Implementasi Sistem Pengendalian Intern

Implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Direktorat Jenderal Pajak
Wahyu Kurniawan (19519049)
Email: why.krnwn@gmail.com
Mahasiswa Magister Akuntansi - Universitas Islam Indonesia
Dalam teori akuntansi dan organisasi, Pengendalian Intern didefinisikan sebagai suatu
proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang
dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu.
Pengendalian Intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur
sumber daya suatu organisasi. Pengendalian Internal dibuat untuk memberikan keamanan
terhadap aset dari pemborosan, kecurangan dan ketidakefisienan penggunaan serta untuk
meningkatkan ketelitian dan tingkat kepercayaan dalam laporan keuangan.
Isu tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintahan mendapat perhatian cukup
besar belakangan ini, karena tuntutan dan kebutuhan perwujudan kepemerintahan yang baik
(good governance), upaya pemulihan ekonomi nasional dan daerah serta pemulihan
kepercayaan terhadap pemerintah indonesia, mengharuskan pemerintah untuk mengambil
langkah-langkah strategis dengan adanya Pengendalian Intern.
Berdasar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008, Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan
secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dimana tujuannya
adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi
pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan,

pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai
dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang
bersangkutan. Kegiatan pengendalian tersebut terdiri atas:
a. reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;
b. pembinaan sumber daya manusia;
c. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
d. pengendalian fisik atas aset;
e. penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;

f.

pemisahan fungsi;

g. otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
h. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
i.

pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;


j.

akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan

k. dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian
penting.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem Pengendalian
Intern yang dilaksanakan melalui:
a. pemantauan berkelanjutan,
b. evaluasi terpisah, dan
c. tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.
Direktorat Jenderal Pajak adalah salah satu instansi pemerintah yang melakukan
reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan
terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber
daya manusia aparatur. Komitmen dari Direktorat Jenderal Pajak untuk memperkuat fungsi
pengawasan internal mereka adalah dengan dibentuknya Direktorat Kepatuhan Internal dan
Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) sebagai salah satu unit eselon II.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Direktorat KITSDA membawahi unit-unit yang tersebar di
tingkat Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Pajak. Untuk pengawasan internal dimulai dari

pengawasan unit sendiri yang dilakukan Unit Kepatuhan Internal (UKI). Tugas dari Unit
Kepatuhan Internal selain membantu pimpinan unit kerja dengan pemantauannya, juga
membantu teman-teman di unitnya untuk lebih meningkatkan kedisiplinan, menjaga kedisiplinan
pegawai, memberikan sanksi untuk pegawai yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan
SOP dan pegawai yang melanggar kode etik.
Setingkat lebih tinggi dari direktorat KITSDA adalah Inspektorat Jenderal. Posisi
Inspektorat Jenderal dibawah naungan Kementerian Keuangan dan di luar Direktorat Jenderal
Pajak. Tugasnya adalah melaksanakan penugasan dari Menteri Keuangan untuk melakukan
pengawasan di lingkungan Kementerian Keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan
dan pengawasan pegawai.

Selain pengawas internal, ada juga pengawas eksternal yang merupakan langganan
DJP. Salah satunya yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Setiap tahun BPK selalu
melakukan audit keuangan. Sebelum melaksanakan audit, BPK senantiasa menguji “kekuatan”
Sistem Pengendalian Intern untuk menentukan luas lingkup (scope) pengujian yang akan
dilaksanakannya. Audit yang dilakukan terdiri atas audit kinerja dan audit dengan tujuan
tertentu. Audit kinerja merupakan audit atas pengelolaan keuangan negara dan pelaksanaan
tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang terdiri atas aspek kehematan, efisiensi, dan
efektivitas. Sedangkan audit dengan tujuan tertentu mencakup audit yang tidak termasuk dalam
audit kinerja.

Jadi dengan adanya Pengendalian Intern yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
dengan membentuk Unit Kepatuhan Internal sampai dengan unit organisasi terkecil, proses
audit yang akan dilaksanakan baik oleh pengawas internal maupun eksternal akan lebih mudah
dilakukan karena:
a. Risiko-risiko penyimpangan sudah terdeteksi termitigasi sejak dini dan lebih awal.
Tidak setiap kegiatan yang dilakukan oleh manajemen operasional dapat dilakukan
penilaian setiap saat, bahkan mungkin tidak dapat dilakukan setiap tahun. Padahal
secara alamiah, kemungkinan terjadinya kesalahan pada setiap kegiatan manajemen
operasional selalu terbuka lebar. Kemunginan kesalahan tersebut akan semakin besar
saat kegiatan semakin bertambah banyak, sehingga manajemen operasional tidak
sempat lagi meneliti apakah tugas-tugasnya telah dilakukan dengan baik. Oleh karena
itu dibutuhkan satu unit yang dapat membantu manajemen operasional dalam kegiatan
sehari-hari agar kemungkinan terjadinya kesalahan dapat diminimalkan dan setiap
kesalahanyang ditemukandapat dilakukan perbaikan sesegera mungkin.
b. Membantu organisasi dalam penilaian independen apakah kegiatan manajemen
operasional telah dilakukan secara patuh terhadap peraturan, ekonomis, efisien, dan
efektif, dengan demikian pimpinan organisasi terkecil-pun dapat mengambil langkah
perbaikan yang diperlukan demi pencapaian tujuan karena terobosan pembentukan UKI
yang diharapkan dapat menjadi unit terdekat dalam manajemen untuk melakukan
pemantauan pelaksanaan pengendalian intern tanpa harus menunggu pelaksanaan

pengawasan oleh auditor intern.