BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian Internal 2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal - Pengaruh Pengendalian Internal Terhadap Pengujian Substantif Dalam Audit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1

2.1.1 Pengertian Pengendalian Internal

  Sawyer, (2005: 57) Menurut AICPA (America Institute of Certified

  Public Accountants),1997 , pengendalian Internal adalah “suatu proses yang

  dipengaruhi oleh aktivitas dewan komisaris, manajemen atau pegawai lainnya yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang wajar mengenai pencapaian tujuan pada hal-hal: (1) keandalan pelaporan keuangan, (2) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (3) ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”.

  (Sawyer, 2005: 67) Pengendalian dirancang untuk memiliki berbagai fungsi yang beragam. Pengendalian diterapkan untuk mencegah hasil-hasil yang tidak diharapkan sebelum terjadi (preventif control). Pengendalian lainnya dirancang untuk menemukan hasil-hasil yang tidak diharapkan (detection control), dan masih ada kontrol lain yang dirancang untuk memastikan bahwa hal-hal yang tidak diharapkan terulang kembali (correction control). Seluruh fungsi bertujuan untuk memastikan bahwa tujuan dan sasaran manajemen akan tercapai.

  (Sukrisno Agoes 1996: 57) Menurut Standar Profesional Akuntan Publik, struktur pengendalian internal adalah “kebijakan dan prosedur yang ditetapkan untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa tujuan satuan usaha yang spesifik akan dapat dicapai”. Tujuan-tujuan yang dimaksud: (a) keandalan pelaporan keuangan, (2) menjaga kekayaan dan catatan organisasi, (3) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan, (4) dapat dipenuhi dengan pengendalian yang baik. Tujuan pertama dan kedua di atas dapat dipenuhi dengan pengendalian akuntansi, sedangkan tujuan ketiga dan keempat dapat dipenuhi dengan pengendalian administrasi yang baik.

  Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010 : 222) struktur pengendalian internal terdiri dari:

  1. Pengendalian akuntansi Meliputi rencana organisasi serta prosedur dan catatan yang relevan dengan pengamanan aktiva, yang disusun untuk meyakinkan bahwa:

  1. Transaksi yang dilaksanakan sesuai dengan persetujuan pemimpin.

  2. Transaksi dicatat sehingga dapat dibuat ikhtisar keuangan sesuai prinsip akuntansi yang berlaku serta menekankan pertanggungjawaban atas harta perusahaan.

  3. Penguasaan atas aktiva diberikan hanya dengan persetujuan dan otorisasi pemimpin.

  4. Jumlah aktiva dan catatan dicocokkan dengan aktiva yang ada pada waktu yang tepat dan tindakan yang sewajarnya jika terjadi perbedaan.

  2. Pengendalian administratif Pengendalian yang ditujukan untuk mendorong efisiensi operasional dan menjaga diikutinya kebijakan perusahaan. Dapat berupa rencana organisasi dan prosedur juga catatan yang relevan dengan pembuatan keputuasan yang mengantarkan pemimpin perusahaan menyetujui atau memberi wewenang terhadap transaksi-transaksi. Pelimpahan wewenng merupakan fungsi pimpinan perusahaan yang secara langsung berhubungan dengan tanggung jawab untuk mencapai tujuan organisasi dan itu merupakan titik tolak untuk menciptakan pengendalian akuntansi atas transaksi.

2.1.2 Elemen Struktur Pengendalian Internal

  Pada buku Amin Widjaja Tunggal, (1995 , 21) Menurut Alvin A.Areus G James K loebbeoke, struktur pengendalian internal mencakup tiga kategori yang dirancang dan digunakan oleh manajemen untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan pengendalian dapat terpenuhi.

  Tiga kategori yang disebut dengan elemen struktur pengendalian internal adalah lingkungan pengendalian, sistem akuntansi dan prosedur pengendalian.

2.1.2.1 Lingkungan Pengendalian (Control Environment)

  Lingkungan pengendalian merupakan pengaruh gabungan dari berbagai faktor dalam membentuk, memperkuat, atau memperlemah efektifitas kebijakan dan prosedur tertentu.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan pengendalian, yaitu:

  1. Falsafah Manajemen dan Gaya Operasi Manajemen melalui aktifitasnya, memberikan tanda yang jelas kapada pegawai bahwa pentingnya suatu pengendalian dalam organisasi.

  2. Struktur Organisasi Struktur organisasi suatu usaha membatasi suatu garis tanggung jawab dan wewenang yang ada. Ketika auditor dapat memahami struktur organisasi klien, maka auditor dapat mengetahui secara spesifik suatu manajemen dalam organisasi, dan mampu menafsir suatu kebijakan yang berhubungan dengan pengendalian suatu organisasi.

  3. Komite Audit Komite audit beranggotakan direksi komisaris dari luar organisasi. Tugas komite audit mengawasi proses pelaporan keuangan, dimana mencakup struktur pengendalian intern dan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku. Komite audit dapat melakukan komunikasi kepada auditor intern dan pihak manajemen organisasi agar dapat mencapai keefektifan dalam pengawasan.

  4. Metode Pemberian Wewenang dan Tanggung Jawab Metode komunikasi yang formal mengenai wewenang dan tanggung jawab dapat berupa memo dari manajemen tentang pengendalian, organisasi formal dan rencana operasi, deskripsi tugas pegawai dan kebijakan yang terkait, serta kebijakan dokumen yang menggambakan prilaku

  5. Metode Pengendalian Manajemen Metode yang digunakan manajemen dalam mengawasi aktivitas dapat meningkatkan efektifitas struktur pengendalian intern. Metode tersebut dapat dilakukan oleh manajemen dengan dua cara; (1) aturan seperti mengirimkan pesan yang jelas mengenai pentingnya suatu pengendalian. (2) mendeteksi kekeliruan yang terjadi dalam organisasi.

  6. Fungsi Audit Intern Fungsi audit intern diterapkan dalam suatu organisasi untuk mengawasi efektifitas kebijakan serta prosedur pengendalian. Agar lebih efektif, adanya staf yang independen pada bagian operasi dan akuntansi yang bertugas dalam melaporkan kepada tingkat yang lebih tinggi, serta staf audit intern dapat memberikan bantuan kepada auditor eksternal dalam memperoleh bukti yang mendukung integritas, kompetensi, dan objektifitas.

  7 Kebijakan dan Prosedur Personalia Aspek yang paling penting dalam organisasi adalah karyawan, dengan demikian kebijakan dan prosedur personalia menjadi bagian yang penting dalam organisasi. Karyawan yang kompeten dan jujur dapat dapat menyediakan pengendalian yang efektif, bagaimana karyawan direkrut, di evaluasi dan tingkat upah merupakan bagian yang harus diperhatikan dalam keberhasilan kebijakan dan prosedur personalia suatu organisasi.

  8. Pengaruh Eksternal Pengendalian yang dilakukan oleh pihak eksternal dapat berupa pengendalian atas proses akuntansi dan pelaporan dalam organisasi. Hal tersebut dapat dilakukan oleh auditor eksternal, badan legislatif dan lembaga pemerintah.

2.1.2.2 Sistem Akuntansi (accounting system)

  Sistem akuntansi dalam organisasi digunakan untuk mengidentifikasi, menggabungkan, mengklasifikasi, mencatat dan melaporkan transaksi dalam organisasi, serta untuk mengelola akuntabilitas aktiva yang terkait.

  Sistem akuntansi yang efektif harus memenuhi tujuh tujuan rinci pengendalian internal, yaitu:

  1. Transaksi yang dicatat sah (keabsahan) Tidak diperbolehkan adanya catatan, bukti transaksi dan pencatatan yang fiktif pada organisasi.

  2. Transaksi diotorisasi dengan pantas (otorisasi) kecurangan dan pemborosan yang akan berdampak buruk bagi organisasi.

  3. Transaksi yang terjadi telah dicatat (kelengkapan) Seluruh transaksi yang telah terjadi harus dicatat dengan jelas, dan tidak boleh ada transaksi yang tidak dicatat. Hal tersebut akan menunjukkan laporan yang tidak akurat.

  4. Transaksi dinilai dengan pantas (penilaian) Struktur pengendalian intern yang memadai mencakup prosedur untuk menghindari kesalahan dalam penghitungan dan pencatatan jumlah transaksi pada proses pencatatan.

  5. Transaksi di klasifikasi dengan pantas (klasifikasi) Laporan akan dinyatakan wajar salah satunya harus memperhatikan klasifikasi perkiraan yang pantas sesuai dengan bagan perkiraan klien yang di nyatakan dalam jurnal.

  6. Transaksi dicatat pada waktu yang sesuai (tepat waktu) Pencatatan yang dilakukan sebelum atau sesudah waktu terjadinya transaksi akan menyebabkan transaksi tersebut tidak dicatat atau dicatat dengan jumlah yang tidak benar. Hal tersebut memicu terjadinya salah saji pada laporan keuangan.

  7. Transaksi di catat pada file induk yang pantas dan diikhtisarkan dengan benar (posting dan pengikhtisaran) Mengikhtisarkan berdasarkan jenisnya dalam bentuk jurnal dan berdasarkan perkiraan yang mempengaruhi buku besar dan file induk untuk memasukkan transaksi dalam sistem akuntansi.

  Ketujuh tujuan rinci pengendalian internal harus diterapkan pada semua jenis transaksi, antaralain penjualan, penerimaan kas, perolehan barang dan jasa, penggajian, dan sebagainya. Sistem juga harus dapat menghidari pencatatan ganda atas penjualan.

2.1.2.3 Prosedur Pengendalian

  Prosedur pengendalian adalah kebijakan dan prosedur sebagai tambahan terhadap lingkungan pengendalian dan sistem akuntansi yang telah diciptakan oleh manajemen untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan organisasi dapat tercapai.

  Kebijakan dan prosedur pengendalian organisasi dipecah menjadi lima kategori, antara lain:

  1. Pemisahan Tugas Pemisahan tugas dilakukan dengan menentukan staf yang berbeda pada berbagai pekerjaan. Dengan memisahkan tugas pekerjaan pencatatan, penerimaan kas, dan staf yang kecurangan pencatatan dan penggunaan untuk kepentingan pribadi. Pemisahan tugas yang dilakukan bergantung kepada ukuran organisasi. Pada perusahaan yang kecil tidak praktis untuk memisahkan tugas seluas pedoman dibawah karena menimbulkan hal-hal yang tidak efisien.

  Terdapat empat pedoman umum dalam pemisahan tugas yang berfungsi untuk mencegah kecurangan atas laporan keuangan: a.

  Pemisahan pemegang aktiva dari akuntansi.

  Tidak diizinkan orang yang sama secara permanen atau tidak permanen dalam mencatat dan memegang suatu aktiva dalam organisasi karena akan menyebabkan kecurangan dan pencatatan fiktif akan suatu transaksi. Misalnya seorang kasir menerima kas, dan bertanggung jawab dalam pencatatan data transaksi akan menyebabkan pencatatan yang fiktif atau pencatatan kredit atas transaksi tunai.

  b.

  Pemisahan otorisasi transaksi dari pemegang aktiva yang bersangkutan.

  Memisahkan staf yang menyutujui transaksi memiliki kendali atas aktiva tersebut. Apabila orang yang sama menyetujui pembayaran faktur dan menandatangani tagihan yg akan dilakukan kecurangan dapat terjadi.

  c.

  Pemisahan tanggung jawab operasional dan pembukuan.

  Departemen atau divisi didalam organisasi tidak bertanggung jawab dalam membuat catatan dan laporan bagiannya, karena hal tersebut akan menyebabkan hasil yang memihak (bias) untuk menutupi dan memperbaiki kecurangan yang telah dilakukan. Agar tidak memihak, pembukuan dilakukan pada departemen tersendiri di bawah kontroler.

  d.

  Pemisahan tugas dalam EDP ● Analis sistem

  Bertanggung jawab atas perancanaan umum sistem, dan menentukan tujuan sistem secara keseluruhan serta rancangan khusus bagi applikasi tertentu. ● Programer

  Programer mengembangkan pengujian program dan mendokumentasikan hasilnya. Programer sebaiknya tidak memiliki wewenang dan akses komputer karena dapat digunakan untuk kepentingan pribadi, ataupun keborocan data.

  2. Otorisasi yang Pantas atas Transaksi dan Aktivitas Otorisasi adalah keputusan tentang kebijakan baik untuk transaksi yang bersifat umum maupun khusus. Pihak manajemen harus mengotorisasi transaksi dan aktivitas yang dilakukan organisasi agar pengendalian dapat mencapai batas yang memuaskan. Manajemen harus mengeluarkan daftar harga yang pasti untuk penjualan, batas kredit untuk pelanggan dan titik pemesanan untuk melakukan pembelian.

  3. Dokumen dan Catatan yang Memadai Dokumen dan catatan adalah objek fisik dengan mana transaksi dimasukkan dan diikhtisarkan. Dokumen dan catatan merupakan suatu sumber informasi sehingga dokumen harus memadai untuk memberikan keyakinan bahwa seluruh aktiva dikendalikan dengan pantas dan seluruh transaksi telah dicatat dengan benar. Dokumen yang tidak memadai akan menimbulkan masalah pengendalian yang besar.

  4. Pengendalian Fisik atas Aktiva dan Catatan Jenis pengendalian atas aktiva dan catatan yang utama adalah dengan pengendalian atau pencegahan secara fisik.

  Dengan menyimpan uang tunai di deposite box atau brankas yang tahan api untuk melindungi uang tunai. Menyimpan persediaan di gudang persediaan yang dikawal akan melindungi fisik persediaan dari tindakan pencurian.

  5. Pengecekan Independen Atas Pelaksanaan Kategori prosedur pengendalian adalah penelaahan yang hati-hati dan berkesinambungan. Kebutuhan pengecekan independen meningkat karena pengendalian intern cenderung berubah yang diakibatkan oleh tidak dilakukan penelaahan yang sering atau secara berkala. Pegawai akan semakin lalai dan mulai tidak mengikuti prosedur yang telah diterapkan apabila tidak dilakukan evaluasi pelaksanaannya.

  Pengendalian yang telah di uraikan di atas dapat diterapkan atau tidak pada suatu satuan usaha, harus mempertimbangkan berbagai faktor-faktor organisasi, antara lain: 1) besarnya satuan usaha 2) karateristik organisasi dan kepemilikan 3) sifat kegiatan usahanya 4) keanekaragaman dan kompleksitas operasinya metode untuk memproses data

  6) persyaratan peraturan perundangan-undangan yang harus dipatuhi.

  2.1.3 Konsep-Konsep Dasar Pengendalian Internal

  Konsep pengendalian internal menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010 : 222)

  a. Pengendalian internal merupakan suatu proses Pengendalian intern meliputi serangkaian tindakan yang berkaitan dan terintegrasi, bukan ditambahkan dengan infrastruktur suatu entitas b. Pengendalian internal dipengaruhi oleh manusia.

  Pengendalian intern tidak hanya berupa pedoman kebijakan dan catatan-catatan, tetapi juga meliputi unsur-unsur sumber daya manusia (SDM) pada setiap divisi atau level organisasi termasuk manajer, direktur, karyawan, dewan komisaris, dan lainnya.

  c. Pengendalian internal memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan yang absolut.

  Adanya keterbatasan bawaan organisasi dalam setiap aspek sistem pengendalian internal. Dilakukan juga pertimbangan cost dan benefit untuk menciptakan pengendalian.

  d. Pengendalian internal diarahkan kepada pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

  Pengendalian internal di bentuk melalui prosedur-prosedur dimana prosedur tersebut berguna dalam mengontrol aktivitas organisasi agar sesuai dengan tujuan organisasi.

  2.1.4 Pentingnya Pengendalian Internal

  Alasan pentingnya pengendalian internal bagi pihak manajemen dan auditor adalah menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010 : 223) a. Luas lingkup dan ukuran entitas bisnis yang semakin besar dan kompleks.

  Semakin luas lingkup ukuran suatu entitas bisnis, maka pengendalian internal yang dibentuk dalam suatu organisasi akan semakin ketat. Dengan demikian akan berkurang pelaku kecurangan dalam entitas, serta akan mengurangi bukti dan sampel audit yang akan dilakukan auditor.

  b. Pemeriksaan dan penelaahan bawaan dalam sistem yang baik memberikan perlindungan terhadap kelemahan manusia dan mengurangi kemungkinan kekeliruan atau ketidakberesan yang akan kelemahan manusia yang tidak dapat dihindari. Dengan ada pengendalian internal, resiko bawaan tersebut dapat diminimalisasi dengan baik.

  c. Pengendalian internal yang baik dapat mengurangi beban pelaksanaan audit, sehingga mengurangi biaya audit.

  Internal control yang baik akan memperkecil luas lingkup audit.

  Penelaahan yang tidak mendalam dan spesifik akan memperkecil biaya audit secara keseluruhan.

  d. Digunakan secara efektif untuk menegah penggelapan maupun penyimpangan dalam organisasi.

  Internal control memiliki fungsi control yang baik pula apabila

  digunakan secara efektif. Internal control yang efektif dapat menyaring dan mengendalikan kecurangan atau penyimpangan yang terjadi didalam organisasi

  e. Auditor menggunakan perolehan pemahaman atas struktur pengendalian intern untuk melakukan penaksiran resiko pengendalian untuk asersi dalam saldo akun, golongan transaksi, dan komponen pengungkapan dalam laporan keuangan.

2.1.5 Karakteristik Pengendalian Internal

  Auditor internal dapat mengevaluasi sistem kontrol dengan menentukan kesesuaiannya dengan kriteria yang telah ditetapka n. Sistem dapat diterima dengan memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Sawyer, 2005 : 74)

  a. Tepat waktu Kontrol seharusnya mendeteksi penyimpangan aktual dan potensial sejak awal organisasi terbentuk untuk menghindari tindakan- tindakan yang mengeluarkan biaya. Kontrol harus dilakukan tepat waktu agar tidak terlambat dilakukan pencegahan dan semakin cepat resiko tersebut ditangani akan memperkecil biaya yang digunakan. Manajer harus mengantisipasi masalah-masalah yang dideteksi oleh kontrol.

  b. Ekonomis

  Kontrol harus memberikan keyakinan yang semestinya dalam pencapaian hasil dan tujuan yang diharapkan dengan biaya dan resiko minimum. Keseimbangan antara hal-hal yang dihasilkan oleh

  internal control tidak bisa diukur dengan objektif, sehingga

  manajemen harus menggunakan pertimbangan yang subjektif saat menentukan internal control yang dapat diterapkan. Penetapan sistem tidak ekonomis.

  c. Akuntabilitas Kontrol berfungsi juga membantu karyawan dalam mempertanggungjawabkan tugas yang diberikan kepadanya. Pihak manajemen juga memanfaatkan kontrol sebagai alat pengawasan dan tolak ukur dalam menilai hasil kinerja. Oleh karena itu kontrol harus memperhatikan tujuan dan pengoperasian kontrol setiap waktu.

  d. Penerapan Kondisi intern dan ekstern organisasi dapat berubah sewaktu-waktu.

  Oleh karena itu rencana dan prosedur kontrol juga berubah seiring berjalannya waktu. Perubahan kontrol yang disesuaikan dengan perubahan operasi akan menyebabkan kebingungan dan kesulitan untuk beradaptasi. Penerapan kontrol harus dilakukan pada saat yang tepat dan efektif, yaitu: (Sawyer, 2005 : 75)

  Sebelum bagian yang mahal dari suatu proyek dikerjakan.

  • Sebelum waktu yang perusahaan tidak bisa (atau sulit) untuk
  • kembali.

  Saat satu tahap berakhir dan tahap yang lain dimulai.

  • Saat pengukuran paling nyaman dilakukan.
  • Saat tindakan korektif paling mudah untuk dilakukan.
  • Bila tersedia waktu untuk tindakan perbaikan.
  • Setelah penyelesaian tugas atau penyelesaian sebuah aktivitas yang
  • mengandung kesalahan.

  Jika akuntabilitas untuk sumber daya berubah.

  • Fleksibilitas -

  e. Menentukan penyebab Ketika membicarakan tentang resiko yang dimiliki organisasi, harus terlebih dahulu menentukan penyebab masalah yang menimbulkan kesulitan dalam pencapaian tujuan organisasi. Tindakan korektif yang efektif dapat dilakukan ketika penyebab dan masalah telah diidentifikasi dengan benar.

  f. Kelayakan Kontrol berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manajemen, dan harus sesuai dengan karyawan, struktur organisasi, serta operasi dalam hal pencapaian tujuan dan renacana manajemen.

  g. Masalah-masalah kontrol Selain membawa manfaat yang sangat penting bagi organisasi, kontrol juga dapat memberikan masalah. Kontrol dapat membuat suatu fungsi berjalan dengan baik, tetapi dengan suatu imbalan. Kontrol yang terlalu berlebihan menyebabkan sistem yang tidak efisien dan penurunan efektivitas sehingga biaya yang ditanggung menjadi besar dibandingkan dengan manfaat yang diharapkan. Kontrol juga bisa manjadi usang akibat perubahan prosedur dan rencana.

2.1.6 Standar-Standar Pengendalian Internal

  Selain standar operasi yang merupakan bagian dari sistem kontrol, terdapat kerangka standar yang harus diikuti sistem kontrol itu sendiri.

  Standar-standar itu adalah (Sawyer, 2005 : 73) :

  a. Standar-Standar Umum Keyakinan yang wajar

  • Kontrol harus memberikan keyakinan yang wajar bahwa tujuan kontrol internal akan dicapai.
  • Manajer dan karyawan harus memiliki perilaku yang mendukung kontrol internal.

  Perilaku yang mendukung

  • Orang-orang yang terlibat dalam pengoperasian kontrol internal harus memiliki tingkat profesionalitas, integritas pribadi dan kompetensi yang memadai untuk melaksanakan kontrol guna mencapai tujuan kontrol internal.

  Integritas dan kompetensi

  • Tujuan kontrol yang spesifik, komprehensif, dan wajar harus ditetapkan untuk setiap aktivitas organisasi.

  Tujuan kontrol

  • Manajer harus terus-menerus mengawasi keluaran yang dihasilkan oleh sistem kontrol dan mengambil langkah- langkah tepat terhadap penyimpangan yang memerlukan tindakan tersebut

  Pengawasan kontrol

  b. Standar-Standar Rinci Dokumentasi

  • Struktur, semua transaksi, dan kejadian signifikan harus didokumentasikan dengan baik.
  • waktu

  Pencatatan transaksi dan kejadian dengan layak dan tepat

  • Transaksi dan kejadian harus diotorisasi dan dilaksanakan oleh orang yang bertugas untuk itu.

  Otorisasi dan pelaksanaan transaksi dan kejadian

  Pembagian tugas

  Ororisasi, pemrosesan, pencatatan, dan pemeriksaan transaksi harus dipisahkan ke masing-masing individu (unit). Pengawasan

  • Pengawasan harus dilakukan dengan baik dan berkelanjutan untuk memastikan pencapaian tujuan
  • Akses harus dibatasi ke individu yang memang berwewenang, seseorang yang bertanggung jawab untuk pengamanan dan penggunaan sumber daya dan orang lain yang mencatat. Aspek ini harus diperiksa secara periodik dengan membandingkan jumlah yang tercatat dengan jumlah fisik.

  Akses dan akuntabilitas ke sumber daya dan catatan

2.1.7. Sarana Untuk Mencapai Kontrol

  Beberapa sarana operasional yang dapat digunakan manajer untuk mengendalikan fungsi didalam perusahaan adalah: (Sawyer, 2005 : 77) a. Organisasi (organization)

  Organisasi merupakan sarana kontrol, merupakan struktur peran yang disetujui untuk orang-orang didalam organisasi di dalam perusahaan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya secara efisien dan ekonomis.

  b. Kebijakan (policy) Kebijakan adalah pernyataan prinsip yang menjadi pedoman, atau membatasi suatu tindakan tertentu yang dinyatakan oleh pihak manajemen untuk pencapaian tujuan organisasi.

  c. Prosedur (procedure) Prosedur merupakan sarana yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan atau aktivitas sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan.

  d. Personalia Personalia merupakan orang orang yang dipekerjakan atau ditugaskan untuk melaksanakan tugas yang diberikan dengan kualifikasi tertentu. Salah satu bentuk kontrol disamping kinerja individu adalah supervisi.

  e. Akuntansi (accounting) Akuntansi merupakan sarana yang penting untuk control keuangan dan aktivitas sumber daya. Akuntansi membentuk kerangka kerja yang disesuaikan dengan pemberian tanggung jawab.

  f. Penganggaran (budget) Penganggaran merupakan suatu pernyataan dari hasil-hasil yang diharapkan dan disajikan dalam bentuk numerik. g. Pelaporan (report) Didalam suatu organisasi, pihak manajemen membuat suatu kebijakan dan keputusan berdasarkan laporan yang diterima. Oleh karena itu laporan harus tepat waktu, akurat, bermakna, dan ekonomis.

   Pengujian Substantif 2.2.1. Pengertian Pengujian Substantif

  Sukrisno Agoes, (1996 : 80) menyatakan bahwa Pengujian substantif adalah “test terhadap kewajaran saldo-saldo perkiraan laporan keuangan (Neraca dan Laporan Rugi Laba)”.

  Menurut Mulyadi, (2002 : 150) pengujian substantif merupakan “prosedur audit yang dirancang untuk menemukan kemungkinan kesalahan moneter yang secara langsung mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan”.

  Prosedur pengujian substantif dirancang untuk memperoleh bukti mengenai kelengkapan, keakuratan, keabsahan data-data yang dihasilkan oleh sistem akuntansi serta ketepatan penerapan perlakuan akuntansi terhadap transaksi-transaksi dan saldo-saldo.

  Mulyadi, (2002 : 74) Menurut standar pekerjaan lapangan ketiga, “auditor harus mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan”. Pengujian substantif menghasilkan bukti audit tentang kewajaran setiap asersi laporan keuangan signifikan. Pada pihak lain, pengujian substantif dapat mengungkapkan kekeliruan atau salah saji moneter dalam pencatatan dan pelaporan transaksi dan saldo akun.

2.2.2. Prosedur audit

  Auditor memakai prosedur audit untuk mengumpulkan bukti audit yang akan digunakan sebagai dasar utama dalam menyatakan pendapat atas Prosedur audit yang dapat dilakukan oleh auditor adalah:

  1. Inspeksi Merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu. Dengan demikian auditor dapat mengetahui keaslian dokumen serta memperoleh informasi mengenai eksistensi dan keadaan fisik sesuatu hal.

  2. Pengamatan (observation).

  Merupakan prosedur audit dengan melihat atau menyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan. Antaralain perhitungan fisik persediaan yang ada digudang, pembuatan dan persetujuan voucher, cara penyimpanan kas.

  3. Konfirmasi (confirmation) Merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas.

  Dapat dilakukan dengan meminta klien untuk menanyakan informasi kepada pihak luar, klien meminta kepada pihak luar yang ditunjuk oleh auditor untuk memberikan jawaban langsung kepada auditor, dan auditor menerima jawaban langsung dari pihak ketiga.

  4. Permintaan Keterangan (enquiry) Merupakan prosedur audit dengan meminta keterangan secara lisan.

  Biasanya auditor melakukan prosedur ini untuk meminta keterangan mengenai tingkat keusangan persediaan yang ada digudang, permintaan keterangan yang diajukan kepada penasihat hukum klien mengenai kemungkinan keputusan pekara pengadilan yang sedang ditangani.

  5. Penelusuran (tracing) Melakukan penelusuran informasi sejak awal data tersebut direkam pertama kali dalam bentuk dokumen, dilanjutkan dengan pelacakan pengolahan data dalam proses akuntansi. Contohnya: pemeriksaan transaksi penjualan yang dimulai oleh auditor dengan memeriksa informasi dalam surat pemesanan (order) dari klien, laporan pengiriman barang, faktur penjualan, jurnal penjualan, dan akun piutang usaha dalam buku pembantu piutang usaha.

  6. Penghitungan (counting) Prosedur audit ini meliputi penghitungan fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kas atau persediaan ditangan, dan pertanggungjawaban seluruh formulir bernomor urut tercetak.

  7. Scanning

  Scanning merupakan review secara cepat terhadap dokumen, catatan,

  dan daftar untuk mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa (mencurigakan).

  8. Pelaksanaan Ulang (reperforming) Merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien. ulang biaya depresiasi, biaya bunga terhutang, perkalian antara kuantitas dengan harga satuan, penghitungan ulang rekonsiliasi bank.

  9. Teknik audit berbantuan komputer (computer-assisted audit

  techniques)

  Bila catatan akuntansi klien diselenggarakan dalam media elektronik, auditor perlu melakukan teknik audit berbantuan komputer dalam melakukan prosedur audit. Contohnya auditor menggunakan suatu aplikasi audit komputer tertentu dalam penghitungan saldo piutang, dan lain-lain.

  Auditor harus diarahkan untuk melakukan seefisien mungkin pekerjaan yang perlu untuk mencapai hasil audit yang memuaskan. Luasnya tingkat pengujian audit yang akan diterapkan pada umumnya adalah berdasarkan judgement auditor dengan memperhatikan beberapa faktor sebagai berikut: 1. Sejauh mana pengendalian internal dapat diandalkan.

  2. Unsur materialitas sehubungan dengan penyajian laporan keuangan secara keseluruhan

  3. Sifat dan ukuran masing-masing pos yang membentuk saldo perkiraan tertentu.

  4. Sejauh mana kekeliruan dapat diungkapkan.

2.2.3 Sifat Pengujian Substantif

  Mulyadi, (2002 : 235) Sifat pada pengujian substantif mencakup jenis dan efektivitas prosedur audit yang akan dilakukan oleh auditor.

  Apabila resiko deteksi yang diterima oleh auditor rendah atau kecil, auditor harus menggunakan prosedur audit yang lebih luas dan efektif. Biasanya prosedur audit yang lebih luas dan efektif memerlukan biaya yang lebih besar. Demikian sebaliknya, jika resiko deteksi yang diterima oleh auditor dan luas, serta biaya yang digunakan lebih sedikit.

  Pengujian substantif berkaitan erat dengan resiko deteksi. Resiko deteksi adalah resiko auditor tidak akan mendeteksi salah saji material yang ada dalam suatu asersi. Pada tahap awal audit atas laporan keuangan, penentuan resiko deteksi terletak pada tahap auditor mendesain pengujian substantif. (Rumus resiko deteksi dapat dilihat pada Gambar 2.1)

  Resiko deteksi dapat dihitung dengan rumus:

  RA

  RD= RB x RP

Gambar 2.1 Rumus Resiko Deteksi

  Penjelasan: RD = Resiko Deteksi RA = Resiko Audit RP = Resiko Pengendalian Untuk tingkat resiko audit (RA) tertentu yang telah diterapkan oleh auditor, resiko deteksi berbanding terbalik dengan taksiran tingkat resiko bawaan (RB) dan resiko pengendalian (RP). (tahap-tahap proses audit laporan keuangan yang harus diperhatikan auditor dapat dilihat pada Gambar 2.2)

  Penetapan resiko deteksi dalam proses audit :

  Pemahaman dan

  Perencanaan Penerbitan

  Pelaksanaan

  Pengujian

  Audit Laporan Audit

  Pengujian

  Pengendalian Intern

  Substantif Penetapan

  Penaksiran

  Penilaian Penaksiran

  Resiko

  Resiko Bawaan

  risiko Audit Resiko

  Deteksi

Gambar 2.2 Tahap-Tahap Proses Audit dan Resiko yang Harus

  Dipertimbangkan Auditor

  Resiko deteksi yang direncanakan merupakan dasar untuk menentukan tingkat pengujian substantif yang direncanakan. Setelah auditor memahami pengendalian internal yang relevan dengan pelaporan keuangan dan setelah menaksir resiko pengendalian untuk suatu asersi, auditor harus membandingkan tingkat resiko pengendalian sesungguhnya dengan tingkat resiko pengendalian yang direncanakan.

  Jika tingkat resiko pengendalian sesungguhnya sama dengan yang direncanakan, auditor dapat melanjutkan dengan mendesain pengujian substantif khusus berdasarkan pengujian substantif yang akan dilakukan. Apabila tingkat resiko pengendalian sesungguhnya tidak sama dengan yang direncanakan, auditor harus mengubah tingkat pengujian substantif sebelum auditor mendesain pengujian substantif khusus untuk menampung tingkat resiko deteksi yang dapat diterima.

  Hubungan antara strategi audit awal, resiko deteksi yang direncanakan dan tingkat pengujian substantif yang direncanakan dapat dilihat pada Gambar 2.3:

  Tingkat Pengujian Resiko Deteksi yang

  Strategi Audit Awal Substantif yang Direncanakan

  Direncanakan Pendekatan terutama Rendah atau sangat

  Tingkat tinggi substantif rendah Pendekatan taksiran resiko pengendalian Moderat atau tinggi Tingkat rendah rendah

  

Gamber 2.3

Hubungan Strategi Audit Awal, Resiko Deteksi, dan Tingkat

Pengujian Substantif yang Direncanakan

2.2.4 Jenis-Jenis Pengujian Substantif

  Menurut Mulyadi (2002 : 138, 236) Auditor dapat menggunakan 3 jenis pengujian substantif dalam prosedur audit: a. Prosedur Analitik (Analitical Procedure)

  SA Seksi 329 “Prosedur analitik memberikan panduan bagi auditor dalam menggunakan prosedur analitik pada tahap perencanaan audit, tahap pengujian, dan pada tahap review menyeluruh atas hasil audit”. Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau rasio yang dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dengan harapan yang dikembangkan oleh auditor. Tujuan prosedur audit dalam perencanaan audit adalah untuk membantu perencanaan sifat, saat, dan luas prosedur audit yang akan digunakan dala memperoleh bukti tentang saldo akun atau jenis transaksi tertentu. Oleh karena itu Prosedur Analitik dalam perencanaan audit harus ditujukan untuk: 1.

  Meningkatkan pemahaman auditor atas usaha klien, transaksi, dan peristiwa yang terjadi sejak tanggal audit terakhir

2. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan resiko tertentu yang bersangkutan dengan audit.

  Tahap-Tahap Prosedur Analitik: a.

  Mengidentifikasi perhitungan/perbandingan yang harus dibuat.

  Prosedur analitik mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga model yang rumit dengan mengaitkan berbagai hubungan dan sumber data. Prosedur analitik dapat dilakukan dengan review perubahan saldo akun tahun-tahun sebelumnya dengan tahun berjalan.

  b.

  Mengembangkan harapan Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah tercatat dengan harapan yang dikembangkan oleh auditor. Oleh karena itu membandingkan perhitungan dan rasio yang akan dibuat dalam prosedur analitik.

  c.

  Melaksanakan perhitungan/perbandingan Pada tahap awal, auditor mengumpulkan data yang akan digunakan dalam perhitungan perbedaan antara jumlah persentase sekarang dibandingkan dengan jumlah persentase tahun-tahun sebelumnya.

  d.

  Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan Data yang telah dikumpulkan akan digunakan untuk membandingkan harapan yang telah dikembangkan oleh auditor untuk mengidentifikasi perbedaan signifikan yang terjadi.

  e.

  Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak terduga dan mengevaluasi perbedaan signifikan.

  Auditor perlu mempertimbangkan kembali metode dan faktor- faktor yang digunakan untuk mengembangkan harapan serta meminta keterangan kepada manajemen. Informasi yang baru dapat memperbaiki harapan yang telah diterapkan auditor dan dapat menghilangkan perbedaan yang terjadi.

  f.

  Menentukan dampak hasil prosedur analitik terhadap perencanaan audit.

  Perbedaan signifikan yang tidak terduga biasanya dipandang auditor sebagai petunjuk meningkatnya resiko salah saji dalam akun perhitungan. Biasanya auditor akan melakukan pengujian yang lebih rinci terhadap akun yang bersangkutan.

  Dengan mengerahkan perhatian ke bidang yang memiliki resiko lebih besar, prosedur analitik dapat bermanfaat dalam pelaksanaan audit yang efektif dan efisien. Jika hasil prosedur analitik sesuai dengan yang diharapkan, dan tingkat resiko deteksi yang dapat diterima tinggi, auditor tidak perlu melakukan pengujian terhadap transaksi atau saldo akun rinci. Prosedur analitik pada umumnya memerlukan biaya yang relatif rendah. Oleh karena itu auditor harus mempertimbangkan seberapa jauh prosedur analitik akan membantu dalam pelaksanaan pengujian yang efektif.

b. Pengujian terhadap Transaksi (test of transaction)

  Dalam pengujian terhadap transaksi, auditor fokus pada penemuan kemungkinan kekeliruan atau salah saji moneter, bukan penyimpangan dari pengendalian internal. Pengujian terhadap transaksi terutama berupa:

  1. Prosedur pengusutan (tracing) Merupakan prosedur audit yang bermanfaat untuk menemukan kurang saji (understatement).

  2. Pemeriksaan bukti pendukung (vouching). lebih saji (overstatement). Pengujian terhadap transaksi memerlukan waktu yang lebih banyak dan memerlukan biaya yang lebih tinggi daripada prosedur analitik, tetapi pengujian atas transaksi lebih rendah biayanya bila dibandingkan dengan pengujian terhadap saldo rinci (test of detail

  balance).

c. Pengujian terhadap Saldo Rinci (test of detail balance)

  Pengujian terhadap saldo rinci difokuskan untuk memperoleh bukti secara langsung atas suatu saldo akun. Pengujian terhadap saldo rinci dolaksanakan oleh auditor untuk meminta konfirmasi(confirmation) dari bank untuk saldo kas di bank klien pada tanggal neraca. Konfirmasi dari debitur untuk saldo piutang usaha yang tercantum dalam kartu piutang usaha. Auditor juga melakukan inspeksi(inspection) terhadap aktiva tetap dan melakukan pengamatan terhadap perhitungan fisik persediaan, dan melakukan pengujian harga (pricing test) terhadap saldo akhir persediaan di dalam pengujian transaksi terhadap saldo rinci. Semakin tinggi resiko deteksi yang ditentukan auditor, semakin terbatas prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor terhadap suatu asersi yang bersangkutan, dan semakin rendah tingkat keandalan bukti audit yang diperlukan oleh auditor. Sebaliknya, semakin rendah resiko deteksi, maka semakin luas prosedur audit yang akan ditempuh auditor, dan semakin tinggi keandalan bukti audit yang diperlukan oleh auditor. (Dampak resiko pengujian terhadap saldo rinci dapat dilihat pada Gambar 2.4)

  Resiko Deteksi Pengujian terhadap Saldo Rinci

  Periksa secara selintas (scan) rekonsiliasi bank yang dibuat oleh

  Tinggi klien mengenai keakuratan matematis yang terdapat didalamnya.

  

Moderat Lakukan review terhadap rekonsiliasi bank yang dibuat oleh klien

  dan lakukan verifikasi terhadap laporan pos-pos yang direkonsiliasi secara akurat.

  Rendah Buat rekonsiliasi bank dengan menggunakan rekening koran

  yang diperoleh dari klien dan lakukan verifikasi terhadap pos-pos yang direkonsiliasi serta keakuratan matematis.

  

Sangat rendah Minta rekening koran bank secara langsung dari bank, dan buat

  rekonsiliasi bank, serta lakukan verifikasi terhadap pos-pos yang direkonsiliasi serta keakuratan perhitungannya.

Gambar 2.4 Dampak Resiko Deteksi terhadap test of detail balance

2.2.5 Pengujian Substantif Sebelum Tanggal Neraca

  Mulyadi, (2002 : 239) SA Seksi 313 tentang pengujian substantif sebelum tanggal neraca memberikan panduan bagi auditor tentang:

  1. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan oleh auditor sebelum menerapkan pengujian substantif terhadap akun rinci sebelum tanggal neraca.

  2. Prosedur yang dapat memberikan dasar memadai untuk perluasan dari tanggak audit interim ke tanggal neraca (sisa periode) kesimpulan audit dari pengujian substantif utama.

  3. Pengkoordinasikan saat (timing) pelaksanaan berbagai prosedur audit. Auditor dapat menerapkan pengujian substantif terhadap saldo suatu akun secara rinci dalam periode interim. Keputusan untuk melaksanakan pengujian sebelum tanggal neraca harus didasarkan pada apakah auditor dapat: yang terdapat dalam akun tanggal neraca tidak akan terdeteksi oleh auditor. Resiko ini menjadi lebih besar jika periode waktu antara tanggal pengujian interim dengan tanggal neraca diperpanjang.

  2. Mengurangi sedemikian besar biaya pengujian substantif yang diperlukan pada tanggal neraca untuk memenuhi tujuan audit yang telah direncanakan, sehingga pengujian sebelum tanggal neraca akan menjadi lebih efisien.

  Pengujian substantif yang dilakukan sebelum tanggal neraca juga memerlukan pengujian substantif pada tanggal neraca. Pengujian substantif pada periode sisa biasanya mencakup:

  1. Perbandingan saldo akun pada dua tanggal yang berbeda untuk mengidentifikasi jumlah yang tampak luar biasa dan penyelidikan jumlah perbedaan.

  2. Pengujian substantif lain terhadap rincian untuk menyediakan bukti yang dipakai sebagai dasar memadai untuk memperluas kesimpulan audit internal ke tanggal neraca. Bila direncanakan dan dilaksanakan dengan semestinya, kombinasi antara pengujian substantif sebelum tanggal neraca dan pengujian substantif untuk periode sisanya dapat menghasilkan bukti kompeten bagi auditor sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien.

2.2.6 Rerangka Umum Pengembangan Program Audit untuk Pengujian Substantif

  Dalam pengembangan program audit, rerangka umum yang dapat

  a. Tentukan Prosedur Audit Awal Prosedur audit awal digunakan oleh auditor untuk memperoleh keyakinan bahwa asersi dalam laporan keuangan didukung oleh catatan akuntansi yang andal. Terdapat enam langkah pada prosedur audit awal:

  1. Periksa saldo pos yang tercantum pada neraca ke saldo akun yang bersangkutan di dalam buku besar.

  2. Hitung kembali saldo akun yang bersangkutan di dalam buku besar.

  3. Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber posting dalam akun yang bersangkutan.

  4. Periksa saldo awal akun yang bersangkutan ke kertas kerja tahun yang lalu.

  5. Periksa posting pendebitan atau pengkreditan akun ke dalam jurnal yang bersangkutan.

  6. Lakukan rekonsiliasi akun kontrol tersebut dalam buku besar ke buku pembantu yang bersangkutan.

  b. Tentukan Prosedur Analitik yang Perlu Dilaksanakan Prosedur analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klien dan dalam menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif. Dalam prosedur analitik auditor melakukan penghitungan berbagai rasio. Rasio-rasio tersebut dibandingkan dengan harapan auditor. Perbandingan ini membantu auditor mengungkapkan peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak dan salah saji.

  c. Tentukan Pengujian terhadap Transaksi Pengujian terhadap transaksi terdiri dari pengusutan (tracing) dan pemeriksaan bukti pendukung (vouching). Pengujian ini berfungsi untuk membuktikan keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi, penyajian dan pengungkapan transaksi atau golongan transaksi.

  d. Tentukan Pengujian terhadap Saldo Rinci Auditor menentukan berbagai prosedur audit untuk menentukan keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian dan alokasi, penyajian dan pengungkapan akun tertentu.

  2.3. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.

  Kerangka konseptual menunjukkan bahwa ketika pengendalian internal menurun, peningkatan bukti, lingkup, waktu, dan biaya audit. Ketika pengendalian internal meningkat atau efektif, maka auditor akan mengurangi pengujian substantif karena resiko deteksi yang meningkat. Dengan demikian lingkup audit, waktu, biaya serta bukti yang diperlukan selama pengujian dilakukan akan semakin sedikit. Oleh karena itu pengendalian internal berpengaruh terhadap pengujian substantif dalam audit. (Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.5)

  Pengendalian Internal Pengujian Substantif (Internal Control) (Substantive Test)

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual 2.4. Hipotesis Penelitian (Ha)

  Hipotesis merupakan hasil tanggapan sementara terhadap perumusan masalah peneliti yang dikemukakan oleh peneliti dalam rangka pembuktian tentang pemecahan suatu masalah yang masih diuji kebenarannya. Penulis mengajukan hipotesis dari penelitiannya sebagai berikut:

  Ha : Pengendalian Internal (Internal control) berpengaruh terhadap pengujian substantif dalam audit laporan keuangan.