Eka Gusti Kardilla, Hasmi dan Amriani yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis dalam menyelasaikan skripsi ini, serta teman-teman seperjuangan keluarga besar Hukum Pidana dan
Ketatanegaraan Angkatan 2013 yang tak bisa saya sebut namanya satu persatu.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan sumbangsih, baik moral maupun material kepada penulis selama kuliah hingga penulisan skripsi ini selesai. Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis serahkan segalanya, semoga semua pihak yang membantu mendapat pahala di sisi Allah swt, serta semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua orang, khususnya bagi penulis sendiri.
Samata, 25 Juli 2017 Penulis, Sulfahmi 10300113158
DAFTAR ISI
i JUDUL ……………………………………………………………… ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI …………………………… PENGESAHAN iii …………………………………………………….. iv-vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………… vii-ix DAFTAR ISI ……………………………………………………….. x-xiv PEDOMAN TRANSLITERASI ……………………………………. xv ABSTRAK ……………………………………………………......... 1-8 BAB I PENDAHULUAN ……………………………………........
A.
1 Latar Belakang Masalah …………………………..........
B.
4 Fukos Penelitian dan Deskripsi Fokus …………………..
B.
6 Rumusan Masalah ……………………………………....
C.
6 Kajian Pustaka …………………………………………..
D.
8 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………………………. 9-42 BAB II TINJAUAN TEORETIS …………………………………....
A.
9 Tinjauan Umum Perkawinan di Bawah Umur ………….
1.
9 Pengertian Perkawinan di Bawah Umur ……………..
2.
11 Pengertian Usia di Bawah Umur ……………………..
3.
11 Perkawinan di Bawah Umur ………………………….
4.
12 Batasan Usia Perkawinan dalam Fiqih Klasik ………..
B.
16 Perkawinan ……………………………………………….
1. Pengertian Pe 16 rkawinan dalam Fiqih ………………….
2. Hukum Pe 20 rkawinan/Pernikahan ………………………
3. Dasar Hukum Perkawinan Fiqih Munakahat
22 …………
4. Hikma 24 h Perkawinan …………………………………...
5. Analis 25 is Perbandingan …………………………………
6. Tujuan Perkawinan
26 di Bawah Umur Menurut UU …..
7. Faktor-faktor Penye
28 bab Perkawinan di Bawah Umur…
8. Dampak Perk 31 awinan di Bawah Umur ………………….
C.
32 Perceraian ………………………………………………….
1. Pengerti 32 an Perceraian …………………………………..
2. Alasan Perc 34 eraian Menurut UU ………………………..
3. Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian Menurut Undang-
35 Undang ………………………………………...
4. Faktor-faktor Alasa 36 n Terjadinya Perceraian ……………
D.
39 Tinjauan Umum Hukum Islam …………………………….
1.
39 Pengertian Hukum Islam ………………………………..
2. Rukun dan Syarat-syarat Perkawinan Menurut Hukum
39 Islam ……………………………………………………..
BAB III METODOL 43-48 OGI PENELITIAN ……………………………...
A.
43 Jenis dan Lokasi Penelitian ………………………………..
B.
43 Pendekatan Penelitian ……………………………………...
C.
44 Sumber Data ……………………………………………….
D.
44 Metode Pengumpulan Data ………………………………..
E.
45 Instrumen Penelitian ……………………………………….
F.
46 Teknik Pengolahan dan Analisis Data …………………….
G.
48 Pengujian Keabsahan Data ………………………………...
BAB IV Pengaruh Perkawinan di Bawah Umur Terhadap Tingkat Perceraian 49-68 dalam Perspektif Hukum Islam ……………………………..
A.
49 Gambaran Umum Kabupaten Bulukumba ………………..
1. Sejarah Sin 49 gkat Kab. Bulukumba ………………………
2. Keada 49 an Geografis ……………………………………..
3. Let 54 ak Wilayah …………………………………………..
4. Mata
54 Pencaharian ……………………………………….
B.
Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perkawinan di Bawah Umur di Kec. Kin
55 dang Kab. Bulukumba ………………...
2. Faktor Pendidikan ……………………………………...
61
69-70 A. Kesimpulan ………………………………………………… 69 B. Implikasi Penelitian ……………………………………......
2. Pandangan Hukum Islam Tentang Perkawina di Bawah Umur ……………………………………………………. 65 BAB V PENUTUP …………………………………………………….
64
64 1. Tahap Analisis Perceraian ………………………………
62 D. Tahap Analisis Perceraian dan pandangan Hukum Islam Tentang Perkawinan di Bawah Umur ……………………………...
3. Sulitnya Penyesuaian Diri ………………………………
2. Perubahan Peran dan Status …………………………….
57
61
61 1. Trauma …………………………………………………..
Bulukumba …………………………………………………
59 C. Dampak yang Ditimbulakan Akibat Perceraian yang Dilakukan Anak yang Menikah di Bawah Umur di Kec. Kindang Kab.
4. Faktor Lingkunga n Tempat Mereka Tinggal ………….
58
3. Faktor Kekh awatiran Orang Tua ……………………….
70 KEPUSTAKAAN ……………………………………………………… 71-73 LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN
A. Transliterasi Arab-Latin
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada tabel berikut :
1. Konsonan Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا ba b be
ب ta t te ت s es (dengan titik di atas) ث śa jim j je
ج ha h ha (dengan titik di bawah) ح kha kh ka dan ha خ dal d de
د zet (dengan titik di atas)
ذ żal ż ra r er ر zai z zet ز sin s es
س syin sy es dan ye ش ad s es (dengan titik di bawah)
ص ad d de (dengan titik di bawah) ض t te (dengan titik di bawah)
ط șta za z zet (dengan titik di bawah) ظ apostrof terbalik
ع ‘ain ‘ gain g ge غ fa f ef
ف qaf q qi ق kaf k ka
ك lam l el ل mim m em
م nun n en ن wau w we و ha h ha ھ xi ي ya y ye
Hamzah ( ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’).
3. Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
: ramaa ﻞْﯿِﻗ
: maata ﻰَﻣ َر
Contoh: تﺎﻣ
Dhammmah dan wau u u dan garis di atas
ُو
Kasrah dan yaa’ i i dan garis di atas
ى
Fathah dan alif atau yaa’ a a dan garis di atas
َى…│ َا …
Harakat dan Huruf Nama Huruf dan Tanda Nama
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Contoh: َﻒْﯿَﻛ : kaifa َل ْﻮَھ : haula
2. Vokal
fathah dan wau Au a dan u
َؤ
Tanda Nama Huruf Latin Nama fathah dan yaa’ Ai a dan i
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambingnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
dammah u u
ُا
kasrah i i
ِا
fathah a a
َا
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:
: qiila ُت ْﻮُﻤَﯾ : yamuutu xii
4. Taa’ marbuutah
Transliterasi untuk taa’marbuutah ada dua, yaitu taa’marbuutah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah, dan dhammah, transliterasinya adalah [t].sedangkan taa’ marbuutah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan taa’ marbuutah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sedang al- serta bacaan kedua kata tersebut terpisah, maka taa’
marbuutah itu ditransliterasikan dengan ha [h].
Contoh: : raudah al- atfal
ُﺔَﺿ ْو َﺮِﻟﺎَﻔْطَ ْﻻا : al- madinah al- fadilah
ُﺔَﻨْﯾِﺪَﻤﻟاُﺔَﻠ ِﺿﺎَﻔْﻟا : al-hikmah
ُﺔَﻤْﻜ ِﺤْﻟا
5. Syaddah (Tasydid) Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda tasydid ( َ◌), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh: : rabbanaa
ﺎَﻨﱠﺑ َر : najjainaa
ﺎَﻨْﯿﱠﺠَﻧ : al- haqq
ﱡﻖَﺤْﻟا : nu”ima
َﻢِّﻌُﻧ : ‘aduwwun
ﱞوُﺪَﻋ Jika huruf Dž ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah
( ّﻲِﺑ), maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi i.
Contoh: ﱞﻲِﻠَﻋ : ‘Ali (bukan ‘Aliyyatau ‘Aly) ﱞﻲِﺑ َﺮَﻋ : ‘Arabi (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf لا (alif
lam ma’arifah ). Dalam pedoman transiliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti
biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya.kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-).
Contoh: ُﺲﻤﱠﺸﻟا : al-syamsu (bukan asy-syamsu) xiii ﺔَﻔَﺴﻠَﻔْﻟَا : al-falsafah
: al-bilaadu ُد َﻼِﺒْﻟَا
7. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (') hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif. Contoh:
َن ْو ُﺮُﻣْﺎَﺗ : ta’muruuna : al-nau’
ُع ْﻮﱠﻨﻟا : syai’un
ٌءْﻲَﺷ ُت ْﺮِﻣُا : umirtu
8. Penulisan kata bahasa Arab yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam Bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan telah menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sering ditulis dalam tulisan Bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kata
− ′ al- ), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata- Qur’an (dari kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh:
̅ Ẓ − ′ − ℎ − ̅
ا
9. Lafẓ al- Jalālah ( )
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mudāf ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah. Contoh: diinullah billaah
Adapun taamarbuutah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz al-jalaalah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh: hum fi rahmatillaah
10. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ajaran Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul refrensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, xiv Contoh:
Wa mā muhammadun illā rasūl Inna awwala baitin wudi’a linnāsi lallażi bi Bakkata mubārakan Syahru Ramadān al-lażi unzila fih al-Qur’ān
Nasir al-Din al-Tusi Abu Nasr al- Farabi Al-Gazali Al-Munqiz min al-Dalal Jika nama resmi seseorang menggunakan kata ibnu (anak dari) dan Abu
(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh: Abu al-Walid Muhammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu Al-Walid
Muhammad (bukan : Rusyd, Abu al-Walid Muhammad Ibnu) Nasr Hamid Abu Zaid, ditulis menjadi: Abu Zaid, Nasr Hamid (bukan: Zaid, Nasr
Hamid Abu)
B. Daftar Singkatan
Beberapa singkatan yang dilakukan adalah: swt. = subhanallahu wata’ala saw. = sallallahu ‘alaihi wasallam a.s. = ‘alaihi al-salam H = Hijriah M = Masehi SM = Sebelum Masehi l. = Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja) w. = Wafat tahun QS = QS al-Baqarah/2: 4 atau QS
…/…:4 Al ‘Imran/3: 4 HR = Hadis Riwayat
Untuk karya ilmiah berbahasa Arab, terdapat beberapa singkatan berikut: =
ص ﺔﺤﻔﺻ =
م د نﺎﻜﻣ ن و ﺪﺑ =
ﻢﻌﻠﺻ = ﻢﻠﺳ و ﮫﯿﻠﻋ ١ ﻰﻠﺻ =
ط ﺔﻌﺒط
ABSTRAK
Nama Penyusun : Sulfahmi NIM : 10300113158 Judul Skripsi : Pengaruh Perkawinan di Bawah Umur Terhadap Tingkat Perceraian dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus) di Kecamatan
Kindang Kabupaten Bulukumba. Pokok masalah penelitian ini adalah Bagaimana Pengaruh Perkawinan di
Bawah Umur Terhadap Tingkat Perceraian dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus) di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulikumba? Pokok masalah tersebut selanjutnya dibagi ke dalam beberapa sub masalah, yaitu: 1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya perkawinan di bawah umur di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba. 2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat perceraian yang dilakukan anak yang menikah di bawah umur di Kecamatan Kindang kabupaten Bulukumba. 3. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang perkawinan di bawah umur.
Jenis penelitian ini tergolong penelitian kualitatif lapangan (field research) atau dalam penelitian hukum disebut penelitian empiris dengan pendekatan syar’i. sumber data diperoleh dari data primer berupa wawancara dan data sekunder berupa studi kepustakaan dan dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, dokumentasi, dan studi kepustakaan, yang diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan dan kesimpulan dari permasalahan. Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba.
Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan di bawah umur di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba adalah faktor ekonomi, faktor rendahnya kesadaran terhadap pentingnya pendidikan, faktor kekhawatiran orang tua, dan faktor lingkungan tempat mereka tinggal. 2. Dampak yang di timbulkan akibat perceraian yang di lakukan anak yang menikah di bawah umur di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba adalah berdapampak pada diri sendiri (mengalami trauma), adanya perubahan peran dan status, serta sulitnya penyesuaian diri.
Implikasi dari penelitian ini adalah penyebab terjadinya perkawinan di bawah umur karena orang tua menganggap bahwa dengan menikahkan anaknya akan mengurangi beban ekonomi keluarga, dan banyaknya orang tua yang kurang mengerti ataupun memahami sebuah perkawinan yang ideal, orang tua yang hanya lulus SD (sekolah dasar) atau tidak sekolah sama sekali (buta huruf) ia hanya melihat anak yang sudah besar sehingga ia berfikir sudah waktunya untuk menikahkan anaknya. Sehingga pada akhirnya terjadi perceraian, karena usia yang belum mencapai usia dewasa (pikirannya masih labil) serta pengalamannya terhadap berbagai aspek kehidupan masih sangat minim. Perkawinan adalah masalah perdata, kalaupun terjadi tindak pidana dalam perkawinan seperti disebut pasal 288 KUHP, seringkali penyelesaiannya secara perdata atau tidak diselesaikan sama sekali. Sebab terkait dengan rahasia ataupun kehormatan rumah tangga. Seringkali pihak istri atau keluarganya tidak melaporkan kekerasan tersebut entah karena alasan takut, aib keluarga, atau kesulitan dalam menghadirkan alat bukti. Untuk menekan laju perkawinan di bawah umur adalah dengan mencegah atau membatalkan perkawinan tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat perceraian yang cukup
tinggi. Hal ini terbukti dengan data-data yang tercatat di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Hal ini juga dapat kita buktikan bila mengunjungi pengadilan agama selalu ramai dengan orang-orang yang menunggu sidang cerai.
Perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita yang pada umumnya berasal dari lingkungan yang berbeda, kemudian mengikatkan diri untuk mencapai tujuan keluarga yang kekal dan bahagia. Maka dengan adanya Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang diundangkan pada tanggal 2 januari 1974 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Oktober 1975 yang mana dalam pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yang berbunyi:
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
1 bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dari sisi ini bisa di pahami, perkawinan sebagai langkah awal untuk membentuk keluarga yang selanjutnya kumpulan keluarga inilah yang akan membentuk warga masyarakat yang pada akhirnya menjadi sebuah negara. Dapat dikatakan jika perkawinan itu dilangsungkan sesuai dengan peraturan agama dan perundang-undangan maka bisa dipastikan akan terbentuk kelurga-keluarga yang baik, dan negara pun akan menjadi baik. 1 Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip syariah dalam Hukum Indonesia
Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi untuk saling mengasihi baik dari kedua belah pihak maupun kepada semua keluarga sehingga mereka menjadi satu dalam segala urusan, saling tolong-menolong sesamanya dalam menjalankan kebaikan dan mencegah segala kejahatan, selain itu dengan pernikahan seseorang
2 akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.
Menurut pandangan yang dipahami kebanyakan pendapat fuqaha pernikahan adalah ikatan yang bertujuan menghalalkan pergaulan bebas dan menghalalkan hubungan suami istri demi mendapatkan keturunan. Dan pernikahan juga bisa dikatakan suatu perjanjian suci antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga bahagia. Perjanjian itu dinyatakan dalam bentuk ijab dan Kabul diucapkan dalam suatu majelis, baik langsung oleh mereka yang bersangkutan, yakni calon suami dan calon istri, jika kedua-duanya sepenuhnya berhak atas dirinya menurut hukum atau oleh mereka yang dikuasakan untuk itu. Kalau tidak demikian, misalnya dalam keadaan tidak waras atau masih di bawah umur, untuk mereka, dapat
3 bertindak wali-wali mereka yang sah.
Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia-Inpres No. 1 Tahun 1991 menguraikan bahwa perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
miitsaaqan ghalidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakan merupakan
4
ibadah. Allah swt berfirman dalam QS ar-Rum/ 30: 21
2 3 Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru Algensido, 1994), h. 374.
Falah Saebani, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h.
36. 4 Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip syariah dalam Hukum Indonesia, h.
Terjemahnya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS ar-
5 Rum/30:21)
Dengan ayat tersebut, jelaslah bahwa tujuan utama tuntunan Islam atas ikatan antara dua jenis manusia (pria dan wanita) secara khusus adalah demi terciptanya ketentraman dan ketengan yang penuh dengan rasa mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang), sehingga sifat mulia dan harga diri tetap terjaga.
Dalam Undang-undang perkawinan, menentukan bahwa batasan umur belum dewasa (anak) bagi pria 19 (sembilan belas) tahun ke bawah dan wanita 16 (enam belas) tahun, apabila belum mencapai 21 tahun mesti mendapat izin dari orang
6 tuanya.
Dengan pembatasan perkawinan tersebut pada pasal 7 ayat 1 supaya dapat menjaga kesehatan suami istri dan keturunannya, serta terbentuknya asas dan prinsip mengenai perkawinan yang tercantum pada undang-undang No. 1 tahun 1974, dengan tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan dan untuk ketenangan, ketentraman dan cinta serta kasih sayang. Kesemuanya ini dapat dicapai hanya dengan prinsip bahwa pernikahan adalah untuk selamanya, bukan hanya dalam waktu tertentu saja.
5 Kementrian Agama, RI., Al-Qura’n dan Terjemahnya (Semarang: Karya Toha Putra, 2011), h. 406. 6 Abdul Rahman Kanang, Hukum Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seks Komersial Urgensi dari permasalahan tesebut ialah, masalah perkawinan atau pernikahan di bawah umur yang terjadi di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba kebanyakan terjadi karena pergaulan bebas, yang menjadi sebab utama masyarakat di Kecamatan ini melakukan pernikahan di bawah umur, sehingga yang dalam kenyataannya banyak menimbulkan dampak kurang baik, seperti meningkatnya perceraian, ini terjadi karena usia yang belum mencapai usia dewasa pikirannya masih labil, sehingga belum bisa menghadapi dan menyelesaikan permasalahan kehidupan rumah tangga. Disamping itu pengalamannya terhadap berbagai aspek kehidupan masih sangat minim. Dan kualitas atau sumber daya manusia yang rendah, maka dari itu sedikit anak-anak usia sekolah lanjutan yang meneruskan pendidikannya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna menyusun sebuah skripsi dengan judul Pengaruh Perkawinan di Bawah
Umur Terhadap Tingkat Perceraian dalam Perspektif Hukum Islam (Studi
Kasus) di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba.B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus
1. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan penelitiannya mengenai pengaruh perkawinan di bawah umur terhadap tingkat perceraian dalam persfektif hukum Islam pada kasus di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba.
2. Deskripsi Fokus
Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai pembahasan skripsi ini, di perlukan beberapa penjelasan yang berkaitan dengan judul skripsi yakni: Pengaruh Perkawinan di Bawah Umur Terhadap Tingkat Perceraian dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus) di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba.
a. Perkawinan di bawah umur berarti perkawinan belum mencapai umur dewasa, dalam Undang-undang perkawinan bahwa batasan minimal seseorang boleh melangsungkan perkawinan jika telah mencapai usia 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki. Menurut Undang-undang perlindungan anak, yang disebut dengan anak adalah jika ia belum mencapai umur 18 tahun. Memasuki hidup baru dalam rumah tangga baru perlu persiapan fisik yang prima terkait dengan kesiapan organ reproduksi sehat untuk ibu dan kelangsungan hidup anak. Nikah di bawah umur yang menjadi fenomena sebagian masyarakat muslim karena secara hukum fiqh dipandang sah, tanpa mempertimbangkan kematangan psikologi maupun kematangan organ reproduksi. Pembuahan pada organ reproduksi perempuan sekurang-kurangnya adalah sejalan dengan usia kematangan psikologis yakni 21 tahun, dimana ibu dipandang telah siap secara fisik dan mental untuk menerima kehadiran buah hati dengan berbagai
7 masalahnya.
b. Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami istri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami istri tidak dapat
8 hidup rukun lagi sebagai suami istri.
c. Hukum Islam adalah aturan-aturan yang bersumber dari ajaran Islam yang biasa
9
di sepadankan dengan istilah “syariat” dan “fikih”. Namun dalam hal ini, penulis 7 Andi syahraeni, Bimbingan Keluarga Sakinah (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013), h. 48-49. 8 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan (Undang-
memakai makna dari perspektif adalah sudut pandang hukum Islam yang di bangun berdasarkan Nash (al- Qur’an dan sunnah).
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi pokok masalah adalah: Bagaimana Pengaruh Perkawinan di Bawah Umur Terhadap Tingkat Perceraian dalam Perspektif Hukum Islam di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba?
Berdasarkan pokok masalah tersebut, maka dapat di identifikasikan sub masalah yang hendak dikaji, yaitu:
1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya perkawinan di bawah umur di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba?
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat perceraian yang dilakukan anak yang menikah di bawah umur di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba?
3. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang perkawinan di bawah umur?
D. Kajian Pustaka
Pada penulisan skripsi ini, penulis menggunakan literatur yang berkaitan dengan pembahasan masalah perkawinan di bawah umur terhadap tingkat perceraian dalam perspektif hukum Islam. Adapun literatur yang menjadi rujukan antara lain:
1. Agustio Slamet Riady, Pengaruh Pernikahan di Bawah Umur Terhadap Psikologis Keluarga, 2009 merupakan sebuah jurnal yang menjelaskan bahwa pernikahan di bawah umur sangat berpengaruh terhadap psikologis keluarga.
Hal ini dapat dibuktikan dengan sering terjadinya pertengkaran rumah tangga
9 Asni, Pembaharuan Hukum Islam (Cet. I; Jakarta: Kementrian Agama Republik
karena kesiapan mental yang kurang dalam menghadapi masalah yang terjadi pada masyarakat yang diteliti. Pernikahan yang dilakukan di usia muda banyak dilakukan dengan beberapa alasan seperti dijodohkan, sama-sama suka, atau memang karena sudah waktunya. Namun jurnal ini tidak membahas mengenai pengaruh perkawinan di bawah umur terhadap tingkat perceraian.
2. M. Thahir Maloko, Perceraian dan Akibat Hukum dalam Kehidupan, 2014.
Buku ini Membahas tentang kebahagiaan dapat terwujud melalui ikatan perkawinan, karena itu perkawinan yang dibina adalah perkawinan yang kekal, agar suami istri dapat mewujudkannya sebagai tempat berteduh yang nyaman, dan kasih sayang dalam membina dan memelihara anak-anaknya agar tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah. Perkawinan yaitu salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya, karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinaan. Namun buku ini tidak membahas mengenai perkawinan di bawah umur terhadap tingkat perceraian.
3. Abdul manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, 2008.
Buku ini menjelaskan bahwa perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat. Dalam suatu perkawinan diperlukan adanya cinta lahir batin antara pasangan suami istri untuk membentuk keluarga yang sejahtera dan bahagia. Kuat lemahnya perkawinan yang ditegakkan dan dibina oleh suami istri sangat tergantung pada kehendak dan niat suami istri yang melaksanakan perkawinan tersebut. Namun buku ini tidak membahas tentang perkawinan di bawah umur terhadap tingkat perceraian.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan di bawah umur di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba.
b. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat perceraian yang dilakukan anak yang menikah di bawah umur di Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba c. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam tentang perkawinan di bawah umur.
2. Kegunaan Penelitian
a. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dan praktisi hukum tentang perkawinan di bawah umur, dan akibat yang ditimbulkannya.
b. Dapat dijadikan bahan pertimbangan para peneliti berikutnya terhadap maksud dan masalah yang sama.
c. Memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang Undang-undang perkawinan, sehingga perkawinan yang akan dilangsungkan sesuai dengan tujuan dari UU No.1 Tahun 1974 yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Tinjauan Umum Perkawinan di Bawah Umur
1. Pengertian Perkawinan di Bawah Umur Perkawinan di bawah umur terdiri dari: perkawinan dan bawah umur.
Perkawinan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hal (perbuatan) nikah,
1 upacara nikah, perjanjian laki-laki dan perempuan untuk bersuami isteri.
Drs. Sudarsono, SH. Memberikan uraian definisi tentang pernikahan, sebagai berikut: Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, sedangkan menurut istilah bahasa
Indonesia adalah perkawinan, dewasa ini kerap kali dibedakan antara nikah dengan kawin, akan tetapi pada prinsipnya antara pernikahan dan perkawinan hanya berbeda di dalam menarik akar kata saja. Apabila ditinjau dari segi hukum Nampak jelas bahwa pernikahan atau perkawinan adalah akad yang bersifat luhur dan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami isteri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga yang penuh kasih sayang, kebajikan dan saling menyantuni. Keadaan ini lazim disebut keluarga
2 sakinah.
Untuk menjelaskan beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, penulis menyajikan pengertian perkawinan yang termuat dalam KHI dan UU Perkawinan No. 1/1974, masing-masing sebagai berikut: 1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. I; Yogyakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 995. 2 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), h.
“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqan ghaliidhan untuk mentaati Allah dan melaksanakannya
3 merupakan ibadah”.
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita, sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
4 kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Kata bawah umur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu kedudukan
5 usia yang rendah (mengawinkan anak di bawah umur).
Sedangkan pengertian istilah rangkaian kata perkawinan di bawah umur tidak di temukan dalam berbagai literatur baik dalam buku-buku maupun dalam kitab perundang-undangan. Namun demikian untuk memberikan penjelasan tentang pengertian perkawinan di bawah umur, penulis melakukan pendekatan dengan UU Perkawinan No. 1/1974 dan KHI, yang di dalamnya memberikan pembatasan usia minimal kawin. Dengan demikian perkawinan di bawah umur dapat di asumsikan bahwa suatu perkawinan atau pernikahan yang di lakukan antara seorang pria dan wanita Yang menurut undang-undang masih berumur di bawah 19 tahun bagi laki- laki dan di bawah 16 tahun bagi perempuan. Oleh karena itu, mereka yang melangsungkan perkawinan atau pernikahan di bawah batas usia minimal perkawinan menurut perundang-undangan disebut perkawinan di bawah umur. Dengan demikian, perkawinan di bawah umur adalah suatu perkawinan atau pernikahan antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri yang menurut undang-undang 3 H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Cet. II; Jakarta: CV.
Akademika Persindo, 1995), h. 114. 4 5 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 7 Ayat (1). perkawinan, UU No. 1/1974 dan Kompilasi Hukim Islam berusia di bawah batas usia minimal untuk melakukan akad nikah atau pernikahan. Hal tersebut di jelaskan di dalam pasal 7 ayat (1) UU No. 1/1974, yaitu perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
2. Pengertian Usia di Bawah Umur
Usia di bawah umur berarti belum mencapai umur dewasa, yang dimaksud disini ialah anak yang melangsungkan pernikahan dalam masa belum mencapai umur dewasa, yakni kematangan untuk kawin. Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, menentukan bahwa batasan umur belum dewasa (anak) bagi pria 19 (Sembilan belas) tahun ke bawah dan wanita 16 (enam belas) tahun,
6 apabila belum mencapai 21 tahun mesti mendapat izin dari orang tuanya.
3. Perkawinan di Bawah Umur