PENDAHULUAN Kriminalisasi Terhadap Hakim (Tinjauan Yuridis UU Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia, sedangkan tatanan adalah suatu sistem atau aturan.1 Bangsa Indonesia adalah negara hukum atau negara berdasarkan hukum. Hal ini merujuk pada pernyataan tertulis dalam penjelasan Undang-undang Dasar 1945. Di dalam Undang-undang

Dasar 1945 disebutkan: “Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum

(rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat)”.2

Pengertian negara hukum telah dikenal dengan baik dalam perkembangan peradaban yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.3 Adapun seorang filosof Yunani kuno Cicero, mengatakan Ubi societas ubi ius (di mana ada masyarakat, di situ ada hukum) dapat memberikan gambaran bahwa pada setiap masyarakat manusia, lepas dari persoalan seberapa sederhana keadaannya atau seberapa tinggi kemajuannya, pasti terdapat hukum.4 Adapun tujuan utama hukum adalah keadilan, akan tetapi tujuan hukum tidak hanya keadilan melainkan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Hukum yang ideal harus

1

Hans Kelsen, 2006, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Bandung: Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, hal. 3.

2

Natangsa Surbakti, 2012,Filsafat Hukum Perkembangan Pemikiran dan Relevansinya dengan Reformasi Hukum Indonesia. Surakarta: BP FKIP UMS, hal. 138

3

Ibid., hal. 136. 4


(2)

mengadopsi ketiganya,putusan hakim misalnya sedapat mungkin merupakan

resultante dari ketiganya.5

Pengadilan adalah lembaga yang menjadi andalan masyarakat dan bahkan menjadi tumpuan dan harapan terakhir bagi mereka yang mencari keadilan melalui hukum.6 Suatu negara yang berdasarkan hukum adalah harus memiliki pengadilan yang mandiri, netral (tidak berpihak), kompeten dan berwibawalah yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan. Hanya pengadilan yang memiliki semua kriteria tersebut yang dapat menjamin pemenuhan hak asasi manusia. Sebagai aktor utama lembaga peradilan, posisi, dan peran hakim menjadi sangat penting, terlebih dengan segala kewenangan yang dimilikinya.7

Lembaga peradilan sebagai lembaga penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) merupakan suatu tumpuan dan harapan dari para pencari keadilan yang selalu menghendaki peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Keadilan yang hakiki merupakan suatu syarat yang utama untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu masyarakat, dalam hal ini hakim mempunyai suatu peranan penting dalam penegakan hukum pidana untuk tercapainya suatu keadilan yang diharapkan

5

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 1999,Pokok-pokok Filsafat Hukum, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hal.153.

6

Yesmil Anwar dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya Dalam Penegakkan Hukum di Indonesia), Bandung :Widya Padjadjaran, hal.2. 7

Waluyo Sejati, 2007. Tinjauan Yuridis Terhadap Pengawasan Hakim Oleh Komisi Yudisial Pasca Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi atas UU No. 22 Tahun 2004, Malang:Universitas Muhammadiyah Malang, hal.1.


(3)

dan dicita-citakan.8 Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa kedudukan hakim di negara kita merupakan kedudukan yang sangat tinggi.9

Kebebasan hakim didasarkan kepada kemandirian dan kekuasaan kehakiman di Indonesia itu, telah dijamin dalam konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 yang selanjutnya diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman yang telah diubah dan diganti yang terakhir dengan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 yaitu perubahan atas Undang-Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004.10

Kebebasan hakim diartikan sebagai kemandiriaan atau kemerdekaan, dalam arti adanya kebebasan penuh dan tidak adanya intervensi dalam kekuasaan kehakiman. Hal ini mencakup tiga hal, yaitu: (1) bebas dari campur tangan kekuasaan manapun; (2) bersih dan berintegritas; dan (3) professional. Pada hakekatnya kebebasan ini merupakan sifat pembawaan dari pada setiap peradilan.11

Ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang selanjutnya telah dirubah dengan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 dihubungkan dengan asas peradilan bebas dimana undang-undang menunjukkan kepada para hakim dalam mengambil

putusannya berpegang pada “asas kepatuhan” (billijkheid), “rasa keadilan”

8

Yesmil Anwar dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya Dalam Penegakkan Hukum di Indonesia), Bandung: Widya Padjadjaran, hal. 218. 9

Nanda Agung Dewantara,1987. Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani SuatuPerkara Pidana.Jakarta :Aksara Persada Indonesia, hal.28.

10

Ibid. 11

Yesmil Anwar dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya Dalam Penegakkan Hukum di Indonesia), Bandung: Widya Padjadjaran, hal.221


(4)

(gerechtigheid), pemberian isi pada asas itikad baik (te geeter trouw), dan itikad buruk (te kwarder trouw). Dalam melaksanakan asas kebebasan guna dapat menjatuhkan putusan yang tetap hakim melakukan interpretasi, penghalusan hukum (rechtverfining) dan kontruksi hukum dengan sebaik-baiknya, seorang hakim khususnya harus terjun ketengah-tengah mayarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.12

Akan tetapi menurut pendapat Sudikno Mertokusumo, eksistensi hakim sebagai alat penegak hukum di Indonesia dewasa ini mempunyai suatu persepsi yang negatif dari masyarakat, hal tersebut dikarenakan banyak sekali putusan hakim yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Di samping itu juga karena semakin kompleksnya bentuk dari kejahatan yang terjadi yang belum ada pengaturannya di dalam undang-undang hukum pidana sehingga apa yang menjadi tujuan hukum pidana tidak tercapai dengan ruang lingkup sistem peradilan pidana.13

Masalah yang selalu muncul dan selalu dialami hakim dalam penegakkan hukum pidana adalah mengenai putusan-putusan hakim yang dirasa kurang adil dan kurang bertanggung jawab di dalam memutuskan suatu perkara, sehingga membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan menjadi berkurang dan masyarakatpun akhirnya

12

Nanda AgungDewantara,1987. Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Perkara Pidana.jakarta :Aksara Persada Indonesia, hal.34.

13

Yesmil Anwar dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya Dalam Penegakkan Hukum di Indonesia), Bandung: Widya Padjadjaran, hal. 219.


(5)

berpendapat bahwa dilembaga peradilan mempunyai suatu prinsip “yang

kuat yang melihara” dan “KUHP (kasih uang habis perkara)”.14

Pendapat dari masyarakat tentang lembaga peradilan sekarang ini terjadi karena tidak adanya control terhadap prinsip kebebasan dan kemandirian hakim, sehingga mengakibatkan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah enggan untuk menempuh jalur hukum yang bagi mereka lembaga peradilan adalah harapan untuk mendapatkan keadilan, karena apabila berhadapan dengan mereka yang mempunyai status sebagai konglomerat maka tidak akan mungkin keadilan dapat ditegakkan sepenuhnya apalagi untuk tercapainya suatu kepastian hukum karena prinsip di atas membuat lembaga peradilan berubah menjadi lembaga adu kekuasaan.15

Berdasarkan latar belakang persoalan di atas, demi terciptanya putusan hakim yang adil dan dapat dipertanggung jawabkan serta membuat para hakim lebih profesional dalam memeriksa dan memutus perkara,maka DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Tindak Pidana Anak. Dimana di dalam undang-undang ini mengatur tentang pemidanaan terhadap hakim yang apabila memutus suatu perkara tidak berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam undang-undang ini.

Penyusunan undang-undang ini merupakan penggantian terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran

14

Ibid,.hal. 219. 15


(6)

Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668) yang dilakukan dengan tujuan agar dapat terwujud peradilan yang benar-benar menjamin pelindungan kepentingan terbaik terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum sebagai penerus bangsa.16

Adanya ketentuan Pemidanaan terhadap hakim dalam undang-undang sistem peradilan pidana anak bagi sebagian masyarakat dianggap meruntuhkan independensi badan peradilan dan wibawa hakim. Alasan ini didasarkan pada teori dan doktrin “kekuasaan kehakiman” yang berlaku

secara universal dan konsepsi “pemisahan kekuasaan” antara kekuasaan

eksekutif (pemerintah), legislatif (DPR) dan Yudikatif (Mahkamah agung) yang melarang kekuasaan yudikatif (profesi hakim) diintervensi kekuasaan manapun.17

Independensi hakim, selaku pelaksana kekuasaan kehakiman dalam proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan atas setiap perkara yang ditangani, mutlak dijaga dan dilindungi kelestariannya dari berbagai pengaruh yang berasal dari luar diri hakim. Pengaruh itu berupa intervensi, tekanan, ancaman, dan campur tangan dari pihak mana pun (dari pihak eksekutif dan legislatif).18

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul; KRIMINALISASI TERHADAP

16

Nanda AgungDewantara,1987, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Perkara Pidana, jakarta :Aksara Persada Indonesia, hal.34.

17

Binsar M Gultom, “Kriminalisasi Profesi Hakim”, dalam Budisan’s Blog, kamis, 04 Oktober

2012, http://Budisan’s Blog.com diunduh 13 februari 2013, pukul 11.00. 18


(7)

HAKIM (Tinjauan Yuridis UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang perlu dikemukakan. Adapun perumusan masalah yang hendak dikemukakan penulis adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kriminalisasi terhadap hakim dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak?

2. Bagaimana Pendapat pakar hukum tentang kriminalisasi terhadap hakim dalam UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka adapun tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kriminalisasi terhadap hakim dalam UU No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

2. Untuk mengetahui pendapat pakar hukum tentang kriminalisasi terhadap hakim dalam UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:


(8)

1. SecaraTeoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan beberapa konsep ilmiah serta diharapkan akan memberikan sumbangan pemikiran dibidang ilmu hukum yang berkaitan dengan hukum pidana.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan kajian bagi semua kalangan akademisi dan penegak hukum untuk menambah wawasan dibidang ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan pemidanaan terhadap hakim dalam UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

D. Kerangka Pemikiran

Istilah pemidanaan merupakan istilah umum dan konvensional yang mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Sudarto menjelaskan pemidanaan sebagai penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat tertentu.19

Hakim merupakan sosok seorang penegak hukum yang sangat menentukan arah, jenis, maupun lamanya proses pembinaan terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan putusan yang dikeluarkannya. Adapun definisi hakim menurut Pasal 1 butir (8) KUHAP yaitu:

19

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984, PidanaDan Pemidanaan, Semarang: BPBH Fakultas Hukum UNDIP, hal.2.


(9)

“Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili”.20

Hakim harus selalu menaati kode etik hakim dan diharapkan hakim dapat bersikap adil dan bijaksana, sehingga putusannya benar-benar selaras dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat sebagaimana diungkapkan oleh Soerjono Soekanto:21

“Hakim tidak boleh mengadili semata-mata menurut perasaan keadilan pribadi, tetapi ia terikat pada nilai-nilai yang secara nyata berlaku dan hidup dalam masyarakat. Dengan kepentingannya diharapkan bahwa

seorang hakim memperkuat kehidupan norma hukum yang bersangkutan”.

Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius).

Menurut Pasal 191 KUHAP, bahwa seorang hakim dapat menjatuhkan putusan berupa:

- Menjatuhkan pidana/tindakan - Membebaskan; atau

- Melepaskan dari segala tuntutan.

Menurut Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan tindak pidana anak, terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang mengatur menganai pemidanaan terhadap hakim.Misalnya ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU SPPA itu mengatakan apabila hakim tidak melakukan diversifikasi atau penyelesaian perkara di luar pengadilan, ini nanti diancam pidana dua tahun.

20

Bambang Sutiyoso, 2006, Metode Penemuan Hukum: Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti Dan Berkeadilan, Yogyakarta: UII Press, hal.16.

21

Soerjono soekanto, 1993, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penegakan Hukum , Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, hal. 35.


(10)

Adapun substansi yang diatur dalam undang-undang ini, antara lain, mengenai penempatan Anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

Substansi yang paling mendasar dalam undang-undang ini adalah pengaturan secara tegas mengenai Keadilan Restoratif dan Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan Anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Oleh karena itu, sangat diperlukan peran serta semua pihak dalam rangka mewujudkan hal tersebut.

E. Metode Penelitian

Penelitian adalah suatu metode ilmiah yang dilakukan melalui penyelidikan dengan seksama dan lengkap terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh mengenai suatu permasalahan tertentu sehingga dapat diperoleh melalui suatu permasalahan itu. Sedangkan metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya.22

Adapun mengenai metode penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut:

22

Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Fakultas Hukum UMS, hal.1


(11)

1. Metode pendekatan

Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, karena dalam penelitian ini hukum dikonsepkan, sebagai norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau oleh pejabat Negara yang berwenang. Oleh karena itu pengkajian yang

dilakukan, hanyalah “terbatas” pada peraturan perundang-undangan (tertulis) yang terkait dengan objek yang diteliti.

2. Jenis penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang keadaan subyek dan/atau obyek penelitian sebagaimana adanya.23 Tipe kajian dalam penelitian ini bermaksud menggambarkan tentang kriminalisasi terhadap hakim apabila tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam suatu undang-undang.

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan digunakan untuk mendapatkan bahan hukum primer dan bahan hukum skunder.

23


(12)

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Bahan Hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat.24 Adapun bahan hukum primer dari penelitian ini terdiri dari:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2) UU No. 48 Tahun 2009 perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

3) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

4) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 5) UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum sekunder, meliputi literatur-literatur yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman dan sistem peradilan pidana anak.

c. Bahan Hukum Tersier

Adalah bahan hukum yang mendukung hukum primer dan bahan hukum sekunder, diantaranya berupa bahan dari media internet dan kamus.

24


(13)

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data penulisan penelitian ini penulis melakukan dengan menggunakan studi kepustakaan dengan penelusuran buku literature, jurnal dan dekumen perundangan yang relevan dengan permasalahan.

5. Teknik Analisis Data

Metode analisis yang digunakan yakni dengan menerapkan logika, yakni logika berfikir deduktif. Logika pemikiran deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dengan menjadikan norma ditempatkan sebagai premis mayor, selanjutnya data sekunder yaitu buku literature ditempatkan sebagai premis minor, langkah yang dilakukan selanjutnya adalah menarik konklusi, konklusi ini diperoleh dengan cara membandingakan data sekunder (premis minor) dengan norma ( premis mayor) sehingga pada tahap akhirnya penulis dapat menarik suatu kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan, analisis, serta penjabaran isi dari penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

BAB I adalah Pendahuluan, berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka pemikiran, Metode Penelitian, Sistematika penulisan skripsi.


(14)

BAB II adalah Tinjauan Pustaka, dalam bab ini penulis menguraikan tinjauan umum tentang kriminalisasi, tinjauan umum tentang Hakim, tinjauan umum tentang sistem peradilan pidana di Indonesia, tinjauan umum tentang anak.

BAB III adalah Tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan menguraikan mengenai hasil penelitian yaitu kriminalisasi terhadap hakim menurut UU No. 11 Tahun 2012, serta pendapat pakar hukum tentang kriminalisasi terhadap hakim.

BAB IV adalah Penutup, berisikan kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut.


(1)

“Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili”.20

Hakim harus selalu menaati kode etik hakim dan diharapkan hakim dapat bersikap adil dan bijaksana, sehingga putusannya benar-benar selaras dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat sebagaimana diungkapkan oleh Soerjono Soekanto:21

“Hakim tidak boleh mengadili semata-mata menurut perasaan keadilan pribadi, tetapi ia terikat pada nilai-nilai yang secara nyata berlaku dan hidup dalam masyarakat. Dengan kepentingannya diharapkan bahwa seorang hakim memperkuat kehidupan norma hukum yang bersangkutan”.

Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius).

Menurut Pasal 191 KUHAP, bahwa seorang hakim dapat menjatuhkan putusan berupa:

- Menjatuhkan pidana/tindakan - Membebaskan; atau

- Melepaskan dari segala tuntutan.

Menurut Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan tindak pidana anak, terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang mengatur menganai pemidanaan terhadap hakim.Misalnya ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU SPPA itu mengatakan apabila hakim tidak melakukan diversifikasi atau penyelesaian perkara di luar pengadilan, ini nanti diancam pidana dua tahun.

20

Bambang Sutiyoso, 2006, Metode Penemuan Hukum: Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti Dan Berkeadilan, Yogyakarta: UII Press, hal.16.

21

Soerjono soekanto, 1993, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penegakan Hukum , Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, hal. 35.


(2)

Adapun substansi yang diatur dalam undang-undang ini, antara lain, mengenai penempatan Anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

Substansi yang paling mendasar dalam undang-undang ini adalah pengaturan secara tegas mengenai Keadilan Restoratif dan Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan Anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Oleh karena itu, sangat diperlukan peran serta semua pihak dalam rangka mewujudkan hal tersebut.

E. Metode Penelitian

Penelitian adalah suatu metode ilmiah yang dilakukan melalui penyelidikan dengan seksama dan lengkap terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh mengenai suatu permasalahan tertentu sehingga dapat diperoleh melalui suatu permasalahan itu. Sedangkan metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya.22

Adapun mengenai metode penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut:

22

Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Fakultas Hukum UMS, hal.1


(3)

1. Metode pendekatan

Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, karena dalam penelitian ini hukum dikonsepkan, sebagai norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau oleh pejabat Negara yang berwenang. Oleh karena itu pengkajian yang

dilakukan, hanyalah “terbatas” pada peraturan perundang-undangan

(tertulis) yang terkait dengan objek yang diteliti. 2. Jenis penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang keadaan subyek dan/atau obyek penelitian sebagaimana adanya.23 Tipe kajian dalam penelitian ini bermaksud menggambarkan tentang kriminalisasi terhadap hakim apabila tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam suatu undang-undang.

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan digunakan untuk mendapatkan bahan hukum primer dan bahan hukum skunder.

23


(4)

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Bahan Hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat.24 Adapun bahan hukum primer dari penelitian ini terdiri dari:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2) UU No. 48 Tahun 2009 perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

3) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

4) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 5) UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum sekunder, meliputi literatur-literatur yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman dan sistem peradilan pidana anak.

c. Bahan Hukum Tersier

Adalah bahan hukum yang mendukung hukum primer dan bahan hukum sekunder, diantaranya berupa bahan dari media internet dan kamus.

24


(5)

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data penulisan penelitian ini penulis melakukan dengan menggunakan studi kepustakaan dengan penelusuran buku literature, jurnal dan dekumen perundangan yang relevan dengan permasalahan.

5. Teknik Analisis Data

Metode analisis yang digunakan yakni dengan menerapkan logika, yakni logika berfikir deduktif. Logika pemikiran deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dengan menjadikan norma ditempatkan sebagai premis mayor, selanjutnya data sekunder yaitu buku literature ditempatkan sebagai premis minor, langkah yang dilakukan selanjutnya adalah menarik konklusi, konklusi ini diperoleh dengan cara membandingakan data sekunder (premis minor) dengan norma ( premis mayor) sehingga pada tahap akhirnya penulis dapat menarik suatu kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan, analisis, serta penjabaran isi dari penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

BAB I adalah Pendahuluan, berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka pemikiran, Metode Penelitian, Sistematika penulisan skripsi.


(6)

BAB II adalah Tinjauan Pustaka, dalam bab ini penulis menguraikan tinjauan umum tentang kriminalisasi, tinjauan umum tentang Hakim, tinjauan umum tentang sistem peradilan pidana di Indonesia, tinjauan umum tentang anak.

BAB III adalah Tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan menguraikan mengenai hasil penelitian yaitu kriminalisasi terhadap hakim menurut UU No. 11 Tahun 2012, serta pendapat pakar hukum tentang kriminalisasi terhadap hakim.

BAB IV adalah Penutup, berisikan kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut.


Dokumen yang terkait

PENDAHULUAN PERTIMBANGAN KEPOLISIAN TIDAK MENGAJUKAN ANAK PELAKU TINDAK PIDANA KE PROSES PERADILAN MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.

0 3 14

PENDAHULUAN TINJAUAN DISKRESI KEPOLISIAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.

0 2 10

PENUTUP TINJAUAN DISKRESI KEPOLISIAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.

0 2 4

RESPON APARAT PENEGAK HUKUM TERHADAP KEBERLAKUAN UU NO.11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA Respon Aparat Penegak Hukum Terhadap Keberlakuan UU No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Studi Kasus Di Kabupaten Klaten).

0 1 17

KRIMINALISASI TERHADAP HAKIM (Tinjauan Yuridis UU Nomor 11 Tahun 2012 Kriminalisasi Terhadap Hakim (Tinjauan Yuridis UU Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).

0 1 15

KRIMINALISASI TERHADAP HAKIM (Tinjauan Yuridis UU Nomor 11 Tahun 2012 Kriminalisasi Terhadap Hakim (Tinjauan Yuridis UU Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).

0 1 18

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

0 0 75

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

0 2 75

KRIMINALISASI TERHADAP HAKIM (TINJAUAN YURIDIS UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK)

0 0 6

Diversi dalam UU no. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

0 0 38