9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pengendalian Intern 2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pengendalian Intern

2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern

  Menurut Roomey dan Steinbart (2009) mengatakan bahwa pengendalian intern adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga aset, memberikan informasi yan akurat dan andal mendorong dan memperbaiki efisensi jalannya organisasi serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

  Menurut Hery (2013) pengendalian intern adalah seperangkat kebijakan dan prosedur untuk melindungi aset atau kekayaan perusahaan dari segala bentuk tindakan penyalahgunaan, menjamin tersedianya informasi akuntansi perusahaan yang akurat, serta memastikan bahwa semua ketentuan (peraturan) hukum/undang-undang serta kebijakan manajemen telah dipatuhi atau dijalankan sebagaimana mestinya oleh seluruh karyawan perusahaan.

  Menurut Nugroho Widjajanto (2001) Sistem pengendalian intern adalah suatu sistem pengendalian yang meliputi struktur

  (internal control)

  organisasi beserta semua metode dan ukuran yang diterapkan dalam perusahaan dengan tujuan untuk: a.

  Mengamankan aktiva perusahaan b. Mengecek kecermatan dan ketelitian data akuntansi d.

  Mendorong agar kebijakan manajemen dipatuhi oleh segenap jajaran organisasi.

2.1.2 Prinsip Dasar Sistem Pengendalian Intern

  Menurut Sanyoto Gondodiyoto (2009) ada beberapa prinsip dasar yang perlu dipahami mengenai sistem pengendalian intern bagi suatu entitas organisasi atau perusahaan, yaitu: a.

  Sistem pengendalian internp merupakan pertanggungjawaban manajemen. Bahwa sesungguhnya yang paling berkepentingan terhadap sistem pengendalian intern suatu entitas organisasi/perusahaan adalah manajemen dan untuk lebih tegasnya adalah pimpinan perusahaan, karena dengan sistem yang baik itulah pimpinan perusahaan dapat mengaharapkan kebijakannya dipatuhi, aktiva/harta perusahaan dilindungi dan penyelenggaraan pencatatan berjalan baik. Pimpinan perusahaan bertanggungjawab menyusun sistem pengendalian intern yang tentu saja dilaksanakan oleh para bawahannya.

  b.

  Sistem pengendalian intern seharusnya bersifat generik, mendasar dan dapat diterapkan pada tiap perusahaan pada umumnya (tidak boleh jika hanya berlaku untuk suatu perusahaan tertentu saja, melainkan harus ada hal-hal yang bersifat dasar yang berlaku umum).

  c.

  Sifat sistem pengendalian intern adalah reasonable assurance, artinya tingkat rancangan yang telah didesain adalah yang paling optimal. maksimal melainkan yang mampu memberikan keyakinan yang memadai untuk mendorong tercapainya tujuan perusahaan.

  d.

  Sistem pengendalian intern memiliki beberapa keterbatasan, sebaik- baiknya kontrol tetapi kalau karyawan yang melaksanakannya tidak cakap atau kolusi maka tujuan pengendalian itu mungkin tidak tercapai.

  e.

  Sistem pengendalian intern harus selalu dan terus-menerus dievaluasi, diperbaiki, dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi dan teknologi.

2.1.3 Tujuan Sistem Pengendalian Intern

  Menurut Sanyoto Gondodiyoto (2009) tujuan dirancangnya sistem pengendalian intern yang sudah mencakup lingkup yang lebih luas pada hakekatnya adalah: a.

   Pencatatan, pengolahan data dan penyajian informasi yang dapat dipercaya

  Pimpinan hendaknya memiliki informasi yang benar dan tepat dalam rangka melaksanankan kegiatannya. Mengingat bahwa berbagai jenis informasi dipergunakan untuk bahan mengambil keputusan sangat penting, artinya karena itu suatu mekanisme atau sistem yang dapat mendukung penyajian informasi yang akurat sangat diperlukan oleh pimpinan perusahaan.

  b. Mengamankan aktiva perusahaan

  Pengamanan atas berbagai harta benda (termasuk catatan pembukuan/file/database) menjadi semakin penting dengan adanya komputer. Data/informasi yang begitu banyaknya yang disimpan didalam media komputer seperti magnetic tape, disket, dan USB yang dapat dirusak apabila tidak diperhatikan pengamanannya.

  c. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi operasional

  Pengawasan dalam suatu organisasi merupakan alat untuk mencegah penyimpangan tujuan organisasi, mencegah penghamburan usaha, menghindarkan pemborosan dalam setiap segi dunia usaha dan mengurangi setiap jenis penggunaan sumber-sumber yang ada secara tidak efisien.

  d.

  

Mendorong pelaksanaan kebijaksanaan dan peraturan (hukum)

yang ada

  Pimpinan menyusun tata cara dan ketentuan yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Sistem pengendalian intern berarti memberikan jaminan yang layak bahwa semuanya itu telah dilaksanakan oleh karyawan perusahaan.

  Suatu pengendalian intern yang baik dalam perusahaan akan memberikan keuntungan sangat berati bagi perusahaan itu sendiri, karena: 1.

  Dapat memperkecil kesalahan-kesalahan dalam penyajian data akuntansi sehingga akan menghasilkan laporan yang benar.

  2. Melindungi dan membatasi kemungkinan terjadinya kecurangan dan penggelapan.

  3. Kegiatan organisasi akan terlaksana dengan efisien.

  4. Mendorong dipatuhinya kebijakan pimpinan.

  5. Sistem pengendalian intern suatu perusahaan cukup baik dan auditor cukup puas melakukan test of controls, maka pengujian substantif dapat dilakukan dengan sekecil mungkin jumlah data dari suatu sampling technique. Dengan demikian kegiatan audit tidak memerlukan biaya yang terlalu besar.

  Hal-hal tersebut diatas dapat dicapai karena sistem pengendalian intern dirancang dengan tujuan untuk: mengamankan aset organisasi, memperoleh informasi yang akurat dan dapat dipercaya, mendorong efektifitas, efisiensi, dan ekonomisnya kegiatan operasi organisasi, mendorong kepatuhan pelaksanaan terhadap kebijakan organisasi serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

2.1.4 Unsur-unsur Pokok Sistem Pengendalian Intern

  Menurut Mulyadi (2013) supaya dapat berjalan dengan baik, maka suatu sistem pengendalian intern harus memiliki unsur-unsur pokok sebagai berikut.

a. Stuktur Organisasi yang Memisahkan Tanggung Jawab Fungsional Secara Tegas

  Struktur organisasi merupakan kerangka (frame work) pembagian untuk melakukan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan. Pembagian tanggung jawab tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini:

  1. Ada pemisahan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi. Fungsi operasi adalah suatu fungsi yang memiliki wewenang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan operasi misalnya penjualan. Setiap kegiatan dalam perusahaan memerlukan otorisasi dari manajer fungsi yang berwewenang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut.

  2. Sebuah fungsi tidak diperkenankan memiliki tanggung jawab penuh untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi. Hal ini untuk menghindari kecurangan dan pemborosan serta tindakan yang bisa merugukan perusahaan.

  Pemisahan tanggung jawab fungsional dalam melaksanakan transaksi-transaksi perusahaan dilaksanakan untuk membagi tahap- tahap transaksi kepada setiap manajer unit yang terkait, sehingga semua tahap transaksi tidak diselesaikan oleh satu unit saja. Dalam melaksanakan suatu transaksi terdapat internal check di antara unit organisasi pelaksana sehingga pencatatan transaksi yang dilakukan dapat memperlihatkan transaksi yang sesungguhnya.

  b.

  

Sistem Wewenang dan Prosedur pencatatan yang memberikan

perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, hutang, pendapatan, dan biaya

  Dalam setiap perusahaan atau organisasi, transaksi hanya terjadi menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Maka dari itu, harus dibuat sistem yang mengatur mengenai pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya semua transaksi.

  Penggunaan formulir harus selalu diawasi untuk mengontrol pelaksanaannya karena akan menjadi dasar dalam pencatatan transaksi dalam catatan akuntansi. Pada akhirnya prosedur pencatatan yang baik akan menjamin data yang disimpan dalam tiap formulir dicatat ke dalam catatan akuntansi dengan tingkat ketelitian dan keandalan yang tinggi sehingga akan menghasilkan informasi yang teliti dan dapat dipercaya mengenai kekayaan, hutang, pendapatan, dan biaya suatu organisasi/perusahaan.

  c.

  

Pelaksanaan Kerja yang Sehat dalam Melaksanakan Tugas dan

Fungsi Setiap Unit Organisasi

  Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak adanya cara untuk menjadikan pelaksanaan kerja yang sehat dalam menjalankannya.

  Adapun cara-cara yang bisa ditempuh oleh sebuah organisasi dalam menciptakan pelaksanaan kerja yang sehat adalah sebagai berikut: 1.

  Menggunakan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus dapat dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan. Hal otorisasi terlaksananya transaksi dan kontrol serta pencegahan dari tindakan kecurangan yang merugikan perusahaan.

  2. Pemeriksaan mendadak yang dilakukan tanpa adanya pemberitahuan kepada pihak yang akan diperiksa dengan jadwal waktu yang tidak teratur supaya mendorong karyawan melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

  3. Setiap orang atau unit organisasi tidak diperkenankan melaksanakan transaksi dari awal sampai akhir tanpa adanya campur tangan dari pihak lain. Hal ini akan menjadikan internal check terhadap pelaksanaan tugas setiap unit organisasi yang terkait sehingga per unit organisasi akan melaksanakan kerja yang sehat dalam menjalankan tugasnya.

  4. Perputaran jabatan yang diadakan secara rutin untuk menjaga independensi tiap karyawan dalam melaksanakan tugasnya dan mengindari konspirasi diantara mereka.

5. Kewajiban untuk pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak.

  Dengan demikian karyawan yang cuti tersebut akan digantikan sementara oleh karyawan yang lain sehingga jika terjadi tindak kecurangan dalam departemen yang bersangkutan, diharapkan dapat terungkap oleh karyawan yang bertugas menggantikan posisi yang cuti tersebut.

  6. Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatan yang ada. Hal ini untuk menjaga kekayaan organisasi dan

  7. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektifitas unsur-unsur sistem pengendalian intern yang lain. Unit organisasi ini biasanya disebut dengan satuan pengawas intern. Supaya efektif maka petugas tersebut tidak harus melaksanakan fungsi operasi, fungsi penyimpanan, dan fungsi akuntansi tetapi hanya mengecek setiap kegiatan tersebut kemudian melaporkan dan bertanggung jawab langsung kepada manajemen puncak/pimpinan perusahaan. Dengan adanya satuan pengawas intern ini maka akan menjamin efektifitas unsur-unsur sistem pengendalian intern demi menjaga kekayaan perusahaan yang terjamin keamanannya serta ketelitian dan keandalan dalam data akuntansinya.

  d.

  

Karyawan yang Berkualitas Sesuai dengan Tanggung Jawab yang

Dipikulnya

  Karyawan yang berkualitas sesuai dengan tanggung jawab yang dipikunya adalah unsur pokok dalam sistem pengendalian inten yang paling penting. Hal ini dikarenakan sebaik-baiknya struktur organisasi, sistem otorisasi dan prosedur pencatatan serta pelaksanaan kerja yang sehat, semuanya akan tergantung pada setia karyawan yang melaksanakannya. Seandainya perusahaan memiliki karyawan yang jujur dan kompeten, maka unsur pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas minimum dan perusahaan tetap mampu menghasilkan pertanggung jawaban keuangan yang dapat diandalkan.

  Karyawan yang jujur dan kompeten di bidangnya akan melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien meskipun ketiga unsur sistem pengendalian yang lain hanya sedikir mendukungnya. Namun sebaliknya jika karyawan yang dimiliki oleh perusahaan adalah karyawan yang tidak jujur dan kompeten maka ketiga unsur sistem pengendalian yang lain tidak akan mendukung apa- apa sehingga tujuan dari perusahaan/organisasi tidak akan tercapai.

  Adapun cara-cara untuk mendapatkan karyawan yang jujur dan kompeten adalah sebagai berikut:

  1. Seleksi karyawan yang berdasarkan pada persyaratan yang dituntut oleh pekerjaannya. Program yang bagus dalam proses seleksi akan menjamin diperolehnya karyawan yang jujur dan kompeten dibidangnya.

  2. Pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan yang sesuai dengan tuntutan dan bidang perkembangan pekerjaannya.

2.2 Kas

2.2.1 Pengertian Kas

  Menurut Surya (2012:66) kas adalah media pertukaran standar serta merupakan dasar akuntansi dan pengukuran untuk semua pos-pos lainnya.

  Menurut Soemarso (2009:296) bahwa kas adalah segala bentuk (baik yang berbentuk atau bukan) yang dapat tersedia dengan segera dan diterima sebagai alat pelunasan kewajiban pada nilai nominalnya.

  Menurut Zaki Baridwan (2004) Kas adalah aktiva yang tidak produktif sehingga harus dijaga supaya jumlahnya tidak terlalu besar dan tidak terjadi “idle cash”. Meskipun daya beli uang bisa berubah-ubah tetapi perubahan daya beli tersebut tidak mengakibatkan penilaian kembali terhadap kas.

2.2.2 Komposisi Kas

  Menurut Zaki Baridwan (2004) yang termasuk kas adalah alat pertukaran yang dapat diterima sebagai pelunasan hutang dan sebagai suatu setoran bank dengan sebesar nominal serta simpanan dalam bank atau tempat-tempat lain yang dapat diambil sewaktu-waktu. Kas terdiri dari uang kertas, uang logam, uang yang belum disetorkan, simpanan dalam bentuk giro atau bilyet,

  traveler’s check, cashier check, bank draft, dan money order.

  Surat-surat berharga seperti saham dan obligasi mungkin dapat segera dijual menjadi uang tunai, tetapi sebelum dijualnya surat-surat berharga tersebut maka tidak termasuk dalam kelompok kas melainkan investasi jangka pendek.

  Simpanan dalam bank yang berada di luar negeri akan menimbulkan masalah tersendiri karena mata uang yang berbeda. Untuk itu simpanan tersebut harus dikurs kan dalam rupiah terlebih dahulu. Simpanan-simpanan tersebut biasanya tidak dapat diambil sewaktu-waktu yang kemudian dalam neraca simpanan akan dilaporkan secara terpisah.

  Uang kas yang terbatas dalam penggunaannya, biasanya terdapat dalam bentuk dana yang tidak dimasukkan dalam kas tetapi dilaporkan secara terpisah sebagai dana. Jika penggunaannya masih dalam waktu satu tahun maka termasuk dalam kelompok aktiva lancar, tetapi jika tidak dapat digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran dalam waktu satu tahun maka termasuk dalam kelompok aktiva tidak lancar.

  Adapun kas kecil dan kas yang berada di cabang-cabang tetap termasuk dalam kas karena telah memenuhi batasan-batasan seperti tersebut diatas. Cek-cek yang sudah ditulis tapi belum diserahkan kepada orang yang dibayar tidak dikeluarkan dari kas. Apabila pada waktu menulis cek sudah dikreditkan dalam rekening kas, maka pada akhir periode jika cek tersebut belum juga diserahkan akan dibuat jurnal untuk mendebit kembali rekening kas.

2.2.3 Pengawasan Kas

  Kas memiliki sifat sangat mudah dipindahtangankan dan tidak dapat dibuktikan sehingga mudah terjadi penggelapan. Oleh karena ini perlu adanya pengawasan yang ketat terhadap kas. Pada umumnya suatu pengawasan intern terhadap kas akan memisahkan fungsi-fungsi penyimpanan, pelaksanaan, dan pencatatan. Tanpa adanya pemisahan fungsi tersebut, maka kas akan mudah digelapkan.

  Bentuk dan jenis perusahaan ada bermacam-macam, maka sistem pengawasan intern dalam suatu perusahaan akan berbeda dengan perusahaan yang lain. Meskipun demikian, ada dasar-dasar tertentu yang bisa digunakan sebagai pedoman dalam mengadakan pengawasan terhadap kas sebagai berikut: a.

  Penerimaan uang Penerimaan uang dalam suatu perusahaan bisa berasal dari beberapa sumber, seperti penjualan tunai, pelunasan piutang, dan pinjaman.

  Maka prosedur pengawasan yang dapat digunakan yaitu: 1.

  Harus ditunjukkan dengan jelas mengenai fungsi-fungsi dalam penerimaan kas dan setiap penerimaan kas harus segera dicatat dan kemudian disetor ke bank.

  2. Diadakan pemisahan fungsi antara pengurusan kas dan fungsi pencatatan kas.

  3. Diadakan pengawasan yang ketat terhadap fungsi penerimaan dan pencatatan kas. Setiap hari harus dibuat laporan kasnya.

  b.

  Pengeluaran kas Pengeluaran uang yang terjadi dalam sebuah perusahaan adalah untuk pembayaran bermacam-macam transaksi. Apabila pengawasan tidak dijalankan dengan ketat, maka sering kali terjadi jumlah pengeluaran yang diperbesar dan selisihnya kemudian digelapkan.

  Beberapa prosedur pengawasan yang penting adalah sebagai berikut: 1.

  Semua pengeluaran uang menggunakan cek kecuali untuk

  2. Dibentuk kas kecil yang penggunaannya diawasi dengan ketat.

  3. Penulisan cek hanya dapat dilakukan jika didukung dengan bukti- bukti atau dokumen yang lengkap.

  4. Diadakan pemisahan antara orang-orang yang mengumpulkan bukti- bukti pengeluaran, yang menulis cek, yang menandatangani cek, dan yang mencatat pengeluaran kas.

  5. Diadakan pemeriksaan intern dengan jangka waktu yang tidak tentu.

  6. Diharuskan membuat laporan kas harian.

  Dengan adanya prinsip-prinsip pengawasan intern terhadap kas tersebut akan timbul beberapa masalah yaitu mengenai pembentukan kas kecil dan karena adanya rekening giro bank, maka setiap periode perlu diadakan rekonsiliasi antara saldo kas dengan saldo menurut laporan bank.

2.2.4 Sistem Akuntansi Penerimaan Kas

  Menurut Mulyadi (2013) Sistem penerimaan kas adalah suatu catatan yang dibuat untuk melakukan kegiatan penerimaan kas yang diterima perusahaan baik yang berupa uang tunai maupun yang berupa surat-surat berharga yang sifatnya dapat segera digunakan yang berasal dari transaksi perusahaan maupun penjualan tunai, pelunasan piutang, atau transaksi lainnya yang dapat menambah kas perusahaan, sumber penerimaan kas terbesar suatu perusahaan dagang berasal dari transaksi penjualan tunai. Penerimaan kas perusahaan berasal dari dua sumber utama yaitu penerimaan kas dari penjualan tunai dan penerimaan kas dari piutang.

2.2.5 Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas

  Menurut James A Hall (2011) sistem akuntansi pengeluaran kas adalah memproses pembayaran kewajiban yang dihasilkan oleh sistem pembelian.

  Menurut Mulyadi (2013) sistem akuntansi pengeluaran kas adalah suatu catatan yang dibuat untuk melaksanakan kegiatan pengeluaran baik dengan cek maupun dengan uang tunai yang digunakan untuk kegiatan umum perusahaan.

  Pengeluaran kas dalam perusahaan dilakukan dengan dua sistem, yaitu sistem pengeluaran kas dengan cek dan sistem pengeluaran kas dengan uang tunai melalui sistem dana kas kecil. Pengeluaran kas yang tidak dapat dilakukan dengan cek biasanya karena dalam jumlah yang relatif kecil.

2.3 Sistem Pengendalian Intern terhadap Penerimaan Kas dan Pengeluaran Kas

  Sistem pengendalian intern penerimaan kas menekankan pada tujuan yang hendak dicapai, dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut. Pengendalian intern berlaku baik dalam perusahaan yang mengolah informasinya secara manual, dengan mesin pembukuan, maupun dengan digunakan untuk melakukan kegiatan penerimaan kas baik yang berupa uang tunai maupun surat-surat berharga yang sifatnya dapat segera digunakan dari perusahaan maupun dari penjualan tunai. Sedangkan sistem pengendalian intern pengeluaran kas catatan yang digunakan untuk melakukan kegiatan baik dengan cek maupun uang tunai melalui sistem dana kas kecil.

2.3.1 Sistem Pengendalian Intern terhadap Penerimaan Kas yang Baik

  Menurut Mulyadi (2013) berikut ciri-ciri pengendalian yang baik atas transaksi penerimaan kas, yaitu:

  1. Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab yang menerima kas dengan yang melakukan pencatatan, memberikan otoritas atas penerimaan kas.

  2. Pegawai yang membuat rekonsiliasi bank harus lain dari pegawai yang mengerjakan buku bank. Rekonsiliasi bank dibuat setiap bulan dan harus di review oleh kepala bagian akuntansi.

  3. Penerimaan kas dalam bentuk apapun harus disetor ke bank dalam jumlah seutuhnya paling lambat keesokannya.

  4. Uang kas harus disimpan ditempat yang aman.

  5. Uang kas harus dikelola dengan baik, dalam arti jangan dibiarkan menganggur atau terlalu banyak disimpan direkening giro karena tidak memberikan hasil yang optimal. Jika ada uang kas yang menganggur sebaiknya disimpan dalam deposito berjangka atau dibelikan surat berharga yang sewaktu-waktu bisa diuangkan sehingga bisa

6. Digunakan formulir yang bernomor urut tercetak.

2.3.2 Sistem Pengendalian Intern terhadap Pengeluaran Kas yang Baik

  Menurut Mulyadi (2013) berikut ciri-ciri pengendalian yang baik atas transaksi pengeluaran kas, yaitu:

  1. Fungsi penyimpan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi.

  2. Pengeluaran kas harus mendapat otorisasi dari pihak berwenang.

  3. Pencatatan dalam jurnal pengeluaran harus didasarkan pada bukti kas keluar yang telah mendapat otorisasi dari pejabat yang berwenang.

  4. Jika pengeluaran kas hanya menyangkut jumlah yang kecil, dilakukan melalui dana kas kecil (imprest system).

2.4 Simbol-simbol dalam sistem akuntansi

  Menurut Mulyadi (2013) sistem akuntansi dapat dijelaskan dengan menggunakan bagan alir dokumen. Simbol-simbol standar yang digunakan oleh analisis sistem untuk membuat bagan alir dokumen yang menggambarkan sistem tertentu. Simbol-simbol dalam Sistem Akuntansi dapat dilihat pada Gambar 2.1 No Simbol Nama Simbol Keterangan

  1 Dokumen Simbol ini menggambarkan semua jenis dokumen, yang merupakan formulir yang digunakan untuk merekam data terjadinya suatu transaksi

  2 Catatan Simbol ini digunakan untuk menggambarkan catatan akuntansi yang digunakan untuk mencatat data yang direkam sebelumnya di dalam dokumen atau formulir.

  3 On Page Simbol ini untuk memungkinkan aliran Connector dokumen berhenti di suatu lokasi pada halaman tertentu dan kembali berjalan dilokasi lain pada halaman yang sama.

  4 Off Page Simbol ini digunakan untuk Connector menunjukkan kemana dan bagaimana bagan alir terkait satu dengan lainnya.

  5 Kegiatan Simbol ini digunakan untuk Manual menggambarkan kegiatan manual

  6 Arsip Simbol ini digunakan untuk Sementara menunjukan tempat penyimpanan sementara yang dokumennya akan diambil kembali dari arsip tersebut di masa yang akan datang

  7 Arsip Permanen Simbol ini digunakan untuk menggambarkan arsip permanen yang merupakan tempat penyimpanan dokumen yang tidak akan diproses lagi.

  8 On-line Simbol ini menggambarkan pengolahan Computer data dengan komputer secara online.

  Process

  10 Keputusan Simbol ini menggambarkan keputusan yang harus dibuat dalam proses pengolahan data.

  11 Mulai/Berakhir Simbol ini untuk menggambarkan awal (Terminal) dan akhir suatu sistem akuntansi.

Gambar 2.1. Simbol-simbol dalam Sistem Akuntansi

  Sumber : Mulyadi (2013)

  2.5 Bagan Alir Dokumen Sistem Akuntansi Penerimaan Kas

  Sistem akuntansi penerimaan kas di dokumentasikan dengan menggunakan bagan alir dokumen (flowchart), bagan alir transaksi penerimaan kas dapat dilihat pada gambar 2.2.

  

Flowchart Penerimaan Kas dari Penjualan Tunai

Pelanggan Kasir Bagian Keuangan Pimpinan Data

  Start

  LPK

  1 Pembayaran (uang) Melakuk an pembaya

  LPT 1 Membuat Membuat ran laporan laporan penjualan penerima an kas tunai (LPT)

  (LPK) Data

  Selesai Pembayaran LPT 2 (uang)

  LPK LPT

  1 A

  1 LPK:Laporan

  penerimaan kas LPT:laporan penjualan tunai

  Sumber: Mulyadi (2013)

  2.5.1 Penerimaan Kas dari Penjualan Tunai a.

  Pelanggan yang merasa cocok dengan produk yang sudah dipilih melakukan pembayaran secara tunai ke kasir.

  b.

  Kasir menerima pembayaran tunai (kas) dari pelanggan. Kemudian kasir membuat Laporan Penerimaan Kas (LPK) dan dikirimkan ke Bagian Keuangan.

  c.

  Bagian keuangan membuat Laporan Penjualan Tunai (LPT) rangkap 2, lembar 1 dikirimkan ke Pimpinan, dan lembar 2 disimpan sebagai arsip.

  2.5.2 Uraian Kegiatan a.

  Pelanggan 1.

  Customer membeli produk perusahaan.

2. Melakukan pembayaran secara tunai ke kasir.

  b.

  Kasir 1.

  Menerima pembayaran tunai dari pelanggan dalam bentuk uang tunai.

  2. Membuat Laporan Penerimaan Kas (LPK) yang dikirimkan ke bagian keuangan.

  c.

  Bagian Keuangan 1.

  Menerima Laporan Penerimaan Kas (LPK) dari kasir.

  2. Membuat Laporan Penjualan Tunai (LPT) rangkap 2: Lembar 1: LPT yang dikirimkan ke pimpinan sebagai laporan dan

  Lembar 2: LPT untuk tujuan arsip perusahaan.

  d.

  Pimpinan Menerima Laporan Penjualan Tunai (LPT) dari bagian keuangan.

2.5.3 Pengeluaran Kas dari Penjualan Tunai

  Sistem akuntansi pengeluaran kas di dokumentasikan dengan menggunakan bagan alir dokumen (flowchart), bagan alir transaksi pengeluaran kas dapat dilihat pada gambar 2.3.

  

Siklus Pengeluaran Kas

Kasir Gudang Pemasok Mulai

  2 SPK TT 1 Melakukan transaksi pembelian

  Menyetujui tunai kredi t

  SPK Melakuka Membua

  Data barang

  1 n t surat pembayar pengajua an n kredit

  Nota pembaya Memeriksa barang yang

  Surat 2

  2 telah dibeli

  Nota Pengajuan pembayaran kredit 1

  1 tidak retur Mengirim barang yang

  1 dipesan Pengembalia n barang P.

  Data barang

1 Membuat

  daftar barang retur P.2

  3

  2 Daftar Data barang retur barang retur

  2

  1

  1 SPK TT 1 Menukar barang dari seles perusahaan

  3

2 Daftar barang yg

  Daftar telah retur

  Beserta barang yang barang

  SPK : Surat Pengajuan Kredit telah diretur

  TT : Tanda Terima

2.5.4 Uraian Kegiatan 1.

  Kasir/bagian penjualan a.

  Melakukan transaksi pembelian.

  1. Jika pembelian secara tunai, maka langsung dicetak nota pembayaran.

  2. Jika pembelian secara kredit, maka dibuat surat pengajuan kredit (SPK) dan mencetaknya.

  b.

  Gudang 1.

  Melihat data barang, kemudian memeriksa barang yang telah dibeli, jika ada yang rusak/cacat maka dilakukan pengembalian barang dan membuat daftar retur (yang dikembalikan), kemudian mencetak data daftar barang retur.

  2. Menerima daftar barang retur beserta barang yang telah ditukar dari pemasok.

  c.

  Pemasok 1.

  Jika bagian penjualan mengajukan SPK, maka pemasok menyetujui SPK tersebut. Dan jika bagian penjualan melakukan pembelian tunai, maka pemasok menerima nota pembayaran.

2. Mengirim barang yang dipesan sesuai dengan data barang yang dipesan.

  3. Jika ada daftar barang retur, maka barang akan ditukar dan kemudian mengirimkan daftar barang retur beserta barang yang telah ditukar kepada perusahaan.

2.6 Penelitian Terdahulu No Peneliti dan Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian

  1 Nunung Larasati

  (2012) “Analisis Sistem Pengendalian Intern terhadap Penerimaan dan Pengeluaran Kas pada UD. Dua Putri Nganjuk”

  Sistem pengendalian intern penerimaan kas sudah berjalan dengan efektif, tetapi sistem pengendalian intern pengeluaran kas belum efektif karena masih terdapat unsur-unsur pengendalian intern didalam perusahaan yang belum sepenuhnya dilakukan. Penempatan kasir yang berada satu ruangan dengan karyawan lain, kas yang ada ditangan dan kasir tidak diasuransikan, dan perputaran jabatan secara rutin sehingga kemungkinan terjadinya penyelewengan masih sangat besar.

  2 Zulvinia Nur

  Salasa (2016)

  “Evaluasi Sistem Akuntansi Penerimaan dan Pengeluaran Kas dalam Upaya Meningkatkan Pengendalian Intern Studi Kasus pada PG Kebon Agung Malang”

  Penerapan sistem dan prosedur penerimaan dan pengeluaran kas PG. Kebon Agung Malang masih belum efektif, adapun hal yang menjadikan belum efektif adalah pada sistem akuntansi penerimaan kas melalui pelunasan piutang tidak ada fungsi penagihan serta dokumen bukti kas masuk dan bukti kas keluar tidak dibuat rangkap 2, selamjutnya tidak terdapat suatu bagian sebagai staf audit intern yang melakukan pemeriksaan terhadap sistem dan prosedur akuntansi penerimaan dan pengeluaran kas.

  3 Annisa Fina

  Rizkiyani (2013)

  “Evaluasi Sistem Pengendalian Internal atas Aktivitas Penerimaan dan Pengeluaran Kas pada PT.

  Pengendalian Internal atas Aktivitas Penerimaan dan Pengeluaran Kas pada PT.

  Telekomunikasi Indonesia Tbk terdapat kelemahan pada sistem pembayaran jasa telekomunikasi, namun secara efektif dan efisien sesuai dengan komponen pengendalian COSO.

  4 Mario Hasil penelitian ini diketahui “Analisis

  Caesar Pengendalian Intern bahwa pengendalian penerimaan Piet Penerimaan dan dan pengeluaran kas pada PT. Sumurung Pengeluaran kas Manado Media Grafika telah

  (2015) pada PT. Manado dilakukan sesuai prosedur, sehingga kinerja manajerial Media Grafika.” dapat terlaksana dengan mudah.

  Pimpinan perusahaan sebaiknya tetap melaksanakan pengendalian intern penerimaan dan pengeluaran kas dan menjaga hubungan yang baik dalam pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan.

  5 Sri Hasil penelitian menunjukkan “Analisis Sistem

  Mangesti Pengendalian bahwa sistem pengendalian Rahayu Internal Penerimaan internal LMI cabang Magetan

  (2014) dan Pengeluaran Kas sudah baik, hanya perlu Lembaga Zakat perbaikan pada salah satu unsur Studi pada Lembaga pengendalian internal, yaitu Manajemen Infaq penerapan pada praktik yang (LMI) Cabang sehat. Praktik yang sehat ini Magetan Jawa berkaitan tentang prosedur pencatatan yaitu penggunaan Timur” dokumen dan catatan transaksi yang valid, sah dan lengkap. LMI cabang Magetan juga perlu memperhatikan penerapan unsur-unsur sistem pengendalian internal lembaga zakat secara baik dan benar.