Perpajakan ( Bahan Ajar, Akuntansi S1 ) - Eprints UNPAM
PERPAJAKAN
Penyusun: Wiwit Irawati, S.E
BAHAN AJAR MATA KULIAH PERPAJAKAN PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAMULANG 2015
LEMBAR PESETUJUAN
Mata Kuliah : Perpajakan Kode / SKS : E022404 / 3 SKS Dosen Pengampu : Wiwit Irawati, S.E Penyusun Buku : Wiwit Irawati, S.E Judul Buku Ajar : Perpajakan Program Studi : S1 Akuntansi Fakultas : Ekonomi
Pamulang, Desember 2015
Reviewer , Penyusun,
H. Endang Ruhiyat, S.E., M.M Wiwit Irawati, S.E NIDN. 04090672303 NIDN.
Menyetujui, Pamulang, Desember 2015 Koordinator E‐Learning Ketua Program Studi
Aeng Muhidin, M.Pd
H. Endang Ruhiyat, S.E., M.M NIDN. 0421108203 NIDN. 04090672303
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Mata Kuliah : Perpajakan Kode / SKS : E022404 / 3 SKS Dosen Pengampu : Wiwit Irawati, S.E Penyusun Buku : Wiwit Irawati, S.E Judul Buku Ajar : Perpajakan Program Studi : S1 Akuntansi Fakultas : Ekonomi
Menyetujui, Pamulang, Desember 2015 Wakil Rektor Bidang Akademik Dekan Fakultas Ekonomi,
Drs. H. Buchori H. Nuriman, M.M Dr. Ir. Boedi Hasmanto, M.S NIDN. 0418045803 NIDN. 0418015902
Mengesahkan, Rektor Universitas Pamulang
Dr. H. Dayat Hidayat, M.M NIDN. 0408046402
iii
BAB I PENDAHULUAN A. PENGANTAR
Kuliah Perpajakan 2 ini sebagian besar membahas
Mata tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tambahan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Meterai pada bab terakhir. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan pada setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value
Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST).
PPN muncul sejak tahun 1983 dengan diterbitkannya Undang‐ undang Nomor 8 tahun 1983 yang mulai berlaku sejak 01 April 1985, menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang sudah diterapkan di Indonesia sejak tahun 1951. Dikarenakan Pajak Penjualan (PPn) ini dalam penerapannya banyak terjadi kelemahan antara lain menimbulkan efek pajak berganda dan adanya bermacam‐macam tarif sehingga menimbulkan kesulitan untuk mengontrol dari sisi fiskus (pajak) juga kesulitan penerapan oleh pihak Wajib Pajak itu sendiri. Dalam perkembangannya, PPN yang terbit tahun 1983 dan mulai berlaku sejak tahun 1985 ini, terkenal dengan Undang‐undang PPN tahun 1984
PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang/pemberi jasa) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Sedangkan menurut mekanismenya, PPN harus dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP.
Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh,
membuat produknya. atau Setelah menyelesaikan materi ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan latar belakang Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menjelaskan karakteristik PPN
3. Menjelaskan mekanisme pemungutan PPN
4. Menjelaskan metode perhitungan PPN
B. DESKRIPSI MATERI
1. Latar Belakang Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) muncul menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang sudah cukup lama diterapkan di Indonesia, yakni dari tahun 1951 sampai munculnya Undang‐undang Nomor 8 tahun 1983. Alasan perubahan seperti yang tercantum dalam paragraf awal Undang ‐undang Nomor 8 tahun 1983 adalah bahwa Pajak Penjualan (PPn) sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia sehingga belum dapat menggerakkan peran serta semua lapisan pengusaha kena pajak dalam meningkatkan pendapatan negara. Oleh karenanya dipandang perlu untuk mengatur kembali sistem pajak penjualan dengan sistem pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah dengan undang‐undang.
Kelemahan dan kelebihan Pajak Pertambahan Nilai dibandingkan dengan Pajak Penjualan (PPn) adalah sebagai berikut: Kelemahan PPn (Pajak Penjualan)
a. Menimbulkan pajak berganda Hal ini mendorong wajib pajak untuk menghindar dari pengenaan
PPn bahkan kalau perlu mereka melakukan penggelapan pajak. Tax
avoidance (penghindaran pajak) masih tergolong sebagai tindakan
legal misalnya beberapa perusahaan dalam satu rangkaian beberapa mata rantai jalur produksi atau distribusi yang sejenis melakukan peleburan usaha, sehingga beberapa mata rantai produksi atau distribusi lolos dari pengenaan PPn. Misalnya perkebunan kapas, pabrik benang, pabrik tekstil, perusahaan garmen meleburkan diri menjadi satu perusahaan garmen terpadu. Dengan demikian, maka penyerahan bahan baku antar divisi tersebut tidak dapat dikenakan PPn karena berada dalam satu perusahaan terpadu.
b. Adanya bermacam‐macam tarif (9 macam tarif) sehingga menimbulkan kesulitan pelaksanaannya dan menyulitkan tindakan pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak akibatnya belum dapat mengatasi penyelundupan. c. Tidak mendorong ekspor, dikarenakan dalam pelaksanaannya UU PPn 1951 menimbulkan pengenaan pajak berganda sehingga PPn menjadi tidak netral baik dalam perdagangan didalam negeri maupun internasional
Kelebihan PPN :
a. Menghilangkan pajak berganda. Dikarenakan PPN dikenakan hanya terhadap nilai tambah (added
value) pada setiap jalur produksi dan jalur distribusi Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak. PPN dikenakan berulang‐ulang pada setiap mutasi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Meskipun demikian,PPN tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda (non kumulasi). b. Menggunakan tarif tunggal
PPN tarifnya hanya satu, yakni 10% sehingga memudahkan pelaksanaan oleh Wajib Pajak sekaligus pengawasannya. c. Dapat mendorong ekspor.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang di dalam negeri, maka Barang yang diekspor atau dikonsumsi di luar negeri tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karenanya Barang yang diekspor dikenakan tarif 0% (nol persen).
Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajakdan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan. d. Netral terhadap persaingan Dalam Negeri, Luar Negeri, dan pola konsumsi.
Hal ini dikarenakan PPN bukan merupakan beban yang menambah harga pokok penjualan karena PPN menganut sistem pengkreditan yang memungkinkan PPN yang dibayarkan pada saat pembelian diperhitungkan dengan PPN yang harus dipungut saat penjualan.
Pajak ‐pajak yang pernah diterapkan di Indonesia sampai dengan diterbitkannya Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut : a. Pajak Pembangunan I (PPb I) sebelum tahun 1950
b. Pajak Peredaran 1950 (PPe 1950)
c. Pajak Penjualan 1951 (PPn 1951) d. Pajak Pertambahan Nilai, yakni dengan keluarnya UU No. 8 Tahun 1983
2. Karakteristik PPN
PPN mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Pajak Objektif. Yang dimaksud dengan pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan oleh objek pajak. Keadaan subjek pajak tidak menjadi penentu kecuali untuk kasus tertentu. b. Dikenakan pada setiap rantai distribusi (Multi Stage Tax).
Sepanjang suatu transaksi memenuhi syarat sebagaimana disebutkan dalam angka 2, maka pihak PKP Penjual berkewajiban memungut PPN atas transaksi yang terjadi dan kemudian menyetorkan ke Kas Negara dan melaporkannya. c. Menggunakan mekanisme pengkreditan. Sesuai dengan namanya maka pada hakekatnya PPN hanya dikenakan atas nilai tambah yang terjadi atas BKP karena adanya proses pabrikasi maupun distribusi. Oleh karena itu PPN yang terutang dalam suatu Masa Pajak diperhitungkan terlebih dahulu dengan PPN yang telah dibayarkan oleh PKP pada saat pembelian bahan baku dan faktor produksi lainnya, sehingga meskipun PPN dikenakan beberapa kali namun tidak menimbulkan efek pajak berganda. d. Merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu salah satu syarat dikenakannya PPN atas suatu transaksi adalah bahwa BKP/JKP dikonsumsi di dalam Daerah Pabean. Hal inilah yang mendasari pengenaan PPN dengan tarif 0% atas kegiatan ekspor sedangkan untuk kegiatan impor tetap dikenakan PPN 10%.
e. Merupakan beban konsumen akhir. PPN merupakan pajak tidak langsung sehingga beban pajaknya bisa dialihkan oleh PKP. Pengenaan PPN yang dilakukan beberapa kali tidak menjadi beban PKP karena beban PPN tersebut pada akhirnya akan dialihkan kepada konsumen yang menikmati BKP pada rantai terakhir. f. Netral terhadap persaingan. PPN bukan merupakan beban yang menambah harga pokok penjualan karena PPN menganut sistem pengkreditan yang memungkinkan PPN yang dibayarkan pada saat pembelian diperhitungkan dengan PPN yang harus dipungut saat penjualan. g. Menganut destination principle. Untuk menentukan suatu transaksi dikenakan PPN atau tidak, terlebih dahulu harus dilihat di negara mana pihak konsumen berada. Apabila konsumen berada di luar negeri maka transaksi tersebut tidak dikenakan PPN karena PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri.
Pajak Penjualan (PPn) Pengusaha Harga JualPPn 10% Setor ke Negara Dibayar Pembeli Benang 10.000 1.000 1.000 11.000 Tekstil 16.000 1.600 1.600 17.600 Garmen 22.600 2.260 2.260 24.860 Pedagang 29.860 2.986 2.986 32.846 Besar Pedagang 37.846 3.785 3.785 41.631 Eceran Jumlah
41.631 dibayar pembeli akhir Jumlah
11.631 pajak ditanggung pembeli Beban
31% pajak = 11.631/37.846 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pengusaha Harga JualPPN 10% Setor ke Negara Dibayar Pembeli Benang 10.000 1.000 1.000 11.000 Tekstil 16.000 1.600 600 16.600 Garmen 21.600 2.160 560 22.160 Pedagang 27.160 2.716 556 27.716 Besar Pedagang 32.716 3.272 556 33.272 Eceran Jumlah
33.272 dibayar pembeli akhir Jumlah
3.272 pajak ditanggung pembeli Beban
10% pajak = 3.272/32.716
Gambar 1.1 PPN bersifat multi stage levy
3. Mekanisme Pemungutan PPN
Mekanisme pemungutan PPN di Indonesia secara umum adalah sebagai berikut : (1) Penghitungan PPN terutang yang disetor ke negara menggunakan
indirect substraction method/credit method/invoice method dengan
cara mengkreditkan pajak masukan (PK‐PM).
(2) Direct Subtraction Method
Metode yang menggunakan bendaharawan pemerintah dan KPKN (Kantor Perbendaharaan Kas Negara ) sebagai pemungut PPN atas transaksi yang menggunakan dana APBN/APBD, diatur dalam pasal 16A ttg pemungut PPN.
(3) Self Imposition Method
Yakni pemungutan PPN yang dilakukan sendiri oleh perusahaan ataupun orang pribadi yang melakukan usaha. Contoh : ‐ Import BKP tidak berwujud /JKP oleh PKP dan bukan PKP ‐ Obyek PPN pasal 16 C atas kegiatan membangun sendiri ‐ Obyek PPN pasal 16 D atas penyerahan aktiva tidak untuk diper jual belikan
Gambar 1.2 Mekanisme PK‐PM PPN Keterangan Gambar : (1) Setiap PKP yang menyerahkan BKP atau JKP diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk memungut pajak yang terutang.
Pajak yang dapat dipungut disebut Pajak Keluaran (output tax). (2) Pada saat suatu PKP membeli/menerima BKP atau JKP dari PKP lain, maka PKP pembeli/penerima membayar pajak yang terutang kepada negara lewat PKP penjual. Pajak yang dibayar disebut Pajak Masukan (input tax).
(3) Pada akhir masa pajak, Pajak Masukan dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran. (4) Jika Pajak Keluaran > Pajak Masukan, berarti kurang bayar, harus dibayar ke Kas Negara paling lambat akhir bulan berikutnya sebelum SPT masa PPN disampaikan
4. Metode Perhitungan PPN
Metode penghitungan PPN ada tiga cara sebagai berikut :
a. Subtraction Method (pengurangan secara langsung), yakni dengan cara mengalikan tarif PPN dengan selisih antara harga jual dengan harga beli
b. Indirect Substraction Method ( pengurangan secara tidak langsung ), yakni dengan cara mengurangkan PPN yang dipungut oleh penjual atau pengusaha jasa atas penyerahan barang atau jasa dengan PPN yang dibayarkan kepada penjual atau pengusaha jasa lain atas perolehan barang dan atau jasa.
c. Addition Method (Metode penghitungan nilai tambah), yakni mengalikan tarif PPN dengan hasil penjumlahan unsur‐unsur nilai tambah.
C. LATIHAN
1. Jelaskan latar belakang timbulnya Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia, kaitkan dengan kelemahan dari Pajak Penjualan yang berlaku sebelumnya!
2. PPN mempunyai banyak karakteristik, sebutkan dan jelaskan apa saja!
3. Jelaskan apa saja mekanisme pemungutan PPN di Indonesia!
4. Jelaskan mengapa Pajak Pertambahan Nilai dikatakan netral terhadap persaingan usaha baik di dalam negeri maupun persaingan usaha di luar negeri!
5. Lengkapilah tabel perhitungan PPN dan PPn di bawah ini, dengan asumsi bahwa penjual BKP selanjutnya menginginkan laba Rp10.000,00
Pajak Penjualan (PPn) Pengusaha Harga JualPPn 10% Setor ke Negara Dibayar Pembeli Benang 25.000 …………….. …………….. ……………..
Tekstil …………….. …………….. …………….. …………….. Garmen …………….. …………….. …………….. …………….. Pedagang …………….. …………….. …………….. ……………..
Besar Pedagang …………….. …………….. …………….. …………….. Eceran Jumlah
…………………………. dibayar pembeli akhir Jumlah
…………………………. pajak ditanggung pembeli Beban
…………………………. pajak =
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pengusaha Harga JualPPN 10% Setor ke Negara Dibayar Pembeli Benang 25.000 ……………. ……………. ……………………….
Tekstil ……………. ……………. ……………. ………………………. Garmen ……………. ……………. ……………. ………………………. Pedagang ……………. ……………. ……………. ……………………….
Besar Pedagang ……………. ……………. ……………. ………………………. Eceran Jumlah
…………………………. dibayar pembeli akhir Jumlah
…………………………. pajak ditanggung pembeli Beban
…………………………. pajak =
D. TUGAS
PETUNJUK :
Tugas ini adalah TugasI Mata Kuliah Perpajakan 2 • Tugas diketik dalam kertas ukuran A4, dengan margin ukuran • normal, jenis huruf Arial ukuran 12, spasi 1,15 Tugas dilengkapi dengan keterangan : nama, NIM, ruang kelas, dan • nilai (dikosongkan saja) pada pojok kanan atas. Contoh layout lembar jawaban sebagai berikut : NIM Nama Ruang : : Nilai Kelas : :
Tugas dikumpulkan pada saat pertemuan berikutnya. • Sanksi keterlambatan adalah dianggap tidak mengerjakan dan
- mendapatkan nilai 0 (nol) untuk Tugas I
RINCIAN TUGAS :
Carilah UU No. 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Kemudian kerjakan tugas di bawah ini :
1. Apa yang dimaksud dengan barang dan Barang Kena Pajak (BKP)?
2. Apa yang dimaksud dengan jasa dan Jasa Kena Pajak (JKP)?
3. Pada pasal berapa dibahas Barang Kena Pajak dan barang tidak kena pajak? Jelaskan dan berikan contohnya.
4. Pasal 1 UU Nomor 42 th 2009 membahas tentang apa saja?
E. RINGKASAN MATERI
Pajak Pertambahan Nilai mulai dipakai di Indonesia sejak terbitnya Undang‐undang nomor 8 tahun 1983 yang berlaku sejak tanggal 01 April 1985 menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang sudah digunakan cukup lama, yakni sejak tahun 1951 sampai dengan tahun 1983. Uniknya Undang –undang ini lebih terkenal dengan sebutan Undang ‐undang PPN tahun 1984.
Digantinya Pajak Penjualan dengan Pajak Pertambahan Nilai tak lepas karena adanya kelemahan pada Pajak Penjualan antara lain seperti (1) Adanya pajak berganda, (2) Adanya bermacam2 tarif (9 macam tarif), sehingga menimbulkan kesulitan pelaksanaannya, (3) Tidak mendorong ekspor, dan (4) Belum dapat mengatasi penyelundupan. Hal ini kebalikan dari keunggulan PPN yang antara lain (1) Menghilangkan pajak berganda, (2) Menggunakan tarif tunggal, sehingga memudahkan pelaksanaan, (3) Dapat mendorong ekspor, dan (4) Netral terhadap persaingan Dalam Negeri, Luar Negeri, dan pola konsumsi.
Secara umum, pemungutan PPN menggunakan metode indirect
substraction method /credit method/invoice method dengan cara
mengkreditkan pajak masukan terhadap pajak keluaran (PK‐PM), tetapi selain cara tersebut masih ada cara lainnya yakni dengan cara pemungutan secara langsung oleh bendaharawan pemerintah dan KPKN (Kantor Perbendaharaan Kas Negara ) sebagai pemungut PPN atas transaksi yang menggunakan dana APBN/APBD, dan yang ketiga adan Self Imposition Method yakni pemungutan PPN yang dilakukan sendiri oleh perusahaan ataupun orang pribadi yang melakukan usaha atas (1) Import BKP tidak berwujud /JKP oleh PKP dan bukan PKP, (2) Obyek PPN pasal 16 C atas kegiatan membangun sendiri, dan (3) Obyek PPN pasal 16 D atas penyerahan aktiva tidak untuk diperjual belikan.
Karakteristik PPN yang membuatnya menjadi unik dan berbeda dibandingkan dengan pajak lainnya adalah sebagai berikut: (1) PPN adalah pajak tidak langsung, artinya beban pajak dilimpahkan kepada pihak lain. Sehingga pemikul beban pajak dan penyetor pajak ke negara berada pada pihak yang berbeda, (2) PPN adalah pajak objektif, artinya timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh objek pajak, (3) PPN Indonesia menggunakan tarif tunggal 10%, (4) PPN bersifat multi stage
levy, artinya dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur
distribusi., (5) PPN merupakan pajak atas konsumsi di dalam negeri
(destination principle) dan (6) Pemungutan pajaknya menggunakan
faktur pajak.
F. REFERENSI
UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPn BM Bina Fiscal Indonesia, 2013, Pajak Terapan Brevet A‐B Perpajakan, Edisi Revisi 2009, Prof. Dr. Mardiasmo, Mba., Ak Pajak Pertambahan Nilai, Edisi Revisi 2009, Untung Sukardji, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta
Bab II OBJEK DAN BUKAN OBJEK PPN
A. PENGANTAR
Pada bab I sudah dijelaskan latar belakang timbulnya PPN, metode untuk pemungutannya, karakteristiknya, dasar hukumnya hingga perhitungan sederhana bagaimana PPN berbeda dengan Pajak Penjualan yang salah satu efeknya menimbulkan beban pajak berganda. Maka pada Bab II ini fokus bahasan ada pada objek dan bukan objek PPN.
Objek PPN adalah barang dan jasa yang dikenai pajak berdasarkan undang ‐undang PPN 1984, dan dimuat pada pasal 4, pasal 16C, dan pasal 16D . Pasal 4 mengatur pengenaan PPn atas penyerahan, impor dan ekspor Barang Kena Pajak &/Jasa Kena Pajak, pasal 16 C mengatur pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan baik orang pribadi maupun badan , sedang pasal 16 D mengatur pengenaan PPN atas penyerahan aktiva yang semula tujuannya tidak untuk diperjual belikan oleh Pengusaha Kena Pajak.
Untuk lebih meningkatkan kepastian hukum dan rasa keadilan, melalui undang‐undang ini pemerintah menetapkan beberapa jenis yang tidak dikenai PPN (barang non PPN ) dan jasa yang tidak barang dikenai PPN (jasa non PPN). Barang yang tidak dikenai PPN antara lain : (1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, (2) Barang‐barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak , (3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, dan (4) Uang, emas batangan, dan surat berharga.
Sedangkan jasa yang tidak dikenai PPN antara lain : (1) Jasa pelayanan kesehatan medik, (2) Jasa pelayanan sosial, (3) Jasa pengiriman surat dengan perangko, (4)Jasa keuangan, (5) Jasa asuransi, (6) Jasa keagamaan, (7) Jasa dibidang pendidikan, (8) Jasa kesenian dan hiburan, (9) Jasa penyiaran tidak bersifat iklan. (10) Jasa angkutan umum di darat, air, jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri, (11) Jasa Tenaga Kerja, (12) Jasa perhotelan, (13) Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, (14) Jasa Penyediaan tempat parkir, (15) Jasa Telepon Umum koin, (16)Jasa pengiriman uang dengan wesel pos, dan (17) Jasa Boga atau Katering.
Setelah menyelesaikan materi bahasan ini, diharapkan mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan Objek PPN
2. Menjelaskan Barang Kena Pajak dan Bukan Barang Kena Pajak
3. Menjelaskan Jasa Kena Pajak dan Bukan Jasa Kena Pajak
4. Menjelaskan Objek PPN Pasal 16 C
5. Menjelaskan Objek PPN Pasal 16 D
B. DESKRIPSI MATERI
1. Objek PPN
Objek PPN adalah barang dan jasa yang dikenai pajak berdasarkan undang‐undang PPN 1984, dan dimuat pada pasal 4, pasal
16C, dan pasal 16D .
a. Objek PPN dalam Pasal 4 UU PPN 1984 PPN dikenakan atas :
1) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yg dilakukan oleh pengusaha Penjelasan :
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan.
Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat ‐syarat sebagai berikut : (a) barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak; (b) barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; (c )penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan (d) penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. Yang dimaksud dengan ”Barang Kena Pajak Tidak Berwujud” adalah: a) penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
b) penggunaan atau hak menggunakan peralatan /perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
c) pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial; d) pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak‐hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi; e) penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup