BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Pengertian Pajak - PENGARUH UPAH MINIMUM KABUPATEN DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK BUMI BANGUNAN PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI YOGYAKARTA TAHUN 2014-2017 - UMBY repository

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Pengertian Pajak Berikut beberapa pengertian pajak menurut para ahli yang dikutip oleh Waluyo dalam buku Perpajakan Indonesia: Pengertian pajak menurut Edwin R. A. Seligman dalam buku essay in

  taxation mengatakan: ” Tax is compulsary contribution from the person, to the governmant to depray the expenses incurred in the comment inderest of all, without reference to special benefit conferred.” Dari definisi tersebut terlihat

  adanya kontribusi seseorang yang ditujukan kepada negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus kepada seseorang. Memang demikian halnya bahwa bagaimanapun juga pajak itu ditujukan manfaatnya kepada masyarakat banyak.

  Pengertian pajak menurut Philip E. Taylor dalam buku ”the economics of

  public finance ” memberikan batasan pajak seperti di atas namun menggantikan kata without reference dengan with tittle reference. Pengertian pajak menurut NJ.

  Feldmann dalam buku De Over Heidsmiddelen Van Indonesia (terjemahan): ”Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum) tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran- pengeluaran umum.”

  Pengertian pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja dari disertasinya yang berjudul Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong menyatakan pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh pengusaha berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari definisi di atas tidak tampak istilah ”dipaksakan” karena bertitik tolak pada istilah ”iuran wajib” sisi lainya yang terhubung dengan kontrasepsi itu diperlukan pajak.

  Pengertian pajak menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perpajakan, dijelaskan bahwa pajak kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

  Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri- ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah: a)

  Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

  b) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah.

  c) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

  d) Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk

  a. Fungsi Pajak

  Dalam buku Perpajakan Indonesia yang dikarang oleh Waluyo (2013) Fungsi pajak dibagi dua, yaitu fungsi penerimaan dan fungsi mengatur. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

  a) Fungsi Penerimaan (Budgeteir)

  Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yaitu dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

  b.) Fungsi Mengatur (Reguler)Pajak berfunsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakanya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras dapat ditekan. Demikian pula pada barang mewah.

  b. Pembagian Pajak Menurut Golongan, Sifat, dan Pemungutannya

  Waluyo (2013) dalam bukunya membagi pajak menurut golongan, sifat, dan pemungutannya. adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: a)

  Menurut golongan: 1. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung

  Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.

2. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

  b) Menurut sifat:

  1. Pajak sujektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektfnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh: pajak penghasilan.

  2. Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari Wajib pajaknya. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

  a.

  Menurut pemungut dan pengelolanya Menurut pemungut dan pengelolanya pajak dibagi dua, yaitu sebagai berikut:

  1. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

  Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

  2. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

  Contoh: Pajak reklame, Pajak hiburan.

  c. Cara Memungut Pajak

  a. Stelsel Pajak

  Cara pemungutan pajak menurut Waluyo (2013) didasarkan pada 3

  1. Stelsel campuran

  Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel

  anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah kekurangannya. Demikian sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali.

  2. Sistem pemungutan pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu Official Assessment System, self assessment system, dan

  withholding system . Adapun penjelasannya sebagai berikut: a.

   Official Assessment System

  Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang. Ciri-ciri Official Assessment System sebagai berikut:

  a). Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang berada pada fiskus.

  b). Wajib pajak bersifat pasif.

  3. Self Assessment system

  Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

  4. Withholding system

  Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak dengan memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak.

d. Wajib Pajak

  Wajib Pajak (WP) adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu (www.pajak.go.id).

e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

  Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan oleh Direktur Jendral Pajak kepada Wajib Pajak sebagai sarana administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP. NPWP tersebut berfungsi sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dan ntuk

f. Hak dan kewajiban Wajib Pajak

  Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan Menurut Waluyo (2013) dalam buku perpajakan, kerahasiaan Wajib Pajak antara lain: i.

  Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak; ii.

  Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia. iii.

  Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. Namun dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

  Disamping mendapatkan perlindungan kerahasiaan wajib pajak juga memiliki hak sebagai seorang klient yang wajib dijaga kerahasiaanya oleh pemerintah. Adapun kerahasiaan wajib pajak tersebut adalah sebagai berikut a.

  Penundaan Pembayaran Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.

  b.

  Pengangsuran Pembayaran Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur pembayaran pajak.

  c.

  Penundaan Pelaporan SPT Tahunan Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Pasal 21.

  d.

  Pengurangan PPh Pasal 25 Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.

  e.

  Pengurangan PBB Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab- sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang. f.

  Pembebasan Pajak Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan pajak penghasilan.

  g.

  Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak h. Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib

  Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk

  PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.

  i.

  Pajak Ditanggung Pemerintah Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah. j.

  Insentif Perpajakan Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut

  Sesuai dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri, melakukan sendiri penghitungan pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya.

  a.

  Pendaftaran Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) b.

  Pembayaran dan Pelaporan Setelah melakukan pendaftaran dan mendapatkan NPWP, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung dan membayar pajak, yang selanjutnya melaporkan pajak terutangnya dalam bentuk Surat Pemberitahuan (SPT). Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT masa dan SPT tahunan adalah sebagai berikut:

  Tabel. 2.1 Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT untuk orang pribadi N Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas Waktu o Pelaporan Masa

  1 PPh Pasal Tgl 10 bulan berikut setelah 20 hari setelah masa 21/26 masa pajak berakhir pajak berakhir

  2 PPh Pasal 25 Tgl 15 bulan berikut setelah 20 setelah masa pajak masa pajak berakhir Berakhir

  Tahunan

  1 PPh OP Tgl 25 bulan ketiga setelah Akhir bulan ketiga berakhirnya tahun atau setelah berakhirnya bagian tahun pajak tahun atau bagian tahun pajak

  2 PBB 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT

  3 BPHTB Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

  Sumbe

Tabel 2.2 Batas waktu pembayaran dan pelaporan selain wajib pajak pribadi No. Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas Waktu Pelaporan Masa

  1 PPh Pasal Tgl 10 bulan berikut Tgl 20 bulan berikut 23/26

  2 PPh Pasal 25 Tgl 15 bulan berikut Tgl 20 bulan berikut

  3 PPh dan Tgl 15 bulan berikut Tgl 20 bulan berikut PPnBM-PKP Tahunan

  1 PPh-Badan Tgl 25 bulan ketiga setelah Akhir bulan ketiga berakhirnya tahun atau setelah berakhirnya bagian tahun pajak tahun atau bagian tahun pajak

2 PBB

  • 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
  • 3 BPHTB Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

  

Sumbe

2. Upah Minimum Kabupaten a. Pengertian

  Upah Minimum Kabupaten (UMK) adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Dengan demikian pengusaha diperbolehkan memberikan upah lebih besar daripada ketentuan UMK (www.wikipedia.org). Saat ini UMR juga dikenal dengan istilah Upah Minimum Propinsi (UMP) karena ruang cakupnya biasanya hanya meliputi suatu propinsi. Selain itu setelah otonomi daerah berlaku penuh, dikenal juga istilah Upah Minimum Kabupaten/Kota(UMK).

b. Penetapan UMK Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang.

  Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat, akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat membentuk tim survei dan turun ke lapangan mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah survei di sejumlah kota dalam propinsi tersebut yang dianggap representatif, diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dahulu disebut dengan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum Kabupaten (UMK) kepada Gubernur untuk disahkan. Komponen kebutuhan digunakan sebagai dasar penentuan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup pekerja lajang / belum menikah (www.wikipedia.org).

  Besarnya penentuan UMK didasarkan pada kebutuhan fisik minimum, indeks harga konsumen, perluasan kesempatan kerja, upah pada umumnya yang berlaku secara regional, kelangsungan perluasan, dan tingkat perkembangan ekonomi regional maupun nasional. Dengan demikian UMK dapat berbeda-beda untuk satu daerah dengan daerah lain.

3. Jumlah Penduduk

a. Pengertian

  Penduduk adalah orang-orang yang berada di suatu wilayah yang terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu sama lain secara terus menerus (www.wikipedia.org). Dalam sosiologi penduduk didefinisikan sebagai kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Penduduk suatu negara atau daerah dapat didefinisikan menjadi dua, yaitu (www.wikipedia.org): i.

  Orang yang tinggal di suatu daerah. ii.

  Orang yang secara hukum berhak tinggal di suatu daerah. Dengan kata lain orang yang memiliki surat resmi untuk tinggal di suatu daerah (www.wikipedia.org).

b. Sensus Penduduk

  Sensus Penduduk merupakan suatu rangkaian kegiatan pengambilan “stok” (stock taking) penduduk pada suatu titik waktu tertentu yang mencakup seluruh atau sebagian wilayah geografis (www.wikipedia.org).

  Metode pencacahan dalam sensus penduduk ada dua, yaitu de

  facto dan de jure. Pencacahan secara de facto adalah pencacahan yang

  dilakukan di tempat dimana mereka ditemukan oleh petugas lapangan sensus/ sesuai tempat tinggal mereka. Pencacahan secara de jure adalah pencacahan yang dilakukan di tempat mereka tinggal secara resmi/ sesuai identitas diri.

4. Faktor-faktor Internal Organisasi

  Faktor internal organisasi adalah faktor-faktor yang ada di dalam organisasi. Adapun pengertian organisasi secara singkat menurut Chester Barnard adalah system kerja sama (cooperative activity) dari dua orang tua lebih. Yang menjadi faktor internal dalam pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut: 1) SDM

  a. Petugas Pengelola Pajak Bumi dan Bangunan

  b. Pendidikan Petugas Pengelola c. Pembinaan Petugas Pengelola 2) Dana

  a. Dana Operasional Pengelolaan 3) Alat-alat

  a. Perlengkapan Kantor

  b. Fasilitas penunjang

5. Faktor-faktor Eksternal Organisasi

  Faktor-faktor eksternal organisasi adalah faktor-faktor yang berada diluar organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi tersebut. Faktor-faktor eksternal organisasi ini menurut Teori Modern adalah faktor lingkungan dimana organisasi tersebut berada seperti faktor politik, ekonomi, sosial dan budaya, teknologi, hukum, demokrasi, sumber-sumber alam, langganan, nasabah dan lain-lain (Syofian,2001:1.13). Selanjutnya Syofian (2001:8.47) juga mengemukakan bahwa lingkungan organisasi adalah masyarakat yang harus dilayani atau yang mengonsumsi barang atau jasanya seperti warga negara, pelanggan, nasabah, klien dan sebagainya. Faktor yang termasuk dalam faktor eksternal organisasi berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan sangatlah banyak, namun yang langsung berkaitan dengan organisasi adalah masyarakat yang dilayani atau yang mengonsumsi hasil organisasi tersebut, dalam hal ini masyarakat yang bersangkutan adalah indikator Wajib Pajak membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), salah satunya adalah pengetahuan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Selain itu perkembangan jumlah Wajib Pajak Bumi dan Bangunan PBB) merupakan faktor eksternal lainnya.

6. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

a. Pengertian PBB

  Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan (www.pajak.go.id). Termasuk dalam pegertian bangunan adalah:

  1. Jalan yang terletak dalam suatu komplek bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan komplek tersebut.

  2. Jalan TOL.

  3. Kolam renang.

  4. Pagar mewah.

  5. Tempat olah raga.

  6. Galangan kapal, dermaga.

  7. Taman mewah.

  8. Tempat penampungan /kilan minyak,air dan gas,pipa minyak.

  9. Fasilitas lain yang memberikan manfaat. Reksohadiprodjo (2000:169) mengemukakan bahwa Pajak Bumidan Bangunan (PBB) merupakan pungutan yang dikenakan atas tanah dan bangunan yang didirikan diatasnya.

  Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan pada bumi dan atau bangunan berdasarkan undang-undang nomor 12 tahun 1985 tentang PBB sebagai mana telah diubah dalam undang-undang nomor 1 tahun 1994.

  PBB merupakan pajak yang bersifat kebendaan sehingga pajak yang terhutang tergantung pada obyek yaitu tanah/bumi dan atau bangunan, keadaan subyek tidak ikut menentukan besarnya pajak.

b. Objek PBB

  Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan” Bumi adalah Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia, Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang,dll. Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh : rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll. dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan perhitungan pajak yang terhutang (Meliala, Oetomo, dan Francisca:67,2011). Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: iii.

  Letak. iv.

  Peruntukan. v.

  Pemanfaatan. vi.

  Kondisi lingkungan, dan lain-lain. Dalam menentukan klasifikasi bangunan factor-faktor yang diperhatikan adalah sebagai berikut: a.

  Bahan yang digunakan.

  b.

  Rekayasa.

  c.

  Letak.

  d.

  Kondisi lingkungan, dan lain-lain (Meliala, Oetomo, dan Francisca: 67,2011).

  Adapun objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang memenuhi sarat sebagi berikut : a.

  Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain- lain.

  b.

  Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.

  c.

  Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.

  d.

  Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan atas perlakuan timbal balik.

  e.

  Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan, contoh: pesantren atau sejenis dengan itu, madrash, tanah wakaf, rumah sakit umum.

  f.

  Objek pajak yang digunakan oleh Negara untuk penyelengaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah(Meliala,Oetomo,dan Francisca:67,2011).

c. Subjek Pajak

  Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:

  • Mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
  • Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
  • Memiliki bangunan, dan atau;
  • Menguasai bangunan, dan atau; • Memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak (www.pajak.go.id).

d. Tahun Pajak, Saat, dan Tempat yang Menentukan Pajak Terhutang

  Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim. Saat menentukan pajak terhutang adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 januari Contoh:

  • Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2006 berupa tanah dan bangunan, pada tanggal 15 Januari 2006 bangunannya terbakar, maka pajak yang terhutang tetap berdasarkan keadaan objek pada tanggal 1 Januari 2005, yaitu keadaan pada saat bangunan tersebut belum terbakar.
  • Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2006 berupa sebidang tanah tanpa bangunan di atasnya, pada tanggal 15 Agustus dilakukan pendataan, ternyata diatas tanah tersebut telah berdiri suatu bangunan.
Keadaan pada tanggal 1 Januari 2006. Sedangkan bangunannya baru akan dikenakan pada tahun 2007.

  Tempat pajak yang terhutang: a.

  Untuk daerah jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

  b.

  Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah Tingat II atau Kota Madya Daerah Tingkat II yang meliputi daerah objek pajak.

e. Pendaftaran dan Pendataan Objek PBB

  i. Pendaftaran Obiek dan Subiek PBB Pendaftaran objek PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan cara mengambil dan mengisi formulir SPOP secara jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan dikembalikan ke Kantor Pelayanan PBB atau Pelayanan Pajak Pratama yang bersangkutan atau tempat yang ditunjuk untuk pengambilan dan pengembalian SPOP dengan dilampiri bukti- bukti pendukung seperti : sketsa/ denah objek pajak;

  • fotokopi KTP dan NPWP;
  • fotokopi sertifikat tanah;
  • fotokopi akta jual beli;
  • atau bukti pendukung lainnya.
  • Formulir SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di Kantor Pelayanan PBB atau tempat lain yang ditunjuk atau melalui teknologi internet.
ii. Pendataan Objek dan Subjek PBB Pendataan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan PBB atau Kantor Pelayanan Pajak Pratama dengan menggunakan formulir SPOP dan dilakukan sekurang-kurangnya untuk satu wilayah administrasi desa/kelurahan. Pendataan dapat dilakukan dengan cara:

  • Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP: Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang pada umumnya belum/tidak mempunyai peta, daerah terpencil atau potensi PBB relatif kecil.
  • Identifikasi Objek Pajak Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/ peta foto yang dapat menentukan posisi relatif OP tetapi tidak mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap.
  • Verifikasi Objek Pajak Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai peta garis/ peta foto yang dapat menentukan posisi relatif OP dan mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara lengkap.

f. Tata Cara Pembayaran PBB

  Apabila wajib pajak telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang biasanya paling lambat bulan juni tahun takwim pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan melalui:

  a. Bank Pemerintah, atau

  b. Pemungut, atau

  c. Kantor Pos dan Giro, atau

  d. Dengan cara transfer, dengan ketentuan sebagai berikut: i. Jika pajak dibayar melalui Bank Pemerintah, SSP yang tersedia di Bank diisi sesuai dengan keterangan yang tercantum dalam SPPT yang diterima. ii. Jika pajak dibayar melalui petugas pemungut, terlabih dahulu tunjukan SPPT atau SPJPT dan mintalah bukti pembayaran lembar asli sebagai tanda lunas PBB. iii. Jika pajak dibayar melalui pos dan giro, terlebih dahulu beli formulir giro dan diisi sesuai SPPT. Lembar 1 disimpan sebagai bukti pembayaran, lembar 2 masukan pada kotak PBB yang tersedia di kantor pos dan giro. iv. Jika letak objek pajak tidak berada atau jauh dari tempat tinggal wajib pajak, maka pembayaran bias dilakukan melalui transfer, yaitu dengan mengisi formulir kiriman uang. Lembar 1 disimpan oleh wajib pajak, lembar 2 dikirim ke kantor PBB yang menerbitkan SPPT (www.pajak.go.id).

  Adapun pembayaran pajak tersebut harus dilunasi paling lambat 6 bulan sejak diterima SPPT. Tetapi apabila pajak yang terhutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) maka jangka Surat Ketetapan Pajak (SKP) dikeluarkan oleh direktur jendral pajak dalam hal-hal sebagai berikut: a.

  Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tetulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

  b.

  Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak.

g. Sanksi Administrasi

  Sanksi administrasi dikenakan terhadap:

  a. Dikenakan terhadap wajib pajak yang tidak menyampaikan SPOP, dikenakan sanksi sebagai tambahan terhadap pokok pajak yaitu sebesar 25% dari pokok pajak.

  b. Wajib pajak yang berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP, maka selisih pajak tersebut ditambah atau dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 25% dari selisih pajak yang terhutang.

  c. Wajib pajak tidak membayar atau kurang membayar. Pajak yang terhutang pada saat jatuh tempo pembayaran, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu

h. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

  Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bila mana tidak terjadi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama serta diketahui harga jualnya, atau nilai perolehan baru dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

  NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut: Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak, dan apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

i. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

  Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) ditetapkan perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah- rendahnya 20%, dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

  Sesuai Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002, untuk HJKP ditetapkan sebesar: a. 40% untuk objek sektor perkebunan, pertambangan.

  b. 40% untuk objek sektor pedesaan dan perkotaan yang NJOP-nya sama atau lebih besar dari Rp 1.000.000.000.

  c. 20% untuk objek sektor pedesaan dan perkotaan yang NJOP-nya sama atau kurang dari Rp 1.000.000.000 Contoh perhitungan NJOP Bumi dan Bangunan Besarnya Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan dengan peraturan

  Nilai Jual Tanah 500 x 400.000 Rp 200.000.000 Nilai Jual Bangunan 400 x 400.000 Rp 160.000.000 NJOP sebagai dasar pengenaan pajak Rp 360.000.000 NJOPTKP Rp 12.000.000 NJOP untuk perhitungan pajak Rp 348.000.000 PBB terhutang = 0,5% (20% x 384.000.000) =Rp 384.000

  B. Penelitian Sebelumnya Tabel. 2.3 Penelitian Sebelumnya Nama Tempat Variabel `Kesimpulan

  Heriyanto Yogyakarta -Produk Domestik PDRB perkapita dan jumlah (2001) Regional Bruto penduduk berpengaruh positif

  (PDRB) perkapita dan signifikan terhadap NJOP

  • Jumlah penduduk tanah, sedangkan luas lahan
  • Luas lahan sawah sawah berpengaruh negatif
  • NJOP dan signifikan terhadap NJOP tanah.

  I Nyoman Kabupaten -Pendapatan Pendapatan perkapita Normal Gianyar perkapita berpengaruh positif dan (2003) -Luas lahan sawah signifikan terhadap

  • Penerimaan PBB penerimaan PBB, namun luas lahan sawah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penerimaan PBB.

  Budhiharjo Jawa Tengah -Jumlah Penduduk Jumlah penduduk secara , Ari -PDRB signifikan berpengaruh positif (2003) -Inflasi terhadap penerimaan PBB,

  PDRB berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap penerimaan PBB, dan Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PBB. Tituk Diah Surabaya -Kesadaran WP Kesadaran WP, pemahaman

  • Pemahaman WP Widajantie Barat WP, sikap WP, kemampuan
  • Sikap WP (2005)

  WP, dan sistem pemungutan

  • Kemampuan WP berpengaruh terhadap
  • Sistem keberhasilan penerimaan pemungutan PBB.
  • Keberhasilan penerimaan PBB

  Mutia Kendal, Jawa -PDRB perkapita PDRB per kapita

  • Jumlah Wajib Amana Tengah berpengaruh positif dan

  Pajak Nasiti signifikan terhadap

  (2008) -Luas lahan penerimaan PBB, sedangkan

  • Jumlah penduduk Jumlah WP, Luas lahan, dan

  Jumlah penduduk berpengaruh negative dan tidak signifikan.

C. Hipotesis Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris mengenai pengaruh kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan jumlah penduduk terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh I Nyoman Normal (2003) yang menyimpulkan pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap penerimaan PBB, Mutia Amana Nasiti (2008) yang menyimpulkan PDRB perkapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan PBB, dan Ari Bhudhiharjo yang menyimpulkan Jumlah penduduk secara signifikan berpengaruh positif terhadap penerimaan PBB, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

  H1 : Upah Minimum Kabupaten (UMK) berpengaruh secara positif terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

  H2 : Jumlah penduduk berpengaruh secara positif terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

D. Kerangka Pemikiran

  Penelitian ini menguji tentang pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang dijelaskan dalam tabel kerangka pemikiran dibawah ini :

  Variabel Independen Variabel Dependen

  UPAH MINIMUM KABUPATEN PENERIMAAN PBB JUMLAH PENDUDUK Sumber : Data diolah Peneliti 2018